LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI MAGISTER ILMU FARMASI DARING
DI RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
JALAN JAKSA AGUNG SUPRAPTOP NO. 2, MALANG
(12 April – 8 Mei 2021)
Disusun Oleh :
KELOMPOK 2
Disetujui oleh:
Dr. apt. Marisca E. G., S.H., M.H., S.Farm., M.Farm-Klin apt. Rani Nur Badriyah, M.Farm., Klin
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
DAFTAR ISI
BAB I: TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................1
DEFINISI ..........................................................................................................................1
ETIOLOGI .......................................................................................................................1
PATOFISIOLOGI ...........................................................................................................2
DIAGNOSIS .....................................................................................................................4
MANIFESTASI KLINIS .................................................................................................9
KOMPLIKASI .................................................................................................................9
TATALAKSANA ............................................................................................................10
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEMAM THYPOID
1. DEFINISI
Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang
disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal
dengan Salmonella typhi. Penyakit ini masih sering dijumpai di negara berkembang
yang terletak di subtropis dan daerah tropis seperti Indonesia. Menurut WHO, ada 3
macam klasifikasi demam tifoid dengan perbedaan gejala klinik:
Pada demam tifoid akut keadaan mungkin dapat berkembang menjadi komplikasi
parah. Bergantung pada kualitas pengobatan dan keadaan kliniknya, hingga 10% pasien
dapat mengalami komplikasi, mulai dari melena, perforasi, susu dan peningkatan
ketidaknyamanan abdomen.
3) Keadaan karier
Keadaan karier tifoid terjadi pada 1- 5% pasien, tergantung umur pasien. Karier tifoid
bersifat kronis dalam hal sekresi Salmonella typhi di feses.
2. ETIOLOGI
Typhoid fever merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang
termasuk gram negatif dalam famili Enterobacteriaceae (Bhandari et al, 2020). Salmonella
typhi mengandung tiga jenis antigen :
O, terletak dalam dinding sel bakteri
1
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
3. PATOFISIOLOGI
Perjalanan penyakit Salmonella typhi melalui beberapa proses, diawali dengan melalui
makanan dan minuman yang tercemar melalui jalur oral-fekal. Yang kemudian tubuh akan
melakukan mekanisme pertahanan melalui beberapa proses respon imun baik lokal maupun
sistemik, spesifik dan non-spesifik serta humoral dan seluler.
Salmonella typhi yang masuk ke saluran cerna tidak selalu akan menyebabkan infeksi, karena
untuk menimbulkan infeksim Salmonella typhi harus dapat mencapai usus halus. Keasaman
lambung (PH ≤ 3,5) menjadi salah satu faktor penting yang menghalangi Salmonella typhi
mencapai usus halus. Namun sebagian besar kuman Salmonella typhi dapat bertahan karena
memiliki gen ATR (acid tolerance response). Achlorhydria akibat penuaan, gastrektomi,
pompa proton inhibitor, pengobatan histamin antagonis reseptor H2, atau pemberian antacid
dapat menurunkan dosis infektif yang mempermudah kuman untuk lolos menuju usus halus.
2
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
Setelah masuk ke saluran cerna dan mencapai usus halus, Salmonella typhi akan
menemui dua mekanisme non spesifik yaitu motilitas dan flora normal usus berupa bakteri-
bakteri anaerob. Motilitas usus bersifat fisik berupa kekuatan peristaltik usus untuk
menghanyutkan kuman keluar. Di usus halus kuman akan menembus mukosa usus
diperantarai microbial binding terhadap epitel menghancurkan Microfold cells (M cells)
sehingga sel-sel epitel mengalami deskuamasi, menembus epitel mukosa usus, masuk dalam
lamina propria, menetap dan berkembang biak. Kuman akan berkembang biak dalam sel
mononuklear sebelum menyebar ke dalam aliran darah.
Pada dinding sel Salmonella typhi terdapat pirogen LPS (endotoksin) dan sedikit
peptidogikan. Endotoksin merupakan pirogen eksogen yang sangat poten untuk merangsang
respons imun makrofag dan sel lain untuk menginduksi sekresi sitokin. Sebagai reseptor,
Komponen CD14 akan berikatan dengan LPS. Ikatan tersebut kemudian berikatan pula
dengan kelompok molekul Toll-like receptors (TLR). Aktivasi yang terjadi akan menstimulasi
produksi sitokin dan aktivasi reseptor sitokin : reseptor sitokin tipe I (untuk IL-2, IL-3, IL-4,
IL-5, IL-7, IL-9, IL 11, IL-12, IL-13, IL-15) ; reseptor sitokin tipe II (untuk 1FN-á/â, IFN-ã,
IL-10); reseptor TNF (untuk TNF, CD4OL, Fas); reseptor superfamili immunoglobulin (IL-1,
M-CSF). Laju infeksi demam tifoid sangat ditentukan oleh aktivitas aktivasi reseptor
tersebut. Berbagai sitokin tersebut mengikuti sirkulasi sistemik, menginduksi produksi
prostaglandin, memengaruhi stabilitas pusat termoregulasi berefek terhadap pengaturan suhu
tubuhdan menyebabkan demam.
3
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
Sitokin tersebut pula yang menimbulkan dampak pada pusat nafsu makan
menyebabkan nafsu makan menurun, memengaruhi ambang nyeri, sehingga timbul nyeri
pada kepala, sendi, otot-otot, dan nyeri pada daerah saluran cerna. Sitokin memengaruhi
perubahan pada plaque peyeri, inflamasi pada mukosa saluran cerna, menyebabkan motilitas
saluran cerna terganggu, sehingga muncul keluhan mual, muntah, diare, nyeri abdomen,
perdarahan, perforasi, sedangkan konstipasi terjadi pada tahap lanjut. Kondisi patologis
akibat infeksi merangsang hiperaktivitas RES dan menimbulkan pembengkakan hati dan
limpa.
4. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis yang diperkuat oleh
pemeriksaan laboratorium penunjang. Penelitian yang menggunakan berbagai metode
4
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
Kultur organisme penyebab merupakan prosedur yang paling efektif dalam menduga
demam enterik, dimana kultur untuk demam tifoid dapat menjelaskan dua pertiga dari kasus
septikemia yang diperoleh dari komunitas yang dirawat di rumah sakit. Kultur darah adalah
prosedur untuk mendeteksi infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri atau jamur.
Tujuannya adalah mencari etiologi bakteremi dan fungemi dengan cara kultur secara aerob
dan anerob, identifikasi bakteri dan tes sensitivitas antibiotik yang diisolasi. Hal ini
dimaksudkan untuk membantu klinisi dalam pemberian terapi antibiotik yang terarah dan
rasional.
Uji Widal
Uji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan sejak tahun 1896.
Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum penderita
yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela
(H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran
tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum.
Semakin tinggi titernya, semakin besar kemungkinan infeksi ini. Uji Widal ini dilakukan
untuk deteksi antibodi terhadap kuman Salmonella typhi. Pada uji ini terjadi suatu reaksi
aglutinasi antara antigen kuman Salmonella typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin.
Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan
dan diolah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah menentukan adanya aglutinin dalam
serum penderita tersangka demam tifoid.
Uji Tubex
Uji Tubex merupakan uji semi-kuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa menit) dan mudah
untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi antibodi anti-Salmonella typhi O9 pada serum pasien,
dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel latex
yang berwarna dengan lipopolisakarida Salmonella typhi yang terkonjugasi pada partikel
magnetik latex. Hasil positif uji Tubex ini menunjukkan terdapat infeksi Salmonellae
serogroup D walau tidak secara spesifik menunjuk pada Salmonella typhi. Infeksi oleh
Salmmonella paratyphi akan memberikan hasil negatif.
6
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
spesimen darah serta bilirubin dan garam empedu dalam spesimen feses), biaya yang cukup
tinggi dan teknis yang relatif rumit. Usaha untuk melacak DNA dari spesimen klinis masih
belum memberikan hasil yang memuaskan sehingga saat ini penggunaannya masih terbatas
dalam laboratorium penelitian.
7
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
glycocalyx, peptide antimicrobial, dan sIgA. Kemudian salmonella yang berhasil masuk
melalui beberapa cara, yaitu:
1. lewat epitel saluran cerna melalui Microfold cells (M cells) dengan endositosis
2. masuk melalui uptake oleh CX3CR1 (kemokin reseptor) dan sel dendritic.
Salmonella di lumen usus, di sel epitel saluran cerna, di peyer patch mengekspresikan
protein FliC, yang kemudian berinteraksi dengan TLR-5 (toll like receptors) kemudian terjadi
respon inflamasi dengan dihasilkannya IL-8 dan CCL20 (chemokine ligand 20) oleh sel
epitel, lalu memicu terjadinya inflamasi, lalu merekrut makrofag, neutrophil, sel
dendrit+CCR6 (chemokine receptor 6). Interaksi bakteri salmonella dengan neutrophil,
makrofag, sel dendrit+CCR6 ini akan menghasilkan 3 kemungkinan yang terjadi, yaitu:
1. Fagositosis salmonella oleh sel dendrit atau makrofag, menyebabkan kematian sel
yang inflamasi (atau disebut proses piroptosis). Pada proses piroptosis ini tidak ada
rekuitmen APC (antigen-presenting cells), dan dari proses piroptosis ini diriilis IL-18
dan IL-1β dan merilis Ags untuk diuptake oleh APC pengamat.
2. Uptake bakteri, dimana bakteri bertahan di dalam fagosit/makrofag. Lalu dihasilkan
NO oleh APC terjadi penghambatan aktivasi sel-T dan meningkatnya regulasi
MHC (major histocompatibility complex) dan molekul ko-stimulator di sel dendritic
3. Bakteri difagositosis oleh neutrophil/makrofag dan terdegradasi.
Sel denritic + CCR6 yang telah matang di peyer patch memproses dan mempresentasikan
Ag ke sel-T naif. Ag yang diperoleh untuk pemrosesan dan presentasi ini dihambat oleh
bakteri salmonella di lumen usus, atau peyer patch.(Cummings et al., 2009)
Sel dendritic dewasa yang sudah memproses dan mempresentasikan Ag di permukaan
MHC akan ada umpan balik dengan sel T naif. Sel dendritic memproduksi TNFa dan IL-12
akan meningkatkan aktivasi dan perluasan sel T spesifik Ag. Rilisnya IFN-gamma oleh sel-T
yang teraktivasi akan merangsang fungsi sel dendritic, kemudian sel T memori yang
teraktivasi tadi akan mengekspresikan reseptor homing α4β7 dan CCR6+ yang kemudian
akan mempengaruhi sel-sel tersebut pindah ke usus yang meradang selama terjadinya infeksi
sekunder.(Cummings et al., 2009)
Bakteri yang tadi ada di APC/makrofag tadi akan dapat menyebar ke bagian mesenteric
lymph node (D), dimana di sini juga terjadi proses presentasi Ag ke sel T.
Bakteri salmonella di sini telah beradaptasi, tidak lagi mengekspresikan FliC, dan secara aktif
dapat menggang APC/makrofag. Penyebaran bakteri salmonella secara sistemik ke limfa dan
8
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
hati mirip dengan penyebaran di bagian mesenteric lymph node. Bakteri akan bereplikasi di
dalam APC. Selanjutnya, sel T tidak akan mengenali bakteri salmonella yang tumbuh secara
intraselluler di sistemik (limfa dan hati) maupun yang ada di dalam makrofag.(Cummings et
al., 2009)
5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala ringan yang tidak memerlukan
perawatan hingga gejala berat yang memerlukan perawatan. Masa inkubasi demam tifoid
berlangsung ntara 10-14 hari. Pada awal periode penyakit ini, penderita demam tifoid
mengalami demam. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan terutama pada sore hingga
malam hari. Pada saat demam tinggi, dapat disertai dengan gangguan system saraf pusat,
seperti kesadaran menurun, penurunan kesadaran mulai dari apatis sampai koma. Gejala
sistemik lain yang menyertai adalah nyeri kepala, malaise, anoreksia, nausea, myalgia, nyeri
perut dan radang tenggorokan. Gejala gastrointestinal pada kasus demam tifoid sangat
bervariasi. Pasien dapat mengeluh diare, obtipasi, atau optipasi kemudian disusul dengan
diare, lidah tampak kotor dengan warna putih ditengah, hepatomegaly dan splenomegaly.
6. KOMPLIKASI
1. Pendarahan Interestinal
Pada plak Peyeri usus yang terinfeksi dapat terbentuk luka lonjong dan memanjang
terhadap sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah
maka akan terjadi pendarahan. Selanjutnya jika luka menembus dinding usus maka
perforasi dapat terjadi. Selain karena luka, pendarahan juga dapat terjadi karena koagulasi
darah
2 Perforasi usus
9
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
Perforasi usus biasanya terjadi pada minggu ketiga, namun juga dapat timbul pada
minggu pertama. Gejala yang terjadi adalah nyeri perut hebat di kuadran kanan bawah
kemudian menyebar ke seluruh perut. Tanda-tanda lainnya adalah nadi cepat, tekanan
darah turun dan bahkan dapat terjadi syok leukositosis dengan pergeseran ke kiri dengan
menyokong adanya perforasi
1.Hepatitis tifosa
Pembengkakan hati dari ringan sampe sedang.Hepatitis tifosa dapat terjadi pada pasien
dengan malnutrisi dan system imun yang kurang. Hepatitis tifosa ditandai dengan
peningkatan kadar triaminase dan ikterus disertai atau tanpa kenaikan kadar triaminasi
2.Pakreasitis tifosa
Pankreasitis dapat disebabkan oleh mediator pro inflamasi, virus, bakteri, cacing, maupun
farmakologik. Penatalaksanaan pakreasitis sama seperti pankreasitis pada umumnya,
antibiotik yang diberikan adalah antibiotik intravena, antibiotik yang diberikan adalah
seftriaxon dan kuinolon
3.Miokarditis
Pada pasien dengan miokarditis biasanya tanpa gejala kardiovaskular atau dapat berupa
keluhan sakit dada, gagal jantung kohesif, aritma, syok kardiogenik dan perubahan
elektrokardiograf. Komplikasi ini disebabkan kerusakan mikrokardium oleh kuman
S.typhi
4.Neuropsikiatrik
7. TATALAKSANA
Tujuan tatalaksana terapi dari demam tifoid ini adalah (KMK RI, 2006):
- Optimalisasi pengobatan dan mempercepat penyembuhan
- Observasi terhadap perjalanan penyakit
10
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
- Minimalisasi komplikasi
- Isolasi untuk menjamin pencegahan terhadap pencemaran dan atau kontaminasi
Hal utama yang perlu diperhatikan dalam terapi untuk mengetahui keberhasilan
pengobatan adalah (KMK RI, 2006):
- Suhu tubuh serta penanda vital lain (nadi, nafas, tekanan darah) yang harus diukur
secara berkala. Kurva suhu harus dibuat secara sempurna pada lembar rekam medis
- Keseimbangan cairan
Cairan yang masuk (infus atau minum) dan cairan tubuh yang keluar (urin, feses)
harus seimbang
- Deteksi dini terhadap timbulnya komplikasi
- Adanya koinfeksi dan atau efek toksik obat
- Resistensi anti mikroba
- Kemajuan pengobatan secara umum
11
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
- Roboransia/ Vitamin
- Anti piretik (diberikan untuk kenyamanan pasien, terutama pasien anak)
- Anti emetik (diberikan apabila pasien mengalami muntah hebat)
12
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
Antibiotika yang diberikan pada terapi awal demam tifoid adalah antibiotika lini
pertama sesuai dengan kepekaan tertinggi suatu daerah tertentu. Bila pemberian antibiotik
lini pertama tidak efektif dapat diberikan antibiotik lini kedua. Berikut antibiotik yang
dapat diberikan pada pasien demam tifoid : (MMIDSP.com, 2019) (KMK, 2006)
13
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
Lini Kedua
Seftriakson Dewasa : 4x500mg - Cepat menurunkan suhu, lama
(maksimal 2g/hari) pemberian pendek dan dapat dosis
selama 14 hari tunggal serta cukup aman untuk anak
Anak : - Pemberian melalui iv
50-100mg/KgBB/hari - Diberikan pada pasien yang
terbagi dalam 4 bagian mengalami MDR Tifoid (Resisten
dosis. Maksimal 2g/hari terhadap terapi lini pertama)
selama 10-14 hari
Sefiksim Anak : - Aman untuk anak
15-20mg/KgBB terbagi - Efektif
dalam 2 bagian dosis - Pemberian per-oral
selama 10 hari
Quinolon Siprofloksasin : - Pefloksasin dan Flefoksasin lebih
2x500mg 1 minggu cepat menurunkan suhu
Ofloksasin : - Efektif mencegah relaps dan karier
2x(200-400mg) 1 - Pemberian per-oral
minggu - Anak : tidak dianjurkan (<18 th),
Pefloksasin : karena efek samping pada
1x400mg 1 minggu pertumbuhan tulang
Fleroksasin :
1x400mg 1 minggu
Lini Ketiga
Azitromisin BB<60Kg : - Pemberian per-oral
LD 1g/hari, kemudian - Diberikan pada pasien yang
500mg/hari selama 7-10 mengalami XDR (resisten terhadap
hari semua antibiotic, kecuali Azitromisin
BB>60Kg : dan Karbapenem)
1g/hari selama 7-10 hari - Diberikan pada pasien tifoid dengan
Anak : ESBL positif
8-10mg/KgBB/hari
selama 7-10 hari
Meropenem Dewasa : Pemberian per-intravena
3x1g/hari selama 10-14
hari
Anak :
60mg/KgBB/hari terbagi
14
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
15
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian vaksin yang dapat melawan tifoid.
Pemberian vaksin Vi Polisakarida dosis tunggal dapat diberikan pada anak >2 tahun serta
orang dewasa, kemudian diberikan vaksin ulangan setelah 3 tahun. Sedangkan vaksin
tifoid terkonjugasi dapat diberikan pada bayi ≥6 bulan, anak – anak, serta orang dewasa
yang dapat memberikan perlindungan selama 3 tahun. Namun, tidak ada vaksin yang
100% efektif dan memerlukan ulangan, karena efektivitas vaksin dapat berkurang seiring
dengan berjalannya waktu.
16
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
BAB II
PROFIL KASUS
DATA PASIEN
BB/TB -/-
ALAMAT Malang
DIAGNOSA AKHIR
STATUS PASIEN
17
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
18
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
K (3,8-5 ) 3,5
mEq/L
Ca 7,6 – 11,0 12
Hbs Ag - -
GDA <200 90
mg/dL
19
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
Data Laboratorium:
K (3,8-5 ) mEq/L -
Ca 7,6 – 11,0 -
20
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
Data Laboratorium:
K (3,8-5 ) -
mEq/L
Ca 7,6 – 11,0 -
21
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
K (3,8-5 ) mEq/L -
Ca 7,6 – 11,0 -
22
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
23
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
Data Tanggal
Nilai Normal
Klinik
1/6 2/6 3/6 4/6 5/6 6/6 7/6
KU Lemah Lemah Lemah Cukup Cukup Cukup Cukup
Suhu 36°-37° C 37 37 36 37,2 36,2 37 36,5
Tekanan
< 120/80 mmHg 90/60 100/60 90/60 100/70 90/60 100/70 100/70
darah
Nadi 60-100 x / menit 86 86 88 80 80 88 80
RR 20 – 24 x / menit 20 20 18 18 20 24 20
Sesak - - ± ± - - -
Demam + + + + + - -
Nyeri sendi + + + + - - -
Mimisan + + + - - - -
Pusing ± ± ± ±
DATA LABORATORIUM
24
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
(136-144)
Na 136
mEq/L
K (3,8-5 )mEq/L 3,5
(98-110 )
Cl 109
mEq/L
Ca 7,6 – 11,0 12
4,3-10,3 x 103
WBC 8,2 10,3 7,07 8,56
/dl
HB 13,0-18,0 g/dl 14,0 13,2 13,1 13,3
81,1 -96,0
MCV 69,4 91,4 90,9 91,0
mm3
MCH 27 -31,2 pg 33,3 31,3 31,6 31,4
MCHC 31,8-35,4 g/dl 34,5 34,2 34,7 34,5
PLT 150-450x103/m3/m3 313 287 298 306
Tanggal
Data Lab Nilai Normal
2/6 3/6 4/6 5/6
HCT 38-42% 40,6 38,4 37,8 38,5
4,33-5,95 x 106
RBC 4,21 4,20 4,15 4,23
/ µl
HbsAg - -
Typhi O ≤ 1/80 (-)
Typhi H ≤ 1/80 (-)
Para Typhi A ≤ 1/80 (-)
Para Typhi B ≤ 1/80 (-)
IgM Salmonela (-) +
< 2 : (-)
IgM Salmonela
3 : Borderline
Score 4
4– 10 : Positif
25
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
Swab Antigen
Negatif Neg
Covid 19
Jenis Obat Rute Dosis 1/6 2/6 3/6 4/6 5/6 6/6 7/6
21
RL IVFD 28 tpm √ √
tpm
Ranitidin Iv 2 x 1 amp √ √ √ √
Ondansetron Iv 3 x 8 mg √ √ √ √
Paracetamol Po 3 x 500 mg √ √ √ √ √ √
Dexamethasone Iv 1 amp √ -
Diphenhydramin Iv 1 amp √ -
Ceftriaxone Iv 2 x 1 gr √
Kloramfenikol Iv 4 x 500 mg √ √ √
D ½ NS IVFD 21 tpm √ √ √
Domperidon Po 3 x 1 tab √ √ √
TERAPI KRS
26
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
Terapi KRS
Kloramfenikol Po 4 x 500 √
mg
Ranitidin Po 2x1 √
tab
Paracetamol Po 3 x 500 √
mg
27
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
BAB III
PEMBAHASAN
PROBLEM MEDIS :
1. Problem Medis : Tifoid
a. Terapi : Ciprofloxacin
b. DRP : Tidak Ada DRP
c. Analisa Terapi :
Pada tanggal 01 juni nona IL, 15 tahun MRS karena mengalami demam yang
dirasakan sejak ± 1 minggu terakhir, demam terus – menerus dan hanya turun
sebentar bila minum obat penurun panas. Pasien sudah mual dan muntah sebanyak 3x
dan pasien sempat mimisan beberapa kali, pasien pernah travel ke daerah endemik
malaria dan pasien juga mengeluh mengalami penurunan nafsu makan, nyeri kepala,
serta nyeri belakang mata. Pasien juga memiliki riwayat penyakit radang usus, DHF,
Typhoid, dan akan mimisan jika kelelahan dengan panas tinggi.
Pada saat MRS, pasien diberikan ciprofloxacin. Namun, pada tanggal 02 juni,
penggunaan ciprofloxacin dihentikan karena pasien memiliki alergi seperti sesak,
mual, muntah dan gatal.
Dosis Pustaka : Oral : 500mg tiap 12 jam selama 7- 14 hari. IV: 400mg tiap
12jam selama 7-14 hari. Dosis yang diberikan : 2x400mg IV telah sesuai
(Lacy, 2009)
Indikasi : anti bakteri pada kasus tifoid
Mekanisme kerja obat : Sebagai agen antibakteri fluoroquinolone. Bekerja
sebagai bakterisidal yang disebabkan dari penghambatan topoisomerase tipe
II (DNA-gyrase) dan topoisomerase IV, yang diperlukan untuk replikasi,
transkripsi, perbaikan dan rekombinasi DNA bakteri (EMC, 2019)
Interaksi : tidak interaksi terhadap obat lain yang digunakan pasien
Monitoring efektifitas : infeksi membaik, WBC normal, igM salmonella
negative
1
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
2
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
3
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
Pada tanggal 01/06 hingga 04/06 pasien diberikan ranitidine 2x1 ampul.
Penelitian yang telah ada menunjukan bahwa pada pasien dengan tifoid akan
mengalami mual dan muntah serta nyeri abdomen dan penelitian yang telah ada
menyatakan untuk mengatasi hal tersebut dapat diberikan omeprazole atau
ranitidine. Berdasarkan fornas 2019, pemberian omeprazole injeksi hanya dapat
diberikan jika pasien dirawat di IGD atau rawat inap dengan riwayat perdarahan
saluran cerna. Oleh karena itu diberikan alternatif lain seperti ranitidine injeksi
25mg/ml yang dapat diberikan sebanyak 2 ampul per hari untuk memenuhi kebutuhan
pasien (Britto et al., 2017; Kemenkes RI, 2019). Penelitian Dehghani et al, 2011
menunjukan bahwa pemberian ranitidine efektif mengatasi keluhan terhadap GI
seperti mual-muntah sebanyak 43.2% (response rate). Selain itu, ranitidine juga
memiliki response rate yang lebih tinggi (68.4% ) dibanding obat lainnya seperti
omeprazole dan cimetidine dalam mengatasi abdominal pain pada anak-anak
(Dehghani et al., 2011).
4
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
5
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
Dosis yang diberikan pada pasien tidak dapat dihitung karena tidak
ditemukannya data berat badan pasien. Pada kasus, pasien diberikan 28tpm cairan
ringer lactate dan akan dihabiskan dalam waktu 17.85jam.
=17.85 jam
6
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
7
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
Profil Paracetamol
8
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
INDIKASI,
DOSIS
NAMA OBAT DOSIS MEKANISME MONITORING
YANG INTERAKSI
PUSTAKA KERJA OUTCOME/ESO
DIBERI
OBAT
Ranitide (
terjadi
peningkatan
AUC, cara
mengatasi
dengan
meminum 1 Efektivitas : suhu
jam ranitide tubuh 36°-37° C
480-750 adjunctive
sebelum efek samping :
mg setiap treatment atau
diberikan Skin reactions,
4-6 jam, terapi
paracetamol) Stevens-Johnson
maksimal penunjang
Klorampenikol syndrome , toxic
4 dosis (antipiretik),
Paracetamol 3 x 500 (penggunaan epidermal
sehari NSAIDs
(acetaminophen) mg PO paracetamol necrolysis , Blood
(BNF for (menghambat
dengan disorders,
Children, cox,
klorampenikol leucopenia,
2017) mengahmbat
meningkatkan neutropenia,
prostaglandin)
half-life thrombocytopenia
klorampenikol, (BNF,2018)
perlu
dilakukan
monitoring
efek samping
klorampenikol
Dipenhidramin
(efek kecil
9
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
terhadap
absorbs)
(stokley, 2008)
Mekanisme Kerja
10
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
11
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
Menurut penelitian dengan judul “Double blind comparison of ibuprofen and paracetamol
for adjunctive treatment of uncomplicated typhoid fever” oleh HA VINH et.al tahun 2004
yang dilakukan pada 80 anak-anak dengan unclompicated typhoid fever diberikan ibuprofen
10 mg/kg atau paracetamol 12 mg/kg secara random setiap 6 jam selama 36 jam. Ditemukan
hasil bahwa penurunan demam median (kisaran) waktu (jam) lebih pendek pada kelompok
ibuprofen dibandingkan dengan kelompok parasetamol (68, 4 hingga 260 vs. 104, 12 hingga
404; P = 0,055) seperti halnya area di bawah kurva waktu suhu di atas 37 ° C (74, 0 hingga
237 vs 127, 0 sampai 573; P 0,013). Perbedaannya terjadi terutama pada anak-anak yang
terinfeksi dengan NaR S. typhi yang infeksinya merespons lebih lambat ke pengobatan
antibiotik. Ada tidak ada efek samping utama yang terkait dengan penggunaan salah satu
obat. Tidak ada perbedaan antara keduanya dua kelompok pengobatan dalam konsentrasi
12
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
sirkulasi interleukin-6 dan faktor nekrosis tumor selama pengobatan. Kesimpulan efek
antipiretik ibuprofen lebih unggul dari parasetamol pada anak-anak dengan demam tifoid,
terutama yang berkepanjangan demam. Kedua antipiretik itu tampaknya aman (Vinh et al.,
2004).
Gambar 1.3 Plot Kaplan-Meier tentang waktu penurunan demam pada anak-anak pada
penyakit demam tifoid menerima ofloxacin dalam kombinasi dengan ibuprofen (______)
atau paracetamol (------) (Vinh et al., 2004).
Gambar 1.4 respon terapi terhadap pemberian ofloxaxin plus ibuprofen atau paracetamol
(Vinh et al., 2004). Dexametazon
13
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
INDIKASI,
NAMA DOSIS
DOSIS MEKANISME MONITORING
OBAT YANG INTERAKSI
PUSTAKA KERJA OUTCOME/ESO
DIBERI
OBAT
adjunctive
Efektivitas :
treatment
0,4 – 20 sesak (-), gatal-
(antiflamasi,
mg sehari gatal (-)
5 mg alergi),
(BNF for efek samping :
Dexametason per Mekanisme : -
Children, iritasi pada
ampul menghambat
2017) penggunaan
aktivitas
intravena
enzim
(BNF,2018)
fosfolipase A2
Perkembangan Obat
Mekanisme Kerja
Dalam sebuah jurnal tentang “Quinolone Allergy” dikatakan bahwa Manajemen terapi alergi
kuinolon didasarkan pada tiga prinsip dasar: penghentian agen penyebab, inisiasi agen
alternatif, dan perawatan suportif seperti terapi kortikosteroid, penggantian cairan dengan
elektrolit dan substitusi albumin. Selain itu, agen penyelamat seperti kortikosteroid, antagonis
14
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
histamin, antibodi anti-IgE, atau agonis beta-adrenergik kerja pendek dapat digunakan
berdasarkan tingkat keparahan klinis manifestasi " (McGee et al., 2019).
Indikasi,
Dosis Dosis Yang Monitoring
Nama Obat Mekanisme Interaksi
Pustaka Diberi Outcome/ESO
Kerja Obat
Efek samping :
-
Pemberian oksigen
1. Diphenhydramine
15
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
bersaing dengan
histamin bebas
untuk menempati
reseptor histamin
H1 terutama di
saluran
pencernaan,
uterus, pembuluh
darah besar dan
otot bronkus.
Ikatan obat
Diphenhydramine
dengan reseptor
histamin H1
mengurangi efek
negatif yang
diakibatkan oleh
ikatan histamin
bebas dengan
reseptor histamin
H1 seperti reaksi
inflamasi,
vasodilatasi,
bronkokonstriksi
dan edema. Juga
dapat
menurunkan
konsentrasi ion
kalsium sehingga
dapat
menstabilkan
16
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
Pasien atas nama Nn. IL mendapat terapi dipenhydramin 10 mg/mL secara IV, dimana dosis
pustaka tergantung pada berat badan pasien yaitu 5 mg/kg/hari (DIH, 2017). Tujuan
pemberian terapi dipenhidramin untuk mengatai reaksi alergi akibat ciprofloxacine.
Dipehidramin sebagai antagonis reseptor histamin H1, bersaing dengan histamin bebas untuk
menempati reseptor histamin H1 terutama di saluran pencernaan, uterus, pembuluh darah
besar dan otot bronkus. Ikatan obat diphenhydramine dengan reseptor histamin H1
mengurangi efek negatif yang diakibatkan oleh ikatan histamin bebas dengan reseptor
histamin H1 seperti reaksi inflamasi, vasodilatasi, bronkokonstriksi dan edema. Juga dapat
menurunkan konsentrasi ion kalsium sehingga dapat menstabilkan sel mast sehingga
pengeluaran histamin berkurang (Katzung 11th Ed, 2015). Monitoring efektivitas dari
dipenhidramin yaitu perbaikan gejala alergi akibat ciprofloxacine yang dialami pasien yakni
sesak, mual, muntah dan gatal-gatal. Dari Analisa tidak diperoleh DRP terkait penggunaan
dipenhidramin.
2. Ceftriaxone
17
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
18
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
Pasien atas nama Nn. IL mendapat terapi ceftriaxone 2 kali 1 gram secara IV, dimana dosis
Pustaka untuk terapi empiris direkomendasikan 2 gram sehari (Principles of Internal
Medicine 19th ed.; 2015). Tujuan pemberian terapi ceftriaxone sebagai terapi antibiotic
empiris karena cepat menurunkan suhu, lama pemberian pendek, dan dapat dosis tunggal
serta cukup aman untuk anak. Ceftriaxone memiliki cincin beta laktam yang menyerupai
struktur asam amino D-alanyl-D-alanine yang digunakan untuk membuat peptidoglikan.
Tautan silang peptidoglikan dikatalisasi oleh enzim transpeptidase yang
merupakan Penicillin-Binding Proteins (PBP). Karena strukturnya yang mirip dengan asam
amino D-alanyl-D-alanine, ceftriaxone secara ireversibel berikatan dengan Penicillin-Binding
Proteins (PBP) yang terletak pada membran dalam bakteri. Ikatan ini kemudian
menginaktivasi PBP sehingga mengganggu proses transpeptidasi peptidoglikan yang
berperan menentukan kekuatan dan rigiditas membran sel. Akibanya, sel akan lisis akibat
rusaknya integritas membran sel. (Katzung 11th Ed, 2015)
Monitoring efektivitas dari ceftriaxone yakni terjadi perbaikan suhu, tekanan darah, nadi dan
RR menjadi normal, tidak ada keluhan demam, nyeri sendi, sesak, mimisan, pusing. Perlu
19
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
untuk monitoring efek samping ceftriaxone antara lain munculnya ruam, gatal, mual, dan
reaksi hipersensitivitas lainnya pada bagian injeksi (Injectable Medicine Administrations
Guide, 2010). Dari Analisa tidak diperoleh DRP terkait penggunaan ceftriaxone.
3. Kloramfenikol
20
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
dibentuk,
terutama
peptidil
transferase.
(Katzung 11th
Ed, 2015)
Pasien atas nama Nn. IL mendapat terapi kloramfenikol 4 kali 500 mg secara IV, dimana
dosis pustaka untuk terapi demam tifoid pada pasien dewasa disarankan 4 kali 500 mg (2
gram) selama 14 hari PO atau IV (Pedoman Pengendalian Demam Tifoid, 2006). Tujuan
pemberian terapi kloramfenikol sebagai antimikroba lini pertama untuk tifoid (Pedoman
Pengendalian Demam Tifoid, 2006). Kloramfenikol menghambat sintesis protein, melekat
pada subunit 50S dari ribosom sehingga menganggu pengikatan asam amino baru pada rantai
peptida yang sedang dibentuk, terutama peptidil transferase (Katzung 11th Ed, 2015).
Monitoring efektivitas dari kloramfenikol yakni perbaikan suhu, tekanan darah, nadi, RR dan
RBC menjadi normal. Tidak ada keluhan demam, nyeri sendi dan sesak. Perlu untuk
monitoring efek samping kloramfenikol antara lain mulut kering, mual, muntah, diare, ruam,
gangguan visual, sensasi kesemutan di ekstremitas (Injectable Medicine Administrations
Guide, 2010). Dari Analisa tidak diperoleh DRP terkait penggunaan ceftriaxone.
21
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
D 1⁄2 NS menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit. Sebagai larutan kristaloid isotonis
dimana dehidrasi yang disebabkan oleh mual muntah mengakibatkan meningkatnya
kemungkinan kekurangan volume cairan, sehingga tidak terjadi komplikasi yang
diakibatkan oleh dehirasi semisal kekentalan darah dan syok hipovolemik. Kegunaan
cairan kristaloid untuk resusitasi defisit cairan dan untuk nutrisi anak. Larutan intravena
yang mengandung dekstrosa dan natrium klorida diindikasikan untuk pengisian cairan
parenteral, kalori karbohidrat minimal, dan natrium klorida sesuai dengan kondisi klinis
pasien. Pasien diberikan infus D5 ¼ NS untuk menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit pasien serta memberi asupan kalori pada pasien.(Gorelick & Shaw, 1995)
22
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
Penelitian Hamza Hanif et al metode RCT, open label, two-arm trial pada 240 pasien
anak yang menderita muntah akut yang membandingkan pasien yang diberi ondansentron
dengan pasien yang diberi domperidone menunjukkan bahwa anak -anak dalam
kelompok ondansetron outcome membaik dan episode muntah mereka berhenti (87%)
dibandingkan dengan anak-anak dalam kelompok domperidone (81%) pada 6 jam setelah
intevensi (p>0,05) dan 95% pada kelompok ondansetron outcome membaik dan hanya
85% pada kelompok domperidone pada 24 jam setelah intervensi (p=0,01).(Hanif et al.,
2019)
Penelitian meta-analysis dari 24 RCT pada 3482 pasien anak rawat inap yang mengalami
muntah (vomiting) menunjukkan bahwa ondansentron signifikan lebih baik dalam
mengatasi atau menghentikan muntah (vomiting cessation) pada pasien dibandingkan
domperidone dengan nilai sebesar OR 0.30 (95% CI= 0.06-0.81). (Niño-Serna et al.,
2020)
23
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
Terapi Typhoid ada beberapa antibiotik yang bisa diberikan yaitu Kloramfenikol,
Seftriakson, Ampisilin dan Amoksisilin, Quinolone, Cefixime,
Tiamfenicol.(Kmk3642006.Pdf, n.d.)
Pada kasus ini diketahui dari riwayat penyakit dahulu pasien mengalami typhoid
ditunjang juga dari hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 05/06/2020 hasil IgM
Salmonela positif. pasien mengeluhkan demam sejak 1 minggu terakhir dan turun ketika
24
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
minum obat pereda demam, mual, muntah. kemudian pasien pada tanggal 01/06/2020
mendapat terapi Ciprofloxaxin 2 x 400 mg drip. pada tanggal 02/06/2020 pasien
mengalami reaksi alergi setelah diberikan infuse ciprofloxacin dimana pasien mengalami
reaksi alergi seperti sesak, mual, muntah, dan gatal-gatal.sehingga pada tanggal
04/06/2020 pasien diberikan terapi Kloramfenikol 4 x 500 mg.
25
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
tubuh dan terjadi peningkatan pengeluaran air.(Tutus Eshananda Hars, Hermawan Pamot,
2014) Pada kasus ini pasien mengeluhkan mual dan muntah tiga kali. Kemudian pasien
juga mengalami penurunan nafsu makan dan juga masih demam pada tanggal 01/06/2020
ssampai dengan 05/06/2020 dimana keluhan tersebut bisa diakibatkan karena pasien
mengalami dehidrasi sehingga membutuhkan cairan koloid seperti RL.
Tujuan pemberian RL pada kasus thypoid adalah untuk mengurangi jumlah cairan
yang keluar dan tidak ada intake makanan dan juga cairan oral yang masuk kedalam
tubuh. Dimana perbaikan cairan intravaskuler dapat dilihat dari perbaikan takikardi,
denyut nadi, produksi urin, dan status mental pasien. Pada kasus ini dari data klinik
dengan adanya pemberiamn RL nadi dan RR pasien masih normal.(Mutya, 2017)
26
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
27
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
Disarankan
pemberian
Ciprofloxaxi
n drip 2X400
mg di
STOP/dihenti
kan.
(DIH, 2017
dan(Grouzard
, et al.,2016)
28
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
jika (tekanan
kelelahan nadi,laju
dengan nadi)
panas Dosis yang
tinggi. direkomenda
Riwayat sikan : 30
Pengobatan ml/kgBB
: (Adiwisastra
(-) NG, Arozal
W,2019)
01 s/d Mual (+), Pemberia Terapi sudah Efektivitas :
04/06/20x muntah (+) n: sesuai Monitoring mual muntah
Anti 3x Ranitidine dimana Efek samping
Emetik Riwayat IV (2 x 1 penggunaan Tidak Umum : Pengelihatan
penyakit ampul) ranitidine Kabur
dahulu : Berdasark untuk
Radang an Drug mengatasi
usus, DHF, Dose in mual muntah
Typhoid, Chlildren dimana pada
mimisan dosis tgl 2/6 pasien
jika Ranitidine mengalami
kelelahan 2-4 mg/kg mual muntah.
dengan per day
panas (Iv doses
tinggi. is one half
Riwayat of oral)
Pengobatan
:
(-)
29
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
Asuhan Kefarmasian :
1. Perlu dilakukan pemeriksaan obat ulang (double check) sebelum obat diberikan
kepada pasien.
2. Untuk terapi Thypoid ciprofoxacin dan ceftriaxon dihentikan karena pasien
mengalami reaksi alergi
3. Untuk rehidrasi cairan sudah sesuai dikarenakan pasien belum mau makan dan minum
4. Untuk antiemetik sudah sesuai yaitu diberikan ranitidin,dan perlu dimonitoring ulang
untuk penggunaan ondansetron dimana kalau pasien bpjs ondansetron diberikan jika
pasien pasca kemoterapi,
30
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang bisa diambil dari studi penggunaan obat pada kasus ini adalah
sebagai berikut :
a. Penatalaksanaan terapi Typoid pada kasus ini telah sesuai dengan pedoman.
b. Penggunaan terapi cairan yang tepat dan adequat dapat menurunkan tingkat kejadian
syock dan mortalitas pada Typhoid.
d. Farmasis perlu memahami dengan tepat pemilihan jenis cairan, cara penggunaan serta
tujuannya untuk mendukung keberhasilan terapi
31
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
DAFTAR PUSTAKA
British Medical Association. (2018). BNF : For Children 2017 2018. P. 296.
Britto, C., Pollard, A. J., Voysey, M., & Blohmke, C. J. (2017). An appraisal of the clinical
features of pediatric enteric fever: Systematic review and meta-analysis of the age-
stratified disease occurrence. In Clinical Infectious Diseases (Vol. 64, Issue 11, pp.
1604–1611). https://doi.org/10.1093/cid/cix229
Cummings, L. A., Deatherage, B. L., & Cookson, B. T. (2009). Adaptive Immune Responses
during Salmonella Infection. EcoSal Plus, 3(2). https://doi.org/10.1128/ecosalplus.8.8.11
Davis, S. (2019). Ringer’s Lactate - StatPearls - NCBI Bookshelf.
DeCamp, L. R., Byerley, J. S., Doshi, N., & Steiner, M. J. (2008). Use of Antiemetic Agents
in Acute Gastroenteritis- A Systematic Review and Meta-analysis. Archives of
Pediatrics & Adolescent Medicine, 162(9), 858.
https://doi.org/10.1001/archpedi.162.9.858
Dehghani, S. M., Imanieh, M. H., Oboodi, R., & Haghighat, M. (2011). The Comparative
Study of the Effectiveness of Cimetidine, Ranitidine, Famotidine, and Omeprazole in
Treatment of Children with Dyspepsia. ISRN Pediatrics, 2011(April), 1–5.
https://doi.org/10.5402/2011/219287
Diseases, V. (n.d.). Typhoid and other invasive salmonellosis. 1–13.
Efendy, M. N. (2016). STUDI PENGGUNAAN OBAT ANTI MUAL DAN MUNTAH
PADA PASIEN PASCA OPERASI (Penelitian dilakukan di Gedung Bedah Pusat
Terpadu RSUD Dr. Soetomo Surabaya) MUHAMMAD. Repository Unair.
EMC. (2016). Ranitidine 50mg/2ml Solution for Injection and Infusion - Summary of Product
Characteristics (SPC) - (eMC).
EMC. (2019). EMC. EMC.
Gorelick, & Shaw. (1995). Clinical Pathway Intravenous Fluid Therapy – Intravenous Fluid
Therapy in Children–. 99(5), 1–6.
Idrus, H. H. (2020). Buku Demam Tifoid Hasta 2020. 1(July), 4–105.
Kemenkes RI. (2019). Formularium Nasional. 8(5), 55.
kmk3642006.pdf. (n.d.).
Lacy, C. (2009). DIH (17th ed.).
McGee, E. U., Samuel, E., Boronea, B., Dillard, N., Milby, M. N., & Lewis, S. J. (2019).
32
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
Mutya. 2017. “Upaya Peningkatan Volume Cairan Pada Pasien.” Naskah Publikasi Karya
33
Laporan Praktik Kerja Profesi Magister Ilmu Farmasi
di RSUD Dr. Saiful Anwar Program Studi Magister Ilmu Farmasi
Universitas Surabaya
Purwaningtyas, Melorys Lestari, and Galuh Nita Prameswari. 2017. “Higeia Journal of Public
Health.” Higeia Journal of Public Health Research and Development 1(3):84–94.
Setya, Hety, Siti Surdijati, and Didik Hasmono. 2017. “Studi Penggunaan Antiemetik Pada
Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Di RSUD Kabupaten Sidoarjo Fakultas Farmasi ,
Universitas Katolik Widya Mandala , Surabaya , Indonesia Fakultas Farmasi ,
Universitas Airlangga , Surabaya , Indonesia Study of the Use of Anti.” 4(1):25–29.
Tutus Eshananda Hars, Hermawan Pamot, Rumini. 2014. “Journal of Physical Education ,
Sport , Health and Recreations.” Journal of Physical Education, Sport, Health and
Recreation 4(2):102–8.
34