Anda di halaman 1dari 17

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Makanan hasil fermentasi merupakan salah satu jenis makanan yang banyak
digemari oleh masyarakat dari berbagai kalangan, hal ini dikarenakan makanan
hasil fermentasi memiliki rasa dan aroma yang khas. Makanan fermentasi yang
terkenal dan sering dikonsumsi khususnya di indonesia yaitu tape, tempe, kecap,
dan oncom. Pengolahan pangan secara fermentasi merupakan salah satu cara
untuk mengawetkan makanan. Dari beberapa makanan atau produk fermentasi
tersebut, tape merupakan makanan yang banyak diminati masyarakat baik anak
kecil maupun orang tua, hal ini dikarenakan tape memiliki rasa yang manis dan
ke-khassan yang cukup tajam.
Tape merupakan makanan tradisional hasil fermentasi yang diperoleh dengan
cara mengukus bahan mentah, diinokulasikan dengan ragi tape, kemudian
disimpan atau diperam pada jangka waktu tertentu pada suhu ruang. Tape
mempunyai tekstur yang lunak dan berair dengan rasa yang manis, asam, dan
sedikit bercitarasa alkohol. Kandungan alkohol pada tape yaitu sekitar 3-5%
dengan pH sekitar 4 (Rahman, 1992).
Tape singkong memiliki umur simpan yang tidak terlalu lama, hal ini
dikarenakan pengawet dari tape singkong sendiri merupakan pengawet alami.
Dengan adanya hal ini, pada praktikum yang telah dilaksanakan dilakukan
percobaan untuk melihat umur simpan dari tape singkong dengan menggunakan
kemasan jar tanpa sterilisasi dan kemasan jar yang disterilisasi dengan cara yang
berbeda.

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui perbedaan perubahan-
perubahan yang terjadi pada tape singkong (warna, aroma, rasa, tekstur, dan kadar
air) saat disimpan pada kemasan jar yang diberi perlakuan berbeda.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tape
Tape merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang dihasilkan
dari proses fermentasi bahan pangan berkarbohidrat atau sumber pati, yang
melibatkan ragi di dalam proses pembuatannya. (Astawan dan Mita, 1991). Dalam
proses fermentasi tape, digunakan beberapa jenis mikroorganisme seperti
Saccharomyces Cerevisiae, Rhizopus oryzae, Endomycopsis burtonii, Mucor sp.,
Candida utilis, Saccharomycopsis fibuligera, Pediococcus, dsb sp. (Ganjar,
2003).
Pembuatan tape tidak hanya berbahan baku singkong maupun ketan. Tape juga
dapat dibuat dari ubi jalar, melihat kandungan karbohidrat ubi jalar relatif tinggi
yaitu sebesar 16-35% per berat basah atau 80-90% per berat kering, sehingga ubi
jalar layak dibuat menjadi tape (Susanto dan Suneto, 1994). Prinsip pembuatan
tape ubi jalar sama dengan pembuatan tape ketan atau tape singkong. Keuntungan
yang dimiliki ubi jalar dibandingkan ubi kayu yaitu daging umbi yang berwarna
putih, krem, merah muda, kekuningan, dan jingga tergantung dari jenis umbi yang
digunakan. Warna daging umbi ini memberikan warna tape ubi jalar yang lebih
menarik (Sumantri, 2007 dalam Simbolon 2008). Fermentasi tape dapat
meningkatkan kandungan VitaminB1 (tiamin) hingga tiga kali lipat. Vitamin ini
diperlukan oleh sistem saraf, sel otot, dan sistem pencernaan agar dapat berfungsi
dengan baik. Produk fermentasi ini diyakini dapat memberikan efek menyehatkan
tubuh, terutama sistem pencernaan, karena meningkatkan jumlah bakteri dalam
tubuh dan mengurangi jumlah bakteri jahat. Kelebihan lain dari tape adalah
kemampuan tape untuk mengikat dan mengeluarkan aflatoksin dari tubuh.
Aflaktosin merupakan zat toksik atau racun yang dihasilkan oleh kapang, terutama
Aspergillus flavus. Toksik ini banyak kita jumpai dalam kebutuhan pangan sehari-
hari, seperti kecap (Ganjar, 2003).
2.2 Umur Simpan
Umur simpan produk pangan (Shelf life) merupakan salah satu informasi yang
sangat penting bagi konsumen. Pencantuman informasi umur simpan menjadi
sangat penting karena terkait dengan keamanan produk pangan dan untuk
memberikan jaminan mutu pada saat produk sampai ke tangan konsumen, yang
mana telah dipertegas setiap industri pangan wajib mencantumkan tanggal
kadaluarsa (expired date) pada setiap kemasan produk pangan sesuai dengan
Undang-undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan dan Peraturan Pemerintah
nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.

2.3 Metode Umur simpan


Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan metode
Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Shelf-life Testing (ASLT). ESS
adalah penentuan tanggal kadaluarsa dengan jalan menyimpan produk pada
kondisi penyimpanan yang sebenarnya. Cara ini menghasilkan hasil yang paling
tepat, namun memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar. Sedangkan
metode pendugaan umur simpan Accelerated Shelf-life Testing (ASLT), yaitu
dengan cara menyimpan produk pangan pada lingkungan yang menyebabkannya
cepat rusak, baik pada kondisi suhu atau kelembaban ruang penyimpanan yang
lebih tinggi. Data perubahan mutu selama penyimpanan diubah dalam bentuk
model matematika, kemudian umur simpan ditentukan dengan cara ekstrapolasi
persamaan pada kondisi penyimpanan normal. Metode akselerasi dapat dilakukan
dalam waktu yang lebih singkat dengan akurasi yang baik (Arpah, 2001).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Kompor
2. Oven
3. Sendok
4. Toples
5. Dandang
6. Timbangan analitik
7. Tisu
8. Gas
9. Baskom
10. Nampan
11. Label
12. Plastik
3.1.2 Bahan
1. Tape
2. Air
3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan

Tape singkong

Penimbangan 3x @50 gr

Pengovenan @50 gr Pengambilan @50 gr Pengukusan @50 gr


selama 15 menit (kontrol) selama 5 menit

Pendinginan

Pemasukan bahan dalam


toples

Uji Organoleptik tape


@7 hari

Pada praktikum kali ini, hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan
bahan dan alat terlebih dahulu. Bahan utama yang dibutuhkan adalah tape
singkong. Tape singkong yang sudah tersedia, kemudian dilakukan 3 kali
penimbangan sebanyak 50 gr menggunakan timbangan analitik. Hal ini bertujuan
agar hasil yang diperoleh lebih akurat dan teliti. Setelah itu, dari ketiga sampel
tersebut ditempatkan pada wadah masing-masing untuk perlakuan selanjutnya.
Untuk sampel kontrol tidak dilakukan perlakuan apapun, hal ini dikarenakan
sampel kontrol hanya sebagai pembanding. Kemudian, untuk sampel steam
dimasukkan pada dandang atau alat steam untuk dilakukan perlakuan pengukusan
sesuai petunjuk selama 5 menit. Begitu juga dengan sampel oven, dimasukkan
pada alat pengovenan selama 15 menit, dengan tujuan agar nantinya dapat
dilakukan pengamatan antara ketiga sampel tersebut. Setelah itu sampel yang
sudah di oven dan dilakukan pengukusan kemudian didinginkan pada suhu ruang
dengan tujuan agar sampel yang diperoleh lebih awet dan tidak cepat basi jika
dalam keadaan panas dimasukkan pada toples dan memudahkan perlakuan
selanjutnya. Setelah sampel dingin, kemudian dimasukkan pada masing – masing
toples yang sudah diberi label. Perlakuan terakhir adalah uji organoleptik pada
ketiga sampel selama 7 hari agar mengetahui perlakuan mana yang paling tahan
terhadap umur simpan dari ketiga sampel tersebut.
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan

Paramet Perlaku Hari


1 2 3 4 5 6 7 8
er an
Warna Kontrol +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++
+ + +
Oven +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ ++
+ +
Steam +++ +++ +++ ++ ++ ++ ++ ++
+ +
Bau Kontrol ++ ++ +++ +++ +++ ++++ ++++ ++++
Oven ++ +++ +++ +++ +++ ++++ ++++ ++++
Steam ++ +++ +++ +++ +++ ++++ ++++ ++++
+ + + +
Tekstur Kontrol ++ ++ +++ +++ +++ +++ +++ +++
Oven ++ +++ +++ +++ +++ ++++ ++++ ++++
Steam ++ +++ +++ +++ +++ ++++ ++++ ++++
+ + +
Rasa Kontrol +++ +++ +++ +++ +++ ++++ +++ ++
+ + + + +
Oven +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ +
+ +
Steam +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ +
+ +
Kadar air Kontrol ++ ++ ++ +++ +++ +++ +++ +++
Oven ++ ++ +++ +++ +++ ++++ ++++ ++++
+
Steam ++ ++ +++ +++ +++ ++++ ++++ ++++
+ + + + + +

Keterangan:

Semakin + warna semakin cerah

Semakin + bau semakin menyengat


Semakin + tekstur semakin lembek atau lunak

Semakin + rasa semakin enak

Semakin + kadar air banyak

4.2 Hasil Perhitungan

Tidak ada hasil perhitungan pada pengamatan tape

BAB 5. PEMBAHASAN

Pada pengamatan pengemasan tape dilakukan pengujian organoleptik


selama 8 hari dimulai dari hari pertama pengemasan menggunakan jar. Tape yang
diamati memiliki berat seberat 500 gram pada setiap jar. Pengujian organoleptik
pada pengamatan tape menggunakan parameter warna, bau, tekstur, rasa, serta
kadar air pada tape.

5.1 Warna
Pada pengamatan tape menggunakan uji warna semakin + warna semakin
cerah, dan sebaliknya jika jumlah + berkurang maka warna yang dihasilkan
kurang cerah. Berdasarkan data yang diperoleh pada hari ke-1 dan hari ke-2
memiliki warna yang cerah pada semua perlakuan dengan jumlah + sebanyak 4
(+++). Pada hari ke-3 perlakuan kontrol memiliki tingkat warna yang masih cerah
dengan jumlah + sebanyak 4 (++++), sedangkan pada oven dan steam memiliki
warna yang cukup cerah dengan jumlah + sebanyak 3 (+++). Pada hari ke 4
perlakuan kontrol dan oven memiliki tingkat kecerahan yang cukup cerah dengan
jumlah + sebanyak 3 (+++), sedangkan pada steam memiliki warna yang kurang
cerah dengan jumlah + sebanyak 2 (++). Pada hari ke 5 dan hari ke 6 warna pada
perlakuan kontrol memiliki warna yang cukup cerah dengan jumlah + sebanyak
3 (+++), sedangkan pada oven dan steam memiliki warna yang kurang cerah
dengan jumlah + sebanyak 2 (++). Pada hari ke-7 dan hari ke-8 memiliki tingkat
kecerahan warna yang kurang cerah dengan jumlah + sebanyak 2 (++).
Berdasarkan uji warna tersebut pada hari ke 1 dan hari ke 2 memiliki tingkat
kecerahan warna yang paling baik pada ke tiga perlakuan dan pada hari ke 7 dan
hari ke 8 memiliki tingkat kecerahan yang kurang cerah. semakin lama fermentasi
akan merubah bentuk alkohol semakin banyak dan jumlah ragi yang semakin
banyak akan mempercepat proses fermentasi, sudah tentu hasil ini akan
mempengaruhi jumlah alkohol yang membentuk ester sehinmgga warna menjadi
kuning kurang cerah. (Winarno, 1987)

Perubahan warna tersebut dikarenakan terjadinya degradasi komponen selama


fermentasi yang mengakibatkan tekstur menjadi lunak, sehingga mempengaruhi
warna tape menjadi kusam dan tidak segar. Kekusaman tape tersebut dikarenakan
degradasi jaringan tape yang disertai dengan kerusakan pigmen tape (Jonsen,
1984). Berdasarkan literatur ini maka pengamatan sudah sesuai dengan literatur
jika semakin lama fermentasi tingkat warna semakin kurang cerah atau kusam dan
tidak segar lagi.

5.2 Bau
Pada pengamatan tape menggunakan uji bau semakin + bau alkohol pada
tape semakin menyengat dan kadar alkoholnya semakin tinggi dan sebaliknya jika
jumlah + sedikit maka tingkat kandungan alkohol yang terkandung pada tape juga
sedikit. Pada perlakuan kontrol, oven, dan steam pada hari ke 1 memiliki tingkat
kandungan alkohol yang kurang menyengat dengan jumlah + sebanyak 2 (++).
Pada hari ke 2 perlakuan kontrol menghasilkan bau alkohol yang kurang
menyengat dengan jumlah + sebanyak 2 (++), sedangkan pada perlakuan oven dan
steam menghasilkan bau alkohol yang cukup menyengat dengan jumlah +
sebanyak 3 (+++). Pada hari ke 3 pada perlakuan kontrol, oven dan steam
menghasilkan bau alkohol yang cukup menyengat dengan jumlah + sebanyak 3.(+
++) Pada hari ke 4 dan ke 5 pada perlakuan oven dan kontrol menghasilkan bau
yang cukup menyengat dengan jumlah +sebanyak 3 (+++), sedangkan pada
perlakuan steam menghasilkan bau yang menyengat yaitu dengan jumlah +
sebanyak 4 (++++). Pada hari ke 6 perlakuan kontrol, oven dan steam
menghasilkan bau yang menyengat dengan jumlah + sebanyak 4 (++++). Pada
hari ke 7 dan hari ke 8 perlakuan kontrol dan oven menghasilkan bau yang
menyengat dengan jumlah + sebanyak 4 (++++), sedangkan pada perlakuan steam
menghasilkan bau alkohol yang sangat menyengat dengan jumlah + sebanyak 5 (+
++++).
Berdasarkan hasil data analisa pada hari ke 1 pada semua perlakuan
tingkat alkohol pada tepe menghasilkan bau yang kurang menyengat, dan pada
hari ke 7 dan hari ke 8 menghasilkan bau alkohol yang menyengat bahkan sampai
sangat menyengat. Menurut Astawan (2010).Lama waktu fermentasi berpengaruh
terhadap kadar etanol. Tape memiliki aroma yang khas yaitu sedikit beralkohol

Lailatul (2004) menunjukkan bahwa adanya pengaruh lama fermentasi


terhadap kadar etanol dalam tape. Dimana dalam selang waktu 1-7 hari kadar
etanol dalam tape terus meningkat, sedangkan setelah 7 hari kadar etanol dalam
tape menurun.Semakin lama waktu pengukusan dan fermentasi, kadar etanol yang
didapat cenderung semakin meningkat namun tidak berpengaruh nyata. Hal ini
disebabkan semakin lama waktu fermentasi dapat meningkatkan aktivitas dari
senyawa organik yang akan berubah menjadi sederetan reaksi yang dikatalis oleh
enzim menjadi suatu bentuk lain, contohnya alkohol (Winarno dan Fardiaz, 1980).
Dengan adanya literatur tersebut hasil praktikum kurang sesuai dengan literatur .
hal ini disebabkan karena tingkat pengemasan yang berbeda dan lama
fermentasinyapada setiap perlakuan

5.3 Tekstur
Pada pengamatan tape menggunakan uji tekstur semakin + tekstur pada
tape semakin lunak dan sebaliknya jika jumlah + sedikit maka tingkat tekstur
kurang lunak atau masih keras. Pada hari ke 1 pada perlakuan kontrol, oven dan
steam memiliki tekstur yang agak keras dengan jumlah + sebanyak 2 (++). Pada
hari ke 2 menghasilkan tekstur yang agak keras pada perlakuan kontrol dengan
jumlah + sebanyak 2 (++) dan pada perlakuan oven dan steam menghasilkan
tekstur yang cukup lembek dengan jumlah + sebanyak 3 (+++). Pada hari ke 3 dan
ke 4 pada semua perlakuan mengasilkan warna yang cukup lembek dengan jumlah
+ sebanyak 3 (+++). Pada hari ke 5 perlakuan kontrol dan oven memiliki tekstur
yang cukup lembek dengan jumlah + sebanyak 3 (+++), sedangkan pada
perlakuan steam memiliki tekstur yang lembek. Pada hari ke 6 memiliki tekstur
yang cukup lembek dengan jumlah + sebanyak 3 (+++), sedangkan pada oven dan
steam memiliki warna yang lembek dengan jumlah + sebanyak 4 (++++). Pada
hari ke 7 dan ke 8 memiliki tekstur yang cukup lembek dengan jumlah + sebanyak
3 (+++), pada perlakuan oven memiliki tekstur yang lembek dengan jumlah +
sebanyak 4 (++++), dan pada perlakuan steam memiliki tekstur sangat lembek
dengan jumlah + sebanyak 5 (+++++).
Bedasarkan data yang diperoleh pada hari ke 1 memiliki tekstur agak keras
dan semakin lama pada hari 7 dan 8 memiliki tekstur yang lembek dan sangat
lembek. Menurut Astawan (2004) lama pengukusan singkong dan lama
fermentasi juga dapat mempengaruhi tekstur tape. Pada proses fermentasi semakin
lama fermentasi yang dilakukan maka mikroorganisme yang berkembang akan
semakin banyak sehingga yang mendegradasi pati menjadi dekstrin dan gula juga
semakin banyak, maka tape semakin lembek bahkan berair.

Pengukusan dalam waktu yang lama dapat mempengaruhi tekstur dari


singkong sehingga menjadi lunak dan mudah hancur, sebaliknya pengukusan
dalam waktu singkat akan membuat tekstur singkong masih keras (Haris dan
Karmas, 1989). Fermentasi yang berlangsung dalam waktu lama dapat
mempengaruhi tekstur tape singkong yang dihasilkan. Semakin lama waktu
fermentasi, tekstur tape singkong semakin lunak. Sebaliknya waktu fermentasi
yang singkat, menghasilkan tekstur tape singkong yang lebih keras. Dengan
demikian hasil pengamatan pada tekstur sudah sesuai dengan literatur jika tekstur
semakin lama akan semakin lembek karena lama waktu fermentasi.

5.4 Rasa
Pada pengamatan tape menggunakan uji rasa semakin + rasa pada tape
semakin enak atau manis dan sebaliknya jika jumlah + sedikit maka tingkat rasa
manis berkurang atau rasanya menjadi asam bahkan tidak layak untuk dimakan.
Pada pengamatan tape menggunakan uji organoleptik rasa diperoleh data pada
hari ke-1 dan ke-2 pada perlakuan kontrol, oven, dan steam memili rasa yang
manis dengan jumlah + sebanyak 4 (++++). Pada hari ke 3 dan ke 4 memiliki rasa
yang manis pada perlakuan kontrol dengan jumlah + sebanyak 4 (++++),
sedangkan pada perlakuan oven dan steam memiliki rasa yang manis. Pada hari ke
5 dan ke 6 memiliki rasa yang manis pada perlakuan kontrol, sedangkan pada
perlakuan oven memiliki rasa yang cukup manis dengan jumlah + sebanyak 3 (++
+) dan pada perlakuan steam memiliki rasa yang kurang manis dan sedikit terasa
kecut dengan jumlah + sebanyak 2 (++). Pada hari ke 7 perlakuan kontrol
memiliki rasa yang cukup manis dengan jumlah + sebanyak 3 (+++), dan pada
perlakuan oven dan steam memiliki rasa yang kurang manis dan sedikit terasa
kecut dengan jumlah + sebanyak 2 (++). Pada hari ke 8 pada perlakuan kontrol
memiliki warna yang kurang enak dan terasa kecut dengan jumlah + sebanyak 2
(++), sedangkan pada perlakuan oven dan steam memiliki rasa yang sudah tidak
layak lagi untuk dimakan dengan jumlah + sebanyak 1 (+).
Berdasarkan data tersebut maka pada hari 1 dan 2 masih terasa manis dan
pada hari 8 memiliki tingkat rasa yang kurang manis dan tersa kecut bahkan sudah
tidak layak untuk di makan. Menurut Astawan (2004), menunjukkan bahwa
semakin lama waktu fermentasi tape, maka alkohol dan asam yang dihasilkan
semakin banyak. Namun jika terlalu lama maka terjadi over fermentasi dan
menjadi rusak. Rasa manis ini karena terjadi perubahan karbohidrat yang lebih
sederhana yaitu menjadi glukosa, sedangkan rasa asam karena dalam proses
fermentasi terbentuk asam (Suliantri dan Winiarti, 1991).

Astawan dan Mita (1991), waktu yang dibutuhkan dalam proses fermentasi
adalah 2-3 hari, waktu yang sesuai akan didapatkan rasa tape yang sesuai akan
menghasilkan tape yang rasanya manis dengan sedikit asam serta adanya aroma
alkohol dan tekstur empuk.Menurut Widowati (1993), semakin lama
penyimpanan, perubahan rasa yang terjadi semakin besar yang disebabkan oleh
hilangnya senyawa penting pembentuk rasa melalui volatilisasi, oksidasi,
kondensasi, dan reaksi kimia lainnya. Dengan literattur tersebut maka hasil
praktikum yang telah dilakukan sudah sesuai dengan literatur.

5.5 Kadar Air


Pada pengamatan tape menggunakan uji kadar air semakin + rasa pada tape
semakin banyak kandungan kadar air dan sebaliknya jika jumlah + sedikit maka
tingkat kadar air berkurang. Pada hari ke 1 dan hari ke 2 memiliki kadar air yang
kurang dengan jumlah + sebanyak 2 (++). Pada hari ke 3 jumlak kadar air pada
kontrol kurang banyak dengan jumlaj + sebanyak 2 (++). Seangkan pada kontrol
memiliki kadar air yang cukup banyak dengan jumlah + sebanyak 3 (+++), dan
pada steam memiliki kadar air ynag bnayak dengan jumlah + sebanyak 4 (++++).
Pada hari ke 4 perlakuan oven dan perlakuan kontrol memiliki kadar air yang
cukup banyak dengan jumlah + sebanyak 3 (+++ ), sedangkan pada steam
memiliki kadar air yang banyak dengan jumlah + sebanyak 4 (++++). Pada hari ke
5 sampai hari ke 8 kadar air pada perlakuan kontrol memiliki kadar air yang
cukup banyak dengan jumlah + sebanyak 3 (+++), sedangkan pada oven memiliki
kadar air yang banyak dengan jumlah + sebanyak 4 (++++). Dan pada steam
memiliki kadar air yang sangat banyak dengan jumlah + sebanyak 5 (+++++).
Berdasarkan data tersebut pada hari ke 8 memiliki tingkat kadar air yang
sangat banyak . selain CO2 dan energi pada proses fermentaasi secara aerob juga
menghasilkan H2O (air) sehingga tekstur tape menjadi berair, sehingga semakin
lama fermentasi akan menghasilkan tekstur yang lembek sehingga tekstur
cenderung lembek dan berair (Fessenden dan Fessenden, 1991). Menurut literatur
tersebut pengamatan yang dilakukan sudah sesuai dengan literatur semakin lama
fermentasi semakin banyak kadar air yang di hasilkan.

BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Tape singkong memiliki umur simpan yang tidak terlalu lama, hal ini
dikarenakan pengawet dari tape singkong sendiri merupakan pengawet alami.
Dengan adanya hal ini, pada praktikum yang telah dilaksanakan dilakukan
percobaan untuk melihat umur simpan dari tape singkong dengan menggunakan
kemasan jar tanpa sterilisasi dan kemasan jar yang disterilisasi dengan cara yang
berbeda. Perbedaan perlakuan terhadap kemasan berdampak nyata terhadap umur
simpan tape. pada perlakuan steam umur simpan tape lebih panjang. setiap
perlakuan kemasan dapat mempengaruhi terhadap perubahan warna, rasa, bau,
kadar air dan tekstur bahan.

6.2 Saran

Saran yang dapat kami sampaikan untuk praktikum-praktikum selanjutnya


yaitu diharapkan kepada praktikan selanjutnya agar lebih memperhatikan
bagaimana pembuatan tape tersebut supaya pembuatan tape tersebut berlangsung
sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

Arpah, 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluwarsa Produk Pangan.


Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Astawan, M dan M.W. Astawan. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati
Tepat Guna. Akademika Presssiado. Bogor

Fessenden dan fessenden. 1991. Kimia organik. Erlangga. Bandung

Ganjar I., 2003. Tapai from Cassava and Sereals. Di dalam : First International
Symposium and Workshop on Insight into the World of Indigenous
Fermented Foods for Technology Development and Food Safety.
Bangkok

Harris, R. S. dan E. Karmas. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan


Pangan. Penerjemah: S. Achmadi. ITB – Press. Bandung.

Jonsen. 1984. Biokimia. EGC. Jakarta

Lailatul. 2004. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol Tape


KetanHitam (Oryza Sativa L Var Forma Glutinosa ) Dan Tape
Singkong (ManihotUtilissima Pohl). Skripsi : Jurusan Kimia, Fakultas
Sains Dan Teknologi,Universitas Islam Negeri. Malang

Rahman. 1992. TeknologiFermentasi. Penerbit Arcan, Pusat Antar Universitas


Pangan dan Gizi, IPB. Bogor.

Simbolon, Karlina. 2008. Pengaruh Persentase Ragi Tape Dan Lama Fermentasi
Terhadap Mutu Tape Ubi Jalar. Skripsi. Fakultas Pertanian USU.
Medan

Suliantari dan P.W. Rahayu. 1990. Teknologi Fermentasi Biji dan Umbi-Umbian.
PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor

Susanto, T. dan B. Saneto, 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina


Ilmu Surabaya.

Widowati, S, N. Richana, Suarni, P. Raharto, IGP. Sarasutha. 1993. Studi


Potensidan Peningkatan Daya guna Sumber Pangan Lokal Untuk
Penganekaragaman Pangan di Sulawesi Selatan. Lap. Hasil
Penelitian. Puslitbangtan, Bogor

Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz, 1980. Pengantar Teknologi Pangan.


Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F.G.,1987. Gizi dan Makanan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai