Anda di halaman 1dari 7

Nama: Meta Saskia Rina Dhamayanti

NIM : J210200140

Kelas : Keperawatan 2C

RANGKUM PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE


A. Pemeriksaan Fisik Kepala Dan Leher
1. Pemeriksaan Kepala
Inspeksi
1. Bentuk kepala
Mengamati apakah simetris atau tidak seperti adanya benjolan atau kepala besar /
kecil. Apakah terdapat hydrocephalus, microcephalus atau mesocephalus.
 Hidrosefalus yaitu peningkatan volume cairan di dalam otak yang
mengakibatkan pembesaran kepala pada bayi.
 Mikrosefalus yaitu kondisi ketika kepala bayi secara signifikan lebih kecil dari
yang diharapkan, biaanya disebabkan karena perkembangan otak yang tidak
normal.
 Mesosefalus yaitu kepala normal
 Makrosefalus yaitu kepala lebih besar dari badan
 Frontal bossing yaitu penonjolan tulang frontal (bonggulo)
 Hematoma yaitu bekas benturan/bekas luka pendarahan
2. Posisi kepala terhadap tubuh
Amati posisi kepala terhadap tubuh tegak lurus dan digaris tengah tubuh atau
tidak. Contoh kepala yang tidak tegak lurus atau tidak berada digaris tengah tubuh
seperti tengkuk kaku, dislokasi seperti penyakit meningitis. Meningitis adalah
peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu lapisan pelindung yang melindungi
otak dan saraf tulang belakang. Gejala yang timbul dari meningitis awalnya sama
dengan flu yang akan menimbulkan kejang dan kaku pada leher.
3. Kulit kepala
 Mengamati kulit kepala normalnya; tidak ada luka, bersih, tidak berbau, tidak
ada ketombe, tidak ada kutu.
 Abnormal kulit kepala; ada luka (lesi), kotor, berbau, ada ketombe, ada kutu
4. Rambut pasien
a. Penyebaran / pertumbuhan
 Normal rambut pasien penyebaran/pertumbuhannya rata
 Abnormalnya penyebaran/pertumbuhannya tidak rata, adanya kebotakan
(alopecia)
b. Keadaan rambut
 Normalnya keadaan rambut yaitu tidak rontok, kuat, halus, tidak pecah-
pecah, tebal, tidak ada ketombe, wangi, berkilau.
 Abnormalnya yaitu rontok, pecah-pecah, kusam. Rontok yang disebabkan
karena sedang menjalani pengobatan seperti kemoterapi.
c. Warna rambut
 Normal warna rambut; hitam, merah atau menggunakan chat
 Abnormal warna rambut; beruban
d. Bau rambut
 Normalnya tidak berbau
 Abnormal rambut berbau, ketahui penyebabnya misal karena rambut
berminyak dan keringat yang berlebihan, adanya infeksi pada rambut,
personal hygiene yang kurang.
5. Wajah pasien
a. Warna kulit wajah
 Normal warna kulit wajah dari gelap hingga terang, tidak pucat, tidak
kemerahan, tidak ada lesi
 Abnormalnya warna kulit wajah pucat (pallor), kemerahan (disebabkan
iritasi sehingga muncul ruam atau eritemotosa), kebiruan (disebabkan
karena kekurangan oksigen, sianosis)
b. Struktur wajah
 Normal struktur wajah simetris, tidak ada luka, tidak ada pembengkakan,
tidak sembab, tidak ada kelumpuhan otot.
 Abnormal struktur wajah asimetris, ada luka (lesi), ada ruam dan
pembengkakan (edema), ada kesan sembab, ada kelumpuhan otot-otot
fasialis.

Palpasi
1. Ubun-ubun
 Bentuknya datar / cekung / cembung
 Tampak lebih cekung (dehidrasi, malnutrisi protein, diabetes insipidus,
pembesaran usus besar)
 Menonjol dan terasa sangat keras (peradangan otak atau ensefalitis, cedera
kepala, hidrosefalus, perdarahan di otak, meningitis, ensefalopati)
 Menutup terlalu cepat atau cranionsynostosis (ubun-ubun atas tidak terasa
lembek saat diraba, pertumbuhan kepalla bayi yang lebih lambat daripada
tubuhnya)
2. Raba dan rasakan
 Rasakan ada atau tidak nyeri tekan, benjolan, tumor
3. Palpasi apakah ubun-ubun sudah menutup atau belum

B. Pemeriksaan Mata
Inspeksi dan Palpasi
1. Kelengkapan dan kesimetrisan mata pasien
 Normalnya; mata pasien lengkap 2, kesimetrisan keduanya simetris kanan dan
kiri tidak ada yang besar sebelah atau arah yang berbeda antara kiri dan kanan.
 Abnormal; bentuk mata berbeda antara kiri dan kanan, hanya mempunyai 1
mata, mata berair, mata memerah, pembuluh darah pecah.
2. Alis mata dan bulu mata
 Normalnya; pertumbuhan lebat, posisi simetris
 Abnormal; pertumbuhan rontok, posisi asimetris
3. Kelopak mata
 Normal; tidak ada lesi (luka), tidak ada edema (pembengkakan), tidak ada
peradangan, tidak ada benjolan.
 Abnormal; mengalami ptosis yaitu penurunan kelopak mata akibat kelemahan
otot atau ketidakmampuan menggerakkan otot, adanya benjolan, edema
(pembengkakan), peradangan, luka.
4. Tarik kelopak mata bagian bawah
 Mengamati konjungtiva (selaput lendir yang menutupi kelopak mata) apakah
pucat atau tidak.
 Mengamati sclera (lapisan mata yang berwarna putih dan keras) kuning atau
tidak. Mata normal sklera tidak mengalami benjolan, sedang mata yang tidak
normal terdapat benjolan berwarna kuning yang hampir menutupi seluruh
sklera mata.
 Adakah peradangan pada konjungtiva (warna kemerahan)
5. Pupil
 Mengamati bagaimana reflek pupil terhadap cahaya. mata terlihat tidak
simetris ukurannyaa. Contohnya Dalam keadaan terang, normalnya pupil mata
orang dewasa akan berdiameter 2-4 mm. Sedangkan dalam kondisi gelap,
pupil akan melebar menjadi 4-8 mm. Pupil di kedua bola mata pun normalnya
memiliki ukuran yang sama. Namun bila terjadi kelainan pupil mata, ukuran
kedua pupil bisa menjadi tidak sama. Kelainan pupil juga bisa menyebabkan
pupil tidak melebar ketika gelap dan tidak mengecil ketika terang atau saat
melihat benda dalam.
 Kesimetrisan besar pupil antara kanan dan kiri sama atau tidak.
 Pupil normal berdiameter 3milimeter, anisokor jika pupil kanan-kiri sama,
miosis jika pupil berdiameter <3mm, midriasis jika pupil berdiamter >3mm.
6. Kornea dan iris
 Amati adanya peradangan atau tidak
 Amati bagaimana gerakan bola mata apakah ada yang tidak bekerja.
7. Lakukan test ketajaman penglihatan. Periksa visus Okuli Dekstra (OD) dan Okuli
Sinistra (OS)
 Dengan grafik alfabet Snellen di jarak 5 – 6 meter. 5/5 atau 6/6 = normal
 1/ 60 = (Normal) Mampu melihat dengan hitung jari
 1/300 = (Normal) Mampu melihat dengan lambaian tangan
 1/ ~ = (Normal) Mampu melihat gelap dan terang
 0 = Tidak mampu melihat
8. Ukur tekanan bola mata pasien dengan menggunakan tonometer. Nilai normal
tekanan intra okuli 11 – 21 mmHg (rata – rata 16 ± 2,5 mmHg).

C. Pemeriksaan Telinga
1. Telinga
 Mengamati bentuk telinga simetris / asimetris
 Ukuran telinga lebar / sedang / kecil
 Adakah nyeri atau tidak
2. Lubang telinga
 Gunakan otoskop (kaca kecil untuk pemeriksaan telinga), periksa apakah ada
serumen (kotoran yang dihasilkan oleh kelenjar di dalam liang telinga luar),
benda asing, pendarahan.
3. Membrane telinga, amati utuh atau tidak.
4. Menggunakan alat garpu tala untuk memeriksaan ketajaman pendengaran telinga
pasien ataukah ada yang tidak berfungsi (tuli).
5. Palpasi pada tulang mastoid dan aurikuler. Normal : tidak ada nyeri tekan pada
mastoid dan daun telinga. Jika terdapat nyeri atau pembengkakan, kemungkinan
terjadi infeksi pada telinga.

D. Pemeriksaan Hidung
1. Bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi/nasal
 Amati apakah ada pembengkokan atau tidak

2. Palpasi hidung menekan batang hidung dan jaringan lunak hidung


 Abnormal akan merasa nyeri kemungkinan karena radang hidung / patah
tulang.

E. Pemeriksaan Mulut
1. Bibir pasien
 Amati kelainan kongenital adanya sianosis atau tidak, kering atau basah, ada
luka (lesi) atau tidak, sumbing atau tidak
2. Gusi dan gigi
 Amati normal atau tidak atau ada kelainan
 Ada atau tidak sisa-sisa makanan, karang gigi, gigi berlubang (caries)
 Ada atau tidak pendarahan, abses
3. Lidah
 Amati normal atau tidak
 Kebersihan adakah bercak putih / bersih / kotor
 Mengamati warna lidah merata atau tidak. Warna lidah putih biasanya pasien
terkena tipes.
4. Rongga mulut
 Amati apakah ada peradangan atau tidak, berbau atau tidak
 Perhatikan tonsil (amandel) apakah ada radang atau tidak, besar atau tidak.
Pembesaran tonsil: T : 0 Sudah dioperasi; T : 1 Ukuran normal; T : 2
Pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah; T : 3 Pembesaran sampai garis
tengah; T : 4 Pembesaran melewati garis tengah.
 Perhatikan uvula simetris atau tidak. Uvula atau daging kecil yang menempel
di belakang mulut langit langit, normalnya berada di garis tengah langit langit
lunak.
 Benjolan pada langit-langit mulut (pallatum), normalnya tidak ada. Caranya
dilihat (inpeksi) dengan bantuan alat pencahayaan senter kecil atau penlight.

F. Pemeriksaan Leher
1. Periksa kemampuan pergerakan leher secara antefleksi-dorsifleksi, rotasi kanan-
kiri, lateral fleksi kanan-kiri, dengan cara pasien dibaringkan untuk melakukan
pemeriksaannya.
2. Ada pembesaran kelenjar tiroid / tidak. Letakkan tangan pemeriksa pada leher
pasien, palpasi pada fossa suprasternal dengan jari telunjuk dan jari tengah, pasien
diminta untuk menelan. Bila teraba kelenjar tiroid, tentukan menurut bentuk,
ukuran, konsistensi, dan permukaannya.
3. Kaji kemampuan menelan pasien dengan kepala sedikit mendongak.

G. Pemeriksaan Dada
1. Perhatikan secara keseluruhan :
 Bentuk thorax : normal / ada kelainan.
 Ukuran dinding dada, kesimetrisan.
 Keadaan kulit, ada luka atau tidak.
 Klavikula, fossa supra dan infraklavikula, lokasi costa dan intercosta pada
kedua sisi.
 Ada bendungan vena atau tidak.
 Pemeriksaan dari belakang perhatikan bentuk atau jalannya vertebra, bentuk
scapula.
2. Amati pernafasan pasien
 Ada tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan (tanda sesak nafas) : Retraksi
intercosta, Retraksi suprasternal, pernafasan cuping hidung (pada bayi).
 Adanya nyeri dada
 Adanya batuk atau tidak. Suara batuk produktif atau kering. Sputum
mengandung darah / tidak.
3. Palpasi pada dada terdapat nyeri atau tidaknya. Jika tidak nyeri berarti normal jika
terdapat nyeri mungkin bisa karena fraktur pada tulang iga.
4. Perkusi, jika paru-paru ketika diketuk terdengar redup, maka kemungkinan adanya
massa pada organ tersebut.
 Paru-paru normal: resonan/sonor (“dug dug dug”)
 Tumor paru: pekak/dullness (“bleg bleg bleg”) → bagian padat lebih banyak
dari bagian udara.
 Pneumothoraks: hiperresonan (“deng deng deng”) → udara lebih banyak dari
padat.
 Daerah yang berongga: timpani (“dang dang dang”)
 Jaringan padat (jantung, hati): pekak/datar.
5. Auskultasi paru-paru, Dengarkan ada tidaknya suara tambahan nafas :
 Rales : bunyi merintik halus, tidak hilang setelah klien disuruh batuk.
 Ronchi : nada rendah, sangat kasar, akibat dari terkumpulnya mucus pada
trachea/bronkus besar. Terdengar pada fase inspirasi dan ekspirasi. Suara
menghilang setelah klien batuk.
 Wheezing : bunyi ngiiikkkk…..ngiiikkkk. terjadi karena eksudat lengket
tertiup aliran udara atau penyempitan bronkus. Terdengar pada fase inspirasi
dan ekspirasi.
 Pleural friction rub : bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan
amplas pada kayu.
6. Auskultasi jantung, mendengar ada tidaknya suara lain selain suara normal
jantung. Contohnya adanya suara gesekan dan suara menyerupai langkah kuda
(gallop), bising jantung (murmur).
7. Inspeksi daerah ketiak dan payudara
 Ukuran payudara, bentuk, kesimetrisan, dan adakah pembengkakan.
Normalnya melingkar dan simetris dengan ukuran kecil, sedang atau besar.
 Kulit payudara, warna, lesi (luka), vaskularisasi, oedema (pembengkakan).
 Areola : Adakah perubahan warna, pada wanita hamil lebih gelap.
 Putting : Adakah cairan yang keluar, ulkus, pembengkakan.
 Adakah pembesaran pada kelenjar limfe axillar dan clavikula.
8. Palpasi daerah payudara adakah nyeri, nyeri tekan dan/atau kekenyalan, adakah
benjolan massa atau tidak.

H. Pemeriksaan Perut
Inspeksi
1. Perhatikan kulit perut ataukah tegang, licin, tipis (jika ada pembesaran organ
dalam perut), kasar, keriput (jika mengalami distensi), apakah ada luka jahit atau
luka bakar.
Auskultasi
1. Sumber suara abdomen : suara dari struktur vaskuler, dan peristaltik usus
2. Dengarkan di setiap kuadran dengan stetoskop selama 1 menit dan perhatikan :
intensitas, frekuensi, dan nada. Normal frekuensi peristaltik 5-35 x/menit.
3. Dengarkan suara vaskuler dari : aorta (di epigastrium), arteri hepatika (di
hipokondrium kanan), arteri lienalis : di hipokondrium kiri.
Perkusi
1. Dengan perkusi abdomen dapat ditentukan : pembesaran organ, adanya udara
bebas, cairan bebas di dalam rongga perut.
2. Perhatikan bunyi dan resistensinya. Lakukan pada tiap kuadran untuk
memperkirakan distribusi suara timpani dan redup.
 Biasanya suara timpani yang dominan karena adanya gas pada saluran
pencernaan
 Cairan dan feses memberikan suara redup
 Perkusi di daerah epigastrium dan hipokondrium kiri menimbulkan timpani
3. Perkusi hepar, lakukan perkusi dari daerah paru ke bawah untuk menentukan batas
atas hepar yaitu dari perpindahan suara resonan sampai pekak.

Anda mungkin juga menyukai