Anda di halaman 1dari 45

BOOK CHAPTER

TUGAS EKONOMI PERTANIAN

Disusun Oleh:

Nindi Aulia Putri

1701618060
Pendidikan Ekonomi

Mahasiswa Inbound UNJ

2021
Materi 1

Peran Sumber Daya Dalam Pengembangan Pertanian

Makna Ekonomi Pertanian


A. AREA DISIPLIN EKONOMI PERTANIAN
Karena setiap individu harus melakukan tindakan ekonomi setiap waktu, maka pemahaman
mengenai praktek ekonomi akan lebih banyak daripada pemahaman tentang teori ekonomi.
Setiap waktu kita menggunakan gagasan atau konsep-konsep dan istilah-istilah ekonomi,
seperti permintaan (demand), penawaran (supply), kesejahteraan (wealth), harga (price),
persaingan (competition).
Oleh karena itu, untuk mengetahui area disiplin ekonomi pertanian perlu dipahami terlebih
dahulu arti atau definisi dari ilmu ekonomi dan ekonomi pertanian itu sendiri. Berikut ini
akan dijelaskan mengenai definisi kedua bidang ilmu tersebut. Menurut Sjo (1976), untuk
mendefinisikan ilmu ekonomi kita harus mempertimbangkan empat hal, yaitu:
1. Tidak terbatasnya keinginan manusia;
2. Terbatasnya sumber daya;
3. Alokasi sumber daya;
4. Jangka waktu.
Dengan mengombinasikan keempat hal tersebut, maka ilmu ekonomi dapat didefinisikan
sebagai studi tentang bagaimana masyarakat, baik individu maupun kelompok,
mengalokasikan sumber daya-sumber daya yang terbatas di antara berbagai keinginan
untuk memaksimumkan kepuasan pada waktu tertentu.
Menurut Abbot dan Makeham (1979), ilmu ekonomi merupakan ilmu yang digunakan
untuk menganalisis penggunaan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan
dasar. Seperti halnya dengan disiplin ilmu pada umumnya, diperlukan keahlian dalam
menggunakan prinsip-prinsip ekonomi untuk memecahkan berbagai permasalahan.
Aplikasi-aplikasi tersebut meliputi:
1. Menentukan alternatif cara penggunaan sumber daya;
2. Memenuhi berbagai kebutuhan dan keinginan pada berbagai tingkat preferensi;
3. Berkaitan dengan butir 1 dan 2, berarti ilmu ekonomi mempelajari perilaku manusia
antara lain pengambilan keputusan yang terbaik tentang penggunaan sumber daya.

Dengan demikian, ilmu ekonomi merupakan ilmu yang berkenaan dengan upaya
pemenuhan kebutuhan jasmani yang tidak berhubungan langsung dengan uang.
Selanjutnya dikemukakan bahwa secara umum, ilmu ekonomi berguna untuk membantu
masyarakat suatu negara untuk memilih barang dan jasa yang lebih baik, barang dan jasa
yang lebih banyak dan kualitas (taraf) hidup yang lebih tinggi.
Berdasarkan uraian di atas dan pengertian mengenai ilmu ekonomi, maka ekonomi
pertanian dapat didefinisikan sebagai ilmu sosial terapan, yang prinsip-prinsip dan metode
analitis ilmu ekonomi digunakan untuk mencari solusi bagi permasalahan ekonomi dalam
bidang pertanian.

Pada umumnya terdapat dua jenis permasalahan yang dihadapi oleh para ahli di bidang
pertanian. Pertama, ahli ekonomi pertanian harus mampu menentukan kebutuhan dan
keinginan konsumen. Kedua, ahli ekonomi pertanian harus menghadapi persoalan produksi
dan distribusi produk-produk pertanian. Secara tradisional, ahli ekonomi pertanian lebih
berorientasi pada dua jenis permasalahan tersebut. Saat ini, ekonomi lebih berorientasi
pada konsumen sehingga ahli ekonomi pertanian dituntut untuk mencoba lebih memahami
keinginan-keinginan konsumen.
Berikut gambaran mengenai pentingnya ekonomi pertanian bagi pemecahan permasalahan
suatu negara. Amerika Serikat merupakan salah satu negara maju yang senantiasa
meningkatkan perhatiannya pada kebijakan-kebijakan ekonomi yang dapat meningkatkan
kesejahteraan hidup bagi rakyatnya, negara dan hubungannya dengan negara-negara lain
di seluruh dunia. Yang menjadi persoalan adalah sumber daya manusia dan sumber daya
fisik potensial tidak cukup tersedia baik dalam kuantitas maupun kualitas untuk menyuplai
pangan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dunia yang terus meningkat.
Secara spesifik, produksi pangan dan serat serta distribusinya merupakan bagian yang
penting dalam perekonomian Amerika Serikat. Sebagai produsen terbesar dari berbagai
komoditi pertanian, Amerika Serikat memegang peranan penting dalam situasi pangan
dunia. Karena pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, semua negara akan
selalu memperhatikan pertumbuhan, perkembangan dan stabilitas produksi dan distribusi
pangan.
Oleh karena itu pemahaman terhadap prinsip-prinsip ekonomi untuk diaplikasikan pada
produksi, distribusi dan konsumsi di bidang pertanian dan komoditi pangan adalah penting.
Selain itu, gambaran tentang pertanian dan kebijakan pangan Amerika Serikat yang
berkesinambungan memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat Amerika Serikat.
Pada dasarnya, Amerika Serikat menganut sistem ekonomi pasar bebas (free enterprise
economic system). Sistem ekonomi ini memberikan tingkat kebebasan yang besar bagi
setiap individu untuk memilih atau membeli barang dan jasa, memasuki atau keluar dari
kegiatan bisnis dan memanfaatkan sumber daya (tanah, tenaga kerja, modal dan
manajemen).

Istilah ekonomi campuran (mixed economy) kadang-kadang digunakan untuk


menggambarkan ekonomi Amerika Serikat berkaitan dengan kepemilikan sumber daya
produktif oleh pihak swasta dan pihak pemerintah. Amerika Serikat juga digambarkan
sebagai negara dengan sistem ekonomi yang berorientasi pasar (market-oriented economy)
yang berbeda dengan sistem ekonomi yang kegiatan ekonominya direncanakan oleh
pemerintah. Pemahaman mengenai sistem ekonomi suatu negara memerlukan studi tentang
sistem harga pasar, peran penawaran dan permintaan dalam pengalokasian barang dan jasa,
serta sumber daya di antara berbagai kegiatan ekonomi.

Agar memahami kekuatan-kekuatan pokok yang menentukan penawaran suatu komoditi


yang tersedia di pasar, produsen harus mengetahui hubungan fisik dan ekonomi dalam
proses produksi. Adapun aspek penting dalam proses produksi meliputi:

1. Jenis produk;
2. Kombinasi sumber daya terbaik yang akan digunakan dalam proses produksi;
3. Pengetahuan tentang macam-macam biaya produksi;
4. Berproduksi pada tingkat output yang memaksimumkan keuntungan.
(Donald dan Malone, 1981).

Di balik permintaan akan berbagai macam barang dan jasa yang ingin dibeli oleh
konsumen, terdapat kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi pilihan-pilihan konsumen
dalam rangka memenuhi keinginannya. Konsumen akan berusaha memaksimumkan
kepuasannya dengan memilih kombinasi barang dan jasa yang lebih baik atau lebih disukai
dibandingkan kombinasi lainnya, dengan tunduk pada kendala pendapatan atau anggaran
yang terbatas.

Pasar yang merupakan tempat pertukaran secara ekonomis dalam sistem ekonomi pasar
bebas, dapat dipelajari untuk menentukan bagaimana sumber daya-sumber daya dan
produk-produk (barang dan jasa) dialokasikan dalam sistem ekonomi sebagai respons
terhadap perubahan harga. Kegagalan pasar dapat terjadi dalam pasar bebas. Diyakini
bahwa industri-industri tertentu mengalami keuntungan secara ekonomis atau kerugian
secara ekonomis dalam hubungannya dengan industri lainnya.

Pada kasus-kasus tertentu, ada kemungkinan tidaklah cukup untuk mengandalkan


mekanisme harga di pasar sebagai alat pendistribusian sumber daya ekonomi. Dalam
situasi semacam ini perlu dilakukan intervensi atau campur tangan pemerintah dalam
sistem harga melalui penetapan harga, pengaturan produksi, dan/atau konsumsi serta
perkiraan implikasinya secara ekonomis terhadap berbagai sektor ekonomi.

Kebijakan di bidang pertanian dan pangan berhubungan erat dengan kebijakan ekonomi
internasional dan sangat penting terutama bagi konsumen dan produsen dalam negeri
(domestik) maupun konsumen dan produsen luar negeri di seluruh dunia. Analisis terhadap
kebijakan di bidang pertanian dan pangan serta evaluasi terhadap aspek-aspek yang
mempengaruhi perekonomian domestik dan dunia dapat dilakukan setiap saat.

Pada akhirnya, hubungan antara penggunaan sumber daya alam, kebijakan dan produksi
pertanian dapat diuji melalui suatu studi atau penelitian. Persoalan-persoalan berhubungan
dengan konservasi sumber daya yang digunakan dalam kegiatan ekonomi, adanya
persaingan (competition) atau saling melengkapi (complementary) di antara sumber daya
seperti tanah dan air untuk produksi pangan atau untuk penggunaan lainnya dapat dianalisis
dan dicari penyelesaiannya.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, dapat dikatakan bahwa disiplin ekonomi
pertanian memiliki ruang lingkup (area) yang luas. Namun demikian, menurut Soekartawi
(1987), pada prinsipnya ruang lingkup ini dapat diklasifikasikan mulai dari kegiatan
berproduksi, konsumsi dan pemasaran serta aspek-aspek lain yang mempengaruhi kegiatan
produktif tersebut.

B. HUBUNGAN ILMU EKONOMI PERTANIAN DENGAN ILMU LAIN


Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa ekonomi pertanian pada dasarnya
merupakan penerapan prinsip-prinsip ekonomi dalam pemecahan permasalahan di bidang
pertanian. Sebagai ilmu sosial yang mempelajari perilaku manusia, maka ilmu ekonomi
tidak dapat dipelajari tanpa memahami ilmu-ilmu sosial lainnya seperti sosiologi, ilmu
politik, psikologi, dan antropologi.
Ilmu ekonomi melakukan penyelidikan tentang berbagai perilaku manusia, antara lain:
1. Bagaimana masyarakat memperoleh penghasilan;
2. Bagaimana masyarakat memproduksi barang dan jasa;
3. Bagaimana masyarakat melakukan pertukaran barang dan jasa;
4. Bagaimana masyarakat mencapai kesejahteraan.
Setiap jenis perilaku manusia akan dipengaruhi oleh jenis perilaku lainnya. Perilaku
ekonomi dipengaruhi oleh perilaku politik. Pendistribusian energi, keputusan politik akan
memiliki konsekuensi-konsekuensi ekonomi yang besar. Kebiasaan masyarakat misalnya
preferensi makanan sangat mempengaruhi keputusan-keputusan ekonomi dalam usaha
tani.
Mahasiswa pertanian mempelajari ekonomi pertanian agar mengetahui bahwa ilmu
ekonomi tidak dapat diterapkan di bidang pertanian secara terpisah dengan ilmu
pengetahuan lainnya. Keefektifan penggunaan ilmu- ilmu pengetahuan tertentu tergantung
pada kemampuan pengguna untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan tersebut dengan
ilmu pengetahuan lainnya yang telah diperoleh. Sebagai contoh, keuntungan dari
pemasaran yang efektif akan hilang karena ketidakefektifan cara pemberian makanan
dalam usaha peternakan.
Menurut Mubyarto (1979), ilmu ekonomi pertanian dapat didefinisikan sebagai bagian dari
ilmu ekonomi umum yang mempelajari fenomena- fenomena yang berhubungan dengan
pertanian baik mikro maupun makro. Analisis ilmu ekonomi mikro dalam pertanian
meliputi analisis ekonomi terhadap proses (teknis) produksi dan hubungan-hubungan
sosial dalam proses produksi pertanian, hubungan antara faktor-faktor produksi, hubungan
antara produksi dan hasil produksi, dan hubungan antara beberapa hasil produksi dalam
suatu proses produksi. Analisis ilmu ekonomi makro dalam pertanian mencakup
kemampuan mahasiswa yang mempelajari ilmu ekonomi pertanian untuk menganalisis,
menginterpretasikan, dan menghubungkan persoalan-persoalan ekonomi makro seperti
masalah pendapatan nasional, konsumsi, investasi, kesempatan kerja dan pembangunan
ekonomi berkenaan dengan bidang pertanian.
Sesuai dengan perkembangannya di Indonesia, ilmu ekonomi pertanian bisa ditinjau dari
dua sudut pandang. Pertama, ilmu ekonomi sebagai cabang dari ilmu pertanian, dipelajari
oleh mahasiswa Fakultas Pertanian. Aspek sosial ekonomi dari petani menjadi pusat
perhatian para mahasiswa pertanian. Bidang ilmu lainnya yang terkait antara lain ilmu
ekonomi, fisika, matematika, biologi, dan ilmu-ilmu lainnya. Kedua, ilmu ekonomi
pertanian sebagai cabang dari ilmu ekonomi, dipelajari oleh mahasiswa Fakultas Ekonomi.
Dalam hal ini, ilmu ekonomi pertanian merupakan ilmu ekonomi yang diterapkan pada
bidang pertanian.
Dengan dasar teori ekonomi mikro dan teori ekonomi makro serta ilmu lainnya seperti
akuntansi, statistika, matematika dan ekonometrika, para mahasiswa mempelajari aplikasi
teori ekonomi pada permasalahan di bidang pertanian dan implikasinya bagi perekonomian
nasional.

Ringkasan:
- Ekonomi pertanian merupakan ilmu sosial (kemasyarakatan) yang penting ditinjau dari
kemanfaatannya, area disiplinnya dan hubungannya dengan disiplin ilmu lainnya.
- Masalah ekonomi pertanian yang pokok bersumber pada kebutuhan manusia yang tidak
terbatas akan produk-produk pertanian, sedangkan sumber daya (faktor produksi)
pertanian yang digunakan untuk menghasilkan produk-produk pertanian tersebut
bersifat terbatas (langka).
- Ruang lingkup disiplin ekonomi pertanian sangat luas, yang secara garis besar dapat
diklasifikasikan menjadi kegiatan berproduksi, konsumsi, pemasaran dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya.
- Ekonomi pertanian sebagai ilmu kemasyarakatan tidak dapat berdiri sendiri melainkan
memerlukan ilmu-ilmu lain sebagai alat untuk menganalisis, menginterpretasikan dan
menghubung-hubungkan persoalan-persoalan di bidang pertanian baik mikro maupun
makro. Ilmu-ilmu lain yang dimaksud dapat bersumber pada bidang ilmu pertanian
maupun bidang ilmu ekonomi.
Aplikasi Ilmu Ekonomi pada Pertanian
Penerapan prinsip-prinsip ekonomi di bidang pertanian termasuk pemasaran produk-produk
pertanian dimaksudkan untuk tujuan-tujuan tertentu yang berkaitan dengan beberapa aspek, antara
lain:
1. Penentuan harga: menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat harga dan
menunjukkan bagaimana perbedaan harga dapat terjadi antarwaktu, antartempat dan
dimensi lainnya.
2. Penjelasan peran sistem pemasaran: untuk mengetahui tempat penjualan dan saluran
pemasaran bagi produk-produk pertanian (hasil tanaman dan ternak).
3. Pengujian permasalahan dan kelemahan dalam organisasi dan cara pemasaran serta
menunjukkan cara-cara untuk memperbaikinya.
4. Perubahan ekonomi produksi pertanian dan manajemen usaha tani: menunjukkan
bagaimana tanah, tenaga kerja, modal dan risiko dapat dikombinasikan pada berbagai
proporsi. Juga menunjukkan bagaimana petani memilih kombinasi produk yang
memberikan keuntungan terbesar (Abbot dan Makeham, 1979).

A. PENDEKATAN TEORI EKONOMI UNTUK PERTANIAN


Ekonomi pertanian dapat diartikan sebagai penerapan teori ekonomi di bidang pertanian
atau pendekatan secara teoritis terhadap permasalahan- permasalahan di bidang pertanian
(Ritson, 1977 dalam Peters, 1995). Pada prinsipnya kutipan ini memberikan gambaran
bagaimana ekonomi pertanian diorganisasikan dan diajarkan di berbagai perguruan tinggi
di seluruh dunia. Dalam ekonomi pertanian, harus dipahami terlebih dahulu konsep-
konsep atau teori ekonomi sebelum menggunakannya untuk memecahkan permasalahan di
bidang pertanian. Perlu diketahui bahwa ilmu terapan mempunyai kegunaan yang lebih
terbatas dibandingkan ilmu murni.
Selain pendekatan induktif dan deduktif yang banyak digunakan dalam disiplin ilmu pada
umumnya, ekonomi pertanian juga menggunakan pendekatan yang biasa digunakan dalam
ilmu ekonomi, yaitu:
1) Pendekatan Mikro-Makro
Dua bagian pokok dari ilmu ekonomi adalah mikro ekonomi dan makro ekonomi.
Secara umum, ahli ekonomi pertanian mempelajari pengorganisasian bisnis di bidang
pertanian secara individual dalam penggunaan sumber daya yang optimal.
Konsekuensinya, pengajaran mata kuliah ekonomi pertanian lebih ditekankan pada
pendekatan mikro ekonomi, Tetapi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi seperti saat ini, berbagai sektor ekonomi mempunyai keterkaitan yang erat
sehingga permasalahan makro seperti kesempatan kerja, inflasi dan investasi
mempunyai dampak yang besar terhadap petani dan pelaku agribisnis. Oleh karena itu,
penting bagi mahasiswa yang mempelajari ekonomi pertanian untuk memahami tidak
hanya bagaimana mengorganisasikan suatu bisnis untuk memperoleh penerimaan yang
optimum tetapi juga bagaimana pengaruh perubahan perekonomian secara keseluruhan
terhadap keputusan-keputusan ekonomi dalam bisnis di bidang pertanian.
2) Pendekatan Konsumsi-Produksi
Dalam ilmu ekonomi, terdapat dua aspek yang sangat penting berkaitan dengan pelaku
kegiatan ekonomi pokok yaitu konsumen dan produsen. Dua aspek ini penting dalam
ilmu ekonomi karena perilaku masing-masing akan menentukan karakteristik pasar
melalui permintaan oleh konsumen dan penawaran oleh produsen. Bagi para ahli
pertanian yang lebih menekankan pada ekonomi produksi pertanian (sisi produksi)
akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan bagaimana petani atau pelaku agribisnis
memahami keinginan atau preferensi konsumen atas produk-produk pertanian yang
akan mereka hasilkan.
3) Pendekatan Positif-Normatif
Menurut pendekatan ekonomi positif, ahli ekonomi membuat laporan mengenai apa
yang ditemukannya tanpa membuat penilaian apakah temuannya tersebut baik atau
buruk. Menurut pendekatan ekonomi normatif, ahli ekonomi dapat membuat penilaian
mengenai fakta ekonomi yang diamati. Hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa
pendapatan usaha tani lebih rendah.
Hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa pendapatan usaha tani lebih rendah
daripada pendapatan di luar usaha tani merupakan ekonomi positif. Kesimpulan hasil
penelitian bahwa pendapatan usaha tani berdasarkan pengamatan lebih rendah daripada
pendapatan usaha tani yang seharusnya merupakan ekonomi normatif.

B. ORGANISASI DAN PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN


Sektor pertanian dan peternakan dengan organisasinya yang kompleks mulai dari pemasok
input (sumber daya) – petani/peternak – konsumen dalam berbagai bentuk mempunyai
peranan yang penting dalam pembangunan. Terdapat banyak alternatif jalur atau strategi
pembangunan. Strategi yang digunakan oleh tiap-tiap negara ditentukan oleh kepemilikan
sumber daya dan tingkat pembangunan negara-negara yang bersangkutan.
Beberapa negara dengan kepemilikan sumber daya minyak dan mineral yang sangat besar
nilainya dapat membentuk modal untuk pembangunan melalui ekspor sumber daya
tersebut. Beberapa negara lainnya menekankan pada ekspor hasil tanaman perdagangan
seperti kopi, cokelat dan teh. Sedangkan negara lainnya lagi memfokuskan pada ekspor
hasil-hasil industri dan sementara yang lainnya menekankan pada peningkatan produksi
pangan pokok. Jalur pembangunan yang optimal berbeda-beda antara satu negara dengan
negara lainnya. Kesalahan dalam memilih jalur pembangunan dengan kepemilikan sumber
daya dan tingkat pembangunan tertentu dapat mengakibatkan stagnasi ekonomi dalam
jangka panjang.
Sektor pertanian selain memberikan kontribusi dalam pengembangan pangan, tenaga kerja
dan modal, juga menyediakan pasar bagi barang-barang non-pertanian. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa nilai awal dan rendahnya produktivitas pertanian di sebagian besar
negara yang sedang berkembang memberikan peluang bagi upaya peningkatan pendapatan
nasional melalui pembangunan pertanian. Karena nilai awal tersebut dan rendahnya
pendapatan per kapita di sektor pertanian, terdapat kesempatan riil untuk memperbaiki
distribusi pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan sebagian besar penduduk melalui
pembangunan pertanian.

Ringkasan:
- Penerapan prinsip-prinsip ekonomi di bidang pertanian memerlukan beberapa
pendekatan, antara lain pendekatan deduktif-induktif, mikro- makro, konsumsi-
produksi, positif-normatif.
- Organisasi di bidang pertanian mulai dari perusahaan berskala kecil sampai perusahaan
berskala besar dapat memiliki bentuk yang beraneka ragam seperti perusahaan swasta
milik perorangan dan perusahaan swasta milik keluarga, perusahaan berbadan hukum
milik pemerintah dan perusahaan berbadan hukum milik swasta, koperasi milik petani
dan koperasi milik konsumen. Pengalokasian input yang dibutuhkan sektor pertanian
dan output (produk) pertanian yang dibutuhkan konsumen dapat melalui organisasi-
organisasi pertanian yang membentuk saluran pemasaran bagi produk pertanian yang
bersangkutan. Saluran pemasaran dapat berbeda-beda untuk produk yang sama maupun
untuk produk yang berbeda.
- Pertanian memegang peranan yang penting dalam pembangunan sektor pertanian
maupun sektor non-pertanian. Pembangunan perekonomian negara-negara yang
berbasis pertanian tetapi mengabaikan sektor pertanian dalam proses pembangunannya
akan dapat mengalami stagnasi ekonomi. Karena selain memberikan kontribusi dalam
pengembangan pangan, tenaga kerja dan modal dalam sektornya sendiri, sektor
pertanian juga menyediakan pasar bagi barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor
non-pertanian.
REFERENSI

Abbot, J.C. and J.P. Makeham. (1979). Agricultural Economics and Marketing in the Tropics.
Intermediate Tropical Agricultural Series.
Cramer, G.L. and C.W. Jensen. (1991). Agricultural Economics and Agribusiness. Singapura: John
Wiley and Sons.
Donald J. Epp and J.W. Malone. (1981). Introduction to Agricultural Economics. New York:
Macmillan Publishing Co, Inc.

Hardaker, J.B; Lewis, J.N. and McFarlane, G.C. (1970). Farm Management and Agricultural
Economist: An Introduction. Singapore: Angus & Robertson Ltd.
Mubyarto. (1979). Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES.

Peters, G. (1995). Agricultural Economics. An Elgar Reference Collection Brookfield. US.


Robertson, A. (1971). An Introduction to Agricultural Production Economics and Farm
Management. Second Edition. New Delhi: McGraw Hill.

Sjo, Jauh. (1976). Economics for Agriculturalis: A Beginning Text in Agricultural Economics.
Grid Series in Agricultural Economics.
Soekartawi. (1987). Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasinya. Jakarta: C.V.
Rajawali.

Upton, M. (1976). Agricultural Production Economics and Resources Use. Oxford University
Press.
Materi 2

Peranan Sumber Daya Alam Dan Manusia

Konsep Sumber Daya Alam


Sumber daya alam adalah segala unsur alam, baik dari untuk menghasilkan barang guna
memenuhi kebutuhan lingkungan abiotik maupun biotik yang dapat digunakan manusia.
Sumber daya alam meliputi semua yang terdapat dibumi baik yang hidup maupun benda
mati yang berguna bagi manusia, pengusahaannya memenuhi kriteria–kriteria teknologi,
terbatas jumlahnya dan ekonomi, sosial dan lingkungan
Sumber daya yang terbentuk karena kekuatan alamiah.
Secara umum, sumberdaya alam (SDA) berdasarkan jenisnya dibagi menjadi:

1) SDA yang dapat diperbaharui (renewable resources)


Sumber Daya Alam yang dapat diperbaharui:
 Sumber daya yang dapat pulih kembali secara alamiah ataupun secara budaya
setelah dimanfaatkan.
 Termasuk ke dalam sumber daya ini adalah sumber dihasilkan oleh proses tenaga
alam. daya fisik dan hayati (nabati dan hewani) yang
 Sumber daya ini dalam jangka waktu tertentu dapat pulih kembali.
Contoh: Tanah (lahan), Air, udara dan sinar matahari (SDA fisik), Hutan, Tanaman
dan Padang rumput hayati)
2) SDA yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable or exhaustible resources)
 Sumber daya yang tidak dapat dipulihkan kembali setelah digunakan,
 Atau jika dipulihkan kembali, tidak menguntungkan karena biaya pemulihan lebih
besar daripada hasil pemulihannya.
 Yang termasuk sumber daya ini antara lain: Mineral bahan bakar (batu bara, gas
alam), Bahan bakar fosil (minyak bumi), Logam (emas, timah, besi, dll.)

Permasalahan Yang Dihadapi


Permasalahan yang dihadapi dalam pemanfaatan sumber daya alam untuk mendukung
pembangunan ekonomi adalah masih belum optimalnya pemanfaatan sumber daya alam untuk
pembangunan. Hal tersebut terlihat dari tingginya tingkat eksploitasi sumber daya hutan dan energi
untuk pembangunan, rendahnya pemanfaatan sumber daya perikanan dibanding dengan
potensinya, serta kurang optimalnya usaha pertanian, perikanan, dan kehutanan dalam rangka
mendorong ketahanan pangan dan perekonomian nasional.
Sementara itu, permasalahan yang masih sering dihadapi dalam pemanfaatan sumber daya alam
untuk meningkatkan kualitas dan kelestarian lingkungan hidup adalah isu penurunan kelestarian
fungsi lingkungan hidup yang mengakibatkan penurunan daya dukung lingkungan serta
ketersediaan sumber daya alam. Hal tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya eksploitasi hutan
oleh pembalakkan liar (illegal logging), kebakaran hutan, dan praktik- praktik pengelolaan yang
belum optimal akibat belum terbentuknya kelembagaan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di
tingkat tapak atau lapangan; rusaknya wilayah laut akibat pencurian ikan dan kegiatan
penangkapan ikan yang merusak (illegal and destructive fishing); serta meluasnya alih fungsi
lahan pertanian dan tambak untuk kegiatan ekonomi lainnya. (BAPPENAS, 2014)

Sumber Daya Alam yang Penting Bagi Pertanian:


Pengelolaan Sumber Daya Mineral dan Pertambangan
Peningkatan pengelolaan sumber daya mineral dan pertambangan dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan bahan bakar dan bahan baku di dalam negeri, mewujudkan penambangan yang efisien
dan produktif, meningkatkan pelayanan informasi geologi atau sumber daya mineral,
meningkatkan peran masyarakat melalui pertambangan rakyat, serta menambah sumber
penerimaan negara untuk pendanaan pembangunan.

Permasalahan yang dihadapi oleh sektor pertambangan antara lain (1) rendahnya minat dalam
investasi untuk pengusahaan mineral dan batu bara; (2) masih terbatasnya jumlah maupun kualitas
sumber daya manusia profesional dalam penguasaan teknologi tenaga-tenaga pertambangan; (3)
usaha pertambangan dan industri pengolahan dan sektor-sektor pendukung lainnya belum
berkembang; (4) kurangnya kemampuan teknis dan manajerial aparat pemerintah daerah; (5)
kurangnya penggunaan teknologi tinggi untuk melakukan proses pertambangan; (6) masih
tingginya dampak negatif yang diakibatkan oleh proses pertambangan; (7) minimnya data dan
informasi geologi sumber daya mineral secara lengkap dan terperinci; serta (8) belum terpadunya
konsep penataan ruang sehingga sering menimbulkan konflik lahan dan ketidakpastian iklim
investasi.
Sementara itu, permasalahan di bidang kegeologian antara lain:

(1) bencana gerakan tanah, gempa bumi, dan bencana geologi akibat potensi gunung api; serta
(2) gerakan tanah yang masih sering terjadi.

Langkah-langkah kebijakan peningkatan pengelolaan sumber daya mineral dan pertambangan


adalah sebagai berikut. (1) Diberlakukannya UU No. 19 Tahun 2004 tentang Perubahan UU No
41/1999 yang membolehkan tiga belas perusahaan tambang melanjutkan kegiatannya dan telah
disusun draft Rancangan Peraturan Presiden tentang Penambangan Bawah Tanah di Hutan
Lindung; (2) Dilakukannya pemetaan potensi cadangan Coal Bed Methame (CBM) di Indonesia;
dan (3) Dilakukannya pemetaan potensi cadangan CBM di Indonesia untuk energi baru. Saat ini
kegiatan yang dilakukan adalah proses pengeringan untuk meningkatkan produksi gas metana
yang dimanfaatkan bagi kebutuhan pembangkit tenaga listrik.

Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Hutan


Peningkatan konservasi dan rehabilitasi sumber daya hutan dimaksudkan untuk meningkatkan
fungsi dan daya dukung sumber daya hutan serta meningkatkan konservasi keanekaragaman hayati
dan perlindungan hutan. Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) dilaksanakan untuk
memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan untuk menjamin
terjaganya daya dukung DAS yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Kegiatan RHL ini
dilaksanakan di dalam maupun di luar kawasan hutan (dalam bentuk hutan kemasyarakatan, hutan
desa, rehabilitasi hutan lindung dan hutan konservasi, hutan tanaman rakyat dan hutan rakyat).
Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL)
adalah sebagai berikut.
(1) Belum jelasnya status dari kawasan lindung dan konservasi yang akan direhabilitasi. Hal ini
karena banyak kawasan hutan konservasi atau lindung yang masih belum jelas tata batasnya
dan banyaknya okupasi kawasan oleh masyarakat.
(2) Tumpang tindih penggunaan kawasan hutan yang menyebabkan rusaknya tanaman hasil
rehabilitasi karena pada lahan yang sama dilaksanakan kegiatan lain dengan tujuan yang
berbeda.
(3) Banyak daerah yang menyatakan belum mampu untuk melakukan kegiatan rehabilitasi hutan,
padahal menurut Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 wewenang untuk merehabilitasi
hutan produksi dan hutan lindung ada pada pemerintah daerah.
(4) Belum terbentuknya kesatuan pengelolaan hutan (KPH) sebagai wadah pengelolaan hutan di
tingkat tapak.
Dalam pelaksanaan hutan kemasyarakatan dan hutan desa beberapa permasalahan yang sering
terjadi adalah sebagai berikut.

(1) Penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan dan hutan desa telah dilaksanakan oleh
pemerintah pusat, tetapi dalam pelaksanaan pengelolaannya (pemberian izin pemanfaatan
hutan kemasyarakatan) yang menjadi wewewang pemerintah daerah terhambat karena
kemampuan daerah, baik dalam hal penyediaan anggaran maupun sumber daya manusia
dalam pemberian izin, pembinaan, dan pengawasan hutan kemasyarakatan sangat terbatas.
(2) Di samping itu, pemahaman masyarakat tentang hutan kemasyarakatan dan hutan desa
masih kurang memadai sehingga usulan pengelolaan hutan kemasyarakatan dan hutan
desa dari daerah masih jauh di bawah target yang ditetapkan oleh pemerintah.
(3) Komitmen daerah untuk mengembangkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) unggulan
masih lemah sehingga pengelolaan HHBK belum berkembang dengan baik.
Saat ini kuantitas keanekaragaman hayati yang tinggi, saat ini mengalami kerusakan karena
kebakaran hutan dan pembalakan liar. Hampir setiap tahun, terutama pada musim kemarau, hutan
dan lahan di Pulau Sumatera dan Kalimantan mengalami kebakaran yang menimbulkan asap. Hal
ini mengundang protes dan negara tetangga (Malaysia, Brunei Darusalam, dan Singapura) atas
gangguan jadwal penerbangan, polusi udara, dan gangguan kesehatan pada masyarakat setempat.

Meskipun aktivitas pembalakan liar berskala besar mengalami penurunan dan kasus–kasus yang
ditangani oleh aparat hukum dapat terungkap, namun praktek illegal logging belum dapat
dihilangkan, sehingga upaya pemberantasannya perlu terus dilanjutkan.
Peningkatan kembali kegiatan illegal logging dan perdagangan ilegal TSL, perburuan dan
penyelundupan kayu akan berimplikasi pada hilangnya keragaman satwa dan tumbuhan liar,
keanekaragaman hayati genetik, jenis, bahkan ekosistem. Apabila hal ini berlangsung secara cepat
dan masif akan memicu terjadinya kelangkaan dan bahkan kepunahan spesies tertentu.

Pengelolaan Sumber Daya Kelautan


Sumber daya kelautan Indonesia yang terdiri atas pesisir,

pulau-pulau kecil dan lautan serta biota di dalamnya mempunyai peranan penting bagi
pembangunan nasional, baik dari aspek ekonomi, sosial, keamanan, maupun ekologis.
Peningkatan pengelolaan sumber daya kelautan dimaksudkan untuk meningkatkan manfaat
sumber daya kelautan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat dengan tetap memelihara
fungsi laut sebagai pendukung sistem kehidupan.
Permasalahan yang dihadapi dalam peningkatan pengelolaan sumber daya kelautan adalah sebagai
berikut.
(1) Eksploitasi pemanfaatan sumber daya kelautan yang tidak terkendali dan tidak
memperhatikan keseimbangan ekosistem alam berakibat pada rusaknya ekosistem pesisir
dan laut (deforestasi bakau dan degradasi terumbu karang) yang dapat menyebabkan
menurunnya ketersediaan sumber daya plasma nutfah, serta erosi pantai;
(2) Tingkat pencemaran laut yang masih tinggi, terutama di daerah pesisir yang padat penduduk
akibat dari kegiatan industri, pertanian yang sangat intensif, kegiatan pelayaran yang padat,
serta tumpahan minyak di laut. Wilayah yang rentan terkena pencemaran laut dari tumpahan
miyak adalah Selat Malaka, Selat Makassar, pelabuhan, dan jalur- jalur laut atau selat;
(3) Masih merebaknya pencurian ikan dan kegiatan penangkapan ikan yang merusak, yang
disebabkan kurangnya sarana pengawasan dan lemahnya penegakan hukum;
(4) Belum optimalnya pengelolaan pulau-pulau kecil, kurangnya sarana prasarana dasar (listrik,
air, dan telekomunikasi), kurangnya aksesibilitas atau minimnya transportasi penghubung
antarpulau, serta masih tradisionalnya kegiatan ekonomi masyarakat;
(5) Konflik pemanfaatan wilayah laut dan pesisir akibat kurangnya pengendalian dalam
pemanfaatan ruang pesisir;
(6) Minimnya riset teknologi kelautan dan penerapannya;
(7) Belum bersinerginya kebijakan iptek nasional untuk mendukung pembangunan kelautan
nasional

Sumber Daya Lahan/Tanah


 Tanah sebagai faktor merupakan pabrik hasil-hasil pertanian yaitu tempat di mana produksi
berjalan dan darimana hasil produksi ke luar.
 Di dalam Tanah terdapat komponen penting untuk berlangsungnya pertumbuhan tanaman,
yaitu: bahan organik, mineral, air dan udara.
 Kondisi tanah sangat menentukan kesesuaian lahan, baik dari sisi topografi maupun sifat
fisik dan kimia tanah.
 Faktor produksi tanah mempunyai kedudukan paling penting, karena besarnya balas jasa
yang diterima oleh tanah dibandingkan faktor-faktor produksi lainnya
 Tinggi rendahnya balas jasa (sewa bagi hasil) sesuai dengan permintaan dan penawaran
tanah dalam masyarakat dan daerah tertentu.
 Daerah yang sangat padat penduduknya, permintaan terhadap tanah akan tinggi, sehingga
balas jasanya akan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang jarang penduduknya.
 Permintaan terhadap tanah berasal dari penduduk yang tidak memiliki tanah, baik melalui
sewa atau sakap (bagi hasil).
 Tanah dapat digunakan sebagai sarana mendapatkan modal investasi yakni sebagai agunan
kredit.

Sumberdaya lahan di Indonesia yang dimanfaatkan sebagai lahan produksi/budidaya pertanian


dapat di bagi menjadi 3 kategori, yaitu
Budidaya tanaman Perkebunan
Budidaya tanaman Pangan
Budidaya tanaman Holtikultura (tanaman buah, sayuran, hias, obat dan aromatik)
Berdasarkan kondisi geofisik, Sumber Daya Lahan yang ada di Indonesia dibagi menjadi:
1. Lahan Basah
 Wilayah-wilayah di mana tanahnya jenuh atau musiman. dengan air, baik bersifat
permanen (menetap)
 Wilayah-wilayah itu sebagian atau seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan
air yang dangkal.
 Digolongkan ke dalam lahan basah ini, di antaranya, adalah rawa-rawa (termasuk rawa
bakau), paya, dan gambut.
 Air yang menggenangi lahan basah dapat tergolong ke dalam air tawar, payau atau asin.
2. Lahan Kering
 Lahan kering adalah lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan
menggunakan air secara terbatas dan biasanya hanya mengharapkan dari curah hujan.
 Untuk usaha pertanian lahan kering dapat dibagi dalam tiga jenis penggunaan lahan,
yaitu lahan kering berbasis palawija (tegalan), lahan kering berbasis sayuran (dataran
tinggi) dan pekarangan.
3. Lahan Gambut
 Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta
ha, yang tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan, dan Papua.
 Karena variabilitas lahan ini sangat tinggi, baik dari segi ketebalan gambut,
kematangan, maupun kesuburannya, tidak semua lahan gambut layak untuk dijadikan
areal pertanian
 Dari 18,3 juta ha lahan gambut di pulau-pulau layak utama Indonesia, hanya sekitar 6
juta ha yang layak untuk pertanian.

Permasalahan Utama yang Terkait Dengan Sumber Daya Lahan


 Semakin menurunnya kesuburan tanah akibat pemanfaatan yang intensif atau terus
menerus.
 Terjadi pencemaran lingkungan akibat kegiatan menggunakan pestisida anorganik secara
tidak pemupukan dan pemberantasan hama dengan sehat.
 Kompetisi pemanfaatan lahan untuk pembangunan dan pertanian serta kepentingan
konservasi sering berbenturan satu sama lain.
 Perpecahan (division), perpencaran (fragmentation) dan penguasaan lahan (tenancy).

Kebijakan Pemerintah dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam di Bidang Pertanian


 Penerapan konsep Pembangunan Berkelanjutan (sustainable development), yaitu upaya
memenuhi kebutuhan generasi masa kini, tanpa mengorbankan kepentingan generasi masa
yang akan datang.
 Menerapkan 3 pilar utama:
Economically viable
Socially acceptable
Environmentally friendly
 Contoh konkrit antara lain: Usahatani konservasi; pertanian organik.

(Alamsyah, n.d.)

Konsep Sumber Daya Manusia


Herbison (1973) yang dikutip oleh Gunawan A Warhana (1980) istilah sumberdaya manusia
mencakup semua energi, keterampilan, bakat dan pengetahuan manusia yang dipergunakan secara
potensial dapat atau harus dipergunakan untuk tujuan produksi dan jasa-jasa yang bermanfaat.
 Sumberdaya manusia = kemampuan fisik dan psikis manusia yang secara potensial dapat
digunakan untuk tujuan yang produktif (Nefsis)
 Sumberdaya manusia = tercermin dari jumlah tenaga kerja yang ada merupakan aspek
utama dalam segala proses kerja.
 Tetapi khususnya dalam usaha peningkatan produksi tidak semua sumberdaya manusia itu
produktif.
Penduduk:

 Tenaga kerja = sumberdaya manusia dan


 Bukan tenaga kerja.
Tenaga kerja sendiri dibedakan atas dua golongan:

 Angkatan kerja dan


 Bukan angkatan kerja
Angkatan kerja:

 Penduduk usia kerja dan sedang bekerja


 serta yang tidak bekerja tetapi siap untuk bekerja atau sedang mencari kerja.
Angkatan kerja belum tentu produktif:

 Mereka yang bekerja dan


 Mereka yang menganggur

Dalam GBHN dinyatakan bahwa penduduk Indonesia yang besar merupakan modal dasar
pembangunan.
Jumlah penduduk ini bila dibina dan dimanfaatkan sebagai tenaga kerja yang efektif akan
merupakan modal yang besar dan sangat menguntungkan bagi usaha-usaha pembangunan di
segala bidang
Yang menjadi salah satu masalah ialah penyebaran kepadatan penduduk antar pulau tidak
merata.
Ini berakibat pada distribusi tenaga kerja yang tidak merata pada semua sektor usaha.
Salah satu solusi ialah pelaksanaan program transmigrasi

Peran Sumberdaya Manusia sebagai Produsen Ditinjau dalam 3 Aspek;

1. Petani sebagai pekerja usahatani


2. Petani sebagai pemimpin usahatani
3. Petani sebagai pribadi
Kesempatan Kerja dalam Pertanian
Selama Krisis Ekonomi, ekonomi mengalami kontraksi sebesar 13,68%
Pertumbuhan ekonomi sektor pertaniain tetap mengalami pertumbuhan 0,22% (BPS,1999)
1968 – 1990 sektor pertanian tumbuh dengan laju 4% per tahun, kemudian 1990 – 1997
turun menjadi 2%
Bertitik tolak dari krisis ekonomi, nampak jelas bahwa sektor pertanian dan pedesaan perlu
diarahkan menjadi penggerak utama dan sektor andalan pembangunan nasional.
Keberhasilan pembangunan sektor pertanian diyakini mampu:
 menggerakkan pertumbuhan perekonomian nasional,
 mengatasi masalah pemerataan,
 pengentasan kemiskinan dan
 menjaga kelestarian lingkungan (Sudaryanto.T, dkk, 2000).
Tolak ukur kemajuan ekonomi, meliputi:

1) Pendapatan nasional,
2) Tingkat kesempatan kerja,
3) Tingkat harga dan

4) Posisi pembayaran luar negri (Branson, WN, 1989)


Sektor pertanian tetap merupakan sumber penting pertumbuhan ekonomi nasional.
Sektor pertanian menjadi andalan penting:
Sumber kesempatan kerja dan
Sumber devisa negara
Tahun 1995 sektor pertanian:
 menyumbang 16 % GDP nasional
 menampung 48 % angkatan kerja dan
 menyumbang seperempat eksport bukan minyak dan gas.
 periode 1990 - 1996 proporsi kesempatan kerja sektor pertanian mengalami penurunan,
tetapi tetap merupakan penyumbangan kesempatan kerja yang dominan.

REFERENSI

Alamsyah, Z. (n.d.). Peranan sumberdaya alam dalam pertanian (Vol. 245).


BAPPENAS. (2014). SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP (Issue 7).
Kasryno, F. (2016). Sumber Daya Manusia dan Pengelolaan Lahan Pertanian di Pedesaan
Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 18(1–2), 25.
https://doi.org/10.21082/fae.v18n1-2.2000.25-51
Materi 3

Peranan Sumber Daya Modal Dan Kelembagaan

Mengapa petani perlu modal?


 untuk membiayai usaha taninya
 untuk membiayai pemasaran
 pembiayaan konsumsi
 pembiayaan kegiatan sosial

Setelah tanah, modal termasuk nomor dua pentingnya dalam produksi pertanian.

Konsep Modal
Modal dalam arti ekonomi; Barang/uang yang bersama- sama faktor produksi tanah, dan
tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru
Perkataan modal atau capital dalam arti sehari-hari digunakan dalam bermacam arti, yaitu:
harta kekayaan seseorang & mendatangkan penghasilan bagi si pemilik modal
Modal petani berupa barang selain tanah: ternak beserta kandangnya, cangkul, bajak,
pupuk, bibit, hasil panen yg belum dijual, tanaman yg masih disawah dll
Modal menghasilkan barang baru sehingga ada upaya penciptaan modal

Modal Uang dan Kredit


1. Modal Uang
 Modal berkaitan erat dengan uang; uang tidak dibelanjakan, jadi disimpan untuk
kemudian diinvestasikan
 Sebenarnya dalam pengertian aslinya bahwa modal diciptakan tanpa uang (hasil
panen)
 Uang yang dimaksud Uang kartal dan giral
2. Modal Kredit
 Suatu transaksi antara dua pihak antara kreditor dengan janji bahwa pihak kedua
(debitor) akan membayar kembali pada waktu yang telah ditentukan.
 Kredit investasi & kredit modal

Modal Sebagai Faktor Produksi


Pemilik tanah karena sumbangannya menerima ganti rugi balas jasa berupa sewa tanah
Pemilik modal terdiri dari bunga modal/rente diukur dalam persen dari modal pokok untuk
kesatuan waktu tertentu
Modal dibagi 2 :
o Modal sendiri (equity) dan Modal pinjaman (credit)
Modal berasal dari pemberian/warisan, yang mana kedudukan diantara modal sendiri dan
modal pinjaman akan tetapi tidak menimbulkan kewajiban-kewajiban t3
Dalam proses produksi tidak ada perbedaan apapun antara modal sendiri dan pinjaman

Modal Fisik dan Modal Manusiawi


 Modal tidak lain adalah faktor produksi yang menyumbang pada hasil produksi
 Dalam usaha pertanian dikenal ada modal fisik & modal manusiawi
 Modal fisik, seperti alat dan mesin pertanian (cangkul, hand traktor, sprayer dll ), sarana
produksi (bibit, pupuk, obat- obatan, ternak/tanaman, kandang dll)
 Modal manusiawi (human capital), seperti pendidikan dan pelatihan
 Teknologi, yaitu pengetahuan yang bersifat teknik dan manajerial

Kredit dalam Pertanian


Kredit adalah penyedian uang atau tagihan-tagihan yang dapat disamakan dengan itu
berdasar persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan fihak lain dalam hal mana
fihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
jumlah bunga yang telah ditentukan.
Cara pembentukan modal oleh petani: menabung & kredit (pihak luar)
Kaitan dengan modal, petani diklasifikasikan sebagai petani besar (kaya, cukupan dan
komersil) dan petani kecil (miskin)
Petani kecil atau petani yang tidak mempunyai modal sendiri memerlukan kredit untuk
modal, karena mereka kurang/tidak mampu menabung.
Bermacam-macam kredit dalam pertanian dan semuanya ini bertujuan untuk menaikkan
produksi dan pendapatan petani penerima kredit
Unsur penting dalam perkreditan: unsur kepercayaan, unsur waktu, unsur resiko, unsur
prestasi.

Permasalahan dalam Kredit


Tidak adanya koleteral
Adanya track record yang buruk terhadap lembaga pembiayaan yang sudah ada
Sulitnya petani secara langsung mengikuti formalitas yang diharapkan pihak bank
Lembaga keuangan formal kebanyakan tidak mampu-mungkin juga tidak mau-atau tidak
mengerti dan tidak memahami sifat nature dari kegiatan pertanian, misalnya hubungan
dengan musim, gestate periode

Persyaratan Kredit Lembaga Formal


 Character (perilaku calon peminjam),
 Collateral (adanya jaminan kredit),
 Capacity (kemampuan usahatani untuk menghasilkan pendapatan atau keuntungan,;
 Condition (kondisi lingkungan dimana usahatani berada, terutama kondisi pendukung
usahatani),
 Capital (struktur modal yang dikuasai usahatani)

Kendala Utama Pembiayaan Pertanian


 Belum adanya bank yang khusus membiayai pertanian
 Kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan kredit
 Terbatasnya lembaga penjamin kredit untuk sektor pertanian
 Kesan perbankan bahwa sektor pertanian masih high risk
 Adanya program pemerintah yang sifatnya bantuan menghambat penyaluran kredit
perbankan

Strategi Pembiayaan Non-perbankan:


1. Menyempurnakan kebijakan pembiayaan nonperbankan yang ada sehingga dapat
dimanfaatkan lebih baik lagi oleh petani dan pelaku agribisnis
2. Meningkatkan aksesibilitas petani dan pelaku agribisnis terhadap sumber pembiayaan
nonperbankan
3. Mensosialisasikan sumber pembiayaan nonperbankan yang telah ada
4. Menjalin kerjasama dengan sumber pembiayaan nonperbankan, baik dalam negeri
maupun luar negeri.

Sumber Pembiayaan Perbankan


1. Bimbingan masala (bimas) dan Intensifikasi massal (Inmas)
2. Kredit umum pedesaan (Kupedes)
3. KUT
4. Dana Ekonomi Produktif & Program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir)

Sumber Pembiayaan Non-perbankan


1. Kredit tunda jual pola gadai gabah
2. Modal ventura (penyertaan modal)
3. Dana laba BUMN
4. Lembaga keuangan mikro agribisnis

Peran Modal Dalam Pembangunan Pertanian Modal


Modal adalah barang dan jasa yang bersama-sama dengan faktor produksi tanah dan tenaga kerja
menghasilkan barang-barang baru. Barang-barang pertanian yang termasuk barang modal dapat
berupa uang, tanah, pupuk, investasi dalam mesin, dan lain-lain. Biasanya semakin besar dan
semakin baik kualitas modal yang dimiliki maka akan sangat mendukung terhadap peningkatan
produksi yang dihasilkan.
Masalah permodalan merupakan suatu masalah utama yang dihadapi petani. Pada umumnya petani
terbentur dalam masalah modal yang akan digunakan dalam meningkatakan usaha pertanian.
Meskipun banyak petani yang mempunyai kemampuan untuk meningkatakan hasil pertaniannya
tetapi tidak mempunyai modal yang cukup sehingga petani tidak dapat mengembangkan
pertaniannya lebih maju. Maka secara jelas bahwa modal merupakan faktor yang utama untuk
menetukan arah perkembangan pertanian dikelola.
Dalam membicarakan modal dalam pertanian orang selalu sampai pada soal kredit yang
merupakan modal dari pihak luar atau lembaga keuangan. Dengan demikian modal dapat dibagi
menjadi dua yaitu modal sendiri (equity capital) dan modal pinjaman (credit). Dalam proses
produksi tidak ada perbedaan antara modal sendiri dengan modal dari pinjaman, masing-masing
menyumbang secara langsung pada produksi. Bedanya pada bunga yang harus dibayar pada
kreditur. Namun pelaku usaha tani yang bijaksana juga harus menghitung bunga modal yang
dimilikinya sendiri, walaupun tidak perlu dibayar. Modal yang produktif adalah modal yang
menyumbangkan hasil total lebih banyak dari biayanya.
Esensi modal bagi pelaksanaan pembangunan pertanian menunjukkan peranan kredit pertanian
sangat penting dalam pembangunan sektor pertanian. Kredit merupakan salah satu faktor
pendukung utama pemgembangan adopsi tekologo usaha tani. Kredit pertanian bukan sekedar
faktor pelancar pembangunan pertanian akan tetapi berfungsi pula sebagai satu titik kritis
pembangunan pertanian. Peran kredit sebagai pelancar pembangunan pertanian antara lain:
1. Membantu petani kecil dalam mengatasi keterbatasan modal dengan bunga relatif ringan.
2. Mengurangi ketergantungan petani kepada pedagang perantara dan pelepas uang
3. Mekanisme transfer pendapatan untuk mendorong pemerataan.
4. Intensif bagi petani untuk meningkatkan produksi pertanian demi kesejahteraan petani itu
tersebut.

Usaha tani
Mosher (1968) dalam Mubyarto (1989) mendefinisikan usaha tani adalah himpunan dari sumber-
sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tubuh,
tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-
bangunan yang didirikan di atas tanah dan sebagainya. Usaha tani dapat berupa bercocok tanam
atau memelihara ternak.

Berkaitan dengan pendefinisian Mosher di atas dan fakta pertanian di Indonesia, maka menurut
penjelasan Mubyarto (1989), ada perbedaan yang amat besar antara keadaan pertanian rakyat
(usaha tani) dan perkebunan. Tidak hanya dalam luasnya usaha, tetapi juga dalam tujuan produksi
dan cara mengusahakannya. Itulah sebabnya dikenal ilmu pengelolaan perkebunan
(estatemanagement), di samping ilmu usaha tani (farm management). Jadi usaha tani tidak dapat
diartikan sebagai perusahaan tetapi suatu cara hidup (way of life) dan perkebunan adalah
perusahaan.
Petani akan bertindak sesuai dengan prinsip ekonomi yaitu memperhitungkan antara hasil yang
diharapkan diterima pada waktu panen (penerimaan) dengan pengorbanan (biaya) yang harus
dikeluarkannya. Hasil yang diperoleh petani pada saat panen disebut produksi, dan biaya yang
dikeluarkannya disebut biaya produksi. Penghitungan yang cermat akan menghasilkan aktivitas
usaha tani yang bagus atau kita sebut sebagai usaha tani yang produktif dan efisien.

Usaha tani yang produktif berarti usaha tani itu produktivitasnya tinggi. Pengertian produktivitas
ini sebenarnya merupakan penggabungan antara konsepsi efesiensi usaha (fisik) dengan kapasitas
tanah. Efisiensi fisik mengukur banyaknya hasil produksi (output) yang dapat diperoleh dari satu
kesatuan input (Mubyarto, 1989).

Dari uraian di atas dapat ditarik sebuah gambaran bahwa dalam proses usaha tani, petani bertindak
sebagai pengelola yang melakukan aktivitas manajemen terhadap sumberdaya yang dia kelola.
Manajemen yang dilakukan petani tidak harus kompleks dan tertulis tetapi dia akan melakukan
perhitungan-perhitungan ekonomi dan keuangan terkait dengan keputusan-keputusan yang akan
dia ambil. Keputusan tersebut berkenaan dengan pengalokasian sumberdaya yang dia kelola
sebagai faktor produksi untuk mencapai usaha tani yang produktif dan efisien. Faktor produksi
dalam pertanian yaitu tanah, modal dan tenaga kerja, disamping petani sebagai pengelola atau
manajer usaha tani.

REFERENSI
Adimihardja, K. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama Press. Bandung
Alma. B. 2002. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Alfabeta. Bandung Burhanuddin.
2002. Pengembangan Usaha. Makalah Pedoman Teknis Usaha Pertanian Terpadu. Program
Pengembangan Desa Binaan-IPB.
Barghouti, S. Lisa Garbus, and Dina Umali (Editors). 1992. Trends in Agricultural Diversification:
Regional Perspectives. W.B. Washington D.C. 1992.
Materi 4

Peranan Inovasi Dalam Pembangunan Pertanian

Sumber Daya Manusia Dalam Pertanian


Dari Jurnal (Kasryno, 2016)

Bagi rumah tangga pedesaan yang hanya menguasai faktor produksi tenaga kerja, pendapatan
mereka ditentukan oleh besamya kesempatan kerja yang dapat dimanfaatkan dan tingkat upah
yang diterima. Kedua faktor ini merupakan fenomena dari pasar tenaga kerja pedesaan.
Kesempatan kerja pedesaan ditentukan oleh pola produksi pertanian, produksi dan jasa
nonpertanian pedesaan, pertumbuhan angkatan kerja, dan mobilitas tenaga kerja pedesaan. Di
sektor pertanian besarnya kesempatan kerja dipengaruhi oleh luas lahan pertanian, produktivitas
lahan, intensitas dan pola tanam, serta teknologi yang diterapkan. Di sektor nonpertanian
kesempatan kerja antara lain ditentukan oleh volume produksi, teknologi, dan tingkat harga
komoditas.
Penyediaan tenaga kerja antara lain dipengaruhi oleh tingkat upah, kenyamanan kerja, mobilitas
tenaga kerja, dan tingkat pertambahan angkatan kerja pedesaan. Kelembagaan pertanian dan
pedesaan dapat berpenga- ruh pada pasar tenaga kerja pedesaan. Di negara yang sedang
berkembang tingkat upah ditentukan pula oleh kebutuhan dasar minimum. Dalam hubungan ini
pemerintah biasanya menetapkan tingkat upah minimum regional, yang besamya ditentukan oleh
tingkat harga bahan pangan utama dan tingkat perkembangan ekonomi.
Pendapatan rumah tangga pertanian ditentukan oleh tingkat upah sebagai penerimaan faktor
produksi tenaga kerja, nilai sewa tanah sebagai penerimaan dari penguasaan aset produktif lahan
pertanian, return to capital balas jasa barang modal yang dikuasai dan return to management
sebagai penerimaan atas manajemen usaha tani. Dengan demikian tingkat pendapatan rumah
tangga pedesaan sangat dipengaruhi oleh tingkat penguasaan faktor produksi ini. Tingkat
produktivitas tenaga kerja juga ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Di negara
sedang berkembang dengan kua- litas sumber daya manusia masih rendah, kesempatan kerja dan
kesempatan berusaha di luar sektor pertanian terbatas, maka kualitas hidup dan tingkat pendapatan
sangat ditentukan oleh penguasaan aset produktif pertanian.
Ishikawa (1975) menyatakan bahwa rendahnya tingkat upah dan tingkat produktivitas di sektor
pertanian antara lain disebabkan terbatasnya penguasaan lahan dan terbatasnya kesempatan kerja
di luar sektor pertanian. Pada saat negara sedang berkembang membangun ekonominya, produksi
sektor nonpertanian telah menerapkan teknologi yang padat modal, sehingga penyerapan tenaga
kerja sangat terbatas, dan memerlu- kan tenaga kerja berkualitas yang sesuai. Sedangkan tenaga
kerj a dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang terbatas tidak memiliki kesempatan kerja
di sektor formal ini.
Dalam sejarah pertumbuhan ekonomi, perkem- bangan yang cepat dari sektor nonpertanian dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia, perubahan struktur perekonomian dicirikan oleh
perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor nonpertanian disertai oleh peningkatan
penguasaan aset produktif pertanian pertenaga kerja. Kondisi ini memungkinkan peningkatan
efisiensi sistem produksi dan peningkatan produksi pertanian. Dengan demikian tingkat
pendapatan dan kualitas hidup pedesaan juga akan meningkat secara berimbang.
Penerapan teknologi kimia-biologis pada kondisi kelangkaan lahan pertanian disertai keterbatasan
kesempatan kerja dan kesempatan berusaha di sektor nonpertanian cenderung untuk bias pada
tanah. Ini berarti bahwa pembagian nilai tambah untuk tenaga kerja (upah tenaga kerja) cenderung
rendah. Kondisi ini akan diperparah dengan distribusi penguasaan lahan pertanian yang pincang.
Bagian hasil pertanian yang diterima tenaga kerja pertanian ditentukan antara lain oleh: (a)
Kesempatan kerja dan kesempatan berusaha di luar sektor pertanian, (b) Kepadatan agraris, (c)
Pertam- bahan penduduk, (d) Tingkat perkembangan teknologi, (e) Produktivitas lahan, (f)
Distribusi penguasaan lahan, dan (g) Intensitas dan pola pertanian.
Selama upah tenaga kerja pedesaan relatif rendah, maka petani berlahan sempit akan lebih mampu
meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha taninya dibandingkan dengan petani luas. Setelah
proses transformasi struktural tenaga kerja pedesaan berlanjut, dimana tingkat upah di pedesaan
telah meningkat dengan nyata karena tercapainya tingkat full employment di pedesaan, maka
penggunaan labor saving and capital intensive technology dapat meningkatkan efisiensi usaha
tani. Dengan menerapkan broad based agricultural development strategy atau uni-modal strategy
produktivitas petani besar dan petani kecil dapat ditingkatkan secara bersamaan. Dengan strategi
ini efisiensi dan pemerataan (equity) dapat ditingkatkan bersamaan. (Tomich, P. Peter Kilby, and
Bruce F. Johnston, 1995). Peningkatan produktivitas ini dilakukan dengan inovasi teknologi maju
dibidang budidaya tanaman dan manajemen usaha tani. Disamping itu strategi ini juga
memerlukan diterapkannya secara konsisten land reform and agrarian reform. Kebijaksanaan ini
harus disertai dengan pengembangan sarana dan prasarana ekonomi pedesaan dan kelembagaan
pertanian dan pedesaan dengan investasi pemerintah dan masyarakat.
Pendekatan lainnya adalah bimodal strategy . Pendekatan bimodal ini berpendapat bahwa efisiensi
hanya dapat dicapai dengan konsolidasi areal pertanian. Pendekatan ini efektif dilakukan apabila
telah terjadi transformasi struktural tenaga kerja pertanian dan pedesaan, yang dicirikan oleh
tercapainya full employment dan produktivitas tenaga kerja pertanian dan nonpertanian hampir
sama. Ini juga berarti terbukanya kesempatan kerja luar pertanian secara luas sehingga adanya
fleksibilitas dan berfungsinya secara baik pasar tenaga kerja.
KUALITAS TENAGA KERJA PERTANIAN

Petani adalah pelaksana utama pembangunan pertanian, dengan demikian keberhasilan


pembangunan pertanian sangat ditentukan oleh kualitas cumber daya manusia petani. Dalam
kerangka pembangunan ekonomi nasional sektor pertanian juga berperan dalam menyediakan
tenaga kerja untuk sektor ekonomi lainnya, berperan pula sebagai penyedia modal, bahan baku
dan pasar bagi produk di luar sektor pertanian. Secara nasional telah terjadi peningkatan kualitas
tenaga kerja Indonesia dimana peran tenaga kerja yang tidak berpendidikan formal menurun
drastis. Keadaan ini diikuti oleh meningkatnya peran tenaga kerja yang berpendidikan. Pada tahun
1986 tenaga kerja Indonesia berpendidikan di bawah sekolah dasar sebesar 49 persen, pada tahun
1997 angka tersebut menurun menjadi 31 persen. Sedangkan yang berpendidikan perguruan tinggi
naik dari 1,2 persen menjadi 3,8 persen dalam periode tersebut. Tenaga kerja yang berpendidi- kan
sekolah lanjutan naik dari 11 persen pada tahun 1986 menjadi 25 persen pada tahun 1997.
Kualitas tenaga kerja di sektor pertanian memperlihatkan kemajuan, walaupun berjalan lebih
lambat dari sektor perekonomian lainnya. Tenaga kerja pertanian yang tidak pernah mendapatkan
pendidikan formal secara relatif dan absolut menurun semenjak tahun 1978. Penurunan ini
kemudian diikuti oleh partisipasi tenaga kerja yang tidak menamatkan sekolah dasar yang menurun
mulai tahun 1986. Partisipasi angkatan kerja pertanian yang berijazah sekolah dasar secara relatif
dan absolut naik sampai tahun 1991 dan mulai turun setelah tahun 1991. Penurunan partisipasi
tenaga kerja yang berpendidikan minim ini diikuti dengan meningkatnya partisipasi tenaga kerja
yang berpendidikan menengah dan tinggi.
Yang menarik juga untuk diungkapkan adalah terjadinya perubahan struktural kualitas tenaga kerja
pertanian. Tenaga kerja pertanian yang tidak pernah bersekolah merosot tajam dari 11,6 juta orang
pada tahun 1978 turun menjadi 5,64 juta orang pada tahun 1997. Yang tidak menamatkan sekolah
dasar turun dari 13,66 juta tenaga kerja pada tahun 1986 menjadi 11,06 juta tenaga kerja tahun
1997. Penurunan absolut tenaga kerja pertanian terjadi pada tenaga kerja yang berpen- didikan
sangat minim, yaitu tidak bersekolah dan tidak menamatkan sekolah dasar.

Peningkatan penyerapan tenaga kerja terjadi pada angkatan kerja yang berpendidikan. Laju
penurunan partisipasi tenaga kerja sektor pertanian berpendidikan minim berjalan cepat setelah
tahun 1993. Secara absolut peran tenaga kerja yang berpen- didikan sangat minim (tidak tamat SD
ke bawah) menurun semenjak 1986. Peran tenaga kerja yang berpendidikan SD dari tahun 1986-
1991 masih meningkat, setelah tahun 1991 secara absolut peran tenaga kerja golongan inipun
mulai menurun. Peran tenaga kerja yang berpendidikan menengah cenderung meningkat,
peningkatan yang relatif cepat pada yang berpendidikan lanjutan atas. Peran angkatan kerja yang
berpendidikan tinggi meningkat cepat walaupun secara total memang masih sangat kecil. Data
tersebut menunjukkan mulai terjadinya alih generasi pada sektor pertanian, dimana generasi tenaga
kerja berpendidikan mulai memasuki sektor pertanian.
Tenaga kerja pertanian yang berpendidikan sekolah dasar naik, dari 12,79 juta orang tahun 1986
menjadi 16,75 juta orang tahun 1991 dan selanjutnya menurun menjadi 14,41 juta orang tahun
1997. Yang naiknya cukup besar adalah berpendidikan SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi
masing-masing dari 1,63 juta orang, 0,452 juta orang dan 0,026 juta orang tahun 1986, menjadi
3,21 juta orang, 1,439 juta orang dan 0,093 juta orang pada tahun 1997. Terjadinya perubahan
struktural tenaga kerja pertanian ini antara lain disebabkan oleh berkembangnya teknologi maju
yang memungkinkan naiknya produktivitas tenaga kerja pertanian diikuti dengan berkembangnya
berbagai perusahaan besar pertanian.

PERUBAHAN STRUKTUR TENAGA KERJA PERTANIAN DAN PEDESAAN


Secara absolut tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian pada tahun 1997 telah menurun cukup
berarti. Secara umum dapat dikaitkan bahwa perubahan struktur tenaga kerja pertanian ini hanya
terjadi pada penurunan yang tajam dari penggunaan tenaga kerja keluarga tidak di bayar setelah
tahun 1991. Tenaga kerja keluarga yang tidak di bayar berkurang sebanyak sekitar 5,3 juta orang
antara tahun 1991-1997 dan secara relatif pangsa tenaga kerja keluarga tidak di bayar ini menurun
dari 42 persen pada tahun 1986 menjadi 34 persen pada tahun 1997. Penurunan penggunaan tenaga
kerja keluarga tidak di bayar ini juga akan dapat meningkatkan efisiensi usaha tani. Sebagai akibat
penurunan tenaga kerja keluarga yang tidak di bayar ini maka setelah tahun 1991 jumlah petani
yang bemsaha dengan bantuan tenaga keluarga dan bumh tidak tetap ini cenderung menumn.
Untuk keseluruhan angkatan kerja Indonesia jumlah tenaga kerja keluarga tidak di bayar ini
menurun dari 20,4 juta orang (26,7 persen total tenaga kerja) menjadi 17,1 juta orang (19,6 persen
total tenaga kerja). Pangsa sektor pertanian pada tenaga kerja keluarga ini menurun dari 16,8 juta
(82,1 persen tenaga kerja keluarga) tahun 1991 menjadi 12,18 juta (71,4 persen tenaga kerja
keluarga) tahun 1997.
Jumlah tenaga keluarga tidak dibayar pada usaha tani di Jawa pada tahun 1991 diperkirakan
berjumlah 9,25 juta orang turun menjadi 5,67 orang tahun 1996, sedangkan di luar Jawa turun dari
7,52 juta orang.tahun 1991 menjadi 6,08 juta orang tahun 1996. Jumlah tenaga buruh tam di Jawa
tahun 1991 diperkirakan berjumlah 2,32 juta orang hanya sedikit naik menjadi 2,51 juta orang
tahun 1996, dan di luar Jawa jumlah itu meningkat dari 2,36 orang tahun 1991 menjadi 2,85 juta
orang tahun 1996. Tidak berubahnya kesempatan kerja buruh tani di Jawa walaupun luas areal
pertanian menyusut antara lain disebabkan dominannya pertanian tanaman pangan, peternakan dan
perikanan di Jawa yang lebih intensif tenaga kerja disertai menurunnya peran tenaga keluarga tidak
di bayar dibandingkan dengan usaha tani perkebunan di luar Jawa.

KESIMPULAN
Kualitas sumber daya manusia sektor pertanian sudah memperlihatkan kemajuan. Akan tetapi
masih dibawah sektor ekonomi lainnya. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia
pertanian dimasa datang adalah penting untuk dapat meningkatkan kualitas manajemen usaha tani
untuk dapat menghasilkan komoditas pertanian sesuai dengan perubahan selera konsumen dan
berdaya saing di pasar dalam dan luar negeri. Peningkatan kualitas sumber daya manusia sektor
pertanian ini juga penting untuk memberikan fleksibilitas penyediaan tenaga kerja untuk sektor
ekonomi lainnya, dalam mengantisipasi perubahan struktural perekono- mian pedesaan dan
diversifikasi pertanian.

Produktivitas tenaga kerja pertanian masih ketinggalan dari sektor ekonomi lainnya. Tingkat
pengangguran terbuka dipedesaan tahun 1999 adalah 7,3 persen (Sakemas 1999). Sedangkan
tingkat under employment di sektor pertanian juga masih tinggi, yang terlihat dari pemanfaatan
tenaga kerja pertanian perminggu rata-rata 26 jam sedangkan untuk sektor nonpertanian rata-rata
44 jam perminggu. Data ini menggambarkan bahwa belum terjadi perubahan struktural tenaga
kerja pertanian dan pedesaan. Hal ini antara lain disebabkan masih rendahnya kualitas sumber
daya pertanian, belum berkembangnya diversifikasi perekonomian pedesaan.

Tidak adanya terobosan barn teknologi kimia-biologi pasca pencapaian swasembada beras dan
dengan perubahan kebijaksanaan harga dan subsidi pupuk disertai kebijaksanaan harga beras yang
bias terhadap konsumen telah menyebabkan menurunnya efisiensi usaha tani padi. Daya saing dan
efisiensi sistem usaha tani padi hanya mungkin ditingkatkan melalui diversifikasi pertanian
berspektrum luas, yang mencakup penluasan basis sumber daya, teknologi, dan kebijaksanaan
harga dan makro ekonomi yang mendukung sektor pertanian.
Diversifikasi pertanian berspektrum luas (broad based diversification) yang berarti menghadirkan
agribisinis dan agroindustri dipedesaan yang di kelola oleh masyarakat pedesaan akan mampu
meningkatkan produktivitas tenaga kerja pedesaan dan mendorong terjadinya perubahan struktural
tenaga kerja pedesaan. Keberhasilan kebijaksanaan ini sangat ditentukan oleh konsistensi
pelaksanaan land refform dan agrarian reform. Strategi ini sama dengan strategi unimodal yang
dikemukakan oleh Tomich dkk (1995). Mereka mengungkapkan selama tingkat upah di sektor
pertanian masih rendah maka broad based diversificattion strategy yang melibatkan mayoritas
petani yang umumnya adalah petani kecil lebih efisien untuk meningkatkan kesejahteraan
pedesaan, dibanding dengan kebijaksanaan dual ekonomi, yang mementingkan Skala ekonomi
guna meningkatkan produksi pertanian.

KEWIRAUSAHAAN DAN INOVASI USAHA AGRIBISNIS


Konsep Kewirausahaan

Kewirausahaan bukanlah sesuatu yang baru dalam ekonomi. Istilah kewirausahaan telah dilakukan
setidaknya sejak 150 tahun yang lalu, dan konsepnya telah ada selama 200 tahun (bygrave, 1987).
Wirausaha adalah individu yang memiliki pengendalian tertentu terhadap alat-alat produksi dan
menghasilkan lebih banyak dari pada yang dapat dikonsumsinya atau dijual atau ditukarkan agar
memperoleh pendapatan (Mcclelland, 1961). Casson (1993), menyatakan bahwa wirausaha
(entrepreneur) diungkapkan pertama kali oleh R. Cantilon (1697-1734), seorang ekonom irlandia,
keturunan perancis.
Wirausaha merupakan istilah untuk orang-orang yang mempunyai kemampuan melihat dan
menilai kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber-sumber daya yang dibutuhkan
guna mengambil keuntungan daripadanya dan mengambil tindakan yang tepat, guna memastikan
sukses. Menurut Meredith (1996), wirausaha adalah individu-individu yang berorientasi kepada
tindakan, dan bermotifasi tinggi, serta berani mengambil resiko dalam mengejar tujuannya.
Dengan demikian, wirausaha memiliki karakteristik percaya diri, berorientasi pada tugas dan hasil,
mengambil resiko, mandiri, inisiatif, energik dan bekerja keras. Selain itu, kewirausahaan juga
memiliki kemampuan untuk memimpin, berjiwa inovatif, kreatif, dan berorientasi masa depan.

Kewirausahaan merupakan hasil dari suatu proses pengaplikasian kreativitas dan inovasi secara
sistematis dan disiplin dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan menangkap berbagai peluang di
pasar (zimmerer and scarborough, 1996). Maka dari itu, kewirausahaan melibatkan strategi focus
terhadap ide-ide dan pandangan baru utuk menciptakan produk atau jasa dalam rangka memenuhi
kebutuhan menyelesaikan masalah konsumen.

INOVASI USAHA AGRIBISNIS


Jika dahulu pertanian diartikan secara sangat sempit, semata-mata hanya melihat subsistem
produksi atau usahataninya saja, maka saat ini pertanian diartikan secara lebih luas, dari hulu, on-
farm hingga hilir, yang dikenal dengan sistem dan usaha agribisnis.

Jika cara pandang lama telah berimplikasi yang tidak menguntungkan bagi pembangunan
pertanian (dan pedesaan) yakni pertanian dan pedesaan hanya sebagai sumber produksi primer
yang berasal dari tumbuhan dan hewan tanpa menyadari potensi bisnis yang sangat besar yang
berbasis produk-produk primer tersebut, maka cara pandang baru membuka cakrawala potensi
sumberdaya alam sebagai jalur pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan proses industrialisasi
di sektor pertanian (agroindustrialisasi).

Potensi subsektor peternakan masih cukup besar untuk dikembangkan. Peranan ternak dalam
peningkatan pendapatan masyarakat telah tebukti mampu menjadi basis usaha masyarakat,
terutama masyarakat pedesaan. Kelemahan yang benar-benar nyata adalah kemampuan teknis dan
kemampuan sumber daya manusia. Istilah tidak kenal teknologi untuk masyarakat pedesaan adalah
hal wajar. Namun demikian, potensi usaha dari sudut pandang pribadi (kewirausahaan) adalah nilai
lebih tersendiri yang perlu pengembangan lebih lanjut.

Dalam aktivitas usahanya, komoditas peternakan dapat dipadukan dengan pengembangan usaha
komoditas pertanian lainnya. Hal ini tentu saja akan memberikan added value yang berlipat ganda
bagi masyarakat jika mampu mengelolanya. Added value yang dimaksud dapat tercapai melalui
pengelolaan Usaha Tani Ternak Terpadu, yaitu pola usaha yang memadukan pemeliharaan ternak,
ikan dan budidaya pertanian secara umum. Dalam usaha tani tersebut, antar komoditas harus saling
memberikan keuntungan secara langsung.

Pelaksanaan usaha tani ternak terpadu, dimulai dengan merencanakan lokasi dengan
mempertimbangkan segi kemananan dan ketersediaan sumber daya lainnya. Selanjutnya adalah
menentukan komoditas yang sesuai untuk dipadukan dalam usaha tersebut. Aspek-aspek penting
yang perlu diperhatikan, terutama sekali untuk komoditas ternak adalah aspek sapta usaha
peternakan, yang meliputi ; pemilihan bibit, perkandangan, pemberian pakan, tatalaksana
pemeliharaan, penangan penyakiit, panen dan pasca panen serta pemasaran. Pengelolaan yang
terpadu antar komoditas akan menghasilkan beragam kombinasi out put yang dihasilkan.
Beberapa contoh inovasi usaha agribisnis berbasis komoditas secara terpadu, antara lain :
Integrasi usaha Padi-Itik-Ikan-Duckweed (Dihansih, 1999)

Integrasi budidaya Padi-Itik-Ikan-Duckweed memanfaatkan sumberdaya dengan limbah padi


(dedak) sebagai pakan ikan dan itik, lumpur kolam dan kotoran ternak sebagai pupuk sawah,
tanaman air (duckweed) untuk pakan itik serta pemupukan sawah.

Menurut Islam dan Rahman (1995), beberapa keuntungan integrasi budidaya itik dan ikan adalah
sebagai berikut :
(1) Limbah itik kaya akan kandungan N (1 %), P (1,4 %), dan K (0,6 %), yang merupakan
suplemen pakan yang baik untuk ikan. Sehingga mengurangi biaya pemberian pakan
suplemen.
(2) Kotoran itik dan pakan yang tercecer secara langsung dikonsumsi oleh beberapa spesies
ikan, hal ini mempermudah dan mempercepat pertumbuhan dan produksi ikan tersebut.
(3) Kontruksi dari kandang itik tidak memerlukan lahan tambahan (lebih efisien). Selain itu
kondisi ini memberikan fasilitas daya hidup dan produksi yang lebih baik untuk itik
sebagai unggas air.
(4) Itik memberikan jasa sebagai konsumen dari beberapa parasit ikan dengan cara
mengkonsumsi sema ng primer (keong, tiram, dll). Itik tersebut juga mengkonsumsi larva
lalat, nyamuk, gulma air, kecebong, yang umumnya tidak dimakan ikan. Serangga air
dalam kolam ikan juga dikontrol oleh itik. Dengan demikian total produksi protein ternak
dari lahan yang sama dapat ditingkatkan.
(5) Itik berperan dalam memberikan oksigen (aerasi) dan melepaskan zat makanan dari dasar
kolam dengan cara berenang dan menyelam.
Suatu hasil penelitian di Vietnam selama 7 bulan, produksi ikan yang dipelihara dalam kolam
dengan kandang itik di atasnya 9,6 ton/ha/tahun, sedangkan tanpa kandang itik hanya 2,5
ton/ha/tahun, dengan kepadatan ikan 3,84 ekor per m3 dan kepadatan itik petelur 0,4 ekor per m2
permukaan air (Thien et.al., 1996). Demikian pula hasil penelitian Togatros (1989), rataan bobot
ikan/ekor pada umur 3 bulan yang dipelihara dalam kolam dengan kandang itik di atasnya hampir
dua kali lebih berat dibandingkan dengan ikan dalam kolam tanpa kandang itik diatasnya ( 68 gram
berbanding 38 gram).
Keterpaduan usaha tani ayam buras (Gunawan, 1998)

Usaha peternakan ayam buras memiliki beberapa keuntungan yaitu; ayam buras mudah dipelihara
dan mudah beradaptasi dengan lingkungan setempat, dapat dipelihara di lahan sempit dengan
penggunaan pakan yang relative murah serta harga produknya relative stabil dan permintaan pasar
besar. Di dalam pengembagan ayam buras secara intensif dan semi intensif, keterpaduan antara
sumberdaya manusia (SDM), sumberdaya alam (SDA) terutama tanaman pangan, penguasaan
teknologi dan pemasaran.
Model pengembangan ayam buras secara terpadu dan berkesinambungan tersebut telah
dikembangkan oleh Sentra Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan (SPAKU) ayam buras
di Jawa Timur. Model ini dikembangkan dengan didirikanya Chicken Development Centre (CDC)
di kabupaten Jombang dan Rearing Multiple Center (RMC) di Pacitan.

Mina Padi system legowo (Abdul Salam, 1997)


Mina padi dan tanaman Jajar Legowo sudah tidak asing bagi petani sawah di Jawa Barat. Dengan
sentuhan teknologi, usaha tani mina padi mampu meningkatkan produktivitas lahan secara
optimum dan merupakan reformasi dari system jarak simetris. Penanaman padi system legowo
berarti penanaman dengan mengatur jarak sedemikian rupa antara rumpun dan barisan tanaman,
sehingga akan terbentuk suatu lorong yang cukup luas dan memanjang. Tidak semua varietas padi
bisa digunakan, tetapi harus dipilih varietas yang tahan terhadap hama dan penyakit, memiliki
perakaran yang dalam, tahan terhadap genangan, dll. Sementara itu jenis ikan sebagai komoditas
pendampingnya adalah jenis ikan mas, yaitu jenis ikan yang lincah, pertumbuhanya cepat dan
memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

Secara teknis, system jajar legowo memberikan keuntungan dengan adanya ruang terbuka sampai
50 % di antara baris tanaman padi dan memberikan kesempatan pada pemeliharaan ikan selama
kurang lebih 95 hari, hal ini juga akan mempermudah pemupukan dan penyiangan. Sementara itu
keuntungan ekonomis yang diperoleh diantaranya adalah penghasilan ganda dari hasil hasil usaha
tani selain efisiensi modal yang digunakan.

Model Usahatani pekarangan (M. Cholid, 1997)


Dari hasil penelitian menunjukan bahwa pekarangan memiliki kontribusi yang cukup tinggi
terhadap perbaikan gizi dan pendapatan petani. Namun demikian, keberhasilan usahatani
pekarangan ditentukan oleh kesesuaian komoditas dan peket teknologi yang digunakan. Paket-
paket usaha tani yang dapat diterapkan dan diusahakan secara terpadu dengan memanfaatkan
pekarangan diantaranya adalah budidaya tanaman tahunan (mangga, nangka, papaya, pisang, jeruk
nipis, dll), tanaman semusim (kecipir, lombok, kacang panjang, katuk, jahe. Kencur, kunyit, laos,
dll), budidaya ternak (ayam dan kambing), dan pengolahan hasil (minyak kelapa, pindang ikan,
kolang-kaling, dll) yang sesuai dengan luas pemilikan lahan pekarangan, kedaan social budaya dan
ekonomi petani setempat.
Introduksi ternak ayam ke dalam pekarangan dutujukan untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga
terutama protein hewani, sedangkan ternak kambing ditujukan untuk menunjang pendapatan
petani dan merupakan alternative untuk menabung. Bahan pakan kedua ternak tersebut mudah
diperoleh, dimana pakan ayam berupa dedak dan sisa-sisa makanan dan pakan kambing berupa
hijauan rumput dan pohon-pohon pakan yang ada disekitar rumah dan lading/kebun.
Sasaran dari usahatani pekarangan adalah tenaga kerja sisa setelah dialokasikan kepada usahatani
pokoknya. Biasanya penanganan dilakukan pada pagi sebelum ke sawah atau sore setelah pulang
dari sawah. Manajemen pekarangan umumnya dilakukan oleh ibu rumah tangga yang dibina
melalui kelompok usaha. Dengan meningkatkan pemanfaatan pekarangan tenaga kerja yang luang
dapat diarahkan pada kegiatan yang lebih produktif.

PENGEMBANGAN USAHA KECIL AGRIBISNIS


Usaha Kecil adalah suatu organisasi usaha yang hidup ditengah-tengah lingkungan sosial. Usaha
Kecil bukan benda mati atau mahluk hidup tanpa komunitas sehingga keberadaan serta
pertumbuhan dan perkembangannya sangat bergantung kepada masyarakat. Dari lingkungan
masyarakat, suatu Usaha Kecil memperoleh berbagai input produksi, tenaga kerja serta
kemungkinan juga dana. Kemudian, kepada lingkungan masyarakat pula Usaha Kecil memasarkan
produk barang maupun jasa yang dihasilkannya.
Karakteristik usaha kecil yang menjadi pembeda dengan usaha besar antara lain adalah (Sudoko,
1995):

1. Mempunyai skala usaha yang kecil, baik modal, penggunaan tenaga kerja, maupun
orientasi pasar.
2. Banyak berlokasi dipedesaan, kota kecil atau pinggiran kota besar.
3. Sumber tenaga kerja berasal dari lingkungan sekitarnya.
4. Memiliki kemampuan terbatas dalam mengadopsi teknologi
5. Pengelolaan usaha dengan administrasi yang sederhana.
6. Sering tidak memenuhi persyaratan izin usaha
7. Struktur modal sangat terbatas.

Kondisi saat ini, dari sekian banyak program pemberdayaan masyarakat yang berbasis
kewirausahaan dan usaha kecil hanya beberapa saja yang berjalan mulus dan berhasil sukses.
Sisanya hanya sebatas proyek yang lepas tanpa pembimbingan dan pembinaan yang berkelanjutan.
Habis masa kerja proyek maka lepas pula masa pembimbingan dan pembinaan. Sehingga
keberlanjutan (sustainable) program pemberdayaan hanyalah catatan dalam awal proposal proyek
dan pencanangan program saja. Melalui metode partisipatif dengan menumbuhkan peran dan jiwa
kewirausahaan, setidaknya masyarakat akan merasa memiliki dari apa yang telah dan sedang
mereka kembangkan. Dalam hal ini masyarakat akan lebih banyak mengambil keputusan dari
pelaksanaan program, karena tujuan dari program tersebut adalah solusi untuk permasalahan
mereka.
Pemberdayaan usaha kecil secara partisipatif merupakan strategi dalam paradigma pembangunan
yang berpusat pada rakyat (people centered development). Model pendekatan ini menekankan
pada pentingnya kapasitas masyarakat dalam meningkatkan kekuatan internal dalam pengelolaan
usaha kecil. Pembangunan yang berpusat pada rakyat sebagai antitesis pembangunan yang
berorientasi industri merupakan alternatif baru untuk meningkatkan hasil produksi pembangunan
dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat yang terus bertambah dan meningkat.

STRATEGI PENGEMBANGAN
Kerjasama
Salah satu usaha untuk menyikapi tantangan dan kelemahan-kelemahan usaha kecil agribisnis
adalah dengan membuat jaringan kerja kelompok. Jaringan kerja tersebut dapat dirancang melalui
suatu organisasi yang menghimpun sekelompok orang dengan kesamaan visi dan misi. Setiap
orang memiliki keterbatasan tertentu, seperti adanya lingkup kurva dengan titik maksimalnya dan
pada umumnya tidak semua orang ahli dalam setiap hal.
Membangun Team Work

Team work yang elegan dan kokoh ternyata tidak dapat dibangun begitu saja, melainkan ada
prasyaratnya,yaitu kepercayaan. Dengan demikian rasa saling percaya tanpa ada rasa saling curiga
antar karyawan, pimpinan bahkan pemilik perusahaan adalah prasyarat utama membangun sebuah
team work yang elegan, kokoh, dan tidak mudah diintervensi oleh pihak luar.

Mengelola Kelompok
Langkah pertama dalam mengelola kelompok secara efektif adalah mengetahui karakteristik
kelompok mengembangkan peran, norma, dan kepaduan kepemimpinan (Stoner dan Freeman).
Dua peran besar yang harus diperankan oleh seorang pemimpin, baik formal maupun informal
adalah : (1) peran tugas, pemimpin mengarahkan kelompok menuju penyelesaian aktivitas yang
hendak dicapai, (2) peran pembentukan dan pembinaan kelompok dimana pemimpin mencoba
memenuhi kebutuhan sosial kelompok dengan mendorong rasa solidaritas. Kombinasi kedua peran
tersebut akan memberikan sinergi yang besar terhadap efektifitas kerja kelompok.
Mengembangkan Kelompok Kerja

Dalam era reformasi kita bertekad untuk membuka seluas-luasnya koridor kemerdekaan untuk
berserikat, berkumpul, dan menyatakan pikiran. Kita ingin mengakhiri kebijakan lama yang serba
tunggal, yakni keharusan untuk membentuk satu wadah saja sebagai organisasi tempat berkumpul
kalangan profesi tertentu.

Kegiatan usaha komersil selalu mengacu pada upaya menciptakan keuntungan (profit making),
namun dalam menciptakan suatu paradigma baru untuk menjadi making profit for the stake holder.
Tersirat bahwa bisnis harus menguntungkan bagi pihak yang berkepentingan yaitu tidak hanya
pemilik, karyawan, lingkungan maupun masyarakat.
Membangun Kemitraan dan Jaringan Usaha

Pola kemitraan dan jaringan usaha yang dibangun harus berdasar prinsip bisnis yang saling
menguntungkan dan merupakan pengejawantahan dari kebersamaan berusaha, bertumbuh dan
berkembang bersama, bekerjasama sambil bersaing serta keadilan dalam pembagian nilai tambah.
Hal terpenting yang perlu diperhatikan dalam hubungan kemitraan adalah permasalahan pokok
petani sebagai plasma di awal keimitraan, yaitu perubahan pola kerja petani. Perubahan tersebut
menuntut kemampuan petani dalam mengadopsi teknologi, system pengelolaan usahatani, pola
tanam dan penanganan pasca panen. Pihak industsri yang menjadi inti dalam kemitraan akan
menetapkan criteria yang harus dipenuhi petani, diantaranya (1) akses terhadap lahan, (2)
kemamppuan mengadopsi teknologi baru, (3) potensi mengorganisasi kegiatan produksi (4)
mentaati kesepakatan yang sudah di buat, displin, loyal, jujur dan memiliki komitmen, (5)
kemmapuan mebayar kembali kredit (pinjaman) sarana produksi.

Langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan dalam pembangunan kemitraan dan jaringan
usaha diantaranya adalah:

1. Perlunya promosi yang memadai tentang potensi agroekosistem unggulan yang kondusif
kepada dunia usaha dan lembaga-lembaga yang berperan sebagai mitra usaha. Hal ini
sedikitnya dapat dilakukan oleh kelompok usaha dan juga oleh pemerintahan setempat.
2. Menumbuhkan kesadaran calon investor tentang segi positif dari investasi dalam dunia
agribisnis melaluin kelompok uasaha kecil agribisnis. Hal ini dapat dicapai melalui
kegiatan pameran dan usaha-usaha yang menekankan kemanfaatan jangka pendek maupun
jangka panjang pengembangan kemitraan agribisnis petani-pengusaha.
3. Pengembangan forum komunikasi pemaduan system dengan lembaga-lembaga penunjang
seperti lembaga bisnis, penyuluh, dinas sektoral, pengembang iptek, dll.

Pola kemitraan yang berkembang saat ini, diantaranya adalah (Sumarjo, 2001) :
1. Pola kemitraan inti plasma: Merupakan pola hubungan kemitraan antara petani/kelompok
usahatani atau kelompok mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra
usaha. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis dan
manajemen serta manmpung dan memasarkan hasil produksi. Kelompok mitra usaha harus
memebuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati.
2. Pola subkontrak: Merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan
kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra
sebagai bagian dari produksinya. Biasanya ditandai dengan adanya kesepakatan kontrak
bersama mencakup volume, harga, mutu dan waktu.
3. Pola kemitraan dagang umum: Merupakan pola hubungan usaha dalam pemasaran hasil
antara pihak perusahaan pemasar dengan pihak kelompok usaha pemasok kebutuhan yang
diperlukan oleh perusahaan pemasar.
4. Pola kemitraan keagenan: Merupakan bentuk kemitraan dengan peran pihak perusahaan
menengah atau besar memberi hak khusus untuk memasarkan barang atau jasa usaha
perusahaan atau usaha kecil mitra usaha. Perusahaan besar/menengah bertanggungjawab
atas mutu dan volume barang, sedangkan usaha kecil mitranyya berkewajiban memasarkan
produk atau jasa tersebut.
5. Pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis: Merupakan pola hubungan bisnis,
dimana kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga. Sedangkan pihak
perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen dan pengolahan sarana produksi
untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi agribisnis
Secara umum, pemberdayaan kewirausahaan usaha kecil dapat dilakukan secara partisipatif
dengan berbasis pada prinsip dasar sebagai berikut :

(1) memandang masyarakat sebagai subjek,


(2) praktisi menempatkan diri sebagai insider,
(3) masyarakat yang membuat model, peta, diagram, mengkaji/mengagalisis, menyajikan hasil,
mengkaji ulang dan merencanakan kegiatan usahanya, dan
(4) model pemberdayaan dan partisipatif masyarakat dalam menentukan indikator sosial.

Akhirnya, apabila kita pelajari situasi dan kondisi saat ini, dimana masyarakat sudah mampu
menilai dan mengambil keputusan. Maka peran-peran agen perubah masyarakat harus lebih
banyak memberikan kesempatan kepada mereka untuk secara partisipatif menentukan program
pembangunannya. Pengembangan kewirausahaan secara partisipatif akan merangsang necessary
condition dan mendukung cita-cita pembangunan yang sesungguhnya.

REFERENSI
Beirlem, J.G., Scnneeberger, K.C. and Osburn, D.D. Principles of Agribusiness Management. A
Reston Bookl. Prentice-Hall Englewood Cliffs. New Jersey

David, Cristina C. And Keijiro Otsuka 1994. Modern Rice Technology and Income Distribution
in Asia. Rienner Pub. Boulde & London, IRRI, Manila, 1994.
Dihansih, E. 1999. Produksi Padi-Itik-Ikan-Duckweed dalam ssitem Usahatani di Desa Purwasari
Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Program Pascasarjana-Institut Pertanian Bogor.
Dirjend. Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1999. Vademekum, 1999.

Ikhsan, M. 1999. Kebijakan Kesempatan Kerja dan Kemiskinan. Makalah disampaikan Pada
Round Table Discussion di Kantor Menteri Negara Pangan dan Hortikultura, Jakarta, 23 Juni 1999.
Kasryno, Faisal. 1992. Indonesia: Diversification as an Agricultural Policy Instrument. In
Barghouti, S. et all. (Editors).1992. Trends in Agricucltural Diversification: Regional Perspectives.
W.B. Washington D.C. 1992.
Materi 5

Permintaan dan Penawaran Hasil Pertanian

Karakteristik Harga
Sangat dipengaruhi karakteristik alamiahnya
Ada time lag dalam produksi on farm
- Gap antara pengambilan keputusan produksi dan saat panen
- Produksi pertanian bersifat kontinyu
- Skala usaha disekonomis
- Dispersi lokasi produksi
Biaya produksi tinggi, akurasi estimasi suplai rendah
Petani merupakan unit decision maker untuk konsumsi sekaligus produksi

Prinsip-Prinsip Penetapan Harga

Konsep Dasar Teori Permintaan

 Unit analisis konsumen individual.


 Setiap konsumen dihadapkan pada masalah pilihan.
 Kebutuhan, karakteristik personal, dan lingkungan fisik dan sosial.
 Konsumen memiliki pendapatan yang terbatas.
 Jadi masalah konsumen adalah memilih produk spesifik yang dapat memberikan tingkat
kepuasan tertinggi sesuai dengan anggaran yang dimilikinya.
 Permintaan konsumen didefinisikan sebagai sejumlah komoditi yang konsumen bersedia
dan mampu membayar pada berbagai tingkat harga, ceteris paribus.
 Permintaan konsumen ini dapat dinyatakan dengan dua cara yaitu tabulasi (skedul
permintaan) dan grafis atau fungsi aljabar (kurva permintaan).

Definisi Fungsi Permintaan


Fungsi permintaan adalah hubungan antara harga dan kuantitas yang diminta konsumen per unit
waktu, ceteris paribus. Harga dan kuantitas permintaan berbanding terbalik, sehingga kurva
permintaan berslope negatif. Hubungan ini disebut sebagai hukum permintaan.

 Permintaan menggambarkan keadaan keseluruhan daripada hubungan diantara harga dan


jumlah permintaan
 Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan:
– harga barang itu sendiri,
– harga barang lain yang terkait,
– tingkat pendapatan per kapita,
– selera atau kebiasaan,
– jumlah penduduk,
– perkiraan harga di masa mendatang,
 Hukum permintaan pada hakekatnya menyatakan bahwa makin rendah harga suatu barang,
makin banyak permintaan atas barang tersebut; sebaliknya makin tinggi harga suatu barang
makin sedikit permintaan atas barang tersebut , dengan asumsi (anggapan) ceteris paribus.
 Penawaran dapat didefinisikan sebagai daftar yang menunjukkan jumlah suatu barang
dimana produsen ingin dan dapat menjual pada berbagai tingkat harga untuk periode waktu
tertentu
 Faktor yang mempengaruhi penawaran: – harga barang – harga barang lain (barang
substitusi atau komplementer) – harga input / faktor produksi – biaya produksi – teknologi
produksi – jumlah pedagang / penjual – tujuan perusahaan – kebijakan pemerintah.
 Hukum penawaran pada dasarnya menyatakan bahwa semakin tinggi harga suatu barang
makin banyak jumlah barang tersebut yang akan ditawarkan oleh para penjual, sebaliknya
makin rendah harga suatu barang makin sedikit jumlah barang tersebut yang ditawarkan
oleh para penjual.
 Keseimbangan Pasar
Terdapat empat kemungkinan perubahan atau pergeseran kurva permintaan dan penawaran
yaitu :
– Permintaan bertambah (kurva permintaan bergeser kekanan)
– Permintaan berkurang (kurva permintaan bergeser kekiri)
– Penawaran bertambah (kurva penawaran bergeser kekanan)
– Penawaran berkurang (kurva penawaran bergeser kekiri)
Masing-masing perubahan tersebut dapat berubah sendiri atau permintaan dan penawaran
berubah secara serentak.

Permintaan Pasar
Permintaan pasar adalah generalisasi konsep permintaan konsumen yang didefinisikan
sebagai alternatif kuantitas yang konsumen bersedia dan mampu membeli pada berbagai
tingkat harga, ceteris paribus. Permintaan pasar merupakan penjumlahan dari seluruh
permintaan konsumen individual.

Perubahan Permintaan
Penting untuk dibedakan antara perubahan kuantitas yang diminta dan perubahan
permintaan (antara pergerakan sepanjang kurva permintaan dan pergeseran kurva
permintaan).
Faktor-faktor yang mempengaruhi level permintaan sedikitnya dapat dibedakan menjadi
empat yaitu:
 jumlah penduduk dan distribusinya berdasarkan umur, daerah geografis, dsb
 pendapatan konsumen dan distribusinya
 harga dan pasokan komoditi dan jasa lain
 selera dan preferensi dokumen

Konsep distributed lag


Gagasan proses adaptasi terhadap perubahan harga yang tertunda, dapat dijelaskan
melalui konsep distributed lag.
Perbedaan waktu antara penyebab dan dampak suatu perubahan disebut lag. Dalam
teori permintaan, perubahan harga diidentifikasikan sebagai penyebab dan perubahan
kuantitas permintaan sebagai dampak.
Dampak penyesuaian kuantitas terhadap perubahan harga berlangsung sepanjang kurun
waktu tertentu, tidak terjadi serentak dan segera.
Salah satu masalah yang muncul dalam analisis empirik adalah banyaknya pola
adaptasi yang secara teoritis mungkin terjadi.
Model distributed lag biasanya mengasumsikan pola adaptasi geometrik. Dalam
penelitian empirik model ini seringkali digunakan untuk mengestimasi hubungan
suplai dan demand produk-produk pertanian.
Permintaan Turunan

 Konsumen adalah salah satu determinan bentuk dan posisi fungsi permintaan, itulah
sebabnya permintaan konsumen akhir biasa disebut sebagai permintaan primer.
 Pada analisis empirik harga eceran dan data kuantitatif digunakan untuk menetapkan
hubungan permintaan primer tsb.
 Kata’ permintaan turunan’ digunakan untuk menunjukkan skedul permintaan input yang
digunakan untuk memproduksi produk akhir. Jagung, misalnya merupakan input penting
untuk industri ternak, sementara gandum digunakan untuk memproduksi beraneka ragam
roti. Jadi permintaan gandum dan jagung diturunkan dari permintaan untuk produk akhir
yang bersangkuta (roti dan pakan ternak). Skedul permintaan input seperti tenaga kerja dan
lahan juga dapat diturunkan secara langsung dari fungsi permintaan komoditi yang
menggunakan input-input tersebut.
 Konsep permintaan turunan juga dapat diperluas hingga fungsi permintaan pada level
wholesaler.
 Permintaan turunan berbeda dengan permintaan primer bila ditinjau dari jumlah produk
yang dipasarkan dan proses penetapan harga per unit produk.
 Kurva permintaan dapat berubah karena pergeseran kurva permintaan primer atau
disebabkan oleh perubahan margin pemasaran.
 Secara empirik fungsi permintaan turunan dapat diestimasi, baik secara tidak langsung
dengan membagikan margin skedul permintaan primer atau secara langsung dengan
menggunakan data harga dan kuantitas pada setiap tahap pemasaran.
 Sebagai contoh, harga dan kuantitas di tingkat pengecer dapat digunakan untuk
mengaproksimasikan permintaan turunan pada tingkat intermediate, sementara harga di
tingkat petani dan data penjualannya dapat dipakai untuk mengestimasi kurva permintaan
produsen.
(Koerniawati, n.d.)

Elastisitas
• Elastisitas
mengukur perubahan relatif sesuatu variabel sebagai akibat adanya perubahan relatif
variabel lainnya. Ada 3 konsep elastisitas permintaan:
a. Elastisitas permintaan terhadap harga (Price elasticity of demand)
Ep = (dQ1/Q1)/dP1/P1)
= % perubahan jumlah barang yang diminta
% perubahan harga

– Angka Ep:
- Inelastis (Ep < 1)
- Elastis (Ep > 1)
- Elastis unitary (Ep = 1)
- Inelastis sempurna (Ep = 0)
- Elastis tak terhingga (Ep = ~)

• Faktor-Faktor yang Menentukan Elastisitas Harga


- Tingkat substitusi
- Jumlah pemakai
- Proporsi kenaikan harga terhadap pendapatan konsumen
- Jangka waktu

b. Elastisitas permintaan silang (Cross elasticity of demand)


Epc = (dQ1/Q1)/dP2/P2)
= %perubahan jumlah yg diminta atas barang X
% perubahan harga barang Y
Epc > 0 ➔ X mrp substitusi Y
Epc < 0 ➔ X dan Y komplementer
c. Elastisitas Pendapatan (income elasticity of demand)
Ey = (dQ1/Q1)/ dY/Y)
= % perubahan barang yang diminta
% perubahan harga

• Makin tinggi pendapatan, makin rendah elastisitas


• Fleksibilitas Harga (elastisitas jumlah) :
= % perubahan harga
% perubahan jumlah
• Elastisitas harga ➔ dapat digunakan untuk mengatur jumlah barang yang diminta
• Fleksibilitas harga ➔ ➔ dapat digunakan untuk mengatur harga barang

• Elastisitas Penawaran
a. Elastisitas harga atas Penawaran Es = (dQ/Q)/( dP/P)
= % perubahan jml barang yang ditawarkan
% perubahan harga
b. Elastisitas penawaran silang e = (dQ1/Q1)/dP2/P2)
= % perubahan jumlah yg ditawarkan atas barang X
% perubahan harga barang Y
• e = positif ➔ barang X dan Y adalah joint product
• e = negatif ➔ barang X dan Y adalah barang bersaing

• Dua perbedaan penting antara kurva permintaan dan penawaran adalah:


i. Waktu dalam hal penawaran
ii. Pengaruh harga terhadap jumlah yang ditawarkan tidak dapat dibalikkan
• Faktor-faktor yang menentukan Elastisitas Penawaran
a. Jenis produk
b. Sifat perubahan biaya produksi
c. Jangka waktu
(Syafar, 2016)

REFERENSI
Koerniawati, T. (n.d.). Penawaran dan permintaan produk pertanian.
Syafar, A. (2016). Permintaan Dan Penawaran Hasil Pertanian - Piep.
Https://Www.Academia.Edu/5418511/PERMINTAAN_DAN_PENAWARAN_HASIL_PERT
ANIAN_PIEP?Auto=download, 1–9.
Materi 6

Biaya Produksi

Pengertian Biaya Produksi


Biaya yang digunakan dalam proses produksi eliputi bahan baku ,biaya tenaga kerja langsung
,biaya overhead pabrik,yang jumlahnya lebih besar dibanding dengan jenis biaya lain. Biaya
produksi yaitu semua pengeluaran perusahaan untuk memperoleh faktor faktor produksi oleh
perusahaan tersebut. Jangka panjang; jangka waktu dimanasemua faktor produksi dapat
mengalami perubahan , Jangka pendek; jangka waktu dimana sebagian faktor produksi dapat
berubah dan sebagian lagi tidak dapat berubah.

Analisis biaya produksi


Selisih biaya produksi terdiri dari analisis biaya,bahan baku ,tenaga kerja langsung dan biaya
overhead pabrik. Analisis ini dapat digunakan sebagai alat pengendalian biaya produksi dengan
biaya sesungguhnya untuk mengetahui efisiensi atau tidak efisien biaya produksi.
Dalam analisis biaya produksi perlu memperhatikan;

1. Biaya produksi rata rata Biaya adalah produksi total rata rata produksi tetap dan biaya variabel
rata rata.
2. Biaya Produksi marginal adalah tambahan biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk
menambah 1unit produksi.

Biaya Uang dan Biaya In-Natura


Biaya produksi dapat dibagi menjadi dua, yaitu biaya – biaya yang berupa uang tunai (misalnya,
untuk upah kerja, persiapan atau penggarapan lahan, serta biaya – biaya untuk membeli pupuk dan
obat – obatan), serta biaya – biaya yang dibayarkan dalam bentuk in-natura (misalnya, biaya –
biaya panen, bagi hasil, sumbangan – sumbangan, dan pajak). Besar – kecilnya biaya berupa uang
tunai ini sangat mempengaruhi pengembangan usaha tani. Terbatasnya jumlah uang tunai yang
dimiliki petani, apalagi ketika fasilitas perkreditan belum ada,sangat menentukan berhasil–
tidaknya pembangunan pertanian. Penerapan teknologi baru untuk meningkatkan prosuksi dewasa
ini hamper semuanya menggunakan faktor produksi yang memerlukan biaya uang tunai yang
cukup besar.
Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap
Dalam jangka pendek, biaya produksi dapat pula dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biaya
tidak tetap atau biaya variable. Biaya tetap adalah semua jenis biaya yang besar –kecilnya tidak
tergantung pada besar kecilnya produksi. Yang termasuk dalam kelompok biaya tetap, misalnya
sewa tanah yang berupa uang atau pajak, yang penentuannya berdasarkan luas lahan. Jumlah biaya
tetap adalah konstan. Selain biaya tersebut, hampir semua biaya termasuk dalam kelompok biaya
tidak tetap karena besar – kecilnya berhubungan langsung dengan besar – kecilnya produksi. Yang
termasuk dalam kelompok biaya tidak tetap, misalnya biaya – biaya untuk bibit, persiapan, serta
pengolahan lahan dan lain – lain. Jumlah biaya variable sama dengan jumlah dfaktor produksi
variable dikalikan dengan biaya factor produksi. Pajak pun kadang dapat dikelompokkan dalam
biaya variable ketika besar – kecilnya ditentukan berdasarkan persentase hasil produksi netto.
Dalam jangka panjang, pengertian biaya tetap dapat menjadi biaya variable karena sewa tanah
dapat berubah sejalan dengan meningkatnya nilai tanah, alat – alat pertanian harus ditambah
karena telah melampaui umur ekonomisnya, serta bangunan gudang harus diperluas dan diperbaiki
karena sudah tidak layak lagi menampung dan menyimpan hasil produksi.

Biaya Rata – Rata, Biaya Marjinal, dan Pendapatan Marjinal


Biaya rata – rata adalah biaya produksi total dibagi dengan jumlah produksi. Angka biaya produksi
rata – rata ini sangat sukar disusun karena antar daerah yang satu dengan daerah yang lain tidak
sama, bahkan antara petani yang satu dengan petani lainnya dalam satu daerah yang sama
sekalipun. Oleh karena itu, perhitungan biaya rata – rata ini tidak selamanya dapat dipergunakan
sebagai bahan penyusun kebijaksanaan yang benar – benar realistis bagi seluruh Negara. Biaya
total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produksi. Biaya total ini pun
seringkali belum memasukkan nilai tenaga kerja keluarga dan biaya – biaya lain dari dalam
keluarga sendiri yang juga dimasukkan ke dalam proses produksi, yang sukar ditaksir nilainya.
Yang penting untuk diperhatikan adalah “biaya batas”. Biaya batas adalah tambahan biaya yang
harus dikeluarkan petani untuk menghasilkan satu kesatuan tambahan hasil produksi.
Tambahan biaya untuk memproduksi satu unit tambahn ini disebut “ biaya marginal”. Marjinalitas
merupakan konsep ekonomi yang dirancang untuk membantu para manajer memaksimisasi laba.
Biaya produksi untuk satu unit tambahan akan berbeda – beda pada saat jumlah produk semakin
meningkat. Biasanya, biaya ini akan menurun bila semakin banyak produk yang dihasilkan dan
dijual habis sampai pada titik tertentu. Ketika batas kapasitas produksi dicapai maka akan semakin
sulit untuk mempertahankan kenaikan produksi. Biaya marjinal sedikit demi sedikit akan mulai
meningkat lagi bila kekurangan kapasitas produksi makin besar.
Petani pada umumnya lebih mengukur efisiensi usaha taninya dari sudut pandang besarnya hasil
produksi, bukan pada rendahnya biaya untuk memproduksikan hasil tersebut. Tentu saja, hal
tersebut dapat dipahami mengingat bahwa tujuan utama produksi yang dilakukannya adalah
pendapatan keluarga sebesar – besarnya agar kebutuhan makan keluarga tercukupi sepanjang
tahun, sementara segala jerih payah atau biaya untuk memproduksikan hasil pertaniannya berupa
tenaga kerja seluruh anggota keluarga tidak dinilai dengan uang sehingga juga tidak dianggap
sebagai biaya.

Bekerja disawah dipandang merupakan kewajiban keluarga. Ini berbeda dengan pertanian
komersial yang tujuan produksinya adalah untuk pasar dan keuntungan. Setiap hasil yang dijual
ke pasar selalu menemui saingan yang mungkin lebih baik. Ketika terdapat dua produk yang sama
maka pembeli akan memilih produk yang harganya lebih murah. Oleh karena itu, petani komersial
akan sangat berkepentingan untuk memproduksi hasil pertanian dengan biaya semurah murahnya
agar tidak merugi. Karena tidak ada petani yang benar – benar komersial( yang ada pada umunya
adalah petani-petani yang berada dalam posisi transisi dari pertanian subsisten ke pertanian
komersial) maka yanga ada dalam pikirannya adalah bagaimana dapat mencapai hasil produksi
yang sebesar besarnya dengan sekaligus berusaha agar biaya yang harus dikeluarkan- terutama
biaya-biaya berupa uang tunai dapat diminimalkan.

Opportunity Cost
Beberapa biaya terkadang tersembunyi seperti kehilangan kesempatan untuk menggunakan input
di berbagai cara ,misalnya menggunakan waktu kerja dalam menjalankan usaha sendiri sama
artinya melepaskan kesempatan lain untuk mendapatkan pekerjaan dari pekerjaan lain

Suatu barang mempunyai pemakaian alternatif yang bermacam macam,misalnya; komoditas


pertanian dilihat dari kwalitasnya A,B,C,dan D barang dengan kwalitas A jarang dibuat karena
permintaan akan barang B dan C diminati dan terjangkau oleh konsumen,oleh kerena itu hanya
pada occasion tertentu saja barang A di produksiseperti;menjelanglibur keagamaan nasional(hari
keagaagamaaan dan tahun baru).

Biaya yang benar-benar dikeluarkan disebut dengan biaya eksplisit. Adapun biaya peluang
merupakan biaya implisit. Baik biaya eksplisit maupun biaya implisit harus diperhitungkan dalam
melakukan keputusan-keputusan ekonomi. Kedua biaya ini disebut dengan biaya sesungguhnya
(genuine cost).

Konsep biaya peluang ini adalah bahasan sentral dalam ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi selalu
mempertimbangkan biaya peluang dari setiap keputusan dalam memenuhi kebutuhan atau
melakukan kegiatan ekonomi.
Dalam memilih bidang kegiatan produksi, kita harus melakukan perhitungan dengan cermat
Misalkan saja dalam meningkatkan pendapatan nasional pemerintah meninggalkan sektor
pertanian dan beralih ke sektor industri. Akibatnya adalah hilangnya kesempatan kerja bagi
puluhan juta orang di sektor pertanian karena harus menunggu untuk memperoleh pekerjaan baru
di sektor lain. Selain itu, sarana pertanian yang dimiliki menjadi terbengkalai.
Jangka Pendek dan Jangka Panjang
Short Run Satu Input Variabel
Fungsi jangka pendek
1. Mengidentifikasikan efisiensi untuk memproduksi sesuai dengan output yang dikeluarkan
2. Biaya variabel;biaya bahan baku
3. Biaya total;biaya variabel ditambah biaya tetap
4. Dapat diukur secara grafik maupun matematis
Analisis biaya jangka pendek

Jangka waktu dimana sebagian faktor produksi tidak dapat ditambah jumlahnya.
1. Biaya tetap total (TFC), yaitukeseluruhan biaa produksi yang digunakan untuk menghasilkan
sejumlah output tertentu baik bersifat tetap atau variabel.
2. Biaya Variabel total (TVC) yaitu keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk
memperoleh faktor produksi yang bersifat variabel.
3. Biaya Total (TC)yaitu biaya yang julahnya tidak terhitung dari banyak sedikitnya jumlah
output bahkanbila untuk sementaraproduksi dihentikan ,biaya tetap ini harus tetap
dikeluarkan dallm jumlah yang sama (TC=TFC+TVC)

Long Run Dua Input Variabel


Dalam biaya jangka panjang semua input adalah biaya variabel,produksi perusahaan akan efisien
apabila menggunakan kombinasi dari input yang berbeda kombinasi dengan biaya terendah yang
lebih efisien .Jika sebuah perusahaan mempunyai dua inpu yakni K dan L maka input dan output
that are firely divisible.

Analisis biaya Jangka panjang


Suatu proses produksi dimana sumberdaya yang digunakan dalam proses produksi bersifat variabel
jumlahnya dapat berubah-ubah.Fungsi biaya jangka panjang meliputi biaya rata rata jangka
panjang (LAC)biaya marginal jangka panjang (LMC) yang dieroleh dari biaya total jangka
panjang(LTC).

Kesimpulan
Biaya digunakan dalam proses produksi eliputi bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya
overhead pabrik, yang jumlahnya lebih besar dibanding dengan jenis biaya lain.
Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh hasil yang sudah diterima. Biaya
produksi yaitu semua pengeluaran perusahaan untuk memperoleh faktor faktor produksi oleh
perusahaan tersebut. Biaya produksi memiliki bagian-bagian seperti; biaya tetap dan biaya
variabel, opportunity cost dan konsep jangka pendek dan jangka panjang.

Dalam jangka pendek, biaya produksi dapat dikelompokkan menjadi, biaya tetap adalah semua
jenis biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi. Sedangkan biaya
variabel adalah besar kecilnya ditentukan berdasarkan persentase hasil produksi netto dan jangka
waktu dimana sebagian faktor produksidapat berubah dan sebagian lagi tidak dapat berubah.
Dalam jangka panjang, biaya tetap dapat menjadi biaya variabel dimana jangka waktu dimana
semua faktor produksi dapat mengalami perubahan.

Opportunity cost merupakan biaya peluang dimana kesempatan terbaik yang hilang karrena
memilih aktivitas ekonomi tertentu.

Referensi
Hanafie. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian.Yogyakarta: Andi Offset

Eko, Yuli. 2009. Ekonomi 1 : Untuk SMA dan MA Kelas X. Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional : Jakarta.
Mulyati, sri Nur dan Mahfudz, Agus dan Permana, Leni. 2009. Ekonomi 1 : Untuk Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah Kelas X. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional :
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai