Anda di halaman 1dari 34

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kecemasan

1. Definisi kecemasan

a. Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar,

yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. 6

b. Cemas adalah sebuah emosi dan pengalaman subjektif dari

seseorang. Pengertian dari cemas, yaitu keadaan yang membuat

seseoran tidak nyaman dan terbagi dalam berbagai tindakan.

Jadi, cemas berkaitan dengan perasaan tidak berarti dan tidak

berdaya.7

c. Kecemasan atau ansietas adalah respon individu terhadap suatu

keadaan yang tidak menyenangkan dan di alami oleh semua

makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari.7

2. Etiologi 6

Karakteristik cemas berbeda dengan rasa takut, ketakutan

memiliki objek yang jelas dimana seseorang dapat

mengidentifikasikan dan menggambarkan objek ketakutan.

Ketakutan melibatkan penilaian intelektual terhadap stimulasi

yang mengancam sedangkan kecemasan merupakan penilaian

emosional terhadap penilaian itu. Ketakutan di akibatkan oleh

keadaan fisik maupun psikologis tehadap situasi yang mengancam.

11
12

Ketakutan menyebabkan kecemasan. Dua pengalaman emosi ini di

bedakan dalam ucapan, yaitu kita mengatakan memiliki rasa takut

tetapi menjadi cemas. Inti permasalahan dalam suatu bentuk

kecemasan adalah pada penjagaan diri. Kecemasan terjadi sebagai

akibat adanya ancaman terhadap keberadaan diri (selfhood), self-

esteem (harga diri) atau pada identitas diri, kecemasan dapaat

terjadi pada orang yang takut mendapatkan hukuman, celaan,

penolakan cinta, gangguan hubungan, isolasi, atau kehilangan fungsi

tubuh. Rasa cemas disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 8

a. Faktor biologis/fisiologis, berupa ancaman akan kekurangan

makanan, minuman, perlindungan dan keamanan.

b. Faktor psikososial, yaitu : ancaman terhadap konsep diri,

kehilangan orang/benda yang dicintai, perubahan status

sosial/ekonomi.

c. Faktor perkembangan, yaitu ancaman pada perkembangan

masa bayi, anak, remaja.

3. Rentang respon kecemasan

Respon cemas 8

respon adaptif Respon maladaptif

adaptasi ringan sedang berat panik


13

4. Tingkat kecemasan8

a. Kecemasan ringan

Adalah berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari-hari dan mennyebabkan seseorang menjadi waspada dan

meningkatkan lahan persepsinya. Jika individu tidak dapat

beradaptasi dengan baik terhadap lingkungannya maka akan

muncul tanda-tanda kecemasan ringan. Ansietas dapat

memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan

kreatifitas.

b. Kecemasan sedang

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang

penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang

mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan

sesuatu yang lebih terarah.

c. Kecemasan berat

Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang

cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terlihat dan

spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut

memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada

suatu area lain.

d. Panik

Berhubungan dengan terperangah, kekuatan dan teror. Rincian

terpecah dari proporsinya karena mengalami kehilangan kendali,


14

orang lain mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu

walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi

kepribadian.

5. Karakteristik Kecemasan 9

Tiap tingkat kecemasan memiliki karakteristik yang berbeda-beda

satu sama lain, yaitu :

a. Ansietas ringan

1) Individu waspada.

2) Lapangan persepsi luas.

3) Manajemen indra.

4) Dapat menjadi motivasi positif untuk belajar dan mampu

memecahkan masalah secara efektif.

5) Menghasilkan pertumbuhan dan kreatif.

b. Ansietas sedang

1) Individu hanya fokus pada pikiran yang menjadi

perhatiannya.

2) Terjadi penyempitan lapangan persepsi.

3) Masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang lain.

c. Ansietas berat

1) Lapangan persepsi individu sangat sempit.

2) Perhatiannya hanya pada detil yang kecil (spesifik) dan tidak

dapat berpikir tentang hal-hal lain.


15

3) Seluruh perilaku yang di maksudkan untuk mengurangi

kecemasan dan perlu banyak perintah/arahan untuk fokus

pada area lain.

d. Panik

1) Individu kehilangan kendali diri dan detil.

2) Detil perhatian hilang.

3) Tidak bisa melakukan apapun meskipun dengan perintah.

4) Terjadi peningkatan aktivitas motorik.

5) Berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain.

6. Teori-Teori Yang Berhubungan Dengan Kecemasan (Suliswati

2005)8

a. Dalam pandangan psikoanalitik

Freud mengemukakan kecemasan timbul akibat reaksi

psikologis individu terhadap ketidakmampuan mencapai orgasme

dalam hubungan seksual.

Energi seksual yang tidak terekspresikan akan

mengakibatkan rasa cemas. Kecemasan dapat timbul secara

otomatis akibat dari stimulus internal dan eksternal yang

berlebihan.

Akibat stimulus (internal dan eksternal) yang berlebihan

sehingga melampaui kemampuan individu untuk

menanganinya.konflik emosional yang terjadi antara dua elemen

keperibadian dan superego. Id mewakili dorongan insting dan


16

impuls primitif seseorang . sedangkan superego mencerminkan

hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya

seseorang. Ego atau Aku berfungsi menengahi tuntutan dari luar

elemen yang bertentangan, dan fungsi kecemasan adalah

mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

b. Menurut pandangan interpersonal

kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya

penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga

berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan

dan kehilangan yang menimbulkan kelemahan yang spesifik.

Orang yang harga diri rendah terutama mudah mengalami

perkembangan kecemasan yang berat.

c. Menurut pandangan perilaku kecemasan

Merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang

mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang

diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap kecemasan sebagai

suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam

untuk menghindari kepedihan. Pakar tentang pembelajaran

meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan dirinya

dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering

menunjukkan kecemasan pada kehidupan selanjutnya.


17

d. Kajian keluarga

Menunjukkan bahwa gangguan kecemasan merupakan hal

yang biasa di temui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih

dalam gangguan kecemasan dan antara gangguan kecemasan

dengan depresi.

e. Kajian biologis

Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk

benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur

kecemasan. Panghambat asam aminobutirik-gamma nonregulator

(GABA) juga mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme

biologis berhubungan dengan kecemasan, sebagaimana halnya

dengan endorfin.Selain itu, telah dibuktikan bahwa kesehatan

umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi

terhadap kecemasan. Kecemasan mungkin disertai dengan

gangguan fisik, dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang

untuk mengatasi stressor.


18

9
7. Respon Fisiologis Terhadap Kecemasan

Sistem tubuh Respons


kardiovaskular Palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meninggi,
rasa mau pingsan, pingsan, tekanan darah menurun,
denyut nadi menurun
Pernapasan Napas cepat, napas pendek, tekanan pada dada, napas
dangkal, pembengkakan pada tenggorok, sensasi
tercekik, terengah-engah.
Neomuskular Refleks meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip,
insomnia, tremor , rigiditas, gelisah, wajah tegang,
kelemahan umum, kaki goyah, gerakan yang janggal
gastrointestinal Kehilangan napsu makan, menolak makan, rasa tidak
nyaman pada abdomen, mual, rasa terbakar pada
jantung, diare
Traktus urinarius Tidak dapat menahan kencing, sering berkemih
Kulit Wajah kemerahan, berkeringat setempat (telapak
tangan), gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah
pucat, berkeringat seluruh tubuh

9
8. Respon Perilaku, Kognitif, Dan Afektif Terhadap Kecemasan

Sistem Respons
Perilaku Gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, kurang
koordinasi, cenderung mendapat cedera, menarik diri dari
hubungan interpersonal, menghalangi, melarikan diri dari
masalah, menghindar, hiperventilasi
Kognitif Perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam
memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berpikir, bidang
persepsi menurun, kretivitas menurun, produktifitas menurun,
bingung, sangat waspada, kesadaran diri meningkat,
kehilangan objektivitas, takut kehilangan kontrol, takut pada
gambaran visual, takut cedera atau kematian.
Afektif Mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, nervus,
ketakutan, alarm, teror, gugup, gelisah

9. Stressor Pencetus Kecemasan8

Stressor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau

eksternal. Stressor pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori :


19

a. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan

fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk

melakukan aktivitas hidup sehari-hari.

b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan

identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.

10. Sumber Koping Kecemasan9

Individu dapat mengatasi stress dan kecemasan dengan

menggerakkan sumber koping di lingkungan. Sumber koping tersebut

sebagai modal ekonomik, kemampuan penyelesaian masalah,

dukungan sosial, dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang

mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan

mengadopsi strategi koping yang berhasil.

11. Mekanisme Koping Kecemasan7

Secara umum mekanisme koping terhadap kecemasan

diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu : strategi pemecahan

masalah dan mekanisme pertahanan diri.

a. Strategi pemecahan masalah (problem solving strategic) : bertujuan

untuk mengatasi dan menanggulangi masalah atau ancaman yang

ada dengan kemampuan pengamatan secara realistis. Beberapa

contoh strategis pemecahan masalah yang dapat di gunakan antara

lain :
20

1) Meminta bantuan terhadap orang lain.

2) Secara besar hati, mampu mengungkapkan perasaan sesuai

dengan situasi yang ada.

3) Mencari lebih banyak informasi yang terkait dengan masalah

tersebut dapat di atasi secara realistis.

4) Menyusun beberapa rencana untuk memecahkan masalah.

b. Mekanisme pertahanan diri (defence mechanism)

Mekanisme pertahanan diri merupakan mekanisme penyesuaian

ego yaitu usaha untuk melindungi diri dari perasaan yang tidak

adekuat, Beberapa ciri mekanisme pertahanan diri antara lain :

1) Bersifat hanya untuk sementara karena berfungsi hanya untuk

melindungi atau bertahan dari hal-hal yang tidak menyenangkan

dan secara tidak langsung mengatasi masalah.

2) Mekanisme pertahanan diri terjadi di luar kesadaran individu tidak

menyadari bahwa mekanisme pertahanan diri tersebut sedang

terjadi.

3) Seringkali tidak berorientasi pada kenyataan.


21

B. Tinjauan Umum Tentang Usia Prasekolah


10
1. Defenisi Anak Usia Prasekolah

Di dalam Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang

perlindungan anak, definisi anak di nyatakan secara tegas yaitu

dalam pasal 1 ayat 1, anak adalah seseorang yang belum berusia 18

(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Definisi anak menurut pasal ini, yang dikatakan anak, adalah anak

manusia di mulai dari janin dalam kandungan sampai umur 18 tahun

yang menjadi subjek hukum yang harus di lindungi.

Yang di maksud dengan anak prasekolah adalah mereka yang

berusia 4-6 tahun menurut Bechit dan Snowman (1993). 11

Usia pra sekolah adalah usia perkembangan anak antara 3-5

tahun. Pada usia ini, terjadi perubahan yang signifikan untuk

mempersiapkan gaya hidup yaitu masuk sekolah dengan

mengkombinasikan antara perkembangan biologi, psikososial,

kognitif, spiritual, dan prestasi sosial (Hockenberry & Willson, 2009

dalam Subandi 2012) bahwa anak usia pra sekolah berada pada

usia 3 sampai 5 tahun.

2. Perkembangan Anak 5

Perkembangan anak terdiri dari :

a. Perkembangan kognitif (plaget)

1) Tahap sensori motor (umur 0-2 tahun)


22

Anak mempunyai kemampuan dalam mengasimilasi dan

mengakomodasi informasi dengan cara melihat, mendengar,

menyentuh, dan aktifitas motorik. Semua gerakan akan di

arahkan ke mulut dengan merasakan keingintahuan sesuatu

dari apa yang di lihat, didengar, disentuh dan lain-lain.

2) Tahap praoperasional (umur 2-7 tahun)

Pada tahap ini anak belum mampu mengoperasionalkan

apa yang di pikirkan melalui tindakan dalam pikiran anak.

Perkembangan anak masih bersifat transduktif menganggap

semuanya sama. Seperti semua laki-laki di keluarga adalah

aya, maka semua laki-laki adalah ayah. Selain itu ada pikiran

animisme yaitu selalu memperhatikan adanya benda mati

seperti anak jatuh atau terbentur batu, dia akan menyalahkan

batu tersebut dan memukulnya.

3) Tahap kongkret (umur 7-11 tahun)

Anak sudah memandang realistis dari dunianya dan

mempunyai anggapan yang sama dengan orang lain. Sifat

egosentrik sudah hilang, karena anak sudah mengerti tentang

keterbatasan diri sendiri. Anak sudah mengenal konsep

tentang waktu dan mengingat kejadian yang lalu. Pemahaman

belum mendalam dan akan berkembang di akhir usia sekolah

(masa remaja).

4) Tahap formal operasional (>11 tahun)


23

Pada tahap ini anak remaja dapat berfikir dengan pola

yang abstrak menggunakan tanda atau simbol dan

menggambarkan kesimpulan yang logis. Mereka dapat

membuat dugaan dan mengujinya dengan pemikirannya yang

abstrak, teoritis, dan filosofis. Pola berpikir logis membuat

mereka mampu beepikir tentang apa yang orang lain juga

memikirkannya dan berfikir untuk memecahkan masalah.

b. Perkembangan psikoseksual anak (Freud)

1) Tahap oral (umur 0-1 tahun)

Pada masa ini, kepuasan dan kesenangan, kenikmatan

dapat melalui dengan cara mengisap, menggigit, mengunyah,

atau bersuara, ketergantungan sangat tinggi dan selalu mintadi

lindungi untuk mendapatkan rasa nyaman. Masalah yang di

peroleh pada tahap ini adalah menyapih dan makanan.

2) Tahap anal (1-3 tahun)

Kepuasan pada fase ini adalah pada pengeluaran tinja,

anak akan menunjukkan keakuannya dan sikapnya yang

sangat narsistik yaitu cinta terhadap dirinya sendiri dan sangat

egosentrik, mulai mempelajari struktur tubuhnya. Masalah

pada saat ini adalah obesitas, introvet, kurang pengendalian

diri dan tidak rapi.

3) Tahap oedipal atau phalik (umur 3-5 tahun)


24

Kepuasan pada anak terletak pada rangsangan

autoerotik yaitu meraba-raba, merasakan kenikmatan dari

beberapa daerah erogennya , suka pada ibunya dan anak

perempuan cenderung suka pada ayahnya.

4) Tahap laten (umur 5-12 tahun)

Kepuasan anak mulai terintegrasi, anak masuk dalam

masa pubertas dan berhadapan langsung pada tuntutan sosial

seperti suka berhubungan dengan kelompoknya atau sebaya,

dorongan libido mulai berbeda.

5) Tahap genital (>12 tahun)

Kepuasan anak pada fase ini akan kembali bangkit dan

mengarah pada perasaan cinta yang matang terhadap lawan

jenis.

c. Perkembangan psikososial anak (Erikson)

1) Tahap percaya dan tidak percaya (umur 0-1 tahun)

Bayi sudah terbentuk rasa percaya kepada seseorang

baik orang tua maupun orang yang mengasuhnya ataupun

tenaga kesehatan yang merawatnya. Kegagalan pada tahap ini

apabila terjadi kesalahan dalam mengasuh dan merawat maka

akan timbul rasa tidak percaya.

2) Tahap kemandirian, rasa malu dan ragu (umur 1-3 tahun)

Anak sudah mulai mencoba dan mandiri dalam tugas

tumbuh kembang seperti kemampuan motorik dan bahasa.


25

Pada tahap ini, jika anak tidak diberikan kebebasan anak akan

merasa malu.

3) Tahap inisiatif, rasa bersalah (umur 4-6 tahun)

Anak akan memulai inisiatif dalam belajar mencari

pengalaman baru serta aktif dalam melakukan aktifitasnya dan

apabila dalam tahap ini anak dilarang atau di cegah maka akan

tumbuh perasaan bersalah pada diri anak.

4) Tahap rajin dan rendah diri (umur 6-12 tahun)Anak selalu

berusaha untuk mencapai sesuatu yang diinginkan atau

prestasinya sehingga anak pada usia ini adalah rajin dalam

melakukan sesuatu akan tetapi apabila harapan anak pada

anak ini tidak tercapai maka kemungkinan besar anak akan

merasakan rendah diri.

5) Tahap identitas dan kebingungan peran pada masa

adolesence anak mengalami perubahan diri, perubahan

hormonal.

6) Tahap keintiman dan pemisahan terjadi pada masa dewasa

yaitu anak mencoba melakukan hubungan dengan teman

sebaya atau kelompok masyarakat dalam kehidupan sosial.

7) Tahap generasi dan penghentian terjadi pada dewasa

pertengahan yaitu seseorang mencoba memperhatikan

generasi berikutnya dalam kegiatan aktivitasnya.


26

8) Tahap integritas dan keutuhannya terjadi pada dewasa lanjut

yaitu seseorang memikirkan tugas-tugas dalam mengakhiri

kehidupan.

C. Tinjauan Umum Hospitalisasi Pada Anak

1. Definisi Hospitalisasi

Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak

sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak

mengalami perubahan dari keadaan sehat dan rutinitas lingkungan

serta mekanisme koping yang terbatas dalam menghadapi stressor.

Stressor utama dalam hospitalisasi adalah pperpisahan, kehilangan

kendali dan nyeri (Wong, Hockenberry & Marylin, 2007).

Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan

berencana atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di

rumah sakit untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun

demikian dirawat di rumah sakit tetap merupakan masalah besar dan

menimbulkan ketakutan dan cemas bagi anak (Supartini, 2004). 5

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa

hospitalisasi adalah suatu proses karena alasan berencana maupun

darurat yang mengharuskan anak di rawat atau tinggal di rumah sakit

untuk mendapatkan perawatan yang dapat menyebabkan beberapa

perubahan psikis pada anak. Perubahan psikis terjadi akibat adanya

suatu tekanan atau krisis pada anak. Jika seorang anak di rawat di
27

rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis yang

di sebabkan oleh stress akibat perubahan baik terhadap status

kesehatannya maupun lingkungannya dalam kebiasaan sehari-hari.

Selain itu, anak mempunyai sejumlah keterbatasan dalam

mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian yang

sifatnya menekan.

2. Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi

Reaksi anak terhadap hospitalisasi tergantung pada usia,

perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap penyakit,

sistem pendukung yang tersedia dan mekanisme koping yang di

miliki (Salmela, dkk.,2010). Menurut Jovan (2007) reaksi

hospitalisasi pada masa bayi adalah menangis keras, pergerakan

tubuh yang banyak dan ekspresi tubuh yang tidak menyenangkan.

Reaksi yang di perlihatkan anak pada usia toddler pada tahap

protes adalah menangis, menjerit, dan menolak perhatian orang

lain. Pada tahap putus asa, menangis anak mulai berkurang, anak

tidak aktif, menunjukkan kurang minat untuk bermain, sedih dan

apatis. Anak usia pra sekolah menunjukkan reaksi terhadap

hospitalisasi berupa menolak makan, sering bertanya, menangis

perlahan dan tidak kooperatif terhadap petugas. Pada masa

sekolah yaitu 6-12 tahun yang dirawat di rumah sakit memaksa

anak meninggalkan lingkunganyang dicintai, keluarga, teman

sehingga menimbulkan kecemasan. Reaksi yang di tunjukkan


28

adalah menolak perawatan atau tindakan dan tidak kooperatif

terhadap petugas.15

3. Dampak Hospitalisasi

Menurut Cooke, hospitalisasi dalam waktu yang lama dengan

lingkungan yang tidak efisien teridentifikasi dapat mengakibatkan

perubahan perkembangan emosional dan intelektual anak. Bayi-

bayi yang biasanya mendapatkan perawatan yang kurang baik

selama di rawat, tidak hanya memiliki perkembangan dan

pertumbuhn fisik yang kurang optimal, melainkan pula mengalami

gangguan hebat terhadap status psikologis. Bayi masih punya

keterbatasan kemampuan untuk mengungkapkan suatu keinginan.

Gangguan tersebut dapat diminimalkan dengan peran orang tua

melalui pemberian rasa kasih sayang.

Depresi dan menarik diri seringkali terjadi setelah anak

menjalani hospitalisasi dalam waktu lama. Banyak anak akan

mengalami penurunan emosional setelah menjalani hospitalisasi.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak yang dihospitalisasi

bisa mengalami gangguan untuk tidur dan makan, perilaku regresif

seperti kencing di atas tempat tidur, hiperaktif, perilaku agresif,

mudah tersinggung, terteror pada malam hari dan negativisme.


29

4. Faktor-Fakor Yang Mempengaruhi Anak Dalam Berespon

Terhadap Penyakit Dan Hospitalisasi.16

Setiap anak mempunyai respon yang berbeda terhadap

penyakit. Beberapa faktor yang mempengaruhi respon anak

terhadap hospitalisasi menurut James & Ashwil (2007) adalah :

a. Umur dan Perkembangan Kognitif

Tingkat perkembangan anak mempengaruhi reaksi anak

terhadap penyakit. Perkembangan anak pada usia prasekolah

adalah membentuk konsep sederhana tentang kenyataan

sosial, belajar membina hubungan emosional dengan orang

lain dan belajar membina hubungan baik dan buruk dengan

orang lain.

Perbedaan-perbedaan tersebut harus dipertimbangkan

saat merencanakan asuhan keperawatan. Persiapan rawat

inap dan prosedur yang akan dilakukan didasarkan pada

pertumbuhan dan perkembangan anak.

b. Respon orang tua terhadap penyakit dan hospitalisasi

Orang tua dan anak mengalami kecemasan saat anak

dihospitalisasi. Kecemasan yang terjadi pada orang tua ini

dapat meningkatkan kecemasan anak. Orang tua kadang tidak

menjawab pertanyaan anak dan tidak menjelaskan yang

sebenarnya karena khawatir anak menjadi takut dan cemas.


30

Orang tua takut membuat bingung anak dan menurunkan

tingkat kepercayaan anak.

c. Persiapan anak dan orang tua

Metode yang dapat di lakukan untuk menyiapkan anak

dalam menjalani hospitalisasi adalah mengerti kebutuhan

individu dari anak tersebut. Perawat harus mempertimbangkan

umur, tingkat perkembangan, keterlibatan keluarga, waktu,

status fisik, dan psikologi anak, faktor sosial budaya dan

pengalaman terhadap sakit maupun pengalaman merawat

anak.

d. Keterampilan koping anak dan keluarga

Koping merupakan seatu proses dalam menghadapi

kesulitan untuk mendapatkan penyelesaian masalah. Koping

anak terhadap penyakit atau hospitalisasi dipengaruhi oleh

usia, persepsi terhadap kejadian yang dialami, hospitalisasi

sebelumnya dan dukungan dari berbagai pihak.

e. Manfaat psikologis dari hospitalisasi

Beberapa orang berpikir bahwa hospitalisasi hanya

menyebabkan dampak negatif terhadap status psikologis, pada

kenyataannya ada manfaat psikologis dari penyakit dan

hospitalisasi yaitu dapat meningkatkan perkembangan yang

aktual dari keterampilan koping anak dan meningkatkan harga

diri. Anak lebih percaya diri dalam mengurangi kecemasan


31

selama di hospitalisasi dan lebih mampu untuk melakukan

perawatan diri sendiri.

D. Tinjauan Umum Tentang Dukungan Keluarga

1. Definisi Keluarga

Menurut WHO keluarga adalah anggota rumah tangga yang

saling berhubungan melalui pertalian darah, adaptasi atau

perkawinan. Menurut Depkes RI keluarga adalah unit terkecil dari

masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang

yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam

keadaan saling ketergantungan. Sedangkan menurut Duval dalam

(Supartini, 2004) keluarga adalah sekumpulan orang yang

dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, dan kelahiran yang

bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum,

meningkatkan perkembangan fisik, mental emosional dan social tiap

anggota.19

Dukungan keluarga didefenisikan yaitu informasi verbal,

sasaran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh

orang-orang yang akrab dengan subyek di dalam lingkungan

sosialnya atau yang berupa kehadiran atau hal yang dapat

memberikan keuntungan emosional atau pengaruh pada tingkah laku

penerimanya. Dalam hal ini, orang yang merasa memperoleh


32

dukungan sosial, secara emosional merasa lega di perhatikan,

mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. 23

Dukungan keluarga adalah keberatan, kesedihan, kepedulian

dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan

menyayangi kita, pandangan yang sama juga dikemukakan oleh

Cobb (2002) mendefinisikan dukungan keluarga sebagai adanya

kenyamanan, perhatian, penghargaan atau menolong orang dengan

menerima kondisinya, dukungan keluarga tersebut individu maupun

kelompok.23
19
2. Bentuk Keluarga/Tipe Keluarga

a. Keluarga tradisional

1) Keluarga inti (nuclear family)

adalah terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari

keturunannya atau adopsi atau keduanya.

2) Keluarga besar (extended family)

adalah keluarga inti di tambah anggota keluarga lain

yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek,

paman-bibi).

b. Keluarga modern

1) Tradisional nuclear

Keluarga ini tinggal dalam satu rumah di tetapkan oleh

sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu atau

keduanya dapat bekerja diluar rumah.


33

2) Reconstituted nuclear

Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan

kembali suami/istri, tinggal dalam satu rumah dengan anak-

anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil

dari perkawinan baru, satu atau keduanya dapat bekerja di

luar rumah.

3) Niddle age/aging couple

Suami sebagai pencari uang, istri di rumah/kedua-

duanya bekerja di rumah, anak-anak sudah meninggalkan

rumah karena sekolah/perkawinan/meniti karier.

4) Dyadic nuclear

Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai

anak yang keduanya atau salah satu bekerja di luar rumah.

5) Single parent

Satu orang tua sebagai akibat perceraian atau kematian

pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di rumah atau

di luar rumah.

6) Dual carrier

Yaitu suami istri keduanya adalah orang karier dan tanpa

anak.
34

7) Commuter married

Suami istri keduanya orang karier dan tinggal terpisah

pada jarak tertentu. Keduanya saling mencari pada waktu-

waktu tertentu.

8) Gay and lesbian family

Keluarga yang di bentuk oleh pasangan yang berjenis

kelamin sama.

3. Fungsi Keluarga 3

Fungsi keluarga biasanya didefinisikan sebagai hasil atau

konsekuensi dari struktur keluarga.

Menurut Friedman (1999), ada lima fungsi dasar keluarga,

adapun fungsi keluarga tersebut adalah :

a. Fungsi afektif (fungsi pemeliharaan keperibadian)

untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan

memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung.

b. Fungsi sosialisasi dan fungsi penempatan sosial

proses perkembangan dan perubahan individu keluarga, tempat

anggota keluarga berinteraksi, dan belajar berperan di lingkungan

sosial.

c. Fungsi reproduksi
35

Untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah

sumber daya manusia.

d. Fungsi ekonomis

untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan

dan papan.Fungsi perawatan kesehatan untuk merawat anggota

keluarga yang mengalami masalah kesehatan.


19
4. Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga

mempunyai tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan

dilakukan membagi 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang

harus dilakukan, yaitu :

a. Mengenal masalah kesehatan keluarga kesehatan

Merupakan kebutuhan yang tidak boleh diabaikan karena tanpa

kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena

kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana

keluarga habis.orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan

perubahan-perubahan yang dialami oleh anggota keluarga.

Perubahan sekecil apapun yang di alami oleh anggota keluarga

secara tidak langsung menjadi perhatian orang tua/keluarga.

Apabila menyadari adanya perubahan keluarga, perlu dicatat

kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar

perubahannya.

b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga.


36

Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk

mencari pertolongan yang tepat sesuai keadaan, keluarga, dengan

pertimbangan siapa di antara keluarga yang mempunyai

kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga.

Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan

agar masalah dapat dikurangi atau bahkan teratasi.Jika keluarga

mempunyai keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang

dilingkungan tempat tinggal keluarga agar memperoleh bantuan.

c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.

Seringkali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan

benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah di ketahui

oleh keluarga sendiri.

Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan

kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan

agar masalah yang lebig parah tidak terjadi.

Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan

atau di rumah sakit apabila keluarga telah memiliki kemampuan

melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.

d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan

keluarga.

e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi

keluarga.
37

5. Dukungan keluarga 23

Menurut Barron (1991) dukungan keluarga berperan

meningkatkan kesehatan tubuh yang menciptakan efek yang positif.

Dukungan keluarga diartikan sebagai bantuan orang

menghadapi keadaan yang kurang menyenangkan dalam hidup.

Keluarga merupakan bagian dari kelompok sosial. House (2000)

membedakan 4 dimensi dari dukungan sosial yang meliputi :

a. Dukungan emosional (emotional support)

Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai intuk

istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap

emosi. Meliputi ungkapan empati, kepedulian dan perhatian

terhadap anggota keluarga yang menderita sakit. Menurut Stuart

bentuk dukungan emosional yang diberikan yaitu :

1) Adanya komitmen dari keluarga terhadap kesejahteraan atau

berbagi beban.

2) Keterlibatan sosial adanya kontak sosial dan suasana

persahabatan.

3) Afektif, yaitu : dengan menunjukkan cinta dan perhatian.

4) Adanya dukungan timbal balik.

b. Dukungan penghargaan (apprasial assistance)

Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,

membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai


38

sumber dan validator identitas anggota.Terjadi lewat ungkapan

hormat (penghargaan) positif untuk dorongan maju.

Persetujuan dengan gagasan atau dengan dukungan dan

dengan individu lain.Menurut Stuart (1991) bentuk dukungan

penghargaan yang dapat di berikan adalah :

1) Penegasan keluarga memfalidasi tindakan perasaan.

2) Mendengarkan aktif, mendukung individu, dan memberi

pendapat.

3) Berbicara, yaitu : memberikan anggota keluarga untuk

mengeluarkan pendapat.

c. Dukungan instrumental, mencakup bantuan secara langsung

seperti ketika anggota keluarga lain memberikan, menolong,

membantu menyelesaikan seseorang pada situasi tertentu.

d. Dukungan informatif, mencakup pemberian nasehat, petunjuk

saran dan umpan balik.

Anggota keluarga yang paling berperan dalam proses

hospitalisasi anak adalah orang tua karena sebagian besar

anggota keluarga yang menjaga anaknya saat di hospitalisasi

adalah keluarga, oleh karena itu orientasi pelayanan keperawatan

saat ini berubah menjadi rooming in yaitu melibatkan orang tua

berperan aktif dalam perawatan anak dengan cara membolehkan

orang tua untuk tinggal bersama anak selama 24 jam dengan

tujuan untuk mencegah atau meminimalkan dampak


39

perpisahan.Dalam hospitalisasi anak, peran orang tua dapat di

uraikan sebagai berikut : orang tua diharapkan dapat berpartisipasi

dalam merawat anak yang sakit terutama dalam perawatan yang

bisa dilakukan meliputi :memandikan, memakaikan baju,

membantu memberikan makanan, menyiapkan tempat tidur, dan

menciptakan suasana yang menyenangkan anak.

Menurut Kurniasih 2003, dkk (2003) beberapa hal yang harus di

lakukan orang tua dalam hospitalisasi anak, yaitu :

1) Katakan terus terang pada anak mengapa ia harus dirawat di

rumah sakit dan jelaskan bahwa keterpisahan anak dari

rumah sifatnya hanya sementara. Anak perlu di yakinkan

bahwa orang tua akan ikut menjaga anak di rumah sakit dan

saudara-saudaranya akan mengunjungi anak sesering

mungkin.

2) Bawakan barang dan makanan/minuman kesukaannya,

jangan lupa bawakan ia mainan dan atau bantal

kesayangannya, karena dapat memberikan ketenangan pada

anak. Bawakan juga makanan atau minuman kesukaan si

kecil bila ia tak di haruskan diet. Dengan begitu ia akan

merasa seperti di rumah.

3) Temani anak, perlu pendampingan selama selagi anak di

rawat inap, karena dirawat berarti terputus hubungan dari

rutinitas. Terlebih pengalaman masuk rumah sakit merupakan


40

sesuatu yang menakutkan,menyakitkan, dan istimewa karena

harus minum obatdalam jumlah relatif lebih banyak.

4) Bersifat proaktif mencari informasi, orang tua mesti bersifat

proaktif mencari informasi apa saja jenis pemeriksaan yang

mesti dijalani anak dan bagaimana prosedurnya, termasuk

rutinitas yang akan dijalani anak selama di rumah sakit dari

kapan harus ukur suhu tubuh, jadwal makan dan cemilan

serta mandi, sampai kunjungan dokter.

5) Jelaskan pada anak tentang prosedur yang akan dilakukan

misalnya, jika anak harus di infus, maka orang tua harus

menjelaskan pada anaknya mengapa ia harus di infus dan

bagaimana prosedurnya. Selain itu, saat pemasangan infus

orang tua harus mendampingi anak dan tidak benar jika orang

tua harus tunggu di luar saat anak menjalani hal-hal yang di

rasa menakutkannya sehingga kehadiran ibu/bapak harus

betul-betul memberi rasa nyaman pada anak.

6) Bujuk anak agar bermain di tempat tidur, anak usia balita

kadang sulit untuk bedrest (istirahat total di tempat tidur) dan

minta di gendong terus. Bujuklah ia agar bermain di tempat

tidurnya. Beri ia mainan yang dapat dilakukan sambil

berbaring. Misalnya, bawakan ia peralatan menggambar atau

bacakan buku-buku cerita.


41

7) Mengatasi rasa bosan, untuk mengatasi rasa bosan selama di

rawat dalam waktu lama, ajak anak bermain-main di sekeliling

rumah sakit atau ruangan khusus yang di sediakan untuk

tempat anak bermain.

Menurut Canam (1993) dalam Supartini, tugas adaptif yang di

jalankan orang tua dalam perawatan anak di rumah sakit, yaitu :

1) Menerima kondisi anak

Tugas ini dapat di jalankan dengan cara mencari arti dari

kondisi sakit anaknya dan mengembangkan koping yang

konstruktif. Untuk itu praktik dalam menjalankan agama atau

ibadah sangat bermanfaat untuk membahagiakan koping yang

konstruktif. Belajar darimorang tua lain yang mempunyai

masalah yang sama juga terbukti sangat bermanfaat.

2) Mengelola kondisi anak

Hal yang positif di lakukan adalah dengan cara membina

hubungan yang positif dengan petugas kesehatan sehingga

dapat menggunakan sumber-sumber yang ada pada mereka

dan dapat memahami kondisi anak dengan baik.

3) Memenuhi kebutuhan perkembangan anak

Keluarga dapat menjalankan tugas ini dengan cara

membantu menurunkan dampak negatif dari kondisi anak,

mengasuh anak sebagaimana biasanya dan memperlakukan

anak seperti anak lain yang ada di rumah.


42

4) Memenuhi kebutuhan perkembangan keluarga

Hal ini dicapai dengan mempertahankan hubungan

anggota keluarga dengan mengembangkan kebutuhan anak

di rumah sakit dan di rumah walaupun dalam waktu tertentu

anak di rumah sakit menjadi prioritas utama,misalnya pada

fase akut perawatan anak.

5) Menghadapi stressor dengan positif.

Keluarga harus mencegah adanya penumpukan stress

pada keluarga dengan mengembangkan koping yang positif,

yaitu : Keluarga harus mencegah adanya penumpukan stress

pada keluarga dengan mengembangkan koping yang positif,

yaitu : Keluarga harus mencegah adanya penumpukan stress

pada keluarga dengan mengembangkan koping yang positif,

yaitu : ke arah pemecahan masalah. Hal yang dapat di

lakukan adalah dengan klarifikasi masalah dan tugas yang

dapat di kelola, dan berupaya untuk menurunkan reaksi

emosi.

6) Membantu anggota keluarga untuk mengelolah perasaan

yang ada.

Orang tua harus belajar untuk mengelolah perasaan

anggota keluarganya.Cara yang dapat di lakukan adalah

dengan mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaan,

mencari dukungan positif (dari pasangan, kerabat, kawan).


43

7) Mendidik anggota keluarga yang lain tentang kondisi anak

yang sedang sakit.

Orang tua harus memiliki pemahaman yang tepat

tentang kondisi anak sehingga dapat memberi pengertian

kepada anggota keluarga lain tentang kondisi anaknya yang

sedang sakit dan harus memiliki koping yang positif, jawab

pertanyaan anak sesuai kapasitasnya untuk mengerti, tetapi

harus jujur dan buat diskusi dengan keluarga tentang masalah

yang berhubungan.

8) Mengembangkan sistem dukungan sosial

Upaya ini dapat di lakukan dengan cara membuat

jaringan kerja sama dengan anggota keluarga yang lain, atau

kawan dan menggunakan jaringan kerja sama ini sebagai

sumber pemecahan masalah.


44

E. Kerangka Teori

hubungan dukungan keluarga dengan kecemasan pada anak

prasekolah yang dirawat di rumah sakit :

Anak sakit

Hospitalisasi

Dampak hospitalisasi : Fase Kecemasan usia


pra-sekolah :
Kecemasan
1. Fase protes
2. Fase putus asa
3. Fase menerima
Faktor yang mempengaruhi kecemasan :

1. Tingkat perkembangan umur.


2. Jenis kelamin
3. Pengalaman sakit sebelumnya.
4. Support sistem/dukungan keluarga.
5. Lingkungan rumah sakit
6. LamaDukungan
hari rawatkeluarga :

1. Informasi.
2. Penilaian
3. Instrumen.
4. emosional

Anda mungkin juga menyukai