DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
NAMA/NIM : Defi Aprilia (2022018035)
: Nur Fadilah (2012018042)
JURUSAN : HKI
SEMESTER/UNIT : VI / 1
MATA KULIAH : Manajemen dan Administrasi KUA (pilihan)
DOSEN PENGAMPU : Faisal, S.HI., MH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
LANGSA
2021
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Bersyukur kepada Allah SWT dengan ucapan Alhamdulillahi Rabbil
‘alamin, yang mana atas berkat taufiq dan hidayah-Nya penulisan makalah ini
dapat diselesaikan. Bershalawat kepada Nabi Akhiruzzaman Muhammad SAW
dengan ucapan Allahumma Shalli ‘ala Sayyidina Muhammad, sebagai suri
tauladan dan panutan serta pembawa risalah yang menjadi petunjuk serta rahmat
bagi seluruh alam. Semoga kita termasuk umatnya yang mendapat syafaat di
akhirat kelak. Aamiiinn
Alahmdulillah, Makalah berjudul “ Administrasi Pokok Pernikahan dan
Ruju’ ” dapat terselesaikan guna memenuhi tugas dari Dosen Pengampu Mata
Kuliah Manajemen dan Administrasi KUA (pilihan) yang bertujuan untuk
memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang bagaimana proses untuk
pengajuan berkas pernikahan hingga terselenggaranya pernikahan maupun proses
ketika terjadinya perceraian berikut dengan tata cara pengajuan ruju’nya
berdasarkan ketentuan hukum islam dan hukum kenegaraan.
Akhirnya, dengan mengucapkan Hamdalah, penulisan makalah ini dapat
terselesaikan oleh penulis dalam waktu yang sudah ditentukan oleh Dosen
Pembimbing.
Wassalam
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ajaran agama Islam merupakan ajaran yang diturunkan oleh Allah SWT
kepada ummat manusia sebagai ajaran agama yang sempurna dan menjadi
rahmatan lil ‘alamin serta menjadi agama bagi seluruh Nabi dan Rasul terdahulu
untuk menuntun manusia ke jalan kebaikan.
Ajaran Islam sedianya berpedoman pada Al-Quran dan Sunnah yang
berdampingan pula dengan sumber hukum lain berdasarkan pengerahan segala
kemampuan yang dimiliki oleh manusia (ijtihad) sebagai jalan mengungkap
hukum selain dari dua sumber hukum utama tersebut. Ajaran agama Islam
memiliki segala bentuk aturan hukum yang amat jelas dan lengkap untuk setiap
persoalan yang ada baik mengenai hubungan dengan Allah SWT maupun
hubunganya dengan sesama manusia.
Kemudian dalam aturan pernikahan dalam Islam yang merupakan salah
satu perangkat dalam memelihara martabat wanita yang pada masa jahiliyah
dahulu benar-benar terpuruk. Pernikahan agama Islam dianggap sebagai
perjanjian yang kuat dan berat yang setiap orang terikat di dalamnya untuk
memenuhi hak-hak.dan.kewajiban setiap orang dengan penuh keadilan dan
tanggung jawab.
Administrasi8pernikahan8bukanlah0dimaksudkan untuk membatasi dan
melarang hak9asasi warga negara9melainkan yaitu melindungi dan menjaga
warga negara dalam halhmembangunhkeluargahdalam melanjutkan9keturunan,
serta memberikan kepastianhhukum-hukum terhadaphhak-hakhsuami, istri dan
anak-anaknya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan administrasi pernikahan?
2. Apa dasar hukum administrasi pernikahan?
3. Bagaimana proses ruju’ dan apa dasar hukumnya?
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
1
Zainal Arifin Zakaria, Tafsir Inspirasi (Inspirasi dari Kitab Suci Al-Quran Cet. V,
(Medan: Duta Azhar, 2016), hal. 62.
3
B. Dasar Hukum Administrasi Pernikahan
Dasar hukum administrasi pernikahan yang ada di indonesia mengacu
pada beberapa Undang-Undang Tentang Pernikhan, antara lain:
1. Undang-Undang No. 22 Tahun 1946 menyatakan ahwa nikah yang
dilakukan menurut Agama Islam selanjutnya disebut dengan nikah
diawasi oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) yang diangkat oleh
Menteri Agama atau Pegawai yang ditunjuk olehnya. Talak dan Ruju’
yang dilakukan menurut Agama Islam mesti diberitahukan kepada
Pegawai Pencatat Nikah.
2. Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pada Pasal
2 menyatakan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut Peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku. Keputusan Menteri Agama (KMA)
No. 477 Tahun 2004 Tentang Pencatatan Nikah dan Peraturan Menteri
Agama (PMA) No. 1 Tahun 1995 Tentang Kutipan Akta Nikah.
3. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, Tentang Pelaksanaan UU No.
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.2
Lebih eksplisit dijelaskan bahwa Pasal 2 ini menjabarkan tentang
pencatatan perkawinan, yakni:
a. Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan
perkawinannya menurut agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatat
sebagaimana dimaksudkan dalam UU No. 32 Tahun 1954 Tentang
Pencatatan Nikah, Talak dan Ruju’.
b. Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan
perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya selain agama
Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan pada Kantor
Catatan Sipil sebagaimana dimaksudkan dalam berbagai Perundang-
Undangan mengenai pencatatan perkawinan.
c. Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang khusus berlaku
bagi tata cara pencatatan perkawinan berdasarkan berbagai peraturan
2
Muhammad Rizki Dermawan, “Pengelolaan Administrasi Pernikahan Di Kantor Urusan
Agama Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun” Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, 2020, hal. 18.
4
yang berlaku, kemudian tata cara dalam pencatatan perkawinan
dilakukan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 9 PP ini.
Pada prinsipnya administrasi pernikahan bukan untuk menentukan sah atau
tidaknya perkawinan tersebut. Melainkan jika dihubungkan dnegan perintah Allah
SWT mengenai taat kepada pemimpin, maka proses administrasi pernikahan
merupakan salah satu syarat pernikahan sedangkan dalam konteks individunya
administrasi tidaklah termasuk dalam kategori wajib sanhnya suatu pernikahan.
Bagi Watjik Saleh, administrasi pernikahan sejatinya bertujuan untuk
membuktikan bahwa peristiwa serta perbuatan hukum menikah itu memang ada.3
3
Watjik Saleh, Hukum Pernikahan Indonesia (Jakarta: Balai Aksara, 1987), hal. 3.
4
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia Cet. Ke-8, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990),
hal. 835.
5
WJS. Poerdawinta, Kamus Umum Bahasa Indonesia Cet. Ke-9, (Jakarta: Balai Pustaka,
1986), hal. 385.
6
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media,
2006), hal. 337.
5
2. Dasar Hukum Ruju’
Hukum Islam terlahir berdasarkan azas-azas yang fundemental (ususu
tasry’il ahkam wa mabadiuhu) dan berdasarkan hukum-hukum itu kepada prinsip-
prinsip yang luhur dan tinggi (mabadiul ahkam). Semua itu bisa terwujud dalam
beberapa aspek yaitu:
a. Nafyul haraji (meniadakan kesulitan),
b. Qillatul taklif (sedikit hukum yang menjadi beban mukallaf),
c. Membina hukum dengan menempuh jalan tadarruj dan secara bertahap,
d. Seiring dengan kemaslahatan manusia,
e. Mewujudkan keadilan yang merata,
f. Menyumbat jalan-jalan yang menyampaikan kepada kejahatan,
g. Mendahulukan akal atas dzahir nash,
h. Membolehkan menggunakan segala yang bersifat indah,
i. Menetapkan hukum berdasarkan urf yang berkembang dalam
masyarakat,
j. Keharusan suatu kewajiban manusia mengikuti sabda Nabi SAW yang
disabdakan sebagai syari’at, tidak diwajibkan baginya mengikuti sabda-
sabda Nabi SAW atau ajaran-ajarannya yang berhubungan kedunian
yang berdasarkan ijtihadnya,
k. Masing-masing orang yang berdosa hanya memikul dosanya sendiri,
l. Syara, yang menjadi sifat dzatiyah Islam.7
Sebuah pemikiran tentang konsep hukum Islam menyatakan bahwa hukum
Islam adalah abadi, yakni sumber hukum Islam adalah kehendak Tuhan yang
mutlak. Begitu juga dengan hakikat dari sebuah konsep ruju’, pada dasarnya
untuk memperbaiki kehidupan keluarga harus dilakukan dengan memperhatikan
ajaran-ajaran agama yang bertalian dengan pembentukan dan kesejahteraan
keluarga tersebut dari perselisian yang timbul diantara suami dan isteri.8
7
T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka Bintang, 1993),
hal. 5.
8
Yudian W. Aswin, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Setia, 1995), hal. 28.
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pencatatan pernikahan yang dilakukan di Indonesia pada dasarnya
merupakan bentuk tanggung jawab warga negara kepada penyelenggara negara
agar mendapatkan perlindungan dalam biduk rumah tangga dari segala tindak
tanduk yang merugikan kedua belah pihak, terutama perempuan. Hal ini
dimaksudkan agar terciptanya keadilan di mata hukum, baik secara hukum agama
Islam maupun hukum kenegaraan.
Dalam hukum Islam, ijab qabul merupakan suatu bentuk hukum yang kuat
karena didalamnya terdapat hak dan kewajiban yang mengikat setelah aqad
diucapkan. Namun hal ini belumlah cukup mengingat kita berada dalam negara
yang menjunjung tinggi penegakan hukum dan setiap perbuatan yang ada
didalamnya mesti memiliki landasan hukum kenegaraan agar tidak terjadi
pelucutan hak sesama individu.
Administrasi pernikahan dan ruju’ dilaksanakan sebagai upaya untuk
mendapatkan hak dan kewajiban sebagaimana mestinya berikut dengan segala
aspek yang ada didalamnya. Maka dari itu, administrasi pernikahan dan ruju’
penting dilakukan serta dipahami oleh setiap pasangan agar tidak melampaui
kapasitasnya masing-masing serta saling mengasihi dan menyayangi dalam
bingkai ikatan pernikahan suci untuk melahirkan generasi penerus bangsa
nantinya.
B. Saran
Makalah ini tentulah belum sempurna sebagai salah satu sumber
pembelajaran. Maka dari itu, saran dan masukan yang membangun sangatlah
penulis harapkan guna perbaikan dimasa mendatang.
7
DAFTAR PUSTAKA
Poerdawinta, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia Cet. Ke-9. Jakarta: Balai
Pustaka, 1986.
Zakaria, Zainal Arifin. Tafsir Inspirasi (Inspirasi dari Kitab Suci Al-Quran Cet.
V. Medan: Duta Azhar, 2016.