Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

DIMENSI ORGANISASI PEMERINTAHAN NEGARA

DISUSUN OLEH :
ENDANG SUSILOWATI
M012019067

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENYELENGGARAAN NEGARA

FAKULTAS ADMINISTRASI PELAYANAN KESEHATAN

STIA - LAN MAKASSAR

2019
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala hidayah,
kurnia, taufiq dan rahmat yang diberikanNya, sehingga penulis dapat melaksanakan tugas
makalah yang berjudul “Dimesi Organisasi Pemerintahan Negara” tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, mungkin saja dalam banyak tulisan, ketikan,
rangkain kalimat ditemukan kesalahan, maka semua itu kelemahan penulis, sedangkan
kebaikan yang ada hanya semata-mata petunjuk dan kecerahan berfikir yang diberikan Allah
yang maha mengetahui. Kepada berbagai pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini
ini diucapkan terima kasih. Selamat membaca, somoga bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya.

Makassar, 6 September 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Menurut Aristoteles negara adalah perpaduan beberapa keluarga mencakupi


beberapa desa, hingga pada akhirnya dapat berdiri sendiri sepenuhnya, dengan tujuan
kesenangan dan kehormatan bersama. Sedangkan secara umum negara merupakan
sebagai organisasi tertinggi diantara suatu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-
cita untuk bersatu, hidup didalam daerah tertentu yang mempunyai pemerintah yang
berdaulat

Setiap Negara dalam menjalankan pemerintahannya, memiliki sistem yang


berbeda-beda meskipun dengan nama yang sama seperti sistem presidensial atau sistem
parlementer. Baik sistem presidensial maupun sistem parlementer, sesungguhnya berakar
dari nilai-nilai yang sama yaitu demokrasi. Demokrasi sebagai sistem pemerintahan
mengandung nilai-nilai tertentu yang berbeda dengan sistem pemerintahan lain (otoriter,
dictator, dan lain-lain). Henry B. Mayo dalam bukunya introduction to democratic teory
merinci beberapa nilai (values) yang terdapat dalam demokrasi, yaitu (a) menyelesaikan
perselisihan dengan damai dan melembaga,(b) menjamin terselenggaranya perubahan
secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah,(c) menyelenggarakan
pergantian pemimpin secara teratur, (d) membatasi pemakaian kekerasan sampai taraf
yang minimum,(e) mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman
(diversity), dan (f) menjamin tegaknya keadilan. Untuk dapat menjamin tetap tegaknya
nilai-nilai demoktatis tersebut, maka diperlukan lembaga-lembaga antara lain pemerintah
yang bertanggung jawab dan lembaga perwakilan rakyat yang menyalurkan aspirasi
rakyat dan mengadakan pengawasan (control) terhadap pemerintah. Dalam
menyelenggarakan pemerintah yang dilaksanakan oleh badan eksekutif, di negara-negara
demokrasi biasanya terdiri dari raja atau presiden beserta menteri-menterinya. Suatu
sistem pemerintahan yang diselenggarakan oleh satu Negara yang sudah mapan, dapat
menjadi model bagi pemerintahan di Negara lain. Model tersebut dapat dilakukan melalui
suatu proses sejarah panjang yang dialami oleh masyarakat, bangsa dan Negara tersebut
baik melalui kajian-kajian akademis maupun dipaksakan melalui penjajahan. Hal yang
perlu kita sadari bahwa apapun sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh suatu
Negara, tidaklah sempurna seperti yang diharapkan oleh masyarakatnya. Setiap sistem
pemerintahan baik presidensial maupun parlementer, memiliki sisi-sisi kelemahan dan
kelebihan. Oleh sebab itu, sebuah bangsa dengan masyarakatnya yang bijak dan terdidik
akan terus berupaya mengurangi sisi-sisi kelemahan dan meningkatkan seoptimal
mungkin peluang-peluang untuk mencapai tingkat kesempurnaan dalam Sistem
Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI).

Dimensi Organisasi Pemerintahan Negara, merupakan salah satu dimensi dari


Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI), yang merupakan
tatanan organisasi aparatur pemerintahan negara yang berada di wilayah pemerintahan
negara terdiri dari organisasi lembaga Eksekutif, Legislatif, dan Yudisial, Auditif,
Konstitutif, dan lembaga negara lainnya, serta saling hubungannya dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan negara, termasuk dalam penyelenggaraan hubungan antar
negara, dan organisasi kesekretariatan lembaga-lembaga tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Sistem Pemerintahan apa saja digunakan dalam pemerintahan negara republik
indonesia?
2. Lembaga Tinggi Negara yang berlaku di Sistem Administrasi Negara Kesatuan
Republik Indonesia ?
3. Bagaimana hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daearah ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini ini adalah
1. Mengetahui Sistem Pemerintahan apa saja digunakan dalam pemerintahan negara
republik indonesia.
2. Mengetahui Lembaga Tinggi Negara yang berlaku di Sistem Administrasi Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
3. Bagaimana hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daearah.

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah untuk
menjaga sinegri atau hubungan yang baik antara organisasi pemerintah pusat maupun
daearah.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sistem Pemerintahan di Indonesia


Pengertian Sistem Pemerintahan Presidensial Sistem pemerintahan presidensial atau
disebut juga dengan sistem kongresional adalah sistem pemerintahan dimana badan eksekutif
dan legislatif memiliki kedudukan yang independen. Kedua badan tersebut tidak
berhubungan secara langsung seperti dalam sistem pemerintahan parlementer. Mereka dipilih
oleh rakyat secara terpisah. Sistem presidensial tidak mengenal adanya lembaga pemegang
supremasi tertinggi. Kedaulatan negara dipisahkan (separation of power) menjadi tiga cabang
kekuasaan, yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif, yang secara ideal diformulasikan sebagai
Trias Politica oleh Montesquieu. Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat
untuk masa kerja yang lamanya ditentukan konstitusi. Konsentrasi kekuasaan ada pada
presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Dalam sistem presidensial para menteri adalah pembantu presiden yang diangkat dan
bertanggung jawab kepada presiden. Sistem pemerintahan presidensial merupakan sistem
pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah
dengan kekuasan legislatif. Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensiil terdiri dari 2
unsur yaitu: Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-
pejabat pemerintahan yang terkait. Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa jabatan
yang tetap, tidak bisa saling menjatuhkan.
Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat
dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada
mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi,
pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa
dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang
wakil presiden akan menggantikan posisinya. Model ini dianut oleh Amerika Serikat,
Indonesia, dan sebagian besar Negara Amerika Latin. Bentuk MPR sebagai majelis
permusyawaratan-perwakilan dipandang lebih sesuai dengan corak hidup kekeluargaan
bangsa Indonesia dan lebih menjamin pelaksanaan demokrasi politik.
Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial Kelebihan Sistem
Pemerintahan Presidensial : Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak
tergantung pada parlemen. Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu
tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden
Filipina adalah enam tahun dan Presiden Indonesia adalah lima tahun.
Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa
jabatannya. Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat
diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri. Badan eksekutif lebih stabil
kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen. Masa jabatan badan eksekutif lebih
jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah
empat tahun, Presiden Indonesia adalah lima tahun. Penyusun program kerja kabinet mudah
disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya. Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk
jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen
sendiri. Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial : Kekuasaan eksekutif diluar
pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak. Sistem
pertanggungjawaban kurang jelas. Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya
hasil tawar-menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak
tegas dan memakan waktu yang lama. Karena presiden tidak bertanggung jawab pada badan
legislatif, maka sistem pertanggungjawabannya menjadi tidak jelas. Bisa menciptakan sebuah
kekuasaan yang mutlak karena kekuasaan eksekutif berada di luar pengawasan langsung
legislatif.
2.2 Lembaga Tinggi Negara
Lembaga negara merupakan komponen yang begitu penting dalam suatu Negara,
sehingga dapat dikatakan bahwa lembaga negara merupakan sebuah keniscayaan. Hal ini
dikarenakan lembaga negara merupakan organ yang mengisi dan menjalankan negara.
Tanpa adanya lembaga negara maka Negara tidak akan berfungsi. Ketiadaan lembaga
negara dalam struktur suatu Negara akan menyebabkan tidak efektifnya keberadaan
suatu negara, bahkan besar kemungkinan akan mengakibatkan goyah dan runtuhnya
suatu negara. Konsepsi tentang lembaga negara di Indonesia sendiri dapat ditemukan
sebelum masa reformasi dan perubahan Undang-Undang Dasar, yaitu pada Ketetapan
MPR RI, Nomor III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga
Tertinggi Negara dengan/atau Antar Lembaga-Lembaga Tinggi Negara. Pada Pasal 1
ayat (1) Ketetapan MPR tersebut ditentukan bahwa lembaga Tertinggi Negara adalah
MPR, sedangkan Lembaga-Lembaga Tinggi Negara yaitu terdapat pada Pasal 1 ayat (2)
adalah Presiden, Dewan Pertimbangan Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, Badan
Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung.
Setelah mengalami perubahan sebanyak empat kali, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak mengenal lagi pranata lembaga tertinggi
negara sebagai pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. Pada Tahun 2001 sidang
Tahunan MPR memutuskan perubahan Pasal 1 ayat (2) menjadi: “Kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Konsepsi ini
menegaskan bahwa MPR bukan lagi satu-satunya lembaga yang melaksanakan
kedaulatan rakyat, akan tetapi setiap lembaga yang mengemban tugas-tugas politik
negara dan pemerintahan adalah pelaksana kedaulatan rakyat dan harus tunduk serta
bertanggung jawab kepada rakyat. Komponen dari kelembagaan negara sendiri pada
dasarnya berasal dari tiga cabang kekuasaan, yaitu Eksekutif, Yudikatif, dan Legislatif,
yang masing-masing memiliki atribusi kewenangannya dari Undang-Undang Dasar.
Namun sesuai dengan perkembangan zaman, sebagai reaksi atas ketidakpercayaan serta
kurang mampunya lembaga negara yang sudah ada untuk menyelesaikan persoalan
kenegaraan dan kebangsaan, maka perlu adanya lembaga negara bantu (State Auxiliary
Institution).

2.3 Hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah


Hubungan antara pusat dan daerah selalu menjadi sasaran menarik untuk ditelaah.
Setelah berdirinya Negara Indonesia urusan pemerintah pusat dan daerah selalu berubah-
ubah. Ini dapat dilihat dari perubahan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah.
Untuk mencapai tujuan negara dibidang Kesejahteraan Rakyat perlu dilakukan
pengaturan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sehingga terjalin
kinerja yang baik. Oleh karena itu penyelenggaraan pemerintah daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaandan peran serta masyarakat, serta peningkatandaya saing daerah dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan keadilan, dan kekhasan/ kekhususan suatu
daerah dan Sistem Negara Kesatuan Republi Indonesia.
Hal pertama yang perlu dikemukakan adalah bahwa daerah otonom seberapapun
luas otonominya harus tetap di bahas dalam konteks negara kesatuan. Daerah otonom
bukanlah negara bagian dan karenanya tidak semestinya memiliki kewenangan
semestinya negara bagian. Dari sisi lain apabila daerah otonom dipandang sebagai sub
sistem dari pemerintahan (nasional), tentunya kita tidak akan sependapat bahwa seluas
apapun kewenangan yang oleh Undang-undang ditentukan sebagai kewenangan daerah
otonom, penyelenggaraan berbagai kewenangan itu perlu selalu ditempatkan dalam
konteks ikatan negara kesatuan. Weight (1988) menyebutkan bahwa ada tiga model
hubungan kewenangan antar Pemerintah Nasional (PN),Pemeintah Regional (PR),dan
Pemerintah Lokal (PL) yakni :1) Hubungan koordinat (coordinat authority).2)Hubungan
Koordinat (inclusive authority),dan 3)Hubungan Timpang Tindih (overlapping
authority).

Hubungan otoritas-koordinat ditandai dengan pemisahan yang tajam antara


kewenangan Pemerintah Nasional (PN) dan Pemerintah Regional (PR). Dengan
demikian hubungan PN dn PR sifatnya independen dan otonom. Pemerintah Lokal
merupakan bentukan Pemerintah Regional (PR) dan oleh karenanya PR memiliki
kewenangan untuk menghapuskan Pemerintah Lokal. Selain itu kewenangan Pemerintah
Lokal terbatas. Dengan diperolehnya gambaran tentang tata hubungan antar PN, PR, dan
PL yang dikemukakan oleh Wright dan Kavanagh. Dalam konteks tata pemerintahan
pada waktu ini adalah Presiden dalam kedudukannya sebagai kepala negara dan Kepala
Kepemerintahan. Yang menjadi persoalan tentunya apabila Presiden untuk menjalankan
fungsi pengawasan dengan melakukan pengawasan secara langsung terhadap seluruh
daerah otonomi suatu keadaan yang tidak efisien dilakukan. Oleh karena itu muncul teori
organisasi yakni dengan menempatkan wakil yang merupakan personifikasi seorang
pimpinan atau pejabat di suatu wilayah tertentu. Perlu ditegaskan bahwa personifikasi
Presiden yang merupakan departentisasi geografis tidak hanya terdapat pada jabatan
Gubernur. Sebab Presiden selaku Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia juga menempatkan wakil sebagai personifikasinya di wilayah tertentu pada
Komandan Komando Daerah Militer. Jabatan Gubernur sebagai personifikasi Presiden,
ia memiliki kedudukan sebagai “ The Tutelage” atau “ The Guardian of the Republic”.
Langkah- langkah nyata untuk mengkokohkan kewenangan Gubernur dalam
menjalankan fungsi pengawasan terhadap Daerah Otonomi setidaknya untuk hal- hal
berikut:

1. Melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan otonomi daerah agar tetap


dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tetap berada dalam
lingkup tata urutan peraturan-perundangan yang berlaku.

2. Melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan otonomi daerah agar tetap


dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk didalamnya
mengawasi agar daerah otonomi daerah.
3. Melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan otonomi daerah agar
gubernur memainkan peran yang konstruktif dalam memupuk kerjasama
lembaga- lembaga daerah otonomi dalam penyelenggaraan otonomi daerah.

4. Melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan otonomi daerah agar


gubernur dapat memainkan peran yang konstruktif dalam memupuk kerjasama
antar daerah otonom.

5. Melakuakn pengawasan terhadap penyelenggaraan otonomi daerah agar


gubernur dapat memainkan peran yang positif dalam mencegah sengketa atau
konflik antar daerah otonom.

6. Masih ada lagi fungsi pengawasan lain yang dijalankan oleh gubernur sebagai
konsekuensi dari diberlakukannya atas tugas pembantuan yang dilengkapi
dengan berbagai sumber daya maupun “aturan mainnya”.
BAB III
KESIMPULAN

Dimensi Organisasi Pemerintahan Negara, merupakan salah satu dimensi dari Sistem
Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI), yang merupakan tatanan
organisasi aparatur pemerintahan negara yang berada di wilayah pemerintahan negara terdiri
dari organisasi lembaga Eksekutif, Legislatif, dan Yudisial, Auditif, Konstitutif, dan lembaga
negara lainnya, serta saling hubungannya dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
negara, termasuk dalam penyelenggaraan hubungan antar negara, dan organisasi
kesekretariatan lembaga-lembaga tersebut.
Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial Kelebihan Sistem
Pemerintahan Presidensial : Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak
tergantung pada parlemen. Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu
tertentu. Misalnya, Presiden Indonesia adalah lima tahun.
Sistem pemerintahan presidensial merupakan sistem pemerintahan negara republik di
mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.
Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensiil terdiri dari 2 (dua) unsur yaitu: Presiden yang
dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang
terkait. Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa
saling menjatuhkan. Dan berdasarkan Ketetapan MPR RI, Nomor III/MPR/1978 tentang
Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau Antar
Lembaga-Lembaga Tinggi Negara. Pada Pasal 1 ayat (1) Ketetapan MPR tersebut ditentukan
bahwa lembaga Tertinggi Negara adalah MPR, sedangkan Lembaga-Lembaga Tinggi Negara
yaitu terdapat pada Pasal 1 ayat (2) adalah Presiden, Dewan Pertimbangan Agung, Dewan
Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung.
Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 menempatkan propinsi sebagai wakil
Pemerintah Pusat atau wilayah administratif, sekaligus Daerah Otonom. Ini berarti, sebagai
wakil Pemerintah Pusat antara propinsi dan kabupaten mempunyai hubungan hierarkhis.
Dalam hal kedudukan propinsi sebagai sesama Daerah Otonom, memang tidak ada
hubungan yang bersifat hierarkhis. Kedudukanantar daerah otonom adalah sederajat,
sehingga tidak bisa saling meniadakan. Peluang yang diberikan adalah hubungan
kerjasama (co-operative). Terdapat 3 model dalam hubungan dalam kewenangan antara
pemerintah pusat dan daerah dalam konteks negara kesatuan yakni coordinat authority,
inclusive authority dan overlapping authority. Model ini berpedoman pada UU No 22 Tahun
1999. Mengingat Indonesia telah mengalami 9 kali perubahan UU terkait pemerintahan
daerah. Perubahan terakhir terdapat pada UU No. 32 Th 2004 tentang Pemerintahan Daerah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan
penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga perlu diganti; Penyelenggaraan pemerintahan
daerah memasuki era baru ketika UU no 32 tahun 2004 digantikan dengan UU no 23 tahun
2014.
DAFTAR PUSTAKA

Irawan Soejito, Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, Bina Aksara, Jakarta,
1983
UUD NO 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
M. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata
Negara FHUI dan CV Sinar Bakti , 1988
Azan Sumarwa dan Dianah, Sistem Pemerintahan
(http://witantra.wordpress.com/2008/05/30/Sistem_Pemerintahan).
http://www.makalah.co.id/2016/05/makalah-hubungan-pemerintah-pusat-dan.html

Anda mungkin juga menyukai