Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah negara yang kaya akan sumberdaya alam hayati. Salah

satu sumber kekayaan tersebut berasal dari banyaknya jenis-jenis tanaman

obat tradisional yang berada di alam. Seiring berjalannya waktu, saat ini trend

masyarakat konsumen menuntut pangan dan produk kesehatan yang aman

dengan slogan “back to nature” dengan didasari oleh kesadaran untuk

mengkomsusmsi pangan yang sehat. Hal ini telah meningkatkan permintaan

terhadap produk rimpang organik, diantaranya jahe untuk dikomsumsi secara

langsung maupun menjadi produk olahan (Balittro, 2008).

Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu jenis tanaman obat dan

dapat juga berfungsi sebagai rempah yang telah lama dikenal oleh masyarakat

Indonesia. Kegunaan jahe antara lain digunakan sebagai bumbu, campuran

makanan/minuman, obat-obatan, minyak wangi dan kosmetik. Sebagai obat

tradisional, jahe dapat digunakan untuk anti inflamasi, nyeri sendi dan otot

karena rematik, tonik serta obat batuk.

Peluang pasar bagi komoditas ini sangat besar, baik di pasar lokal dengan

semakin menjamurnya industri obat, makanan, dan minuman instan yang

berbentuk yang berbentuk serbuk yaitu sarabba instan oleh berbagai industri

baik industri kecil maupun industri besar. Industri-industri kecil dan besar

mulai saling berkompetisi untk memenuhi jumlah permintaan minuman sehat

1
alami yang berasal dari jenis jahe ini. Hal tersebut ditunjukan dengan semakin

banyaknya merek produk minuman instan yang bereda di pasaran.

Tanaman jahe di Sulawesi Selatan sudah dikembangkan di beberapa

Kabupaten, salah satunya adalah daerah Kabupaten Soppeng yang memiliki

potensi pertanian yang sangat banyak. Salah satu daerah Soppeng yang

mengolah tanaman jahe yaitu Sarabba Instan dalah Kecamatan Liliriaja

tepatnya di Desa Timusu. Produk sarabba instan ini merupakan produk

homemade dari KWT Tunas Harapan asli DesaTimusu Kecamatan Liliriaja

Kabupaten Soppeng.

Usaha homemade ini diproduksi pada bulan Februari 2018. Jumlah dan

waktu produksi sarabba instan ini tidak menentu untuk setiap tahun atau

setiap satu kali proses produksinya, hal ini diakibatkan karena permintaannya

yang masih disesuaikan dengan jumlah pesanan. Maka dari itu, perlu

dilakukan studi kelayakan pendirian usaha sarabba instan ini, karena

mengingat setiap kegiatan usaha tidak akan terhindar dari adanya resiko.

Studik kelayakan pendirian usaha adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana

manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha.

Hasil analisa ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil

keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu usaha.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam

peneliti ini adalah bagaimana studi kelayakan pendirian usaha sarabba instan

di Kabupaten Soppeng?

2
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan

pendirian usaha sarabba instan di Desa Timusu Kabupaten Soppeng.

Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi berbagi

kalangan, diantaranya yakni:

a. Bagi Pengusaha Sarabba Instan

Sebagai bahan informasi dan masukan khususnya bagi pengusaha

sarabba instan bahwa pentingnya mengetahui kelayakan pendirian dalam

pelaksanaan pengembangan usaha sarabba instan.

b. Bagi Peneliti

Sebagai saranan mengimplementasikan ilmu yang telah diperoleh di

bangku perkuliahan dalam kasus nyata di lapangan serta untuk

menambah pengetahuan tentang bagaimana cara mengusahakan sarabba

instan.

c. Bagi Pemerintah

Sebagai bahan pertimbangan untuk menyusun kebijakan serta dapat

dijadikan indikator keberhasilan pemerintah dalam memperhatikan usaha

skala kecil seperti produk homemade dalam hal ini dapat memberikan

bantuan berupa modal agar dapat menumbuhkan semangat para pelaku

usaha kecil/mikro maupun homemade, untuk menciptakan lapangan

pekerjaan mereka sendiri.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

3
Sebagai bahan informasi dalam rangka mengadakan penelitian yang

relevan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jahe

Jahe (Zingiber officinale Rosc) merupakan tanaman obat berupa tumbuhan

rumpun berbatang semu. Jahe termasuk dalam suku temu-temuan

(zingiberaceae), satu famili dangan Temu-temuan lainnya seperti temu lawak

(Cucuma xanthorrizha), temu hitam (Curcuma aeruginosa), kunyit, (Curcuma

domestica), kencur (Kaempferia galanga), lengkuas (Languas galanga), dan

lain-lain. Jahe merupakan rempah-rempah Indonesia yang sangat penting

dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam bidang kesehatan. Jahe berasal

dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina ( Paimin dan

Murhanato, 2008).

Sistematika Tanaman Jahe:

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Musales

Family : Zingiberaceae

Genus : Zingiber

Spesies : officinale

Akar merupakan bagian terpenting dari tanaman jahe. Pada bagian ini

tumbuh tunas-tunas baru yang kelak akan menjadi tanaman. Akar tunggal

4
(rimpang) tertanam kuat didalam tanah dan makin membesar dengan

pertambahan usia serta membentuk rhizoma-rhizoma baru (Rukmana, 2000).

Jahe tumbuh merumpun, berupa tanaman tahunan berbatang semu.

Tanaman tumbuh tegak setinggi 30-75 cm. Batang semu jahe merah

berbentuk bulat kecil, berwarna hijau kemerahan dan agak keras karena

diselubungi oleh pelepah daun. Panjang daunnya 15-23 cm dan lebar 0,8-2,5

cm. Tangkainya berbulu atau gundul. Ketika daun mengering dan mati,

pangkal tangkainya (rimpang) tetap hidup dalam tanah. Rimpang tersebut

akan bertunas dan tumbuh menjadi tanaman baru setelah terkena hujan .

Rimpang jahe berbuku-buku, gemuk, agak pipih, membentuk akar serabut.

Rimpang tersebut tertanam dalam tanah dan semakin membesar sesuai

dengan bertambahnya usia dengan membentuk rimpang-rimpang baru. Di

dalam sel-sel rimpang tersimpan minyak atsiri yang aromatis dan oleoresin

khas jahe (Harmono dan Andoko, 2005).

Menurut Harmono dan Andoko (2005), jahe dibedakan menjadi 3 jenis

berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya. Umumnya dikenal 3

varietas jahe, yaitu :

1) Jahe putih/kuning besar atau disebut juga jahe gajah atau jahe badak,

rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung

dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini biasa dikonsumsi baik saat

berumur muda pada usia panen 8 bulan maupun berumur tua pada usia

panen 12 blan , baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan.

5
2) Jahe putih/kuning kecil atau disebut juga jahe sunti atau jahe emprit,

ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini

selalu dipanen setelah berumur tua atau usia panen 12 bulan. Kandungan

minyak atsirinya lebih besar dari pada jahe gajah, sehingga rasanya lebih

pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-

obatan, atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya.

3) Jahe merah, rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil dari pada jahe
putih kecil sama seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua,

dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil,

sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan.

Disamping itu terdapat juga pati, damar, asam-asam organik seperti asam

malat dan asam oksalat, Vitamin A, B, dan C, serta senyawa- senyawa

flavonoid dan polifenol.

Sejak dulu Jahe dipergunakan sebagai obat, atau bumbu dapur dan aneka

keperluan lainnya. Jahe dapat merangsang kelenjar pencernaan, baik untuk

membangkitkan nafsu makan dan pencernaan. Minyak jahe berisi gingerol

yang berbau harum khas jahe, berkhasiat mencegah dan mengobati mual dan

muntah, misalnya karena mabuk kendaraan atau pada wanita yang hamil

muda. Juga rasanya yang tajam merangsang nafsu makan, memperkuat otot

usus, membantu mengeluarkan gas usus serta membantu fungsi jantung.

Dalam pengobatan tradisional Asia, jahe dipakai untuk mengobati selesma,

batuk, diare dan penyakit radang sendi tulang seperti artritis. Jahe juga

dipakai untuk meningkatkan pembersihan tubuh melalui keringat.

6
2.2 Industri Rumah Tangga

Industri rumah tangga pada umumnya adalah unit-unit usaha yang sifatnya

lebih tradisional, dalam arti menerapkan sistem organisasi dan manajemen

yang baik seperti lazimnya dalam suatu perusahaan modern, tidak ada

pembagian tugas kerja dan sistem pembukuan yang jelas. Proses produksi

dilakukan di samping atau di dalam rumah dari pemilik usaha, mereka tidak

mempunyai tempat khusus. Teknologi yang digunakan sangat sederhana yang

pada umumnya manual dan kali direkayasa sendiri dan banyak menggunakan

tenaga kerja yang tidak dibayar (khususnya anggota keluarga). Sebagaian

besar industri rumah tangga terdapat di daerah pedesaan dan kegiatan

produksi pada umumnya musiman erat kaitannya dengan siklus kegiatan di

sektor pertanian (Tambunan, 2002).

Badan Pusat Statistik (2012), menetapkan empat kriteria industri di

Indonesia, diantaranya adalah industri besar, industri sedang, industri kecil

dan industri rumah tangga. Berdasarkan prioritasnya industri kecil dapat

diklasifikasikan menjadi beberapa kategori, diantaranya:

1. Industri kecil yang menghasilkan barangbarang konsumsi

2. Industri kecil tradisional yang menghasilkan barang kerajinan

3. .Industri kecil modern yang menghasilkan komponen/peralatan teknik


untuk keperluan produksi dari sektor industri.

Industri kecil memiliki peranan penting dalam menunjang perekonomian

nasional melalui penyerapan tenaga kerja, peningkatan nilai tambah dan

7
keunggulan komparatif produk lokal serta memberikan pengaruh pada

pengembangan industri hulu dan penghematan devisa. Industri kecil memiliki

perbedaan dengan industri lainnya, baik dari segi karakteristik maupun

rekayasa. Karena sifatnya yang lebih cenderung suka bergerak sendiri-sendiri

dan tidak terorganisir, industri ini memiliki nilai tawar yang rendah dalam

pasar bisnis, dengan demikian perlu adanya pengelolaan yang sistematis dan

tepatdalam menjalankan industri ini (Mulyanto, 2006).

2.3 Investasi

Investasi dapat didefinisikan sebagai penempatan sejumlah dana pada saat

ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang.

Umumnya

investasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Investasi pada financial assets Investasi pada assetsdapat dibedakan lagi menjadi

2 yaitu:

a. Investasi pada financial assetsyang dilakukan di pasar uang, misalnya

berupa sertifikat deposito, commercial paper, surat berharga pasar

uang dan lainnya.

b. Investasi pada financial assetsyang dilakukan di pasar modal, misalnya

berupa saham, obligasi, waran, opsi dan lainnya.

2. Investasi pada real asset diwujudkan dalam bentuk pembelian asset

produktif, pendirian pabrik, pembukaan pertambangan, pembukaan

perkebunan dan lainnya (Halim, 2003)

2.4 Biaya Produksi

8
Menurut Nicholson (2003) produksi merupakan hasil akhir dari proses

atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input.

Dengan engertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi mengandung

hubungaan tara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk

atau hasil yang akan diperoleh, sehingga produksi merupakan hasil akhir dari

proses atau aktivitas dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah

mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output.

Menurut Mulyadi (2004) biaya produksi merupakan biaya-biaya untuk

mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Biaya

produksi dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai variabel akan tingkat

produksi. Umumnya faktor-faktor utama untuk mempengaruhi produksi

adalah faktor lahan, tenaga kerja, modal untuk pengadaan bibit, pupuk, obat-

obatan, teknologi dan manajemen (Rahim dan Hastuti, 2007)

2.5 Penerimaan (Benefit)

Besarnya penerimaan hasil usaha tergantung dari jumlah barang yang

dapat dihasilkan dan harga jual yang diperoleh. Tinggi rendahnya harga di

pasaran tidaklah selalu dapat dikuasai atau ditentukan oleh pengusaha itu

sendiri, akan tetapi biaya produksi (cost) sedikit banyak dapat diatur sendiri.

Seluruh jumlah menjual barang yang diproduksinya dinamakan hasil

penjualan total (TR) yaitu dari perkalian total revenue.

Sofyan (2005)mendefinisikan total revenuedalam hal ini adalah besarnya

penerimaan total yang diterima oleh perusahaan/produsen dari penjualan

9
produk yang di produksinya. Tujuan Perusahaan dalam memproduksi barang

adalah agar memperoleh pendapatan dari penjualan outputsebagai sumber

penerimaan utama atau revenue. Revenueyang berarti penerimaan adalah

sebagai jumlah yang diperoleh dari penjualan sejumlah outputyang dihasilkan

seorang produsen atau perusahaan.Penerimaan atau revenue, adalah

penghasilan dari penjualan barang- arang atau barang-barang dagangan.

Penerimaan total atau total revenuepada umumnya dapat didefinisikan

sebagai penerimaan dari penjualan barang-barang yang diperoleh penjual.

Penerimaan total adalah sama banyaknya dengan satuan barang yang terjual

dikalikan dengan harga penjualan tiap satuan atau dirumuskan sebagai

berikut:

R=PxX

R= Penerimaan total

P = Harga tiap satuan barang

X = Banyaknya barang yang terjual

2.6 Pendapatan (Net Benefit)

Pendapatan disebut juga dengan income yaitu imbalan yang diterima oleh

seluruh rumah tangga pada lapisan masyarakat dalam suatu negara/daerah,

dari penyerahan faktor-faktor produksi atau setelah melakukan kegiatan

perekonomian. Pendapatan tersebut digunakan oleh masyarakat untuk

memenuhi kebutuhan konsumsi dan sisanya merupakan tabungan untuk

memenuhi hari depan (Tito,2011).

10
Menurut Belkaoui (2000) Pendapatan diinterprestasikan sebagai :

1. Aliran masuk assetbersih yang berasal dari penjualan barang dan jasa.

2. Aliran keluar barang atau jasa dari perusahaan kepada pelanggan.

3. Produk perusahaan yang dihasilkan dari penciptaan barang atau jasa oleh

perusahaan selama periode waktu tertentu.

Menurut Hery (2013)pendapatan adalah arus masuk aktiva atau

peningkatan lainnya atas aktiva atau penyelesaian kewajiban entitas (atau

kombinasi dari keduanya) dari pengiriman barang, pemberian jasa, atau aktiva

lainnya yang merupakan operasi utama atau operasi sentral perusahaan.

Menurut Jusup 2011 pendapatan adalah penghasilan yang timbul dalam

pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa (misalnya penjualan barang

dagangan atau pendapatan jasa).Menurut Sumarni & Jhon (2014), pendapatan

adalah jumlah uang yang dibayarkan kepada penerima.

Menurut Henry (2000) Pendapatan (revenue)adalah arus masuk bruto dari

manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitasnormal perusahaan selama satu

periode bilamana arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang

tidak berasal dari kontribusi pemodal. Pengertian pendapatan usaha

dikemukakan juga oleh Dyckman (2002) dalamPutra (2012) bahwa

pendapatan adalah arus masuk atau peningkatan lainnya atas aktiva sebuah

entitas atau penyelesaian kewajiban (atau kombinasi dari keduanya) selama

satu periode dari pengiriman atau produksi barang, penyediaan jasa, atau

aktivitas lain yang merupakan operasi utama atau sentral entitas yang sedang

berlangsung.

11
2.7 Studi Kelayakan Bisnis

Pengertian studi kelayakan menurut Jumingan (2009:25) merupakan

“penilaian yang menyeluruh untuk menilai keberhasilan suatu proyek dan

studi kelayakan proyek mempunyai tujuan menghindari keterlanjutan

penanaman modal yang terlalu besar untuk kegiatan yang ternyata tidak

menguntungkan.” Studi kelayakan proyek atau bisnis merupakan suatu

kegiatan mengevaluasi, menganalisis, dan menilai layak atau tidak suatu

proyek bisnis dijalankan. Secara umum, tujuan diadakan studi kelayakan

khususnya bagi investor yaitu menghindari keterlanjuran investasi tau

penanaman modal yang teralalu besar untuk suatu proyek atau kegiatan usaha

yang ternyata tidak mengntungkan.

2.7.1 Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) adalah merupakan selisih antara benefit

(penerimaan) dengan cost (pengeluaran) yang telah dipresent valuekan.

Kriteria ini mengatakan bahwa proyek akan dipilih apabila NPV > 0.

Dengan demikian, jika suatu proyek mempunyai NPV < 0, maka tidak

akan dipilih atau tidak layak untuk dijalankan (Pudjosumarto, 2002).

Net Present Value (NPV) yaitu nilai saat ini yang mencerminkan

nilai keuntungan yang diperoleh selama jangka waktu pengusahaan

dengan memperhitungkan nilai waktu dari uang. Menurut Gray et al

(1997), formulasi dari NPV adalah:

t=n
Bt −Ct
NPV =∑
t=0 (1+ i)t

12
Keterangan:

Bt = Penerimaan total pada tahun sekarang (Rp/tahun)

Ct = Biaya total pada tahun sekarang (Rp/tahun)

t = Tahun investasi (tahun)

i = Suku bunga discount factor (%)

dengan kriteria sebagai berikut:

a. Apabila NPV bernilai positif (+), maka usaha menguntungkan dan

layak untuk diusahakan.

b. Ababila NPV bernilai negatif (-), maka usaha tidak

menguntungkan dan tidak layak untuk diusahakan.

2.7.2 Net Benefit Cost Ratio (NBCR)

Net B/C Ratio adalah merupakan perbandingan antara benefit

bersih dari tahun-tahun yang bersangkutan yang telah dipresent valuekan

(pembilang/bersifat +) dengan biaya bersih dalam tahun dimana Bt – Ct

(penyebut/bersifat –) yang telah dipresent valuekan, yaitu biaya kotor >

benefit kotor. Kriteria ini memberi pedoman bahwa proyek akan dipilih

apabila Net B/C Ratio > 1, dan begitu pula sebaliknya bila suatu proyek

member hasil Net B/C Ratio < 1, proyek tidak terima (Pudjosumarto,

2002).

NBCR adalah rasio perbandingan antara nilai NPV positif dengan

NPV negatif yang diformulasikan Gray, et al (1997) :

13
n

B
∑ Bt −Ct /(1+i)t untuk Bt −C t >0
Net Ratio= t=0
n
C
∑ C t−Bt /(1+i)t untuk Bt −C t <0
t=0

Atau NBCR adalah:

B NPV +¿
Net Ratio= ¿
C NPV −¿ ¿

Keterangan:

Net B/C = Nilai Net Benefit Cost Ratio (Rp)

NPV+ = Nilai NPV yang bernilai positif (Rp)

NPV− = Nilai NPV yang bernilai negatif (Rp)

dengan kriteria:

a. Net B/C ratio > 1 : Usaha layak untuk diusahakan (untung).

b. Net B/C ratio < 1 : Usaha tidak layak untuk diusahakan (rugi).

c. Net B/C ratio = 1 : Usaha tidak menguntungkan dan juga tidak

merugikan.

2.7.3 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas adalah suatu teknik untuk meneliti kembali

suatu analisa agar dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi

akibat keadaankeadaan yang berubah. Hal ini sangat perlu, karena

analisis proyek didasarkan atas proyeksi yang mengandung banyak

ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang.

Analisis sensitivitas digunakan untuk mengetahui kepekaan usaha jahe

instan terhadap perubahan-perubahan yang akan terjadi. Data diolah

14
dalam bentuk tabulasi, kemudian dianalisis secara matematis dengan

merujuk pada aspek-aspek perhitungan analisis kelayakan finansial, yaitu

Break Even Point (BEP), Net Present Value (NPV), Payback Period,

Incremental Rate of Return (IRR), dan Rasio B/C (Kusuma, 2012).

Penetapan asumsi dilakukan untuk membantu pengolahan data,

penetapan Harga Pokok Produksi (HPP) dan pembuatan cash flow.

Asumsi yang ditetapkan meliputi jumlah hari kerja karyawan, harga jual

produk, peningkatan kapasitas produksi yang diharapkan, peningkatan

harga bahan baku, dan umur proyek (Idham, 2010).

2.8 Kerangka Berfikir

Kerangka pikir merupakan proses yang harus dilakukan menurut susunan

serta menggunakan analisis data sesuai dengan keadaan yang ada. Penelitian

ini dilakukan untuk melihat bagaimana kelayakan secara finansial usaha jahe

instan. Dimana pada usaha jahe instan ini dimulai dari pemasukan input yang

dalam analisis finansial terdiri atas biaya-biaya yakni biaya investasi dan biaya

operasional, dalam usaha ini akan menghasilkan keluaran (output) berupa

produk jahe instan.

Usaha Sarabba Instan

Proses Produksi

Biaya (Cost):
a.Biaya Investasi
b.Biaya Operasional
15
Harga

Harga Total penerima

Pendapatan

Kelayakan Pendirian Usaha


Sarabba Instan

Gambar 1 kerangka berfikir


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Desa Timusu Kecamatan Liliriaja Kabupaten

Soppeng. Pemilihan lokasi penelitian ini ditentukan secara purposive

(sengaja) dengan pertimbangan bahwa Desa Timusu merupakan satu-satunya

Desa yang mengolah tanaman jahe menjadi produk sarabba instan di

Kabupaten Soppeng yang masih berjalan.

3.2 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah usaha sarabba instan KWT Tunas

Harapan asli Desa Timusu Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng, Provinsi

16
Sulawesi Selatan. Penelitian ini tidak menggunakan populasi dan sampel,

karena penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dimana peneliti

terfokus kepada satu populasi dan sampel saja, sehingga peneliti menjadikan

populasi sekaligus sebagai sampel dalam penelitian ini.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden penelitian

dengan menggunakan kuesioner yang berisikan pertanyaan- pertanyaan yang

diajukan secara tertulis pada responden untuk mendapatkan jawaban, tanggapan dan

informasi yang diperlukan oleh peneliti.

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui pencatatan pada instansi dan

sumber pustaka lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Survei, yaitu melakukan pengamatan langsung di lokasi penelitian

khususnya pada usaha sarabba instan yang menjadi objek penelitian.

2. Wawancara, yaitu melakukan kegiatan tanya jawab dengan responden,

berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini dengan menggunakan

lembar kuesioner.

17
3. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data dengan menggunakan

literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.5 Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah:

1. Biaya-biaya dalam membuat usaha jahe instan meliputi:

- Biaya investasi, yaitu biaya pembelian peralatan dan bangunan.

- Biaya operasional, yaitu biaya pembelian bahan baku, bahan tambahan

dan bahan pendukung lainnya dalam pembuatan jahe instan.

2. Produksi dan harga produksi jahe instan.

3. Penerimaan (Benefit) dan Pendapatan (Net Benefit)

3.6 Analisis Data

Kelayakan finansial usaha jahe instan UKM Gerak Mandiri dapat diuji

dengan menggunakan metode analisis kelayakan sebagai berikut:

1. Metode Net Present Value (NPV

NPV adalah untuk mengetahui nilai sekarang penerimaan bersih yang

diperoleh dari suatu kegiatan investasi. Menurut Gray et al (1997),

formulasi dari NPV adalah:


t=n
Bt −Ct
NPV =∑
t=0 (1+ i)t

Keterangan:

Bt = Penerimaan total pada tahun sekarang (Rp/tahun)

18
Ct = Biaya total pada tahun sekarang (tahun) (Rp/tahun)

t = Tahun investasi (tahun

i = Suku bunga discount factor (7,00 %) (Sumber : BI Rate)

dengan kriteria:

a. Apabila NPV bernilai positif (+), maka usaha jahe instan Industri

Rumah Tangga Gerak Mandiri menguntungkan dan layak untuk

diusahakan.

b. Ababila NPV bernilai negatif (-), maka usaha jahe instan Industri

Rumah Tangga Gerak Mandiri tidak menguntungkan dan tidak layak

untuk diusahakan

2. Metode Net Benefit Cost Ratio (NBCR)

NBCR adalah rasio perbandingan antara nilai NPV positif dengan

NPV negatif yang diformulasikan Gray, et al (1997) :

B
∑ Bt −Ct /(1+i)t untuk Bt −C t >0
Net Ratio= t=0
n
C
∑ C t−Bt /(1+i)t untuk Bt −C t <0
t=0

Atau NBCR adalah:

B NPV +¿
Net Ratio= ¿
C NPV −¿ ¿

Keterangan:

Net B/C = Nilai Net Benefit Cost Ratio (Rp)

NPV+ = Nilai NPV yang bernilai positif (Rp)

NPV− = Nilai NPV yang bernilai negatif (Rp)

19
dengan kriteria:

a. Net B/C ratio > 1 : Usaha jahe instan Industri Rumah Tangga Gerak

Mandiri layak untuk diusahakan (untung).

b. Net B/C ratio < 1 : Usaha jahe instan Industri Rumah Tangga Gerak

Mandiri tidak layak untuk diusahakan (rugi).

c. Net B/C ratio = 1 : Usaha jahe instan Industri Rumah Tangga Gerak

Mandiri tidak menguntungkan dan juga tidak merugikan.

3. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas adalah suatu teknik untuk meneliti kembali suatu

analisa agar dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat

keadaankeadaan yang berubah. Hal ini sangat perlu, karena analisis

proyek didasarkan atas proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian

tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang. Analisis

sensitivitas digunakan untuk mengetahui kepekaan usaha jahe instan

terhadap perubahan-perubahan yang akan terjadi (Kusuma, 2012).

Variabel yang diteliti adalah perubahan menurunnya harga jual produk

jahe instan dan meningkatnya biaya operasional sementara yang lain

tetap, yang dikondisikan sebagai berikut:

1. Harga jual produk jahe instan menurun 8,36%.

2. Biaya operasional meningkat 8,36%.

Penentuan persentase sensitivitas ditentukan berdasarkan Laporan

Inflasi (Indeks Harga Konsumen) berdasarkan perhitungan inflasi

tahunan, tertinggi selama 3 Tahun terakhir.

20
3.7 Konsep Operasional

Konsep operasional merupakan pengertian, batasan dan ruang lingkup

penelitian ini guna memudahkan pemahaman dalam menganalisa data yang

berhubungan dengan penarikan kesimpulan dari hasil pengamatan variabel

yang ada, dimana konsep operasional yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu:

1. Responden dalam penelitian ini adalah pemilik/produsen usaha jahe

instan di Industri Rumah Tangga Gerak Mandiri yang memiliki

pengetahuan tentang usaha jahe instan.

2. Jahe instan adalah jahe yang telah diolah dan diberikan perlakuan

sedemikian rupa dengan melalui beberapa tahap, yang kemudian dikemas

menjadi jahe siap saji.

3. Biaya investasi adalah jumlah biaya awal yang digunakan dalam

pelaksanaan usaha jahe instan baik berupa uang maupun bangunan,

peralatan serta investasi lainnya yang sifatnya jangka panjang (Rp/tahun).

4. Bangunan adalah tempat yang digunakan untuk menjalankan suatu usaha

khususnya digunakan pada saat proses pembuatan jahe instan.

5. Peralatan adalah semua alat yang digunakan dalam pembuatan jahe

instan, yang sifatnya tidak habis satu kali pakai atau jangka panjang.

6. Pemarut adalah alat yang digunakan untuk memarut jahe.

7. Kompor adalah alat yang digunakan untuk memasak jahe.

21
8. Wajan adalah alat yang digunakan sebagai wadah untuk menampung sari

jahe sebelum dimasak.

9. Sendok kayu adalah alat yang digunakan untuk mengaduk sari jahe

selama proses pemasakan sebelum jahe mengkristal.

10. Sutil aluminium adalah alat yang digunakan untuk mengaduk jahe

yang telah mengkristal.

11. Pisau adalah alat yang digunakan untuk mengupas jahe.

12. Baskom adalah alat yang digunakan sebagai wadah untuk

menampung jahe yang telah dikupas serta jahe yang telah dimasak.

13. Kain penyaring adalah alat yang digunakan untuk memisahkan

jahe yang telah diparut, untuk mendapatkan sari jahe.

14. Saringan tepung adalah alat yang digunakan untuk memisahkan

jahe yang telah mengkristal, untuk mendapatkan bubuk jahe yang lebih

halus.

15. Talang adalah alat yang digunakan sebagai wadah untuk

menampung jahe yang telah diparut.

16. Biaya operasional adalah nilai input untuk melaksanakan proses

produksi dalam usaha jahe instan yang terdiri atas biaya pembelian bahan-

bahan atau peralatan tambahan dalam pembuatan jahe instan, upah tenaga

kerja dan lain sebagainya (Rp/tahun).

22
17. Produksi jahe instan adalah jumlah jahe instan yang dihasilkan atau

diproduksi yang diukur dalam satuan Kilogram per tahun (Kg/tahun).

18. Harga output adalah harga jahe instan pada saat produksi yang

diukur dalam rupiah per Kilogram (Rp/Kg).

19. Penerimaan (Benefit) adalah hasil perkalian antara jumlah jahe

instan yang diproduksi dengan harga jahe instan yang dipasarkan, yang

dinyatakan dalam satuan rupiah per tahun (Rp/tahun).

20. Pendapatan (Net Benefit) adalah selisih antara penerimaan dengan

biaya produksi usaha jahe instan yang dinyatakan dalam satuan rupiah per

tahun (Rp/tahun).

21. Discount factor adalah faktor pemotongan yang didasarkan pada

tingkat bunga bank yang berlaku, dinyatakan dalam persen (%) yaitu 7,00

%.

22. Analisis kelayakan usaha adalah suatu analisa yang digunakan

untuk mengetahui tingkat kelayakan dari usaha jahe instan yaitu NPV,

NBCR, dan Analisis Sensitivitas.

23. Net Present Value (NPV) adalah nilai bersih sekarang dari

sejumlah uang yang diterima atau dikeluarkan pada waktu yang akan

datang berdasarkan besarnya persen discount factor.

24. Net Benefit Cost Ratio (NBCR) adalah perbandingan antara jumlah

NPV positif dengan NPV negatif.

23
25. Analisis sensitivitas adalah pengujian untuk mengetahui sampai

sejauh mana usaha jahe instan mampu bertahan atau layak terhadap

perubahan-perubahan naik turunnya biaya maupun harga jual produk jahe

instan.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Gambaran umum lokasi penelitian merupakan gambaran atau penjelasan

singkat secara umum lokasi penelitian yang terdiri dari letak dan luas wilayah,

keadaan iklim serta keadaan demografi lokasi penelitian.

4.1.1 Letak dan Luas Wilayah

Desa Timusu terletak diwilayah Kecamatan Liliriaja yang dengan

Luas Wilayah Desa Timusu adalah 1.500 Ha² meliputi Tanah Sawah,

Tanah kering, Tanah Basah, Tanah Perkebunan dan Tanah Hutan.Batas

wilayahnya yaitu pada Sebelah Utaraberbatasan dengan Kelurahan Jennae,

Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Congko, Sebelah Barat

berbatasan dengan Desa Rompegading dan Sebelah Timurberbatasan

dengan Kelurahan Labessi.

Secara geografis Desa Timusu terletak diantara 4° 06° 00° – 4° 32°

00° Lintang Selatan dan 119° 42° 18° – 120° 06° 13° Bujur Timur,

terletak sekitar 180 km disebelah utara Kota Makassar ibukota Provinsi

Sulawesi Selatan. Desa Timusu memiliki temperature udara antara 24° –

30° C, keadaan angin berada pada kecepatan lemah sampai sedang, dan

24
curah hujan rata-rata 175 mm dan 123 hari hujan pertahun.Geomorfologi

Desa Timusu terdiri dari daratan dan perbukitan, dimana sebagian besar

wilayah Desa Timusu adalah perbukitan selain itu terdapat sungai yang

mengalir Sungai Tengapadange dan Sungai Lebbae maka menjadi potensi

sumber daya alam untuk mengairi tanah-tanah pertanian dan perkebunan

disekitarnya. Adapun potensi sumber daya alam lain adalah Mata Air

Panas Beccello dan Goa Timusu dimana masih perlu mendapatkan

perhatian dari pemerintah untuk pemeliharaan dan pengembangannya.

4.1.2 Keadaan Iklim dan Topograf

Desa Timusu beriklim tropis, suhu udara yang tinggi sepanjang tahun,

dengan rata-rata tidak kurang dari 18° C, yaitu sekitar 27° C. Di daerah

tropis, tidak ada perbedaan yang jauh atau berarti antara suhu pada musim

hujan dan suhu pada musim kemarau. Musim Hujan terjadi pada bulan

Oktober – April, pada saat itu petani mulai mengerjakan lahannya untuk

bercocok tanam. Jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman yang

membutuhkan air pada awal pertumbuhannya, contohnya padi.

Musim Kering terjadi pada bulan Mei – September, sebagian petani

terpaksa membiarkan lahannya tidak ditanami karena tidak ada pasokan

air. Sebagian lainnya masih dapat bercocok tanam dengan memanfaatkan

air dari sungai, saluran irigasi atau memanfaatkan sumber buatan. Ada

pula petani yang berupaya bercocok tanam walaupun tidak ada air yang

cukup dengan memilih jenis tanaman atau varietas yang tidak memerlukan

banyak air.

25
Desa Timusu terdiri dari daratan dan perbukitan, dimana sebagian

besar wilayah Desa Timusu adalah perbukitan selain itu terdapat sungai

yang mengalir Sungai Tengapadange dan Sungai Lebbae maka menjadi

potensi sumber daya alam untuk mengairi tanah-tanah pertanian dan

perkebunan disekitarnya.

4.2 Keadaan Demografi

Keadaan demografi atau penduduk Desa timusu berdasarkan jumlah

penduduk berdasarkan perdusun.

4.2.1 Jumlah penduduk perdusun

Jumlah Penduduk Perdusun Di Desa timusu terdiri atas tiga dusun yaitu

Dusun Timusu, Dusun Kacimpang dan Dusun Labbae. Dari ketiga dusun ini

terdapat total jummlah penduduk sebanyak 3.978 jiwa yang bermukim di Desa

Timusu. Untuk lebih rinciannya dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini:

Tabel 1. Jumlah Penduduk Perdusun Desa Timusu Kecamatan Liliriaja.

NO DUSUN LAKI-LAKI PEREPMUAN JUMLAH


1 TIMUSU 975 1.155 2.130
2 KACIMPANG 325 629 644
3 LEBBAE 575 106 1.204
Jumlah 1.875 2.103 3.978

Pada Tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk terbanyak

berada di Dusun Timusu dengan totalnya 2.130 jiwa dan penduduk paling

sedikit terdapat di Dusun Kacimpeng dengan total 644 Jiwa. Dari

perbandingan total keseluruhan penduduk berdasarkan jenis kelamin, maka

penduduk jenis kelamin perempuan lebih banyak dari laki-laki.

26
4.3 Kelayakan Finansial Usaha

Kelayakan finansial usaha dalam penelitan ini dihitung berdasarkan biaya

produksi, jumlah produksi dan harga produksi, penerimaan (Benefit),

pendapatan (Net Benefit). Selanjutnya, dianalisis dengan menggunakan

analisis Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (NBCR), dan

Sensitivitas Usaha

4.4 Biaya Produksi

Biaya produksi dalam usaha jahe instan ini terdiri dari dua macam biaya

yaitu biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah jumlah

biaya awal yang digunakan dalam pelaksanaan usaha jahe instan baik berupa

uang, bangunan, peralatan dan investasi lainnya yang sifatnya jangka panjang

yang dinyatakan dalam satuan Rupiah/Tahun. Rincian biaya investasi pada

usaha sarabba instan KWT Tunas Harapan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rincian Biaya Investasi Usaha Sarabba Instan

Harga Total
No Komponen Biaya Jumlah Satuan Satuan Biaya
(Rp) (Rp
2,934,00
1 Bangunan 1 Unit 2,934,000
0
2 Peralatan
a.Pemarut 3 Buah 10,000 30,000
b.Kompor 2 Buah 320,000 640,000
c.Wajan 2 Buah 50,000 100,000
d.Sendok Kayu 3 Buah 5,000 15,,000
e.Sutil Aluminium 3 Buah 10,000 30,000
f.Pisau 5 Buah 5,000 25,000
g.Baskom 3 Buah 7,000 21,000
h.Kain Penyarin 1 Meter 7,000 7,000
i.Saringan Tepun 2 Buah 3,000 6,000
j.Talang 3 Buah 7,000 21,000
Total 3,829,000

27
Tabel 3. Rincian Biaya Operasional Usaha Sarabba Instan

Komponen Biaya Total Biaya


2018 2019 2020
Bahan Baku
Jahe 162,000 20,000 85,000
Gula Pasir 108,000 78,000 75,000
Bahan Penolong
Minyak Tanah 42,000 40,000 30,000
Kertas Label 4,500 3,000 2,500
Plastik/Pembungkus 22,500 15,000 12,500
Bensin 26,000 37,500 27,000
Total 365,000 293,500 232,000

4.5 Produksi dan Harga Produks

Produksi merupakan hasil akhir yang diperoleh dari proses pengolahan

jahe instan yang dinyatakan dalam satuan kilogram (Kg). Jumlah jahe instan

yang diproduksi oleh KWT Tunas Harapan Timusu tidak selalu sama untuk

tiap tahunnya, hal ini dikarenakan jumlah jahe instan yang diproduksi masih

disesuaikan dengan jumlah pesanan. Adapun rincian produksi sarabba instan

KWT tunas harapan di Desa Timusu dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4. Produksi sarabba instan KWT tunas harapan di Desa Timusu

Tahun ke- Produksi


(kg/Tahun)
1 (2018) 9
2 (2019) 6
3 (2020) 5

4.6 Penerimaan (Benefit) dan Pendapatan (Net Benefit)

Penerimaan (Benefit) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jumlah

produksi jahe instan yang dikalikan dengan harga sarabba instan yang

28
diberikan kepada konsumen, yang nantinya akan diterima oleh KWT tunas

harpan di desa timusu yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp/Tahun).

Adapun rincian besarnya penerimaan usaha sarabba instan pada Tabel 5

Tabel 5. Penerimaan Usaha Jahe Instan

Tahun ke- Jumlah produksi Harga produk Penerima (benefit)


(kg/tahun) (Rp/tahun) (Rp/tahun)
2018 9 60,000 540,000
2019 6 60,000 360,000
2020 5 60,000 300,000

Tabel 5 menunjukkan bahwa setiap tahunnya jumlah penerimaan dari

usaha jahe instan yang diperoleh Industri Rumah Tangga Gerak Mandiri tidak

selalu sama, hal ini dikarenakan jumlah produksi setiap tahunnya juga tidak

selalu sama.

Pendapatan (Net Benefit) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

jumlah penerimaan jahe instan yang dikurangi dengan jumlah biaya yang telah

dikeluarkan oleh Industri Rumah Tangga Gerak Mandiri dalam memproduksi

jahe instan yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp/tahun)

4.7 Analisis Net Present Value (NPV)

Analisis Net Present Value (NPV) digunakan untuk mengetahui

penerimaan bersih sekarang yang diperoleh dari suatu kegiatan investasi. Data

yang digunakan untuk menghitung NPV usaha sarabba instan adalah data

biaya (cost) dan penerimaan (Benefit) pada tahun ke-0 sampai dengan tahun

ke-3 Berdasarkan hasil perhitungan analisis Net Present Value (NPV),

diperoleh nilai NPV pada discount factor (df) 7% sebesar Rp 77.576,- sampai

29
usaha jahe instan ini berjalan selama 3 tahun. Hasil perhitungan ini

menunjukkan bahwa usaha sarabba instan KWT tunas harapan di desa timusu

layak secara finansial untuk diusahakan, karena nilai Net Present Value (NPV)

yang diperoleh adalah positif (+), sebagaimana yang telah disebutkan dalam

kriteria penilaian NPV. Apabila NPV bernilai positif (+), maka usaha jahe

instan Industri Rumah Tangga Gerak Mandiri menguntungkan dan layak

untuk diusahakan. Berdasarkan uraian tersebut, maka diharapkan agar usaha

sarabba instan KWT Tunas Harapan di Desa Timusu dapat terus berjalan dan

lebih dikembangkan lagi, mengingat nilai Net Present Value (NPV) yang

diperoleh tergolong tidak begitu besar.

4.8 Analisis Net Benefit Cost Ratio (NBCR)

Analisis Net Benefit Cost Ratio (NBCR) merupakan suatu analisis yang

membandingkan antara NPV positif dengan NPV negatif. Net Benefit Cost

Ratio (NBCR) digunakan untuk mengetahui perbandingan antara nilai manfaat

sekarang pada tingkat suku bunga yang berlaku yaitu 7%.

Berdasarkan hasil perhitungan analisis Net Benefit Cost Ratio (NBCR)

pada discount factor 7%, diperoleh nilai NBCR sebesar 1,02. Hasil

perhitungan ini menunjukkan bahwa usaha sarabba instan KWT Tunas

Harapan di Desa Timusu layak didirikan untuk diusahakan, karena nilai yang

diperoleh lebih besar dari satu (NBCR > 1), sebagaimana yang telah

disebutkan dalam kriteria penilaian NBCR. Apabila Net B/C ratio > 1 maka

usaha sarabba instan layak untuk diusahakan (untung), oleh karena itu

diharapkan agar usaha sarabba instan KWT Tunas Harapan di Desa Timusu

30
lebih ditingkatkan karena lagi-lagi mengingat bahwa nilai yang diperoleh dari

Net Benefit Cost Ratio (NBCR) ini tidak begitu besar yaitu 1,02 saja, untuk

lebih jelasnya perhitungan analisis Net Benefit Cost Ratio (NBCR)

4.9 Sensitivitas Usaha

Sensitivitas usaha digunakan untuk melihat sejauh mana usaha jahe instan

mampu bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat

keadaankeadaan yang berubah. Hal ini sangat perlu, karena analisis proyek

didasarkan atas proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian tentang apa

yang akan terjadi di waktu yang akan datang.

Secara umum usaha jahe instan Industri Rumah Tangga Gerak Mandiri ini

layak secara finansial untuk diusahakan. Dilihat dari hasil perhitungannya

meskipun usaha jahe instan ini layak secara finansial, namun usaha ini juga

memiliki sensitivitas yang tidak begitu tinggi, serta tingkat kecenderungan

kelayakannya yang juga masih tergolong rendah, hal ini dibuktikan dengan

hasil yang diperoleh dari perhitungan analasis NPV, NBCR, dan

sensitivitasnya.

Kasmir dan Jakfar (2012) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi kedalaman studi kelayakan antara lain: (a) Jumlah dana yang

ditanamkan, (b) Ketidakpastian estimasi usaha pada masa yang akan datang,

dan (c) Kompleksitas elemen-elemen yang mempengaruhi usaha.

31
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang studi kelayakan pendirian usaha

sarabba instan KWT Tunas Harapan di DesaTimusu, maka dapat disimpulkan

bahwa usaha sarabba instan KWT Tunas Harapan di DesaTimusu Kecamatan

Liliriaja, Kabupaten Soppeng, layak secara finansial untuk diusahakan. usaha

sarabba instan KWT Tunas Harapan di Desa Timusu ini hanya layak

diusahakan hingga 1,3% penurunan harga produk sarabba instan dan 4,1%

kenaikan biaya operasional.

5.2 Saran

Saran yang dapat diajukan dengan melihat kondisi dan analisis kelayakan

finansial usaha jahe instan Industri Rumah Tangga Gerak Mandiri di Desa

Abenggi Kecamatan Landono Kabupaten Konawe Selatan adalah sebagai

berikut:

1. Bagi pelaku usaha dalam hal ini kelompok Industri Rumah Tangga Gerak

Mandiri Desa Abenggi, agar lebih meningkatkan jumlah produksi, serta selalu

memperhatikan peningkatan dan penurunan harga dari produksi maupun

32
harga dari biaya operasional, sehingga dapat menjadi dasar pertimbangan

dalam menjalankan usaha.

2. Bagi Pemerintah, diharapkan agar selalu memperhatikan Usaha Industri

Rumah Tangga khususnya dalam hal permodalan, pemasaran serta sarana dan

prasarana untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu pemerintah seharusnya lebih memperhatikan usaha kecil yang

mengolah produk pertanian yang mampu menghasilkan nilai tambah, seperti

usaha jahe instan ini dan lain sebagainya.

3. Bagi peneliti selanjutnya, agar lebih memperdalam kajian tentang

kelayakan finansial, misalnya menganalisis faktor-faktor penyebab

ketidakkontinuannya, motivasi pelaku usaha jahe instan dalam menjalankan

usaha, serta risiko dan ketidakpastian pada usaha jahe instan Industri Rumah

Tangga Gerak Mandiri ini, sehingga dapat diketahui secara menyeluruh

tentang studi kelayakan suatu usaha khususnya dalam bidang pertanian.

33
DAFTAR PUSTAKA

Alim, A.S., 2001. Kajian Proses dan Analisis Finansial Produksi Bubuk Jahe
Pada Industri Skala Rumah Tangga. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ardana, K.B., Pramudya, M.H dan Tambunan, A.H.. 2008. Pengembangan
tanaman jarak pagar (Jatropha Curcas L) mendukung kawasan
mandiri energi di Nusa Penida, Bali. Jurnal Littri. Vol. 14. No. 2.
Halaman: 155-161.
Balittro,. 2008. Budidaya Organik Tanaman Jahe. Zingiber officinale Rosc.
Bogor.
Belkaoui, A.R. 2000. Teori Akuntansi Edisi Pertama. Alih Bahasa Marwata
S.E., Akt, Salemba Empat. Jakarta.
Bilas, A.R. 1994. Micro Economics Theory. Mc.Graw-Hill, International
Book Company.
Ciba, C. 2012. Processing of ginger & its medicinal uses. Agricultural
University. Hyderabad International Convention Centre. Tamil Nadu
Agricultural University. India. Jurnal Food Process Technol Vol. 3. No.
10. Halaman: 143-149.
Gray, C., P, Simanjuntak, K.L. Sabur dan Maspaitella, P.F.L. 1997.
Pengantar Evaluasi Proyek Edisi Kedua. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Halim, A. 2003. Auditing 1 Dasar-Dasar Audit Laporan Keuangan. Unit
Penerbit dan Percetakan AMP YKPN. Jakarta.

34
Harisudin, M., Widiyanti, E., dan Suharyati, A. 2013. Perumusan Strategi
Bersaing Jahe Instan Produk CV. Intrafood Surakarta Menggunakan
Perceptual Mapping. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
UNS. Surakarta.
Hartati, A. dan Mulyani, A. 2009. Profil dan Prospek Bisnis Minyak Dara
(Virgin Coconut Oil/VCO) di Kabupaten Cilacap. Jurnal Agroland Vol.
16. No. 2. Halaman: 130-140.
Henry, S. 2000. Manajemen Pemasaran Internasional. Cetakan Pertama.
Salemba Empat. Jakarta.

35

Anda mungkin juga menyukai