Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PRAKTIK KLINIK KEBIDANAN V

PRECEPTORSHIP DAN PENGELOLAAN

ADMINISTRASI PSW-KIA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metodik khusus Kebidanan

Disusun Oleh:

Kelompok 4

Novi amalya (205401446090)

RafikaAulianisa R.H (205401446073)

RosmeryAnjarpuspa (205401446077)

Sarifatul (205401446106)

Shifaunnisa (205401446080)

PRODI D-IV KEBIDANAN

UNIVERSITAS NASIONAL

JAKARTA

TAHUN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih dan maha
penyayang. Kami panjatkan puji syukur kehadirat-nya telah melimpahkan rahmat,
hidayah serta inayah-nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan
“Laporan praktik klinik kebidanan V Preceptorship dan pengelolaan Administrasi
PSW-KIA”

Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan
dari berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman untuk para pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah II bisa memberikan manfaat


maupun inspirasi untuk pembaca.

Jakarta, Desember 2020

penyusun

2
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..............................................................................................4
1.2 Tujuan.....................................................................................................................5
1.3 Manfaat Penulisan Laporan...........................................................................6
BAB II......................................................................................................................7
TINJAUAN TEORI.................................................................................................7
2.1 Perceptorship.................................................................................................7
2.2 Coaching.......................................................................................................10
2.3PWS-KIA......................................................................................................15
2.4 Mastitis........................................................................................................24
BAB III..................................................................................................................29
TINJAUAN KASUS..............................................................................................29
3.1 Tinjauan Kasus Preseptor.............................................................................29
3.2  Tinjauan Kasus Coaching............................................................................38
3.3 Tinjauan Kasus /Pelaporan PSW-KIA........................................................39
BAB IV..................................................................................................................40
PEMBAHASAN....................................................................................................40
4.1 Pembahasan Preseptor............................................................................40
4.2 Pembahasan Coaching............................................................................40
4.3 Pembahasan PWS-KIA..........................................................................41
4.3.1 Visi dan Misi Puskesmas ciapus...................................................................41
4.3.2 Pembahasan.................................................................................................... 42
BAB VPENUTUP..................................................................................................43
5.1 Kesimpulan...................................................................................................43
5.2 Saran.............................................................................................................43
3
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Praktik kebidanan bertujuan untuk mengembangkan keterampilan dan
etika pekerjaan, serta untuk mendapatkan kesempatan dalam menerapkan
ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ada kaitannya dengan
kurikulum pendidikan. Pengembangan dan pengendalian mutu kebidanan
dengan cara mengembangkan lahan praktek kebidanan disertai dengan
adanya pembinaan masyarakat profesional kebidanan untuk melaksanakan
pengalaman belajar di lapangan dengan benar bagi peserta didik.
Program preceptorship digunakan sebagai alat sosialisasi dan orientasi,
serta sebagai salah satu metode recruitment staf. Akses ke
pengetahuan organisasi dan praktik klinik dapat diprediksi oleh bidan baru,
sehingga diskusi antara preceptors dan preceptee diperlukan untuk
memberikan praktik terkini dalam pemberian asuhan kebidanan di rumah
sakit atau instansi kesehatan yang lain, sehingga penting bagi manajer
kebidanan mengelola tenaga kebidanandengan baik sejak proses awal.
Coaching banyak digunakan dalam manajemen untuk meningkatkan
kemampuan profesional individu-individu dalam tempat pelayanan kesehatan.
Orang yang melakukanCoaching terikatdalam satu kerjasama yang baik
dengan choachee-nya sehingga melalui proses ini terjalin sebuah kedekatan
dan saling pengertian yang lebih mendalam. Coachingd apat dikatakan
sebagai suatu metode pembelajaran yang dapat dikembangkan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya dalam bidang kesehatan yang pada

4
akhirnya akan meningkatkan kualitas asuhan kesehatan yang diberikan pada
pasien.
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA)
merupakan alat untuk memanajemen dan memantau program pelayanan
kesehatan ibu dan anak di suatu wilayah kerja yang dilaksanakan secara
berkelanjutan, sehingga dapat memberikan respons yang tepat dan cepat.
(Departemen Kesehatan RI, 2009). Salah satu bentuk kegiatan yang di
lakukan oleh Kementrian Kesehatan dalam menyajikan bentuk
pencatatan dan
Pelaporan Pemantauan Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) dengan
penyempurnaan pedoman tersebut maka, langkah-langkah kegiatan program
dapat lebih di arahkan ke wilayah prioritas yang paling perlu untuk
mendapatkan peningkatan pelayanan.
Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Neonatus (AKN), Angka
Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan
beberapa indikator status kesehatan masyarakat. Dewasa ini AKI dan AKB di
Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.
Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI 228
per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1.000 kelahiran hidup, AKN 19 per
1.000 kelahiran hidup, AKABA 44 per 1.000 kelahiran hidup.
Empat masalah gizi utama di Indonesia yaitu Kekurangan Energi Protein
(KEP), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kekurangan
Vitamin A (KVA) dan Anemia Gizi Besi (AGB). Di Indonesia banyak terjadi
kasus KEK (Kekurangan Energi Protein) terutama yang kemungkinan
disebabkan karena adanya ketidakseimbangan asupan gizi yang dibutuhkan
tubuh tidak tercukupi. Hal tersebut mengakibatkan pertumbuhan tubuh baik
fisik ataupun mental tidak sempurna seperti yang seharusnya.
Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas, maka
tempat pelayanan kesehatan harus melatih atau membimbing petugas melalui
program-program pelatihan petugas kesehatan,salah satunya
melalui preceptor, coaching dan PWS - KIA. Agar pelaksanaan program

5
KIA dapat berjalan lancar, aspek peningkatan mutu pelayanan program KIA
tetap diharapkan menjadi kegiatan prioritas ditingkat Kabupaten/Kota.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu melaksanakan praktek pembelajaran klinik dan pelaporan PWS
KIA.
1.2.2 Tujuan Khusus
1) Sebagai perceptor mampu melaksanakan praktek pembelajaran klinik serta
membentukperan dan tanggung jawab yang profesionaldan
berpengetahuan tinggi,dengan menunjukkansebuah pencapaian berupa
memberikan perawatan yang aman, menunjukkan akuntabilitas kerja,
dapat dipercaya.
2) Sebagai coaching mampu melaksanakan praktek klinik dengan membantu
seseorang menemukan apa yang diinginkan dari posisi dimana dia
sekarang,dengan menggali sumber daya apa saja yang dibutuhkan.
3) Mampu membuat pelaporan PWS-KIA selama praktek pembelajaran
klinik Pemahaman arti dari kegiatan PWS sama dengan surveilans,
sehingga implementasi PWS-KIA merupakan proses pelaksanaan
surveilans dalam program kesehatan ibu dan anak itu sendiri.

1.3 Manfaat Penulisan Laporan


1.3.1 Manfaat Praktik
Diharapkan tulisan ini dapat dimanfaatkan oleh puskesmas serta tenaga
kesehatan di lahan praktek sebagai panduan dalam memberikan pengalaman
yang lebih luas untuk mencapai keterampilan yang lebih baik dalam
memberikan pelayanan kesehatan.
1.3.2 Manfaat Instansi Pendidikan
Diharapkan tulisan ini dapat dimanfaatkan oleh
instansipendidikansebagai panduan dalam memberikan keterampilan yang
lebih luas dengan melakukan praktek klinik di berbagai pelayanan
kesehatan.

6
1.3.3 Manfaat Mahasiswa
Diharapkan tulisan ini dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa kebidanan
sebagai referensi untuk membentuk pola pikir dalam mengembangkan
keterampilan dan etika pekerjaan, serta untuk mendapatkan kesempatan
dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ada kaitannya
dengan kurikulum pendidikan.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Perceptorship
2.1.1 Definisi
Preceptor adalah seseorang yang mengajar, memberikan bimbingan,
dapat memberikan inspirasi, menjadi panutan (role model) serta
mendukung pertumbuhan dan perkembangan individu (trainee) untuk
jangka waktu tertentu dengan tujuan khusus mensosialisasikan traineer
pada peran barunya.
Preceptorship adalah perawat berpengalaman yang memberikan
dukungan emosional dan merupakan model peran klinik yang kuat
bagiperawat baru.
Preceptors adalah seorang guru atau instruktur, atau seorang yang ahli
yang memberikan pengalaman peraktik dan pelatihan kepadamahasiswa
perawat atau kepada perawat baru. Seseorang yang pada umumnya adalah

7
staff perawat yang mengajarkan, memberikan konsultasi, memberi
konsultasi, memberikan inspirasi, melayani sebagai peran (role model) dan
mendukung pertumbuhan dan perkembangan seorang individu (perawat
baru) dengan tujuan khusus mensosialisasikan perawat baru kedalam
perannya yang baru.
Preceptors adalah seorang perawat level pertama yang qualifieddan
berpengalaman yang bersedia bekerja dalam kemitraan dengan seorang
perawat baru dalam rangka mendampingi dan mendukung perawat baru.
2.1.2 Tujuan Utama Preceptorship
Tujuan Preceptorship dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu : Secara
Mikro : Preceptorship secara mikro bertujuan membantu proses transisi
dari pembelajaran ke praktisioner; mengurangi dampak sebagai “syok
realita” dan memfasilitasi individu untuk berkembang dari apa yangdihadapi
dari lingkungan barunya.
Secara Makro : Preceptorship secara mikro bertujuan untuk melibatkan
pengembangan perawat di dalam berorganisasi. Preceptorship digunakan
sebagai sosialisasi dan orientasi, sehingga diskusi antara preceptor
dan preceptee diperlukan untuk memberikan pandangan dan harapan
preceptee akan memiliki kemampuan yang sama dengan preceptor-
nya.
2.1.3 Manfaat Perseptorships
Program preceptorship dilakukan untuk memberikan dukungan kepada
perawat baru baik terhadap pengembangan kompetensi maupun transisi
peran dari perawat lulusan baru. Tim desain daripimpinan
perawat, perawat pendidik, perawat peraktik lanjut, preceptorship
keperawatan, dan petugas sosial mengembangkan suatu pendekatan untuk
mendukung perawat lulusan baru dalam tahun pertama mereka
sebagaimahasiswa.
Dalam Program Perseptorships dapat memberikan manfaat baik kepada
Perseptor / guru Perseptee atau murid, para lulusan yang baru, yaitu :
(a) Peningkatan pengalaman perseptee dalam perawatan pasien
(b)Peningkatan diri perseptor dalam memecahkan sebuah kasus.

8
(c) Peningkatan rasa kepercayaan diri pereptee .
(d) Peningkatan wawasan perseptor dalam memberikan bimbingan .
2.1.4 Kriteria Preceptor
Tidak semua individu atau medio dapat memiliki kriteria yang sama
sebagai preceptor. Preceptor adalah individu yang mempunyai
pengalaman bekerja minimal 12 tahun di bidang yang sama atau bidang
yang masih berhubungan. Keterampilan komunikasi dan kepemimpinan,
kemampuan membuat keputusan yang tepat, dan mendukung
perkembangan profesional merupakan hal terpenting dalam Preceptorship.
Secara garis besar kriteria Preceptor yang berkualitas adalah :
1) Berpengalaman dan ahli di lingkungan kerjanya.
2) Berjiwa kepemimpinan
3) Mempunyai keterampilan komunikasi yang baik
4) Mempunyai kemampuan membuat keputusan
5) Mendukung perkembangan profesional.
6) Mempunyai kemauan untuk mengajar dan mau mengambil peran dalam
penerapan model Preceptorship.
7) Tidak mempunyai sikap yang menilai terlalu awal pada rekan kerja
asertif.
8) Fleksibilitas untuk berubah.
9) Mampu beradaptasi dengan kebutuhan pembelajaran individu
2.1.5 Tahap - Tahap Perseptorships
a. Awal wawancara :
1) Menjelaskan hasil yang ingin dicapai dalam bimbingan
2) Menjelaskan dukungan dan mekanisme bimbingan
3) Mengidentifikasi aktivitas dan cara belajar yang akan proses
bimbingan.
b. Wawancara Intermediate
Dengan preceptee dan Perseptor menentukan :
1) Tinjauan bimbingan dan bukti terdokumentasi
2) Topik diskusi yang intensif
3) Dokumen bukti belajar yang sesuai

9
c. Akhir wawancara :
a. Mengevaluasi hasil bimbingan
b. Rencana tahap selanjutnya dari pengembangan professional
c. Perseptor memberi feet back atau masukan serta evaluasiselama
interaksi,
d. Mengkaji respons perseptee selama proses bimbingan
e. Gunakan siklus reflektif untuk belajar dari pengalaman
2.1.6 Langkah - Langkah Perseptorsip
a. Persiapan Pertemuan
Wawancara Awal: Hal Yang Perlu dilakukan oleh Perseptor adalah :
a. Mencaritahutentangkebutuhanpersepteedalam bimbingan
b. Membantu Perseptee menentukan tujuan bimbingan yang ingin
dicapai
c. Menanyakankepadapersepteetentang tugas yang dibebankan
d. Memperkenalkan tentang sikap perseptor dan kesempatan
bimbingan.
e. Menjajakipsikologispersepteetentang kesiapan bimbingan,
Memberi dukungan perseptee untuk self - assesment setiap
tahapbimbingan.
b. Tahap Pelaksanaan
Wawancara Lanjutan: Hal yang perlu dilakukan oleh Perseptor adalah:
a. Mendukung perseptee untuk mengetahui kelemahan dankelebihan
diri sendiri.
b. Mengklarifikasi setiap ide yang di tentukan oleh perseptee.
c. Memberikan saran perseptee untuk perbaikan- point penting yang
sampaikan oleh perseptee.
d. Melihat kembaliperkembanganperseptee setelah wawancara.
e. Mendorong perseptee untuk menjawab pertanyaan
perseptor .
c. Tahap Evaluasi
Wawancara Akhir : Hal yang perlu dilakukan Perseptor adalah :
3 Menanyakan kepada perseptee kesiapan dalam menerapkanhasil

10
wawancara.
4 Mendiskusikan dengan perseptee hal- hal yang dianggappenting.
5 Menilai kemajuan dan kemampuan perseptee dalam proses
wawancara tentang topik yang sudah disepakati.

2.2 Coaching
2.2.1 Pengertian Coaching
Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang memiliki sumber daya
manusia yang berkualitas dan handal dalam memajukan perusahaan dan
mencapai tujuan perusahaan. Untuk mendapatkan sumber daya manusia
yang berkualitas, maka perusahaan harus melatih atau membimbing
mahasiswa melalui program-program pelatihan mahasiswa,salah satunya
melalui coaching.
Menurut Whitmore (2008:14) di dalam bukunya yang berjudul
Performance Coaching, menyatakan bahwa Coaching adalah pembinaan
yang membuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerja mereka
sendiri,yang membantu mereka untuk belajar daripada mengajar mereka.
Menurutnya, coaching berarti:
a) Mengakses spotensial
b) Memfasilitasiindividuuntukmembuatperubahanyang diperlukan
c)Memaksimalkan kinerja
d)Membantu orang memperoleh keterampilan dan mengembangkan
e) Menggunakan teknik komunikasi khusus
Menurut Stone (2007:11) Coachinga dalah proses dimana individu
mendapatkan keterampilan,kemampuan,dan pengetahuan yang mereka
butuhkan untuk mengembangkan diri secara profesional dan menjadi lebih
efektif dalam pekerjaan mereka. Ketika individu mendapatkan coaching dari
pembimbing, mereka dapat meningkatkan kinerja mereka baik dalam
saat ini, dan juga meningkatkan potensi mereka untuk berbuat lebih banyak
di masa depan.
MenurutSalim (2014:2), Coaching adalah bagaimana membantu
seseorang menemukan apa yang diinginkan dari posisi dimana dia

11
sekarang,dengan menggali sumber daya apa saja yang dibutuhkan,sikap
mental yang harus dibangun dan teknik-teknik yang cocok dalam
mengimplementasikannya.
Menurut Morrison (1971:65) Coaching adalah Sesuatu yang harus
dilakukan supervisor dalam waktu yang lama, yang
menindaklanjutiperkembangan individu dalam hubungan nya dengan
pekerjaan mereka.
Jaques dan Clement (1994:195) menyatakan definisi coaching
adalah “percakapanterstruktur yangmenggunakan informasi tentang kinerja
yangnyata antara seorang pembimbing dengan seorangindividu (atau
tim) yang menghasilkan kinerja yanglebih tinggi.” Merujuk padadefinisi
tersebut di atas, bentuk dari coachinga dalah percakapan dan
membantu orang yang dibimbinguntuk meningkatkan kinerjanya.
Coaching juga dapatdilakukan dimanapun apakah di kantor atau di
lapangan,formal ataupun tidak formal.
Menurut Jaques, coaching terhadap mahasiswa/bawahan harus
merupakan bagian dari aktivitas harian seorang pembimbing. Coaching bisa
dalam bentuk berbagi pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang
berkaitan dengan pekerjaan mahasiswa.
2.2.2 Tujuan
Tujuan coaching adalah sebagai berikut :
a. Membantu mahasiswa untuk memahami peluang penuh dalam
kompetensinya yaitu jangkauan tipe penugasan yang tersediabagi
mahasiswa sesuai dengan kompetensinya dan memberikan gambaran
mengenai manfaat apa saja yang dapat dia ambil dari peluang
penugasan tersebut.
b. Membantu mahasiswa dalam belajar pengetahuan baru
misalnyametode, teknologi danprosedur.
c. Membawa nilai mahasiswa lebih sejalan dengan nilai dan filosofi
kebidanan.

12
d. Membantu mahasiswa mengembangkan kebijaksanaannya,
misalnyadenganpengalaman yang dimilikioleh pembimbingnya
dia mampu menyelesaikan masalah yang serupa.
e. Membantu mahasiswa memperbaiki perilaku-perilaku yangyang tidak
sesuai dengan kompetensinya.
Coaching tidak akan mengubah kepribadian yang bukan merupakan
bagian dari akuntabilitas pembimbing. Jika ada masalah yang berkaitan
dengan perilaku mahasiswa atau perilaku-perilaku yang tidak dapat diterima
untuk kompetensinya, pembimbing harus menyampaikannya kepada
mahasiswa dan menjelaskan apa konsekuensi dari perilaku tersebut.
Dalam hal ini seorang pembimbing juga harus menawarkan bantuan kepada
mahasiswa untuk memperbaiki perilakunya.
Dalam melaksanakan coaching, seorang pembimbing harus cermat
untuk menghindari pengambilalihan pekerjaan mahasiswa. Pembimbing
dapat saja menunjukkan teknik atau prosedur pelaksanaan suatu penugasan,
tapi mahasiswa harus tetap yang berakuntabilitas melaksanakan pekerjaan
tersebut. Coaching juga menunjukkan bahwa pembimbing peduli
dengan kinerja mahasiswa meskipun pelaksanaannya bisa
memakan waktu. Peran coaching sangat penting dalam membentuk
rasapercaya diri, loyalitas dan semangat kerja timyang dimiliki mahasiswa.
2.2.3 Jenis-jenis Coaching
Para supervisor biasanya mengerjakan tigajeniscoaching:
coaching untuk sukses, coaching untuk perbaikan kinerja dan
mengelola berbagai masalah kinerja. Coaching untuk sukses biasanya
dikerjakan secara proaktif di lakukan sebelum orang menangani suatu
situasi ataupun tugas, atau ketika mereka baru pertama kali
melakukannya. Coachinguntuk perbaikan kinerja dan mengelola berbagai
masalah kinerja dilakukan sebagai reaksi untuk memperbaiki masalah-
masalah yang berhubungan dengan kinerja.Berikut ini adalah definisi dari
setiap jenis coaching:
a. Coaching untuk sukses

13
Coaching yang diberikan kepada orang agar sukses menangani suatu
situasi baru atau situasi yang menantang.Misalnya:
1. Mendapatkan tanggung jawab baru, seperti menyiapkanperkiraan
biaya, dan jadwal kerja. Mempelajari keterampilan, tugas, dan fungsi
pekerjaan yang baru, seperti menggunakan peralatan atau program
komputer baru. Bekerja dengan rekan kerja, kelompok kerja atau
pemasok yang baru.
2. Menangani situasi yang baru atau sulit, seperti melakukanpresentasi
atau memimpin pertemuan yang sulit.
b. Coaching untuk perbaikan kinerja
Coaching yang diberikan kepada orang untuk memperbaiki kinerja
atau kebiasaan kerjanya yang tidak efektif. Misalnya:
1. Pekerjaan yang selalu tidak selesai, selalu datang terlambat, Terlalu
banyak mengobrol atau menggunakan Internet untuk keperluan di luar
pekerjaan.
2. Tidak efektif dalam melakukan rapat, tidak sabar dan tidak man
bekerja lama dengan rekan kerja lainnya.
3. Selalu melewati batas waktu yang telah ditetapkan, tidak mencapai
target penjualan atau selalu melebihi perkiraanbiaya yang telah
direncanakan.
4. Mendapat penilaian buruk dari pelanggan atau terlalu
banyak melakukan kesalahan.
c. Coaching untuk mengelola berbagai masalah kinerja
Coaching yang ditujukan untuk menangani masalah kinerja,
kebiasaan kerja, atau kelalaian yang serius. Misalnya:
a. Terus menerus tidak mencapai sasaran penjualan atauproduksi.
Berulangkali datang terlambat atau tidak datang dengan alasan sakit,
melanggar peraturan yang penting.
b. Mengancam atau melakukan pelecehan terhadap rekankerja.
Langkah-Langkah dalam melaksanakan Coaching menurut Salim
(2014:61) adalah sebagai berikut :
Langkah – langkah

14
1. Building Trust (Membangun Kepercayaan)
Membangun Kepercayaan dapat dilakukan dengan cepat dan
sederhana, melalui komunikasi. Ada beberapa hal yang perlu
diketahui untuk membangun sebuah hubungan yangbaik secara
efektif, yakni dengan 3 perangkat komunikasi yaitu Content (Kata-
kata) , Body Posture and Facial Expression (Bahasa Tubuh), Voice
Pitch and Volume (Intonasi Suara).
2. Active Listening (Mendengarkan Secara Aktif)
Dengan menjadi pendengar yang aktif, kita dapat dengan mudah
mempengaruhi, bernegosiasi, dan berkomunikasi. Selain itu, kita
dapat menghindari kesalahpahaman yang seharusnya tidak perlu
terjadi.
3. Clarifying (Mengklarifikasikan untuk kejelasan pembicaraan)
Mengklarifikasi bertujuan untuk membantu menemukan permasalahan
yang sesungguhnya. Clarifying juga dapat menghindarkan terciptanya
makna ganda (ambigu) yang sering kali membingungkan dan
membuat orang salah mengerti.
4. Asking the Right Questions (Menanyakan pertanyaan yangtepat)
Menanyakan pertanyaan yang tepat dapat membantu menemukan
permasalahan yang sesungguhnya,serta dapatmembantu untuk
menjawab dan mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh
client/pegawai.
5. Giving Feedback (Memberikan umpan balik)
Memberikan jawaban dari permasalahan yang dihadapi,serta
mengarahkan mahasiswa untuk bertindak selanjutnya.

2.3 PWS-KIA
2.3.1 Pengertian PWS – KIA
Sehubungan dengan penerapan sistim desentralisasi dan
memperlihatkan PP 38/2007 tentang pembagian Urusan Pemerintahan
antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerahkabupaten/kota dan PP 41/2007 tentang struktur organisasi

15
pemerintah didaerah, maka pelaksanaan strategi MPS di daerah pun
diharapkan dapatlebih terarah dan sesuai dengan permasalahan setempat.
Dengan adanya variasi antar daerah dalam hal demografi dan geografi maka
kegiatan dalam program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) perlu disesuaikan.
Agar pelaksanaan program KIA dapat berjalan lancar, aspek
peningkatan mutu pelayanan program KIA tetap diharapkan menjadi
kegiatan prioritas ditingkat Kabupaten/Kota. Peningkatan mutu program
KIA juga dinilai dari besarnya cakupan program dimasing-masing
wilayahkerja. Untuk itu, besarnya cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah
kerja perlu dipantau secara terus menerus, agar diperoleh gambaran yang
jelas mengenai kelompok mana dalam wilayah kerja tersebut paling rawan.
Dengan diketahuinya lokasirawan kesehatan ibu dan anak, maka wilayah
kerja tersebut dapat lebih diperlihatkan dan dicarikan pemecahan
masalahnya. Untuk memantau cakupan pelayanan KIA tersebut
dikembangkan sistem Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan
Anak (PWS KIA).
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA)
adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA disuatu
wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat diakukan tindak lanjut yang
cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi.
Pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi
kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan
komplikasi, bayi dan balita. Kegiatan PWS KIA terdiri dari
pengumpulan,pengolahan, analisis dan interperensi data serta
penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan pihak/instansi
terkait untuk tindak lanjut.
Definisi dan kegiatan PWS tersebut sama dengan definisi Surveilens.
Menurut WHO, Surveilens adalah suatu kegiatan sistematis
berkesinambungan, mulai dari kegiatan mengumpulkan, menganalisis, dan
menginterprestasikandata yang untuk selanjutnya dijadikan landasan yang
esensial dalam membuat rencana, implementasi dan evaluasi suatu

16
kebijakan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, pelaksanaan surveilens
dalam kesehatan ibu dan anak adalah dengan melaksanakan PWS KIA.
Dengan PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat ditingkatkan
dengan menjangkau seluruh sasaran disuatu wilayah kerja. Dengan
terjangkaunya seluruh sasaran maka diharapkan seluruh kasus dengan faktor
risiko atau komplikasi dapat ditemukan sedini mungkin agar dapat
memperoleh penanganan yang memindai.
Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat advokasi,
informasi dan komunikasi kepada sektor terkait, khususnya aparat
setempat yang berperan dalam pendataan dan pergerakan sasaran. Dengan
demikian PWS KIA dapat digunakan untuk memecahkan masalah teknis
dan non teknis. Pelaksanaan PWS KIA akan lebih bermakna bila
ditindaklanjuti dengan upaya perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA,
intensifikasi manajemen program, pergerakan sasaran dan sumber daya
yang diperlukan dalam rangka meningkatkan jangkauan dan mutu
pelayanan KIA. Hasil analisis PWS KIA ditingkat puskesmas dan
Kabupaten/kota dapat digunakan untuk menentukan puskesmas dan
desa/kelurahan yang rawan. Demikian pula hasil analisis PWS KIA
ditingkat provinsi dapat digunakan untuk menentukan kabupaten/kota yang
rawan. (Kemenkes, 2010)
2.3.2 Tujuan
a. Tujuan umum :
Terpantaunya cakupan dan mutu KIA secara terus menerus disetiap
wilayah kerja.
b.Tujuan Khusus :
a) Memantau pelayanan KIA secara individu melalui kohort.
b) Memantau kemajuan pelayanan KIA dan cakupan indikator KIA secara
teratur (bulanan) dan terus menerus.
c) Menilai kesenjangan pencapaian pelayanan KIA terhadap standar
pelayanan KIA.
d) Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indikator KIA terhadap target
yang ditetapkan.

17
e) Menentukan sasaran individu dan wilayah prioritas yang akan ditangani
secara intensif berdasarkan besarnya kesenjangan.
f) Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang
tersedia dan yang potensial untuk digunakan.
g) Meningkatkan peran aparat setempat dalam penggerakan sasaran dan
mobilitas sumber daya.
h) Meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk
memanfaatkan pelayanan KIA. (kemenkes, 2010)
2.3.3 Prinsip Pengelolaan Program KIA
Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan
meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan
efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan
pokok sebagai berikut :
a) Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil
di semua fasilitas kesehatan.
b) Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten
diarahkan ke fasilitas kesehatan.
c) Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua
fasilitas kesehatan.
d) Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua
fasilitas kesehatan.
e) Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan
neonatus oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat.
f) Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara
adekuat dan pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan.
g) Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuaistandar di
semua fasilitas kesehatan.
h) Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai
standar di semua fasilitas kesehatan.
i) Peningkatan pelayanan KB sesuai standar.
2.3.4 Indikator Pemantauan

18
Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS KIA
meliputi indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok
dalam program KIA, seperti yang diuraikan dalam BAB II.
Sasaran yang digunakan dalam PWS KIA berdasarkan kurun waktu
1 tahun dengan prinsip konsep wilayah (misalnya: Untuk provinsi memakai
sasaran provinsi, untuk kabupaten memakai sasaran kabupaten).
a Akses Pelayanan Antenatal (cakupan K1) adalah cakupan ibuhamil
yang pertama kali mendapat pelayanan antenatal oleh tenaga kesehatan di
suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Indikator akses ini
digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta
kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat.
Rumus yang dipakai untuk perhitungannya adalah :
Jumlah ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan antenatal
oleh tenaga kesehatan disuatu wilayah kerja dan kurun waktu
tertentu
X 100%
Jumlah sasaran ibu hamil disuatu wilayah kerja dalam 1 tahun
Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun dapat diperoleh
melaluiproyeksi, dihitung berdasarkan perkiraan jumlah ibu hamil
dengan menggunakan rumus:
1,10 X angka kelahiran kasar (CBR) X jumlah penduduk
Angka kelahiran kasar (CBR) yang digunakan adalah angka
terakhir CBR kabupaten/kota yang diperoleh dari kantor
perwakilan Badan Pusat Statistik (BPS) di kabupaten/kota. Bila angka
CBR kabupaten/kota tidak ada maka dapat digunakan angka terakhir
CBR propinsi. CBR propinsi dapat diperoleh juga dari buku Data
Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan 2007 2011 (Pusat
Data Kesehatan Depkes RI, tahun 2007).
b. Cakupan pelayanan ibu hamil (cakupan K4) adalah cakupan ibu
hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan
standar,paling sedikit empat kali dengan distribusi waktu 1 kalipada
trimester ke-1, 1 kali pada trimester ke-2 dan 2 kali pada trimester ke-3

19
disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini
dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara lengkap (memenuhi
standar pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan), yang
menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, di
samping menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan
program KIA.
Rumus yang dipergunakan adalah :
Jumlah ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4
kali sesuai standar oleh tenaga kesehatan disuatu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu
X 100%
Jumlah sasaran ibu hamil disuatu wilayah kerja dalam 1 tahun
c. Cakupan Persalinan oleh tenaga kesehatan (Pn) adalah cakupan
ibu,bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
yang memiliki kompetensi kebidanan, di suatu wilayahkerja dalam kurun
waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi
persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan dan ini menggambarkan
kemampuan manajemen program KIA dalam pertolongan persalinan
sesuai standar. Rumus yang digunakan sebagai berikut :
Jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten
disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
X 100%
Jumlah sasaran ibu bersalin disuatu wilayah kerja dalam 1 tahun
Jumlah sasaran ibu bersalin dalam 1 tahun dihitung dengan
menggunakan rumus :
1,05 X angka kelahiran kasar (CBR) X jumlah penduduk
d. Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan (KF3) adalah cakupan
pelayanan kepada ibu pada masa 6 jam sampai dengan 42 hari pasca
bersalin sesuai standar paling sedikit 3 kali dengan distribusi waktu 6 jam
s/d hari ke-3 (KF1), hari ke-4 s/d hari ke-28 (KF2) dan hari ke-29 s/d hari
ke-42 (KF3) setelah bersalin di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan nifas

20
secara lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu yang
ditetapkanserta untuk menjaring KB Pasca Persalinan), yang
menggambarkan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu nifas,
Keluarga Berencana di samping menggambarkan kemampuan
manajemen ataupun kelangsungan program KIA. Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah ibu nifas yang telah memperoleh 3 kali pelayanan nifas
sesuai standar oleh tenaga kesehatan disuatu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu
X 100%
Jumlah sasaran ibu nifas di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun
Jumlah sasaran ibu nifas sama dengan jumlah sasaran ibu bersalin.
e. Cakupan Pelayanan Neonatus Pertama (KN 1) adalah
cakupanneonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada 6 –
48 jam setelah lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Dengan indikator ini dapat diketahui akses/jangkauan pelayanan
kesehatan neonatal. Rumus yang dipergunakan adalah sebagai
berikut :
Jumlah neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada
6-48 jam setelah lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu
X 100%
Jumlah seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun
Jumlah sasaran bayi bisa didapatkan dari perhitungan berdasarkan
jumlah perkiraan (angka proyeksi) bayi dalam satu wilayah tertentu
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Jumlah sasaran bayi = Crude Birth Rate x jumlah penduduk
f. Cakupan Pelayanan Kesehatan Neonatus 0 - 28 hari (KN Lengkap)
adalah cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar
paling sedikit tiga kali dengan distribusi waktu 1 kali pada 6-48 jam, 1
kali pada hari ke 3 - hari ke 7 dan 1 kali pada hari ke 8 hari ke 28 setelah
lahir disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator

21
ini dapat diketahui efektifitas dan kualitas pelayanan kesehatan neonatal.
Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah neonatus yang telah memperoleh 3 kali pelayanan
kunjungan neonatal sesuai standar di suatu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu
X 100%
100% Jumlah seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1
tahun
g. Deteksi faktor risiko dan komplikasi oleh Masyarakat adalah cakupan ibu
hamil dengan faktor risiko atau komplikasi yangditemukan oleh kader
atau dukun bayi atau masyarakat serta dirujuk ke tenaga kesehatan di
suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Masyarakat disini, bisa
keluarga ataupun ibu hamil, bersalin, nifas itu sendiri. Indikator ini
menggambarkan peran serta dan keterlibatan masyarakat dalam
mendukung upaya peningkatan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas.
Rumus yang dipergunakan:
Jumlah ibu hamil yang berisiko yang ditemukan kader atau
dukun bayi atau masyarakat di suatu wilayah kerja
padakurun waktutertentu
X 100%
20% x jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah kerja dalam 1
tahun
h. Cakupan Penanganan Komplikasi Obstetri (PK) adalah cakupan Ibu
dengan komplikasi kebidanan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu yang ditangani secara definitif sesuai dengan standar oleh
tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan.
Penanganan definitif adalah penanganan/pemberian tindakan terakhir
untuk menyelesaikanpermasalahan setiap kasus komplikasi kebidanan.
Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara professional kepada ibu
hamil bersalin dan nifas dengan komplikasi. Rumus yang
dipergunakan :

22
Jumlah komplikasi kebidanan yang mendapatkan penanganan
definitif di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
X 100%
20% x jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah kerja dalam 1
tahun
1. Cakupan Penanganan Komplikasi Neonatus adalah cakupan neonatus
dengan komplikasi yang ditangani secara definitif oleh tenaga kesehatan
kompeten pada tingkat pelayanan dasar danrujukan di suatu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu. Penanganan definitif adalah pemberian
tindakan akhir pada setiap kasus komplikasi neonatus yang pelaporannya
dihitung 1 kali pada masa neonatal. Kasus komplikasi yang ditangani
adalah seluruh kasus yang ditangani tanpa melihat hasilnya hidup atau
mati. Indikator ini menunjukkan kemampuan sarana pelayanan
kesehatan dalam menangani kasus kasus kegawatdaruratan neonatal,
yang kemudian ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya, atau
dapat dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi. Rumus yang
dipergunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah neonatus dengan komplikasi yang mendapat penanganan
definitif di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
X 100%
15 % x jumlah sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun
j. Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi 29 hari-12 bulan (Kunjungan Bayi)
adalah cakupan bayi yang mendapatkan pelayanan paripurna minimal 4
kali yaitu 1 kali pada umur 29 hari 2 bulan, 1 kali pada umur 3-5 bulan,
dan satu kali pada umur 6 8 bulan dan 1 kali pada umur 9-11 bulan sesuai
standar di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan
indikator ini dapat diketahui efektifitas, continuum of care dan kualitas
pelayanan kesehatan bayi. Rumus yang dipergunakan adalah sebagai
berikut :
Jumlah bayi yang telah memperoleh 4 kali pelayanan kesehatan
sesuai standar di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
X 100%

23
Jumlah seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun
k. Cakupan Pelayanan Anak Balita (12-59 bulan) adalah cakupan anak balita
(12-59 bulan) yang memperoleh pelayanan sesuai standar, meliputi
pemantauan pertumbuhan minimal 8x setahun,pemantauan perkembangan
minimal 2 x setahun, pemberian vitamin A 2 x setahun Rumus yang
digunakan adalah :
Jumlah anak balita yg memperoleh pelayanan sesuai standar disuatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
X 100%
Jumlah seluruh anak balita disuatu wilayah kerja dalam 1 tahun
l. Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita Sakit yang dilayani dengan
MTBS adalah cakupan anak balita (umur 12 59 bulan) yang berobat ke
Puskesmas dan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar (MTBS)
di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Rumus yang digunakan
adalah :
Jumlah anak balita sakit yang memperoleh pelayanan sesuai
tatalaksana MTBS di puskesmas di suatu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu
x 100%
100% Jumlah seluruh anak balita sakit yang berkunjung ke
Puskesmas disuatu wilayah kerja dalam 1 tahun
Jumlah anak balita sakit diperoleh dari kunjungan balita sakit yang
datang ke puskesmas (register rawat jalan di Puskesmas). Jumlah anak
balita sakit yang mendapat pelayanan standar diperoleh dari format
pencatatan dan pelaporan MTBS.
m. Cakupan Peserta KB aktif (Contraceptive Prevalence Rate) adalah
cakupan dari peserta KB yang baru dan lama yang masih aktif
menggunakan alat dan obat kontrasepsi (alokon) dibandingkan dengan
jumlah pasangan usia subur di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu. Indikator ini menunjukkan jumlah peserta KB baru dan lama
yang masih aktif memakai alokon terus-menerus hingga saat ini untuk

24
menunda, menjarangkan kehamilan atau yang mengakhiri kesuburan.
Rumus yang dipergunakan:
Jumlah peserta KB aktif di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu
x 100%
100% Jumlah seluruh PUS di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun
Keterangan : PUS : Pasangan yang istrinya berusia 15-49 tahun atau
lebih dari 49 tahun masih menstruasi.

2.4 Mastitis
2.4.1 Pengertian Mastitis
Infeksi payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara.
Biasanya terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus aureus. Bakteri
biasanya mask melalui putting susu yang pecah-pecah atau terluka. Pada
infeksi yang berat atau tidak diobati, dapat terbentuk abses payudara
(penimbunan nanah di dalam payudara). Mastitis adalah reaksi sistematik
seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai komplikasi
sumbatan saluran air susu (Masjoer, 2001).
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai
infeksi. Penyakit ini biasanya disertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis
laktasi onal atau mastitis puerpuralis. Kadang-kadang keadaan ini dapat
menjadi fatal bila tidak diberikan tindakan yang adekuat. Abses payudara,
pengumpulan nanah local di dalam payudara, merupakan komplikasi
beratdari mastitis. Keadaan inilah yang menyebabkan beban penyakit
bertambah berat (Sally I, Severin VX, 2003 dalamanonim, 2013).
Mastitis adalah infeksi yang disebabkan karena adanya sumbatan pada
ductus hingga putting susu mengalami sumbatan. Mastitis paling sering
terjadi pada minggu kedua dan ketiga pasca kelahiran. Penyebab penting
dari mastitis ini adalah pengeluaran ASI efisien akibat Teknik menyusui
yang buruk. Untuk menghambat terjadinya mastitis ini dianjurkan untuk
menggunakan bra atau pakaian dalam yang memiliki penyangga yang baik
pada payudaranya (Sally I, 2003 dalamanonim, 2013).

25
2.4.2 Klasifikasi Mastitis
Menurut Bertha 2002 dalamdjamudin, 2009:
1. Mastitis PuerpuralisEpidemik
Mastitis puerpuralis epidemic inibiasanyatimbulapabilapertama kali
bayi dan ibunyaterpajan pada organisme yang tidakdikenalatauverulen.
Masalahini paling seringterjadidirumahsakit,
yaitudariinfeksisilangatauberkesinambunagn strain resisten.
2. Mastitis Noninfesiosa
Mastitis noninfeksiosaterjadiapabila ASI
tidakkeluardarisebagainatauseluruhpayudara, produksi ASI melambat
dan alirantehenti. Namum proses inimembutuhkanwaktubeberapahari
dan tidakakanselesaidalam 2-3 minggu. Untuksementarawaktu,
akumulasi ASI dapatmenyebabkanresponperadangan.
3. Mastitis Subklinis
Mastitis subklinistelahdiuraikansebagaisebuahkondisi yang
dapatdisertaidenganpengeluaran ASI yang tidakadekuat,
sehinggaproduksi ASI sangatberkurangyaitukira-
kirahanyasampaidibawah 400 ml/hari (<400 ml/hari).
4. Mastitis Infeksiosa
Mastitis infeksiosaterjadiapabilasiasis ASI tidaksmebuh dan
proteksioelh factor imundalam ASI dan oleh respon0respon inflamasi.
Secara normal, ASI segar bukanmerupakan media yang
baikuntukpertumbuhanbakteri.

2.4.3 FaktorResiko
Menurutprasetyo, 2010:
1) umur
wanitaberumur 21-35 tahunlebihseringmenderita mastitis
daripadawanitadibawahusia 21 tahunatau 35 tahun.
2) serangansebelumnya
serangan mastitis pertamacenderungberulang, halinimerupakanakibat

26
Teknik menyusui yang buruk yang tidakdiperbaiki.
3) melahirkan
komplikasimelahirkandapatmeningkatkanresiko mastitis,
walapunpenggunaanoksitosintidakmeningkatkanresiko.
4) gizi
asupan garam dan lemak tinggiserta anemia akanmenjadi factor
predisposisiterjadinya mastitis. Wanita yang mengalami anemia
akanberesikomengalami mastitis karenakurangnyazatbesidalamtubuh,
sehinggahalituakanmemudahkantubuhmengalamiinfeksi (mastitis).
Antioksidandari vitamin E, vitamin A dan selenium
dapatmengurangiresiko mastitis
5) factor kekebalandalam ASI
factor kekebalandalam ASI
dapatmemberikanmekanismepertahanandalampayudara
6) pekerjaandiluarrumah
interval antarmenyusui yang Panjang dan
kekuranganwaktudalampengeluaran ASI yang
adekuatsehinggaakanmemicuterjadinya statis ASI.
7) trauma
trauma pada peyudara yang disebabkan oleh
apapundapatmerusakjaringankelenjar dan saluran dan
haltersebutdapatmenyebabkan mastitis.

2.4.4 Tanda dan Gejala


1) payudara yang terbendungmembesar, membengkak, keras, dan
kadangterasanyeri
2) payudaradapatterlihatmerah, mengkilat dan putting tergangmenjadi
rata
3) ASI tidakmengalirdenganmudah, dan
bayisulitmengeyutuntukmenghisap ASI
sampaipembengkakanberkurang.
4) Ibu akantampaksepertisedangmengalami flu, dengangejalademam, rasa

27
dingin dan tubuhterasapegal dan sakit.
5) Terjadipembesarankelenjargetahbeningketiak pada sisi yang
samadenganpayudara yang tekena
Gejaka yang mencul juga hamper samadenganpayudara yang
membengkakkarenasumbatansaluaran ASI antara lain:
a. payudaraterasanyeri
b. terabakeras
c. tampakkemerahan
d. permukaankulitdaripayudara yang terkenainfeksi juga
tampaksepertipecah-pecah, dan bdantersademamsepertihendak flu,
bilaterkenasumabtantanpainfeksi, biasanya di badan
tidakterasanyeri dan tidakdemam. Pada payudara juga
tidakterababagiankeras dan nyerisertamerah.
2.4.4 Komplikasi
1) Absespayudara
Absespayudaramerupakankomplikasi mastitis yang
biasanyaterjadikarenapengobatanterlambatatautidakadekuat.
Bilaterdapatdaerahpayudaraterabakeras, merah dan
tegangwalaupunibutelahditerapi,
makakitaharusmemikirkankemungkinanterjadinyaabses. Kurang lebih 3%
darikejadian mastitis berlanjutmenjadiabses. Pemeriksaan USG
payudaradiperlukanuntukmengindentifikasiadanyacairan yang terkumpul.
Cairaninidapatdikeluarkandenganaspirasijarumhalus yang
berfungsisebagai diagnostic sekaligusterapi,
bahkanmungkindiperlukanaspirasijarumsecaraseria/ berlanjut. Pada bases
yang sangatbesarterkadangdiperlukantindkanbedah.
Selamatindakaninidilakukan, ibuharusmendapatkanterapimedikasi
antibiotic. ASI dan sekitartempatabses juga perludikultur agar antibiotic
yang diberikansesuaidenganjeniskumannya.
2) mastitis berulang/kronis
Mastitis
berulangbiasanyadisebabkankarenapengobatanterlambatatautidakadekuat.

28
Ibu harusbenar-benarberistirahat, banyakminum,
mengonsumsimakanandnegangiziberimbang, sertamengtasi stress. Pada
kasus mastitis berulangkarenainfeksibakteribiasanyadiberikan antibiotic
dosisrendah (eritromisin 500 mg sekalisehari) selamamenyusui.
4) infeksijamur
komplikasisekunder pada mastitis berulangadalahinfeksi oleh
jamursperti candida albicans.
Keadaaniniseringditemukansetelahibumendapatterapi antibiotic.
Infeksijamurbiasanyadidiagnosisberdasarkanneyrsiberupa rasa terbakar
yang menjalar di
sepanjangsaliranASI.diantarawaktumenyusuipermukaanpeyudaraterasa
gatal. Putting mungkin Nampak kelainan. Pada kasusuini, ibu dan
bayiperlumendapatkanpengobatan. Pengobatanterbaikadalahmengolesi
nystatin krim yang juga mengandungkortisonke putting dan areola
setiapselaibayimenyusu dan bayi juga harusdiberikan nystatin oral
pada saat yang sama.

2.4.5 Pencegahan
Menurut soetjiningsih, 1997 ,mastitis bisadicegahdengan:
a. menyusuisecarabergantianantarapayudarakiri dan kanan
b. untukmencegahpembengkakan dan penyumbatansaluran,
kosongkanpayudaradengancaramemompanya
c. gunakan Teknik menyusui yang baik dan benarmencegahrobekan/lula
putting susu
d. minumbanyakcairan
e. menjagakebersihan putting susu
f. mencucitangansebelum dan sesudahmenyusui

29
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Tinjauan Kasus Preseptor


Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas Dengan Mastitis
Tanggal : 20 Desember 2020
Jam :10 :00
WIB
Tempat : BPM Bidan puput, Am.Keb

30
1.  Pengkajian
a. Identitas
 Nama : Ny. D
Usia : 26 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Ciledug jakarta selatan

b. Anamnesa
1)  DataKesehatan
Keluhanutama : Badan merasameriang
Payudaraterasanyeri
Keluhantambahan :Sulit
menyusuikarenap
utting tergang dan
rata
Istirahat : Cukup
BABdanBAK:Tidakada keluhan
Penyakit yang pernah diderita : Tidak ada
Penyakit yang sedang diderita : Tidak ada
Penyakit keturunan : Tidak ada
Penyakit menular : Tidak ada
2) Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Jenis persalinan : Spontan
Penolong : Bidan
Tanggal persalinan : 29 November 2020
Tempat : BPM Bidan puput, Am. Keb
Proses persalinan : Kala I (Pukul13:00 – 18:30)
Kala II (Pukul 18:30 - 18:45)
Kala III (Pukul 18:45 – 18:55)
Kala IV (Pukul 18:55 – 20:55)
31
Anak hidup/mati : Hidup
Jenis kelamin : Perempuan
Berat badan : 2900 gram
Panjang badan : 48 cm
Apgar score : 8/9
Rawat gabung : Ya
IMD : Ya
3) Status perkawinan
Umur perkawinan pertama : 24 tahun
Berapa kali kawin : 1 kali
Lama perkawinan : 2 tahun
4) Pola nutrisi
Makanan sehari-hari : nasi, sayuran, lauk- pauk
Makanan pantangan : tidak ada
Nafsu makan : tidak ada perubahan
Makanan/ minuman tambahan lainnya : susu
5) Pola istirahat
Malam : ± 7 jam
siang : ± 2 jam
6) Pola eliminasi
Buang air besar : 1-2 kali sehari
Buang air kecil : 4-6 kali sehari
7) Data psikososial
Tanggapan ibu atas kelahiran bayinya : senang
Dukungan keluarga : ada
Rencana ibu menyusui bayinya : ± 2 tahun
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : baik
Kesadaran : composmentis
Keadaan emosional : stabil
2)Tanda – tanda vital
TD : 100/70 mmHg

32
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 38,1 ˚C
3) Pemeriksaan sistematis
1) Muka : kelopak mata tidak edema, konjungtivatidak
Pucat, sklera tidak kuning

2) Mulut dan gigi : bersih, tidak ada stomatitis, tidak ada karies
3) Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran
4) Payudara : pembesaran ada, putting susu lecet, tampak
kemerahan pada payudara, simetris, ASI keluar
bsedikit pada kedua payudara, terasa tegang dan ada nyeri tekan

5) Abdomen : TFU 3 jari di bawah pusat, konraksi uterus baik


6) Ekstermitas atas dan bawah : oedema tidak ada, kekakuansendi
tidak ada, kemerahan tidak ada,
varises tidak ada, refleks patella
positif kanan dan kiri`
7) Pengeluaran pervaginam : lochea rubra, banyaknya±40 cc
8) Perineum dan anus : luka grade II, keadaan luka baik,
tanda – tanda infeksi tidak ada,
keadaan vulva baik,anus, baik,
kebersihan baik
d. Assesment
Ibu P1A0 postpartum minggu ke-3 dengan Mastitis
e. Planning
1) Menjalin hubungan baik antara ibu dan bidan dengan cara menyakinkan
bahwa ibu akan segera membaik.
Evaluasi : hubungan baik antara ibu dan bidan sudah terjalin
2) Memberitahu hasil pemeriksaan kepada ibu, payudara terabakeras,
terdapat nyeri tekan,putting rata dan ASI keluar sedikit, tanda-tanda
vital yaitu: tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 88 x/menit, respirasi 24
x/menit, suhu 38,1 ˚C, TFU 3 jari dibawah pusat,kontraksi baik dan ibu

33
mengalami mastitis
Evaluasi : ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan
3) Menjelaskan kepada ibu bahwa payudara ibu mengalamimastitis
dikarenakan adanya sumbatan pada saluran ASI sehingga ASI tidak
keluar teratur.
Evaluasi : ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan
4) Melakukan pemberian terapi oral yaitu: amoxilin 500 mg 3x1,
Eritromisin500 mg 4x1, flukloksasilin 250 mg 4x1, dikloksasilin 250
mg 4x1, sefaleksin 500 mg 4x1 diminum setelah makan semua.
Evaluasi : ibu mengerti dan berjanji akan meminumnya
5) Mengajarkan perawatan payudara dan memberitahu cara mengatasi
keluhan yang dialamidengancaramenyusisecarabergantianpayudarakiri dan
kanan.
6) Evaluasi: ibusudahmengerti dan akanmengikutianjuranbidan
7) Kompres air hangat
Evaluasi : ibu sudah mengetahui cara perawatan payudara yang benardan
mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
8) Sebelum dan sesudah menyusui ASI dikeluarkan sedikitkemudian
dioleskan pada putting susu, berguna untuk mencegah lecet pada putting
susu
Evaluasi: ibu sudah melakukan anjuran yang diberikan
9) Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepadabayinya
dengan memberikan ASI saja selama 6 bulan, tidak memberikan susu
formula atau makanan apapun
Evaluasi:ibu mengerti dan akan melakukan setelah menyusui
10) Menjadwalkanbayi setiap kalisehabismenyusuuntukmengeluarkan
udara dari lambung supaya bayi tidak kembung dan muntah dengan
menyedawakan bayi
Evaluasi:ibu mengerti dan akan melakukan setelah menyusui
11) Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi sayuran hijau danmakanan
bergizi untuk memperbanyak ASI dan memperlancar pengeluaran ASI
seperti daun katuk, bayam, tempe, tahu dan perbanyak konsumsi air putih

34
Evaluasi: ibu berjanji dan akan melakukan anjuran yang diberikan
12) Menganjurkan ibu untuk melakukan kunjungan ulang ketempatpelayan
kesehatan guna memeriksakan keadaan payudara. Atau bila ada keluhan
lain
Evaluasi: ibu mengerti dan bersedia melakukannya
13) Mendokumentasikan asuhan yang diberikan dalam bentukSOAP
Evaluasi: asuhan sudah didokumantasikan dalam bentuk SOAP

Contoh percakapan prestoring


1. Hadapkan mahasiswa pada kasus
a. Berikan kesempatan menyampaikan laporan/ pendapat kasus
D4 : selamatpagirahma, apa kabarnya hari ini?
D3 : sehat ka
D4 : Alhamdulillah.. oke sesuai dengan kesepakatan hari ini kita akan
sharing soal coaching kasus kemarin tanggal 20 ya?
b. Berikan waktu untuk interprestasi atau menilai fenomena/paparan/
pendapat
D3: iya kak, kemarin tentang asuhan kebidanan nifas minggu ke-3 pada Ny.
D
c. Berikan pertanyaan atau komentar umum berdasarkan hal yang telah
disampaikan
D4 : Riwayat persalinannya bagaimana?
D3 : Ny. D partus spontan, kala I-IV tidak ada penyulit sampai pulang
tidak ada keluhan
d.Tahan berikan masukan
2. Eksplorasi datang pendukung
a.Gali mahasiswa untuk menyampaikan data dan pengetahuan lebih
dalam
b. Data subyektif dan obyektif klien
D4 : Oh begitu, coba nur ceritain deh dari awal Ny. D datang kemarin
D3 : Ny. D usia 26 tahun datang bersama bayinya di antar suami.
Datang dengan keluhan demam. Dari hasil anamnesa istirahat

35
cukup, BAB dan BAK tidak ada keluhan, sudah bisa menyusui
tapi agak kesulitan karna putting susu landai
D4 : terus apalagi yang nur lakukan?
D3 : terus aku ttv TD 100/70 mmHg, N 88X/MENIT, Rr 24x/menit,
suhu 38,1˚C. terus aku pemeriksaan fisik wajahtidak pucat,
conjungtiva merah muda, tampak merah pada kedua payudara,
putting susu lecet, ada nyeri tekan, TFU 3 jari dibawah pusat,
kontraksi baik. Tidak ada edema pada kaki dan tangan. Lochea
merah, luka perineum baik.
c. Pandangan terhadap situasi berdasarkan data yang lebih lengkap
D4 : setelah nur dapatkan data suyektif dan obyektif apa yang nur
simpulkan dari kasus Ny. D
D3 : Ibu P1A0 postpartum mingguke-3
D4 : menurut rahmadari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik yang telah
dilakukan apa point penting terkait dengan keluhan Ny. D?
D3 : pembengkakanpayudara, karena jikatidakmenyusudenganbaikbisa
terjadi infeksi yang akhirnya demam
D4: terus apa lagi?
D3 : itu ajasih kak
3. Ajarkan rumus umum
a. Jelaskan hal-hal yang harus diketahui mahasiswa
D4 : oke gini rahma, salah satu tanda infeksi adalah demam. Dan
infeksi yang paling banyak terjadi infeksi genetalia bisa jadi
karna luka perineum atau personal hygiene yang tidak baik atau
bahkan karena riwayat persalinannya. Bisajadi karena alat-alat
yang dipakai pernolong persalinan kurang steril. Apalagi untuk
kasus Ny. D yang kita tau riwayatpersalinannya untuk luka
perineum cukup banyak
D3 : iya kak, kemarin kan Ny. D luka perineumnya grade II dan
tidak beraturan
b. Prinsip-prinsip umum yang harus diketahui

36
D4 : tapi untuk kasus Ny. D ini datang dengan keluhan demam, dari
hasil anamnesa didapatkan bahwa ibu mengatakansudah bisa
menyusui tapi agak kesulitan karna putting susu landai. Tanda-tanda
vital didaptkan suhunya 38,5˚C. Dan dari hasil pemeriksaan fisik
pada payudara terdapat puttingsusu yang lecet, tampak kemerahan,
tegang, panas, bengkak, terasa keras saat diraba, permukaan kulit
seperti meregang, ada nyeri tekan, air susu keluar sedikit dari situ
kita bisa menyimpulkan bahwa Ny. D P1A0 postpartum hari ke-3
dengan Mastitis. Seperti yang kita tau bahwa Mastitis adalah
tersumbatnya saluran ASI yang bisa disebebkan oleh banyak
faktor seperti perlekatn mulu bayi dengan putting susu yang tidak
benar, pemakaian BH yang terlalu ketat, menyusu hanya pada
sebelah payudara, waktu menyusu yang jarang, produksi ASI yang
berlebih dan penggosangan payudara yang tidak tuntas. Kita bisa
menyarankan sebelum dan seseudah menyusui bisa dikeluarkan
sedikit ASInya untuk dioleskan ke putting susu agar terjaga
kelembapannya, ibu untuk menyusui bayi sesering mungkinpada
kedua payudara tanpa jadwal tanpa batas waktu, bila bayi sukar
menghisap keluarkan ASI dengan tangan atau pompa, jika bayi
menyusu dan payudara tidak terasa kosong maka kosongkan
dengan cara diperas dengan tangan atau bisa dengan di pompa,
komprs dengan air hangat, lakukan pemijatan dengan lembut
dan secara perlahan seperti yang sudah kita ajarkan kemarin ya dan
setelah menyusui bisa dikompres dengan air dingin.
D3 : Iya kak
D4 : untuk masalah putting susu yang landai kita bisa saran kan ibu
untuk menekan aerola sebelum memasukkan puttingkedalam mulut
bayi, lakukan pemijitan putting susu caranya dengan kedua ibu jari
letakkan pada dasar aerola dan tarik dengan arah berlawanan, atau
dengan spuit 3 cc yang di potong ujungnya terus letakkan di putting
susu dan sedot tahan untuk beberapa lama
D3 : iya kak, saya mengerti

37
4. Puji hal positif
a. Berikan pujian positif untuk hal yang dicapai
b. Jelaskan rasional dari pujian tersebut
D4: tapi apa yang nur lakukan sudah baik ya, berdasarkan daftar tilik.
Bagaimana dengan ramahny nur menyambutpasien, nur ciptakan
suasana yang nyaman, bisa menjaga privasi pasien, memberitahu
apa yang akan dilakukan, meminta persetujuan untuk melakukan
tindakan, nur tidak lupa untuk pencegahan infeksinya dengan cuci
tangan dan pemakaian handscoon pada vulva hygiene. nur sudah
sangat percaya diri untuk melakukan asuhan bagaimanabahasa
tubuh nur dan penyampaian konselingnya juga sudah baik dengan
bahasa yang mudah dimengerti sesuai dengan tingkat pendidikan
pasein
D3 : iya kak, terima kasih kak
c. Dukung untuk lebih baik selamanya
D4 : Hal-hal yang sudah baik di pertahankan bahkan ditingkatkan lagi,
kakak yakin setelah ini nur bisa melakukan lebih baik lagi, terus
belajar jangan mudah puas diri agar setelah lulus siap memasuki dunia
kerja
D3 : Baik kak
5. Koreksi kesalahan
a. Koreksi hal yang belum tepat secara konstruktif
D4: tapi ada beberapa hal yang harus lilis perbaiki. nur harus an semua hasil
yang lilis dapatkan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik bahkan
jikadiperlukandilakukan pemeriksaan penunjang terkait dengan
keluhan pasien jadi jangan menutup semua kemungkinan yang
terjadi hanya karna satu hal dan melupakan hal yang lainnya ya.
Untuk kasus Ny. D karna luka perineum banyak dan ibu mengeluh
demam, nur hanya fokus pada pemeriksaan genetalia dan akhirnya
untuk pemeriksaan fisiknya terbali. Pemeriksaan fisik kan head to toe
artinya runtun tapi kemari sehabis leher ke abdomen, ekstermitas,
genetalia baru setelah pasien duduk pemeriksaan payudara.

38
D3 : siap salah kak
b. Rencana tindak lanjut bersama
D4 : In Syaa Allah kalo memang ada waktu kita bisa belajarbersama lagi,
kita bisa sharing banyak hal biar nur bisa jadi lebih baik lagi dan tidak
mengulang kesalahan ya. Kira-kira masih ad yang mau ditanyakan gak
nih, nur?
D3 : tidak ada kak
D4 : baik lah, yang penting nur harus tetp semangat ya untuk jadi lebih baik
lagi
D3: Iya kak, terima kasih ya kak
D4: nur terima kasih ya

3.2  Tinjauan Kasus Coaching


PENUNTUN BELAJAR PEMERIKSAAN FISIK IBU NIFAS
Nilailah setiap kinerja langkah yang diamati dengan menggunakan skalasbb:
1 Perlu perbaikan langkah atau tugas tidak dikerjakan denganbenaratau
dihilangkan
2 Mampu langkah benar dan berurutan, tetapi kurang
tepatataupelatih perlu membantu/ mengingatkan hal-
hal kecil yang tidak terlalu bearti
3 Mahir Langkah di kerjakan dengan benar, tepat tanpa ragu-
ragu atau tanpa perlu bantuan dan sesuai urutan

NO LANGKAH/ TUGAS 1 2 3
A. Persiapan
1. Observasi kondisi emosi ibu pada saat kunjungan V
2. Memeriksa tanda –  tanda vital V
3. Menjelaskan kepada ibu tentang pemeriksaanyang akan V
dilakukan

39
4. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir dengan V
lembut dan sempurna kemudian keringkan dengan handuk
yang bersih
B. Pelaksanaan
Pemeriksaan Payudara
5. Menganjurkan ibu untuk tidur telentang denganlengan kiri V
diatas kepala: secara sistematis lakukanperabaan payudara
sampai axila bagiankiri. Perhatikan apakah ada
benjolan, pembesarankelenjar atau abses
6. Mengulangi prosedur yang sama pada payudarasampai V
axila bagian kanan
Pemeriksaan Abdomen
7. Melihat apakah ada luka bekas operasi V
8. Melakukan palpasi untuk menilai tinggi fundus V
9. Melakukan palpasi untuk menilai kontraksi uterus uteri V
Pemeriksaan Ekstermitas
10. Menilai apakah ada varises V
11. Menilai apakah ada warna kemerahan pada betis V
12. Menilai apakah ada edema pada ekstermitas V
13. Menekuk kaki ibu untuk menilai apakah ada nyeri betis V
Persiapan Genetalia
14. Membantu ibu mengatur posisi untuk melakukan V
pemeriksaan perineum
15. Menggunakan sarung tangan pemeriksaan yang bersih V
16. Memberitahu ibu tentang prosedur pemeriksaan tersebut V
17. Memeriksa perineum untuk menilai penyembuhan luka V
laserasi atau penjahitan perineum
18. Memperhatikan warna, konsistensi,dan lokea V
19. Memberitahu ibu hasil temuan atau hasil pemeriksaan V
20. Meletakkan sarung tangan pada tempat tempat yang telah V
disediakan/ larutan klorin 0,5%
21. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir serta keringkan V
dengan handuk yang bersih
22. Mencuci tangan setelah melakukan tindakan dan keringkan V

SKOR NILAI = ∑ NILAI X 100 %


66
Skor nilai : 92

40
3.3 Tinjauan Kasus /Pelaporan PSW-KIA

Pada Pembahasan BAB IV.

41
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan Preseptor


Presptorship digunakan sebagai alat sosialisasi dan orientasi, serta
sebagai salah satu metode recruitment staff. Akses kepengetahuan
organisasi dan praktek klinik dapat diprediksi oleh bidan baru, sehingga
diskusi antara preseptor dan preceptee diperlukan untuk
memberikanprektek terkini dalam memberikan asuhan kebidanan di rumah
sakit atau instansi kesehatan yang lain, sehingga penting bagi manager
kebidanan mengelola tenaga kebidanan dengan baik sejak proses awal.
Pelatihan ini sesuai dengan teori bahwa preseptor merupakan seseorang
yang mengajar, memberikan bimbingan, dapat memberikan inspirasi,
menjadi panutan (role model) serta mendukung pertumbuhan dan
perkembangan individu (trainee) untuk jangka waktu tertentu dengan
tujuan khususmensosialisasikan trainer pada peran barunya.
Preseptorship dilkukan di Bidan Praktik Mandiri Bd. Puput, Am.
Keb pada desember 2020. Mahasiswa DIV sebagai preseptor dan
mahasiswa D III tingkat akhir sebagai preceptee. Dengan bimbingan CI
lapangan. Kasus yang diambil tentang Mastitis pada ibu nifas. Dari hasil
preseptorship preseptor menilai tingkat pengetahuan preceptee
mengenai Mastitis pada ibu nifas sudah baik. Preceptee juga mampu
melaporkan kasus yang diambil, mengeksplorasi data subjektif dan
objektif pasien. Preeptee mampu membuat rencana asuhan pada pasien
serta memberikan konseling pada pasien. Tetapi masih ada point-point
atau rumusan umum yang harus diketahui preceptee. Preceptee harus
banyak membaca kembali teori-teori tentang Mastitis agar pengetahuannya
semakin luas dan konseling yang diberikan kepada pasein pun semakin
bervariasi dan tepat
4.2 Pembahasan Coaching
Dalam aplikasi coaching yang telah diaplikasikan pada mahasiswa
langkah pertama yang dilakukan yairu pre coference yaitu mengucapkan

42
salam dan memperkenalkan diri, menanyakan pacaiapan target, kontrak
dan tujuan belajar kepada mahasiswa, menganjurkan mahasiswa untuk
mempersiapkan kompetensinya sebelum melakukan tindakan,
mengkomunikasikan tindakan kompetensi yang akan dilakukan
mahasiswa kepada pasien. Langkah kedua yaitu coaching, melakukan
penilaian pada mahasiswa saat melakukan tindakan kepada psien
menggunakan penuntunbelajar (daftar tilik), menilai kinerja mahasiswa
pada daftar tilik selama mengobservasi kompetensi. Langkah ketiga
menilai pencapaian target yang telah dilakukan mahasiswa untuk
menetapkan tujuan praktekberikutnya, serta menjalin kerja sama
dengan mahasiswa untuk menetapkan tujuan praktik berikutnya, maka
teori dan praktik sesuai.
Coaching dilakukan di Bidan Praktik Mandiri Bd. Puput, Am.
Keb, pada Desember 2020. Mahasiswa DIV sebagai coach dan
mahasiswa sebagai coachee. Dengan bimbingan CI Lapangan. Kasus
yang diambil tentang pemeriksaan fisik ibu nifas. Dari hasil coaching,
coach menilai tindakan yang dilakukan coachee telah baik dan sesuai
dengan daftar tilik dan mempunyai percaya diri. Coach masih menilai
ada beberapa prosedur pemeriksaan yang terbalik untuk dilakukan, tetapi
secara keseluruhan tindakan yang dilakukan sudah baik.
4.3 Pembahasan PWS-KIA
4.3.1 Visi dan Misi Puskesmas ciapus
a. Visi:
“Menjadikan Masyarakat kalideres Mandiri dan Berkualitas Untuk
Hidup Sehat”
b. Misi:
1) MeningkatkanPelayananKesehatanyangPrimadan Berkualitas
2) Meningkatkan Kinerja dan Daya Dukung untuk Berbagai
Program Kesehatan Melalui Pemberdayaan Masyarakat yang
Mandiri

43
4.3.2 Pembahasan
4.3.2.1 Analisa Masalah
1. Banyaknya cakupan yang tidak mencapai target
2. Dari ke 3 Desa, Desa Sukaharja merupakan desa dengan cakupan
terendah , dengan trend yang menurun dari bulansebelumnya
Penyebab banyaknya cakupan yang tidak mencapai target :
1. Proyeksi penduduk yang terlalu tinggi, sehingga sasaranproyeksi
dengan sasaran real jauh berbeda
2. Desa sukaharja mengalami penurunan cakupan dikarenakan lokasi
nya sulit dijangkau, akses ke Puskesmas/BPM cukup jauh, masih
banyaknya paraji di desa sukaharja, dan pergantian bidan desa di
pertengahan tahun sehingga bidan desa pengganti membutuhkan
waktu adaptasi untuk membina desa sukaharja
4.3.2.2 Rencana Tindak Lanjut
1. Pemetaan Desa : sasaran bumil, bulin, bufas, bayi, dll utk tahun 2019
2. Pendataan dan pendekatan sasaran melalui PIS – PK.
3. Kelas ibu hamil yang diikuti oleh bumil, suami / keluarga bumil
4. Pertemuan penguatan Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K) yang dihadiri oleh kader, bumil, dan
keluarga bumil
5. Kunjungan Bumil, Bufas, dan neonatus resti setiap bulannya
6. Pembinaan paraji
7. Pertemuan Advokasi tingkat Kecamatan

44
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Salah satu cara untuk pengembangan dan pengendalian mutu kesehatan
adalah dengan cara mengembangkan lahan praktek disertai dengan
adanyapembinaan masyarakat yang profesional kesehatan untuk
melaksanakan pengalaman belajar dilapangan dengan benar bagipeserta
didik. Preceptor adalah seseorang yang memberikan, pengajaran,
konseling, memberikan inspirasi bekerja sebagai seorang panutan
mendukung pertumbuhan dan perkembangan dari mahasiswa baru yang
dibimbingnya dengan waktu yang terbatas dan dengantujuan yang spesifik
dari sosialisasi semula menjadi peran yang baru. (Morrow,1984). Sedangkan
coach membantu mengarahkan,mengajukan pertanyaan memaparkan sudut
pandang lain pada proses coaching. Coach harus berprinsip bahwa choachee
secara alamiah kreatif, penuh sumber daya dan merupakan manusia utuh.
Coach dan coachee digambarkan seperti layaknya persahabatan dimana
keduanya menjalin sebuah hubungan yang baik.

5.2 Saran
5.2.1 Institusi Pendidikan
Metode preceptorship dan coaching adalah metode yang sering digunakan
dalam bimbingan klinik dilahan praktek. Sarana yang mutlak harus ada
antara profesional sebagai pembimbing klinis atau” Preceptor, coaching,
PWS KIA” yang akan melakukan preceptorship. Pada proses Bimbingan
dalam pelaksanaannya tidak efektif, karena rasio antara pembimbing dan
mahasiswa yang dibimbing sangat tidak seimbang. Selain itu waktu yang
di gunakan terlalu singkat diharapkan kedepan waktu prakteklapangan di
perpanjang, agar dapat menemukan kasus-kasus kebidanan lebih banyak
lagi.

45
5.2.2Lahan Praktek
Lahan praktek merupakan komponen pendidikan yang perlu mendapat
perhatian bagi para pengelola lahan praktek. Lingkungan yang kondusif
akan sangat membantu tumbuhnya sikap dan keterampilan profesional
khusus nya bagi tenaga kesehatan agar terlaksananya sikap dan
keterampilan profesional bagi tenaga kesehatan.
5.2.3Mahasiswa
Praktek klinik kebidanan V merupakan pendidikan praktek kebidanan
yang sangat penting demi menunjang nya profesional seorang bidan.
Dalam hal ini mahasiswa diharapkan mampu melakukan praktek klinik
kebidanan secara mandiri maupun kelompok. Mahasiswa harus lebih
mahir dari pada mahasiswa yang menjadi bimbingannya. Maka dari itu
ketekunan,disiplin waktu dan kreatifitas harus ditingkatkan.

46
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. Dirijen Binkesmas, 2009. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat


Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA) UNICEF. Jakarta
Depkes RI. Dirijen Binkesmas, 2010. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat
Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA) UNICEF. Jakarta
Dian Rahmawati. 2010. Pengertian mentoring. Jakarta. diakses 1 desember
2018
Hermawan, Lukas, dkk 2009, Pedoman PWS-KIA Depkes RI: Jakarta
Mochtar, Rustam, 1998 sinopsis Obstetri : ObstetriFisiologi, Obstetri
Nanny, Vivian. Dkk. 2011. Asuhan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba medika
patologi, Jakarta :EGC
Permenkes RI No 12.2017. Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta
Prawirohardjo, Sarwono 2005 , Acuan Nasional Pelayanan Maternal dan
Neonatal, Jakarta yayasan Bina Pustaka
Prawirohardjo, Sarwono, 2005 , Ilmu Kebidanan, Jakarta : yayasan Bina Pustaka
Pritchard : Maedonal; Bant, 1999, Obstetri Williams, Surabaya : Airlangga
University
Vanaya coaching institut. 2017. Apa itu coaching. Jakarta diakses tanggal 1
desember 2018

47

Anda mungkin juga menyukai