Anda di halaman 1dari 39

TUGAS 2

Penanganan Gangguan Emosi


“Obsessive Compulsive Disorder / OCD”

Dosen Pengampu :
v
Drs. Herlan Pratikto, M.Si

Disusun Oleh :
 Ricky Alejandro Martin 1511700067
 Olivia Dian Kurniasari 1511700069
 Veny Anggreini T 1511700026
 Arbelina F. R 1511700166

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945


SURABAYA
FAKULTAS PSIKOLOGI
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa. Karena berkat, rahmat dan
hidayah-Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik serta tepat
pada waktunya. Mengingat keterbatasan yang kami miliki, sehingga kami merasa
masih selalu kurang dan meskipun demikian akhirnya kami berkeyakinan bahwa
tidak ada sesuatu yang sempurna, maka jadilah tugas ini, meskipun tentunya
masih jauh dari kata sempurna.
Pada kesempatan kali ini kami ingin mengucapkan terima kasih atas
bimbingan, arahan, saran, serta bantuan yang telah diberikan untuk menjadikan
tugas ini lebih baik, kepada:
1. Drs. Herlan Pratikto, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah
Penanganan Gangguan Emosi, yang sangat kami hormati.
2. Para orangtua kami yang selalu memberikan dukungan baik moril
maupun materil dan doanya selama ini sehingga laporan ini selesai tepat
pada waktunya,
3. Semua pihak yang membantu dalam penyelesaian laporan ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Kami menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan tugas ini.
Kami juga berusaha semaksimal mungkin dalam penyusunan dan penyelesaian
tugas ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran serta pemikiran
kritis yang bersifat menyempurnakan penulisan tugas ini. Akhir kata, peneliti
mengharapkan semoga penyusunan tugas ini bermanfaat bagi kita semua, baik
untuk manfaat secara teoritis maupun secara praktis. Tentunya untuk mendukung
perkembangan ilmu psikologi di Indonesia.
BAB I
Kecemasan

A. Definisi Kecemasan
 Menurut Nevid dkk (2005) Kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi
atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan
segera terjadi.
 Menurut Kelly (dalam Cervone, 2012), kecemasan adalah mengenali
bahwa suatu peristiwa yang dihadapi oleh seseorang berada diluar
jangkauan kenyamanan pada sistem konstruk seseorang.
 Menurut Craig (dalam Indiyani 2006), kecemasan dapat diartikan sebagai
suatu perasaan yang tidak tenang, rasa khawatir, atau ketakutan terhadap
sesuatu yang tidak jelas atau tidak diketahui.
 Kecemasan menurut Greist dan Jeverson (dalam Maisaroh, 2011) adalah
pengalaman manusiawi yang universal, suatu respon emosional yang
tidak menyenangkan dan penuh kekhawatiran, suatu reaksi antisipatif
serta rasa takut yang tidak terarah karena sumber ancaman atau pikiran
tentang sesuatu yang akan datang tidak jelas dan tidak terdefinisikan.
 Menurut Lazarus (dalam Maisaroh, 2011), kecemasan adalah manifestasi
dari berbagai emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika individu
sedang mengalami tekanan perasaan yang tidak jelas obyeknya, tekanan-
tekanan batin ataupun ketegangan mental yang menyebabkan individu
kehilangan kemampuan penyesuaian diri.
 Menurut Spielberger (1966) “As a signal of danger, anxiety is
accomparied by a host of interrelated somatic processes which are in the
nature of activity preparatory to emergency action”. Kecemasan
merupakan tanda datangnya bahaya, kecemasan merupakan pengantar
yang berhubungan dengan proses somatic yang dimana dalam aktifitas
dari situasi yang membahayakan, dalam arti bahwa bila bahaya datang
maka dalam diri individu akan terjadi proses untuk mampu
menyeimbangkan kondisi dari luar lingkungan.
 Menurut James Drever (dalam Apriliani, 2015) “ A chronic complex
emotional state with apprehension or dread as its most prominent
component, characteristic of various nervous and mental disorder”.
Kecemasan adalah pernyataaan emosional yang kronis dan kompleks
dengan rasa takut sebagai komponen yang paling utama, ditandai dengan
berbagai gangguan system syaraf atau kegelisahan dan gangguan mental.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan
merupakan respon emosional yang dimiliki individu, akibat rangsangan/suatu
hal yang bersifat abstrak atau belum terjadi, baik dari dalam maupun dari luar
individu tersebut, yang menimbulkan perasaan khawatir, takut, gusar dan
berbagai perasaan lainnya yang membuat individu tersebut merasa terancam
dan tidak nyaman, serta dapat mempengaruhi kondisi psikologis, fsiologis,
kognitif mau[un perilaku dari individu tersebut..

B. Ciri-ciri Kecemasan
Berikut ini dijelaskan ciri-ciri kecemasan (Nevid dkk, 2005):
 Ciri – ciri fisik kecemasan :
 Kegelisahan, kegugupan
 Tangan atau anggota tubuh bergetar
 Banyak berkeringat
 Telapak tangan berkeringat
 Mulut atau kerongkongan terasa kering
 Sulit berbicara
 Sulit bernapas & Pening
 Bernapas pendek
 Jantung berdebar keras atau berdetak kencang
 Suara yang bergetar
 Jari-jari atau anggota tubuh menjadi dingin
 Leher atau punggung terasa kaku
 Sensasi seperti tercekik atau tertahan
 Sakit perut atau mual
 Sering buang air kecil
 Wajah terasa memerah
 Diare
 Ciri – ciri Behavioral (perilaku) kecemasan :
 Perilaku menghindar
 Perilaku melekat dan dependen
 Perilaku terguncang
 Ciri – ciri Kognitif dari kecemasan
 Khawatir tentang sesuatu
 Perasaan terganggu akan ketakutan atau aprehensi terhadap sesuatu
yang terjadi di masa depan
 Keyakinan bahwa sesuatu yang buruk atau mengerikan akan segera
terjadi, tanpa ada penjelasan yang jelas
 Terpaku pada sensasi tubuh
 Sangat sensitif terhadap sensasi tubuh
 Merasa terancam oleh orang atau peristiwa
 Ketakutan akan kehilangan kontrol
 Ketakutan akan ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah
 Berpikir bahwa dunia akan runtuh
 Berpikir bahwa semuanya sudah tidak bisa dikendalikan
 Berpikir bahwa semuanya sangat membingungkan tanpa bisa diatasi
 Khawatir terhadap hal sepele
 Berpikir tentang hal yang mengganggu yang sama secara
berulangulang
 Pikiran terasa campur aduk
 Tidak mampu menghilangkan pikiran-pikiran negatif
 Berpikir akan segera mati
 Khawatir akan ditinggalkan sendiri
 Sulit berkonsentrasi atau memusatkan perhatian
C. Proses terjadinya Kecemasan
Kecemasan yang dijelaskan Spielberger (dalam Apriliani, 2015) membagi
proses kecemasan menjadi lima komponen, yaitu :
 Evaluative situation
Situasi yang mengancam dianggap sebagai suatu rangsang yang
berbahaya (stressor) yang menyebabkan cemas.
 Perception of situation
Situasi yang mengancam tersebut diberi penilaian oleh individu. Penilaian
ini dipengaruhi oleh sikap, kemampuan dan pengalaman di masa lalu.
 Anxiety state reaction
Jika situasi dianggap berbahaya maka reaksi kecemasan akan timbul.
Kompleksitas respon dikenal sebagai reaksi kecemasan sesaat yang
melibatkan respon fisiologis misalnya : denyut jantung, tekanan darah
 Cognitive reappraisal
Kemudian individu menilai kembali situasi yang mengancam tersebut dan
biasanya akan menggungah usaha untuk mengatasinya, mengurangi atau
menghilangkan perasaan terancam tersebut. Untuk itu seseorang dapat
menggunakan defence mechanism atau pertahanan dirinya atau dengan
meningkatkan aktifitas kognisi atau motoriknya.
 Coping
Dalam hal ini individu menemukan solusi dengan pertahanan diri yang
dipergunakannya seperti proyeksi, rasionalisasi.

D. Penyebab Kecemasam
Kecemasan adalah segala bentuk situasi yang mengancam kesejahteraan
organisme (Atkinson, 1983). Kecemasan dapat timbul dari situasi apapun
yang bersifat mengancam keberadaan individu. Kecemasan sendiri bisa timbul
karena adanya:
 Threat (ancaman)
Ancaman dapat disebabkan oleh sesuatu yang benar-benar realistis
dan juga yang tidak realistis, contohnya: ancaman terhadap tubuh, jiwa
atau psikisnya (seperti kehilangan kemerdekaan dan arti hidup, maupun
ancaman terhadap eksistensinya).
 Conflict (pertentangan)
Timbul karena adanya dua keinginan yang keadaannya bertolak
belakang. Setiap konflik mempunyai dan melibatkan dua alternatif atau
lebih yang masing-masing mempunyai sifat apptoach dan avoidance.
 Fear (ketakutan)
Ketakutan akan segala hal dapat menimbulkan kecemasan dalam
menghadapi ujian atau ketakutan akan penolakan menimbulkan
kecemasan setiap kali harus berhadapan dengan orang baru.
 Umneed need (kebutuhan yang tidak terpenuhi)
Kebutuhan manusia begitu komplek dan sangat banyak. Jika tidak
terpenuhi maka hal itu akan menimbulkan rasa cemas. Berdasarkan
pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi penyebab
seseorang merasa cemas adalah ancaman, pertentangan, ketakutan, pola
fikir individu yang keliru dan kebutuhan yang tidak terpenuhi.

E. Macam-macam Kecemasan
Freud (dalam Suryabrata, 1993) mengemukakan bahwa ada tiga macam
kecemasan, yaitu:
 Kecemasan realistis, adalah kecemasan yang realistis atau takut akan
bahaya-bahaya didunia luar.
 Kecemasan neurotis, adalah kecemasan apabila insting-insting tidak dapat
dikendalikan dan menyebabkan individu berbuat sesuatu yang dapat
dihukum.
 Kecemasan moral, adalah kecemasan kata hati. Kecemasan ini
mempunyai dasar realitas karena dimasa lampau orang telah mendapatkan
hukuman sebagai akibat dari perbuatan yang melanggar kode moral dan
mungkin akan mendapat hukuman lagi.

BAB II
Gangguan Kecemasan

A. Definisi Gangguan Kecemasan


Gangguan kecemasan (anxiety disorder) adalah gangguan psikologis yang
mencakup ketegangan motorik (bergetar, tidak dapat duduk tenang, tidak
dapat bersantai); hiperaktivitas (pusing, jantung yang berdetak cepat dan juga
berkeringat); dan harapan-harapan dan pikiran-pikiran yang mendalam (King,
2010). Gangguan kecemasan berbeda dari kecemasan sehari-hari yang
mungkin kita alami. Kecemasan ini tidak dapat dikendalikan, tidak
proporsional bila dibandingkan dengan bahaya nyata yang mungkin dihadapi,
dan gangguan sehari-hari orang tersebut. Diperkirakan 40 juta orang dewasa
Amerika diatas 18 tahun, atau sekitar 18.1% orang dari kelompok ini
didiagnosis memiliki gangguan kecemasan dalam setiap tahunnya.

B. Jenis-jenis Gangguan Kecemasan


Berikut beberapa jenis gangguan kecemasan menurut King (2010) :
 Gangguan kecemasan tergeneralisasi
Adalah gangguan kecemasan yang terdiri atas kecemasan yang
bertahan untuk setidaknya 6 bulan. Individu dengan gangguan ini tidak
dapat menunjukkan kecemasannya. Generalized anxiety disorders berbeda
dari perasaan atau kecemasan sehari-hari karena para penderitanya
mengalami kecemasan yang bertahan terus menerus untuk setidaknya 6
bulan, dan individu dengan gangguan kecemasan tergeneralisasi tidak
mampu untuk menunjukkan alasan jelas untuk kecemasan tersebut. Orang
dengan gangguan kecemasan tergeneralisasi merasa cemas hampir setiap
saat. Mereka mungkin menghawatirkan pekerjaan mereka, hubungan
mereka atau kesehatan mereka. Mereka juga mencemaskan hal-hal kecil,
seperti terlambat untuk sebuah perjanjian atau apakah pakaian mereka
cocok dengan diri mereka. Kecemasan mereka sering bergeser dari satu
aspek kehidupan ke aspek yang lain.
 Gangguan panik
Adalah sebuah gangguan kecemasan yang ditandai dengan
kemunculan ketakutan akan teror yang tiba-tiba datang dan berulang.
Dalam panic disorder, seseorang mengalami secara berulang-ulang
kemunculan mendadak dari sebuah teror yang sangat intens. Individu
kerap mengalami perasaan hancur, tetapi mungkin saja tidak merasa
cemas setiap saat. Serangan panik sering kali muncul tanpa peringatan
terlebih dahulu dan menghasilkan denyut jantung yang sangat cepat, nafas
menjadi sangat pendek, sakit di dada, gemetar, berkeringat, pusing dan
perasaan tidak berdaya.
 Gangguan fobia
Phobic disorder adalah sebuah bentuk gangguan kecemasan
dimana individu memiliki ketakutan yang irrasional, berlebihan dan
persisten akan suatu objek tertentu atau situasi. Sebuah ketakutan
berkembang menjadi fobia ketika sebuah situasi demikian mengancam
hingga individu menjadi selalu mengusahakan untuk menghindarinya.
Seperti pada gangguan kecemasan lain, fobia adalah ketakutan yang tidak
dapat dikendalikan, tidak proporsional dan disruptif. Contoh fobia yang
paling umum adalah takut ketinggian, takut ular dan lain-lain.
 Gangguan obsesif-kompulsif
Obsessive-compulsive disorder atau OCD adalah gangguan
kecemasan dimana individu memiliki pikiran-pikiran yang menimbulkan
kecemasan yang tidak dapat hilang begitu saja (obsesi) dan/atau
dorongan-dorongan untuk melakukan perilaku berulang, ritual untuk
mencegah atau menghasilkan suatu situasi (kompulsi). Individu dengan
OCD menunjukkan kekhawatiran normal dan melakukan pengulangan
rutinitas mereka, terkadang hingga ratusan kali dalam satu hari.

 Ganggu stress pascatrauma


Post-traumatic stress disorder atau PTSD adalah sebuah gangguan
kecemasan yang berkembang melalui paparan terhadap suatu kejadian
traumatis, situasi-situasi yang menekan, penyiksaan yang parah, dan
bencana alam maupun bencana akibat kelalaian manusia. PTSD adalah
gangguan kecemasan yang berkembang melalui pengalaman traumatis,
seperti perang; situasi yang sangat opresif, seperti Holocaust; penyiksaan
yang parah seperti pada perkosaan; bencana alam, seperti banjir dan
tornado; dan kecelakaan yang tidak disebabkan oleh alam, seperti
kecelakaan pesawat terbang.
BAB III
Obsessive Compulsive Disorder / OCD

A. Definisi Obsessive Compulsive Disorder / OCD


Obsessive-compulsive disorder atau OCD merupakan gangguan
mental yang menyebabkan penderitanya memiliki obsesi atau suatu
pemikiran, gambaran-gambaran mental, atau dorongan yang menganggu,
tidak diinginkan, muncul secara terus-menerus dan menimbulkan
kecemasan pada penderita (Widiastuti, 2019).
Gangguan ini ditandai dengan adanya obsesif dan kompulsif. Obsesif
adalah pikiran, ide, atau dorongan yang intrusive dan berulang yang berada di
luar kemampuan seseorang untuk mengendalikannya. Obsesi dapat menjadi
sangat kuat dan persisten sehingga dapat menganggu kehidupan sehari-hari
dan menimbulkan distress serta kecemasan yang signifikan. Misalnya orang
yang selalu bertanya tanpa berekesudahan apakah pintu sudah dikunci atau
tidak. Seseorang mungkin terobsesi dengan impuls untuk menyakiti
pasangannya. Seseorang dapat mempunyai berbagai macam gambaran mental
seperti fantasi berulang dari seseorang dari ibu muda bahwa anak-anaknya
dilindas mobil dalam perjalanan pulang kerumah. Contoh pola pikiran obsesif
yaitu berpikir bahwa tangannya tetap kotor walaupun dicuci berkali-kali,
kesulitan untuk menghilangkan pikiran bahwa seseorang dicintai telah
terbunuh, berpikir berulang-ulang bahwa pintu rumah ditinggalkan terbuka
tanpa dikunci dll. Secara klinis, obsesi yang paling banyak terjadi berkaitan
dengan ketakutan akan kontaminasi, ketakutan mengekspresikan impuls
seksual atau agresif, dan ketakutan hipokondrial akan disfungsi tubuh (Jenike,
Baer, & Minichiello, dalam Nevid, dkk 2005). Obsesi juga dapat berupa
keragu-raguan ekstrem, prokrastinasi, dan ketidaktegasan.
Menurut de silva dan Rachman, (dalam Fadhila, 2015) Pikiran obsesif
dapat dibedakan dengan kekhawatiran dalam dua hal utama, yaitu:
 Obsesi biasanya dialami oleh orang itu sebagai sesuatu yang dipicu oleh
masalah dalam kehidupan sehari-hari
 Isi obsesi paling sering melibatkan tema yang dipersepsikan tidak dapat
diterima atau mengerikan secara sosial, seperti seks, kekerasan, dan
penyakit/kontaminasi
Kompulsif adalah suatu tingkah laku yang repetitif (seperti mencuci
tangan atau memeriksa kunci) atau tindakan mentalritualistik (seperti berdoa
atau mengulang kata tertentu) yang dirasakan oleh seseorang sebagai suatu
keharusan atau dorongan yang harus dilakukan (APA dalam Nevid, 2005).
Kompulsif terjadi sebagai jawaban terhadap pikiran obsesif dan muncul
dengan cukup sering serta kuat sehingga menganggu kehidupan sehari-hari
atau menyebabkan distress yang signifikan. Contoh pola perilaku kompulsif
yaitu mengecek kembali pekerjaan secara berulang-ulang, terus menerus
mencuci tangan supaya bersih, mengecek kembali berulangulang saluran gas
sebelum meninggalkan rumah.
Mataix-Cols, do Rosario-Campos dan Leckman (dalam Halgin dan
Whitbourne, 2012) menyebutkan bahwa terdapat empat dimensi utama dari
simtom OCD. Keempat dimensi tersebut adalah sebagai berikut
 Obsesi yang diasosiasikan dengan kompulsi untuk memeriksa sesuatu
 Kebutuhan akan hal yang simetris dan meletakkan sesuatu sesuai dengan
urutannya
 Obsesi terhadap kebersihan yang kemudian diasosiasikan dengan
kompulsi untuk membersihkan
 Perilaku individu yang menumpuk barang.

B. Penelitian tentang Obsessive Compulsive Disorder / OCD


 Gangguan OCD ini telah terjadi pada beberapa individu di berbagai
negara. Selain itu terdapat berbagai penelitian mengenai OCD ini,
diantaranya, penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dkk (2019),
dengan judul penelitian Studi Deskriptif Orang Dengan Obsesive
Compulsive Disorder Dan Hubungan Interpersonal Dalam Keluarga.
Temuan dari penelitian ini ialah perilaku kompulsif yang dilakukan oleh
individu dengan gangguan OCD dapat mempengaruhi hubungan
interpersonalnya dengan pasangan mereka, salah satu pasangan dari
individu tersebut mengeluhkan bahwa perilaku kompulsif sebagai
perilaku yang menganggu.
 Penelitian yang dilakukan oleh Ikhsan dkk (2019), menemukan sebuah
aplikasi sistem pakar yang mampu mendeteksi gangguan obsessive
compulsive disorder (OCD) dengan menggunakan metode backward
chaining dan metode certainty factor. Berikut cara kerja dari aplikasi
tersebut :
 Pengguna melakukan login untuk dapat melakukan diagnosa.
 Sistem akan melakukan validasi pada login pengguna.
 Apabila login gagal maka pengguna tidak dapat masuk ke halaman
deteksi dan otomatis akan kembali ke halaman login.
 Jika login berhasil maka pengguna akan masuk ke halaman deteksi.
 Pengguna mengakses menu deteksi.
 Sistem menampilkan tipe gangguan obsessive compulsive disorder
yang dideteksi aplikasi.
 Pengguna memilih salah satu tipe gangguan obsessive compulsive
disorder untuk dideteksi.
 Sistem menampilkan pertanyaan yang berisi gejala dari tipe
gangguan obsessive compulsive disorder yang dipilih oleh pengguna,
 Pengguna menjawab pertanyaan sistem dengan cara memilih jawaban
yang telah disediakan sistem.
 Sistem menganalisa jawaban yang telah dipilih oleh pengguna
menggunakan metode backward chaining berdasarkan rule.
 Apabila tipe gangguan obsessive compulsive disorder terdeteksi,
sistem akan menghitung besar kemungkinan dideritanya tipe
gangguan obsessive
compulsive disorder menggunakan metode certainty factor.
 Apabila tidak terdeteksi, sistem akan menampilkan keluaran bahwa
pengguna tidak menderita tipe gangguan obsessive compulsive
disorder yang dipilih.
 Apabila pengguna akan melakukan diagnosa lagi, sistem
menampilkan halaman awal menu deteksi.
 Pengguna melakukan logout
 Penelitian yang dilakukan oleh Indardi (2016), menemukan bahwa
terdapat hambatan komunikasi dan perbedaan feedback dari anak dengan
gangguan OCD dalam proses penyembuhan terhadap orang tua mereka.
 Penelitian yang dilakukan oleh Olley dkk (2007), menemukan hasil
bahwa terdapat perbedaan fungsi memori dan eksekutif kognitif pada
individu yang menderita OCD.

C. Tipe-tipe Obsessive Compulsive Disorder / OCD


Foa dan Wilson (dalam Mu’minat, 2010) membagi OCD menjadi enam jenis
yang pada setiap jenisnya memiliki gejala masing-masing. Diantaranya ialah :
 Checkers
Seseorang yang menderita jenis ini adalah seseorang yang selalu
mengecek apapun secara berulang-ulang hingga dia merasa keadaan telah
aman. Orang tersebut melakukan semua itu dengan tujuan untuk
menghindari terjadinya sesuatu yang tidak baik. Beberapa kebiasan
checkers adalah memastikan apakah kompor sudah mati atau apakah pintu
sudah dikunci atau hal-hal lain yang sekiranya akan membahayakan.
 Washers & Cleaners
Mereka adalah orang-orang yang takut akan terkontaminasi sesuatu
seperti kuman, kotoran, ataupun penyakit. Untuk membuat mereka yakin
tidak terkontaminasi, mereka akan melakukan hal-hal selama mungkin
setelah bersentuhan dengan sesuatu. Contohnya dengan mandi dengan
waktu yang lama, mencuci tangannya beruang-ulang, atau membersihkan
rumah selama berjam-jam. Itu mereka lakukan sampai mereka yakin
bahwa mereka telah aman dari kuman, kotoran, ataupun penyakit.
 Repeaters
Mereka adalah orang-orang yang selalu mengulang perbuatan.
Ketika ketakutan datang ke dalam pikiran mereka, mereka merasa suatu
kebutuhan untuk mengulang sesuatu agar pikiran itu tidak datang.
Misalnya menghindarkan pasangan dari kejelekan dengan cara
memakaikan baju kemudian melepaskannya. Semua itu dilakukan
berulangulang hingga pikiran tentang kematian itu hilang.
 Orders
Order adalah orang-orang yang ingin benda-benda disekitarnya
tersusun dalam bentuk yang simetris. Mereka menghabiskan banyak
waktu hanya untuk menyakinkan bahwa benda-benda tersebut tersusun
dengan benar. Biasanya mereka akan cemas dan kecewa jika benda milik
mereka tidak tersusun dengan benar.
 Hoarders
Hoarder adalah mereka yang mengumpulkan benda-benda yang
mereka pikir akan sangat tidak mungkin untuk dibuang. Misalnya adalah
ketika seseorang mengumpulkan begitu banyak koran untuk waktu yang
lama karena mereka pikir suatu saat mereka akan membutuhkan
artikelnya.
 Thinking Ritualizes
Thinker ritualizes bentuknya hampir sama dengan repeaters. Tetapi
thinker ritualizes adalah mereka yang pikirannya itu muncul akibat dari
kebiasaan. Berdoa dengan suara yang pelan dan berulang-ulang serta
mengucapkan kata, atau kalimat secara berulang-ulang pula merupakan
beberapa contoh pemikir yang umum.

D. Gejala Obsessive Compulsive Disorder / OCD


 Menurut PPDGJ III F42 Gangguan Obsesif-Kompulsif (dalam Maslim,
2013) :
Pedoman Diagnostik
 Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau
tindakan
kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama
sedikitnya dua minggu berturut-turut.
 Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau
mengganggu aktivitas penderita.
 Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut :
a. harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri;
b. sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil
dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh
penderita;
c. pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan
merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar
perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap
sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas);
d. gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive).
 Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif,
dengan depresi. Penderita gangguan obsesifkompulsif seringkali
juga menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita
gangguan depresi berulang (F33.-) dapat menunjukkan pikiran-
pikiran obsesif selama episode depresif-nya. Dalam berbagai situasi
dari kedua hal terse but, meningkat atau menurunnya gejala depresif
umumnya dibarengi seeara paralel dengan perubahan gejala obsesif.
Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis
diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu. Diagnosis
gangguan obsesif-kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada
gangguan depresif pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut
timbul. Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih
baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada
gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang
paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.
 Gejala obsesif "sekunder" yang terjadi pada gangguan skizofrenia,
sindrom Tourette, atau gangguan mental organik, harus dianggap
sebagai bagian dari kondisi tersebut.
 Kreteria DSM-IV-TR untuk Gangguan Obsesif Kompulsif
 Salah satu obsesi atau kompulsi
Obsesi (pikiran yang berulang dan menetap, impuls-impuls, atau
dorongan yang menyebabkan kecemasan.
a. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan yang rekuren dan
persisten yang dialami, pada suatu saat selama gangguan, sebagai
intrusive dan tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan
penderitaan yang jelas.
b. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan tidak semata-mata
kekhawatiran yang berlebihan tentang masalah kehidupan yang
nyata.
c. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran,
impuls, atau bayangan-bayangan tersebut untuk menetralkannya
dengan pikiran atau tindakan lain.
d. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan-
bayangan obsessional adalah keluar dari pikirannya sendiri (tidak
disebabkan dari luar seperti penyisipan pikiran)
Kompulsif (perilaku dan tindakan mental repetitif yang dilakukan
seseorang untuk menghilangkan ketegangan.

a. Perilaku (misalnya: mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa)


atau tindakan mental (misalkan: berdoa, menghitung,
mengulangi kata-kata dalam hati) yang berulang yang
dirasakannya mendorong untuk melakukannya sebagai respon
terhadap suatu obsesi atau menurut dengan aturan yang harus
dipenuhi secara kaku.
b. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau
menurunkan penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau
situasi yang menakutkan; tetapi perilaku atau tindakan mental
tersebut tidak dihubungkan dengan cara yang realistik dengan
apa mereka anggap untuk mentralkan atau mencegah, atau jelas
berlebihan.
 Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang telah menyadari
bahwa obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan
(tidak berlaku pada anak-anak)
 Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas;
menghabiskan waktu (menghabiskan lebih dari satu jam sehari); atau
secara bermakna mengganggu rutinitas normal orang, fungsi
pekerjaan (atau akademik), atau aktivitas atau hubungan social yang
biasanya.
 Jika terdapat gangguan aksis I dan lainnya, isi obsesi atau kompulsi
tidak terbatas padanya (misalnya, preokupasi dengan makanan jika
terdapat gangguan makan; menarik rambut jika terdapat
trikotilomania; permasalahan penampilan jika terdapat dismorfik
tubuh; preokupasi dengan obat jika terdapat suatu gangguan
penggunaan zat; preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius
jika terdapat hipokondriasis; preokupasi dengan dorongan atau fantasi
seksual jika terdapat parafilia; atau perenungan bersalah jika terdapat
gangguan depresif berat)
 Tidak disesbabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya, obat yang
disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.

E. Aspek-aspek Pencetus Obsessive Compulsive Disorder / OCD


Terdapat beberapa aspek yang dapat menjadi pencetus terjadinya gangguan
OCD pada individu (Fadhila, 2015), diantaranya :
 Aspek Biologis
Davison dan Neale (dalam Fadhila, 2015) menjelaskan bahwa
salah satu penjelasan yang mungkin tentang gangguan obsesif-kompulsif
adalah keterlibatan neurotransmitter di otak, khususnya kurangnya jumlah
serotonin. Keterlibatan serotonin ini belum sebagai penyebab individu
mengalami gangguan obsesif kompulsif, melainkan sebagai pembentuk
dari gangguan ini. Fungsi serotonin di otak ditentukan oleh lokasi system
proyeksinya. Proyeksi pada konteks frontal diperlukan untuk pengaturan
mood, proyeksi pada ganglia basalis bertanggung jawab pada gangguan
obsesi kompulsi.
 Aspek Psikologis
Klien-klien OCD menyetarakan pikiran dengan tindakan atau
aktifitas tertentu yang dipresentasikan oleh pikiran tersebut. Ini disebut
“thought-action fusion” (fusi pikiran dan tindakan). Fusi antara pikiran
dan tindakan ini dapat disebabkan oleh sikap-sikap tanggung jawab yang
berlebih-lebihan yang menyebabkan timbulnya rasa bersalah seperti yang
berkembang selama masa kanak-kanak, dimana pikiran jahat
diasosiasikan dengan niat jahat (Durand & Barlow dalam Fadhila, 2015).
 Aspek Psikososial
Menurut Freud, 1997 (dalam Fadhila, 2015), gangguan obsesif-
kompulsif bisa disebabkan karena regresi dari fase anal dalam
perkembangannya. Mekanisme pertahanan psikologis mungkin
memegang peranan pada beberapa manifestasi pada gangguan obsesif-
kompulsif. Represi perasaan marah terhadap seseorang mungkin menjadi
alasan timbulnya pikiran berulang untuk menyakiti orang tersebut.

F. Faktor-faktor penyebab Obsessive Compulsive Disorder / OCD


Gangguan obsesif-kompulsif tidak ada kaitan dengan bentuk karakteristik
kepribadian seseorang, pada individu yang memiliki kepribadian obsesif-
kompulsif cenderung untuk bangga dengan ketelitian, kerapian dan perhatian
terhadap hal-hal kecil, sebaliknya pada gangguan obsesif-kompulsif, individu
merasa tertekan dengan kemunculan perilakunya yang tidak dapat dikontrol.
Mereka merasa malu bila perilaku-perilaku tersebut dipertanyakan oleh orang
yang melihatnya karena melakukan pekerjaan yang secara berulang-ulang.
Mereka berusaha mati-matian untuk menghilangkan kebiasaan tersebut.
Berikut adalah penyebab gangguan Obsesif kompusilf (Oltmanns, dalam
Fadhila, 2015 ) :
 Genetik - (Keturunan)
Mereka yang mempunyai anggota keluarga yang mempunyai
sejarah penyakit ini kemungkinan beresiko mengalami OCD (Obsesif
Compulsive Disorder).
 Organik
Masalah organik seperti terjadi masalah neurologi dibagian -
bagian tertentu otak juga merupakan satu faktor bagi OCD. Kelainan saraf
seperti yang disebabkan oleh meningitis dan ensefalitis juga adalah salah
satu penyebab OCD.
 Kepribadian
Mereka yang mempunyai kepribadian obsesif lebih cenderung
mendapat gangguan OCD. Ciri-ciri mereka yang memiliki kepribadian ini
ialah seperti keterlaluan mementingkan aspek kebersihan, seseorang yang
terlalu patuh pada peraturan, cerewet, sulit bekerja sama dan tidak mudah
mengalah.
 Pengalaman masa lalu
Pengalaman masa lalu/lampau juga mudah mencorakkan cara
seseorang menangani masalah di antaranya dengan menunjukkan gejala
OCD.
 Riwayat gangguan sebelumnya
Gangguan obsesif-kompulsif erat kaitan dengan depresi atau
riwayat kecemasan sebelumnya. Beberapa gejala penderita OCD
seringkali juga menunjukkan
 Konflik
Mereka yang mengalami gangguan ini biasanya menghadapi
konflik jiwa yang berasal dari masalah hidup. Contohnya hubungan antara
suami-istri, di tempat kerja, keyakinan diri.
Terdapat beberapa karaktersitik Individu yang dapat meningkatkan resiko
individu tersebut untuk mengalami gangguan obsesif-kompulsif/OCD,
diantaranya (Oltmanns & Emery, dalam Fadhila, 2015) :

 Individu yang mengalami permasalahan dalam keluarga dari broken


home, kesalahan atau kehilangan masa kanak-kanaknya. (teori ini masih
dianggap lemah namun masih dapat diperhitungkan)
 Faktor neurobilogi dapat berupa kerusakan pada lobus frontalis, ganglia
basalis dan singulum.
 Individu yang memilki intensitas stress yang tinggi
 Riwayat gangguan kecemasan
 Depresi
 Individu yang mengalami gangguan seksual

G. Perspektif Teoritis mengenai Obsessive Compulsive Disorder /


OCD
 Perspektif Psikoanalisis
Dalam teori psikoanalisis, obsesif dan kompulsif dipandang
sebagai hal yang sama, yang disebabkan oleh dorongan instingtual,
seksual, atau agresif yang tidak dapat dikendalikan karena toilet training
yang terlalu keras. Simtomsimtom yang muncul dianggap mencerminkan
hasil perjuangan antara id dan superego. Terkadang insting agresif id yang
mendominasi atau superego yang mendominasi. Sebagai contohketika
pikiran obsesif untuk membunuh muncul, saat itu dorongan id
mendominasi. Namun jika superego lebih kuat maka pikiran obsesif untuk
membunuh tersebut tidak terjadi (Davison dkk, 2018).
Psikoanalisa juga memandang bahwa obsesi sevagai representasi
dari merembesnya impuls-impuls tak sadar ke dalam kesadaran, dan
kompulsi adalah tindakan yang membantu untuk membuat impuls ini
terepresi (Nevid, 2005). Alfred Adler memandang gangguan obsesif
kompulsif sebagai akibat dari rasa tidak kompeten. Adler percaya bahwa
ketika anak-anak tidak didorong untuk mengembangkan suatu perasaan
kompeten oleh orang tua yang terlalu memanjakan atau sangat dominan,
mereka mengalami kompleks inferioritas dan secara tidak sadar dapat
melakukan ritual kompulsif untuk menciptakan suatu wilayah di mana
mereka dapat menggunakan kendali dan merasa terampil. Adler
berpendapat bahwa tindakan kompulsif memungkinkan seseorang sangat
terampil dalam suatu hal, bahkan jika suatu hal itu hanya berupa posisi
menulis di meja (Davison dkk, 2018).
 Perspektif Kognitif dan Behavioral
Teori behavioral menganggap kompulsif sebagai perilaku yang
dipelajari yang dikuatkan oleh reduksi rasa takut (Meyer & Chesserdalam
Davison dkk, 2018). Sebagai contoh, mencuci tangan secara kompulsif
dipandang sebagai respons-pelarian operant yang mengurangi
kekhawatiran obsesional dan ketakutan terhadap kontaminasi oleh kotoran
dan kuman. Ketidakmampuan untuk mengingat suatu tindakan secara
akurat (seperti mematikan kompor) atau membedakan antara perilaku
aktual dan perilaku yang dibayangkan ("Mungkin saya hanya berpikir
telah mematikan kompor") dapat menyebabkan seseorang berulang kali
melakukan pengecekan.
Obsesi pasien penderita gangguan obsesif kompulsif biasanya
membuat mereka cemas (Rabavilas & Boulougouris dalam Davison,
2018), sama halnya dengan pikiran yang agak mengganggu pada orang-
orang normal tentang stimuli yang penuh stres, misalnya film yang
menakutkan. Sebagian besar orang kadang-kadang memiliki pemikiran
yang tidak diinginkan yang memiliki kesamaan isi dengan obsesi. Pikiran
yang tidak menyenangkan ini bertambah ketika seseorang berada dalam
kondisi stres. Individu normal dapat menoleransi atau menghapus kognisi
tersebut. Namun, bagi indvidu yang menderita gangguan obsesif kompulsi
pikiran-OCD juga dapat dipicu oleh keyakinan bahwa memikirkan
tentang kejadian yang berpotensi tidak menyenangkan membuat kejadian
tersebut lebih besar kemungkinannya untuk benar-benar terjadi (Nevid,
2005).
 Perspektif Biologis
Encefalias, cedera kepala, dan tumor otak diasosiasikan dengan
terjadinya gangguan obsesif-kompulsif. Hal tersebut difokuskan pada area
otak yang terpengaruh oleh trauma tersebut yaitu lobus frontalis dan
ganglia basalis, serangkaian nukleisub-kortikal termasuk caudate,
putamen, globus poallius,dan amygdala. Studi pemindaian dengan PET
menunjukkan peningkatan aktivasi pada lobus frontalis pasien OCD,
mencerminkan kekhawatiran mereka yang berlebihan terhadap
pikirannya. Sedangkan pada ganglia basal yang merupakan suatu sistem
yang berhubungan dengan pengendalian perilaku motorik disebabkan oleh
relevansinya dengan kompulsif dan juga dengan hubungan antara OCD
dan sindrom Tourette (Sheppard dkk. dalam Davison dkk, 2018).
OCD disebabkan oleh suatu sistem neurontransmitter yang
berpasangan dengan serotonin bila dipengaruhi antidepresan, sistem
serotonin menyebabkan perbuahan pada sistem lain yang merupakan
lokasi sebenarnya dari efek terapeutik (Nevid, 2005).
H. Penanganan Obsessive Compulsive Disorder / OCD
 Terapi Psikoanalisis.
Terapi psikoanalisis untuk obsesi dan kompulsi mirip dengan untuk
fobia dan kecemasan menyeluruh, yaitu mengangkat represi dan memberi
jalan pada pasien untuk menghadapi hal yang benar-benar ditakutkannya.
Karena pikiran yang mengganggu dan perilaku kompulsif melindungi ego
dari konflik yang di tekan merupakan target yang sulit untuk intervensi
terapeutik, dan prosedur psikoanalisis serta psikodinamika terkait tidak
efektif untuk menangani gangguan ini (Esman dalam Davison dkk, 2018)
Salah satu pandangan psikoanalisis mengemukakan hipotesis bahwa
keragu-raguan yang tampak pada sebagian besar penderita obsesif-
kompulsif berasal dari kebutuhan terhadap kepastian benarnya suatu
tindakan sebelum tindakan tersebut dilakukan (Salzman dalam Davison
dkk, 2018).
Dengan demikian, pasien harus belajar untuk menoleransi
ketidakpastian dan kecemasan yang dirasakan semua orang seiring
mereka menghadapi kenyataan bahwa tidak ada sesuatu yang pasti atau
dapat dikendalikan secara mutlak dalam hidup ini. Fokus akhir dalam
terapi tetap berupa berbagai penyebab simtom yang tidak disadari
 Pendekatan Behavioral: Pemaparan dan Pencegahan Ritual (ERP-
exposure and Ritual Prevention).
Pendekatan behavioral yang paling banyak digunakan dan diterima
paling banyak secara umum untuk ritual kompulsif, yang dipeloporkan di
Inggris oleh Victor Meyer (1966) mengombinasikan pemaparan dengan
pencegahan respons (ERP) (Rachman & Hodgson, 1980 dalam Davison,
2018). Pendekatan tersebut baru-baru ini berganti nama yaitu pemaparan
dan pencegahan ritual untuk menggarisbawahi keyakinan magis yang
dimiliki para penderita OCD bahwa perilaku kompulsif mereka akan
mencegah terjadinya hal-hal yang menakutkan.
Dalam metode ini (kadang disebut flooding) seseorang
memaparkan dirinya pada situasi yang menimbulkan tindakan kompulsif
seperti memegang piring kotor-kemudian menghindari untuk tidak
melakukan ritual yang biasa dilakukannya- yaitu mencuci tangan.
Asumsinya adalah bahwa ritual tersebut merupakan penguatan negatif
karena mengurangi kecemasan yang ditimbulkan oleh suatu stimulus atau
peristiwa dalam lingkungan seperti debu di kursi. Mencegah seseorang
melakukan ritual akan memaparkannya pada stimulus yang menimbulkan
kecemasan sehingga memungkinkan terhapusnya kecemasan tersebut.
Kadangkala pemaparan dan pencegahan ritual ini dilakukan melalui
imajinasi, terutama jika tidak memungkinkan untuk melakukannya secara
nyata, contohnya, bila seseorang percaya bahwa ia akan terbakar di
neraka jika gagal melakukan ritual tertentu.
 Terapi perilaku Rasional Emotif
Terapi perilaku rasional emotif untuk mengurangi OCD adalah
membantu pasien menghapuskan keyakinan bahwa segala sesuatu mutlak
harus berjalan seperti yang mereka inginkan atau bahwa segala tindakan
yang mereka lakukan harus mutlak memberikan hasil sempurna (Nevid,
2005) Dalam pendekatan ini, pasien didorong untuk menguji ketakutan
mereka bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi jika mereka tidak
melakukan ritual kompulsif. Jelaslah, bagian tak terpisahkan dalam terapi
kognitif semacam itu adalah pemaparan dan pencegahan respons (atau
ritual), karena untuk mengevaluasi apakah tidak melakukan ritual
kompulsif akan memberikan konsekuensi yang mengerikan, pasien harus
menahan diri untuk tidak melakukan ritual tersebut.
 Penanganan Biologis
Obat-obatan yang meningkatkan level serotonin seperti SSRI
beberapa tricyclic, merupakan penanganan biologis yang paling sering
diberikan kepada pasien dengan gangguan obsesifkompulsif. Kedua
kelompok obat-obatan tersebut telah memberikan hasil yang
menguntungkan, walaupun perlu dicatat bahwa suatu kajian terhadap
penanganan farmakologis oleh dua psikiater merendahkan pentingnya
ERP sebagai pendekatan baris pertama (Rauch & Jenike dalam Davison,
2018). Beberapa studi menemukan antidepresan tricyclic kurang efektif
dibandingkan ERP, dan suatu studi terhadap antidepresan menunjukkan
perbaikan dalam ritual kompulsif hanya pada pasien OCD yang juga
menderita depresi. Dalam studi lain, manfaat antidepresan tricyclic bagi
OCD ternyata hanya berjangka pendek; penghentian obat ini memicu 90
persen tingkat kekambuhan, jauh lebih tinggi dibanding pada pencegahan
respons (Pato dkk dalam Davison dkk, 2018).
Masalah potensial dengan terapi obat adalah bahwa pasien
kemungkinan menganggap perbaikan klinis yang terjadi disebabkan oleh
obat dan bukan karena sumber daya mereka sendiri (Nevid, 2005). Terapi
obat biasanya dikombinasikan dengan terapi kognitif-behavioral.
Beberapa bukti telah menunjukkan bahwa terapi obat tidak mengganggu
efektivitas dari penanganan kognitif-Behavioral (Bruce dalam Nevid,
2005).

 Terapi Cognitive Behavior Therapy (CBT)


Menurut Beck (1979) Terapi kognitif adalah terapi yang lebih
focus terhadap mengubah pola berpikir atau keyakinan terhadap sesuatu
yang negatif. Banyak ahli yang mengatakan bahwa terapi kognitif akan
lebih besar pengaruhnya terhadap OCD apabila disertai dengan teknik
modifikasi perilaku seperti pemberian tugas-tugas rumah dan exposure
dibanding dengan hanya menggunakan prosedur dasar terapi kognitif
yaitu dengan menyerang pemikiran irasional klien. Selanjutnya, agar tidak
menjadi ketergantungan klien terhadap terapis, maka klien perlu
menerapkan terapi ini mandiri tanpa dibantu dengan terapis.
Menurut Hoeksema (2001) Biasanya teknik exposure with
response prevention disertai dengan restrukturisasi kognitif, latihan
relaksasi dan modeling. Berikut prosedur Cognitive Behavior Therapy :
 Latihan relaksasi.
Latihan relaksasi yang digunakan adalah relaksasi otot progresif
dengan cara belajar menegangkan dan mengendurkan berbagai
kelompok otot dan juga belajar untuk memperhatikan perbedaan
antara rasa tegang dan rileks.
 Restrukturisasi kognitif.
Prosedur terapi ini untuk mengurangi tingkat kecemasan yang
disebabkan pemikiran yang negatif dan digantikan dengan pemikiran
yang positif.
 Exposure with response prevention.
Pada dasarnya teknik exposure with response prevention dilakukan
dengan cara klien dihadapkan pada situasi yang mereka biasa lakukan
namun harus bisa mencegah atau tidak melakukan kegiatan tersebut.
Apabila klien dapat menahan untuk tidak melakukan kegiatan yang
biasanya dan terbukti tidak terjadi sesuatu yang ditakuti klien maka
terknik ini dapat membantu dalam mengubah keyakinan dan
pemikiran individu terhadap perilaku yang biasa ia lakukan (Holmes,
1997).
Penerapan terapi ini berhasil bila klien juga menunjukkan kesediaan
untuk mengikuti terapi dengan kemauannya sendiri, memiliki motivasi
yang kuat untuk berubah, dan ikut aktif terlibat secara penuh selama
menjalani sesi terapi terutama saat menerapkan di kehidupan sehari-hari.
Terapi ini juga berhasil dilakukan sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Suryaningrum tahun 2013 yang diterapkan pada seorang
mahasiswa yang memiliki ciri-ciri atau simtom gangguan obsesif-
kompulsif berusia 20 tahun, berjenis kelamin perempuan, dan telah
mengalami OCD selama 5 tahun. Suryaningrum menerapkan terapi ini
selama 1,5 bulan intensif selama 9 sesi dimulai dari berlatih relaksasi,
restrukturisasi kognitif hingga melakukan exposure selama delapan hari
berturut-turut.
Daftar Pustaka
Apriliani, Rizky Ayu. 2015. Pengaruh Yoga Prenatal Terhadap Kecemasan Sesaat
Dalam Menghadapi Persalinan Pada Primigravida Trimester Iii Digalenia Mom
And Baby Center Kota Bandung. Skripsi. Universitas Islam Bandung, Fakultas
Psikologi, Bandung
Atkinson, Dkk. 1983. Pengantar Psikologi. Erlangga: Jakarta.
Beck, A.T’ (1979). Cognitive Therapy And The Emotional Disorders. Boston:
Meridian, Penguin Books, Ltd.
Cervone., & Pervin. (2012). Kepribadian: Teori Dan Penelitian (Jilid 2). Jakarta:
Salemba Humanika.
Davison, G.C., Neale J.M., &Kring A.M. 2018. Psikologi Abnormal Edisi Ke-9.
Depok : Rajawali Pers
Fadhila, Zuzun Tri Ainur. 2015. Perilaku Obsesif Kompulsif Dalam Beribadah
Pada Santri Di Pondok Pesantren Fathul Hidayah Pangean-Maduranlamongan.
Diss. Uin Sunan Ampel Surabaya.
Halgin, Richard P. 2012. Psikologi Abnormal Perspektif Klinis Pada Ggngguan
Psikologis. Jakarta: Salemba Humanika.
Himpsi. 2010. Kode Etik Psikologi Indonesia. Jakarta
Holmes, D.S. 1997. Abnormal Psychology. Third Edition. New York:
Addison-Wesley Educational Publisher Inc.
Ikhsan Dkk. 2019. Sistem Pakar Mendeteksi Gangguan Obsessive Compulsive
Disorder Menggunakan Metode Backward Chaining. Transformtika. Vol.17,
No.1. Issn: 1693-3656
Indardi. 2016. Proses Komunikasi Interpersonal Yang Dibangun Oleh Orang Tua
Kepada Anak Penyandang Ocd (Obsessive Compulsive Disorder) Dalam Tahap
Penyembuhan. Jurnal E-Komunikasi. Vol 4. No.1
Indiyani, Novita Eka., Listiara, Anita. 2006. Efektivitas Metode Pembelajaran
Gotong Royong (Cooperative Learning) Untuk Menurunkan Kecemasan Siswa
Dalam Menghadapi Pelajaran Matematika. Jurnal Psikologi Universitas
Diponegoro Vol.3 8
King, Laura A. 2010. Psikologi Umum. Salemba Humanika: Jakarta.
Maisaroh, Ekka Nur., Falah,Falasifatul. 2011. Religiusitas Dan Kecemasan
Menghadapi Ujian Nasional (Un) Pada Siswa Madrasah Aliyah. Proyeksi, Vol. 6
(2)

Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa-PPDGJ III. Jakarta : Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya
Mu’minat, U. A.2010. Obsessive Compulsive Disorder Tokoh Howard Hughes
Dalam Film The Aviator. Skripsi. Fakultas Iilmu Budaya.Universitas Diponegoro
Semarang.
Nevid, J.S, Rathus, S.A., & Greene B. (2005). Psikologi Abnormal. Jakarta:
Erlangga.
Nolen-Hoeksema, S. 2001. Abnormal Psychology. Second Edition. New York:
Mcgraw-Hill.
Olley Dkk. 2007. Memory And Executive Functioning In Obsessive–Compulsive
Disorder: A Selective Review. Journal Of Affective Disorders 104
Rahmawati. 2019. Studi Deskriptif Orang Dengan Obsesive Compulsive Disorder
Dan Hubungan Interpersonal Dalam Keluarga. Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan Fkip Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Vol. 2, No.1. P-Issn 2620-
9047, E-Issn 2620-9071
Spielberger, Charles D. 1966. Anxiety And Behavior. New York : Academic
Press Inc.
Suryabrata, S. 1993. Psikologi Kepribadian. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Suryaningrum, Cahyaning. 2013. Cognitive Behavior Therapy (Cbt) Untuk
Mengatasi Gangguan Obsesif Kompulsif. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan.
Volume 01. Nomor 01. Issn: 2301-8267.

Widiastuti. 2019. Obsessive Compulsive Disorder (Ocd). Diakses Dari


Https://Www.Sehatq.Com/Penyakit/Obsessive-Compulsive-Disorder-Ocd.
Tangga; 21 Maret 2020

Http://Digilib.Uinsby.Ac.Id/3477/5/Bab%202.Pdf

Review Jurnal 1
Judul Cognitive Behavior Therapy (Cbt) Untuk Mengatasi Gangguan
Obsesif Kompulsif
ISSN 2301-8267
Volume Vol. 01, No.01
Tahun 2013
Jurnal Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan
Penulis Cahyaning Suryaningrum
Tanggal 21 Maret 2020
Tujuan Penelitian Penelitian ini bermaksud untuk melihat apakah Cognitive
Behavior Therapy (CBT) efektif untuk mengatasi gangguan
obsesif-kompulsif.
Subjek Penelitian Subyek dalam penelitian ini adalah seorang mahasiswa yang
memiliki ciri-ciri atau simtom gangguan obsesif-kompulsif
berusia 20 tahun, berjenis kelamin perempuan, dan telah
mengalami OCD selama 5 tahun.
Jenis Penelitian Studi Kasus
Variabel Dependen Variabel dependen dari penelitian ini adalah GANGGUAN
OBSESIF KOMPULSIF
Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini adalah COGNITIVE
BEHAVIOR THERAPY (CBT)
Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa Cognitive Behavior
Therapy (CBT) dapat mengurangi simptom OCD, yang
ditunjukkan dengan menurunnya tingkat kecemasan, pemikiran
negatif dan perilaku kompulsif. Subyek merasakan perubahan
yang besar setelah mengikuti terapi; tingkat kenyamanan
terhadap dirinya sendiri juga lebih baik dibanding sebelumnya.
Kelebihan Penelitian 1. Terapi yang digunakan merupakan terapi kombinasi antara
CBT dengan ERP sehingga proses terapi menjadi lebih
efektif. Selain itu kedua jenis terapi ini bersifat saling
mendukung dan dapat melengkapi satu sama lain.
Kelemahan & Saran 1. Jumlah subjek yang digunakan peneliti terlalu sedikit yaitu
untuk Penelitian 1 orang saja sehingga perlu dilakukan penelitian serupa
pada subjek dengan jenis kelamin berlawanan yaitu wanita
untuk mengetahui perbedaan keefektifan terapi ini pada
laki-laki maupun perempuan.
Review Jurnal 2
Judul Studi Deskriptif Orang Dengan Obsesive Compulsive Disorder
Dan Hubungan Interpersonal Dalam Keluarga
Volume Vol. 2, No.1
Tahun 2019
ISSN p-ISSN 2620-9047, e-ISSN 2620-9071
Jurnal Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP
Penulis Rahmawati, Bangun Yoga Wibowo & Wika Hardika Legiani
Tanggal 21 Maret 2020

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan memahami individu dengan Obsessive


compulsive disorder (OCD) dan pengaruhnya pada hubungan
interpersonal dengan pasangannya.
Subjek Penelitian samplenya berjumlah 2 orang responden dan keluarganya
secara purposive sampling
Jenis Penelitian Kualitatif berbentuk deskriptif phenomenolog
Teknik Pengumpulan 1. Wawancara
Data 2. Observasi
3. Skala Pengukuran
Alat Ukur yang 1. Lembar Inform Concent (lembar pernyataan kesediaan
digunakan subjek).
2. ceklist Y-BOCS untuk mengetahui kriteria OCD dan
melakukan inquiry wawancara.
3. Alat recorder untuk merakam percakapan sesuai
kesepakatan, alat tulis untuk dokumentasi pencatatan data
saat wawancara.
4. SSCT untuk mengetahui hubungan interpersonal dan alat
tersebut digunakan sebagai alat inquiry saat wawancara.
Variabel Dependen Variabel Dependen dari penelitian ini adalah hubungan
interpersonal dengan pasangannya
Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini adalah individu
dengan Obsessive compulsive disorder (OCD)
Hasil Penelitian Dari hasil penelitian ditemukan gambaran perilaku obsesi
compulsi dan beberapa keluhan berkaitan dengan OCD.
Gambaran perilaku OCD sesuai ceklist-BOSC terdapat
gambaran pada aspek : (1) Obsesi Agresif; (2) Obsesi
Kontaminasi; (3) Obsesi Seksual: (4) Obsesi Menyimpan /
Menyimpan: (5) Obsesi Keagamaan; (6) Obsesi dengan
Kebutuhan Untuk Simetri Atau Ketepatan; (7) Obsesi lain-lain;
(8)Obsesi somatik; (9) Kompulsi Pembersihan / Pencucian; (10)
Kompulsi Memeriksa; (11) Kompulsi Berulang; (12) kompulsi
Hitungan; (13)Kompulsi Memesan / Mengatur; (14)Kompulsi
Penimbunan / Pengumpulan; (15)Kompulsi Lain-Lain. Adapun
permasalah terkait hubungan interpersonal subjek dengan
pasangan, ada beberapa keluhan yang tidak menimbulkan
masalah bagi pasangan dan ada beberapa keluhan yang
menimbulkan permasalahan hubungan interpersonal dengan
pasangan. Perilaku yang dianggap menimbulkan masalah bagi
pasangan saat perilaku OCD muncul seperti responden
memaksakan orang lain melakukan perbuatan yang sama yang
dianggapnya benar.
Kelebihan Penelitian 1. Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode
kualitatif, sehingga permasalahan yang diteliti dapat digali
secara lebih mendalam dibandingkan dengan penelitian
dengan menggunakan metode kuantitatif. Begitu pula
dengan fakta lapangan yang didapat juga lebih detail dan
banyak. Dengan demikian penelitian metode kualitatif
sangat cocok untuk meneliti permasalahan gangguan
psikologis seperti OCD, karena untuk meneliti sebuah
gangguan diperlukan data dan fakta yang detail serta
mendalam, sehingga dapat memahami akar permasalahan,
dinamika maupun sebab-akibat dari gangguan tersebut.
Kelemahan & Saran 1. Perlu dilakukan penelitian serupa dibergai daerah sehingga
untuk Penelitian lebih bervariatif terkait perbedaan budaya yang ada
2. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan cara
pasangan dalam menangani pasangannya yang mengalami
kondisi OCD
Review Jurnal 3
Judul Konstruksi Identitas Sosial Penyandang Obsessive Compulsive
Disorder
Volume Vo.1., No.1
Tahun 2012
Jurnal e-Journal Mahasiswa Universitas Padjadjaran
Penulis Prama Yudha Amdan, Jenny Ratna Suminar & Nindi Aristi
Tanggal 21 Maret 2020

Tujuan Penelitian Penelitian, yang dilakukan oleh Prama Yudha Amdan, dengan
judul Konstruksi Identitas Penyandang Obsessive Compulsive
Disorder bertujuan untuk melihat bagaimana penyandang
Obsessive Compulsive Disorder memaknai identitas dirinya
dalam interaksi sosial.
Subjek Penelitian Data diperoleh dari 4 penyandang Obsessive Compulsive
Disorder sebagai key informant.
Jenis Penelitian Metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi
Variabel Dependen Variabel Dependen dari penelitian ini adalah Indentitas diri
dalam interaksi sosial
Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini adalah individu
penyandang Obsessive compulsive disorder (OCD)
Hasil Penelitian 1. Persepsi terhadap Obsessive Compulsive Disorder pada diri
penyandang sendiri menghasilkan dua pandangan terdiri
atas pandangan terhadap kelainan tersebut sebagai bagian
dari konsep dirinya dan yang lain memandang kelainan
tersebut sebagai unit yang terpisah. Konsep Diri
Penyandang Obsessive Compulsive Disorder memiliki nilai
positif dan negatif. Konsep nilai positif yang dimiliki
penyandang Obsessive Compulsive Disorder adalah cerdas,
menyenangkan, penuh pertibangan, suka kebersihan.
Sedangkan konsep diri negatif adalah ambisius,
perfeksionis, cerewet dan banyak keinginan.
2. Dalam persepsi penyandang Obsessive Compulsive
Disorder, orang-orang yang berperan dalam proses tumbuh
kembang dan berada di sekitar penyandang Obsessive
Compulsive Disorder memberikan pengaruh besar terhadap
pembentukan identitasnya sebagai penyandang. Orang-
orang di sekitar dipersepsikan sebagai faktor pemicu tak
terhindarkan atas tindakan obsesif dan perilaku kompulsif
yang berimplikasi langsung terhadap performa di
kehidupan. Orang tua dan pola asuhnya merupakan elemen
kelompok sosial terdekat dan paling berpengaruh besar
terhadap individu penyandang Obsessive Compulsive
Disorder.
3. Dalam menjalin relasi sosial, penyandang Obsessive
Compulsive Disorder seringkali mendapatkan label tertentu
lantaran sikapnya dalam berinteraksi. Label ataupun atribut
yang diberikan tidak disenangi oleh para penyandang.
Penyandang memandang atribut tersebut adalah pelabelan
yang diberikan dengan tanpa berdasar pengetahuan.
Walaupun terdapat ketidakselarasan, para penyandang
Obsessive Compulsive Disorder cenderung untuk tidak
membuka diri mereka dalam hal Obsessive Compulsive
Disorder dengan alasan tidak ada hal yang bisa menjanjikan
semuanya akan berubah ketika para penyandang melakukan
pengungkapan diri.
Disamping kesimpulan yang merujuk kepada tujuan penelitian,
terdapat beberapa temuan lain yang dapat memperkaya
penelitian ini. Temuan lain dalam penelitian terangkum dalam
simpulan berikut
4. Penerimaan seseorang atas kondisinya sebagai penyandang
Obsessive Compulsive Disorder dapat dikelompokkan
dalam tiga kategori yaitu, Kategori Memaklumi, Kategori
Galau dan Kategori Menerima. Kategori Memaklumi adalah
kelompok yang pada awalnya merasakan sesuatu yang tidak
biasa terjadi pada diri penyandang Obsessive Compulsive
Disorder dan kemudian setelah melewati proses tertentu
telah berhasil memaklumi keadaan tersebut sebagai sesuatu
yang harus diterima. Kategori Galau adalah kelompok yang
antara sebelum dan sesudah mengetahui pengetahuan akan
statusnya mengalami kegelisahan dan menjadikan status
sebagai penyandang Obsessive Compulsive Disorder
sebagai permasalahan pelik yang harus dipikirkan.
Sedangkan Kategori Menerima adalah kategori yang
menganggap pengetahuan akan status tersebut adalah
pengetahuan yang tidak semestinya dijadikan pemikiran.
Kelebihan Penelitian 1. Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode
kualitatif, sehingga permasalahan yang diteliti dapat digali
secara lebih mendalam dibandingkan dengan penelitian
dengan menggunakan metode kuantitatif. Begitu pula
dengan fakta lapangan yang didapat juga lebih detail dan
banyak. Dengan demikian penelitian metode kualitatif
sangat cocok untuk meneliti permasalahan gangguan
psikologis seperti OCD, karena untuk meneliti sebuah
gangguan diperlukan data dan fakta yang detail serta
mendalam, sehingga dapat memahami akar permasalahan,
dinamika maupun sebab-akibat dari gangguan tersebut.
2. Subjek pada penelitian ini juga cukup banyak yaitu 4 orang,
sehingga hasil penelitian menjadi lebih general
Kelemahan & Saran 1. Usia subjek penelitian yang digunakan adalah usia-usia
untuk Penelitian dewasa tengah, sehingga perlu dilakuka penelitian serupa,
terutama pada masa usia remaja yang meruapakan masa
pembentukan identitas yang kompleks dan penuh tantangan.
LAMPIRAN
“Jurnal Penelitian”

Anda mungkin juga menyukai