Anda di halaman 1dari 1

Dalam kehidupan bermasyarakat, interaksi antara satu individu dengan individu lainnya,

atau satu komunitas dengan komunitas lainnya menghasilkan nilai-nilai sosial yang
membentuk persepsi tentang perilaku baik dan perilaku buruk yang akan dikaitkan dengan
asumsi dan budaya masyarakat setempat. Sebagai contoh pada budaya berkomunikasi
dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat etnis Jawa cenderung berbicara dengan nada
suara lembut dan pelan, dan mereka meyakini bahwa berbicara dengan suara keras adalah
perilaku yang buruk. Sedangkan masyarakat etnis Sumatra memiliki persepsi sendiri bahwa
berbicara secara lugas merupakan suatu keharusan. Perilaku-perilaku ini berkembang dalam
masyarakat tradisional menjadi kebiasaan yang diteruskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya (folkways) yang akhirnya akan menjadi norma-norma sosial.
Ketika beberapa individu berbeda budaya dan kebiasaan saling berinteraksi sehingga
menciptakan masyarakat majemuk dan heterogen, beberapa konflik akan timbul karena
adanya perbedaan atau disparitas sosial. Oleh karena itu, masyarakat majemuk ini akan
membutuhkan instrumen keteraturan sosial yaitu hukum. Hukum yang dihasilkan sebagai
solusi penyelesaian konflik yang terjadi di dalam masyarakat akan lebih menimbulkan
kesadaran kolektif dari anggota-anggota masyarakat heterogen tersebut karena berasal dari
konsensus yang dilakukan terhadap nilai-nilai dan norma- norma yang ada dalam
masyarakat. Hukum yang berbasis pada nilai-nilai sosial dapat berfungsi ganda yaitu
mengembalikan keseimbangan sosial dan mencegah terjadinya penyimpangan dalam
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai