Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

GANGGUAN PERILAKU MAKAN

DAN EFEK METABOLIK YANG TERJADI PADA TUBUH

Disusun oleh:

Dr. Benedictus Aldwin Ainsley

Dokter Pendamping:

Dr. Putu Bambang Andikayana

Dr. Putu Surya Utami

Program Dokter Internship

RSU GANESHA

2017
1
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan makan ditandai dengan perilaku makan yang ekstrem, seperti mengurangi kadar
makanan dengan ekstrem atau makan terlalu banyak yang ekstrem, atau perasaan menderita atau
keprihatinan tentang berat atau bentuk tubuh yang ekstrem. Seseorang dengan gangguan makan
mungkin berawal dari mengkonsumsi makanan yang lebih sedikit atau lebih banyak daripada
biasa, tetapi pada tahap tertentu, keinginan untuk makan lebih sedikit atau lebih banyak terus
menerus di luar keinginan.1

Terdapat dua tipe utama bagi gangguan makan adalah anoreksia nervosa dan bulimia
nervosa. Kategori ketiga adalah “gangguan makan lain yang tidak ditetapkan” (EDNOS – eating
disorders not otherwise specified) yang memasukkan beberapa variasi gangguan makan.
Kebanyakannya adalah mirip dengan anoreksia atau bulimia tetapi dengan karakter yang berbeda
sedikit. Binge-eating disorder, yang menerima peningkatan dalam jumlah penelitian dan perhatian
media dalam beberapa tahun kebelakangan ini adalah salah satu tipe EDNOS.1

Berbagai jenis gangguan makan telah dilaporkan pada hampir 4 pasien remaja dan pelajar
dewasa muda. Anoreksia nervosa di laporkan lebih sering pada beberapa decade belakangan
daripada di masa lampau. Gangguan-gangguan makan ini menyebabkan perubahan biokimiawi
pada tubuh yang memiliki efek merugikan dan memunculkan beberapa gejala khas pada pasien
dengan gangguan makan. Hal-hal tersebut akan dibahas pada bab berikut.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. FISIOLOGI LAPAR
Rasa lapar didefinisikan sebagai suatu keinginan intrinsik seseorang untuk mendapatkan
jumlah makanan tertentu untuk dikonsumsi. Sedangkan nafsu makan didefinisikan sebagai
preferensi seseorang terhadap jenis makanan tertentu yang ingin dikonsumsi. Mekanisme rasa
lapar dan nafsu makan adalah suatu sistem regulator otomatis yang penting dalam usaha tubuh
untuk mencukupi kebutuhan nutrisi intrinsiknya. Nafsu makan dan rasa lapar muncul sebagai
akibat perangsangan beberapa area di hipotalamus yang menimbulkan rasa lapar dan keinginan
untuk mencari dan mendapatkan makanan.2
Nukleus ventromedial pada hipotalamus berperan sebagai pusat rasa kenyang. Pusat ini
dipercaya berfungsi memberi sinyal kepuasan nutrisional yang akan menghambat pusat nafsu
makan. Stimulasi elektrik pada daerah ini akan menyebabkan rasa kenyang dan puas, yang dengan
keberadaan makanan pun akan menyebabkan hewan percobaan menolak makanan tersebut
(aphagia). Sedangkan kerusakan pada daerah ini menyebabkan hewan percobaan makan secara
berlebihan dan terus menerus sehingga menyebabkan keadaan obesitas yang sangat ekstrim.
Jumlah makanan yang dapat diterima tubuh diatur oleh nukleus paraventrikuler, dorsomedial, dan
arkuatus hipotalamus. Lesi pada daerah paraventrikuler akan menyebabkan pola makan yang
meningkat secara eksesif, sedangkan lesi pada daerah dorsomedial akan menekan perilaku makan.
Nukleus arkuatus sendiri adalah lokasi berkumpulnya hormon-hormon dari saluran gastrointestinal dan
jaringan lemak yang kemudian akan mengatur jumlah makanan yang dimakan dan juga penggunaan
energy.
Pusat-pusat nafsu makan tersebut saling terhubung melalui sinyal-sinyal kimia sehingga
dapat mengkoordinasikan perilaku makan dan persepsi rasa kenyang. Nukleus-nukleus tersebut
juga mempengaruhi sekresi berbagai hormon yang mengatur energi dan metabolisme, termasuk
hormon dari kelenjar tiroid, adrenal dan juga pulau-pulau Langerhans dari pancreas. Pusat rasa
lapar dan kenyang pada hipotalamus tersebut dipadati oleh reseptor untuk neurotransmitter dan
hormon yang mempengaruhi perilaku makan. Hormon dan neurotransmitter tersebut terbagi atas
substansi orexigenik yang menstimulasi nafsu makan dan anorexigenik yang menghambat nafsu
makan. Dapat dilihat pada table 1.12

3
Tabel 1.1 Substansi yang mempengaruhi pusat rasa lapar dan kenyang di hipotalamus
Decrease feeding (Anorexigenic) Increase feeding (Orexigenic)
α-Melanocyte-stimulating hormone (α-MSH) Neuropeptide Y (NPY)
Leptin Agouti-related protein (AGRP)
Serotonin Melann-concentrating hormone (MCH)
Norepinephrine Orexins A and B
Corticotropin-releasin hormone Endorphins
Insulin Galanin (GAL)
Cholecystokinin (CCK) Amino acids (glutamate and γ-aminobuturic acid)
Glucagon-like peptide (GLP) Cortisol
Cocaine- and amphetamine-regulatet transcript (CART) Ghrelin
Peptide YY (PYY)

Sinyal yang menuju hipotalamus dapat berupa sinyal neural, hormon, dan metabolit.
Informasi dari organ viseral, seperti distensi abdomen, akan dihantarkan melalui nervus vagus ke
sistem saraf pusat. Sinyal hormonal seperti leptin, insulin, dan beberapa peptida usus seperti
peptida YY dan kolesistokinin akan menekan nafsu makan (senyawa anorexigenic), sedangkan
kortisol dan peptida usus ghrelin akan merangsang nafsu makan (senyawa orexigenic).
Kolesistokinin, adalah peptida yang dihasilkan oleh usus halus dan memberi sinyal ke otak secara
langsung melalui pusat kontrol hipotalamus atau melalui nervus vagus. Selain sinyal neural dan
hormonal, metabolit-metabolit juga dapat mempengaruhi nafsu makan, seperti efek hipoglikemia
akan menimbulkan rasa lapar. 2
Namun, metabolit-metabolit tersebut bukanlah regulator nafsu makan utama karena
melepaskan sinyal-sinyal hormonal, metabolik, dan neural tidak secara langsung, namun dengan
mempengaruhi pelepasan berbagai macam peptida-peptida pada hipotalamus (Neuropeptide Y,
Agouti-related Peptide,Melanocyte Stimulating Hormone, Melanin Concentrating Hormone).
Peptida-peptida tersebut terintegrasi dengan jalur sinyal daripada sistem serotonergik,
katekolaminergik, endocannabinoid, dan opioid. Hal ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini
gambar 1.1 mekanisme control umpan balik nafsu makan.2

4
Gambar 1.1 Mekanisme control umpan balik nafsu makan

B. GANGGUAN MAKAN
Gangguan makan ditandai dengan perilaku makan yang ekstrem, seperti mengurangi kadar
makanan dengan ekstrem atau makan terlalu banyak yang ekstrem, atau perasaan menderita atau
keprihatinan tentang berat atau bentuk tubuh yang ekstrem. Seseorang dengan gangguan makan
mungkin berawal dari mengkonsumsi makanan yang lebih sedikit atau lebih banyak daripada
biasa, tetapi pada tahap tertentu, keinginan untuk makan lebih sedikit atau lebih banyak terus
menerus di luar keinginan. 1

Terdapat dua tipe utama bagi gangguan makan adalah anoreksia nervosa dan bulimia
nervosa. Kategori ketiga adalah “gangguan makan lain yang tidak ditetapkan” (EDNOS – eating
disorders not otherwise specified) yang memasukkan beberapa variasi gangguan makan.
Kebanyakannya adalah mirip dengan anoreksia atau bulimia tetapi dengan karakter yang berbeda
sedikit. Binge-eating disorder, yang menerima peningkatan dalam jumlah penelitian dan perhatian
media dalam beberapa tahun kebelakangan ini adalah salah satu tipe EDNOS.1

5
C. ANOREKSIA NERVOSA

Anoreksia nervosa dicirikan sebagai gangguan yaitu orang menolak untuk


mempertahankan berat badan normal minimal, rasa takut yang hebat akan kenaikan berat badan,
dan kesalahan menginterpretasikan tubuh dan bentuknya yang signifikan. Menurut DSM IV,
istilah anoreksia (tidak ada nafsu makan) menyesatkan, karena hilangnya nafsu makan jarang
terjadi pada tahap awal gangguan ini. 3

Gangguan ini umum ditemukan pada perempuan dewasa dan kanak-kanak yang dicirikan
dengan ketidakpuasan berlebihan pada bentuk badan dan keadaan kurang gizi yang kronik dan
parah. Biasanya disertai dengan komplikasi yang cukup parah meliputi berkurangnya densitas
tulang, amenorrhea, dll. Kriteria diagnosisnya mengikuti DSM IV dapat dilihat sebagai berikut:

a) Penolakan mempertahankan berat badan pada atau di atas, berat badan normal minimal
sesuai dengan usia dan tinggi badan (cth., penurunan berat badan untuk mempertahankna
hingga di bawah 85% dari yang diharapakan; atau keagalan mencapai berat badan yang
diharapakan selama periode pertumbuhan, sehingga menyebab berat badan di bawah
85% dari yang diharapkan).

b) Rasa takut yang hebat akan kenaikan berat badan atau menjadi gemuk meskipun berat
badannya kurang.

c) Gangguan cara menghayati berat badan atau bentuk tubuhnya, pengaruh yang tidak
semestinya pada evaluasi diri mengenai berat badan atau bentuk tubuh, atau
penyangkalan betapa seriusnya berat badan saat ini yang rendah.

d) Pada perempuan pasca-menstruasi, amenore

Menentukan tipe:

Tipe membatasi (restricting type): selama periode anoreksia nervosa saat ini, orang tersebut
tidak secara beratur melakukan kegiatan makan berlebihan atau perilaku mengeluarkan kembali
makannya (membuat diri sendiri muntah atau penyalahgunaan laksatif, diuretic, atau enema)

Tipe makan berlebihan/mengeluarkan makanan kembali (binge-eating/purging type):


selama periode anoreksia nervosa saat ini orang ersebut melakukan kegiatan makan berlebihan
atau perilaku mengeluarkan kembali makanannya (membuat diri sendiri muntah atau
penyalahgunaan laksatif, diuretic, atau enema) secara teratur.3
6
Perubahan hormonal pada anoreksia

Terjadi beberapa perubahan dan penyesuaian tubuh pada keadaan anoreksia nervosa.
Terjadinya amenore hipotalamic disertai dengan rendahnya kadar gonadotropin dan defisiensi
estrogen. Amenore tidak selalu terjadi namun masih merupakan kriteria diagnosis anoreksia.
Namun pada pasien perempuan dengan anoreksia ditemukan kadar LH yang sangat rendah. Pada
sebuah penelitian mengenai sekresi gonadotropin (yang dicetus oleh GnRH), menunjukan bahwa
kadar LH rendah yang menetap dalam 24 jam. Perubahan lain yang terjadi meliputi kadar leptin
yang rendah. Leptin merupakan polipeptida anorexigenik kecil yang diproduksi oleh banyak
jaringan terutama jaringan lemak sebagai sinyal ke otak mengenai kondisi nutrisi tubuh. Terdapat
penurunan kadar leptin dengan cepat pada keadaan anoreksia. Pada keadaan normal leptin akan
meningkat pada siang hari dan menurun kadarnya menjelang malam. Puasa akan memperlambat
peningkatan leptin. Perubahan hormonal lainnya dapat dilihat pada table 1.24

Tabel 1.2 Perubahan mediator hormonal pada anoreksia nervosa, bulimia, dan EDNOS

Hormon Anoreksia nervosa Bulimia nervosa EDNOS


TSH ↓ ? ?
T4 ↓ ? ?
Estradiol ↓ ↓ ↓
Testosteron ↓ ? ?
IGF-1 ↓ ? ↓
GH ↑ ? ?
Sensitivitas insulin ↑/↓ ? ?
Cortisol ↑ ↑ ↑
Leptin ↓ ↓ ↓
Adiponectin ↑ ? ?
Ghrelin ↑ ↑ ↑
PYY ↑ ? ↑

Neuropeptida lainnya yang terlibat

7
Ghrelin, kebalikan dari leptin merupakan peptida orexigenic yang disecresi oleh sel
oxyntic di perut yang menyebabkan penurunan gonadotropin. Peningkatan ghrelin ditemukan pada
perempuan dengan gangguan makan dan amenore.

Peptida YY (YY), sama seperti leptin, merupakan peptide anorexigenik yang disekresi
sebagai respon dari intake kalori dan berasal dari usus. Peptida ini diperkirakan bekerja di
hipotalamus dengan mengikat reseptor Y2, menyebabkan inhibisi presinaps pada neuron
neuropeptide Y yang menghasilkan stimulasi neuron proopiomelanocortin (POMC). Kadar PYY
akan menurun atau rendah pada obesitas dan kekurangan intake makanan. Pada pasien dengan
anoreksia nervosa ditemukan peningkatan PYY. Hal ini mungkin menjadi factor predisposisi
berkurangnya intake makanan pada pasien dengan anoreksia.

Neuropeptida-neuropeptida ini disekresi oleh sel lemak, perut dan usus, dan saling
memberi sinyal untuk menjaga homeostatis nutrisi dan jumlah energy yang tersedia. Neuropeptida
ini juga terlibat dalam regulasi pengsignalan di sentral medial hipotalamus, yaitu pusat yang
memiliki fungsi penting untuk stimulasi GnRH. Interaksi ini berhubungan erat dengan status
reproduksi juga. Baik leptin dan ghrelin berinteraksi dengan POMC dan agouti-related
peptide/neuropeptide Y,dan memodulasi intake makanan. Baik POMC dan agouti-related peptide
memberi sinyal ke area lain di hipotalamus, termasuk lateral hipotalamus dan periventricular
nucleus. Oleh karena itu terdapat sinyal gabungan yang terintegrasi dan mungkin saja
mempengaruhi restriksi nutrisi dan system lain seperti tulang dan system reproduksi. 4

Perubahan axis adrenal

Penekanan sekresi gonadotropin pada anoreksia disertai dengan kadar rendah dari T 3, IGF-
1, dan kortisol, hal ini mmembedakan keadaan anoreksia dengan insufisiensi kelenjar pituitary.

8
Gambar 1.2 Kerja berbagai hormone yang terlibat dalam perubahan yang terjadi pada
pasien anoreksik

Peningkatan kortisol juga ditemukan pada beberapa bagian seperti di serum, urin, air liur,
dan corticotropin-releasing factor juga meningkat di dalam cairan serebrospinal. Namun respon
ACTH sangat rendah dan menyebabkan umpan balik ke pituitary dimana dexametason gagal
untuk menekan cortisol sepenuhnya merupakan kegagalan dari umpan balik. Peningkatan berat
badan pada perbaikan anoreksia ditandai dengan akumulasi lemak secara sentral pada lemak
visceral. Hal ini dapat dilihat dengan menggunakan MRI dan x-ray. 5

Perubahan axis GH

Peningkatan kadar GH disertai dengan penurunan IGF-I menunjukkan adanya resistensi


yang didapat terhadap GH yang berbanding terbalik dengan refeeding juga dengan pengurangan
bioaktivitas dari IGF-I. Pada keadaan kelaparan, GH akan meningkatkan sekresi basalnya. Ini
merupakan adaptasi terhadap kelaparan karena sekresi IGF-I diblok oleh hati dan terjadi umpan
balik negative. Kadar GH juga tidak berhubungan dengan penanda status nutrisi seperti BMI,
massa lemak, dan leptin.5

Perubahan axis tiroid

Pada pasien anoreksia juga didapatkan euthyroid sick syndrome. Kadar T3 rendah, dimana
kadar rT3 meingkat. Pada beberapa pasien, T4 juga menurun, TSH dapat normal ataupun sedikit

9
menurun. Hal ini menunjukkan terjadinya supresi fungsi tiroid pada tingkat hipotalamus. Dengan
peningkatan berat badan, terjadi peningkatan kadar T3 dan penurunan rT3. Namun, pada anoreksia
terdapat banyak gejala hipotiroid yang berhubungan dengan penyimpanan energy (bradikardi,
hipotermi, perlambatan relfleks patella). Perlu diperhatikan pada pasien kelaparan memiliki basal
metabolic rendah dan peningkatan kortisol (yang menstimulasi gluconeogenesis, dan menurunkan
pembentukan glukosa perifer), dan penurunan gonadotropin (menurunnya kesuburan) yang
merupakan hasil adaptasi. 4

Gambar 1.3 Patofisiologi komplikasi dari anoreksia

Perubahan axis gonad

Perubahan utama pada axis gonad adalah defisiensi testosterone. Rendahnya kadar
estradiol juga dapat dilihat pada pasien anoreksia dikarenakan kurangnya stimulasi indung telur.
Namun terjadi peningkatan metabolisme estrogen. Estradiol secara normal mengalami hidroksilasi
16α yang diperantrai cabang 2-hidroksilase menjadi katekol estrogen pada keadaan kekurangan
gizi. Komponen ini tidak memiliki aktivitas biologis intrinsic dan bekerja sebagai antiesterogen.
Terjadinya kadar estrogen yang sangat rendah pada anoreksia disebabkan karena produksi
antiestrogen. Kurangnya jaringan adipose juga ikut berkontribusi pada keadaan hipoestrogenik
dengan membatasi sumber estrogen ekstraovari karena lemak akan mengubah androstenedion
menjadi estrone dan testoteron menjadi estradiol.4

Perubahan jaringan adipose

Beberapa penelitian mengatakan bahwa terjadi peningkatan kadar adiponektin pada


anoreksia nervosa. Hal ini diduga berkaitan erat dengan BMI. Peningkatan ini berhubungan
dengan meningkatanya sensitivitas insulin pada anoreksia.
10
Perubahan komposisi tulang

Komplikasi paling parah dari anoreksia adalah osteoporosis. Sebagian besar kelainan
endokrinopati yang telah dijelaskan diatas berkontribusi pada hilangnya densitas tulang yaitu
kadar rendah dari T3, estradiol, testosterone, IGF-I, kadar kortisol yang tinggi, dan neuropeptide
yang lain. Tulang merupakan jaringan yang sangat aktif secara metabolic dan membutuhkan
energy. Proses pembentukan tulang akan ditekan pada keadaan nutrisi yang sangat kurang. 5

Peptida system gastrointestinal

Usus merupakan sumber penting untuk signal neuropeptide. Sel yang menskresi sinyal
sinyal ini termasuk sel L di usus halus dan kolon yang mensekresi glucagon-like peptide 1 dan
PYY. Ghrelin, meningkat pada keadaan anoreksia juga disekresi dari gaster, namun tidak
diketahui efeknya terhadap tulang. Peptida ini akan menuju ke otak untuk mengontrol
metabolisme dan intake makanan, hal ini menandakan bahwa otak menggunakan sinyal perifer
untuk menentukan status nutrisi dan intake energy serta kebutuhan energy. Reseptor dari peptide
ini berada di hipotalamus, dan belakang otak dimana nucleus arkuatus berfungsi sebagai pusat
kontrolnya. 4

D. BULIMIA NERVOSA

Bulimia adalah gangguan makan yang ditandai dengan episode berulang makan dalam
porsi besar secara langsung yang diikuti dengan makan yang diatasi dan perilaku menyimpang
untuk mencegah peningkatan berat badan (muntah yang diinduksi sendiri, penggunaan laksatif,
diuretic, atau olahraga berlebihan). Sindrom ini di tandai juga oleh kurangnya control impuls,
perilaku impulsive, penggunaan alcohol atau obat-obatan, dan mencuri. Perilaku anorektik juga
sering menyertai bulimia dan mungkin menunjukan adanya gangguan endokrin.4

Kelainan neuroendokrin pada bulimia

Pasien dengan bulimia dapat menunjukan gejala menstruasi yang tidak teratur, namun
insidensnya sangat bervariasi dari 37-64%, dengan kejadian amenore 5-40%. Variasi ini mungkin
disebabkan keadaan pasien yang mensekresi estrogen secara adekuat dan terdapat sindrom
anovulatori dan perdarahan irregular. Bila pasien memiliki riwayat anoreksia, insidens amenore
akan meningkat hingga 77%. Gangguan menstruasi dan amenore juga dapat terjadi bila berat
badan pasien dalam batas normal. Perilaku bulimia sering bersifat diam-diam atau rahasia,

11
sehingga pasien sering tidak mengakui perilaku ini. Pada perempuan dengan berat badan normal
yang menderita bulimia didapatkan rendahnya LH dan FSH. Pola makan yang sekaligus banyak
menyebabkan sekresi insulin yang tidak normal dan morfologi indung terus yang tidak normal.
Pada beberapa pasien perempuan bahkan ditemukan hiperinsulinemia. 4

Axis hipopituari tiroid juga abnormal. Bulimia juga berhubungan dengan penurunan
metabolic saat istriahat yang juga membuat kadar T3 menurun. Terjadi respons lambat dari TRH
terhadap TSH. Sebuah penelitian menunjukkan terjadinya perbedaan kadar T 3 dan T4 dan
peningkatan TSH setelah perilaku bulimicnya tidak dilakukan selama 3 minggu. Hal ini
menunjukkan bahwa metabolisme lebih tinggi saat episode makan banyak sekaligus dikarenakan
lebih tingginya tiroid dan akan menurun saat perilaku makan banyak sekaligus tersebut tidak ada,
mungkin karena jumlah kalori yang lebih rendah yang didapatkan.

Pada bulimia axis hipotalamis pituitary adrenal juga mengalami disregulasi. Axis limbic
HPA tersebut memainkan peran penting dalam rasa lapar dan rasa kenyang. Dapat terjadi
peningkatan atau bahkan kadar normal dari sekresi kortisol. Pada suatu penelitian terhadap 8
orang dengan bulimia yang tidak berprilaku makan banyak sekaligus menunjukkan aktivitas HPA
yang lebih rendah diantara jam 6 dan jam 2 siang dan menunjukan juga hiperreaktivitas dari CRH.
Terjadi juga perubahan morfologi badan yaitu peningkatan lemak visceral dan volume kelenjar
adrenal.

Bulimia juga dihubungkan dengan penurunan leptin. Pada orang normal, makan
banyak/berlebihan secara drastic akan meningkatkan sekresi diurnal dari leptin, yang nantinya
akan menyebabkan penurunaan progresif dari leptin pada siang hari dan perlambatan peningkatan
leptin di malah hari. Hal ini menybabkan perubahan pada sekresi insulin dan meningkatkan gula
darah puasa. Saat leptin menurun maka gherlin akan meningkat sebagai responsnya. Lain halnya
dengan anoreksia, dimana meningkatnya gherlin menyebabkan menurunnya GH, pada bulimia
terjadi peningkatan GH, prolactin, ACTH, kortisol, dan glukosa, dengan penurunan insulin dan
peningkatan nafsu makan dan intake makanan.

Densitas tulang juga meningkat pada bulimia, hal ini mungkin disebabkan karena pernah
memiliki riwayat anoreksia.4

E. GANGGUAN MAKAN YANG TAK TERGOLONGKAN (EDNOS)

12
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah pasien dengan berat yang tidak turun mencapai
85% dari berat idealnya, perempuan dengan interval amenore yang pendek (kurang dari tiga
bulan), pasien yang makan dengan lahap secara teratur dan tidak sekaligus banyak, dan beberapa
pasien yang memiliki gejala trias perempuan atletik (gangguan makan, amenorea, dan
osteoporosis). Pada golongan ini mungkin ada terdapat amenore hipoestrogen hipotalamik dengan
kadar gonadotropin yang rendah ataupun normal. Secresi gonadotropin meningkat dengan
penurunan LH dan FSH. Etiologinya adalah balans negative kalori yang kronik. Penemuan
spesifik pada perempuan dengan trias atletik meliputi kadar rendah T3 dan peningkatan rT3. Kadar
IGF-I mungkin rendah. Kadar kortisol meninggi, leptin rendah, dan gherlin tinggi. Peningkatan
PYY juga dikatakan memiliki hubungan dengan amenore. Densitas tulang juga terpengaruh dan
menunjukkan kadar lebih rendah atau normal. Stress fracture sering menjadi masalah utama. 4

F. TERAPI GANGGUAN MAKAN

Rawat inap

Pertimbangan pertama untuk terapi anoreksia nervosa adalah mengembalikan keadaan gizi,
dehidrasi, kelaparan dan imbalans elektrolit. Indikasi rawat inap diperuntukkan pada pasien
dengan berat badan dibawah 20% dari berat badan idealnya, sedangkan untuk pasien yang berat
badannya 30% dibawah berat badan ideal akan membutuhkan perawatan psikiatrik berkisar 2
hingga 6 bulan. Pada bulimia nervosa tanpa komplikasi tidak membutuhkan rawat inap di rumah
sakit, karena pasien juga tidak merahasiakan gejala gangguan makannya umumnya terapi rawat
jalan dapat dilakukan.

Psikoterapi

Terapi perilaku kognitif - prinsipnya adalah pasien diajarkan untuk mengawasi asupan makanan,
emosi, dan perasaan, perilaku makan belebihan dan mengeluarkan kembali, serta masalah mereka
di dalam hubungan interpersonal.

Farmakoterapi

Belum ditemukan obat yang secara farmakologis menghasilkan perbaikan yang pasti untuk gejala
inti anoreksia nervosa namun penggunaan cyproheptadine untuk pasien anoreksia nervosa tipe
membatasi menunjukan perbaikan. Penggunaan fluoxetine juga dilaporkan menyebabkan
kenaikan berat badan. Pada bulimia nervosa dapat diberikan obat antidepresan, terutama golongan
SSRI seperti fluoxetine. Manfaat obat ini didapat karena efeknya peningkatan kadar 5-
hydroxytryptamine. Beberapa obat golongan MAOI seperti imipramine, desipramine, trazodone,
13
dan monoamine juga membantu. Dosis yang diberikan sesuai dengan dosis yang diberikan pada
terapi depresi.1

BAB III

KESIMPULAN

Gangguan makan merupakan bagian dari gangguan jiwa yang sering menyerang anak-anak
remaja maupun dewasa muda. Gangguan ini dibagi menjadi dua tipe utama yaitu anoreksia
nervosa dan bulimia nervosa, untuk golongan ketiga adalah EDNOS. Pada anoreksia nervosa
dibagi lagi menjadi tipe membatasi dan tipe makan berlebihan lalu dimuntahkan. Baik pada
anoreksia maupun bulimia terjadi banyak perubahan endokrin pada tubuh sebagai hasil dari
pembatasan asupan nutrisi tubuh. Hal tersebut meliputi peningkatan beberapa hormone seperti
GH, Adinopectin, GYY, Gherlin. Juga penurunan beberapa hormone seperti TSH, T3, insulin,
leptin, kortisol dll. Perubahan pada kadar hormone tersebut menyebabkan munculnya berbagai
manifestasi sepetri amenore pada perempuan, berkurangnya masa lemak visceral, berkurangnya
densitas tulang, imbalans elektrolit dan akhirnya dapat berujung kematian. Terapi untuk gangguan
makan ini harus melibatkan tim gabungan dari psikiater, psikolog, ahli gizi dan dokter umum.
Terapi mencakup terapi perilaku, dan farmakologis.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & saddock buku ajar psikiatri klinis. Edisi ke-2. Jakarta,
EGC: 2014; 329-330.
2. Hall E, Guyton AC. Guyton and hall textbook of medical physiology. Edisi ke-13. USA,
Elvensies inc: 2015; 797-81
3. Warren PM. Endocrine manifestations of eating disorders. J Clin Endocrinol Metab, February
2011,96(2):333-43. Diunduh tanggal 18 November 2015
4. Bailer UF, Kaye WH. A review of neuropeptide and neuroendocrine dysregulation in
anorexia nervosa and bulimia nervosa. From: Current drug targets – CNS & Neurological
disorders 2003 Vol 2, No.1. Diunduh tanggal 18 November 2015.

15

Anda mungkin juga menyukai