Anda di halaman 1dari 22

Hakikat Konflik

Konflik merupakan suatu kondisi tidak menyenangkan yang terjadi


dan sering di temui dalam kehidupan sehari-hari. Entah itu dialami oleh
diri sendiri, ataupun orang lain. Konflik bisa saja ditemui tanpa disengaja,
baik disadari ataupun tidak. Ia bisa saja muncul dan hadir ditengah-tengah
kesibukan seseorang berumah tangga, bekerja, bermasyarakat, beragama,
berbangsa dan bernegara. Dimanapun seseorang berada, konflik bisa saja
terjadi. Jika tidak terjadi karena diri sendiri, konflik dapat terjadi
disebabkan oleh perilaku orang lain.
Sikap tidak dapat menerima kesalahan dan kenyataan menjadi
salah satu sumber yang dapat menimbulkan konflik. Contoh kecil
misalnya seseorang melakukan kesalahan dalam bekerja menyebabkan ia
dimarahi atasan. Menghadapi kenyataan itu, ia memberontak dan tidak
dapat menerima kemarahan atasannya. Dari peristiwa itu kemudian
muncul konflik antara dirinya dengan atasan yang pada akhirnya dapat
mengganggu komunikasi dan interaksi dalam bekerja.
Seseorang membeli mobil baru yang di impikannya selama
bertahun-tahun agar dapat lebih cepat menuju kantor. Akan tetapi ada
diantara tetangganya yang merasa tersaingi (tidak senang) sehingga
menimbulkan konflik antar ia dengan tetangganya. Seseorang diberi
amanah harta benda yang berlimpah oleh Allah SWT namun kemudian
membuatnya lalai dan jauh dari Allah SWT. Hatinya merasa tidak tenang
dan tentram, hal tersebut kemudian menimbulkan konflik dalam diri
seseorang dengan dirinya sendiri. Begitulah sekedar contoh kecil konflik
yang terjadi di tengah-tengah kehidupan individu.
Konflik merupakan keadaan yang sering kali di artikan negatif dan
dihindari oleh seseorang. Hal ini cukup beralasan karena konflik yang
dialami membuat seseorang merasa tidak nyaman. Apabila dibiarkan
begitu saja maka konflik dapat memacu terjadinya depresi pada individu.
Oleh karena itu, konflik harus dicari solusinya yang terbaik, dihindari,
didorong, atau diselesaian agar tidak menimbulkan masalah baru. Konflik
harus dihadapi dan dikelola secara bijak terutama ketika ia terjadi
dilingkungan kerja. Hal itu dapat merugikan organisasi seperti
menurunkan semangat karyawan, kinerja individu/kelompok, dan bahkan
dapat menurunkan produktifitas lembaga.
Guna mengelola konflik dengan bijak maka perlu diketahui secara
mendalam bentuk konflik yang sedang terjadi. Melalui pengenalan bentuk
konflik itu, solusi terbaik dalam menghadapinya dapat diketahaui dengan
mudah dan tepat. Ketepatan dalam mengelola konflik dapat memicu
produktifitas lembaga pada asfek positif, sebaliknya menghindari konflik
sebagai suatu peristiwa yang di anggap selalu negatif merupakan tindakan
yang kurang tepat karena justru tindakan itu dap;at menurunkan
produktifitas indivu, kelompok, atau bisa jadi menurunkan produktifitas.

A. Definisi
Kata konflik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya
percekcokan, perselisihan atau pertentangan (Departemen Pendidikan
Nasional, 2008:723). Pengertian ini menunjukkan konflik sebagai sebuah
kondisi atau keadaan terjadinya sebuah peristiwa yaitu percekcokan,
perselisihan atau pertentangan. Kata percekcokan itu sendiri memiliki kata
dasar cekcok yang artinya bertengkar, berbantah atau berselisih
(Departemen Pendidikan Nasional, 2008:252). Bertengkar menunjukkan
keadaan dimana dua orang atau dua kelompok orang saling berlawanan
dengan menunjukkan ia yang benar sedangkan orang lain salah. Kondisi
ini menjadikan antar kedua orang atau kedua kelompok saling berebut
untuk menang.
Tidak jauh berbeda dari pertengkaran, konflik sering dipahami
sebagai suatu hal yang negatif yang mengarah pada pertengkaran atau
perselisihan antar individu maupun kelompok. Pada pengertian ini,
konflik dipahami sebagai sebuah perselisihan untuk menang atau kalah.
Seseorang yang mampu menunjukkan dirinya benar, orang lain salah dapat
dinilai sebagai orang yang menang dalam konflik. Sebaliknya, seseorang
yang menghindari konflik dan tidak mampu menunjukkan dirinya benar
maka dinilai telah kalah dalam konflik.
Stragner dalam Winardi (2012:384) menyatakan, konflik
merupakan sebuah situasi, dimana dua orang (atau lebih) menginginkan
tujuan-tujuan yang menurut mereka dapat dicapai oleh salah seorang
diantara mereka, tetapi hal itu tidak mungkin dicapai oleh kedua belah
pihak. Pada pengertian ini, konflik didefinisikan sebagai kondisi antara
dua orang atau lebih yang saling berjuang mencapai tujuannya, namun
diantara keduanya saling bersaing tanpa berkerja sama. Konflik seperti ini
dipahami sebagai kondisi yang positif karena berpotensi untuk
meningkatkan hasil kerja yang lebih baik dari orang lain/kelompok lain.
Tentu saja, hal tersebut sangat bermanfaat bagi peningkatan produktivitas
lembaga atau organisasi.
Definisi konflik diatas merupakan konflik yang mendorong ke arah
kebaikan, dimana antara dua orang atau lebih yang terlibat konflik tidak
merasa saling terganggu. Berbeda kondisi ini, konflik sering dipahami
sebagai kondisi yang menyebabkan dua orang yang bertengkar merasa
terganggu dengan perilaku orang lain. Hardjana dalam Wahyudi (2015:18)
menyatakan konflik adalah suatu persilisihan atau pertengkaran antara dua
orang atau dua kelompok yang perbuatan salah satunya berlawanan
dengan yang lain sehingga salah satu atau kedua-duanya saling terganggu.
Dari definisi-definisi di atas diketahui, konflik dapat dimaknai
positif atau negatif tergantung pada sikap orang yang mengalaminya. Pada
sikap yang negatif konflik sering diartikan sebagai perselisihan yang
menyebabkan diantara dua orang atau lebih saling mengalahkan sehingga
salah satu atau kedua-duanya merasa terganggu. Pada sikap yang positif,
konflik sering diartikan sebagai perselihisan antara dua orang atau lebih
yang saling berjuang yang mencapai tujuan tanpa harus bekerjasama.
Konflik positif tidak menimbulkan adanya perasaan terganggu salah satu
atau kedua-duanya. Pada pengertian ini, konflik lebih mirip pada sikap
persaingan walaupun sebenarnya antara konflik dan persaingan tidaklah
sama.
Stragner dalam Winardi (2012:385) menyatakan, konflik dan
persaingan adalah 2 hal yang berbeda. Persaingan meliputi tindakan-
tindakan yang dilakukan oleh orang tertentu untuk mencapai tujuan yang
diinginkan dan menyebabkan orang lain tidak berhasil mencapai tujuan.
Artinya, dalam suatu persaingan terdapat sebuah upaya yang dilakukan
oleh seseorang atau kelompok untuk menghalangi, menghambat ataupun
mengganggu orang lain atau kelompok lain agar tidak dapat melakukan
hal yang sama sehingga mereka tidak mampu mencapai tujuan.
Berbeda dengan saingan, konflik merupakan suatu pertentangan
yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya,
terhadap orang lain, atau terhadap organisasi dengan kenyataan yang
diharapkan (Mangkunegara, 2010:21). Pertentangan yang terjadi dalam
diri seseorang terhadap diri sendiri maupun orang lain dapat menimbulkan
dampak negatif ataupun positif tergantung pada sikap seseorang
menghadapinya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa konflik dapat
diartikan sebagai suatu peristiwa positif ataupun negatif tergantung pada
sudut pandang seseorang. Pada pengertian yang positif, definisi konflik
adalah suatu keadaan terjadi perselisihan atau pertentangan antara dua
orang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang lebih baik dari orang
lain, yang diantara keduanya tidak ada perasaan terganggu. Konflik seperti
ini dapat mengarahkan pada kemajuan untuk mengantarkan produktivitas
kerja individu, kelopok atau organisasi.
Berbeda dari itu dalam pandangan negatif definisi konflik adalah
suatu perbuatan saling berselisih antara dua orang atau lebih yang berjuang
untuk menang atau kalah. Artinya, dalam konflik negatif terdapat upaya
untuk saling menjatuhkan dan berebut sebagai orang yang benar (atau
diposisi benar). Pada pandangan negatif konflik dinilai sebagai sebuah
peristiwa yang perlu dihindari karna dapat menurunkan produktifitas kerja
lembaga.
B. Teori Tentang Konflik
Konflik sebagai suatu keadaan yang tidak dapat dihindarkan
dalam sebuah organisasi, maka manajer harus dapat mengelola konflik
dengan baik. Terdapat banyak teori yang menjelaskan tentang hubungan
sebab akibat mengenai konflik. Salah satu teori yang mengulas tentang
konflik sosial adalah Teori Interaksi (1970). Teori ini menekankan bahwa
konflik dapat berakibat pada pertumbuhan produksi dan kehancuran
sebuah organisasi, tergantung bagaimana manajer mengelola konflik
tersebut. Kemudian, beberapa teori yang lain disebutkan :
1. Teori Hubungan Masyarakat
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang
terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan diantara kelompok
yang berbeda dalam suatu masyarakat. Sasarannya : meningkatkan
komunikasi dan saling pengertian antara kelompok yang mengalami
konflik, seta mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa
saling menerima keragaman yang ada didalamnya.
2. Teori Identitas
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam,
yang sering berakar pada hilangnya sesutu atau penderitaan dimasa
lalu yang tidak diselesaikan. Sasarannya : melalui fasilitas lokakarya
dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik, sehingga
dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan diantar pihak tersebut
dan membangun empati dan rekonsiliasi diantara mereka.
3. Teori Kebutuhan Manusia
Menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan
dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau
dihalangi. Hal yang sering menjadi inti pembicaraan adalah
keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi.
Sasarannya : mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan
mereka yang tidak terpenuhi, serta menghasilkan pilihan-pilihan untuk
memenuhi kebutuhan itu.
4. Teori Kesalahpahaman Antarbudaya
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam
cara-cara komuikasi diantara berbagai budaya yang berbeda.
Sasarannya : menambah pengetahuan kepada pihak yang berkonflik
mengenai budaya pihak lain, mengurangi streotip negatif yang mereka
miliki tentang pihak lain, meningkatkan keefektifan komunikasi
antarbudaya.
5. Teori Negoisasi Prinsip
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak
selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak
yang mengalami konflik. Sasarannya : membantu pihak yang
berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai
masalah dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi
berdasarkan kepentingan merka daripada posisi tertentu yang sudah
tetap. Kemudian melancarkan proses kesepakatan yang
menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.

C. Jenis-Jenis Konflik dan Cara Mengenal Konflik.


Konflik dalam kehidupan berorganisasi dapat terjadi berbagai
bentuk situasi, dan berbagai kondisi sehingga tidak perlu di hindari.
Konflik seharusnya dapat dikelola dengan baik agar dapat memberi
manfaat secara positif bagi pengajuan sebuah lembaga. Beraneka ragam
konflik yang terjadi dapat menghambat ataupun mendorong kemajuan
sebuah lembaga sehingga perlu dikenali karakteristik dan jenisnya agar
dapat mencari solusi yang terbaik. Dari bentuk konflik yang
diketahui,selanjutnya dapat menjadi informasi awal bagi manajemen untuk
mengelola konflik dengan cara positif.
1. Jenis konflik berdasarkan karakteristik subjeknya
Secara umum konflik dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu
sebagai berikut:
a. Konflik pada diri individu
b. Konflik antar indivivdu
c. Konflik individu dengan kontitusi (Winardi,2014:267).
Sebagai individu, seseorang dalam sebuah organisasi memiliki
kelebihan dan keterbatasan masing-masing. Kelebihan merupakan
potensi yang dimiliki sebagai modal dalam bekerja dan harus
dikembangkan untuk mencapai kinerja yang baik. Sedangkan,
keterbatasan merupakan suatu kondisi yang perlu dimaklumi. Setiap
individu yang bekerja memiliki latar belakang yang berbeda-beda
sehingga membutuhkan kemampuan untuk bertoleransi antar individu
agar tidak terjadi konflik.
Polak dalam Wahyudi (2015:30) membedakan bentuk konflik
menjadi empat jenis yaitu :
a. Konflik antar kelompok
b. Konflik intern dalam kelompok
c. Konflik antar individu untuk mempertahankan hak dan kekayaan
d. Konflik individu untuk mencapai cita-cita.
Apabila diperhatikan, jenis konflik ini dikelompokkan berdasarkan
subjek atau perilaku konflik dikaitkan dengan tujuan yang hendak
dicapai. Jenis konflik tersebut termasuk dalam konflik internal
organisasi.
Mangkunegara (2010:24) mengelompokkan konflik
berdasarkan karakteristiknya menjadi lima bentuk. Lebih jelasnya
sebagai berikut :
a. Konflik dari dalam diri perorangan
b. Konflik antar perorangan-perorangan dalam suatu organisasi
c. Konflik antar perorangan-perorangan dengan kelompok-kelompok
adalah suatu organisasi
d. Konflik antara kelompok dalam suatu organisasi
e. Konflik antara organisasi dengan organisasi
Bentuk konflik diatas secara umum dapat dibedakan menjadi
dua yaitu konflik internal organisasi dan konflik eksternal (antar)
organisasi. Konflik internal organisasi meliputi konflik dari dalam diri
perorangan, konflik antar perorangan-perorangan dalam suatu
organisasi, konflik antar perorangan-perorangan dengan kelompok-
kelompok, dan konflik antar kelompok dalam suatu organisasi,
sedangkan konflik eksternal terdapat dalam bentuk konflik antar
organisasi dengan organisasi.
Pengelompokan bentuk konflik yang dikemukakan oleh
Mangkunegara diatas, sama dengan pendapat Fahmi (2014:267) yang
membedakan konflik dalam organisasi menjadi lima yaitu :
a. Konflik dalam diri individu
b. Konflik antar individu dalam organisasi
c. Konflik antar individu dan kelompok
d. Konflik antar kelompok dalam organisasi
e. Konflik antar organisasi. Kelima bentuk konflik ini dapat terjadi
pada suatu organisasi, disadari atau tidak disadari.
Konflik individu dengan dirinya sendiri dikenal dengan istilah
konflik intrapersonal. Konflik ini merupakan konflik yang dialami
oleh setiap orang, terjadi karena seseorang dihadapkan pada dua
pilihan dan ia harus mengambil keputusan untuk memilih yang terbaik
diantar dua pilihan yang harus didahulukan. Pilihan-pilihan tersebut
terdiri atas tiga bentuk, yaitu : Pilihan positif-positif, positif-negatif,
dan negatif-negatif.
2. Jenis Konflik Berdasarkan Objek Terjadinya
Berdasarkan tipe dasar terjadinya, konflik dapat dibedakan menjadi
tiga yaitu :
a. Konflik tujuan, yakni konflik yang terjadi apabila hasil akhir yang
diinginkan tidak sesuai dengan keinginannya
b. Konflik kognitif, yakni konflik yang terjadi apabila individu
menyadari pemikiran atau ide mereka tidak konsisten satu sama
lain
c. Konflik efektif, yakni konflik yang terjadi apabila perasaan dan
emosi tidak sesuai satu sama lain, maksudnya orang-orang
memberontak satu sama lain (Winardi, 2010:162).
Konflik tujuan merupakan konflik yang terjadi apabila perilaku
individu menyebabkan timbulnya hasil yang bersifat eksklusif,
misalnya seseorang harus memilih konsekuensinya masing-masing.
Konflik tujuan juga terjadi apabila perilaku individu menghasilkan
elemen-elemen yang tidak sesuai satu sama lain, positif dan negatif.
Misalnya seseorang harus memilih bekerja sebagai manager dengan
gaji yang besar, akan tetapi ditempatkan didaerah terpencil dan jauh
dari keluarga tercinta. Konflik tujuan sering terjadi pada setiap
individu dalam kehidupan sehari-hari.
3. Jenis Konflik Berdasarkan Manfaatnya
Konflik juga dapat dilihat dari kebermanfaatannya bagi
organisasi. Mangkunegara membagi konflik ini menjadi dua jenis,
yaitu konflik fungsional dan konflik disfungsional. Konflik fungsional
adalah konflik yang keberadaannya dapat menguntungkan bagi
organisasi sedangkan konflik disfungsional adalah konflik yang
keberadaannya dapat merugikan bagi organisasi.
Sunyoto (2015:63) menyatakan, konflik fungsional adalah
konflik yang keberadaannya menguntungkan organisasi, karena dapat
membantu organisasi mencapai tujuan dengan lebih baik. Sedangkan,
konflik disfungsional adalah konflik yang keberadaannya merugikan
organisasi.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa konflik
berdasarkan manfaatnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu konflik
fungsional yang harus dipertahankan, bahkan harus diciptakan karena
dapat membantu organisasi mencapai tujuan, sedangkan konflik
disfungsional harus ditiadakan karena dapat menghambat atau
menghalangi organisasi dalam mencapai tujuannya.
4. Jenis Konflik Berdasarkan Tingkat Struktural
Konflik dalam suatu organisasi baik individu dengan dirinya
sendiri, individu dengan individu, individu dengan kelompok atau
kelompok dengan kelompok lainnya dapat berdampak pada kinerja
organisasi. Besar atau kecil dampaknya tergantung pada tingkat
konflik yang sedang terjadi. Konflik dalam organisasi dapat
dikelompokkan berdasarkan tingkatannya. Organisasi sebagai sebuah
sistem memiliki kepengurusan yang terstruktur sesuai dengan
tingkatan kompetensi dan jabatan, dalam operasional organisasi
konflik antar jenjang jabatan atau dalam struktur organisasi juga dapat
terjadi.
Mangkunegara (2010:21) menyatakan konflik dalam
organisasi berdasarkan tingkatan struktural dapat dibedakan menjadi
sebagai berikut :
a. Konflik hirarki yaitu konflik yang terjadi pada tingkatan hirarki
organisasi. Contohnya konflik antara pemimpin dengan karyawan
b. Konflik fungsional yaitu konflik yang terjadi dari berjenis-jenis
fungsi departemen dalam organisasi. Contohnya konflik antara
kepala bagian personalia dengan kepala bagian kepegawaian,
konflik antara kepala program studi.
c. Konfik staf dengan kepala unit yaitu konflik yang terjadi antara
pimpinan unit dengan stafnya terutama berkaitan dengan
wewenang/autoritas kerja. Contohnya konflik terjadi karena staf
secara tidak formal mengambil wewenang yang berlebihan.
d. Konflik formal-informal yaitu konflik yang terjadi berhubungan
dengan norma yang berlaku diorganisasi informal dengan
organisasi formal. Contohnya pimpinan menempatkan norma yang
salah pada organisasi.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat Mangkunegara di atas,
Winardi (2014:411) mengelompokkan konflik organisasi menjadi
empat jenis. Lebih jelasnya sebagai berikut :
a. Konflik vertikal dapat terjadi pada tingkat hubungan vertikal dalam
organisasi misalnya konflik antar bawahan terhadap atasan.
b. Konflik horizontal dapat terjadi anatara divisi-divisi.
c. Konflik garis-staf dapat terjadi antara staf terhadap staf.
d. Konflik peranan dapat terjadi pada tingkatan divisi atas peran dan
wewenang yang dimiliki masing-masing.
Cummings dalam Wahyudi (2015:32) konflik dalam organisasi
terdiri atas empat macam. Lebih jelasnya sebagai berikut.
a. Konflik manajer lini (supervisior) dengan manajer menengah
b. Konflik manajer menengah dengan manajer menengah
c. Konflik manajer perorangan dengan organisasi
d. Konflik batin pada diri manjer
Dari pendapat diatas, diketahui konflik dalam organisasi
dibedakan menjadi empat, yaitu konflik manajer lini dengan manajer
menengah, konflik manajer menengah dengan manajer menengah,
konflik manajer perorangan dengan organisasi, dan konflik batin pada
diri manajer. Lebih lanjut, Wahyudi menambahkan bahwa konflik
dapat pula terjadi antara manajer lini, manajer menengah, dan manajer
puncak. Pada kondisi-kondisi tertentu konflik dalam organisasi dapat
terjadi pada setiap individu atau kelompok dalam organisasi, baik
karyawan, maupun pada manajer-manajernya.
Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan diatas, diketahui
bahwa konflik dapat terjadi pada setiap situasi dan kondisi apapun
dalam sebuah organisasi. Konflik dapat saja terjadi pada siapapun,
apapun kedudukan dan jabatannya, oleh karena itu penting penting
untuk mengenal konflik yang sedang terjadi, terutama bagi seorang
manajer. Konflik yang terjadi dapat dibedakan berdasarkan subjek
(orang atau pelakunya), yakni konflik individu dengan dirinya sendiri,
konflik antar individu, individu dengan kelompok, dan kelompok
dengan kelompok. Berdasarkan tipe dasar terjadinya konflik
dibedakan menjadi tiga, yaitu konflik tujuan, konflik kognitif, dan
konflik efektif. Berdasarkan tingkatannya konflik dapat dibedakan
menjadi empat, yaitu konflik hirarki, konflik staf dengan kepala unit,
dan konflik formal-informal, dalam istilah lain dapat dibedakan
dengan empat jenis yaitu konflik vertikal, konflik horizontal, konflik
garis-staf dan konflik peranan. Berdasarkan cara menyikapinya,
konflik dapat dibedakan menjadi dua yaitu konflik fungsional (positif)
dan konflik disfungsional (negatif). Semua jenis konflik diatas dapat
dihadapi dan dikelola dengan bijak untuk meningkatkan produktivitas
lembaga atau setidaknya tidak menggangu kinerja SDM lembaga atau
organisasi.

D. Proses dan penyebab terjadinya konflik


1. Konflik Individu (Intrapersonal)
Konflik ini dalam pandangan modern merupakan suatu hal
yang tidak dapat dihindari. Konflik akan selalu muncul baik dalam
diri seseorang terhadap dirinya sendiri, seseorang terhadap orang lain
(individu atau kelompok), kelompok dengan kelompok maupun
organisasi dengan organisasi. Keanekaragaman persepsi, kemampuan,
dan latar belakang individu atau kelompok menyebabkan konflik
menjadi suatu hal yang mustahil tidak ada dalam suatu organisasi atau
lembaga.
Konflik antara individu dengan dirinya sendiri dapat terjadi
karena faktor penilaian negatif individu terhadap dirinya sendiri, atau
yang dikenal dengan istilah konsep diri. Agustiani (2009:138)
menyatakan, konsep diri adalah gambaran yang dimiliki oleh individu
terhadap dirinya sendiri yang dibentuk melalui perkembangan
pengalaman-pengalaman yang diperolehnya dari berinteraksi dengan
lingkungan (orang lain) secara terus-menerus dan terdiferensiasi.
Konsep diri individu yang positif dapat meminimalisir terjadi konflik
dalam diri sendiri, sedangkan konsep diri individu yang negatif
berpotensi menimbulkan konflik dalam dirinya. Betapapun besar
penialian orang yang negatif terhadap diri individu, apabila konsep
dirinya matang maka tidak akan terjadi konflik.
Konsep diri yang positif dalam bekerja penting dimiliki dalam
rangka menghindari, mengurangi, atau mengendalikan terjadinya
konflik internal individu agar tidak menjadi masalah dengan oranglain
atau lembaga. Individu yang mengenal diri sendiri selalu berpikir
positif dan dapat memunculkan perasaan berharga sehingga tetap
akan bekerja meskipun penilaian orang buruk, karena sejatinya
individu itu sendiri yang tahu bahwa ia tidak buruk seperti yang
disangkakan oranglain. Akan berbeda kondisinya bila gambaran
individu terhadap diri sendir buruk atau negatif sehingga muncul rasa
tidak dihargai. Pada kondisi ini, individu sering mengalami konflik
internal yang terjadi dalam dirinya sehingga akan berhenti jika
mendapatkan penilaian buruk atau ada rasa tidak dihargai.
Konflik individu dapat terjadi karena peristiwa sehari-hari,
karena ada tantangan dan bahkan karena ada peluang (Hendricks
dalam Fahmi, 2014:266). Tantangan dari pekerjaan dalam
meningkatkan kinerja dapat menimbulkan konflik dalam diri individu,
terutama ketika pikiran merasa optimis dapat meningkatkan kinerja
sedangkan hati merasa ragu-ragu. Konflik juga dapat muncul dalam
diri seseorang ketika menemukan peluang untuk meningkatkan
jabatan namun ia merasa tidak siap.
Konflik individu dengan diri sendiri dalam bekerja dapat pula
terjadi karena faktor ketidakpastian tentang pekerjaan, pekerjaan yang
sulit diselesaikan, dan pekerjaan yang saling bertentangan. Bertahun-
tahun menjadi tenaga honorer tanpa ada kejelasan akan diangkat dapat
menimbulkan konflik dalam diri individu. Irianto (2011:66)
menyatakan tenaga kerja honorer (tidak tetap) umumnya memiliki
kelemahan dalam ikatan, posisinya tidak menentu karena suatu waktu
bisa saja mengalami putus hubungan dengan organisasi. Hal inilah
yang menyebabkan konflik dalam diri tenaga kerja tidak tetap dalam
bekerja. Muncul kekhawatiran, ataupun perasaan was-was akan status
yang lemah dalam hubungan dengan organisasi. Kondisi seperti ini
menjadi masalah yang menimbulkan konflik intern individu. Hal ini
banyak dirasakan oleh karyawan tidak tetap (honorer), kecuali tenaga
profesional. Ia selalu berpandang positif atas kehidupan, sehingga ia
bekerja sebaik mungkin demi menjaga keprofesionalannya tanpa
merasa khawatir.
Tidak hanya status hubungan kerja, kepercayaan pun dapat
menimbulkan konflik individu. Ketika individu diberi kepercayaan
yang sesuai keilmuwan, pengalaman, dan kemampuannya namun
diperjalanan terdapat hambatan diluar kendalinya sehingga tidak
dapat menyelesaikan tugas dengan baik. Kondisi seperti ini
menimbulkan rasa bersalah, malu dan menurunkan rasa percaya diri
individu. Muncul persepsi negatif orang lain tentang dirinya. Orang
yang semula percaya dengan kemampuan yang dimiliki beralih
meragukan kemampuan dirinya. Hal ini menjadi sebuah beban moral,
yang berkecambuk dalam hati sampai akhirnya ia harus
mengendalikan diri dan memaafkan diri sendiri.
Rasa kecewa seorang atasan terhadap kesalahan yang bukan
kesalahan dirinya dapat pula menimbulkan konflik batin dalam diri
individu. Ia harus memilih antara mau mendengarkan persepsi negatif
orang lain terhadap dirinya atau mau mendengarkan suara hati bahwa
ia tidak bersalah. Konflik interna individu dapat terjadi pula pada saat
individu memperoleh tugas yang menumpuk. Ada pertentangan
antara tugas yang satu dengan tugas yang lainnya, dan atau ada tugas
penting yang harus diselesaikan dalam waktu bersamaan dapat pula
menimbulkan konflik dalam diri individu. Akan ada pertentangan
untuk memilih bersabar dan mengontrol emosi agar dapat
diselesaikan dengan baik.
Setidaknya dapat diketahui dua penyebab terjadi konflik
individu. Yulianti (2015:293) menyatakan:
a. Karena adanya ketidaksesuaian antara pikiran (kognitif) dengan
keyakinan dalam diri (hati) individu
b. Ketidaksesuaian antara harapan dengan peran.
Contoh ketidaksesuaian antara kognitif dengan keyakinan,
ketika pikiran menghendaki hijrah keluar kota adalah pilihan
yang baik sedangkan hati meyakini bahwa tetap bertahan
bekerja didalam kota adalah pilihan yang tepat. Ketidaksesuaian
hati (keyakinan) dan pikiran (kognitif) ini menimbulkan terjadi
konflik dalam diri individu.
Kedua, adalanya ketidaksesuaian antara harapan dan peran.
Sebagai contoh seorang mahasiswa jurusan Manajemen Pendidikan
Islam berharap setelah tamat kuliah dapat langsung bekerja sebagai
tenaga administrasi disalah satu sekolah terbaik dikotanya. Disisi lain,
setelah tamat kuliah ayahn ya meminta agar ia fokus mengelola
sekolah yang didirikan oleh almarhum kakeknya. Ketidaksesuaian ini
menimbulkan konflik didalam mahasiswa itu sendiri.
Sikap individu dalam mengatasi konflik yang terjadi dalam diri
seseorang berbeda-beda. Ada yang menghindari konflik sehingga
tidak mampu keluardari permasalahan yang sedang dihadapi.
sedangkan konflik justru semakin bertambah banyak dan dapat
menghambat kreativitas individu dalam bekerja. Disisi lain, ada
individu yang dapat mengatasi masalah sehingga konflik tidak sampai
menghambat kreativitasnya bekerja. Konflik menjadikan seseorang
berhasil menggapai impian. Ia mengenal kelemahan-kelemahan yang
dimiliki sehingga konflik dalam diri sendiri dapat dikendalikan dan
dikelola dengan baik.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konflik
dalam diri individu dapat terjadi melalui persepsinya terhadap
masalah, ketidaksesuaian antara pekerjaan yang dilakukan dengan
hasil yang diperoleh, ketidaksesuaian dari lembaga yang
membelenggu kreativitasnya, sedangkan pikiran dan hati
mengharapkan untuk verkreativitas lebih baik lagi. Konflik yang
dihadapi seperti itu adalah konflik yang dapat membawa pada
kemajuan. Konflik telah membawa seseorang motivasi dan kekuatan
baru utuk memperbaiki kinerjanya.
Seseorang mampu megendalikan diri, mengontrol emosi dan
mengelola pikiran untuk mengatasi masalahnya sendiri. Konflik dalam
diri individu dapat terjadi karena peristiwa sehari-hari, karena adanya
tantangan, dan adanya peluang untuk meningkatkan produktivitas.

2. Konflik antara individu (Interpersonal)


Konflik antara individu merupakan konflik yang sering terjadi
antara individu dengan individu dalam suatu orgaisasi. Individu yang
berbeda-beda kemampuan, bakat, latar belakang pendidikan, ekonomi,
dan berbeda latar belakang keluarga memiliki kepentingan yang
berbeda pula dengan individu lain. Apabila ia lebih mementingkan
kepentingan sendiri, serta mengabaikan kepentingan organisasi maka
hal ini dapat menyebabkan terjadinya konflik.
Perbedaan antara individu menyebabkan individu mudah
berselisih paham yang berujung padaterjadi konflik, yakni perselisihan
yang terjadi antara dua orang yang berbeda kepentingan serta tidak
dapat bekerjasama dengan baik. Jauhnya perbedaan menjadikan antar
individu satu dengan individu lainnya merasa asing sehingga sulit
untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Tidak adan kedekatan
menjadikan antar individu saling menjaga jarak dan merasa canggung.
Akibatnya mereka tidak dapat bekerja sama dengan baik, padahal
syarat agar antar individu dapat bekerja sama dengan baik adalah ada
komunikasi persuasif yang terjalin secara efektif. Mulyana (2012:187)
menyatakan bahwa hubngan antar individu dapat terjalindengan baik
apabila terdapat banyak kemiripan. Semakin banyak persamaan antar
individu menjadikan antar keduanya dapat terjalin kerjasama yang
baik.
Secara umum, konflik dapat terjai karena delapan faktor yaitu:
a. SARA
b. Persaingan tidak sehat
c. Perbedaan persepsi
d. Hambatan dalam komunikasi
e. Ketidaksesuaian visi, misi, tujuan, strategi dan lain-lain
f. Saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas
g. Orang-orang dipaksa bekerja dalam waktu yang lama
h. Perbedaan dalam nilai dan keyakinan yang menyebabkan curiga
i. Salah paham dan permusuhan (Usman, 2013:506).
Konflik antar individu dalam organisasi dapat terjadi karena
keyakinan atau SARA. Perbedaan keyakinan yang tiak diikuti dengan
sikap toleransi dapat menimbulkan konflik antar individu.
Adanya peluang jabatan untuk diperebutkan dalam organisasi
menjadikan antar individu bersaing merebutkan satu posisi penting.
Individu-individu saling berkompetisis untuk menang, saling
menjatuhkan, dan berusaha agar dapat menunjukkan ia benar dan
pantas. Kondisi seperti ini, membuka peluang terjadinya konflik antar
individu.
Konflik dapat pula terjadi karena ada perbedaan persepsi
dalam bekerja. Misalnya, terjadi perbedaan terhadap cara
menyeesaikan pekerjaan yang menimbulkan konflik karena setiap
individu saling mempertahankan cara bekerjanya masing-masing. Hal
ini kemudian menjadikan individu saling bertengkar. Penyebab
terjadinya konflik antar individu juga dapat terjadi karena ada
perbedaan cara menyelesaikan masalah dan persepsi terhadap
pembagian tugas dapat menimbulkan konflik antar individu.

Mulyana (2012:38) menyatakan bahwa:


Banyak konflik antar personal yang terjadi karena ketidaktahuan
kemampuan personal. Kalau saja orang menyadari bahwa
penginderaannya dapat salah, tentu tidak terlalu sulit baginya untuk
mengakui persepsi yang dihasilkannya dapat keliru.
Pada suatu organisasi, kondisi seperti yang dikatakan oleh
Mulyana diatas sering ditemui. Konflik antar personal (individu)
muncul karena ketidaktahuan tentang kemampuan yang dimiliki oleh
individu yang lain. Kita menilai kemampuan orang lain dari apa yang
terlihat oleh mata padahal itu belum tentu menggambarkan
kemampuannya. Ada faktor lain atau indikator lain yang harus diukur
untuk menyimpulkan kemampuan yang utuh. Penilaian pada persepsi
yang hanya sebatas pengamatan indera semata tanpa sehingga
kesimpulan yang diperoleh dapat keliru, tidak menggambarkan
kondisi yang sebenarnya. Pepatah mengatakan, “kenyataan yang
dilihat dipermukaan belum tentu menggambarkan keadaan yang
sebenarnya.”
Ini suatu penilaian yang terburu-buru yang akibatnya dapat
merugikan organisasi. Apabila berkaitan dengan pembagian bidang
tugas, maka persepsi yang keliru terhadap kemampuan personal kan
menghasilkan pembagian tugas yang tidak sesuai dengan keahlian
personal. Akibatnya adalah timbul konflik t=antar personal (individu)
dalam proses penyelesaian tugas. Masing-masing individu akan saling
melemprakan tugas yang menajdi tanggung jawabnya. Jika ini terjadi
secara terus-menerus maka kualitas proses dan hasil dari pekerjaan
tidak akan sesuai harapan dan pada akhirnya dapat mempengaruhi
produktivitas organisasi.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan, konflik antara
individu dalam organisasi dapat terjadi karena ada perbedaan antar
individu, seperti perbedaan SARA, perbedaan kepentingan, perbedaan
persepsi, persaingan, saling ketergantungan dalam penyelesaian tugas,
pemaksaan dalam bekerja, salah paham dan permusuhan. Semua
faktor tersebut berpotensi menjadi penyebab terjadi konflik antar
individu sehingga perlu upaya antisipasi dala mencegah konflik.

3. Konflik individu dengan kelompok


Kelompok terdiri atas individu-individu yang memiliki
pemahaman dan kepentingan yang sama, namun secara personal
setiap individu tetap memiliki karakter yang berbeda. Perbedaan
karakter antar individu dalam kelompok dapat menyebabkan
perbedaan persepsi dalam menyelesaikan tugas atau dalam menyikapi
masalah. Satu atau dua orang yang berbeda pendapat dengan
kelompoknya tentang cara menyeesaikan tugas bersama sedangkan
anggota kelompoknya tidak mentoleransi perbedaan itu dapat
menimbulkan selisih paham, saling mempertahankan pendapat, dan
berkurang rasa saling meghargai. Kondisi ini jika dibiarkan,
menimbulkan ketegangan antara individu dengan kelompok yang
menyebabkan proses komunikasi menjadi terhambat sampai akhirnya
menimbulkan konflik antara individu dengan kelompok.
Tidak ada toleransi sekelompok orang terhadap individu yang
melakukan kesalahan yang menimbulkan konflik antara individu
dengan kelompok. Anggota kelompok memberi tekanan yang
mendalam pada individu yang bersalah sehingga ia tidak percaya diri
dalam bekerja, dan merasa takut melakukan kesalahan baru. Sikap
tersebut menimbulkan hubungan yang tidak harmonis, kaku da
kekerabatan menjadi renggang.

Individu-individu didalam kelompok kerja dapat saling bekerjasama untuk


mencapai hasil yang baik, kendatipun terdapat anggota kelompok yang
berbeda paham. Setiap anggota keompok memiliki kepuasan dan keinginan
yang berbeda-beda walaupun 11. manajemen konflik (suatu
pendeketan psikologi, komunikasi, dan pendidikan). No Title. (CV Budi
Utama, 2018).

berada dalam satu kelompok (Fattah, 2010:84). Perbedaan


tingkat kepuasan dan keinginan didalam kelompok dapat memicu
terjadinya konflik antar individu dengan kelompok.
Dilihat dari latar belakang individu, konflik individu dengan
kelompok dapat terjadi karena ada perbedaan pola asuh uninvolved
berperilaku cendrung spontan dalam mengerjakan sesuatu.
Rendahnya kasih sayang dan interaksi dengan orangtua nya
sejak usia kanak-kanak menjadikan seseorang kurang mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan, termaksud lingkungan kerja. Ia
cendrung bekerja dengan spontan dan selalu berani mencoba.
Dihadapkan dengan individu yang mendapat pola asuh authoritarian,
individu yang dibesarkan dari pola asuh univolved terkadang bertolak
belakang dalam menyelesaikan tugas. Individu dari pola asuh
authoritarian merupakan orang yang disiplin dan bertanggung jawab,
cendrung menyelesaikan tugasnya tepat waktu, mandiri, tanggung
jawab, dan idealis. Ia tidak mudah bertoleransi terhadap sesuatu yang
bersifat dadakan karena selain disiplin ia juga memiliki sifat yang
mudah cemas dan kurang percaya diri. Lain lagi jika dihadapkan
dengan individu yang pola asuhnya outhoritative. Ia terbiasa
mendapat dukungan dan kepercayaan orangtua nya untuk leluasa
berkreasi, dihadapkan dengan lingkungan kerja yang tidak hangat
maka dapat berpotensi terjadinya konflik (Mulyadi dkk, 2016:185).
Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa adanya
perbedaan kepribadian, pandangan dan presepsi dapat menimbulkan
konflik antar individu dengan kelompok dalam sebuah organisasi.
Konflik individu dan kelompok dapat pula terjadi karena ada tekanan
dari kelompok terhadap individu yang melakukan kesalahan.

4. Konflik antar Kelompok


Kelompok merupakan suatu perkumpulan individu yang
tergabung dalam suatu ikatan untuk mencapai tujuan yang sama
namun dengan latar belakang yang berbeda-beda. Ada tujuan yang
sama antar individu memperkecil perbedaan diantara mereka sehingga
disadari atau tidak hal tersebut mendorong terbentuknya kelompok.
Terbentuknya kelompok-kelompok dalam sebuah organisasi
merupakan hal yang lumrah, terutama kelompok kerja karena dinilai
sebagai suatu kebutuhan organisasi dalam meningkatkan
produktivitas.
Kelompok dalam organisasi terkadang sengaja dibentuk untuk
efisiensi pekerjaan, dana, dan waktu. Organisasi membentuk
kelompok formal untuk mempermudah pencapaian tujuan (Fattah,
2010:83). Setiap kelompok memeliki kepentingan yang berbeda-beda
satu sama lain dan memiliki kemampuan yang berbeda-beda pula.
Perbedaan latar belakang individu antar kelompok dan perbedaan
kelompok yang satu dengan kelompok lainnya sering menjadi
penyebab terjadi konflik antar kelompok.
Konflik antar kelompok dapat terjadi dalam bentuk konflik
antar ras atau suku bangsa. Konflik ini terjadi karena ada perbedaan
ras antar suku bangsa, misalnya antar ras yang berkulit putih dengan
individu dari ras berkulit hitam. Bisa jadi, ini terjadi karena ras yang
berkulit putih merasa lebih baik dari ras yang berkulit hitam atau
sebaliknya sehingga saling mencemooh dan menimbulkan
permusuhan. Ada perasaan bangga terhadap budaya daerah
menyebabkan suku bangsa tertentu mendominasi suku bangsa lain
yang akhirnya menimbulkan konflik.
Konflik antar kelompok dapat pula terjadi antar kelas-kelas
sosial, terutama terjadi pada saat sub-sub sistem di masyarakat tidak
menjalankan fungsi secara adil dan proporsional sehingga kelompok
masyarakat tertentu merasa terabaikan. Konflik antar etnis merupakan
konflik yang dilatarbelakangi karena ada perbedaan kepentingan,
tujuan, kegagalan dalam komunikasi, perbedaan kebudayaan dan
perbedaan fisik atau warna kulit (Wahyudi, 2015:31).
Tidak hanya dalam masyarakat, konflik antar kelompok juga
terjadi dalam sebuah organisasi. Konflik dalam organisasi merupaka
suatu keniscayaan. Hampir dalam setiap organisasi dihadapkan pada
berbagai persoalan-persoalan, entah itu persoalan individu karyawan,
persoalan staf, persoalan antar divisi, atau persoalan organisasi secara
keseluruhan. Konflik tidak dapat dihindari dalam bekerja. Berbagai
masalah yang muncul, entah itu masalah dalam diri individu, masalah
antar kelompok, atau masalah antar atasan dengan bawahan
berpeluang menjadi penyebab terjadi konflik antar kelompok. Masalah
bisa juga muncul dalam bentuk pekerjaan atau sistem yang
menghambat aktivitas kerja menjadi cikal bakal terjadi konflik. Oleh
karena itu, konflik dalam organisasi tidak dapat dihindari.
Konflik antar kelompok dalam organisasi dapat terjadi karena
ada pertentangan antar kelompok. Sedangkan konflik antar organisasi
dapat terjadi karena faktor persaingan produk-produk atau program
dalam organisasi (Fahmi, 2014:268). Setiap kelompok memiliki
pandangan yang saling bertolak belakang satu sama lain, ibarat orang
mau berpergian ada yang hendak ke hulu dan ada yang ke hilir
sehingga sangat sulit untuk disatukan. Kondisi ini lah yang
menyebabkan terjadinya konflik antar kelompok.

Anda mungkin juga menyukai