Dosen Pengampu :
v
Drs. Herlan Pratikto, M.Si
Disusun Oleh :
Ricky Alejandro Martin 1511700067
Olivia Dian Kurniasari 1511700069
Veny Anggreini T 1511700026
Arbelina F. R 1511700166
Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa. Karena berkat, rahmat dan
hidayah-Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik serta tepat
pada waktunya. Mengingat keterbatasan yang kami miliki, sehingga kami merasa
masih selalu kurang dan meskipun demikian akhirnya kami berkeyakinan bahwa
tidak ada sesuatu yang sempurna, maka jadilah tugas ini, meskipun tentunya
masih jauh dari kata sempurna.
Pada kesempatan kali ini kami ingin mengucapkan terima kasih atas
bimbingan, arahan, saran, serta bantuan yang telah diberikan untuk menjadikan
tugas ini lebih baik, kepada:
1. Drs. Herlan Pratikto, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah
Penanganan Gangguan Emosi, yang sangat kami hormati.
2. Para orangtua kami yang selalu memberikan dukungan baik moril
maupun materil dan doanya selama ini sehingga laporan ini selesai tepat
pada waktunya,
3. Semua pihak yang membantu dalam penyelesaian laporan ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Kami menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan tugas ini.
Kami juga berusaha semaksimal mungkin dalam penyusunan dan penyelesaian
tugas ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran serta pemikiran
kritis yang bersifat menyempurnakan penulisan tugas ini. Akhir kata, peneliti
mengharapkan semoga penyusunan tugas ini bermanfaat bagi kita semua, baik
untuk manfaat secara teoritis maupun secara praktis. Tentunya untuk mendukung
perkembangan ilmu psikologi di Indonesia.
BAB I
Kecemasan
A. Definisi Kecemasan
Menurut Nevid dkk (2005) Kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi
atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan
segera terjadi.
Menurut Kelly (dalam Cervone, 2012), kecemasan adalah mengenali
bahwa suatu peristiwa yang dihadapi oleh seseorang berada diluar
jangkauan kenyamanan pada sistem konstruk seseorang.
Menurut Craig (dalam Indiyani 2006), kecemasan dapat diartikan sebagai
suatu perasaan yang tidak tenang, rasa khawatir, atau ketakutan terhadap
sesuatu yang tidak jelas atau tidak diketahui.
Kecemasan menurut Greist dan Jeverson (dalam Maisaroh, 2011) adalah
pengalaman manusiawi yang universal, suatu respon emosional yang
tidak menyenangkan dan penuh kekhawatiran, suatu reaksi antisipatif
serta rasa takut yang tidak terarah karena sumber ancaman atau pikiran
tentang sesuatu yang akan datang tidak jelas dan tidak terdefinisikan.
Menurut Lazarus (dalam Maisaroh, 2011), kecemasan adalah manifestasi
dari berbagai emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika individu
sedang mengalami tekanan perasaan yang tidak jelas obyeknya, tekanan-
tekanan batin ataupun ketegangan mental yang menyebabkan individu
kehilangan kemampuan penyesuaian diri.
Menurut Spielberger (1966) “As a signal of danger, anxiety is
accomparied by a host of interrelated somatic processes which are in the
nature of activity preparatory to emergency action”. Kecemasan
merupakan tanda datangnya bahaya, kecemasan merupakan pengantar
yang berhubungan dengan proses somatic yang dimana dalam aktifitas
dari situasi yang membahayakan, dalam arti bahwa bila bahaya datang
maka dalam diri individu akan terjadi proses untuk mampu
menyeimbangkan kondisi dari luar lingkungan.
Menurut James Drever (dalam Apriliani, 2015) “ A chronic complex
emotional state with apprehension or dread as its most prominent
component, characteristic of various nervous and mental disorder”.
Kecemasan adalah pernyataaan emosional yang kronis dan kompleks
dengan rasa takut sebagai komponen yang paling utama, ditandai dengan
berbagai gangguan system syaraf atau kegelisahan dan gangguan mental.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan
merupakan respon emosional yang dimiliki individu, akibat rangsangan/suatu
hal yang bersifat abstrak atau belum terjadi, baik dari dalam maupun dari luar
individu tersebut, yang menimbulkan perasaan khawatir, takut, gusar dan
berbagai perasaan lainnya yang membuat individu tersebut merasa terancam
dan tidak nyaman, serta dapat mempengaruhi kondisi psikologis, fsiologis,
kognitif mau[un perilaku dari individu tersebut..
B. Ciri-ciri Kecemasan
Berikut ini dijelaskan ciri-ciri kecemasan (Nevid dkk, 2005):
Ciri – ciri fisik kecemasan :
Kegelisahan, kegugupan
Tangan atau anggota tubuh bergetar
Banyak berkeringat
Telapak tangan berkeringat
Mulut atau kerongkongan terasa kering
Sulit berbicara
Sulit bernapas & Pening
Bernapas pendek
Jantung berdebar keras atau berdetak kencang
Suara yang bergetar
Jari-jari atau anggota tubuh menjadi dingin
Leher atau punggung terasa kaku
Sensasi seperti tercekik atau tertahan
Sakit perut atau mual
Sering buang air kecil
Wajah terasa memerah
Diare
Ciri – ciri Behavioral (perilaku) kecemasan :
Perilaku menghindar
Perilaku melekat dan dependen
Perilaku terguncang
Ciri – ciri Kognitif dari kecemasan
Khawatir tentang sesuatu
Perasaan terganggu akan ketakutan atau aprehensi terhadap sesuatu
yang terjadi di masa depan
Keyakinan bahwa sesuatu yang buruk atau mengerikan akan segera
terjadi, tanpa ada penjelasan yang jelas
Terpaku pada sensasi tubuh
Sangat sensitif terhadap sensasi tubuh
Merasa terancam oleh orang atau peristiwa
Ketakutan akan kehilangan kontrol
Ketakutan akan ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah
Berpikir bahwa dunia akan runtuh
Berpikir bahwa semuanya sudah tidak bisa dikendalikan
Berpikir bahwa semuanya sangat membingungkan tanpa bisa diatasi
Khawatir terhadap hal sepele
Berpikir tentang hal yang mengganggu yang sama secara
berulangulang
Pikiran terasa campur aduk
Tidak mampu menghilangkan pikiran-pikiran negatif
Berpikir akan segera mati
Khawatir akan ditinggalkan sendiri
Sulit berkonsentrasi atau memusatkan perhatian
C. Proses terjadinya Kecemasan
Kecemasan yang dijelaskan Spielberger (dalam Apriliani, 2015) membagi
proses kecemasan menjadi lima komponen, yaitu :
Evaluative situation
Situasi yang mengancam dianggap sebagai suatu rangsang yang
berbahaya (stressor) yang menyebabkan cemas.
Perception of situation
Situasi yang mengancam tersebut diberi penilaian oleh individu. Penilaian
ini dipengaruhi oleh sikap, kemampuan dan pengalaman di masa lalu.
Anxiety state reaction
Jika situasi dianggap berbahaya maka reaksi kecemasan akan timbul.
Kompleksitas respon dikenal sebagai reaksi kecemasan sesaat yang
melibatkan respon fisiologis misalnya : denyut jantung, tekanan darah
Cognitive reappraisal
Kemudian individu menilai kembali situasi yang mengancam tersebut dan
biasanya akan menggungah usaha untuk mengatasinya, mengurangi atau
menghilangkan perasaan terancam tersebut. Untuk itu seseorang dapat
menggunakan defence mechanism atau pertahanan dirinya atau dengan
meningkatkan aktifitas kognisi atau motoriknya.
Coping
Dalam hal ini individu menemukan solusi dengan pertahanan diri yang
dipergunakannya seperti proyeksi, rasionalisasi.
D. Penyebab Kecemasam
Kecemasan adalah segala bentuk situasi yang mengancam kesejahteraan
organisme (Atkinson, 1983). Kecemasan dapat timbul dari situasi apapun
yang bersifat mengancam keberadaan individu. Kecemasan sendiri bisa timbul
karena adanya:
Threat (ancaman)
Ancaman dapat disebabkan oleh sesuatu yang benar-benar realistis
dan juga yang tidak realistis, contohnya: ancaman terhadap tubuh, jiwa
atau psikisnya (seperti kehilangan kemerdekaan dan arti hidup, maupun
ancaman terhadap eksistensinya).
Conflict (pertentangan)
Timbul karena adanya dua keinginan yang keadaannya bertolak
belakang. Setiap konflik mempunyai dan melibatkan dua alternatif atau
lebih yang masing-masing mempunyai sifat apptoach dan avoidance.
Fear (ketakutan)
Ketakutan akan segala hal dapat menimbulkan kecemasan dalam
menghadapi ujian atau ketakutan akan penolakan menimbulkan
kecemasan setiap kali harus berhadapan dengan orang baru.
Umneed need (kebutuhan yang tidak terpenuhi)
Kebutuhan manusia begitu komplek dan sangat banyak. Jika tidak
terpenuhi maka hal itu akan menimbulkan rasa cemas. Berdasarkan
pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi penyebab
seseorang merasa cemas adalah ancaman, pertentangan, ketakutan, pola
fikir individu yang keliru dan kebutuhan yang tidak terpenuhi.
E. Macam-macam Kecemasan
Freud (dalam Suryabrata, 1993) mengemukakan bahwa ada tiga macam
kecemasan, yaitu:
Kecemasan realistis, adalah kecemasan yang realistis atau takut akan
bahaya-bahaya didunia luar.
Kecemasan neurotis, adalah kecemasan apabila insting-insting tidak dapat
dikendalikan dan menyebabkan individu berbuat sesuatu yang dapat
dihukum.
Kecemasan moral, adalah kecemasan kata hati. Kecemasan ini
mempunyai dasar realitas karena dimasa lampau orang telah mendapatkan
hukuman sebagai akibat dari perbuatan yang melanggar kode moral dan
mungkin akan mendapat hukuman lagi.
BAB II
Gangguan Kecemasan
Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa-PPDGJ III. Jakarta : Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya
Mu’minat, U. A.2010. Obsessive Compulsive Disorder Tokoh Howard Hughes
Dalam Film The Aviator. Skripsi. Fakultas Iilmu Budaya.Universitas Diponegoro
Semarang.
Nevid, J.S, Rathus, S.A., & Greene B. (2005). Psikologi Abnormal. Jakarta:
Erlangga.
Nolen-Hoeksema, S. 2001. Abnormal Psychology. Second Edition. New York:
Mcgraw-Hill.
Olley Dkk. 2007. Memory And Executive Functioning In Obsessive–Compulsive
Disorder: A Selective Review. Journal Of Affective Disorders 104
Rahmawati. 2019. Studi Deskriptif Orang Dengan Obsesive Compulsive Disorder
Dan Hubungan Interpersonal Dalam Keluarga. Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan Fkip Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Vol. 2, No.1. P-Issn 2620-
9047, E-Issn 2620-9071
Spielberger, Charles D. 1966. Anxiety And Behavior. New York : Academic
Press Inc.
Suryabrata, S. 1993. Psikologi Kepribadian. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Suryaningrum, Cahyaning. 2013. Cognitive Behavior Therapy (Cbt) Untuk
Mengatasi Gangguan Obsesif Kompulsif. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan.
Volume 01. Nomor 01. Issn: 2301-8267.
Http://Digilib.Uinsby.Ac.Id/3477/5/Bab%202.Pdf
Review Jurnal 1
Judul Cognitive Behavior Therapy (Cbt) Untuk Mengatasi Gangguan
Obsesif Kompulsif
ISSN 2301-8267
Volume Vol. 01, No.01
Tahun 2013
Jurnal Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan
Penulis Cahyaning Suryaningrum
Tanggal 21 Maret 2020
Tujuan Penelitian Penelitian ini bermaksud untuk melihat apakah Cognitive
Behavior Therapy (CBT) efektif untuk mengatasi gangguan
obsesif-kompulsif.
Subjek Penelitian Subyek dalam penelitian ini adalah seorang mahasiswa yang
memiliki ciri-ciri atau simtom gangguan obsesif-kompulsif
berusia 20 tahun, berjenis kelamin perempuan, dan telah
mengalami OCD selama 5 tahun.
Jenis Penelitian Studi Kasus
Variabel Dependen Variabel dependen dari penelitian ini adalah GANGGUAN
OBSESIF KOMPULSIF
Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini adalah COGNITIVE
BEHAVIOR THERAPY (CBT)
Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa Cognitive Behavior
Therapy (CBT) dapat mengurangi simptom OCD, yang
ditunjukkan dengan menurunnya tingkat kecemasan, pemikiran
negatif dan perilaku kompulsif. Subyek merasakan perubahan
yang besar setelah mengikuti terapi; tingkat kenyamanan
terhadap dirinya sendiri juga lebih baik dibanding sebelumnya.
Kelebihan Penelitian 1. Terapi yang digunakan merupakan terapi kombinasi antara
CBT dengan ERP sehingga proses terapi menjadi lebih
efektif. Selain itu kedua jenis terapi ini bersifat saling
mendukung dan dapat melengkapi satu sama lain.
Kelemahan & Saran 1. Jumlah subjek yang digunakan peneliti terlalu sedikit yaitu
untuk Penelitian 1 orang saja sehingga perlu dilakukan penelitian serupa
pada subjek dengan jenis kelamin berlawanan yaitu wanita
untuk mengetahui perbedaan keefektifan terapi ini pada
laki-laki maupun perempuan.
Review Jurnal 2
Judul Studi Deskriptif Orang Dengan Obsesive Compulsive Disorder
Dan Hubungan Interpersonal Dalam Keluarga
Volume Vol. 2, No.1
Tahun 2019
ISSN p-ISSN 2620-9047, e-ISSN 2620-9071
Jurnal Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP
Penulis Rahmawati, Bangun Yoga Wibowo & Wika Hardika Legiani
Tanggal 21 Maret 2020
Tujuan Penelitian Penelitian, yang dilakukan oleh Prama Yudha Amdan, dengan
judul Konstruksi Identitas Penyandang Obsessive Compulsive
Disorder bertujuan untuk melihat bagaimana penyandang
Obsessive Compulsive Disorder memaknai identitas dirinya
dalam interaksi sosial.
Subjek Penelitian Data diperoleh dari 4 penyandang Obsessive Compulsive
Disorder sebagai key informant.
Jenis Penelitian Metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi
Variabel Dependen Variabel Dependen dari penelitian ini adalah Indentitas diri
dalam interaksi sosial
Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini adalah individu
penyandang Obsessive compulsive disorder (OCD)
Hasil Penelitian 1. Persepsi terhadap Obsessive Compulsive Disorder pada diri
penyandang sendiri menghasilkan dua pandangan terdiri
atas pandangan terhadap kelainan tersebut sebagai bagian
dari konsep dirinya dan yang lain memandang kelainan
tersebut sebagai unit yang terpisah. Konsep Diri
Penyandang Obsessive Compulsive Disorder memiliki nilai
positif dan negatif. Konsep nilai positif yang dimiliki
penyandang Obsessive Compulsive Disorder adalah cerdas,
menyenangkan, penuh pertibangan, suka kebersihan.
Sedangkan konsep diri negatif adalah ambisius,
perfeksionis, cerewet dan banyak keinginan.
2. Dalam persepsi penyandang Obsessive Compulsive
Disorder, orang-orang yang berperan dalam proses tumbuh
kembang dan berada di sekitar penyandang Obsessive
Compulsive Disorder memberikan pengaruh besar terhadap
pembentukan identitasnya sebagai penyandang. Orang-
orang di sekitar dipersepsikan sebagai faktor pemicu tak
terhindarkan atas tindakan obsesif dan perilaku kompulsif
yang berimplikasi langsung terhadap performa di
kehidupan. Orang tua dan pola asuhnya merupakan elemen
kelompok sosial terdekat dan paling berpengaruh besar
terhadap individu penyandang Obsessive Compulsive
Disorder.
3. Dalam menjalin relasi sosial, penyandang Obsessive
Compulsive Disorder seringkali mendapatkan label tertentu
lantaran sikapnya dalam berinteraksi. Label ataupun atribut
yang diberikan tidak disenangi oleh para penyandang.
Penyandang memandang atribut tersebut adalah pelabelan
yang diberikan dengan tanpa berdasar pengetahuan.
Walaupun terdapat ketidakselarasan, para penyandang
Obsessive Compulsive Disorder cenderung untuk tidak
membuka diri mereka dalam hal Obsessive Compulsive
Disorder dengan alasan tidak ada hal yang bisa menjanjikan
semuanya akan berubah ketika para penyandang melakukan
pengungkapan diri.
Disamping kesimpulan yang merujuk kepada tujuan penelitian,
terdapat beberapa temuan lain yang dapat memperkaya
penelitian ini. Temuan lain dalam penelitian terangkum dalam
simpulan berikut
4. Penerimaan seseorang atas kondisinya sebagai penyandang
Obsessive Compulsive Disorder dapat dikelompokkan
dalam tiga kategori yaitu, Kategori Memaklumi, Kategori
Galau dan Kategori Menerima. Kategori Memaklumi adalah
kelompok yang pada awalnya merasakan sesuatu yang tidak
biasa terjadi pada diri penyandang Obsessive Compulsive
Disorder dan kemudian setelah melewati proses tertentu
telah berhasil memaklumi keadaan tersebut sebagai sesuatu
yang harus diterima. Kategori Galau adalah kelompok yang
antara sebelum dan sesudah mengetahui pengetahuan akan
statusnya mengalami kegelisahan dan menjadikan status
sebagai penyandang Obsessive Compulsive Disorder
sebagai permasalahan pelik yang harus dipikirkan.
Sedangkan Kategori Menerima adalah kategori yang
menganggap pengetahuan akan status tersebut adalah
pengetahuan yang tidak semestinya dijadikan pemikiran.
Kelebihan Penelitian 1. Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode
kualitatif, sehingga permasalahan yang diteliti dapat digali
secara lebih mendalam dibandingkan dengan penelitian
dengan menggunakan metode kuantitatif. Begitu pula
dengan fakta lapangan yang didapat juga lebih detail dan
banyak. Dengan demikian penelitian metode kualitatif
sangat cocok untuk meneliti permasalahan gangguan
psikologis seperti OCD, karena untuk meneliti sebuah
gangguan diperlukan data dan fakta yang detail serta
mendalam, sehingga dapat memahami akar permasalahan,
dinamika maupun sebab-akibat dari gangguan tersebut.
2. Subjek pada penelitian ini juga cukup banyak yaitu 4 orang,
sehingga hasil penelitian menjadi lebih general
Kelemahan & Saran 1. Usia subjek penelitian yang digunakan adalah usia-usia
untuk Penelitian dewasa tengah, sehingga perlu dilakuka penelitian serupa,
terutama pada masa usia remaja yang meruapakan masa
pembentukan identitas yang kompleks dan penuh tantangan.
LAMPIRAN
“Jurnal Penelitian”