Anda di halaman 1dari 13

Keberhasilan dan Kegagalan Pembangunan Ekonomi 

Indonesia
Keberhasilan dalam bidang ekonomi

Tidak dapat dipungkiri, pemerintah Orde Baru cukup berhasil dalam mencapai pertumbuhan
ekonomi yang tinggi (rata-rata 7% pada kurun waktu awal 1990-an hingga pertengahan 1990-
an), sehingga Indonesia pernah dikategorikan sebagai “Macan Asia” oleh Bank Dunia. Hal itu
mungkin menjadi prestasi tertinggi terakhir yang diperoleh Indonesia pada pemerintahan Orde
Baru.
Sebelumnya, pemerintah Orde Baru berhasil membawa Indonesia berswasembada pangan
(1985), serta menekan angka kelahiran bayi yang sangat tinggi pada masa pemerintahan Orde
Lama. Pemerintah Orde Baru juga berupaya menciptakan pemerataan persebaran penduduk
melalui transmigrasi. Cara ini terlihat cukup efektif di awal-awal pelaksanaannya. Di samping
itu, pemerintah Orde Baru juga berhasil menekan laju inflasi dari sekitar 650 persen di zaman
Orde Lama menjadi berada rata-rata di bawah dua digit hinga krisis ekonomi mulai melanda
di tahun 1997. Ekspor nonmigas Indonesia juga meningkat, sehingga Indonesia tidak selalu
bergantung pada ekspor minyak dan gas bumi.
Akan tetapi, pembangunan Indonesia banyak bergantung pada bantuan luar negeri. Negara-negara
maju yang bergabung dalam Intergovernmental Group on Indonesia (IGGI), yang kemudian
menjadi Consultative Group on Indonesia (CGI)berkomitmen untuk secara teratur menyuplai
perekonomian Indonesia dengan hutang luar negeri. Hal ini menybabkan kemandirian perekonomian
Indonesia melemah. Ketergantungan kepada modal asing mengakibatkan perekonomian menjadi
hancur ketika badai krisis melanda tahun 1997. Melemahnya nilai tukar rupiah menyebabkan banyak
investor asing yang keluar dari Indonesia.
Pemerintah Orde Baru jelas gagal membuat rupiah sebagai mata uang kuat. Nilai rupiah tetap lemah
sejak awal Orde Baru hingga sekarang. Pada tahun 1970-an, mobil baru dapat dibeli dengan harga Rp
1.000,00. Saat in, kita tidak bisa membeli sebuah mobil baru secara tunai jika hanya mengantongi Rp
50 juta.
Pada masa reformasi, pemerintah berhasil menciptakan kebebasan pers, yang sangat bermanfaat
sebagai alat kontrol pembangunan. Pers membuat masyarakat sadar politik dan sadar hak sebagai
warga negara. Pemerintah juga berhasil membuat iklim berpolitik yang jauh lebih sehat dibanding
masa Orde Baru. Kehidupan politik Indonesia lebih demokratis dan dinamis pada masa Orde
Reformasi.

Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN) adalah kegagalan terbesar dalam pembangunan Indonesia, mulai
dari pemerintahan masa Orde Baru hingga saat ini. KKN mengakibatkan dunia bisnis dihadapakan
pada “biaya-biaya siluman” dari pungutan tak resmi, yang menyebabkan proses produksi tidak efisien
dan harga menjadi mahal. KKN juga menyebabkan rendahnya profesionalisme dan wibawa para
pejabat negara dan mengakibatkan penegakan hukum amat sulit diterapkan di Indonesia.
Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi masih memiliki peranan
yang sangat penting dalam rangka menyukseskan pembangunan nasional. Keduanya harus berjalan
secara beriringan demi tercapainya tujuan pembangunan nasional. Namun, memang tidak dapat
dipungkiri bahwa banyak sekali masalah-masalah yang dapat menghambat tercapainya tujuan
pembangunan nasional, seperti masalah pengangguran, inflasi dan lain sebagainya. Untuk
mengatasinya perlu kecakapan pemerintah dalam mengelola kebijakan anggaran.
 

Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru

* Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai
lebih dari AS$1.000
* Sukses transmigrasi
* Sukses KB
* Sukses memerangi buta huruf
* Sukses swasembada pangan
* Pengangguran minimum
* Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
* Sukses Gerakan Wajib Belajar
* Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
* Sukses keamanan dalam negeri
* Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
* Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri

Kondisi Ekonomi Indonesia Pada Awal Masa Orde Baru

Pada masa awal Orde Baru. Pembangunan ekonomi di Indonesia maju pesat. Mulai dari
pendapatan perkapita, pertanian, pembangunan infrastruktur,dll. Saat permulaan Orde
Baru program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional
terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan
pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya
kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih
650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan
yang telah direncanakan pemerintah.

Setelah itu di keluarkan ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan


Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan. Lalu Kabinet AMPERA membuat
kebijakan mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai berikut.

1)Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan


kemacetan, seperti : 
rendahnya penerimaan negaraa
tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negarab
terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bankc
terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri penggunaan devisa bagi impor yang sering
kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.d
2)Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
3)Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.

Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka ditempuh cara:


Mengadakan operasi pajaka
b.Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan 
menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.

Pemerintah lalu melakukan Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang (25-30 tahun)
dilakukan secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita(Pembangunan Lima Tahun).
Pelita berlangsung dari Pelita I-Pelita VI.

1. Pelita I(1 April 1969 – 31 Maret 1974) 


Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perbaikan
prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Pelita I lebih menitikberatkan pada sektor pertanian.
Keberhasilan dalam Pelita I yaitu:
a. Produksi beras mengalami kenaikan rata-rata 4% setahun.
b. Banyak berdiri industri pupuk, semen, dan tekstil.
c. Perbaikan jalan raya.
d. Banyak dibangun pusat-pusat tenaga listrik.
e. Semakin majunya sektor pendidikan.

2. Pelita II(1 April 1974 – 31 Maret 1979)


Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perumahan,
sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja . Pelita
II berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun.
Perbaikan dalam hal irigasi. Di bidang industri juga terjadi kenaikna produksi. Lalu
banyak jalan dan jembatan yang di rehabilitasi dan di bangun. 

3.Pelita III(1 April 1979 – 31 Maret 1984)


Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan. Asas-asas pemerataan di
tuangkan dalam berbagai langkah kegiatan pemerataan, seperti pemerataan pembagian
kerja, kesempatasn kerja, memperoleh keadilan, pemenuhan kebutuhan sandang,
pangan, dan perumahan,dll

4. Pelita IV(1 April 1984 – 31 Maret 1989)


Pada Pelita IV lebih dititik beratkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan
dan meningkatkan ondustri yang dapat menghasilkan mesin industri itu sendiri. Hasil
yang dicapai pada Pelita IV antara lain.

a. Swasembada Pangan.
Pada tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya
Indonesia berhasil swasembada beras. kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari
FAO(Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini merupakan
prestasi besar bagi Indonesia.
Selain swasembada pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program KB dan Rumah untuk
keluarga. 

5. Pelita V(1 April 1989 – 31 Maret 1994)


Pada Pelita V ini, lebih menitik beratkan pada sektor pertanian dan industri untuk
memantapakan swasembada pangan dan meningkatkan produksi pertanian lainnya serta
menghasilkan barang ekspor. 
Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama. Lalu
dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan mengadakan Pelita VI
yang di harapkan akan mulai memasuki proses tinggal landas Indonesia untuk memacu
pembangunan dengan kekuatan sendiri demi menuju terwujudnya masyarakat yang adil
dan makmur berdasarkan Pancasila. 

Kondisi Ekonomi Indonesia Pada Akhir Masa Orde Baru

Pelita VI (1 April 1994 - 31 Maret 1999)

Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang ekonomi.
Pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan
dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.

Namun Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia ke yang lebih
baik lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal pun rusak. 

Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun 1997. Semula
berawal dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi dan akhirnya menjadi
krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Pelita VI pun kandas di tengah jalan.
Kondisi ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela,
Pembagunan yang dilakukan, hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan
masyarakat. Karena pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata. Meskipun
perekonomian Indonesia meningkat, tapi secara fundamental pembangunan ekonomi
sangat rapuh.. Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam.
Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam
masyarakat terasa semakin tajam.. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan
(Marginalisasi sosial). Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa
diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang
menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor
inilah yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional
Indonesia menjelang akhir tahun 1997.membuat perekonomian Indonesia gagal
menunjukan taringnya.
Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi
pembangunan ekonomi selanjutnya.

Posted by Eko hari at 23:22

Perkembangan Bidang Sosial-


Budaya pada Masa Orde Baru
30 MARET 2010
tags:  Indonesia, Orde Baru

Masa Orde Baru diakui telah banyak mencapai kemajuan dalam proses untuk
mewujudkan cita-cita nasional. Dalam kehidupan sosial budaya, masyarakat dapat
digambarkan dari berbagai sisi. Selama dasawarsa 1970-an laju pertumbuhan
penduduk mencapai 2,3% setiap tahun. Dalam tahun tahun awal 1990-an angka tadi
dapat diturunkan menjadi sekitar 1,6% setiap tahun. Jika awal tahun 1970-an penduduk
Indonesia mempunyai harapan hidup rata-rata sekitar 50 tahun maka pada tahun
1990-an harapan hidup lebih dari 61 tahun. Dalam kurun waktu yang sama angka
kematian bayi menurun dari 142 untuk setiap 1000 kelahiran hidup menjadi 63 untuk
setiap 1000 kelahiran hidup. Hal ini antara lain dimungkinkan makin meningkatnya
pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Sebagai contoh adanya Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu sampai di tingkat desa atau RT.
Dalam himpunan Tap MPR Tahun 1993 di bidang pendidikan, fasilitas pendidikan
dasar sudah makin merata. Pada tahun 1968 fasilitas sekolah dasar yang ada hanya
dapat menampung sekitar 41% dari seluruh anak yang berumur sekolah dasar. Fasilitas
sekolah dasar yang telah dibangun di pelosok tanah air praktis mampu menampung
anak Indonesia yang berusia sekolah dasar. Kondisi ini merupakan landasan kuat
menuju pelaksanan wajib belajar 9 tahun di tahun-tahun yang akan datang. Sementara
itu, jumlah rakyat yang masih buta huruf telah menurun dari 39% dalam tahun 1971
menjadi sekitar 17% di tahuan1990-an.

Dampak dari pemerataan pendidikan juga terlihat dari meningkatnya tingkat


pendidikan angkatan kerja. Dalam tahun 1971 hampir 43% dari seluruh angkatan kerja
tidak atau belum pernah sekolah. Pada tahun 1990-an jumlah yang tidak atau belum
pernah sekolah menurun menjadi sekitar 17%. Dalam kurun waktu yang sama angkatan
kerja yang berpendidikan SMTA ke atas adalah meningkat dari 2,8% dari seluruh
angkatan kerja menjadi hampir 15%. Peningkatan mutu angkatan kerja akan
mempunyai dampak yang luas bagi laju pembangunan di waktui-waktu yang akan
datang.

Kebinekaan Indonesia dari berbagai hal (suku, agama, ras, budaya, antar golongan dsb.) yang
mempunyai peluang yang tinggi akan terjadinya konflik, maka masa Orde Baru memunculkan
kebijakan yang terkait dengan pemahaman dan pengamalan terhadap dasar negara Pancasila.
Berdasarkan Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 ditetapkan tentang P-4 yaitu Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila (Eka Parasetia Pancakarsa). Dengan Pancasila akan dapat memberikan
kekuatan, jiwa kepada bangsa Indonesia serta membimbing dalam mengejar kehidupan lahir dan
batin yang makin baik menuju masyarakat yang adil dan makmur. Dengan penghayatan terhadap
Pancasila oleh manusia Indonesia akan terasa dan terwujudlah Pancasila dalam kehidupan
masyarakat bangsa Indonesia. Karena itulah diperlukan suatu pedoman yang dapat menjadi
penuntun dan pegangan hidup bagi sikap dan tingkah laku setiap orang Indonesia. Untuk
melaksanakan semua ini dilakukanlah penataran-penataran baik melalui cara-cara formal, maupun
non-formal sehingga di tradisikan sebagai gerakan Budaya.

KEBERHASILA PEM. ORDE BARU

1.swasembada pangan dibuktikan dgn penghargaa PBB melaui FAO


2.kriminalitas rendah dengan operasi PETRUS
3.Kehormatan dan martabat bangsa dihargai oleh negara tetengga (malaysia gak berani macem2)
4.pendidikan makin merata (program WAJAR dan pembangunan sd inpress sampai ke pelosok2 )
5.NKRI utuh dengan penelesaian konflik yg tegas dan ABRI yg kuat
6.dll
** Yg bilang gak ada pasti orang yang tidak mengalami era tsb cuma baca dan dr cerita2 orang
*** Kekuranganya tentu saja juga ada.
Keadaan Ekonomi dan Sosial Budaya pada masa Orde Baru
A. Rencana awal pasca keruntuhan Orde Lama:

Kepemimpinan Soeharto merupakan suatu upaya pembangkitan kembali dari keterpurukan orde
lama yang sebagian besar disebabkan oleh kegiatan PKI di Indonesia pada masa itu, dan klimaksnya
yaitu insiden G30S/PKI. Namun, bahkan sebelum itu sudah terdapat masalah perekonomian yang
harus kita alami, seperti tingginya tingkat inflasi, yang sampai dilakukannya “potong uang” sebagai
upaya penyelesaian masalah. Lalu sempat juga dilakukan upaya pengembangan pasar persaingan di
Indonesia dengan diberikannya dana tunjangan untuk mengadakan kegiatan perdagangan untuk
rakyat kecil, namun disalahgunakan oleh mereka dan uang tersebut akhirnya digunakan untuk
berfoya-foya untuk sesaat. Kegagalan Demi kegagalan terjadi, walaupun hanya sangat sedikit yang
disebabkan oleh KKN, namun semua itu bertumpuk sampai berpindahnya orde kepemimpinan.
Maka, sewaktu dihadapkan terhadap bermacam masalah tersebut, Soeharto mencanangkan
beberapa rencana, antara lain:

1. Rehabilitasi dan Stabilisasi ekonomi


2. Penanggulangan hiper-inflasi
3. Revolusi Hijau
4. Dibukanya hubungan yang lebih bebas dengan negara asing, baik dari pihak IMF maupun investor
asing, dan juga dalam prinsip politik luar negerinya

Jika dilihat sekilas, memang tidak mungkin Soeharto dapat menyelesaikan semua rencana itu dalam
waktu 5 tahun, entah karena memang sudah direncanakan juga bahwa beliau akan memimpin lebih
dari satu kali, atau memang beliau sangat percata diri, yang penting hádala bagaimana rencana-
rencana tersebut akan dilaksanakan. 

B. Langkah-langkah Awal:

Langkah paling awal yang dilakukan Soeharto adalah mencanangkan “Security Approach”, yang
bersifat multifungsional. Mengapa demikian? Karena dari “Security Approach” ini, presiden sebagai
pemegang komando tertinggi dapat mencakup beberapa bidang sekaligus, seperti ekonomi, politik,
bahkan sosial dan budaza. Namun, apa sebenarnya security approach ini? Security approach adalah
suatu sistem yang digunakan Soeharto dalam menyelesaikan berbagai masalah dengan suatu
kekuatan yang adidaya, yaitu kekuatan ABRI, atau militer. Setelah dianutnya sistem ini, banyak
masalah orde lama yang terselesaikan, seperti hilang sama sekali pengaruh komunis, stabilitas
pemerintahan dan ekonomi, dan pemberontakan masyarakat. Jika dilihat sekilas, memang terkesan
menakjubkan, karena sangatlah sulit untuk menciptakan suatu kestabilan yang sebenarnya. Jadi,
ada apa di balik kesuksesan Bapak Pembangunan kita ini? Pelanggaran HAM berat. Mengapa? Hal ini
akan saya bagi ke dalam dua bagian, yaitu:
1. Dari segi ekonomi
2. Dari segi sosial dan budaya

C. EKONOMI

1. PELITA

Pelaksanaan Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang (25-30 tahun) dilakukan Orde Baru secara
periodik 5 tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan Lima Tahun). Pembangunan yang dimaksud
adalah :

a. Pelita I (1 April 1969 – 31 Maret 1974)


Menekankan pada pembangunan bidang pertanian.

b. Pelita II (1 April 1974– 31 Maret 1979)


Tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, menyejahterakan rakyat, dan
memperluas kesempatan kerja.

c. Pelita III (1 April 1979 – 31 Maret 1984)


Menekankan pada Trilogi Pembangunan.

d. Pelita IV (1 April 1984 – 31 Maret 1989)


Menitik beratkan sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang
dapat menghasilkan mesin industri sendiri.

e. Pelita V ( 1 April 1989 – 31 Maret 1994)


Menitikberatkan pada sektor pertanian dan industri.

f. Pelita VI (1 April 1994 31 Maret 1999)


Masih menitikberatkan pembangunan pada sektor bidang ekonomi yang berkaitan dengan industri
dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai
pendukungnya.
2. Penyalahgunaan Militer untuk men“Justify” langkah sang Bapak Pembangunan:

Kita mulai dari rencana pertama dari beliau, yaitu rehabilitasi dan stabilitasi ekonomi. Seperti yang
kita ketahui, sudah banyak langkah yang disusun oleh pemerintahan orde lama dalam mencoba
membuat suatu suasana kompetitif dalam berdagang oleh setiap kaum dari masyarakat Indonesia,
bahkan yang termasuk berpendidikan rendah. Namun, pandangan Soeharto dalam hal ini berbeda,
beliau berpendapat bahwa jika kita ingin mengalami suatu perkembangan dan keseimbangan
ekonomi, kita memerlukan absolut kontrol untuk mengawasi setiap kegiatan ekonomi di negeri
tercinta kita ini, agar mencapai hasil yang memuaskan, walaupun ironisnya setelah ini akan terjadi
banyak KKN. Maka, untuk mewujudkan ini, pihak militer digunakan sebagai pengawas langsung
setiap kegiatan ekonomi, dan juga sekaligus bertindak sebagai “taunting agents” dari pemerintah,
yang memegang kuasa penuh atas segala kegiatan ekonomi. Dengan ini, pemerintah dapat
mengkontrol kemana mengalirnya uang di negeri ini, yang ironisnya lagi, akan lebih berpusat ke
kaum pemerintah beserta kerabatnya. Hal ini ternyata juga bertentangan dengan asas demokrasi
ekonomi, yang memang sedang trend di dunia pada masa itu. Dibalik semua kontroversi tersebut,
memang tercipta suatu kestabilan ekonomi, namun tidak cukup untuk mengurangi hiper-inflasi yang
mencapai 650%. Maka, pemerintah sekarang kembali melakukan sikap yang bertolak belakang
dengan Soekarno, yaitu memfokuskan pembangunan ekonomi yang akan ditopang oleh bangsa
asing. 

3. Investor asing, “The False Messiah”:

Menurut Soeharto, negara kita tidak akan bisa hidup tanpa adanya hubungan saling bantu antar
negara, karena memang itulah hakekat hidup bermasyarakat. Atas dasar itu, sikap politik kita
berbalik total menjadi sangat terbuka terhadap negara-negara luar. Yang paling dapat
dimanfaatkan pada masa itu adalah ketersediaan dana pinjaman dari IMF dan Bank Dunia. Demi
mencapai pembangunan ekonomi yang stabil, Soeharto rela berhutang kepada instansi tersebut,
yang padahal jika dipikir panjang akan menimbulkan masalah yang lebih besar. Bukan hanya dari
IMF dan Bank Dunia saja bantuan yang Soeharto harapkan, namun juga dari investor dan “economic
advisor” asing. Langkah ini telah mengekspos negara kita terhadap suatu kekuatan luar yang masih
belum dikenal bahayanya, karena memang pada masa orde lama Soekarno menolak keras
terdapatnya campur tangan asing dalam pembangunan negeri tercinta kita ini. Pada masa peralihan
ini juga, Indonesia sedang memiliki berlimpah tenaga kerja murah, dan bahan mentah yang
berlimpah, yang siap dimanfaatkan secara besar-besaran oleh pemerintah, dan pihak asing.
Dampak yang paling terlihat adalah dengan masuknya modal asing tersebut, bumi kita habis habisan
dieksplorasi. Namun, sayangnya pada masa itu hanya sebagian kecil dari bangsa kita yang dapat
memanfaatkan kesempatan tersebut, yang memang telah didukung oleh pemerintah dengan
pemberian berbagai macam kemudahan dan fasilitas. Karena memang itulah tujuan dari Soeharto,
mendewasakan perilaku ekonomi bangsa kita yang pada masa itu masih terbilang dalam
kebingungan yang dahsyat.
Jika kita melihat realita, negara kita pada masa itu belum siap menghadapi pertumbuhan yang
cepat ini, yang salah satunya adalah karena sebagian besar rakyat hanya memiliki kemampuan yang
minim, sehingga hanya siap menjadi buruh murah, tanpa mengetahui apapun tentang pembangunan
yang sedang dilakukan oleh pihak asing. Memang pulau Jawa masih bisa dibilang lebih siap
dibandingkan dengan pulau lain, karena telah menjadi ajang tumbuhnya industri dengan modal
asing, dan juga ditunjang oleh pemerintah. Sedangkan kawasan pulau lain yang memiliki kekayaan
alam yang berlimpah, tengah menjadi ajang eksplorasi besar-besaran. Hal ini berakibat beralihnya
daerah tersebut menjadi daerah para investor asing yang memiliki modal untuk pembangunan pada
kawasan itu. Kesiapan yang kurang ini memang wajar, karena pada masa itu perkembangan sumber
daya manusia masih kurang, karena masih difokuskan terhadap pengabdian tunggal terhadap
negara.

4. Kebablasan atau kurang matangnya suatu rencana?:


Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, pulau Jawa merupakan pusat perkembangan yang
ditargetkan oleh Soeharto. Apakah sebabnya? Entahlah, namun yang penting adalah arah
perkembangan tersebut. Soeharto memang menargetkan perkembangan Indonesia, namun apakah
dia bermaksud mengembangkan seluruh Indonesia? Atau hanya sebagian kaum elit Jawa agar dapat
terlihat menakjubkan di hadapan dunia luar? Tetapi realitanya adalah bahwa pembangunan yang
dicanangkan oleh Soeharto hanya difokuskan terhadap pulau Jawa, dan pulau lain hanya bertindak
sebagai sumber kekayaan alam yang akhirnya akan digunakan dalam membangun pulau Jawa. Hal
ini nantinya akan menyebabkan masalah baru, yaitu masalah sosial yang akan saya bahas pada
bagian sosial dan budaya. Selain itu, dengan memusatnya dana ke satu titik, maka kegiatan KKN
mulai marak terjadi. Seperti yang kita ketahui, pemerintah telah membuat suatu kaum elit yang
mendapat banyak fasilitas dan kemudahan dari pemerintah, sebagai langkah awal menuju
pembangunan. Namun, wewenang tersebut kerap disalahgunakan sebagai sarana kegiatan KKN,
yang justru memberikan penurunan dalam pembangunan yang dicanangkan oleh Soeharto. 

D. Sosial dan Budaya 


1. Jalan menuju monarki absolut atau demokrasi yang sesungguhnya?: 
Dalam upaya menanam rasa nasionalisme yang kuat di dalam hati setiap rakyat Indonesia, dan agar
terdapat pehaman tunggal Pancasila, maka pemerintah membuat beberapa program, salah satunya
adalah P-4. P-4 (Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila) bertujuan untuk menjadi
manusia Pancasila, atau Ekaprasetia Pancakarsa, yang berarti dalam keadaan apapun secara
konsisten dan konsekuen mengamalkan Pancasila. Penataran ini ditujukan kepada setiap kalangan,
dari pegawai negeri sipil sampai pelajar. Tetapi, apakah Pancasila harus dipahami secara tunggal?
Apakah pendapat kita harus sama dengan pemerintah? Hal ini menjadi indikasi bahwa yang ingin
dicapai oleh Soeharto bukanlah suatu kesatuan, namun suatu kontrol yang absolut terhadap
rakyatnya. Bukti yang lain seperti pembreidelan beberapa media cetak, yang seharusnya dapat
mencari dan mencetak berita apapun, bahkan yang dapat membahayakan posisi seorang presiden.
Bahkan dalam orde baru ini kritik diharamkan, apalagi menjadi oposisi. Rangkaian hal ini membuat
pandangan bahwa Soeharto tidak memiliki rencana sedikitpun untuk turun jabatan. Hal ini
diperkuat dengan anggota DPR dan MPR yang sebagian besar dari pihak ABRI atau TNI, di mana
menjadi bawahan yang wajib patuh terhadap pemegang komando, yaitu sang presiden. Sebagai
hukuman bagi para oposisi, ada beberapa contoh, yaitu pengasingan, penangkapan, dan juga
termasuk petrus (penembakan misterius). Walaupun memang tercipta keamanan, namun jika hal itu
dicapai dengan kekerasan, maka lambat laun pasti akan terjadi pemberontakan yang besar, dan
memang sudah terbukti sekarang.
2. Usirlah kaum tionghoa sampai ke negeri Cina:
Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan Tionghoa
dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga
pribumi. Hal ini berarti hak-hak asasi manusia mereka telah ditiadakan. Kemudian hal ini
diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa
tradisional, karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yang kita perlukan,
yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke
Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan
bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan
menggulingkan pemerintahan Indonesia. 
Pemerintah Orde Baru melakukan langkah-langkah ini karena khawatir, dari jumlah mereka yang
banyak, akan menyebarkan pengaruh Komunisme, yang telah menjadi program Soeharto agar dapat
dihapus dari tanah Indonesia sejak awal. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari
mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh
komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan.
3. Kulit yang matang, buah yang busuk.:
Sesuai dengan yang saya utarakan di atas, bahwa ketidakrataan pembangunan yang difokuskan di
pulau jawa, akan menimbulkan masalah baru, yaitu kesenjangan dan kecemburuan sosial.
Pembangunan antara pusat dan daerah, menimbulkan hubungan yang buruk antara sang pemberi ke
penerima. Karena hal ini menimbulkan asumsi bahwa hanya warga pusat sajalah yang berhak hidup
dengan sejahtera. Selain itu, muncul rasa ketidakpuasan terhadap pemerintah di sejumlah daerah,
terutama di Aceh dan Papua, yang lagi-lagi menyebabkan suatu konflik baru. Lalu terdapat lagi
suatu program pemerintah, yaitu program transmigran, yaitu pemindahan penduduk dari pulau
Jawa ke pulau lain yang masih belum padat dengan penduduk. Jika diperhatikan, ternyata sebagian
besar yang tetap tinggal di pulau Jawa hanya orang Jawa. Masyarakat kemudian berasumsi bahwa
Soeharto hanya mementingkan keturunan Jawa, yang akan mendapatkan pendapatan yang tinggi,
dan tempat tinggal yang nyaman. Sekali lagi, dengan ini kesenjangan sosial hanya akan bertambah
lagi, yang juga disebabkan tidak meratanya pendapatan di seluruh Indonesia.

E. Sebuah Harapan Untuk Masa Depan 

Dari Sabang sampai Merauke, itulah Indonesia. Banyak yang dapat terjadi seiring pembangunan
Indonesia, walaupun sebenarnya dapat diminimalisirkan dampaknya terhadap masyarakat Indonesia.
Jika kita melihat kembali ke rencana awal Soeharto, betapa mulia mereka itu. Namun, kesalahan
yang menurut saya paling fatal adalah ketika Soeharto mengkontradiksi arti sesungguhnya dari
Pancasila, dan menciptakan keadaan bangsa yang terkekang. Apakah sejak awal Soeharto memang
menargetkan hal ini? Tidak ada yang tahu. Yang penting adalah bahwa hal ini tidak boleh terulang
kembali, dan wajib kita ambil hikmahnya. Seperti dengan membuka investasi asing, namun harus
dibatasi, dan juga desentralisasi harus diterapkan, walaupun sampai sekarang hal ini masih jauh
dari harapan, lalu perjagaan ketat terhadap masyarakat, namun harus diubah target pengawasan,
bukannya pihak pers atau Tionghoa, melainkan pihak parlemen, karena kredibilitas merekalah yang
sesungguhnya akan menentukan ke arah mana Indonesia akan berkembang. Memang hal ini susah,
tetapi sebenarnya kita dapat mulai dari hal-hal kecil terlebih dahulu, seperti berambisi besar,
layaknya Soeharto, dalam mendapatkan pendidikan, dan kepribadian yang benar-benar sesuai
dengan Pancasila.

Anda mungkin juga menyukai