Anda di halaman 1dari 22

MODUL AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

(EAA 402)

MODUL Sesi 1
MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH

DISUSUN OLEH
Dr. Rilla Gantino., S.E., Ak., MM

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


Juni 2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 0 / 22
MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu Memahami karakteristik


dari:
1. Manajemen keuangan daerah di era prareformasi
2. Manajemen keuangan daerah era transisi
3. Manajemen keuangan daerah pasca transisi atau reformasi lanjutan

B. Manajemen Keuangan Daerah

Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia sejak 1998 mengalami kemajuan
yang sangat pesat. Dalam kurun waktu yang relative singkat, pemerintah Indonesia telah
melewati serangkaian proses reformasi sektor publik, khususnya reformasi manajemen
keuangan keuangan daerah. Pada dasarnya reformasi manajemen keuangan daerah merupakan
hasil dari gerakan reformasi tahun 1998 setelah Indonesia mengalami krisis multidimensi.
Reformasi manajemen keuangan daerah ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal yang dimulai 1 Januari 2001.

Tujuan pelaksanaan otonomi daerah tersebut secara umum yaitu untuk meningkatkan
kemandirian daerah, memperbaiki transparansi dan akuntabilitas publik atas pengelolaan
keuangan daerah. Meningkatkan responsivitas pemerintah terhadap kebutuhan publik,
meningkatkan partisipasi publik dalam pembangunan daerah, meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pengelolaan keuangan dan pelayanan publik serta mendorong demokratisasi di
daerah.

Akuntansi mempunyai fungsi menyediakan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat


keuangan tentang entitas ekonomi yang dimaksudkan agar berguna dalam pengambilan
keputusan ekonomi dalam membuat pilihanpilihan yang nalar di antara berbagai alternatif
arah tindakan. Akuntansi adalah suatu disiplin ilmu yang memiliki lingkup yang luas. Oleh
karena itu, akuntansi memiliki pembagian di beberapa bidang berdasarkan pokok bahasan
yang dikaji. Di era reformasi keuangan daerah saat ini, sistem keuangan daerah yang

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 1 / 22
digunakan mengarah kepada akuntansi. Hal ini disebabkan tata buku tindakan mampu
menghasilkan informasi sebagaimanan dituntut oleh peraturan yang berlaku di era reformasi.

Reformasi manajemen keuangan daerah di Indonesia dapat dikatakan cukup terlambat hampir
dua dasawarsa dibandingkan dengan reformasi yang telah dilakukan di Negara-negara maju di
Eropa dan Amerika Serikat. Pemerintah Indonesia termasuk terlambat jika dibandingkan
Negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, Singapura dan Selandia Baru yang sejak 1970an
dan 1980an telah melakukan serangkaian reformasi di bidang manajemen keuangan publik.
Singapura misalnya, telah menggunakan anggaran berbasis kinerja sejak tahun 1980an,
sedangkan pemerintah Indonesia baru menerapkannya tahun 2001. Pemerintah Inggris telah
mereformasi sektor publiknya dengan konsep New Public Management (NPM) sejak tahun
1980an. Amerika Serikat menggunakan anggaran dengan pendekatan Planning Programing
Budgeting System (PPBS) secara luas tahun 1965 dan Zero Base Budgeting (ZBB) tahun 1973.
Selandia Baru secara radikal menggunakan akrual basis sejak tahun 1990an.

Secara historis, perjalanan reformasi manajemen keuangan daerah di Indonesia dapat dibagi
dalam tiga fase, yaitu:

1) Era pra otonomi daerah dan desentralisasi fiskal (1974-1999) (Prarefromasi)


2) Era transisi otonomi (2000-2003) (Reformasi)
3) Era pasca transisi (2004-sekarang)

Fungsi manajemen terbagi atas tiga tahapan utama, yaitu: adanya proses perencanaan, adanya
tahapan pelaksanaan, dan adanya tahapan pengendalian/ pengawasan. Oleh karena itu fungsi
manajemen keuangan daerah terdiri dari unsur-unsur pelaksanaan tugas yang dapat terdiri
dari tugas :

1) Pengalokasian potensi sumber-sumber ekonomi daerah;


2) Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
3) Tolok ukur kinerja dan Standarisasi;
4) Pelaksanaan Anggaran yang sesuai dengan Prinsip-prinsip Akuntansi;
5) Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Kepala Daerah; dan
6) Pengendalian dan Pengawasan Keuangan Daerah.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 2 / 22
Dari keseluruhan fungsi tersebut akan bermuara pada terciptanya sistem informasi
keuangan daerah yang transparan dan akuntabel.

1. Manajemen Keuangan Daerah Prareformasi


Era pra otonomi daerah merupakan pelaksanaan otonomi ala orde baru berdasarkan UU No.5
Tahun 1974 yang bersifat sentralis, top down planning dan budgeting, penggunaan anggaran
tradisional, rezim anggaran berimbang, sistem pembukuan tunggal dan akuntansi basis kas.
Selama fase pertama, praktis belum ada sistem akuntansi keuangan daerah yang baik, yang
ada baru sebatas tata buku. Pengelolaan keuangan daerah berdasarkan buku Manual
Administrasi Keuangan Daerah (MAKUDA) tahun 1981 yang pada esensinya sekedar
penatausahaan keuangan atau tata buku. Era otonomi semu ini berlangsung selama 25 tahun
sampai pelaksanaan otonomi luas dan nyata berdasarkan UU No.22 Tahun 1999 dan UU
No.25 Tahun 1999 yang bersifat desentralisasi, bottom up planning and budgeting, sistem
pembukuan berpasangan dan basis kas modifikasian. Reformasi manajemen keuangan daerah
mulai dilaksanakan setelah diberlakukannya UU No.22 dan UU No.25 Tahun 1999. Sebagai
upaya konkrit, pemerintah mengeluarkan PP No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah dan PP no.108 Tahun 2000 tentang
Pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam Pengelolaan Keuangan Daerah. Langkah
selanjutnya secara bertahap mengganti MAKUDA menjadi sistem akuntansi dengan
dikeluarkannya Kepmendagri No.29 Tahun 2002 yang menandai era transisi otonomi menuju
sistem yang lebih ideal.

2. Manajemen Keuangan Daerah Era Transisi atau reformasi


Era transisi otonomi adalah masa antara tahun 2000 hingga 2003 yang merupakan masa awal
implementasi otonomi daerah. Fase ini ditandai dengan masih belum mantapnya perangjat
hokum, kelembagaan, infrastruktur dan sumber daya manusia daerah dalam mewujudkan
tujuan otonomi daerah. Dalam masa transisi ini masih sering terjadi uji coba sistem baru,
sehingga sering terjadi revisi peraturan perundangan di bidang pengelolaan keuangan
negara/daerah.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 3 / 22
3. Manajamen Keuangan Daerah Era Pasca Reformasi atau Reformasi Lanjutan
Era pasca transisi adalah masa setelah diberlakukannya paket peraturan perundangan yang
merupakan suatu peraturan menyeluruh dan komprehensif mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pelaporan, pengauditan dan evaluasi kinerja atas pengeloaan keuangan daerah.

Aspek Utama Reformasi Birokrasi dan Reformasi Manajemen Keuangan Daerah


Reformasi birokrasi merupakan upaya sistematis, terpadu dan komprehensif untuk
mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance), meliputi aspek kelembagaan,
sumber daya manusia aparatur, ketatalaksanaan, akuntabilitas, pengawasan, dan pelayanan
publik. Reformasi Birokrasi merupakan transformasi birokrasi menjadi organisasi yang
inovatif, fleksibel dan responsif dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan
masyarakat .

Aspek utama reformasi manajemen keuangan daerah meliputi :


a. Perubahan sistem anggaran dari sistem anggaran tradisional menjadi sistem anggaran
berbasis prestasi kerja atau anggaran kinerja
b. Perubahan kelembagaan pengelolaan keuangan daerah dari sistem sentralisasi pada
bagian keuangan sekretariat daerah menjadi sistem desentralisasi ke masing-masing
satuan kerja
c. Perubahan sistem akuntansi dari sistem tata buku tunggal (single entry system) menjadi
sistem tata buku berpasangan (double entry system)
d. Perubahan basis akuntansi dari basis kas (cash basis) menjadi basis akrual (accrual
basis)

Perubahan sistem anggaran dilakukan sebagai langkah reformasi keuangan daerah. Perubahan
sistem penganggaran tersebut meliputi perubahan dalam proses penganggaran dan
perubahan struktur anggaran. Perubahan proses penganggaran terkait dengan perubahan
proses penyusunan anggaran yang sebelumnya bersifat sentralis dan top down diubah
menjadi sistem anggaran partisipatif. APBD sebelum reformasi disahkan oleh presiden
melalui menteri dalam negeri, dengan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, APBD cukup
disahkan oleh DPRD.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 4 / 22
Perubahan pada struktur anggaran yaitu adanya perubahan dari struktur anggaran tradisional
dengan pendekatan anggaran berimbang menjadi struktur anggaran baru dengan
penganggaran berbasis kinerja. Penganggaran berbasis kinerja merupakan pendekatan
penganggaran yang menekankan pencapaian hasil (outcome) dari program dan kegiatan yang
dibiayai dengan APBD dikaitkan dengan target kinerja terukur. Setiap anggaran dikaitkan
dengan target kinerja yang hendak dicapai , terdapat indikator kinerja yang jelas untuk
mengukur keberhasilan anggaran, meliputi indikator input, output dan outcome.

Apabila terjadi sisa anggaran pada akhir periode maka sisa anggaran tersebut tidak akan
hangus, tetapi dapat digunakan sebagai sumber pembiayaan untuk tahun anggaran berikutnya
yang masuk dalam katagori Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA). Ada tidaknya SILPA
dan besar kecilnya sangat tergantung pada tingkat belanja yang dilakukan pemda serta kinerja
pendapatan daerah. Jika pada tahun anggarantertentu tingkat belanja daerah relative rendah
atau terjadi efisiensi anggaran, maka dimungkinkan akan diperoleh SILPA yang lebih tinggi.
Tetapi sebaliknya jika belanja daerah tinggi, maka SILPA yang diperoleh akan semakin kecil,
bahkan jika belanja daerah lebih besar dari pendapatan daerah sehingga menyebabkan terjadi
deficit fiskal, maka dimungkinkan tidak terdapat SILPA untuk tahun anggaran bersangkutan,
tetapi justru terjadi Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SIKPA). Dengan demikian
keberadaan SILPA tersebut memberikan sinyal adanya kinerja anggaran yang baik pada tahun
anggaran bersangkutan.

Secara garis besar terdapat dua pendekatan utama yang memiliki perbedaan mendasar dalam
perkembangan anggaran sektor publik yaitu :
1. Anggaran tradisional atau konvensional
Anggaran tradisional atau konvensional merupakan pendekatan yang banyak dianut oleh
negara-negara berkembang. Ciri-ciri dari pendekatan ini antara lain:
a. Incrementalism, yaitu hanya melakukan penambahan atau pengurangan jumlah pada
item-item anggaran tahun sebelumnya, tanpa melakukan pengkajian yang mendalam.
Kelemahan pendekatan ini adalah tidak menjamin terpenuhinya kebutuhan riil saat ini
dan dapat menyebabkan terjadinya kesalahan yang terus berlanjut, karena tidak dikaji
lebih lanjut apakah pengeluaran yang terjadi pada periode sebelumnya telah
didasarkan pada kebutuhan yang wajar.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 5 / 22
b. Line item, yaitu anggaran yang didasarkan pada sifat dari penerimaan dan pengeluaran,
sehingga tidak memungkinkan untuk menghilangkan item-item penerimaan atau
pengeluaran yang telah ada dalam struktur anggaran, walaupun sebenarnya secara riil
item tertentu sudah tidak relevan lagi untuk digunakan pada periode sekarang. Dengan
pendekatan ini tidak memungkinkan dilakukan penilaian kinerja secara akurat, karena
tolok ukurnya semata-mata pada ketaatan dalam menggunakan dana yang diusulkan.

c. Sentralis, yaitu penyiapan anggaran dilakukan secara terpusat dan tidak tersedianya
informasi yang memadai, sehingga menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran,
yang akan menyebabkan terjadinya kesenjangan anggaran ( budgetary slack)

d. Spefisikasi, yaitu proses pengganggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan


pengeluaran modal/investasi.

e. Tahunan, untuk proyek investasi, anggaran tahunan terlalu pendek, sehingga akan
mendorong munculnya praktik-praktik yang tidak diinginkan seperti kolusi dan
korupsi.

f. Prinsip anggaran bruto, prinsip anggaran kurang sistematik dan tidak rasional, karena
tidak didasarkan pada jumlah bersih.

2. Anggaran dengan pendekatan New Public Management (NPM)


Pendekatan NPM mendorong usaha untuk mengembangkan pendekatan yang lebih sistematis
dalam perencanaan anggaran sektor publik. Seiring dengan perkembangan tersebut, muncul
beberapa teknik penganggaran sektor publik yaitu anggaran kinerja (performance
budgeting), Zero Based Budgeting (ZBB), dan Planning, Programming, and Budgeting
System (PPBS).

Anggaran dengan pendekatan NPM memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Komprehensif atau komparatif


b. Terintegrasi dan lintas departemen
c. Proses pengambilan keputusan yang rasional
d. Berjangka panjang

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 6 / 22
e. Spesifikasi tujuan dan perangkingan prioritas
f. Analisis total cost dan benefit (termasuk opportunity cost)
g. Berorientasi pada input, output dan outcome, tidak hanya sekedar input.
h. Adanya pengawasan kinerja.

Perubahan Kelembagaan Pengelolaan Keuangan Daerah.


Perubahan sistem penganggaran berupa penggunaan anggaran berbasis kinerja berimplikasi
pada perubahan kelembagaan pengelolaan keuangan daerah. Penataan ulang kelembagaan
keuangan daerah bukan saja untuk menyesuaikan sistem anggaran yang baru, tetapi juga
dimaksudkan untuk mendukung tercapainya tujuan desentralisasi fiskal. Beberapa perubahan
kelembagaan pengelolaan keuangan daerah tersebut antara lain:

a. Dari sistem sentralisasi pada Bagian Keuangan Sekretariat Daerah menjadi sistem
desentralisasi ke masing-masing SKPD. Konsekuensinya setiap SKPD harus
menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan SKPD. Badan
Pengelola Keuangan Daerah selanjutnya bertugas mengkonsolidasikan laporan
keuangan seluruh SKPD menjadi laporan keuangan pemda.

b. Pejabat yang terkait dengan pengelolaan keuangan daerah meliputi:


1. Kepala Daerah selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah
2. Sekretariat Daerah selaku Kuasa Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan
Daerah sekaligus merupakan Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah
3. Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (Biro/Bagian Keuangan)selaku Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) sekaligus merupakan Bendahara Umum
Daerah (BUD)
4. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
5. Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang
6. Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (PPK-SKPD)
7. Bendahara Penerimaan/Pengeluaran SKPD
8. Bendahara Penerimaan/Pengeluaran Pembantu
9. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 7 / 22
c. Digabungkannya fungsi pemungutan pendapatan daerah yang dilakukan oleh Dinas
Pendapatan Daerah dengan fungsi pengendalian belanja yang dilakukan oleh Biro/bagian
keuangan dalam satu lembaga yaitu Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD). Peleburan
fungsi penerimaan dan pengeluaran dalam satu atap tersebut dimaksudkan agar perencanaan
dan pengendalian keuangan daerah menjadi lebih mudah dilakukan, komprehensif dan tidak
terfragmentasi.

Perubahan sistem akuntansi dari sistem tata buku tunggal (single entry system )
menjadi sistem tata buku berpasangan (double entry system).

Untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas publik dalam rangka mendukung


pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, maka diperlukan reformasi akuntansi
sektor publik di Indonesia. Reformasi akuntansi tersebut merupakan salah satu agenda penting
dari reformasi manajemen keuangan daerah. Aspek yang diperlukan dalam reformasi
akuntansi tersebut adalah perlunya dimiliki standar akuntansi pemerintahan dan perubahan
sistem akuntansi dari single entry menjadi double entry dipanang sebagai solusi yang
mendesak untuk diterapkan. Hal ini disebabkan penggunaan single entry tidak dapat
memberikan informasi yang komprehensif dan mencerminkan kinerja
yang sesungguhnya. Sistem single entry juga telah ditinggalkan oleh banyak negara maju.

Pengaplikasian pencatatan transaksi dengan sistem double entry ditujukan untuk


menghasilkan laporan keuangan yang lebih mudah untuk dilakukan audit (auditable) dan
pelacakan (traceable) antara bukti transaksi, catatan, dan keberadaan kekayaan, utang dan
ekuitas organisasi. Dengan sistem double entry, maka pengukuran kinerja dapat dilakukan
secara lebih komprehensif.

Perubahan basis akuntansi dari basis kas (cash basis) menjadi basis akrual (accrual
basis).

Perubahan dari single entry menuju double entry akan lebih cepat memberikan pengaruh
penguatan terhadap akuntabilitas publik. Selama ini, basis pencatatan transaksi yang
digunakan pada hampir semua lembaga pemerintahan di Indonesia adalah basis kas (cash
basis), yang banyak mengandung kelemahan yang mendasar yaitu tidak mencerminkan
kinerja yang sesungguhnya karena dengan sistem cash basis tingkat efisiensi dan efektivitas

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 8 / 22
suatu kegiatan, program atau aktivitas tidak dapat diukur dengan baik. Perubahan basis
akuntansi dari basis kas (cash basis) menjadi basis akrual (accrual basis) bertujuan agar
pemda dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih dapat dipercaya, akurat,
komprehensif dan relevan untuk pembuatan keputusan ekonomi, sosial dan politik.

Secara garis besar, pengelolaan manajemen keuangan daerah dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu manajemen penerimaan daerah dan manajemen pengeluaran daerah. Kedua komponen
tersebut akan sangat menentukan kedudukan suatu pemerintah daerah dalam rangka
melaksanakan otonomi daerah. Beberapa peraturan perundangundanganyangmenjadi acuan
utama pengelolaan keuangan daerah dan reformasi tersebut dilaksanakan dilima bidang, yaitu:

a. Perancanaan dan penganggaran


b. Pelaksanaan anggaran
c. Perbendaharaan dan pembayaran
d. Akuntansi dan pertanggung jawaban
e. Pemeriksaan Tujuan reformasi pengelolaan keuangan tersebut antara lain adalah untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber-sumber keuangan daerah,
meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat dan partisipasi masyarakat
secara aktif.

Berikut ini akan dibahas secara singkat konsep utama manajemen keuangan daerah 17
berdasarkan peraturan terbaru, yaitu PP Nomor 58 Tahun 2005 dan Permendagri Nomor 13
Tahun 2006. Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggraan pemerintahan daerah yang dapat dilinai dengan uang, termasuk segala bentuk
kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Terdapat empat
dimensi penting yang tercermin dari pengertian tersebut adanya dimensi hak dan kewajiban,
tujuan dan perencanaan, penyelenggaraan dan pelayanan publik, nilai uang dan barang
(investasi dan inventarisasi). Uraian tersebut menunjukkan bahwa keuangan daerah harus
dikelola dengan baik agar semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang
dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kepentingan daerah, sehingga dengan adanya
pengelolaan keuangan daerah pendapatan dan pengeluaran daerah dapat dialokasikan dengan
baik dan efisien.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 9 / 22
Manajemen keuangan daerah memiliki atau meliputi banyak sekali pengertian dari para ahli
dan adapun pengertian manajemen keuangan daerah yang mengacu pada kegiatan
administrasi atau pengurusan keuangan daerah, sehingga akuntansi keuangan daerah lebih
diartikan sebagai tata usaha keuangan atau tata buku. Kemudian ada pengertian yang mengacu
pada pihak intern dan extern pemerintah daerah. Inilah yang lebih mencerminkan difinisi
akuntansi karena ia tidak membatasi akuntansi hanya sebagai kegiatan administratif, namun
menuntut adanya sistem yang bertujuan untuk menghasilkan informasi yang diperlukan bagi
pihak dalam dan luar entitas dalam pengambilan keputusan-keputusan akonomisnya.

Pengelolaan keuangan daerah kemudian adalah seluruh kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan
daerah. Adapun ruang lingkup keuangan daerah meliputi:
a. Hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman.
b. Kewajiban daerah untuk menyelenggrakan urusan pemerintahan daerah dan membayar
tagihan pihak ketiga.
c. Penerimaan daerah.
d. Pengeluaran daerah.
e. Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga,
piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan
yang dipisahkan pada perusahaan daerah.
f. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan
tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan umum.

Perencaaan anggaran daerah dapat dikaji dari sisi makro dan mikro sebagai berikut (PPE-FE-
UGM, 2005).

a. Konsep Makro Perencanaa Anggran Daerah 18 Anggaran daerah merupakan rencana kerja
pemerintah daerah yang diwujudkan dalam bentuk uang (rupiah) selama periode waktu
tertentu (satu tahun). Anggaran ini digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya
pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi
pengeluaran dimasa-masa yang akan darang, sumber pengembangan ukuran-ukuran
standar untuk evaluasi kinerja dan sebagai alat untuk memotivasi para pegawai dan alat
koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 10 / 22
b. Konsep Mikro Perencanaan Anggaran Daerah Anggara Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dapat dipakai
sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah.
Oleh karena itu, DPRD dan Pemerintah Daerah harus berupaya secara nyata dan struktur
guna menghasilkan APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan ril masyarakat sesuai
dengan potensi masing-masing daerah, serta dapat memenuhi tuntutan terciptanya
anggaran daerah yang transparan, berorientasi pada kepentingan dan akuntabilitas publik.
Harus diakui bahwa dalam struktur APBD yang lama, tuntutan di atas belum dapat
dipenuhi sepenuhnya.

Struktur anggaran APBD hanya menyajikan informasi tentang jumlah sumber pendapatan dan
penggunaan dana. Sementara itu, informasi tentang kinerja yang ingin dicapai, keadaan dan
kondisi ekonomi serta potensinya tidak tergambarkan dengan jelas. Informasi tersebut
diperlukan sebagai tolok ukur yang harus dijadikan acuan dalam perencanaan anggaran.
Karena ketidakpastian tersebut, maka sistem perencanan tersebut maka sistem perencanaan
anggaran yang digunakan selama ini tidak dapat memberikan gambaran yang komprehensif
mengenai inisiatif, aspirasi 19 dan kebutuhan riil masyarakat dan potensi sumberdaya yang
dimilikinya.

Untuk menghasilkan struktur anggaran yang sesuai dengan harapan dan kondisi normatif
tersebut, maka APBD yang pada hakekatnya merupakan penjabaran kuantitatif dari tujuan
dan sasaran pemerintah daerah serta tugas pokok dan fungsi unit kerja harus disusun dalam
struktur yang berorientasi pada suatu tingkat kerja tertentu. Artinya, APBD harus mampu
memberikan gambaran yang jelas tentang tuntutan besarnya pembiayaan atas berbagai sasaran
yang hendak dicapai, tugas-tugas dan fungsi pokok sesuai dengan kondisi, potensi, aspirasi
dan kebutuhan ril dimasyarakat untuk suatu tahun tertentu. Dengan demikian alokasi dana
yang digunakan untuk membiayai berbagai program dan kegiatan dapat memberikan manfaat
yang benarbenar dirasakan masyarakat dan kepuasan publik sebagai wujud
pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan yang berorientasi pada
kepentingan publik dapat dicapai.

Selanjutnya Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah. Selanjutnya ketentuan Pasal 293 dan Pasal 330 Undang-Undang

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 11 / 22
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memberikan amanat untuk mengatur
Pengelolaan Keuangan Daerah dengan sebuah Peraturan Pemerintah. Pengelolaan Keuangan
Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, penganggaran, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan Keuangan Daerah.
Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang serta segala bentuk kekayaan yang
dapat dijadikan milik Daerah berhubung dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut.
Keuangan Daerah selain diatur dengan Peraturan Pemerintah juga mengikuti Peraturan
Menteri dan keuangan daerah juga mengikuti Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara yang ditetapkan setiap tahun, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
masing-masing daerah yang disinkronkan dan dikelola secara sistematis.

Kemudian Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12


tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah ditetapkan Presiden Joko Widodo pada
tanggal 6 Maret 2019 di Jakarta. PP 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
diundangkan dan ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019
Nomor 42 dan Penjelasan Atas PP 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6322.

Dasar hukum Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah adalah:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4438);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5679).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 12 / 22
Peraturan Pemerintah ini mencakup pengaturan mengenai perencanaan dan penganggaran,
pelaksanaan dan penatausahaan, dan pertanggungjawaban keuangan Daerah, dengan
penjelasan sebagai berikut:

1. Perencanaan dan Penganggaran


Proses perencanaan dan penganggaran dalam Pemerintahan Daerah menggunakan pendekatan
Kinerja. Pendekatan ini lebih menggeser penekanan penganggaran dari yang berfokus kepada
pos belanja/pengeluaran pada Kinerja terukur dari aktivitas dan Program kerja. Terdapatnya
tolak ukur dalam pendekatan ini akan mempermudah Pemerintah Daerah dalam melakukan
pengukuran Kinerja dalam pencapaian tujuan dan Sasaran pelayanan publik. Karakteristik
dari pendekatan ini adalah proses untuk mengklarifikasikan anggaran berdasarkan Kegiatan
dan juga berdasarkan unit organisasi. Anggaran yang telah terkelompokkan dalam Kegiatan
akan memudahkan pihak yang berkepentingan untuk melakukan pengukuran Kinerja dengan
cara terlebih dahulu membuat indikator yang relevan.

Peraturan Pemerintah ini menentukan proses penyusunan APBD, dimulai dari pembuatan
KUA dan PPAS, kemudian dilanjutkan pembuatan RKA SKPD oleh masing-masing SKPD.
RKA SKPD ini kemudian dijadikan dasar untuk membuat rancangan Perda tentang APBD
dan rancangan Perkada tentang penjabaran APBD. Rancangan Perda dan rancangan Perkada
yang telah disusun oleh Kepala Daerah kemudian diajukan kepada DPRD untuk dibahas
sehingga tercapai kesepakatan bersama. Rancangan Perda dan rancangan Perkada tersebut
kemudian diajukan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk kabupaten/kota
atau Menteri untuk provinsi guna dievaluasi. Hasil evaluasi yang menyatakan rancangan
Perda dan rancangan Perkada sudah sesuai dengan dokumen yang mendukung, dijadikan
dasar oleh Kepala Daerah untuk menetapkan rancangan Perda menjadi Perda tentang APBD
dan rancangan Perkada menjadi Perkada tentang penjabaran APBD.

Indikator Kinerja dalam APBD sudah dimasukkan dalam format RKA, namun dalam proses
pembahasan anggaran yang terjadi selama ini di Pemerintahan Daerah lebih fokus pada
jumlah uang yang dikeluarkan dibandingkan Keluaran (output) dan Hasil (outcome) yang
akan dicapai. Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa penganggaran pendekatan Kinerja
lebih fokus pada Keluaran (output) dan Hasil (outcome) dari Kegiatan.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 13 / 22
Hal ini terjadi akibat kurangnya informasi tentang Keluaran (output) dan Hasil (outcome)
dalam dokumen penganggaran yang ada. Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah ini
menyempurnakan pengaturan mengenai dokumen penganggaran, yaitu adanya unsur Kinerja
dalam setiap dokumen penganggaran yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas
penganggaran berbasis Kinerja serta mewujudkan sinkronisasi antara perencanaan dan
penganggaran yang selama ini masih belum tercapai.

2. Pelaksanaan dan Penatausahaan


Proses pelaksanaan anggaran merupakan proses yang terikat dengan banyak peraturan
perundang-undangan yang juga sudah banyak mengalami perubahan, maka Peraturan
Pemerintah ini disusun dalam rangka melakukan penyesuaian dengan perkembangan yang
terjadi.
Proses pelaksanaan dan penatausahaan dalam praktiknya juga harus memperhitungkan
Kinerja yang sudah ditetapkan dalam APBD. Proses ini harus sejalan dengan indikator
Kinerja yang sudah disepakati dalam dokumen APBD. Dengan demikian, anggaran yang
direncanakan bisa sejalan sebagaimana mestinya dan jumlah kesalahan dalam proses
pelaksanaan dan penatausahaan bisa diminimalisir.

Peraturan Pemerintah ini juga mempertegas fungsi verifikasi dalam SKPD, sehingga
pelimpahan kewenangan penerbitan SPM kepada SKPD atau Unit SKPD yang merupakan
wujud dari pelimpahan tanggung jawab pelaksanaan anggaran belanja dapat sesuai dengan
tujuan awal yaitu penyederhanaan proses pembayaran di SKPKD.

Peraturan Pemerintah ini juga mengembalikan tugas dan wewenang bendahara sebagai
pemegang kas dan juru bayar yang sebagian fungsinya banyak beralih kepada Pejabat
Pengelola Teknis Kegiatan (PPTK). Pemisahan tugas antara pihak yang melakukan otorisasi,
pihak yang menyimpan uang, dan pihak yang melakukan pencatatan juga menjadi fokus
Peraturan Pemerintah ini. Pemisahan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kecurangan
selama Pengelolaan Keuangan Daerah serta meningkatkan kontrol internal Pemerintah Daerah.

Proses pelaksanaan dan penatausahaan ini harus meningkatkan koordinasi antar berbagai
pihak dalam penyusunan laporan keuangan berbasis akrual. Dokumen pelaksanaan dan
penatausahaan juga harus mengalir sehingga bisa mendukung pencatatan berbasis akrual.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 14 / 22
Basis akrual ini merupakan basis yang baru untuk Pemerintah Daerah sehingga dukungan dan
kerja sama dari berbagai pihak di Pemerintahan Daerah diperlukan untuk menciptakan
kesuksesan penerapan basis akuntasi akrual.

3. Pertanggungjawaban Keuangan Daerah


Pertanggungjawaban Keuangan Daerah diwujudkan dalam bentuk laporan keuangan. Laporan
keuangan tersebut merupakan wujud dari penguatan transparansi dan akuntabilitas. Terkait
dengan pertanggungjawaban Keuangan Daerah, setidaknya ada 7 (tujuh) laporan keuangan
yang harus dibuat oleh Pemerintah Daerah yaitu, neraca, laporan realisasi anggaran, laporan
operasional, laporan perubahan saldo anggaran lebih, laporan perubahan ekuitas, laporan arus
kas, dan catatan atas laporan keuangan.

Penambahan jumlah laporan keuangan yang harus dibuat oleh Pemerintah Daerah merupakan
dampak dari penggunaan akuntansi berbasis akrual. Pemberlakuan akuntansi berbasis akrual
ini merupakan tantangan tersendiri bagi setiap Pemerintah Daerah karena akan ada banyak hal
yang dipersiapkan oleh Pemerintah Daerah salah satunya yaitu sumber daya manusia.

Selain berbentuk laporan keuangan, pertanggungjawaban Keuangan Daerah juga berupa


laporan realisasi Kinerja. Melalui laporan ini, masyarakat bisa melihat sejauh mana Kinerja
Pemerintah Daerahnya. Selain itu, laporan ini juga sebagai alat untuk menjaga sinkronisasi
dari proses perencanaan hingga pertanggungjawaban yang dilakukan Pemerintah Daerah.
Melalui laporan ini Pemerintah Daerah bisa melihat hal yang harus diperbaiki untuk
kepentingan proses penganggaran dan perencanaan di tahun berikutnya.

Berikut digambarkan kaitan akuntansi publik dan akuntansi keuangan daerah :

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 15 / 22
Link JURNAL
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/assets/article/view/1197
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jbie/article/view/12412
http://ejournal.iainmadura.ac.id/nuansa/article/view/1316

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 16 / 22
C. Latihan
1. Pernyataan berikut ini yang tidak menggambarkan pengertian akuntansi adalah :
a. Akuntansi adalah kegiatan jasa
b. Akuntansi menyajikan informasi kuantitatif terutama yang bersifat
Keuangan
c. Informasi akuntansi digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi
d. Informasi akuntansi selalu bersifat kualitatif

2. Berikut ini adalah pengguna dari informasi akuntansi pemerintah, kecuali…


a. Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
b. Pemegang saham
c. Lembaga Pengawas
d. Lembaga Internasional

3. Berdasarkan Undang Undang No. 15 Tahun 2006, lembaga tinggi negara yang
berkewajiban melakukan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan
Negara adalah :
a. Badan Pemeriksa Keuangan
b. Lembaga Pengawas
c. Itjen Departemen
d. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

4. Berikut ini merupakan tujuan akuntansi pemerintah, kecuali :


a. Menjaga aset Pemerintah Pusat/Daerah dan instansi-instansinya melalui pencatatan,
pemprosesan dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten sesuai dengan standar
dan praktek akuntansi yan diterima secara umum
b. Menyediakan informasi yang akurat dan tepat mengenai aset seluruh perusahaan di
suatu negara
c. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi keuangan suatu instansi
dan Pemerintah Pusat/Daerah secara keseluruhan
d. Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan, pengelolaan dan
pengendalian kegiatan dan keuangan pemerintah secara efisien

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 17 / 22
5. Undang-undang perbendaharaan warisan Belanda yang masih digunakan
pada masa kemerdekaan adalah :
a. ICW
b. IBW
c. Undang Undang No. 17 tahun 2004
d. Undang Undang No. 1 tahun 2005

6. Neraca pemerintah daerah pada hakekatnya berisi informasi berikut ini, kecuali :
a. Aset
b. Hutang
c. Ekuitas Dana
d. Penerimaan Pembiayaan

7. Berikut ini yang merupakan informasi yang terdapat dalam Laporan Realisasi
Anggaran adalah :
a. Aset
b. Hutang
c. Ekuitas Dana
d. Penerimaan Pembiayaan

8. Berikut ini yang merupakan informasi yang terdapat dalam Laporan Arus Kas :
a. Aset
b. Hutang
c. Ekuitas Dana
d. Penerimaan Kas dari kegiatan Operasional

9. Informasi yang disajikan di Laporan Realisasi Anggaran relatif sama dengan informasi
yang ada di Laporan Arus Kas. Sehubungan dengan itu, pernyataan berikut ini yang salah
adalah :

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 18 / 22
10. Berikut ini yang merupakan kegunaan Standar Akuntansi Pemerintahan adalah :
a. Mengatur kapan aset, kewajiban, pendapatan, belanja, penerimaan pembiayaan,
pengeluaran penjualan dicatat
b. Mengatur cara melaksanakan APBN
c. Mengatur cara mengelola kas di bendarara
d. Mengatur cara mengelola barang milik negara

11.Pernyataan berikut ini yang menggambarkan Sistem Akuntansi Pemerintah menurut PP 24


tahun 2005 adalah :
a. Pedoman yang disusun Komite Standar Akuntansi Pemerintahan
b. Undang-undang Perbendaharaan
c. Buku-buku yang membahas akuntansi pemerintahan
d. Serangkaian prosedur manual atau terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data,
pencatatan, pengikhtisaran dan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan
pemerintah

12. Berikut ini adalah urutan pekerjaan akuntansi :


a. Dibuat jurnal, membuat bukti transaksi dan selanjutnya menyusun
laporan keuangan
b. Bukti transaksi dianalisis, dijurnal, posting ke buku besar
c. Bukti transaksi dianalisis, dibuat laporan keuangan, dibuat jurnal
d. Membuat jurnal, posting ke buku besar serta menganalisis bukti
transaksi

13. Berikut ini yang merupakan penerapan sentralisasi akuntansi adalah :


a. Setiap SKPD di Kabupaten/Kota secara bersama-sama menyusun laporan
keuangan yang dipimpin oleh Kepala Daerah
b. Penyelenggaran akuntansi untuk seluruh SKPD dilakukan oleh satu unit yang
ditunjuk dan memperlakukan seluruh transaksi sebagai transaksi pemda
c. Setiap SKPD menyelenggarakan akuntansi atas transaksi di SKPD yang bersangkutan
dan menyampaikan laporan keuangan ke Kepala Daerah untuk digabungkan dengan
laporan keuangan seluruh SKPD

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 19 / 22
d. Transaksi masing-masing SKPD dibuat akuntansi masing-masing yang dilakukan oleh
satu konsultan

14. Yang disebut kekayaan pemerintah adalah :


a. Aset yang dikuasai oleh negara
b. Aset minus hutang pemerintah
c. Aset ditambah hutang
d. Ekuitas dana ditambah dengan hutang

15. Berikut ini adalah pemahaman yang benar dari standar akuntansi pemerintahan (SAP)
a. Standar akuntansi merupakan pedoman penyusunan laporan keuangan oleh
entitas pelaporan
b. SAP merupakan serangkaian prosedur
c. SAP pedoman pelaksanaan anggaran
d. SAP disusun oleh Menteri keuangan atau Kepala Daerah

D. Kunci Jawaban
1. D 6. D 11. D
2. B 7. D 12. B
3. A 8. D 13. B
4. B 9. 8 14. B
5. C 10. A 15. A

E. Daftar Pustaka

1. Prof. Dr. Mardiasmo, MBA, Ak, CA. 2002. Otonomi dan Manajemen keuangan
Daerah. Yogyakarta: Andi Yogyakarta
2. Prof. Dr. Mardiasmo, MBA, Ak, CA. 2018. Akuntansi Sektor Publik ,Yogyakarta:
Andi Yogyakarta
3. Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 20 / 22
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4438);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587).
6. Soleh, Chabib dan Heru Rochmansjah. 2010. Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.
Fokusmedia. Bandung.
7. Abdul Halim. 2012. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi
Keempat. Jakarta: Salemba Empat

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 21 / 22

Anda mungkin juga menyukai