Anda di halaman 1dari 36

PRAKTIKUM II DAN III

“ SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIK INTRAVASKULAR DAN


EKSTRAVASKULAR“

Disusun Oleh :

Nama : Fiji Indah Gunawan

Kelas : III A

NIM : E0018016

Dosen Pengampu : 1. Apt. Arifina Fahamsya, M.Sc

2. Apt. Laililana Garna Nurhidayati, M.pharm

LABORATORIUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA

PROGRAM STUDI SI FARMASI

STIKES BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI

2021
STIKES BHAMADA SLAWI
FAKULTAS FARMASI
LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN FARMAKOKINETIKA DASAR
Jl. Cut Nyak Dien No.16, Griya Prajamukti, Kalisapu, Kec. Slawi, Tegal, Jawa
Tengah 52416

LAPORAN SEMENTARA
PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA

Nama : Fiji Indah Gunawan


NIM : E0018016
Tanggal Praktikum : Selasa, 8 Juni 2021
Nama Praktikum : Simulasi invitro model farmakokinetika rute intravakular
dan ekstravaskular.
Nomor Praktikum : Praktikum II dan III
Golongan : -

I. PENDAHULUAN
1) Latar Belakang
Farmakokinetika adalah ilmu dari kinetika absorpsi, distribusi, dan eliminasi
(yakni, eksresi dan metabolisme) obat. Deskripsi distribusi dan eliminasi obat sering
disebut disposisi obat. Karakterisasi disposisi obat merupakan suatu persyaratan
penting untuk penentuan atau modifikasi aturan pendosisan untuk individual dan
kelompok pasien. Studi farmakokinetika mencakup baik pendekatan eksperimental
dan teoritis. Aspek eksperintal farmakokinetika meliputi pengembangan teknik
sampling biologis, metode analitik untuk pengukuran obat dan metabolit, dan
prosedur yang memfasilitasi pengumpulan dan manipulasi data. Aspek teoritis
farmakokinetika meliputi pengembangan model farmakokinetika yang memprediksi
disposisi obat setelah pemakaian obat. Penerapan s tatistik merupakan suatu bagian
integral dari studi farmakokinetika. Metode statistika digunakan untuk mengestimasi
parameter farmakokinetka dan akhirnya menginterpretasi data untuk maksud
perancangan dan prediksi turan dosis optimal untuk pasien individual atau kelomppok
pasien. Metode statistik diterapkan pada model farmakokinetika untuk menentukan
kesalahan data dan penyimpangan model struktural (Shargel, 2005).
Model farmakokinetika memiliki beberapa parameter yang penting dalam
penentuan observasi dan konsentrasi atau efek obat. Parameter tersebur terdiri dari
parameter primer seperti volume distribusi (Vd), klirens (Cl), dan kecepatan absorpsi
(Ka). Parameter sekunder seperti kecepatan eliminasi (k), dan waktu paruh (T1/2)
serta parameter-parameter turunan. Tujuan dari model farmakokinetika adalah untuk
menentukan aturan dosis yang sesuai dalam terapi obat ( Aiahel, 1993).
Terdapat 2 jalur pemberian obat yaitu intravaskular, dan ekstravaskular. Obat
langsung berada disirkulasi sistemik tanpa mengalami absorpsi dengan pemberian
secara intravakular, sedangkan pada pemberian secara ekstravaskular umumnya obat
mengalami absorpsi (Zunilda, 1995).
Pada percobaan ini dilakukan simulasi invitro untuk memahami konsep
farmakokinetika suatu obat. Simulasi ini dilakukan untuk beberapa model obat yang
mempunyai harga klirens dan volume ditribusi berbeda dengan rute pemberian
intravaskular dan ekstravaskular serta dosis yang berbeda. Perbedaan nilai parameter
rute pemberian serta dosis tersebut akan menghasilkan perbedaan profil kadar obat
yang akan disebabkan oleh besaran proses absorpsi, distribusi dan eliminasi yang
berbeda.

2) Dasar Teori
2.1 Farmakokinetika
Farmakokinetik adalah proses yang dialami obat ketika obat masuk ke
dalam tubuh manusia, yang terdiri atas proses absorpsi, distribusi, metabolisme,
dan ekskresi (Holford, 2012).
Farmakokinetika adalah ilmu dari kinetika absorpsi, distribusi, dan
eliminasi (yakni, eksresi dan metabolisme) obat. Deskripsi distribusi dan
eliminasi obat sering disebut disposisi obat. Karakterisasi disposisi obat
merupakan suatu persyaratan penting untuk penentuan atau modifikasi aturan
pendosisan untuk individual dan kelompok pasien. Studi farmakokinetika
mencakup baik pendekatan eksperimental dan teoritis. Aspek eksperintal
farmakokinetika meliputi pengembangan teknik sampling biologis, metode
analitik untuk pengukuran obat dan metabolit, dan prosedur yang memfasilitasi
pengumpulan dan manipulasi data. Aspek teoritis farmakokinetika meliputi
pengembangan model farmakokinetika yang memprediksi disposisi obat setelah
pemakaian obat (Shargel, 2005).
2.2 Pemodelan Farmakokinetika
Model farmakokinetik merupakan model matematika yang
menggambarkan hubungan antara dosis dan konsentrasi obat dalam setiap
individu. Parameter dari model menggambarkan faktor-faktor yang dipercaya
penting dalam penentuan observasi dari konsentrasi atau efek obat. Parameter
tersebut antara lain terdiri dari beberapa parameter antara lain parameter primer
yang terdiri dari volume distribusi (Vd); klerens (Cl); dan kecepatan absorbsi
(Ka), parameter sekunder terdiri dari kecepatan eliminasi (K); dan waktu paruh
(T1/2), serta parameter-parameter turunan. Model farmakokinetik tersebut
mempunyai aplikasi langsung untuk terapi obat berkenaan dengan menentukan
aturan dosis yang sesuai (Aiache, 1993).
Kompartemen adalah suatu kesatuan yang dapat digambarkan dengan
suatu volume tertentu dan suatu konsentrasi. Perilaku obat dalam sistem biologi
dapat digambarkan dengan kompartemen satu atau kompartemen dua. Kadang-
kadang perlu untuk menggunakan multikompartemen, dimulai dengan
determinasi apakah data eksperimen cocok atau pas untuk model kompartemen
satu dan jika tidak pas coba dapat mencoba model yang memuaskan. Sebenarnya
tubuh manusia adalah model kompartemen multimillion (multikompartemen),
mengingat konsentrasi obat tiap organel berbeda-beda. (Hakim, L., 2014).
Model kompartemen yang sering digunakan adalah model kompartemen
satu terbuka, model ini menganggap bahwa berbagai perubahan kadar obat dalam
plasma mencerminkan perubahan yang sebanding dengan kadar obat dalam
jaringan. Tetapi model ini tidak menganggap bahwa konsentrasi obat dalam tiap
jaringan tersebut adalah sama dengan berbagai waktu. Di samping itu, obat di
dalam tubuh juga tidak ditentukan secara langsung, tetapi dapat ditentukan
konsentrasi obatnya dengan menggunakan cuplikan cairan tubuh (Shargel, 1988).
Jika tubuh diasumsikan sebagai satu kompartemen, tidak berarti bahwa
kadar obat sama di dalam setiap jaringan atau organ, namun asumsi yang berlaku
pada model tersebut ialah bahwa perubahan kadar obat di dalam darah
mencerminkan perubahan kadar obat di jaringan. Lalu eliminasi (metabolism dan
ekskresi) obat dari tubuh setiap saat sebanding dengan jumlah atau kadar obat
yang tersisa di dalam tubuh pada saat itu (Ritschel, 2004).

2.3 Macam-macam Model Farmakokinetika


1) Model Mammillary
Model terdiri atas satu atau lebih kompartemen perifer yang
dihubungkan ke suatu kompartemen sentral. Kompartemen sentral mewakili
plasma dan jaringan-jaringan yang perfusinya tinggi dan secara cepat
berkesetimbangan dengan obat. Model mamillary dapat dianggap sebagai
suatu sistem yang berhubungan secara erat, karena jumlah obat dalam setiap
kompartemen dalam setiap sistem tersebut dapat diperkirakan setelah obat
dimasukkan ke dalam suatu kompartemen tertentu. Menurut Mammillary
model kompartemen dibagi menjadi :
a. Kompartemen satu terbuka iv
Perfusi terjadi sangat cepat seperti tanpa proses distribusi sebab distribusi
tidak diamati karena terlalu cepatnya. (Hanya ada satu fase yaitu eliminasi).
b. Kompartemen satu terbuka ev
Sebelum memasuki kompartemen sentral, obat harus mengalami absorbsi.
(Terdiri dari 2 fase yaitu absorbsi dan eliminasi).
c. Kompartemen 2 terbuka intravaskuler
Kompartemen dianggap hanya satu dan ada proses distribusi dari sentral ke
perifer atau sebaliknya. Tidak ada proses absorbsi tetapi ada proses
eliminasi.
d. Kompartemen 2 terbuka ekstravaskuler
Obat mengalami proses absorpsi, distribusi dan eliminasi.
2) Model Caternary
Dalam farmakokinetika model mammilary harus dibedakan dengan
macam model kompartemen yang lain yang disebut model caternary. Model
caternary terdiri atas kompartemen-kompartemen yang bergabung satu dengan
yang lain menjadi satu deretan kompartemen. Sebaliknya, model mammilary
terdiri atas satu atau lebih kompartemen yang mengelilingi suatu kompartemen
sentral.
3) Model Fisiologik (Model Aliran)
Model fisiologik juga dikenal sebagai model aliran darah atau model
perfusi, merupakan model farmakokinetik yang didasarkan atas data anatomik
dan fisiologik yang diketahui. Makna yang nyata dari model fisiologik adalah
dapat digunakannya model ini dalam memprakirakan farmakokinetika pada
manusia dari data hewan. Jadi, parameter-parameter fisiologik dan anatomik
dapat digunakan untuk memprakirakan efek obat pada manusia berdasar efek
obat pada hewan (Shargel dan Yu, 1988)
2.5 Parameter Farmakokinetik
Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara
matematis dari model yang berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh atau
metabolitnya dalam darah, urin atau cairan hayati lainya. Parameter
farmakokinetik suatu obat ini dapat digunakan untuk memperoleh gambaran dan
mempelajari suatu kinetika absorpsi, distribusi dan eliminasi didalam tubuh.
Pada hakekatnya parameter farmakokinetik ada 3 jenis yaitu : parameter
primer, sekunder dan turunan. Parameter farmakokinetik primer adalah parameter
yang harganya dipengaruhi oleh perubahan salah satu atau lebih perubahan
fisiologis yang terkait. Termasuk parameter tersebut adalah ka (konstanta
kecepatan absorbsi), Fa (Fraksi obat terabsorbsi), Vd (volume distribusi),
ClT(klirens obat), ClH (kliren hepatik) dan ClR (kliren renal). Parameter
farmakokinetik sekunder adalah parameter farmakokinetik yang harganya
tergantung pada harga parameter farmakokinetik primer. Perubahan harga suatu
parameter farmakokinetik sekunder di sebabkan berubahnya harga parameter
farmakokinetik primer tertentu sebagai cerminan adalah pergeseran nilai suatu
ubahan fisiologi. Contoh parameter farmakokinetik sekunder adalah t1/2el
(waktu paruh eliminasi), Kel (Konstanta kecepatan eliminasi) dan Fe (fraksi obat
yang tereksresi). Parameter farmakokinetik turunan harganya semata-mata tidak
tergantung dari harga parameter farmakokinetik primer tapi juga tergantung dari
dosis atau kecepatan pemberian obat terkait (Donatus, 2005).
Besarnya harga bioavailabilitas suatu obat yang digunakan secara oral
digambarkan oleh AUC kadar obat dalam plasma dalam waktu, dari obat oral
tersebut dibandingkan dengan AUC nya secara iv. Ini disebut bioavaibilitas oral.
Bioavaibilitas oral = Bioavaibilitas absolute = F
𝐴𝑈𝐶 𝑜𝑟𝑎𝑙
F= ........................................(10)
𝐴𝑈𝐶 𝑖𝑣
Volume Distribusi (Vd). Parameter ini didefinisikan sebagai hasil bagi
dari jumlah obat dalam tubuh dan konsentrasinya dalam plasma.
Distribusi obat dalam tubuh dapat dihitung sebagai berikut :
( / ) ( ) Kadar obat dalam plasma mg l Jumlah obat dalam tubuh mg
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑢𝑏𝑢ℎ (𝑚𝑔)
Vd =𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑚𝑎 (𝑚𝑔 /𝑙) .........................................(11)

Besarnya Vd ini ditentukan oleh besarnya ukuran dan komposisi tubuh,


fungsi kardiovaskular, kemampuan molekul obat memasuki berbagai
kompartemen tubuh, dan derajat ikatan obat dengan protein plasma dan dengan
berbagai jaringan. Obat yang tertimbun dalam jaringan yang mempunyai Vd
besar sekali maka kadar dalam plasma rendah sekali, sedangkan obat yang
mempunyai Vd yang kecil maka obat yang terikat kuat pada protein plasma
mempunyai kadar dalam plasma cukup tinggi.
Bersihan Total (Total Body Clearance = Cl). Klirens adalah volume
plasma yang dibersihkan oleh seluruh tubuh dari obat per satuan waktu. Klirens
merupakan bilangan konstan pada kadar obat apabila ditentukan dengan
menggunakan kinetika orde kesatu. Bersihan total merupakan hasil penjumlahan
bersihan berbagai organ dan jaringan tubuh, terutama ginjal dan hepar. Kadar obat
dalam plasma Laju e inasi seluruh tubuh
𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑒𝑙𝑖𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑡𝑢𝑏𝑢ℎ
Cl = ............................................12)
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑚𝑎

AUC atau luas area di bawah kurva yaitu konsentrasi obat dalam plasma,
darah atau serum yang terintegrasi dengan waktu (dari AUC0 - AUC0-1) setelah
dosis tunggal atau selama waktu interval dosis pada keadaan tunak (Setiawati,
2007).
3) Tujuan Percobaan
a. Tujuan Umum
Memahami konsep farmakokinetika suatu obat.
b. Tujuan Khusus :
- Mempelajari konsep farmakokinetika suatu obat menggunakan metilen blue
menggunkan simulasi invitro.
- Membedakan profil farmakokinetika suatu obat dengan dosis, rute pemakaian,
klirens, dan volume distribusi yang berbeda.
- Mengharapkan analisis farmakokinetika dalam perhitungan parameter
farmakokinetika.
II. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
- Spektrofotometer
- Magnetic stirer
- Tabung reaksi
- Pipet ukur
- Gelas beaker 1L / 2 L
- Pipet volume 25 ml / 30 ml

2. Bahan
- Metilen merah
- Air suling
III. CARA KERJA
3.1 Pembuatan Larutan Baku Kerja Metilen Merah
Metilen merah

- Dibuat larutan baku induk 100 mcg/ml dari 10 mg metilen merah


dan dilarutkan dalam 100ml aquadest.
- Dibuat larutan baku kerja metilen merah dengan mengencerkan
larutan baku induk dengan aquadest sampai didapat larutan dengan
kadar: 50, 150 mcg/ml.

Hasil

3.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Larutan baku kerja

- Ditentukan Panjang gelombang maksimum dengan menggunakan


larutan baku kerja 2 dan 5 mcg/ml
- Amati nilai serapan pada Panjang gelombang 530-570 nm
- Dibuat kurva serapan terhadap panjang gelombang dari larutan baku
kerja 2 dan 5 mcg/ml pada ke rtas grafik berskala sama
- Ditentukan nilai ë maksimum

Hasil

3.3 Pembuatan Kurva Baku

Larutan baku kerja

- Dilakukan pengamatan serapan dari larutan baku kerja 1 pada


panjang gelombang maksimum yang telah didapat dari 2.
- Dibuat tabel hasil pengamatan dan kurva baku kadar larutan baku
kerja tehadap serapan pada kertas grafik berskala sama
- Dihitung koefisien dan buat garisnya.

Hasil
3.4 Simulasi Model Farmakokinetika Invitro
a. Rute Intravascular (Kompartemen satu terbuka)

Aquadest

- Diisi gelas beaker dengan aquadest secara kuantitatif, sesuai dengan


nilai Vd, jalankan stirer.
- Ditambahkan metilen merah kedalam gelas beaker sesuai dengan
dosis yang telah ditentukan sebelumnya (metilen merah yang
ditambahkan diambil dari larutan baku induk yang disesuaikan
volumenya).
- Diambil sampel dari gelas beaker larutan metilen merah berkali-kali
sebesar nilai Cl dan segera gantikan volume yang diambil tersebut
dengan aquadest.
- Diukur serapan sampel pada panjang gelombang maksimum yang
telah diperoleh , gunakan aquadest sebagai blanko.
- Dihitung parameter farmakokinetika

Hasil
b. Rute Ekstravascular (Kompartemen satu terbuka)

Aquadest

- Diisi gelas beaker dengan aquadest secara kuantitatif sesuai


dengan nilai Vd, jalankan stirrer.
- Ditambahkan metilen merah 1/5 – ¼ dosis kedalam gelas beaker
sesuai dosis yang telah ditentukan sebelumnya (metilen merah
yang ditambahkan diambil dari larutan baku induk yang telah
ditentukan sebelumnya) dan dihomogenkan.
- Diambil sampel dari gelas beaker larutan metilen merah berkali-
kali sebesar nilai Cl dan segera gantikan volume yang diambil
tersebut dengan aquadest. - Dilakukan prosedur tersebut secara
berulang sampai semua dosis metilen merah masuk.
- Dilakukan pengambilan sampel larutan metilen merah berkali-kali
sebesar nilai Cl dan segera gantikan volume yang diambil tersebut
dengan aquadest.
- Diukur serapan sampel pada Panjang gelombang maksimum yang
telah diperoleh , gunakan aquadest sebagai blanko.
- Dihitung parameter farmakokinetika.

Hasil
IV. HASIL
4.1 Pembuatan larutan Baku Metilen Merah
No. Perlakuan Hasil
1. Ditimbang Metilen Merah 10 mg
2. Dilarutkan dengan Aquades hingga 100 ml Larutan Homogen
3. Dihitung konsentrasi larutan baku C = 100 mcg/mL
Keterangan:
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑐𝑔 10000
C = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 = 𝑚𝑙 = 100 = 100 mcg/mL

4.2 Pembuatan Larutan Stok Metilen Merah


No. Perlakuan Hasil
1. Dibuat larutan stok Metilen Merah 10; 20; 40;
50; dan 80 mcg/ml
2. Diambil dari larutan baku sejumlah … ml, M1V1 = M2V2
untuk konsentrasi: a. V1. 1000 = 10.10
a. 10 mcg/ml = 100 : 100
b. 20 mcg/ml = 1 mL
c. 40 mcg/ml
d. 50 mcg/ml b. V1. 1000 = 20.10
e. 80 mcg/ml = 200 : 100
= 2 mL

c. V1. 1000 = 40.10


= 400 : 100
= 4 mL

d. V1. 1000 = 50.10


= 500 : 100
= 5 mL

e. V1. 1000 = 80.10


= 800 : 100
= 8 mL

3. Ditambahkan akuades hingga 10 ml Larutan homogen


Contoh Perhitungan:
Larutan baku, C = 100 mcg/ml
Larutan Stok, C = 5 mcg/ml
Volume yang harus diambil dari larutan baku:
Keterangan:
M1V1 = M2V2
M1 = Konsentrasi/ kadar metilen
100 mcg/ml. V1 = 5 mcg/ml. 10 ml merah
5 mcg/ml . 10 ml
V1 = 100 𝑚𝑐𝑔/𝑚𝑙
= 0,5 ml
M2 = Konsentrasi/ kadar yang di
inginkan
V1 = Volume metilen merah yang
diambil (ml)
V2 = Volume Labu ukur (ml)
4.3 Pembuatan Kurva Baku Metilen Merah
Kadar (mcg/ml) Absorbansi
10 0,169
20 0,279
40 0,497
50 0,717
80 0,936
a) Buatlah grafik kurva baku Metilen merah menggunakan Microsoft excel dan
secara manual

Kurva baku metil merah


1,2
1 y = 0,0113x + 0,0668
R² = 0,9765
Absorbansi

0,8
0,6 Absorbansi
0,4
Linear
0,2
(Absorbansi)
0
0 50 100
Konsentrasi

b) Tentukan nilai a, b dan r dengan menggunakan Microsoft excel dan kalkulator


r= 0,976508553
a= 0,0668
b= 0,01132
c) Tentukan persamaan regresi linier menggunakan rumus Y = bx+a dari microsoft
excel dan kalkulator
y = 0,0113x + 0,0668
R² = 0,9765
4.4 Kadar Metilen Merah dalam sampel tiap waktu (Intravaskular)

Konsentrasi
Kelompok T (Menit) Absorbansi (C) Log C T Vs Log C
(mcg/ml)
0 0,468 35,5 1,550228353 R = 0,9611
15 0,388 28,42 1,453624074 A = 1,5823
I
30 0,299 20,55 1,312811826 B = -0,0104
45 0,202 11,96 1,07773118
0 0,301 20,72 1,316389751 R = 0,9677
15 0,276 18,51 1,267406419 A = 1,3244
II
30 0,256 16,74 1,223755454 B = -0,004
45 0,22 13,56 1,13225969
0 0,353 25,33 1,40363519 R = 0,976
15 0,312 21,7 1,336459734 A = 1,4085
III
30 0,287 19,49 1,289811839 B = -0,0046
45 0,241 15,41 1,187802639
a) Hitung konsentrasi masing-masing kelompok dengan menggunakan hasil
persamaan tahap nomor 3.
1. Kelompok 1
- T 0 menit, y = 0,468
y = 0,0113x + 0,0668
0,468 = 0,01132x + 0,0668
0,486 – 0,0668 = 0,01132x
0,4012 = 0,01132x
X = 0,4012/0,01132 = 35,50
- T 15 menit, y = 0,388
y = 0,01132x + 0,0668
0,388 = 0,01132x + 0,0668
0,388 – 0,0668 = 0,01132x
0,3212 = 0,01132x
X = 28,42
- T 30 menit, y = 0,299
y = 0,0113x + 0,0668
0,299 = 0,0113x + 0,0668
0,299 – 0,0668 = 0,0113x
0,2322 = 0,0113x
X = 20,55
- T 45 menit, y = 0,202
0,202 = 0,0113x + 0,0668
0,202 – 0,0668 = 0,0113x
0,1352 = 0,0113x
X = 11,96
2. Kelompok II
- T 0 menit, y = 0,301
0,301 = 0,0113x + 0,0668
0,301 – 0,0668 = 0,0113x
0,2342 = 0,0113x
X = 20,72
- T 15 menit, x = 0,276
0,276 = 0,0113x + 0,0668
0,276 – 0,0668 = 0,0113x
0,2092 = 0,0113x
X = 18,51
- T 30 menit, y = 0,256
0,256 = 0,0113x + 0,0668
0,256 – 0,0668 = 0,0113x
0,1892 = 0,0113 x
X = 16,74
- T 45 menit, y = 0,22
0,220 = 0,0113x + 0,0668
0,220 – 0,0668 = 0,0113x
0,1532 = 0,0113x
X = 13,56
3. Kelompok III :
- T 0 menit, y = 0,353
0,353 = 0,0113x + 0,0668
0,353 – 0,0668 = 0,0113x
0,2862 = 0,0113x
X = 25,33
- T 15 menit, y = 0,312
0,312 = 0,0113x + 0,0668
0,312 – 0,0668 = 0,0113x
0,2452 = 0,0113x
X = 21,7
- T 30 menit, y = 0,287
0,287 = 0,0113x + 0,0668
0,287 – 0,0668 = 0,0113x
0,2202 = 0,0113x
X = 19,49
- T 45 menit, y = 0,241
0,241 = 0,0113x + 0,0668
0,241 – 0,0668 = 0,0113x
0,1742 = 0,0113x
X = 15,41
b) Gambarkan kurva log c VS t
 Kurva Log c Vs t (Kelompok I)

Grafik T Vs Log C (Kelompok I)


1,8
y = -0,0104x + 1,5823
1,6 1,550228353 R² = 0,9611
1,4 1,453624074
1,312811826
1,2
1 1,07773118
Series1
0,8
Linear (Series1)
0,6
0,4
0,2
0
0 10 20 30 40 50
 Kurva Log c Vs t (Kelompok II)

Grafik T Vs Log C (Kelompok II)


1,35
1,316389751
1,3
1,267406419
1,25
1,223755454 Series1
1,2 Linear (Series1)
y = -0,004x + 1,3244
R² = 0,9677
1,15
1,13225969
1,1
0 20 40 60

 Kurva Log c Vs t (Kelompok III)

Grafik T Vs Log C (Kelompok III)


1,45
y = -0,0046x + 1,4085
1,4 1,40363519 R² = 0,976
1,35
1,336459734
1,3 Series1
1,289811839
1,25 Linear (Series1)

1,2
1,187802639
1,15
0 20 40 60

4.5 Perhitungan Area Under Curve (AUC) Intravaskular


Percobaan I:
(𝐶1 + 𝐶0) 𝑥 (𝑡1−𝑡0)
Nilai AUCA =
2
(35,50+28,42) 𝑥 (15−0)
= 2
63,92 𝑥 15
= 2
958,8
= 2

= 479,4
(𝐶1 + 𝐶0) 𝑥 (𝑡1−𝑡0)
Nilai AUCB = 2
(20,55+28,42) 𝑥 (30−15)
=
2
48,97 𝑥 15
= 2
734,55
= 2

= 367,27
(𝐶1 + 𝐶0) 𝑥 (𝑡1−𝑡0)
Nilai AUCC = 2
(20,55+11,96) 𝑥 (45−30)
= 2
32,51 𝑥 15
= 2
487,65
= 2

= 243, 82
Nilai AUC total kelompok 1 = AUCA + AUCB + AUCC = 479,4 + 367,27 + 243,82 =
1.090,49
Percobaan II:
(𝐶1 + 𝐶0) 𝑥 (𝑡1−𝑡0)
Nilai AUCA =
2
(20,72+18,51) 𝑥 (15−0)
= 2
39,23 𝑥 15
= 2
588,45
= 2

= 294,22
(𝐶1 + 𝐶0) 𝑥 (𝑡1−𝑡0)
Nilai AUCB = 2
(18,51+16,74) 𝑥 (30−15)
= 2
35,25 𝑥 15
= 2
528,75
= 2

= 264,37
(𝐶1 + 𝐶0) 𝑥 (𝑡1−𝑡0)
Nilai AUCC = 2
(16,74+13,56) 𝑥 (45−30)
= 2
30,3𝑥 15
= 2
454,5
= 2

= 227,25
Nilai AUC total kelompok 1 = AUCA + AUCB + AUCC = 294,22 + 264,37 + 227,25
= 785,84
Percobaan III:
(𝐶1 + 𝐶0) 𝑥 (𝑡1−𝑡0)
Nilai AUCA = 2
(25,33+21,7) 𝑥 (15−0)
= 2
47,03 𝑥 15
= 2
705,45
= 2

= 352,72
(𝐶1 + 𝐶0) 𝑥 (𝑡1−𝑡0)
Nilai AUCB =
2
(21,7+19,49) 𝑥 (30−15)
= 2
41,19 𝑥 15
= 2
617,85
= 2

= 308,92
(𝐶1 + 𝐶0) 𝑥 (𝑡1−𝑡0)
Nilai AUCC = 2
(19,49+15,41) 𝑥 (45−30)
=
2
34,9 𝑥 15
= 2
523,5
= 2

= 261,75
Nilai AUC total kelompok 1 = AUCA + AUCB + AUCC = 352,72+ 308,92 +
261,75 = 923,39
4.6 Kadar Metilen Merah Dalam Sampel tiap waktu (Ekstravaskular)
Kelompok T (Menit) Absorbansi Konsentrasi Log C T Vs Log C
(C) (mcg/ml)
0 0 -5,911 0 R = 0,809
I
15 0,158 8,070 0,9068735 A = 0,2304
B = 0,026
30 0,219 13,463 1,1291418
45 0,257 16,831 1,2261099
0 0 -5,911 0 R = 0,8653
II
15 0,143 6,743 0,8288531 A = 0,1915
B = 0,0266
30 0,205 12,230 1,0874264
45 0,256 17,539 1,2440048
0 0 -5,911 0 R = 0,8531
III
15 0,125 5,150 0,7118072 A = 0,1681
B = 0,0222
30 0,160 8,247 0,9162959
45 0,191 10,991 1,0410372
a) Hitung konsentrasi masing-masing kelompok dengan menggunakan hasil
persamaan tahap nomor 3.
a. 0 = 0,0113 x + 0,0668
0 - 0,0668 = 0,0113 x
0−0,0668
=𝑥
0,0113

X = -5,911
a. 0,125 = 0,0113 x + 0,0668
0,125 - 0,0668 = 0,0113 x
0,125 − 0,0668
=𝑥
0,0113
X = 5,150
b. 0,160 = 0,0113 x + 0,0668
0,160 - 0,0668 = 0,0113 x
0,160 − 0,0668
=𝑥
0,0113
X = 8,247
c. 0,191 = 0,0113 x + 0,0668
0,191 - 0,0668 = 0,0113 x
0,191 − 0,0668
=𝑥
0,0113
X = 10,991

b) Gambarkan kurva log c VS t

kurva log C vs t kelompok 1


1,6
1,4 y = 0,026x + 0,2304
R² = 0,809
1,2
1
log C

0,8
Series1
0,6
Linear (Series1)
0,4
0,2
0
0 10 20 30 40 50
T (menit)

kurva log C vs t kelompok 2


1,6
1,4 y = 0,0266x + 0,1915
R² = 0,8653
1,2
1
log C

0,8
Series1
0,6
Linear (Series1)
0,4
0,2
0
0 20 40 60
T (menit)
kurva log C vs t kelompok 3
1,4

1,2 y = 0,0222x + 0,1681


R² = 0,8531
1

0,8
log C

0,6 Series1

0,4 Linear (Series1)

0,2

0
0 20 40 60
T (menit)

4.7 Perhitungan Area Under Curve (AUC) Ekstravaskular


Percobaan I:
(8,070+−5,911)×(15−0)
AUC a = =16,1925
2
(13,463+8,070)×(30−15)
AUC b = = 161,497
2
(16,831+13,463)×(45−30)
AUC c = = 227,205
2

AUC total = 16,1925 + 161,497 + 227,205


= 404,8945

Percobaan II:
(6,743+−5,911)×(15−0)
AUC a = = 6,24
2
(12,230+6,743)×(30−15)
AUC b = = 142,297
2
(17,539+12,230)×(45−30)
AUC c = = 223,267
2

AUC total = 6,24 + 142,297 + 223,267


= 371.804

Percobaan III:
(5,150+−5,911)×(15−0)
AUC a = = −5,7075
2
(8,247+5,150)×(30−15)
AUC b = = 100,477
2
(10,991+8,247)×(45−30)
AUC c = = 144,285
2

AUC total = -5,7075 + 100,477 + 144,285


= 239,0545
4.8 Perhitungan nilai K, t1/2, dan Ka
Perhitungan K:
Dari kurva Log C vs t tentukan titik-titik fase eliminasi, kemudian tentukan
persamaan garis regresinya.

kurva log C vs t
1,4
y = 0,0249x + 0,1967
1,2
R² = 0,8195
1

0,8
log C

0,6 Series1

0,4 Linear (Series1)

0,2

0
0 10 20 30 40 50
T (waktu)

ANOVA
Significance
Df SS MS F F
Regression 1 2,097686 2,097686 45,39613 5,12E-05
Residual 10 0,462085 0,046208
Total 11 2,559771

Standard Upper Lower


Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95,0%
Intercept 0,19669 0,103836 1,89423 0,08745 -0,03467 0,428052 -0,03467
T (menit) 0,024931 0,0037 6,737665 5,12E-05 0,016686 0,033175 0,016686

Harga Slop garis = -K/2,303


K = -slop × 2,303
= -0,024931 × 2,303
= -0,057416
Dari kurva Log C vs t tentukan titik-titik fase eliminasi, kemudian tentukan
persamaan garis regresinya.
y=bx + a
a= intercept = 0,19669
b = waktu (t) = 0,024931
Harga Slop garis = -K/2,303
−𝑘
Slop = 2,303
− (−0,0574)
= 2,303

= 0,0249
Harga t ½ = 0,693/k
0,693
T½= 𝑘
0,693
= −0,0574

= -12,07 menit
V. PEMBAHASAN
Percobaan simulasi model in vitro farmakokinetik ini bertujuan untuk menjelaskan
proses farmakokinetik obat dalam tubuh setelah pemberian secara ektravaskuler dan
intravaskuler serta mengetahui profil farmakokinetik obat. Model kompartemen satu
terbuka merupakan model yang umumnya digunakan untuk permodelan
farmakokinetika. Pada praktikum kali ini dilakukan simulasi in-vitro model
kompartemen satu terbuka dengan reaksi orde kesatu. Simulasi dilakukan baik dalam rute
intravaskuler maupun rute ekstravaskuler.
Jalur pemberian obat ada 2 yaitu intravaskular dan ekstravaskular. Pada pemberian
secara intravaskular, obat akan langsung berada di sirkulasi sistemik tanpa mengalami
absorpsi, sedangkan pada pemberian secara ekstravaskular umumnya obat mengalami
absorpsi. Setelah obat masuk dalam sirkulasi sistemik, obat akan didistribusikan,
sebagian mengalami pengikatan dengan protein plasma dan sebagian dalam bentuk
bebas. Obat bebas selanjutnya didistribusikan sampai ditempat kerjanya dan
menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi obat diekskresikan dari
dalam tubuh melalui organ-organ ekskresi, terutama ginjal. Seluruh proses yang meliputi
absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi disebut proses farmakokinetik dan proses
ini berjalan serentak. Perbedaan jalur pemberian obat menyebabkan ketersediaan obat
dalam cairan tubuh berbeda pula. Intravascular memiliki bioavailibilitas yang lebih tinggi
(100%) karena obat langsung didistribusikan ke sistemik. Sedangkan pada
ekstravaskular,bioavailibilitasnya lebih rendah dibanding intravascular. Hal ini
dikarenakan obat mengalami proses absorpsi terlebih dahulu (Zunilda,.dkk, 1995).
Sampel yang digunakan pada praktikum kali ini adalah metilen merah. Pada
praktikum kali ini langkah pertama yang perlu dilakukan adalah membuat larutan baku
induk metilen merah dengan konsentrasi 100 mcg/ml yaitu dengan cara 10 mg metilen
merah dan dilarutkan dalam 100 ml aquadest. Setelah membuat larutan induk kemudian
membuat larutan baku kerja metilen merah dengan mengencerkan laruutan baku induk
menjadi beberapa konsentrasi yaitu 10 mcg/ml, 20 mcg/ml, 40 mcg/ml, 50 mcg/ml, dan
80 mcg/ml. Pengenceran pada konsentrasi 10, 20, 40, 50, 80 mcg/ml dilakukan dengan
cara mengambil larutan baku induk secara berturut-turut sebanyak 1 ml, 2 ml, 4 ml, 5 ml,
dan 8 ml kemudian dilarutkan dengan 10 ml aquadest.
Kemudian langkah yang kedua adalah dengan menentukan panjang gelombang
maksimum dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan cara larutan baku
kerja diamati serapannya pada panjang gelombang 530-570 . Kemudian membuat kurva
absorbansi terhadap panjang gelombang dari larutan baku sehingga dapat ditentukan
panjang gelombang maksimumnya. Absorbansi yang diperoleh secara berturut-turut (10,
20, 40, 50, 80 mcg/ml) adalah 0,169 ; 0,279 ; 0,497 ; 0,717 ; 0,936.
Selanjutnya adalah membuat kurva baku dengan cara melakukan pengamatan
absorbansi menggunakan larutan baku pada panjang gelombang maksimum yang telah
didapatkan sebelumnya, kemudian buat tabel pengamatan dan kurva kadar larutan baku
kerja terhadap absorbansi kemudian hitung koefisien korelasi dan persamaan garis y =
bx + a kemudian diperoleh persamaan regresi linier y = 0,0113x + 0,0668 kemudian dari
kurva baku tersebut diketahui nilai a = 0,0668 ; b = 0,01132 ; r = 0,976508553. Berikut
ini adalah grafik kurva baku metilen merah :

Kurva baku metil merah


1,5

Absorbansi
1 y = 0,0113x + 0,0668
R² = 0,9765 Absorbansi
0,5
0 Linear
0 50 100 (Absorbansi)
Konsentrasi

Langkah yang terakhir adalah simulasi model farmakokinetik invitro rute


intravaskuler dan ekstravaskular. Yang pertama untuk rute intravaskuler dengan cara isi
gelas beaker dengan aquadest sesuai dengan volume distribusi. Kemudian tambahkan
larutan metilen merah sesuai dengan dosis yang ditentukan, larutan metilen merah yang
ditambahkan berasal dari larutan baku induk kemudian aduk dengan batang pengaduk
hingga homogen, pengadukan secara terus menerus menggambarkan seperti aliran darah
yang mengalir dalam tubuh dengan kecepatan konstan. Lalu ukur absorbansi sampel pada
panjang gelombang maksimum yang telah didapatkan sebelumnya dan gunakan aquadest
sebagai blanko. Data yang telah didapatkan tadi dapat digunakan untuk menghitung
parameter farmakokinetika.
Larutan dalam wadah kemudian diambil sebanyak 200 ml setiap 15 menit dari
menit ke 0 hingga 45 yang dianggap sebagai proses klirens (Cl) atau bersihan obat dari
dalam tubuh. Klirens merupakan parameter farmakokinetika yang menggambarkan
eliminasi obat yang merupakan jumlah volume cairan yang mengandung obat yang
dibersihkan dari kompartemen tubuh setiap waktu tertentu. Secara umum eliminasi obat
terjadi pada ginjal dan hati yang sering dikenal dengan istilah klirens total yang
merupakan jumlah dari klirens ginjal (renalis) dan hati (hepatik) (Mutschler, 1999).
Setiap pengambilan larutan klirens pada wadah ditambahkan kembali aquadest
sebanyak 200 ml untuk menggambarkan kondisi sink dalam tubuh. Tahap selanjutnya
yaitu pengukuran konsentrasi setiap larutan dengan menggunakan spektrofotometer UV-
VIS pada  530 nm untuk menentukan kadar metilen merah yang diekskresikan per satuan waktu .
Hasil absorbansi setiap larutan digunakan untuk menentukan konsentrasinya dengan
menggunakan kurva baku metilen merah yang telah diketahui sebelumnya.
Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa konsentrasi metilen merah
mengalami penurunan kadar sebanding dengan selang waktu dari larutan yang diambil.
Pada pemberian waktu ke-0, konsentrasi yang didapatkan kelompok 1,2,3 secara
berturut-turut mencapai 35,504 ; 20,725 ; 25,327 mcg/mL . Pada menit ke-15 konsentrasi
konsentrasi yang didapatkan kelompok 1,2,3 menurun secara berturut-turut menjadi
28,44 ; 18,513 ; 21,699 mcg/mL, pada menit ke 30 konsentrasi kembali menurun menjadi
20,548 ; 16,743 ; 19,486 mcg/mL dan pada menit ke 45 menurun menjadi 11,964 ; 13,557
; 15,415 mcg/mL. Sehingga dapat dilihat bahwa laju eliminasi dari larutan metilen merah
semakin menurun seiring dengan perubahan waktu. Hasil yang didapat merupakan data
kompartemen satu terbuka secara intravaskuler. Data menghasilkan grafik menurun
karena pada rute ini obat langsung mencapai konsentrasi 100% dan didistribusikan tanpa
adanya tahapan absorbsi obat.

Berdasarkan percobaan pemberian obat melalui intravena, dapat diketahui


parameter primer yang menunjukan profil farmakokinetiknya yaitu volume distribusi
sebesar kelompok 1 sebesar 0,5 liter ml dan klerens sebesar 200ml/15 menit , kelompok
2 sebesar klerens sebesar 100ml/15 menit dan untuk kelompok 3 memiliki volume
distribusi 1 liter dan klerens sebesar 200ml/15 menit . Tidak diketahui Ka (kecepatan
absorbs) karena disimulasikan berupa injeksi intravaskuler. Dari parameter primer
didapatkan parameter sekunder berupa t1/2 sebesar 18,73 menit dan harga K sebesar
0,037/menit kemudian adapula parameter turunan salah satunya AUC dari sample
metilen merah yang didapatkan pada percobaan 1,2 dan 3 mempunyai nilai berturut-turut
sebesar 1090,59 ; 802545 ; dan 923,341 mcg. menit/ml. AUC (Area Under Curve) adalah
permukaan di bawah kurva (grafik) yang menggambarkan naik turunnya kadar plasma
sebagai fungsi dari waktu. AUC dapat dihitung secara matematis dan merupakan ukuran
untuk bioavailabilitas suatu obat. AUC dapat digunakan untuk membandingkan kadar
masing-masing plasma obat bila penentuan kecepatan eliminasinya tidak mengalami
perubahan. Selain itu antara kadar plasma puncak dan bioavailabilitas terdapat hubungan
langsung (Waldon, 2008).

Kurva kalibrasi dibuat berdasarkan t(s) sebagai sumbu x dan log C sebagai sumbu
y, sehingga diperoleh t versus log C. Dari kurva tersebut diperoleh A = 1,5823 ; B = -
0,0104 ; R = 0,9611 ( kelompok 1 ) ; kemudian diperoleh A = 1,3244 ; B = -0,004 ; R
= 0,9677 ( kelompok 2 ) dan A = 1,4085 ; B = -0,0046 ; R = 0,976 ( kelompok 3). Hal
ini dapat disimpulkan bahwa nilai tersebut memasuki rentang 0-1. Namun, jika
dibandingkan dengan hasil kelompok lain, maka kelompok 3 yang memiliki nilai regresi
yang paling baik yaitu 0,976.

Kemudian untuk rute ekstravskuler dilakukan dengan cara mengisi gelas beaker
dengan aquadest secara kuantitatif, sesuai dengan nilai Vd, kemudian aduk dengan
magnetic stirrer hingga homogen. Selanjutnya ditambahkan metilen merah kedalam
gelas beaker sesuai dengan dosis yang telah ditentukan sebelumnya (metilen merah yang
ditambahkan diambil dari larutan baku induk yang disesuaikan volumenya). Kemudian
diambil sampel dari gelas beaker larutan metilen merah berkali-kali sebesar nilai Cl dan
segera gantikan volume yang diambil tersebut dengan aquadest. Setelah itu diukur
serapan sampel pada panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh , gunakan
aquadest sebagai blanko dan hitung parameter farmakokinetika.
Perbedaan pemberian secara intravaskuler dan ekstravaskuler pada praktikum
adalah perlakuan dalam menambahkan obat dalam suatu wadah yang dianggap
kompartemen tubuh untuk membedakan profil absorbsi dan eliminasi. Pada pemberian
intravaskuler dosis metilen merah (10 mg) dimasukkan pada waktu 0 kemudian diambil
klirensnya seketika setelah obat homogen dalam wadah, hal tersebut diibaratkan obat
langsung masuk ke saluran sistemik tanpa melalui proses absorbsi. Sedangkan pemberian
ekstravaskuler pada waktu 0 tidak ada obat pada sirkulasi sistemik (tidak ada obat yang
dimasukkan dalam wadah) kemudian dilakukan klirens yang pertama, setelah klirens
pertama metilen merah dimasukkan dalam wadah hingga menit ke-15 dengan dosis yang
sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa obat secara ekstravaskuler mengalami proses
absorbsi dengan konsentrasi yang meningkat sebelum dieliminasi. Pada menit ke-15
hingga 45 konsentrasi menurun seiring terjadinya proses distribusi dan eliminasi.

Perbedaan selanjutnya terjadi pada kurva berikut :

Gambar 1. Kurva ekstravaskular Gambar 2. Kurva intravaskular


Parameter farmakokinetika dari kedua jalur pemberian obat tersebut terdapat
sedikit perbedaan, yaitu pada proses absorpsi. Parameter yang digunakan adalah tetapan
kecepatan absorpsi (Ka). Absorpsi adalah proses perpindahan obat dari tempat
pemberian/aplikasi menuju ke sirkulasi/peredaran darah yang selanjutnya mencapai
target aksi obat. Tetapan kecepatan absorbs (Ka) menggambarkan kecepatan absorbsi,
yaitu masuknya obat ke dalam sirkulasi sistemik dari absorbsinya (saluran cerna pada
pemberian oral, jaringan otot pada pemberian intramuskular). Parameter inilah yang
membedakan antara ekstravaskular dengan intravascular. Hal ini dikarenakan saat
pemberian intravascular, obat langsung masuk ke sistemik, tidak melalui proses absorpsi
dulu (Neal, 2006).
Proses distribusi diilustrasikan oleh larutan dalam gelas beker. Parameter
farmakokinetika yang digunakan yaitu Volume distribusi (Vd) merupakan volume
hipotesis cairan tubuh yang akan diperlukan untuk melarutkan jumlah total obat pada
konsentrasi yang sama seperti yang ditemukan dalam darah (Ansel, 2006). Digunakan
satu wadah sebagai ilustrasi model kompartemen satu terbuka. Model ini menganggap
bahwa berbagai perubahan kadar obat dalam plasma mencerminkan perubahan yang
sebanding dengan kadar obat dalam jaringan (Shargel, 1988).
Klirens merupakan parameter farmakokinetika yang menggambarkan eliminasi
obat yang merupakan jumlah volume cairan yang mengandung obat yang dibersihkan
dari kompartemen tubuh setiap waktu tertentu. Secara umum eliminasi obat terjadi pada
ginjal dan hati yang sering dikenal dengan istilah klirens total yang merupakan jumlah
dari klirens ginjal (renalis) dan hati (hepatik) (Mutschler, 1991).
Setiap pengambilan larutan klirens pada wadah ditambahkan kembali air suling
sebanyak 200 ml untuk menggambarkan kondisi sink dalam tubuh. Tahap selanjutnya
yaitu pengukuran konsentrasi setiap larutan dengan menggunakan spektrofotometer UV-
VIS pada panjang gelombang maksimum 530 nm untuk menentukan kadar metilen
merah yang diekskresikan per satuan waktu. Hasil absorbansi setiap larutan digunakan
untuk menentukan konsentrasinya dengan menggunakan kurva baku metilen merah yang
telah diketahui sebelumnya.
Hasil pengamatan dapat diketahui bahwa konsentrasi metilen merah pada rute
ekstravaskuler termasuk reaksi orde pertama karena terdapat proses absorpsi obat, waktu
ke 0 tidak ada obat pada sirkulasi sistemik dan setelah absorpsi konsentrasi meningkat
dan berkurang setelah eliminasi. Pada kelompok 1 pemberian waktu ke-0 menit
menunjukkan konsentrasi -5,911 mcg/ml yang menyatakan tidak ada obat didalam darah,
pada menit ke-15 konsentrasi meningkat menjadi 8,070 mcg/ml, pada menit ke-30
konsentrasi kembali meningkat menjadi 13,463 mcg/ml, dan pada menit ke 45 menit
meningkat menjadi 16,831 mcg/ml. Pada kelompok II pemberian waktu ke-0 menit
menunjukkan konsentrasi -5,911 mcg/ml yang menyatakan tidak ada obat didalam darah,
pada menit ke-15 konsentrasi meningkat menjadi 6,743 mcg/ml, pada menit ke-30
konsentrasi kembali meningkat menjadi 12,230 mcg/ml, dan pada menit ke 45 menit
meningkat menjadi 17,539 mcg/ml. Pada kelompok III pemberian waktu ke-0 menit
menunjukkan konsentrasi -5,911 mcg/ml yang menyatakan tidak ada obat didalam darah,
pada menit ke-15 konsentrasi meningkat menjadi 5,150 mcg/ml, pada menit ke-30
konsentrasi kembali meningkat menjadi 8,247 mcg/ml, dan pada menit ke 45 menit
meningkat menjadi 10,991 mcg/ml. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa laju distribusi
dari larutan metilen merah semakin meningkat seiring dengan perubahan waktu. Hasil
yang didapat merupakan data kompartemen terbuka satu secara ekstravaskular. Data
menghasilkan grafik yang naik atau meningkat karena rute ini obat mengalami tahapan
absorpsi, distribusi dan eliminasi obat.. Ka tidak dihitung karena pada percobaan
ekstravaskular ini yang dibuat grafik regresi linier hanya mulai menit ke-15 hingga 45.
Dari parameter primer didapatkan parameter sekunder berupa t1/2 sebesar -12,07
menit dan harga K sebesar -0,057416. AUC dari sampel metilen merah rute
ekstravaskular didapatkan nilai pada kelompok I sebesar 404,8945 µg menit/ml, AUC
kelompok II sebesar 371,804 µg menit/ml, dan AUC kelompok III sebesar 239,0545 µg
menit/ml. AUC (Area Under Curve) adalah permukaan di bawah kurva (grafik) yang
menggambarkan naik turunnya kadar plasma sebagai fungsi dari waktu. AUC dapat
dihitung secara matematis dan merupakan ukuran untuk bioavailabilitas suatu obat. AUC
dapat digunakan untuk membandingkan kadar masing-masing plasma obat bila
penentuan kecepatan eliminasinya tidak mengalami perubahan (Waldon, 2008). Pada
ketiga rute ekstravaskular didapatkan nilai AUC terbaik diperoleh oleh kelompok I
sebesar 404,8945 µg menit/ml.
Waktu paruh yang diberi simbol T1/2 merupakan waktu yang diperlukan tubuh
untuk mengeliminasi obat sebanyak 50% dari kadar semula. Obat dengan T1/2 pendek
akan berada di dalam tubuh lebih singkat dibanding dengan yang mempunyai T1/2
panjang. Pada aplikasinya, obat dengan T1/2 pendek perlu diberikan dengan interval
waktu lebih pendek, misalnya diberikan 2-3 kali sehari untuk mempertahankan kadar
efektif di dalam darah (Hakim, L, 2011). Hasil percobaan dari ke empat kelompok
menunjukkan perbedaan t1/2. Dari keempat t1/2 tersebut, kelompok 1 memperoleh t1/2
yang lebih pendek dari kelompok lain. Hal ini menunjukkan bahwa proses eliminasi obat
yang terjadi di dalam tubuh secara cepat sehingga dalam waku singkat, separuh
konsentrasi obat dapat dikeluarkan dari tubuh.
Kurva kalibrasi dibuat berdasarkan t(s) sebagai sumbu x dan log (C) sebagai sumbu
y, sehingga diperoleh t versus log C. Dari kurva tersebut diperoleh nilai a= intercept =
0,19669 , b = waktu (t) = 0,024931. Hal ini dapat disimpulkan bahwa nilai tersebut
memasuki rentang 0-1. Nilai tersebut sebanding dengan hasil kelompok lain yang rata-
rata memiliki nilai R=-0,99, sedangkan nilai regresi yang paling baik yaitu 1 (Makoid,
M.C., Vuchetich, P.J.N and Banakar, U.V., 1999).

Berdasarkan percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa model in vitro


farmakokinetika digunakan untuk menguji profil farmakokinetika obat dalam suatu
wadah yang digambaran seperti kompartemen darah dalam tubuh sebagai tempat
didistribusikan dan dieliminasikannya obat. Pemberian obat secara intravaskuler
merupakan model rute pemberian obat dimana obat tidak mengalami absorbs, melainkan
langsung didistribusikan sehingga konsentrasinya dalam plasma pada waktu 0 (Cp0)
maksimal dalam darah. Sedangkan pada pemberian ekstravaskuler merupakan model
rute pemberiaan obat dimana obat mengalami proses absorbs sehingga pada waktu ke-0
tidak ada obat dalam sirkulasi sistemik dan setelah absorpsi konsentrasi meningkat dan
berkurang setelah eliminasi.
VI. KESIMPULAN
Pada praktikum Simulasi invitro model farmakokinetika rute intravakular dan
ekstravaskular dapat disimpulkan bahwa :
1. Simulasi model in vitro farmakokinetika digunakan untuk menguji profil
farmakokinetika obat dalam suatu wadah yang digambarkan seperti kompartemen
darah dalam tubuh sebagai tempat didistribusikan dan dieliminasikannya obat.
2. Rute intravaskular merupakan model rute pemberian obat dimana obat tidak
mengalami absorbs. Sedangkan rute ekstravaskular merupakan model rute
pemberiaan obat dimana obat mengalami proses absorbs sehingga pada waktu ke-0
tidak ada obat dalam sirkulasi sistemik dan setelah absorpsi konsentrasi meningkat
dan berkurang setelah eliminasi.
3. Nilai AUC dari ketiga kelompok rute intravaskuler didapatkan nilai AUC terbaik
diperoleh oleh kelompok I yaitu 1.090,49 µg menit/ml. sedangkan pada ketiga rute
ekstravaskuler intravaskuler didapatkan nilai AUC terbaik diperoleh oleh kelompok I
sebesar 404,8945 µg menit/ml.
4. Hasil parameter sekunder berupa harga K sebesar -0,057416 ppm/menit dan t ½
sebesar - 12,07 menit.
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H. C., 2006, Pharmaceutical Calculations: the pharmacist’s handbook, Lippicontt


William and Wilkins, Philadelpia
Aiache, J. M., dan Devissaguet, J. Ph., 1993, Farmasetika 2 Biofarmasi diterjemahkan oleh Dr.
Widji Soeratri, Edisi kedua, Hal 405-433, Airlangga University Press, Surabaya.
Donatus IA., 2005, Toksikologi Dasar. 2nd ed. Yogyakarta: Bagian Farmakologi dan Farmasi
Klinik Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada.
Makoid, M.C., Vuchetich, P.J.N and Banakar, U.V., 1999, Basic Pharmacocinetic, First
edition, Pakistan: Virtual University Press.
Mutschler, E., 1999, Dinamika Obat. Edisi kelima. Penerjemah: Mathilda B Widianto,
Bandung: Penerbit ITB, Hal. 5, 51, 358.
Neal, Michael J., 2006, Farmakologi Medis, Edisi kelima, Jakarta: Erlangga
Ritschel A. W., dan Kearns L. G., 2004, Handbook Of Basic Pharmacokinetics, Sixth Edition,
American Pharmacist Association, Washington, 372.
Setiawati A, Suyatna FD, Gan S. Pengantar Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2007
Shargel, L., dan Yu, A. B. C., 1988, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan
diterjemahkan oleh Siti Sjamsiah, Edisi Kedua, Hal 85-99, Airlangga University
Press, Surabaya
Shargel L, Andrew B, dan Yu C., 2005, Applied Biopharmaceutics and Pharmakokinetics (5th
ed). London: Practice-Hall International.
Waldon, D.J., 2008, Pharmacokinetics and Drug Metabolism. Cambridge: Amgen, Inc., One
Kendall Square, Building 1000, USA.
Zunilda, S.B, dan F.D. Suyatna, 1995, Pengantar Farmakologi, Dalam Farmakologi dan Terapi,
Penerjemah: Bagian farmakologi FKUI, Jakarta: Universitas Press.
LAMPIRAN
1. INTRAVASKULER
2. EKSTRAVASKLER

(pembuatan larutan baku induk)

( pembuatan larutan baku kerja dan penentuan panjang gelombang serta kurva baku )

(simulasi model farmakokinetik invitro)

Anda mungkin juga menyukai