Anda di halaman 1dari 138

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA TN.

U
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN:
TUBERCULOSIS PARU DI UPTD PUSKESMAS
KABUPATEN PURWAKARTA
TAHUN 2021

Karya Tulis Ilmiah ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk
Menyelesaikan Pendidikan Ahli Madya Keperawatan pada Akademi
Keperawatan RS. Efarina Purwakarta

LUSI MA’RIFATUN HASANAH


1800001017

AKADEMI KEPERAWATAN RS EFARINA PURWAKARTA


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Karya tulis ilmiah oleh Lusi Ma’rifatun Hasanah dengan judul “ ASUHAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA TN. U DENGAN

GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN : TUBERCULOSIS PARU DI UPTD

PUSKESMAS KABUPATEN PURWAKARTA TAHUN 2021” telah

dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 28 Juli 2021.

Dewan Penguji

Penguji Ketua Penguji Anggota I Penguji Anggota II

Ns. Nandang Tisna A.A. S.Kep.,M.Kep. Ns. Aditiya Rahman, S.Kep. Ns. Hendar Sutisna, S.Kep.,M.Kep.
NIDN. 0416078603 NIK. 181016 NIK. 180314

Mengetahui
Direktur Akper RS Efarina

Ns. Wirdan F. Rahman, S.Kep., M.Kep.


NIDN. 0414068501
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya tulis ilmiah oleh Lusi Ma’rifatun Hasanah NIM 1800001017 dengan judul

“ ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA TN. U DENGAN

GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN: TUBERCULOSIS PARU DI UPTD

PUSKESMAS KABUPATEN PURWAKARTA TAHUN 2021” telah diperiksa

dan disetujui untuk diujikan.

Purwakarta, 28 Juli 2021

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Ns. Hendar Sutisna, S.Kep.,M.Kep. Ns. Aditiya Rahman, S. Kep.


NIK. 180314 NIK. 181016
LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal oleh Lusi Ma’rifatun Hasanah NIM 1800001017 dengan judul

“ ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA TN. U DENGAN

GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN: TUBERCULOSIS PARU DI UPTD

PUSKESMAS KABUPATEN PURWAKARTA TAHUN 2021” telah diperiksa

dan disetujui untuk diujikan.

Purwakarta, 03 Juli 2021

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Ns. Hendar Sutisna, S.Kep.,M.Kep. Ns. Aditiya Rahman, S. Kep.


NIK. 180314 NIK. 181016
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Lusi Ma’rifatun Hasanah

NIM : 1800001017

Program Studi : D-III Keperawatan

Institusi : Akademi Keperawatan RS Efarina Purwakarta

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini

adalah benar – benar merupakan hasil karya sendiri dan merupakan pengambilan

alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya aku sebagai hasil tulisan atau

pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini

hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Purwakarta, 09 Agustus 2021


Pembuat Pernyataan

Lusi Ma’rifatun Hasanah


1800001017

Mengetahui

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Ns. Hendar Sutisna, S.Kep.,M.Kep. Ns. Aditiya Rahman, S. Kep.


NIK. 180314 NIK. 181016
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN RS. EFARINA
2021

LUSI MA’RIFATUN HASANAH


1800001017

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA TN.U DENGAN


GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN: TUBERCULOSIS PARU DI UPTD
PUSKESMAS KABUPATEN PURWAKARTA TAHUN 2021.
ix + 104 halaman + 11 tabel + 3 bagan + 11 lampiran

ABSTRAK

Angka morbiditas penyakit Tuberculosis Paru di Indonesia sangat tinggi dimana


prevalensi Tuberculosis paru di indonesia sebanyak 420.994 kasus . Di Jawa Barat
prevalensi Tuberculosis Paru sebanyak 186.809 kasus dan di Kabupaten
Purwakarta Sebanyak 521 kasus. Masalah yang sering muncul pada pasien
Tuberculosis paru yaitu sesak nafas, batuk, nyeri pada dada dan penurunan berat
badan. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan asuhan keperawatan pada
pasien Tuberculosis paru di UPTD Puskesmas Kabupaten Purwakarta tahun 2021.

Metode penelitian yang digunakan yaitu studi kasus dalam bentuk deskriptif.
Waktu penelitian selama empat hari. Subjek penelitian pada studi kasus ini adalah
pasien dengan diagnosa medis Tuberculosis paru. Cara pengumpulan data dimulai
dari wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Analisa yang digunakan pada
penelitian ini menganalisis semua temuan pada tahapan proses keperawatan.

Hasil pengkajian didapatkan keluhan utama yaitu batuk berdahak yang sulit untuk
dikeluarkan, sesak nafas, dan penurunan berat badan. Hasil pengkajian ditemukan
diagnosa keperawatan, yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan penumpukan sekret, pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
hiperventilasi, dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan kurangnya asupan makanan. Rencana keperawatan sesuai dengan Nanda
NIC-NOC, sebagian besar rencana tindakan keperawatan dapat dilaksanakan pada
imlementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan terhadap diagnosa
keperawatan yang ditemukan dapat teratasi.

Kata Kunci : Asuhan Keperawatan, Sistem Pernafasan, Tuberculosis Paru


Kepustakaan : 18 (2015 - 2020)

i
DIII NURSING STUDY PROGRAM
NURSING ACADEMY RS. EFARINA
2021
LUSI MA'RIFATUN HASANAH
1800001017

MEDICAL SURGICAL NURSING CARE IN TN.U WITH RESPIRATORY


SYSTEM DISORDERS: LUNG TUBERCULOSIS IN UPTD PUSKESMAS
DISTRICT PURWAKARTA IN 2021.
ix + 104 pages + 11 tables + 3 charts + 11 attachments
ABSTRACT
The morbidity rate of pulmonary tuberculosis in Indonesia is very high where the
prevalence of pulmonary tuberculosis in Indonesia is 420.994 cases. In West Java,
the prevalence of pulmonary tuberculosis was 186.809 cases and in Purwakarta
Regency there were 521 cases. Problems that often arise in patients with
pulmonary tuberculosis are shortness of breath, cough, chest pain and weight loss.
The purpose of this study was to describe nursing care for pulmonary tuberculosis
patients at the UPTD Puskesmas District Purwakarta in 2021.
The research method used is a case study in descriptive form. Research time for
four days. The research subjects in this case study were patients with a medical
diagnosis of pulmonary tuberculosis. The method of data collection starts from
interviews, observations and documentation studies. The analysis used in this
study analyzes all findings at the advanced stages of the process.
The results of the examination of the main complaints are cough with phlegm that
is difficult to remove, shortness of breath, and weight loss. The results of the
diagnostic assessment are supported, namely the lack of airway clearance that is
found to be related to secretions, ineffective breathing patterns related to
hyperventilation, and imbalances less than needs related to lack of food intake.
The plans carried out in accordance with the Nanda NIC-NOC, most of the plans
that can be carried out for implementation, and evaluation of the diagnostics that
can be carried out.

Keywords: Nursing Care, Respiratory System, Pulmonary Tuberculosis


Literature : 18 (2015 - 2020)

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan

Berkat dan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis

Ilmiah ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Tn.U

Dengan Gangguan Sistem Pernafasan : Tuberculosis Paru di UPTD Puskesmas

Kabupaten Purwakarta Tahun 2021”. Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini

merupakan tugas akhir untuk menyelesaikan program pendidikan DIII

Keperawatan di Akademi Keperawatan RS. Efarina.

Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dari berbagai pihak, sangat sulit

bagi penulis untuk menyelesaikan Karya Tulis Ini. Oleh karena itu penulis

mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Wirdan Fauzi Rahman, S.Kep., Ners., M.Kep. Selaku direktur

Akademi Keperawatan RS. Efarina Purwakarta.

2. Ibu Rina Fera Dwianti Kastino, S.Kep., Ners., M.Kep. Selaku Wadir I

Akademi Keperawatan RS. Efarina Purwakarta dan koordinator KTI 2021.

3. Bapak Hendar Sutisna, S.Kep., Ners., M.Kep. Selaku Pembimbing I yang

dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, pengarahan, serta saran

dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini mulai dari awal sampai akhir.

4. Bapak Aditiya Rahman, S.Kep., Ners. Selaku Pembimbing II yang dengan

penuh kesabaran memberikan bimbingan, pengarahan, serta saran dalam

pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini mulai dari awal sampai akhir.

iii
5. Bapak Nandang Tisna A.A. S.Kep., Ners., M.Kep. selaku penguji yang telah

banyak memberikan saran dan masukan.

6. Para dosen dan staf pendidikan Akademi Keperawatan RS. Efarina

Purwakarta.

7. Keluarga terutama orangtua tercinta yang selalu mendukung dan mendoakan

penulis selama menjalani proses pendidikan.

8. Orang – orang terdekat dan kerabat yang telah membantu dan memberikan

dukungan dalam penyelesaian Karya Tulis ini.

Demikian ucapan terimakasih penulis atas partisipasi dari semua pihak

yang telah di tulis sebelumnya.

Penulis juga menyadari bahwa penulisan Karya Tulis Ilmiah ini jauh dari

kesempurnaan. Namun demikian, penulis tetap mengharapkan kritikan dan saran

yang membangun demi memperbaiki Karya Tulis Ilmiah ini. Akhir kata semoga

Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Purwakarta, 28 Juli 2021

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak...................................................................................................................i

Abstract.................................................................................................................ii

KATA PENGANTAR........................................................................................iii

DAFTAR ISI.........................................................................................................v

DAFTAR TABEL..............................................................................................vii

DAFTAR BAGAN............................................................................................viii

DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................ix

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Batasan Masalah.........................................................................................5
C. Rumusan Masalah......................................................................................6
D. Tujuan Penelitian........................................................................................6
1. Tujuan Umum.......................................................................................6
2. Tujuan Khusus......................................................................................6
E. Manfaat Penelitia .......................................................................................7
F. Sistematika Penulisan.................................................................................8

BAB II TINJAUAN TEORI..............................................................................10

A. Konsep Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)..................................10


1. Pengertian Puskesmas........................................................................10
2. Tujuan Puskesmas..............................................................................11
3. Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas..................................................11
4. Tugas, Fungsi Dan Wewenang Puskesmas........................................13
5. Persyaratan Puskesmas.......................................................................14
6. Kategori Puskesmas............................................................................17
7. Upaya Kesehatan................................................................................19
8. Sistem Informasi Puskesmas..............................................................20
9. Peran perawat kesehatan masyarakat.................................................20
B. Konsep Penyakit Tuberculosis Paru.........................................................25
1. Definisi ..............................................................................................25
2. Anatomi dan fisiologi sistem pernafasan...........................................26
3. Etiologi...............................................................................................31
4. Patofisiologi .......................................................................................32
5. Pathway..............................................................................................34

v
6. WOC...................................................................................................35
7. Klasifikasi..................................................................................... .....36
8. Manifestasi klinis................................................................................37
9. Penatalaksanaan..................................................................................40
10. Pemeriksaan penunjang......................................................................48
11. Komplikasi.........................................................................................51
C. Konsep proses asuhan keperawatan tuberculosis paru.............................52
1. Pengkajian Keperawatan....................................................................52
2. Analisa Data.......................................................................................56
3. Diagnosa Keperawatan.......................................................................57
4. Intervensi Keperawatan......................................................................57
5. Implementasi Keperawatan................................................................62
6. Evaluasi Keperawatan........................................................................62

BAB III METODOLOGI PENELITIAN........................................................62

A. Pendekatan................................................................................................63
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian...................................................................63
C. Subyek Penelitian.....................................................................................63
D. Pengumpulan Data...................................................................................64
E. Analisa Data.............................................................................................65
F. Uji Keabsahan Data..................................................................................66
G. Etika Penelitan..........................................................................................66

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................69

A. Hasil Studi Kasus.....................................................................................69


1. Pengkajian..........................................................................................69
2. Diagnosa keperawatan........................................................................80
3. Rencana keperawatan.........................................................................81
4. Implementasi keperawatan.................................................................84
5. Evaluasi keperawatan.........................................................................84
B. Pembahasan .............................................................................................94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................99

A. Kesimpulan...............................................................................................99
B. Saran.......................................................................................................100

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................102

vi
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Panduan Oat Kategori 1......................................................................43

Tabel 2.2. Panduan Oat Kategori 2......................................................................44

Tablet 2.3. Panduan Oat Kategori 3.....................................................................45

Tablet 2.4. Panduan Oat Sisipan .........................................................................46

Tabel 2.5. Efek Samping Dari Obat-Obat Tbc.....................................................47

Tabel 2.6. Intervensi Keperawatan.......................................................................57

Tabel 4.1. Data Pola Kebiasaan............................................................................72

Tabel 4.2. Terapi Yang Diberikan........................................................................77

Tabel 4.3. Analisa Data........................................................................................78

Tabel 4.4. Intervensi Keperawatan.......................................................................81

Tabel 4.5. Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan...........................................84

vii
DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 2.1. Pathway..............................................................................................34

Bagan 2.2. WOC...................................................................................................35

Bagan 4.1. Genogram...........................................................................................71

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Informed Consent

Lampiran 2. Lembar Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 3. Leaflet Batuk Efektif

Lampiran 4. Satuan Acara Penyuluhan Batuk Efektif

Lampiran 5. Standar Operasional Prosedur Batuk Efektuf

Lampiran 6. Lembar Konsultasi Pembimbing I

Lampiran 7. Lembar Konsultasi Pembimbing II

Lampiran 8. Lembar Konsultasi Penguji

Lampiran 9. Dokumentasi

Lampiran 10. Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 11. Surat Pesetujuan Ujian Sidang

Lampiran 12. Riwayat Hidup

ix
x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis Paru merupakan penyakit infeksi tropis menular yang

disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis berada dalam alveoulus maka

akan membentuk tuberkel - tuberkel. Basil tuberkel ini akan menimbulkan

reaksi peradangan dan terbentuk eksudat-eksudat pada saluran pernapasan

sehingga muncul manifestasi klinik seperti batuk dan sesak napas yang jika

tidak diobati akan menyebabkan konsolidasi ke paru yang lain sehingga terjadi

penurunan pengembangan paru dan mengakibatkan terjadinya hipoksia.

Keadaan ini menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan oksigen pada seluruh

jaringan tubuh sehingga jika dibiarkan akan mengakibatkan kematian.

(Smeltzer dan Bare, 2013;265 dalam penelitian karya tulis ilmiah Margaritha

Listia 2019)

Berdasarkan laporan World Health Organisation tahun 2019,

Sebanyak 1,4 juta orang meninggal karena Tuberculosis paru pada tahun

2019. Di seluruh dunia, Tuberculosis paru adalah salah satu dari 10 penyebab

kematian teratas. Pada tahun 2019, diperkirakan 10 juta orang jatuh sakit

tuberkulosis (TB) di seluruh dunia. 5,6 juta pria, 3,2 juta wanita dan 1,2 juta

anak-anak. Pada 2019, 30 negara dengan beban TB tinggi menyumbang 87%

kasus TB baru. Delapan negara menyumbang dua pertiga dari total, dengan

India memimpin penghitungan, diikuti oleh Indonesia, Cina, Filipina,

1
Pakistan, Nigeria, Bangladesh dan Afrika Selatan. Secara global, kejadian TB

turun sekitar 2% per tahun dan antara 2015 dan 2019 penurunan kumulatif

adalah 9%.. Diperkirakan 60 juta nyawa diselamatkan melalui diagnosis dan

pengobatan TB antara tahun 2000 dan 2019. (WHO, 2019)

Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada

tahun 2017. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TBC tahun 2017

pada laki – laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada perempuan. Hal ini

terjadi kemungkinan karena laki – laki lebih terpapar pada faktor resiko TBC

misalnya merokok dan kurangnya ketidakpatuhan minum obat. Survei ini

menemukan bahwa dari seluruh partisipan laki – laki yang merokok sebanyak

68,5% dan hanya 3,7% partisipan perempuan yang merokok. Berdasarkan

Survei Prevalensi Tuberculosis tahun 2013 – 2014, prevalensi TBC dengan

konfirmasi bakteriologis di Indonesia sebesar 759 per 100.000 penduduk

berumur 15 tahun ke atas dan prevalensi TBC BTA positif sebesar 257 per

100.000 penduduk berumur 15 tahun ke atas. (Infodatin Kemenkes RI, 2018)

Kasus Tuberculosis paru di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2018

sebanyak 186.809 kasus, menduduki peringkat terbesar di Indonesia.

Beberapa Kabupaten/Kota di Jawa Barat yang mempunyai angka prevalensi

tertinggi Tuberculosis paru yaitu Bogor sebanyak 8.774 kasus , Bandung

sebanyak 5.592 kasus , Bekasi sebanyak 5.434 kasus. Prevalensi terendah

berada di Kabupaten/Kota Banjar sebanyak 276 kasus dan Purwakarta

sebanyak 1.436 kasus. (Riskesdas, 2018)

2
Data dari Kabupaten Purwakarta pada tahun 2014 jumlah kasus

Tuberkulosis paru tercatat sebanyak 521 kasus dari 4.881 suspek yang

diperiksa. Hal ini menurun dibandingkan dengan tahun 2013 tercatat sebanyak

748 penderita dan tahun 2012 sebanyak 663 penderita, tetapi lebih tinggi

dibandingkan tahun 2011 dan 2010 yaitu sebanyak 497 penderita dan 472

penderita. Hal ini berarti masih belum konsistennya angka penemuan kasus Tb

paru di Kabupaten Purwakarta. (Dinas Kesehatan kabupaten Purwakarta,

2014)

Data di Puskesmas Purwakarta kasus Tuberculosis paru pada tahun

2019 berdasarkan usia 30 – 60 tahun sebanyak 86 kasus . Jumlah Kasus

Tuberculosis paru pada laki – laki sebanyak 52 kasus, dan pada perempuan

sebanyak 34 kasus. (Profil Puskesmas Purwakarta, 2019)

Tuberkulosis ditularkan oleh orang ke orang lain melalui transmisi

udara, berbicara, batuk, bersin, tertawa, atau saat orang bernyanyi, dia akan

melepaskan droplet. Droplet yang besar akan menetap di dalam tubuh

manusia, sedangkan droplet yang kecil akan tertahan di udara dan akan

terhirup oleh individu yang rentan. (WHO, 2016 dalam Penelitian Karya Tulis

Ilmiah Ba’diah Afif, 2017)

Bakteri Tuberkulosis yang dapat tahan terhadap asam ini tumbuh

dengan lambat, dan akan berada di bronkus dan alveoli. lalu akan terjadi

prolifrerasi sel epitel disekeliling basil dan akan membentuk dinding antara

basil dan organ yang terinfeksi (Tuberkel). Basil akan menyebar dan akan

terjadi reaksi inflamasi/infeksi, yang akan menyebabkan kerusan jaringan dan

3
akan meluas keseluruh paru-paru (Bronkiolus atau Pleura). Infeksi/Inflamasi

yang terjadi pada siklus diatas akan menyebabkan munculnya tanda-tanda

seperti demam, anoreksia, malaise dan orang tersebut akan lebih lanjut

mengalami penurunan nafsu makan. Reaksi inflamasi yang meluas keparu-

paru akan menyebabkan meningkatnya produksi sekret dan juga pecahnya

pembulu darah, peningkatan sekret akan menyebabkan batuk produktif dan

pecahnya pembulu darah akan mengakibatkan batuk darah, hal tersebut akan

menimbulkan masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Bakteri yang

menyerang alveoli menyebabkan perubahan pada membran kapiler tersebut

akan juga menyebabkan gangguan pertukaran gas, sehingga udara yang berisi

oksigen dan karbondioksida yang ada di dalam tubuh tidak dapat dikeluarkan

secara maksimal akan muncul ketidakefektifan pola nafas. (Andra & Yessie,

2013 dalam penelitian karya tulis ilmiah Ba’diah Afif, 2017)

Perawat menjadi salah satu komponen penting dalam pemberian

pelayanan di Puskesmas. Sebagai pemberi layanan kesehatan di Puskesmas,

perawat harus memahami peranannya dengan baik. Menurut Kementrian

Kesehatan tahun 2006 perawat kesehatan masyarakat mempunyai enam peran

diantaranya yaitu (1) sebagai penemu kasus (case finder); (2) sebagai pemberi

asuhan keperawatan (care provider); (3) sebagai pendidik atau penyuluh

kesehatan (health teacher/educater); (4) sebagai koordinator dan kolaborator;

(5) pemberi nasihat (counseling); (6) sebagai panutan (role model). Perawat

Puskesmas sebagai penemu kasus (case finder) berperan dalam mendeteksi

dan menemukan kasus serta melakukan penelusuran terjadinya penyakit.

4
Sebagai pemberi pelayanan (care provider), perawat memberikan pelayanan

keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat sesuai

diagnosis masalah yang terjadi. Perawat sebagai pendidik (educator)

membantu klien meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan pasien. Sebagai

koordinator, perawat mengarahkan, merencanakan, dan mengorganisasi

pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan

kesehatan terarah. Perawat sebagai kolaborator bekerja sama dengan berbagai

tenaga kesehatan. Sebagai konsultan, perawat menjadi tempat konsultasi

terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan

(Mubarak & Chayatin, 2013 dalam penelitian Rira Fauziah Hasibuan, 2016).

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan

“Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Tn.U Dengan Gangguan Sistem

Pernafasan : Tuberculosis Paru di UPTD Puskesmas Kabupaten Purwakarta

Tahun 2021”

B. Batasan masalah

Dalam menyusun karya tulis ilmiah ini, yang menjadi lingkup bahasan

penulis adalah pelaksanaan studi kasus “Asuhan Keperawatan Medikal Bedah

Pada Tn.U Dengan Gangguan Sistem Pernafasan : Tuberculosis Paru di UPTD

Puskesmas Kabupaten Purwakarta Tahun 2021”

5
C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana cara “Asuhan Keperawatan Medikal Bedah

Pada Tn.U Dengan Gangguan Sistem Pernafasan : Tuberculosis Paru di UPTD

Puskesmas Kabupaten Purwakarta Tahun 2021?”

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penulis mampu melakukan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah

Pada Tn.U Dengan Gangguan Sistem Pernafasan : Tuberculosis Paru di

UPTD Puskesmas Kabupaten Purwakarta Tahun 2021.

2. Tujuan khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian selama memberikan Asuhan

Keperawatan Medikal Bedah Pada Tn.U Dengan Gangguan Sistem

Pernafasan : Tuberculosis Paru di UPTD Puskesmas Kabupaten

Purwakarta Tahun 2021.

b. Penulis mampu menyusun diagnosa keperawatan selama memberikan

Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Tn.U Dengan Gangguan

Sistem Pernafasan : Tuberculosis Paru di UPTD Puskesmas Kabupaten

Purwakarta Tahun 2021.

c. Penulis mampu merencanakan tindakan keperawatan selama

memberikan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Tn.U Dengan

6
Gangguan Sistem Pernafasan : Tuberculosis Paru di UPTD Puskesmas

Kabupaten Purwakarta Tahun 2021.

d. Penulis mampu melaksanakan tindakan keperawatan Pada Tn.U

Dengan Gangguan Sistem Pernafasan : Tuberculosis Paru di UPTD

Puskesmas Kabupaten Purwakarta Tahun 2021.

e. Penulis mampu melakukan evaluasi Pada Tn.U Dengan Gangguan

Kabupaten Purwakarta Tahun 2021.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Hasil dari karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan dan membuka wawasan berpikir penulis, serta dapat

mengaplikasikannya di tempat kerja.

2. Bagi institusi Pendidikan

Hasil dari karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat digunakan

sebagai informasi atau sumber data bagi peneliti berikutnya untuk

pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan, serta sebagai kajian dan

referensi untuk karya tulis selanjutnya.

3. Bagi instansi kesehatan

Hasil dari karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat digunakan

sebagai bahan kajian dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan

pada pasien khususnya dengan gangguan sistem pernafasan akibat

tuberkulosis paru.

7
4. Bagi Perawat

Hasil dari karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat di jadikan sebagai

masukan bagi perawat yang ada untuk melaksanakan asuhan keperawatan

yang benar dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan asuhan

keperawatan pada pasien yang menderita Tuberculosis.

5. Bagi Pasien Dan Keluarga

Hasil dari karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan

informasi pada klien dan keluarga, sehingga dapat memahami tentang cara

penatalaksanaan serta promotif pada pasien dengan penyakit Tuberculosis.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan karya tulis ilmiah adalah terdiri dari lima

bab, yaitu:

1. BAB I Pendahuluan : Meliputi Latar belakang, batasan masalah, rumusan

masalah, tujuan (umum dan khusus), manfaat penulisan (praktis dan

teoritis) dan sistematika penulisan

2. BAB II Tinjauan Pustaka : Meliputi konsep teori puskesmas dan konsep

teori Tuberculosis paru yang berisi definisi, klasifikasi, anatomi fisiologi,

etiologi, patofisiologi, pathway, manifestasi klinis, pemeriksaan

diagnostik, penatatalaksanaan, komplikasi, dan konsep asuhan

keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa dan perencanaan,

implementasi dan evaluasi.

8
3. BAB III Metodologi Penelitian : Meliputi pendekatan, lokasi dan waktu

penelitian, metodologi penelitian, subyek penelitian, pengumpulan data

meliputi (wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik, studi

dokumentasi), analisa data meliputi (pengumpulan data, mereduksi data,

penyajian data, kesimpulan), etika penelitian meliputi (persetujuan

menjadi responden, tanpa nama dan kerahasiaan), dan keabsahan data.

4. BAB IV Tinjauan Kasus dan Pembahasan : Meliputi pengkajian

keperawatan, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi

keperawatan, evaluasi dan pembahasan.

5. BAB V Penutup : Meliputi Kesimpulan dan saran.

9
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

1. Pengertian Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

pembangunan kesehatan di suatu wilayah kesehatan (Depkes RI, 2004

dalam jurnal Nor Sanah, 2017).

Puskesmas adalah suatu unit organisasi yang bergerak dalam

bidang pelayanan kesehatan yang berada di garda terdepan dan

mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan, yang

melaksanakan pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan

terpadu untuk masyarakat di suatu wilayah kerja tertentu yang telah

ditentukan secara mandiri dalam menentukan kegiatan pelayanan namun

tidak mencakup aspek pembiayaan (Ilham Akhsanu Ridho, 2008:143

dalam jurnal Nor Sanah, 2017).

Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas

adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya

kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,

dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk

mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah

kerjanya. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu tempat yang

10
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik

promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh

pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat (Siti Nu Kholifah,

2016).

2. Tujuan Puskesmas

Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di puskesmas

bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang:

a. Memiliki perilaku sehat, meliputi kesadaran, kemauan, dan

kemampuan hidup sehat.

b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu.

c. Hidup dalam lingkungan sehat

d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga,

kelompok maupun masyarakat.

(Siti Nu Kholifah, 2016)

3. Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas

Prinsip penyelenggaraan Puskesmas adalah sebagai berikut.

a. Paradigma sehat

Berdasarkan prinsip paradigma sehat Puskesmas mendorong

seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya

mencegah dan mengurangi risiko kesehatan yang dihadapi individu,

keluarga, kelompok, dan masyarakat.

11
b. Pertanggung jawaban wilayah

Berdasarkan prinsip pertanggung jawaban, wilayah Puskesmas

menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan

kesehatan di wilayah kerjanya.

c. Kemandirian masyarakat

Berdasarkan prinsip kemandirian masyarakat Puskesmas

mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga,

kelompok, dan masyarakat.

d. Pemerataan

Berdasarkan prinsip pemerataan, Puskesmas menyelenggarakan

Pelayanan Kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh

masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status

sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan.

e. Teknologi tepat guna

Berdasarkan prinsip teknologi tepat guna, Puskesmas

menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan

teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah

dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

f. Keterpaduan dan kesinambungan

Berdasarkan prinsip keterpaduan dan kesinambungan, Puskesmas

mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan Upaya

Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan

12
(UKP) lintas program dan lintas sektor, serta melaksanakan sistem

rujukan yang didukung dengan manajemen Puskesmas.

(Siti Nu Kholifah, 2016)

4. Tugas, Fungsi Dan Wewenang Puskesmas

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan

untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam

rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan

tugas, Puskesmas menyelenggarakan fungsi penyelenggaraan UKM

tingkat pertama di wilayah kerjanya dan penyelenggaraan UKP tingkat

pertama di wilayah kerjanya.

Dalam menyelenggarakan fungsi UKM tingkat pertama di wilayah

kerjanya Puskesmas berwenang untuk:

a. melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan

masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan.

b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.

c. melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan

masyarakat dalam bidang kesehatan.

d. menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan

masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang

bekerjasama dengan sektor lain terkait.

e. melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan

upaya kesehatan berbasis masyarakat

13
f. melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia

Puskesmas

g. memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan

h. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses,

mutu, dan cakupan Pelayanan Kesehatan

memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat,

termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respons

penanggulangan penyakit.

(Siti Nu Kholifah, 2016)

5. Persyaratan Puskesmas

Puskesmas harus didirikan pada setiap kecamatan. Dalam kondisi

tertentu, pada 1 (satu) kecamatan dapat didirikan lebih dari 1 (satu)

Puskesmas. Kondisi tertentu ditetapkan berdasarkan pertimbangan

kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk, dan aksesibilitas. Pendirian

Puskesmas harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana,

peralatan kesehatan, ketenagaan, kefarmasian, dan laboratorium.

Lokasi pendirian Puskesmas harus memenuhi persyaratan, yaitu

geografis, aksesibilitas untuk jalur transportasi, kontur tanah, fasilitas

parkir, fasilitas keamanan, ketersediaan utilitas publik, pengelolaan

kesehatan lingkungan, dan kondisi lainnya. Pendirian Puskesmas harus

memperhatikan ketentuan teknis pembangunan bangunan gedung negara.

14
Bangunan Puskesmas harus memenuhi persyaratan yang meliputi

persyaratan administratif, persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja,

serta persyaratan teknis bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan, bersifat permanen dan terpisah dengan bangunan

lain, serta menyediakan fungsi, keamanan, kenyamanan, perlindungan

keselamatan dan kesehatan serta kemudahan dalam memberi pelayanan

bagi semua orang termasuk yang berkebutuhan khusus, anak-anak, dan

lanjut usia. Selain bangunan, setiap Puskesmas harus memiliki bangunan

rumah dinas Tenaga Kesehatan. Bangunan rumah dinas Tenaga Kesehatan

didirikan dengan mempertimbangkan aksesibilitas tenaga kesehatan dalam

memberikan pelayanan.

Puskesmas harus memiliki prasarana yang berfungsi paling sedikit

seperti berikut ini.

a. Sistem penghawaan (ventilasi).

b. Sistem pencahayaan.

c. Sistem sanitasi.

d. Sistem kelistrikan.

e. Sistem komunikasi.

f. Sistem gas medik.

g. Sistem proteksi petir.

h. Sistem proteksi kebakaran.

i. Sistem pengendalian kebisingan.

j. Sistem transportasi vertikal untuk bangunan lebih dari 1 (satu) lantai.

15
k. Kendaraan Puskesmas keliling.

l. Kendaraan ambulans.

Peralatan kesehatan di Puskesmas harus memenuhi persyaratan

standar mutu, keamanan, keselamatan, memiliki izin edar sesuai ketentuan

peraturan perundangundangan, serta diuji dan dikalibrasi secara berkala

oleh institusi penguji dan pengkalibrasi yang berwenang.

Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas tenaga kesehatan dan

tenaga nonkesehatan. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dan tenaga

nonkesehatan dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dengan

mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah

penduduk dan persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah

kerja, serta ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama

lainnya di wilayah kerja, dan pembagian waktu kerja.

Jenis Tenaga Kesehatan paling sedikit terdiri atas:

a. Dokter atau dokter layanan primer

b. Dokter gigi

c. Perawat

d. Bidan

e. Tenaga kesehatan masyarakat

f. Tenaga kesehatan lingkungan

g. Ahli teknologi laboratorium medik

h. Tenaga gizi

i. Tenaga kefarmasian

16
j. Tenaga nonkesehatan yang harus dapat mendukung kegiatan

ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem informasi, dan kegiatan

operasional lain di puskesmas.

Tenaga kesehatan di Puskesmas harus bekerja sesuai dengan

standar profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, etika

profesi, menghormati hak pasien, serta mengutamakan kepentingan dan

keselamatan pasien dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan

dirinya dalam bekerja.

Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas harus memiliki

surat izin praktik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelayanan kefarmasian di Puskesmas harus dilaksanakan oleh tenaga

kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk melakukan

pekerjaan kefarmasian. Pelayanan laboratorium di Puskesmas harus

memenuhi kriteria ketenagaan, sarana, prasarana, perlengkapan dan

peralatan (Siti Nu Kholifah, 2016).

6. Kategori Puskesmas

Dalam rangka pemenuhan Pelayanan Kesehatan yang didasarkan

pada kebutuhan dan kondisi masyarakat, Puskesmas dapat dikategorikan

berdasarkan karakteristik wilayah kerja dan kemampuan penyelenggaraan.

Berdasarkan karakteristik wilayah kerjanya, Puskesmas dikategorikan

menjadi, Puskesmas kawasan perkotaan, Puskesmas kawasan pedesaan,

serta Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil.

17
Puskesmas kawasan perkotaan merupakan Puskesmas yang

wilayah kerjanya meliputi kawasan yang memenuhi paling sedikit tiga (3)

dari empat (4) kriteria kawasan perkotaan sebagai berikut.

a. Aktivitas penduduknya lebih dari 50% pada sektor nonagraris,

terutama industri, perdagangan dan jasa.

b. Memiliki fasilitas perkotaan antara lain sekolah beradius 2,5 km, pasar

dengan radius 2 km, memiliki rumah sakit beradius kurang dari 5 km,

bioskop, atau hotel.

c. Lebih dari 90% rumah tangga memiliki listrik.

d. Terdapat akses jalan raya dan transportasi menuju fasilitas perkotaan.

Puskesmas kawasan pedesaan merupakan Puskesmas yang wilayah

kerjanya meliputi kawasan yang memenuhi paling sedikit tiga (3) dari

empat (4) kriteria kawasan pedesaan seperti berikut.

a. Aktivitas penduduknya lebih dari 50% (lima puluh persen) pada sektor

agraris.

b. Memiliki fasilitas antara lain sekolah beradius lebih dari 2,5 km, pasar

danperkotaan dengan radius lebih dari 2 km, rumah sakit beradius

lebih dari 5 km, serta tidak memiliki fasilitas berupa bioskop atau

hotel.

c. Rumah tangga dengan listrik kurang dari 90%.

d. Terdapat akses jalan dan transportasi menuju fasilitas.

18
Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil merupakan

Puskesmas yang wilayah kerjanya meliputi kawasan dengan karakteristik

sebagai berikut.

a. Berada di wilayah yang sulit dijangkau atau rawan bencana, pulau

kecil, gugus pulau, atau pesisir.

b. Akses transportasi umum rutin 1 kali dalam 1 minggu, jarak tempuh

pulang pergi dari ibukota kabupaten memerlukan waktu lebih dari 6

jam, dan transportasi yang ada sewaktu-waktu dapat terhalang iklim

atau cuaca.

c. Kesulitan pemenuhan bahan pokok dan kondisi keamanan yang tidak

stabil.

(Siti Nu Kholifah, 2016)

7. Upaya Kesehatan

Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat

pertama dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama. Upaya

kesehatan dilaksanakan secara terintegrasi dan berkesinambungan. Upaya

kesehatan masyarakat tingkat pertama meliputi upaya kesehatan

masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan.

Upaya kesehatan masyarakat esensial meliputi, pelayanan promosi

kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu, anak, dan keluarga

berencana, gizi, serta pencegahan dan pengendalian penyakit.

19
Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama dilaksanakan dalam

bentuk rawat jalan, pelayanan gawat darurat, pelayanan satu hari (one day

care), home care, dan/atau rawat inap berdasarkan pertimbangan

kebutuhan pelayanan kesehatan. Upaya kesehatan perseorangan tingkat

pertama dilaksanakan sesuai dengan standar prosedur operasional dan

standar pelayanan.

Untuk melaksanakan upaya kesehatan, Puskesmas harus

menyelenggarakan, manajemen Puskesmas, pelayanan kefarmasian,

pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat, dan pelayanan laboratorium

(Siti Nu Kholifah, 2016).

8. Sistem Informasi Puskesmas

Setiap Puskesmas wajib melakukan kegiatan sistem informasi

Puskesmas. Sistem Informasi Puskesmas dapat diselenggarakan secara

elektronik atau nonelektronik. Sistem informasi Puskesmas paling sedikit

mencakup pencatatan dan pelaporan kegiatan Puskesmas dan jaringannya,

survei lapangan, laporan lintas sektor terkait, dan laporan jejaring fasilitas

pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya (Siti Nu Kholifah, 2016).

9. Peran perawat kesehatan masyarakat

Peran utama dari perawat kesehatan masyarakat adalah

memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit atau yang mempunyai

20
masalah kesehatan/keperawatan apakah itu dirumah, sekolah, panti, dan

sebagainya sesuai kebutuhan (Depkes, 2004 dalam jurnal Yenni, dkk,

2019).

Dalam melaksanakan perawatan kesehatan masyarakat, perawat

idealnya memiliki 12 peran dan fungsi. Peran tersebut antara lain pemberi

pelayanan kesehatan, penemu kasus, sebagai pendidik/penyuluhan

kesehatan, koordinator pelayanan kesehatan, konselor keperawatan,

panutan (role model), pemodifikasi lingkungan, konsultan, advokadt,

pengelola, peneliti dan pembaharu (inovator). Namun karena masih

rendahnya tingkat pendidikan yaitu mayoritas tingkat pendidikan SPK dan

D3, dari seluruh peran dan fungsi yang harus dilakukan oleh perawat

hanya 6 saja yang menjadi prioritas (Depkes, 2004 dalam jurnal Yenni,

dkk, 2019). Keenam fungsi tersebut dalah:

a. Pemberi asuhan keperawatan (care provider)

Peran perawat pelaksana (care provider) bertugas untuk

memberikan pelayanan berupa asuhan keperawatan secara langsung

kepada klien (individu, keluarga, maupun komunitas) sesuai dengan

kewenangannya. Asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat

dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia melalui

pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses

keperawatan, sehingga masalah yang muncul dapat ditentukan

diagnosis keperawatannya, perencanaannya, dan dilakukan tindakan

yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan yang dialaminya,

21
kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Asuhan

keperawatan yang diberikan melalui hal yang sederhana sampai

dengan masalah yang kompleks (Mubarak & Chayatin, 2009 dalam

jurnal Yenni, dkk, 2019).

Peran sebagai care provider menuntut perawat untuk memberi

kenyamanan dan rasa aman bagi klien, melindungi hak dan kewajiban

klien agar tetap terlaksana dengan seimbang, memfasilitasi klien

dengan anggota tim kesehatan lainnya, dan berusaha mengembalikan

kesehatan klien. Peran perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan

ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, masyarakat berupa

asuhan keperawatan masyarakat yang utuh (holistik) serta

berkesinambungan (komprehensif). Keperawatan yang diberikan

kepada klien/keluarga bisa diberikan secara langsung (direct care)

maupun secara tidak langsung (indirect care) pada berbagai tatanan

kesehatan yaitu meliputi di Puskesmas, ruang rawat inap Puskesmas,

Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling, sekolah, panti, posyandu,

keluarga (rumah pasien/klien) (Depkes, 2004 dalam jurnal Yenni, dkk,

2019).

b. Peran sebagai penemu kasus

Perawat Puskesmas berperan dalam mendeteksi serta dalam

menemukan kasus serta melakukan penelusuran terjadinya penyakit.

Penemu kasus dapat dilakukan dengan jalan mencari langsung ke

22
masyarakat (active case finding) dan dapat pula didapat tidak langsung

yaitu pada kunjungan pasien ke Puskesmas (passive case finding).

c. Peran sebagai pendidik kesehatan

Peran sebagai pendidik kesehatan (educator) menuntut perawat

untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga,

kelompok, dan masyarakat baik setting dirumah, di Puskesmas, serta

dimasyarakat secara terorganisir dalam rangka menanamkan perilaku

sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang diharapkan

dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Mubarak &

Chayatin, 2009 dalam jurnal Yenni, dkk, 2019).

Perawat berperan sebagai pendidik kesehatan harus mampu

mengkaji kebutuhan klien yaitu individu, keluarga, kelompok

masyarakat, pemulihan kesehatan dari suatu penyakit menyusun

program penyuluhan/pendidik kesehatan baik sehat maupun sakit,

seperti nutrisi, latihan olah raga, menajemen stres, penyakit dan

pengelolaan penyakit; memberikan informasi tepat untuk kesehatan

dan gaya hidup antara lain informasi yang tepat tentang penyakit,

pengobatan; serta menolong klien menyeleksi informasi kesehatan

yang bersumber dari buku-buku, koran, televisi atau teman. (Depkes,

2004 dalam jurnal Yenni, dkk, 2019).

d. Peran sebagai koordinator dan kolabolator

Peran koordinator perawat dilakukan dengan mengkoordinir

seluruh kegiatan upaya pelayanan kesehatan masyarakat dan

23
Puskesmas dalam mencapai tujuan kesehatan melalui kerjasama

dengan tim kesehatan lainnya, sehingga tercipta keterpaduan dalam

sistem pelayanan kesehatan (Fataria dalam Fauziah, 2012 dalam jurnal

Yenni, dkk, 2019).

Perawat melakukan koordinasi terhadap semua pelayanan

kesehatan yang diterima keluarga diberbagai program, dan

bekerjasama (kolaborasi) dengan tenaga kesehatan lain atau keluarga

dalam perencanaan pelayanan kesehatan serta sebagai penghubung

dengan institusi pelayanan kesehatan dan sektor terkait lainnya. Peran

ini salah satu bentuk kerjasama antar bidang kesehatan di Puskesmas.

(Depkes, 2004 dalam jurnal Yenni, dkk, 2019).

e. Peran sebagai konselor

Perawat sebagai konselor melakukan konseling keperawatan

sebagai usaha memecahkan masalah secara efektif. Sebagai konselor,

perawat menjelaskan kepada klien konsep dan data-data tentang

kesehatan, mendemonstrasikan prosedur seperti aktivitas perawatan

diri, menilai apakah klien memahami hal-hal yang dijelaskan dan

mengevaluasi kemajuan dalam pembelajaran. Perawat menggunakan

metode pengajaran yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan

klien, serta melibatkan sumber-sumber yang lain, misalnya keluarga

dalam pengajaran yang direncanakannya (Pery & Potter, 2005 dalam

jurnal Yenni, dkk, 2019).

24
Pemberian konseling dapat dilakukan di klinik, Puskesmas,

Puskesmas pembantu, rumah klien, posyandu, dan tatanan pelayanan

kesehatan lainnya dengan melibatkan individu, keluarga, kelompok,

dan masyarakat. Kegiatan yang dapat dilakukan perawat Puskesmas

antara lain menyediakan informasi, mendengar secara objektif,

memberi dukungan, memberi asuhan dan meyakinkan klien, menolong

klien mengidentifikasi masalah dan faktor-faktor terkait, memandu

klien menggali permasalahan, dan memilih pemecahan masalah yang

dikerjakan (Depkes, 2004 dalam jurnal Yenni, dkk, 2019).

f. Peran sebagai panutan (role model)

Perawat Puskesmas harus dapat memberikan contoh yang baik

dalam bidang kesehatan pada individu, keluarga, kelompok, dan

masyarakat tentang bagaimana cara hidup yang sehat yang dapat ditiru

dan dicontoh oleh masyarakat (Fetaria dalam Fauziah, 2012 dalam

jurnal Yenni, dkk, 2019).

B. Konsep Penyakit Tuberculosis Paru

1. Definisi

Tuberculosis atau TB paru adalah suatu penyakit menular yang

paling sering mengenai parenkim paru, biasanya disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis. TB paru dapat menyebar ke setiap bagian

tubuh, termasuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe

25
(Smeltzer&Bare, 2015 dalam penelitian karya tulis ilmiah Dwi Sarah

Rahmaniar, 2017).

Tuberculosis adalah penyakit infeksius atau penyakit menular,

yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberkulosis dapat juga

ditularkan kebagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang, dan

nodus limfe. Agens infeksius utama, Mycobacterium tuberculosis adalah

batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif

terhadap panas dan sinar ultraviolet (Brunner & Suddarth, 2013 dalam

penelitian karya tulis ilmiah Dita Pramasari 2019).

Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan

oleh “ Mycobacterium tuberculosis”. Kuman ini dapat menyerang semua

bagian tubuh, dan yang paling sering terkena adalah organ paru (90%).

(Abd. Wahid dkk, 2013 Hal : 157)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Tuberculosis paru merupakan

penyakit infeksi menular yang di sebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis dan paling sering mengenai parenkim paru.

2. Anatomi Fisiologi sistem pernafasan

a. Anatomi sistem pernafasan

1) Rongga hidung (cavum nasalis)

Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum

nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya

terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat

26
(kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda

asing yang masuk lewat saluran pernafasan. Selain itu, terdapat

rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel

kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang

mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan

udara yang masuk. Di sebelah belakang rongga hidung terhubung

dengan nasofaring melalui dua lubang yang di sebut choanae.

Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut

halus dan selaput lendir yang berfungsi untuk menyaring udara

yang masuk ke dalam rongga hidung.

2) Faring (Tenggorokan)

Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring

merupakan percabangan dua saluran, yaitu saluran pernafasan

(nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan

(orofarings) pada bagian belakang.

Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang

keluar masuk dan juga sebagai jalan makanan dan minuman yang

di telan, faring juga menyediakan ruang dengung (resonansi) untuk

suara pengecapan.

3) Laring (Pangkal Tenggorokan)

Laring merupakan suatu saluran yang di kelilingi oleh

tulang rawan. Laring berada di antara orofaring dan trakea, di

27
depan lariofaring. Salah satu tulang rawan pada laring di sebut

epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring.

Laring diselaputi oleh membran mukosa yang terdiri dari epitel

berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan

getaran - getaran suara pada laring. Fungsi utama laring

menghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya

udara.

4) Trakea (Batang Tenggorokan)

Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya kurang lebih 10

cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak).

Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang

rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia - silia ini

berfungsi menyaring benda – benda asing yang masuk ke saluran

pernafasan.

Batang tenggorokan (trakea) terletak di sebelah depan

kerongkongan. Di dalam rongga dada, batang tenggorokan

bercabang menjadi dua cabang tenggorokan (bronkus). Di dalam

paru – paru, cabang tenggorokan bercabang – cabang lagi menjadi

saluran yang sangat kecil di sebut bronkiolus. Ujung bronkiolus

berupa gelembung – gelembung kecil yang disebut gelembung

paru – paru (alveolus)

28
5) Bronkus (cabang batang tenggorokan)

Merupakan cabang batang tenggorokan yang jumlahnya sepasang,

yang satu menuju ke paru – paru kiri dan satunya menuju paru –

paru kanan. Dinding bronkus terdiri atas lapisan jaringan ikat,

lapisan jaringan epitel, otot polos dan cincin tulang rawan . Fungsi

utama bronkus adalah menyediakaan jalan bagi udara yang masuk

dan keluar paru – paru.

6) Bronkiolus

Bronkeolus merupakan cabang dari bronkus, dindingnya lebih tipis

dan salurannya lebih tipis. Bronkeolus bercabang – cabang menjadi

bagian yang lebih halus.

7) Alveolus

Saluran akhir dari saluran pernafasan yang berupa gelembung –

gelembung udara. Dinding alveolus sangat tipis setebal silapis sel,

lembab dan berdekatan dengan kapiler – kapiler darah. Pada bagian

alveolus inilah terjadi pertukaran gas – gas O2 dari udara bebas ke

sel - sel darah,sedangkan pertukaran CO 2 dari sel – sel tubuh ke

udara bebas terjadi.

8) Paru – paru

Paru – paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di

bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah

dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru – paru ada dua

bagian yaitu paru – paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3

29
lobus dan paru – paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus.

Paru – paru di bungkus oleh dua selaput yang tipis, di sebut pleura.

Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru – paru

disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang

menyeliputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk

disebut pleura luar (pleura parietalis). Paru – paru tersusun oleh

bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah.

Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan, tetapi rongga bronkus

masih bersilia dan di bagian ujungnya mempunyai epitelium

berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus terminalis bercabang-

cabang lagi menjadi bronkiolus respirasi, kemudian menjadi

duktus alveolaris. Pada dinding duktus alveolaris mengandung

gelembung – gelembung yang disebut alveolus.

b. Fisiologis sistem pernafasan

Proses pernafasan meluputi dua proses, yaitu menarik nafas

atau inspirasi serta mengeluarkan nafas atau ekspirasi. Sewaktu

menarik nafas,otot diafragma berkontraksi, dari posisi melengkung ke

atas menjadi lurus. Bersamaan dengan itu, otot – otot tulang rusuk pun

berkontraksi. Akibat dari berkontraksinya ke dua jenis otot tersebut

adalah mengembangnya rongga sehingga tekanan dalam rongga dada

berkurang dan udara masuk. Saat mengeluarkan nafas, otot diafragma

dan otot – otot tulang rusuk melemas. Akibatnya rongga dada

mengecil dan tekanan udara di dalam paru – paru naik sehingga udara

30
keluar. Jadi, udara mengalir dari tempat yang bertekanan besar ke

tempat yang bertekanan lebih kecil.

(Abd. Wahid dkk, 2013 Hal : 9 )

3. Etiologi

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang di sebabkan oleh

basil Mikrobakterium Tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang

berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 / mm atau 0,3 - 0,6 / mm.

Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang

membuat kuman lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.

Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan

dingin (dapat tahan bertahun - tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi

karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman

dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis aktif kembali. Sifat

lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih

menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini

tekanan bagian apikal paru – paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya,

sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit

tuberkulosis.

Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran

pernafasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk ke dalam jaringan paru

melalui saluran nafas ( droplet infction ) sampai alveoli, maka terjadilah

infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening

31
setempat dan terbentuklah primer komplek (ranke). Keduanya di namakan

tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan

mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi

sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil

mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan di dapatkan pada usia1-3

tahun. Sedangkan yang di sebut tuberkulosis post primer (reinfection)

adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang

mana di dalam tubuh terbenuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.

(Abd. Wahid dkk, 2013 Hal : 157)

4. Patofisiologi

Port de’ entri kuman microbacterium tuberculosis adalah saluran

pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan

infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui

inhalasi droppet yang mengandung kuman – kuman basil tuberkel yang

berasal dari orang yang terinfeksi.

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di

inhalasi terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar

cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak

menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di

bagian bawah lobus atau paru – paru, atau di bagian atas lobus bawah.

Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit

polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria

32
namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari – hari pertama

maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserah akan

mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia

seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang

tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit

atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah

bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan

infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk

sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya

membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari. (Abd. Wahid dkk, 2013 Hal :

159)

33
PATHWAY

Mycobacterium Tuberkulosis Droplet Infection Masuk lewat jalan napas

Terjadi proses peradangan

Pengeluaran zat pirogen

Mempengaruhi hipotalamus Tumbuh dan berkembang di sitoplasma makrofag

Mempengaruhi sel point Sarang primer/afek primer (fokus ghon)

Hipertermia
Komplek Primer Limafingitis Lokal Limfadinitis Regional

Menyebar ke organ lain ( paru lain, Sembuh sendiri tanpa Sembuh dengan
saluran pencernaan, tulang) melalui pengobatan bekas fibrosis
media (bronchogen percontinuitum,
hematogen, limfogen)
Kerusakan membran
Pembentukan tuberkulin
alveolar
Pertahanan primer tidak
adekuat Proses Peradangan

Penumpukan sekret Pembentukan Sputum


Menurunnya permukaan efek paru
berlebihan

Sekret sulit dikeluarkan Alveolus mengalami


Ketidakefektifan konsolidasi & eksudasi
Obstruksi bersihan jalan nafas
Gangguan pertukaran gas
Batuk produktif
Sesak nafas
Batuk berat Mual, muntah Intake nutrisi kurang
Pola nafas tidak efektif
Distensi abdomen
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh

Bagan 2.1 Pathway

Sumber : NANDA, 2015 dalam penelitian Dita Permatasari, 2019)

34
WOC

Bersin, batuk

Percikan dahak

Kuman TB (Mycrobacterium
Tuberculosis)

Mencapai lobus paru

Tuberculosis paru

Bakteri sampai pada bagian alveoli

Proses Peradangan Stimulasi sel – sel


peradangan goblet dan sel mukosa

Granulasi Merangsang Aktivitas seluler Sel mucus berlebih


Chemorection pengeluaran meningkat
bradikinin,
prostaglandin, dan Peningkatan produksi
Peningkaan histamin Pengeluaran batuk mucus
suhu tubuh droplet meningkat

Reseptor nyeri Akumulasi sekret pada


Hypertermia Pemecahan KH, saluran pernafasan
lemak, protein
Hypotalamus
Bersihan jalan nafas
Nutrisi kurang dari tidak efektif
Nyeri kebutuhan

Respon batuk
Kehilangan
otot/lemak dan
protein Pengeluaran droplet

kelemahan Resiko penularan


Bagan 2.2 WOC
Gangguan ADL
Sumber : Abd. Wahid dkk, 2013

35
5. Klasifikasi Tuberculosis Paru
a. Pembagian secara patologis:

1) Tuberculosis primer (childhood tuberculosis).

2) Tuberculosis post primer (adult tuberculosis).

b. Pembagian secara aktivitas radiologis tuberculosis paru (koch

pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai

menyembuh).

c. Pembagian secara radiologis (luas lesi).

1) Tuberculosis minimal

Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru maupun

kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.

2) Moderately advanced tuberculosis

Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat

bayangan halus tidak lebih dari 1 bagian paru. Bila bayangan kasar

tidak lebih dari sepertiga bagian 1 paru.

3) Far advanced tuberculosis

Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada

moderately advanced tuberculosis.

Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik,

bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi

ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk

menetapkan strategi terapi.

36
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB (Gerakan Terpadu

Nasional Pencegahan dan Penanggulangan TBC) klasifikasi TB Paru

dibagi sebagai berikut:

a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:

1) Dengan atau tanpa gejala klinik.

2) BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali

disokong biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1

kali.

3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.

b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:

1) Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif.

2) BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.

c. Bekas TB Paru dengan kriteria:

1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif.

2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.

3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan

serial foto yang tidak berubah.

4) Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendu kung).

(Abd. Wahid dkk, 2013 Hal : 161)

6. Manifestasi Klinis
Tuberkulosis sering dijuluki “ the great iminator” yaitu suatu

penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang

37
juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah

penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang

– kadang asimtomatik.

Gambaran klinik Tuberkulosis paru dapat dibagi menjadi 2

golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik.

a. Gejala respiratorik, meliputi :

1) Batuk

Gejala batuk timbul paling dini. Gejala ini banyak

ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk

ini diperlukan untuk membuang produk – produk radang keluar.

Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non – produktif) kemudian

setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan

sputum) ini terjadi lebih dari 3 minggu. Keadaan yang lanjut adalah

batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah yang

pecah.

2) Batuk darah

Darah yang di keluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin

tampak berupa garis atau bercak - bercak dahak, gumpalan darah

atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi

karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah

tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

38
3) Sesak nafas

Sesak nafas akan di temukan pada penyakit yang sudah

lanjut, dimana infiltrasinya sudah setengah dari paru – paru. Gejala

ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena

ada hal – hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks,

anemia dan lain lain

4) Nyeri dada

Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik

yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura

terkena.

b. Gejala sistemik, meliputi :

1) Demam

Demam merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya

timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza , hilang

timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedangkan

masa bebas serangan makin pendek.

2) Gejala sistemik lain

Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia,

penurunan berat badan serta malaise (Gejala malaise sering di

temukan berupa: tidak ada nafsu makan, sakit kepala, meriang,

nyeri otot, dll).

Timbul gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu –

bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak

39
nafas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala

pneumonia.

(Abd. Wahid dkk, 2013 Hal : 163)

7. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan pada penderita tuberkulosis paru selain untuk

menyembuhkan/ mengobati penderita juga mencegah kematian, mencegah

kekambuhan atau resistensi terhadap OAT (obat anti tuberkulosis) serta

memutuskan mata rantai penularan. (Abd. Wahid dkk, 2013 Hal : 168)

a. Pengobatan

Pengobatan tuberkulosis paru diberikan dalam 2 tahap, yaitu:

1) Tahap intensif (2 – 3 bulan)

Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan

diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap

semua OAT (obat anti tuberkulosis), terutama rifampisin. Bila

pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya

penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu dua

mingu. Sebagian besar penderita TBC BTA positif menjadi BTA

negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif.

2) Tahap lanjutan (4-7 bulan)

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,

namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjut penting

40
untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah

terjadinya kekambuhan.

Panduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat

tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan

rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin

dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin,

Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat

Rifampisin / INH.

b. Jenis dan dosis OAT

1) Isoniasid (H)

Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90%

populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini

sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolic aktif, yaitu

kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5

mg/kg, sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu

diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.

2) Rifampisin (R)

Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant

(persisten) yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid. Dosis 10

mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun

intermitten 3 kali seminggu.

41
3) Pirasinamid (Z)

Bersifat Bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam

sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjur kan 25 mg/kg

BB, sedangkan untuk pengobatan intermit ten 3 kali seminggu

diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.

4) Streptomisin (S)

Bersifat bakterisid Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB

sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu

digunakan dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60 tahun

dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan untuk berumur 60 tahun atau

lebih diberikan 0,50 gr/hari.

5) Etambutol (E)

Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15

mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali

seminggu digunakan dosis 30 mg/kg BB.

c. Panduan OAT Indonesia

1) Kategori 1 (2HRZE/4H3R3):

Kasus baru dengan dahak positif dan penderita dengan keadaan

yang seperti meningitis, TB milier, perikarditis, peritonitis,

pleuritis masif atau bilateral, spondilitis dengan gangguan

neurologik, penderita dengan dahak negatif tetapi kelainan parunya

luas, TB usus. TB saluran kemih.

42
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R),

Pirasinamid (Z) dan etambutol (E). Obat - obat tersebut diberikan

setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan

tahap lanjutan yang terdiri dari isoniasid (H) dan Rifampisin (R),

diberikan 3 kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini

diberikan untuk:

a) Penderita baru TBC paru BTA positif.

b) Penderita TBC paru BTA negative rontgent positif yang sakit

berat dan

c) Penderita TBC ekstra paru berat.

Tabel 2.1
Panduan OAT Kategori 1
Tahap Lamanya Dosis per hari/kali
pengobata pengobat
Tablet Kaplet Tablet Tablet Jumlah
n an
Isoniasid Rifampisin Pirasinamid Etambutol hari/kali
@300 @4500 mg @500 mg @250 Mg menelan
mg obat
Tahap
intensif 2 bulan 1 1 3 3 60
(dosis
harian)
Tahap
lanjutan 2 1 - - 54
(dosis 3x
seminggu)
(Abd. Wahid dkk, 2013)

2) Kategon II (2HRZES/HRZE/5H3R3E3):

Kasus kambuh atau gagal dengan dahak tetap positif. Tahap

intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan

lsoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) Etambutol (E) dan

43
suntikan streptomisin setiap hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan

Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan etambutol (E)

setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5

bulan dengan HRE yang diberikan 3 kali dalam seminggu. Perlu

diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah

penderita selesai menelan obat.

Obat ini diberikan untuk:

a) Penderita kambuh (relaps).

b) Penderita gagal (Failure).

c) Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)

Tabel 2.2
Panduan OAT Kategori 2

Tahap Lamanya Tablet Kaplet Tablet Etambutol Strepto Jumlah


pengobatan Isoniasid Rifampisin pirasinamid misin hari/kali
@ 300 @ 450 mg @500 mg injeksi menelan
mg obat
Tablet Tablet
@ 250 @500
mg mg

Tahap
intensif Bulan 1 1 3 3 - 0,75 60
(dosis
harian) 1 bulan 1 1 3 3 - 30

Tahap
lanjutan 5 bulan 2 1 - 1 2 - 66
(dosis 3x
seminggu)
(Abd. Wahid dkk, 2013)

44
3) Kategori III (2HRZ/4H3R3):

Kasus dengan dahak negatif tetapi kelainan parunya tidak luas dan

kasus TB di luar paru selain dari yang disebut dalam kategori 1.

Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2

bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR

selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4 H3R3) Obat ini

diberikan untuk :

a) Penderita baru BTA negatif dan rongent positif sakit ringan

b) Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe

(limfadenitis), pleuritis eksudativa unilateral, TBC kulit, TBC

tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.

Tablet 2.3
Panduan OAT Kategori 3
Tahap Lamanya Tablet Kaplet Tablet Jumlah
pengobatan pengobatan Isoniazid Rifampisin Pirasinamid hari/kali
@300 mg @4500 mg @500 mg menelan
obat
Tahap
intensif 2 bulan 1 1 3 60
(dosis
harian)
Tahap
lanjutan 4 bulan 2 1 - 54
(dosis 3x
seminggu)
(Abd. Wahid dkk, 2013)

4) Kategori IV: OAT sisipan (HRZE)

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA

positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan

45
ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA

positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.

Tablet 2.4
Panduan OAT Sisipan

Tahap Lamanya Tablet Kaplet Tablet Tablet Jumlah/


pengobata pengobatan Isoniasid Rifampisin Pirasinami Etambutol kali
n @ 300 @ 450 mg d @ 500 mg @ 250 mg menelan
mg obat
Tahap
intensif 1 bulan 1 1 3 3 30
(dosis
harian)
(Abd. Wahid dkk, 2013)

Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, peng

obatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT =

Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan

Obat (PMO). (Dep Kes RI, 2002 dalam Abd. Wahid dkk, 2013).

Obat-obat anti TB yang ada sekarang digolongkan dalam

dua jenis yaitu bakterisidal dan bakteriostatik. Termasuk dalam

golongan bakterisidal adalah isoniazid (H), rifampisin (R).,

pirazinamid (Z), streptomisin (S). Sedangkan etambutol (E)

termasuk golongan bakteriostatik. Kelima obat tersebut diatas

termasuk obat anti TB utama (first-line Antituberculosis Drugs).

Yang termasuk dalam OAT sekunder (second Antituberculosis

Drugs) adalah Para-aminosalicylic Acid (PAS), ethionamid,

sikloserin, kanamisin dan kapreomisin. Obat anti TB sekunder ini

selain kurang efektif juga lebih toksik, sehingga kurang dipakai

46
lagi. (Taufan, s, 2007 dalam buku Abd. Wahid dkk, 2013 hal :

174).

d. Efek samping

Tabel 2.5
Efek Samping Dari Obat-Obat TBC
Nama Obat Efek samping
Rifampisin Demam, malaise, muntah, mual, diare, kulit gatal
dan merah, SGOT/SGPT meningkat (gangguan
fungsi hati)
INH Nyeri syaraf, hepatitis (radang hati), alergi, demam,
ruam kulit.
Pyrazinamide Muntah, mual, diare, kulit merah dan gatal, kadar
asam urat meningkat, gangguan fungsi hati.
Alergi, demam, ruam kulit, kerusakan vestibuler,
Streptomisin vertigo (pusing).

Etambutol Gangguan syaraf mata.


(Abd. Wahid dkk, 2013)

e. Terapi komplementer jahe merah

Jahe telah dimanfaatkan sebagai bahan bumbu masakan dan

bahan obat tradisional sejak ribuan tahun yang lalu (Ware, 2017 dalam

jurnal Wayan Redi Aryanta, 2019). Jahe dimanfaatkan sebagai bahan

obat herbal karena mengandung minyak atsiri dengan senyawa kimia

aktif, seperti: zingiberin, kamfer, lemonin, borneol, shogaol, sineol,

fellandren, zingiberol, gingerol, dan zingeron yang berkhasiat dalam

mencegah dan mengobati berbagai penyakit (Goulart, 1995 dalam

jurnal Wayan Redi Aryanta, 2019).

47
Senyawa kimia aktif yang juga terkandung dalam jahe yang

bersifat anti-inflamasi dan antioksidan, adalah gingerol, beta-caroten,

capsaicin, asam cafeic, curcumin dan salicilat (Ware, 2017 dalam

jurnal Wayan Redi Aryanta, 2019).

Jahe dapat dimanfaatkan untuk mengobati penyakit vertigo,

mual-mual, mabuk perjalanan, demam, batuk, gangguan saat

menstruasi, kanker, dan penyakit jantung. Khusus tentang manfaat jahe

merah sebagai bahan obat herbal, jahe merah merupakan bahan obat

herbal yang aman, efektif dan memiliki khasiat yang tinggi untuk

kesehatan. (Goulart, 1995 dalam jurnal Wayan Redi Aryanta, 2019).

Jahe merah merupakan bahan obat herbal yang berkhasiat

untuk meredakan batuk dan radang tenggorokan. Resep terapi jahe

untuk batuk yaitu ambil 3 rimpang jahe sebesar ibu jari, dicuci bersih,

dan direbus dengan 2 gelas air, Dididihkan hingga tinggal 1 gelas. Air

rebusan jahe diminum 2 kali sehari, pagi dan sore hari. (Hafida , 2019

dalam jurnal Wayan Redi Aryanta, 2019)

8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium

a. Darah

Pada saat tuberculosis baru mulai (aktif) akan didapatkan

jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan diferensiasi pergeseran

ke kiri. Jumlah limfosit masih dibawah normal. Laju endap darah mulai

48
meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali

normal dan jumlah limfosit masih tetap tinggi. Laju endap darah

menurun kearah normal lagi. Pemeriksaan ini kurang mendapat

perhatian karena angka – angka positif palsu dan negatif palsunya

masih besar.

b. Sputum

Pemeriksaan sputum penting karena dengan ditemukannya

kuman BTA, diagnosis tuberculosis sudah dapat dipastikan.

Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi

terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Kriteria sputum BTA

positif adalah bila sekurang – kurangnya 3 batang kuman BTA pada

satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml

sputum.

Hasil pemeriksaan dinyatakan positif jika sedikitnya 2 dari 3

spesimen BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif

perlu dilakukan pemeriksaan SPS (sistem sewaktu – pagi – sewaktu)

ulang. Apabila fasilitas memungkinkan, maka dilakukan pemeriksaan

lain misalnya biakan. Bila ketiga spesimen hasilnya negatif diberikan

antibiotik spectrum luas (misalnya kotrimoksasol atau amoksisilin)

selama 1 – 2 minggu. Bila tidak ada perbaikan gejala klinis tetap

mencurigakan TBC, ulangi pemeriksaan SPS.

1) Hasil pemeriksaan SPS positif didiagnosis TBC BTA positif

2) Hasil SPS negatif lakukan pemeriksaan Rontgenthoraks:

49
3) Hasil mendukung TBC, penderita TBC BTA (-) rontgen (+).

4) Hasil tidak mendukung TBC bukan penderita TB

c. Tes Tuberculin

Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu

menegakkan diagnosis tuberculosis terutama pada anak – anak (balita).

Bisanya dipakai cara Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc

tuberculin P.P.D (purified protein derivative) intrakutan berkekuatan 5

T.U. (intermediate strength).

Hasil tes mantoux ini dibagi dalam :

1) Indurasi 0 – 5 mm (diameternya): mantoux negatif = golongan no

sensitivity. Disini peranan antibody humoral paling menonjol.

2) Indurasi 6 -9 mm: hasil meragukan golongan low grade sensitivity.

Disini peranan antibody humoral masih lebih menonjol.

3) Indurasi 10 – 15 mm: mantoux positif = golongan normal

sensitivity. Disini peranan kedua antibody seimbang.

4) Indurasi lebih dari 16 mm: mantoux positif kuat = golongan hyper

– sensitivity. Disini peranan antibody selular paling menonjol.

d. Foto Thoraks

Foto thoraks PA dengan atau tanpa literal merupakan

pemeriksaan radiologi standar. Jenis pemeriksaan radiologi lain hanya

atas indikasi Top foto, oblik, tomogram dan lain – lain.

Kriteria radiologi yang menujang diagnostik antara lain

1) Bayangan lesi radiologi yang terletak di lapangan atas paru

50
2) Bayangan yang berawan (patchy) atau berbecak (noduler)

3) Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas

paru.

4) Bayangan yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa

minggu.

5) Bayangan bilier.

(Abd. Wahid dkk, 2013 Hal : 166)

9. Komplikasi

Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut:

a. Hemomtisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya

jalan nafas.

b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.

c. Bronkiektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan

jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.

d. Pneumotoraks (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan: kolaps

spontan karena keruskan jaringan paru.

e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian,

ginjal dan sebagainya.

f. Insufisiensi kardio pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).

(Abd. Wahid dkk, 2013 Hal : 165)

51
C. Konsep Proses Asuhan Keperawatan Tuberculosis Paru

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan

sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan

keperawatan yang dihadapi pasien baik fisik, mental, sosial, maupun

spiritual dapat ditentukan.Tahap ini mencakup tiga kegiatan, yaitu

pengumpulan data, analisis data, dan penentuan masalah kesehatan serta

keperawatan (Potter, 2010 dalam penelitian Ba’diah Afif, 2017).

a. Identitas diri klien

1) Nama

2) Jenis Kelamin

Penderita TB laki-laki lebih banyak dari pada penderita TB

perempuan, hal ini dikarenakan rokok mengganggu mekanisme

pertahanan alamiah yang dimediasi oleh makrofag, sel epitel, sel

dendritik (DCs), dan sel natural killer (NK) sehingga

meningkatkan risiko, keparahan dan durasi infeksi.

3) Umur

TB dapat menyerang semua usia, tetapi TB pada usia 0-14

tahun cukup rendah dibandingkan dewasa, pada dewasa disertai

adanya lubang atau kavitas pada paru-paru.

4) Tempat, Tanggal Lahir

52
5) Alamat

Penyakit TB biasanya ditemukan pada pasien dengan

tempat tinggal dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi

sehingga masuknya cahaya matahari kedalah rumah sangat minim.

6) Pekerjaan

Riwayat pekerjaan yang sering berinteraksi pada penderita

TB, atau bekerja di daerah dengan banyaknya organisme di udara /

udara kotor.

b. Riwayat Kesehatan

1) Kesehatan sekarang

a) Keadaan pernafasan (nafas pendek, cepat, pernafasan

>20x/menit)

b) Nyeri dada, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura,

sehingga menimbulkan pleuritis.

c) Sesak nafas, timbul pada tahap lanjut ketika inflamasi radang

sampai paru.

d) Batuk, mulanya non progresis kemudian berdahak bahkan

bercampur dahak bila sudah terjadi kerusakan jaringan.

2) Kesehatan dahulu

Mengkaji apakah klien sebelumnya pernah menderita TB

paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberkulosis pada organ

lain, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang

memberatkan TB paru seperti diabetes militus. Serta kaji obat-

53
obatan yang biasa diminum (OAT dan antitusif) apakah ada alergi

obat.

3) Kesehatan keluarga

Pada umumnya penyakit TB ini adalah bukanlah penyakit

keturunan, tapi bisa ditularkan oleh penderita yang terinfeksi. Dan

adakah keluarga yang menderita penyakit lain seperti empisema,

asma, alergi.

c. Data pola pemeliharaan kesehatan

1) Tentang nutrisi

Perlu dikaji apakah penderita TB memiliki nutrisi yang

cukup dikarenakan pada penderita TB akan banyaknya sel yang

mati makanan dengan protein dan kalori yang cukup akan

membantu sel - sel baru tumbuh.

2) Pola tidur-istirahat dan stress

Pada umumnya penderita TB akan kesusahan beristirahat

karena respirasi yang terganggu menyebabkan nyeri. Pengkajian

dilakukan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur,

kesulitan tidur dan penggunaan obat tidur.

3) Pola aktifitas

Pada umumnya penderita TB akan mengalami penurunan

aktifitas baik untuk aktifitas sehari-hari bahkan untuk bekerja

biasanya nyeri sangat menggangu aktifitasnya.

54
d. Pemerikasaan Fisik

1) Pemeriksaan kepala dan leher

Pemeriksaan mulai dari kepala, wajah, mata, hidung,

telinga, mulut, dan leher. Pada penderita TB biasanya di dapatkan

tanda-tanda pada, hidung yaitu terdapat cuping hidung, pada mulut

kotor karena pasien mual, muntah dan disertai batuk dahak, bahkan

sampai batuk darah.

2) Thoraks

Pemeriksaan di tujukan pada dada, paru-paru. Pada

penderita TB biasanya didapatkan bentuk dada yang asimetris,

adanya nafas bantu dada ataupun perut, nyeri dada, irama nafas

yang tidak teratur, nyeri tekan pada dada, adanya vemitus fokal,

adanya bunyi rensonan pada saat perkusi, dan adanya bunyi ronchi

pada saat auskultasi.

3) Jantung

Pada pemeriksaan jantung didapatkan denyut nadi yang

melemah dan cepat, tekanan darah biasanya normal.

4) Abdomen

Pada pemeriksaan abdomen pada penderita TB biasanya

pasien mengeluhkan mual dan muntah, pada diit yaitu diit dengan

tinggi kalori dan tinggi protein.

55
5) Ginjal

Pengeluaran volume output urine berhubungan dengan

tanda awal syok. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urin

yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan bahwa

fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena minum OAT

terutama rifampisin.

6) Ekstermitas dan Persendian

Banyak aktifitas sehari hari yang berkurang banyak pada

penderita TB. Gejala yang muncul antara lain, kelemahan,

kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olah raga

menjadi tidak teratur.

7) Genetalia, Anus.

Biasanya tidak ada gangguan.

2. Analisa data

Merupakan upaya untuk memberikan justifikasi pada data yang

telah dikumpulkan dengan melakukan perbandingan data subyektif dan

obyektif yang dikumpulkan dari berbagai sumber berdasarkan standart

nilai normal, untuk menemukan kemungkinan pengkajian ulang atau

pengkajian tambahan tentang data yang ada (Hidayat, 2012 dalam

penelitian Ba’diah Afif, 2017)

56
3. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan berdasarkan NANDA (2018)

a. Ketidakefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus

berlebihan, sekresi yang tertahan

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi,

keletihan otot pernafasan

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

perfusi ventilasi

d. Hipertermia berhubungan dengan proses peradangan

e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan asupan diet kurang

4. Intervensi keperawatan

Tabel 2.6
Intervensi Keperawatan

Intervensi
No Diagnosa keperawatan
NOC NIC
1. Bersihan Jalan Nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas

efektif keperawatan selama .. x 24 jam 1. Posisikan pasien untuk

berhubungan dengan: pasien menunjukkan keefektifan memaksimalkan ventilasi

 Mukus berlebihan jalan nafas dibuktikan dengan 2. Buang sekret dengan memotivasi

 Terpajan asap kriteria hasil : pasien untuk melakukan batuk

 Benda asing dalam  Mendemonstrasikan batuk atau menyedot lendir

jalan nafas efektif dan suara nafas yang 3. Motivasi pasien untuk bernafas

 Sekresi yang tertahan bersih, tidak ada sianosis dan pelan, dalam, batuk

57
 Perokok pasif dyspneu (mampu 4. Ajarkan bagaimana cara batuk

 perokok mengeluarkan sputum, efektif

bernafas dengan mudah, tidak 5. Auskultasi suara nafas, catat

ada pursed lips) adanya suara tambahan

 Menunjukkan jalan nafas yang

paten (klien tidak merasa Peningkatan (Manajemen) Batuk

tercekik, irama nafas, 1. Dukung pasien untuk melakukan

frekuensi pernafasan dalam nafas dalam, tahan selama 2 detik,

rentang normal, tidak ada bungkukkan ke depan, tahan 2

suara nafas abnormal) detik dan batukkan 2 – 3 kali

2. Minta pasien untuk menarik nafas

dalam beberapa kali, keluarkan

perlahan dan batukkan di akhir

ekshalasi(penghembusan)

Monitor pernafasan

1. Monitor kecepatan irama,

kedalaman dan kesulitan bernafas

2. Monitor suara nafas tambahan


2. Pola Nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Monitor pernafasan

berhubungan dengan : keperawatan selama ...x 24 jam 1. Monitor kecepatan irama,

 Ansietas pasien menunjukkan keefektifan kedalaman dan kesulitan bernafas

 Posisi tubuh yang pola nafas, dibuktikan dengan 2. Monitor suara nafas tambahan

menghambat ekspansi kriteria hasil: 3. Monitor pola nafas

paru  Mendemonstrasikan batuk 4. Monitor tekanan darah, nadi, suhu,

 Keletihan efektif dan suara nafas yang dan status pernafasan

 Hiperventilasi bersih, tidak ada sianosis dan

dyspneu (mampu Manajemen jalan nafas


 Obesitas

58
 Nyeri mengeluarkan sputum, mampu 1. Posisikan pasien untuk

 Keletihan otot bernafas dg mudah, tidakada memaksimalkan ventilasi

pernafasan pursed lips) 2. Ajarkan bagaimana cara batuk

 Menunjukkan jalan nafas yang efektif

paten (klien tidak merasa 3. Auskultasi suara nafas, catat

tercekik, irama nafas, adanya suara tambahan

frekuensi pernafasan dalam

rentang normal, tidak ada

suara nafas abnormal)

 Tanda Tanda vital dalam

rentang normal (tekanan darah,

nadi, pernafasan)
3. Gangguan Pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas

Berhubungan dengan : keperawatan selama...x 24 jam 1. Posisikan pasien untuk

 ketidakseimbangan Gangguan pertukaran pasien memaksimalkan ventilasi

perfusi ventilasi teratasi dengan kriteria hasi: 2. Ajarkan bagaimana cara batuk

 perubahan membran  Mendemonstrasikan efektif

kapiler-alveolar peningkatan ventilasi dan 3. Auskultasi suara nafas, catat

oksigenasi yang adekuat adanya suara tambahan

 Memelihara kebersihan

paru paru dan bebas dari tanda Monitor pernafasan

tanda distress pernafasan 1. Monitor kecepatan irama,

 Mendemonstrasikan kedalaman dan kesulitan bernafas

batuk efektif dan suara nafas 2. Monitor suara nafas tambahan

yang bersih, tidak ada sianosis 3. Monitor pola nafas

dan dyspneu (mampu 4. Monitor tekanan darah, nadi, suhu,

mengeluarkan sputum, mampu dan status pernafasan

bernafas dengan mudah, tidak Monitor tanda – tanda vital

59
ada pursed lips) 1. Monitor tekanan darah, nadi suhu

 Tanda tanda vital dalam dan status pernafasan

rentang normal 2. Monitor pola pernafasan abnormal

(misalnya, cheyne-Stokes,

Kussmaul, Biot, apneustic, ataksia,

dan pernafasan berlebih)

3. Monitor warna kulit, suhu, dan

kelembaban
4. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Pengaturan suhu

Berhubungan dengan : keperawatan selama...x 24 jam 1. Monitor suhu setiap 2 jam

 Penyakit/ trauma pasien menunjukkan : Suhu tubuh 2. Monitor tekanan darah, nadi dan

 Peningkatan metabolisme dalam batas normal dengan respirasi, sesuai kebutuhan

 Aktivitas yang berlebih kreiteria hasil: 3. Monitor suhu dan warna kulit

 Dehidrasi  Suhu  36 – 37C

 Nadi dan RR dalam rentang Manajemen cairan

normal 1. Jaga intake/asupan yang akurat



 Tidak ada perubahan warna dan catat output

kulit dan tidak ada sakit kepala 2. Monitor status hidrasi

3. Monitor tanda – tanda vital

4. Berikan cairan, dengan tepat


5. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi

kurang dari kebutuhan keperawatan selama...x24 jam 1. Tentukan status gizi pasien dan

tubuh nutrisi kurang teratasi dengan kemampuan untuk memenuhi

Berhubungan dengan : indikator: kebutuhan gizi

Asupan diet kurang  Asupan nutrisi terpenuhi 2. Identifikasi adanya alergi atau

 Asupan cairan terpenuhi intoleransi makanan

 Tidak ada penurunan berat 3. Monitor adanya penurunan BB

badan 4. Ciptakan lingkungan yang optimal

pada saat mengkonsumsi makanan

60
(bersih, berventilasi, santai, dan

bebas dari bau menyengat

Terapi nutrisi

1. Monitor intake makanan/cairan

dan hitung masukan kalori perhari

2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

menentukan jumlah kalori dan tipe

nutrisi yang di perlukan untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi

Manajemen cairan

1. Jaga intake/asupan yang akurat

dan catat output

2. Monitor status hidrasi

3. Monitor tanda – tanda vital

4. Berikan cairan, dengan tepat

5. Dukung pasien dan keluarga untuk

membantu dalam pemberian

makan dengan baik


Sumber :

Moorhead,Sue Dkk. (2013).Nursing Outcome Classification (NOC).

United Kingdom: ELSEVIER

Bulechek, Gloria M Dkk. (2013). Nursing Interventions Classification

(NIC). United Kingdom : ELSEVIER.

NANDA International. (2018). Diagnosa Keperawatan Definisi dan

Klasifikasi. Jakarta : EGC.

61
5. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan,

tahap ini muncul jika perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada klien.

Aplikasi yang dilakukan pada klien akan berbeda, disesuaikan dengan

kondisi klien saat itu dan kebutuhan yang paling dirasakan oleh klien

(Nurul, 2015 dalam penelitian Ba’diah Afif, 2017)

6. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap kelima atau terakhir dari proses

keperawatan. Pada tahap ini perawat membandingkan hasil tindakan yang

telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan serta menilai

apakah masalah yang terjadi sudah teratasi seluruhnya, hanya sebagian

atau bahkan belum teratasi semuanya. (Nurul, 2015 dalam penelitian

Ba’diah Afif, 2017)

62
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan

Penelitian studi kasus ini adalah studi untuk mengeksplorasi masalah

Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Tn. U Dengan Gangguan Sistem

Pernafasan : Tuberculosis Paru di UPTD Puskesmas Purwakarta Tahun 2021.

Pasien di asuhan keperawatan selama tiga hari.

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Pada kasus ini tempat pengambilan kasus dilakukan di UPTD Puskesmas

Purwakarta, dilakukan pada Tn. U yang mengalami gangguan sistem

pernafasan : Tuberculosis Paru

2. Waktu penelitian

Kegiatan penelitian ini dilakukan selama empat hari pada tanggal 07 – 10

juni 2021.

C. Subyek Penelitian

Subjek penelitian pada studi kasus ini adalah Tn. U pasien dengan

diagnosa medis Tuberculosis paru.

63
D. Pengumpulan Data

Teknik pengambilan data merupakan cara untuk mengumpulkan atau

mengambil data yang akan dilakukan dalam penelitian studi kasus.

Pengumpulan data dalam penelitian studi kasus ini menggunakan data primer

dan data sekunder. Data primer yaitu jenis data yang diperoleh langsung dari

responden, sedangkan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari petugas

kesehatan yang terkait.

Dalam keperawatan, data yang didapat bisa langsung dari pasien,

keluarga, maupun tenaga kesehatan lain.

Adapun teknik pengumpulan data yang diterapkan dalam

mengumpulkan data penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Wawancara

Wawancara yaitu melakukan tanya jawab langsung yang dilakukan

perawat kepada pasien maupun keluarga untuk mengetahui tentang

identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, dahulu,

keluarga dan lain-lain.

2. Observasi dan Pemeriksaan Fisik

Observasi yaitu melakukan pengamatan dan mencatat tindakan

atau respon yang terjadi pada diri pasien. Pemeriksaan fisik dilakukan

untuk mengetahui sesuatu yang normal maupun abnormal dari sistem

tubuh pasien dengan pendekatan IPPA (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, dan

Auskultasi).

64
3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data dari

puskesmas dan rekam medis pasien.

E. Analisa Data

Analisa data adalah pengelolaan dan penganalisaan data dengan

teknik-teknik tertentu. Adapun urutan dalam analisis adalah :

1. Pengumpulan Data

Pengelolaan data diambil dari hasil wawancara, observasi, dan

dokumen yang dilakukan kepada pasien. Pada wawancara ini, hal yang

ditanyakan pada pasien meliputi identitas, keluhan, riwayat penyakit dan

lain-lain.

2. Mereduksi Data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan

lapangan dijadikan satu dalam bentuk transkrip dan dikelompokkan

menjadi data subyektif dan obyektif. Data obyektif dianalisis berdasarkan

hasil pemeriksaan diagnostic kemudian dibandingkan nilai normal

3. Penyajian Data

Dalam studi kasus ini data disajikan dalam bentuk teks (tekstular).

Penyajian secara tekstular biasanya digunakan untuk penelitian atau data

kualitatif. Penyajian cara tekstular adalah penyajian data hasil penelitian

dalam bentuk uraian kalimat. Kerahasiaan dari responden dijamin dengan

mengaburkan identitas dari responden.

65
4. Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan

dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku

kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi.

F. Keabsahan Data

Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data atau

informasi yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data

dengan validitas tinggi. Disamping integritas peneliti (karena peneliti menjadi

instrumen utama), uji keabsahan data dilakukan dengan :

1. Memperpanjang waktu pengamatan atau tindakan

2. Sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi dari tiga sumber

data utama yaitu pasien, perawat dan keluarga klien yang berkaitan dengan

masalah yang diteliti.

G. Etika Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2012), etika penelitian adalah suatu pedoman

etika yang berlaku untuk setiap kegiatan penelitian yang melibatkan antara

pihak peneliti, pihak yang diteliti (subjek penelitian) dan masyarakat yang

akan memperoleh dampak hasil penelitian tersebut. Masalah etika yang harus

diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut :

66
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak responden penelitian

untuk mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian

tersebut, dan peneliti juga mempersiapkan lembar formulir persetujuan

(informed concent) kepada responden (Notoatmodjo, 2012).

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for

privacy and confidentiality)

Setiap responden mempunyai hak-hak dasar individu termasuk

privasi dan kebebasan individu dalam memberikan informasi, maka dari

itu seorang peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas

dan kerahasiaan identitas responden (Notoatmodjo, 2012).

3. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice an

inclusiveness)

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan

kejujuran, keterbukaan, dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan

penelitian perlu dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan,

yakni dengan menjelaskan prosedur penelitian (Notoatmodjo, 2012).

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harms and benefits)

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal

mungkin bagi masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian pada

khususnya. Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang

merugikan bagi subjek (Notoatmodjo, 2012).

67
Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu mendapat adanya

rekomendasi dari institusi atau pihak lain dengan mengajukan permohonan

ijin kepada institusi atau lembaga tempat penelitian. Setelah mendapat

persetujuan barulah melakukan penelitian dengan menekankan masalah etika

yang meliputi :

1. Informed Consent (persetujuan menjadi responden)

Informed consent ini berupa lembar persetujuan untuk menjadi

responden. Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan

diteliti dan memenuhi kriteria inklusi.

Lembar ini juga dilengkapi dengan judul penelitian dan manfaat

penelitian. Apabila subjek menolak, maka peneliti tidak boleh memaksa

dan harus tetap menghormati hak-hak subjek.

2. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan responden maka peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode.

3. Confidentislity (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang telah terkumpul dari responden

dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang

akan dilaporkan pada hasil penelitian.

68
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Studi Kasus

1. Pengkajian

a. Pengumpulan data

1) Identitas

Nama : Tn.U

Umur : 27 Tahun

Jenis Kelamin : Laki - laki

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Tidak bekerja

Suku Bangsa : Sunda

Status Perkawinan : Belum kawin

Golongan Darah :-

Tanggal Pengkajian : 07 juli 2021

Diagnosa Medis : Tuberculosis paru

Alamat : Purnawarman Barat RT 17 RW 08

Kecamatan Sindang Kasih

Kabupaten Purwakarta.

69
2) Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. A

Umur : 57 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Suku Bangsa : Sunda

Hubungan dengan klien : Ibu

Alamat : Purnawarman Barat RT 17 RW 08

Kecamatan Sindang Kasih

Kabupaten Purwakarta.

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama

Klien mengeluh batuk dan sulit mengeluarkan dahak.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Klien mengeluh batuk berdahak dan dahak sulit untuk di keluarkan

disertai sesak saat bernafas

c. Riwayat kesehatan yang lalu

Keluarga klien mengatakan klien pernah menjalani pengobatan

tuberculosis pada bulan Desember 2020 dan dihentikan sendiri oleh

klien dengan alasan timbul bintik – bintik di dada.

70
d. Riwayat kesehatan keluarga

Keluarga klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang

pernah menderita penyakit Tuberculosis paru.

Bagan 4.1 Genogram

71 65 71 65
65

55
62 59 57 55 53 68 65 62 60 57

35 33 31 29 27 20 14

Keterangan Simbol :

: Laki - laki
C
: Perempuan

: Pasien

x..... : Meninggal

: Tinggal seruma

71
Keterangan :

Dari genogram di atas Tn. U merupakan anak ke lima dari tujuh

bersaudara, tinggal berlima dalam satu rumah, dan di keluarga tidak

ada yang mempunyai riwayat penyakit yang sama.

e. Data Pola Kebiasaan Pasien

Tabel 4.1
Data Pola Kebiasaan

No Data Biologis Sebelum Sakit Saat Sakit


1. Pola Makan
 Frekuensi 3 x sehari 1 x sehari
 Porsi makan 1 piring 1 piring

 Jenis Nasi, sayur. Lauk pauk Nasi, sayur, lauk pauk

 Pantangan Tidak ada Tidak ada

 Gangguan menelan Tidak ada Tidak ada


53 kg 40 kg
 Berat badan
Bakso Bakso
 Makanan yang disukai
Tidak ada Tidak ada
 Diet
Tidak ada Nafsu makan menurun
 Keluhan

2. Pola Minum
 Frekuensi ± 6 – 8 x sehari ± 6 – 8 x sehari
 Jumlah/cc ± 2 liter/ hari ± 2 liter/ hari

 Jenis Air putih Air putih

 Pantangan Tidak ada Tidak ada

 Keluhan Tidak ada Tidak ada


3. Pola Eliminasi BAB
 Frekuensi 2 x sehari 3- 4 x sehari
 Warna Kuning Kuning

 Bau Bau khas Bau khas

 Konsistensi Lunak Lunak

 Keluhan Tidak ada Tidak ada

4. Pola Eliminasi BAK

72
 Frekuensi 3 – 5 x sehari 3 – 5 x sehari
 Warna Kuning jernih Kuning jernih

 Bau Tidak ada Tidak ada

 Alat bantu Tidak ada Tidak ada

 Keluhan Tidak ada Tidak ada


5. Pola istirahat dan tidur
 Frekuensi 1 x sehari 1 x sehari
 Lama tidur siang 1 – 2 jam 1 – 2 jam

 Lama tidur malam 3 – 5 jam 3 – 5 jam

 Kebiasaan penghantar Tidak ada Tidak ada

tidur
 Keluhan tidur Tidak ada Tidak ada
Tidak ada Tidak ada
 Kebiasaan penggunaan
obat tidur
Tidak ada Tidak ada
 Keluhan
6. Pola Kebersihan
 Mandi 2 x sehari 2 x sehari
 Mencuci rambut 2 hari sekali 3 hari sekali

 Sikat gigi 2 x sehari 2 x sehari

 Mengganti pakaian 2 x sehari 2 x sehari


7. Pola Aktivitas
 Jenis pekerjaan Tidak bekerja Tidak bekerja
 Waktu bekerja Tidak ada Tidak ada

 Lama bekerja Tidak ada Tidak ada

 Jenis olahraga Tidak ada Tidak ada

 Frekuensi olahraga Tidak ada Tidak ada


Tidak ada Tidak ada
 Keluhan
Menonton TV Menonton TV
 Kegiatan diwaktu luang

f. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum : Baik

2) Tingkat Kesadaran : Compos Mentis (GCS : E : 4 M : 6 V : 5)

3) Tanda – tanda vital

73
Tekanan Darah : 100/80 mmHg

Nadi : 96 x/menit

Respirasi : 28 x/menit

Suhu : 36,5 oC

4) IMT

BB : 40 Kg

TB : 170 Cm

IMT = Berat badan (kg)

Kuadrat tinggi badan (m2)

IMT = 40 = 40 = 13,8

( 1,70 x 1,70) 2.89

Keterangan : berdasarkan hasil IMT di atas maka termasuk dalam

kategori berat badan kurang.

Keterangan :

Klasifikasi Indeks Masa Tubuh


Under weight (berat badan kurang) < 18, 5
Normal 18,5 – 22,9
Over weight (berat badan lebih) ≥ 23
Beresiko 23 – 24,9
Obesitas I 25 – 29,9
Obesitas II ≥ 30

5) Pemeriksaan fisik

a) Kepala

74
Inspeksi kepala simetris, kepala bersih, penyebaran rambut

merata, warna rambut hitam, kering dan tidak ada kelainan,

palpasi tidak ada nyeri tekan.

b) Mata

Inspeksi mata simetris, sklera anikterik, konjungtiva anemis,

pupil isokor, fungsi penglihatan dan ketajaman mata normal

dan palpasi tidak ada nyeri tekan.

c) Hidung

Inspeksi hidung simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung,

fungsi penciuman normal, palpasi tidak ada nyeri tekan pada

sinus.

d) Mulut

Inspeksi mulut mukosa bibir lembab dan pucat, tidak ada lesi,

tidak ada karies gigi, tidak ada stomatitis.

e) Leher

Inspeksi leher simetris, tidak ada pembesaran vena jugularis,

palpasi tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah

bening, tidak ada nyeri telan.

f) Dada

Inspeksi dada bentuk dada simetris, frekuensi nafas 28 x/menit,

irama nafas teratur, adanya pernafasan dada, tidak ada

penggunaan otot bantu pernafasan, saat di Palpasi tidak ada

nyeri tekan pada dada, ekspansi paru simetris, vocal premitus

75
teraba diseluruh lapang paru, saat di perkusi suara perkusi

sonor, saat di auskultasi adanya suara nafas tambahan yaitu

suara nafas ronkhi

g) Jantung

Pada pemeriksaan jantung saat di inspeksi tidak terlihat adanya

pulsasi iktus kordis, saat di palpasi ictus Kordis teraba di ICS 5,

saat di perkusi batas atas ICS II line sternal dekstra, batas

bawah ICS V line midclavicula sinistra, batas kanan ICS III

line sternal dekstra, batas kiri ICS III line sternal sinistra, saat

di auskultasi BJ II Aorta Dub, reguler dan intensitas kuat, BJ II

Pulmonal Dub, reguler dan intensitas kuat, BJ I Trikuspid :

Lub, reguler dan intensitas kuat dan BJ I Mitral : Lub, reguler

dan intensitas kuat. Tidak ada bunyi jantung tambahan

h) Abdomen

Pada saat di inspeksi bentuk datar, tidak terlihat adanya

benjolan. Saat di auskultasi peristaltik 9 kali/menit. Saat palpasi

ada nyeri tekan pada kuadran II, tidak teraba adanya massa,

tidak ada pembesaranpada hepar. Saat perkusi suara perkusi

timpani.

i) Ekstremitas Atas

76
Pada saat inspeksi tidak ada kelainan ekstremitas, simetris, saat

palpasi akral dingin, turgor kulit < 2 detik, CRT < 2 detik,

terdapat keringat dingin.

j) Ekstremitas Bawah

Pada saat inspeksi tidak ada kelainan ekstremitas, simetris,

tidak ada luka , saat palpasi turgor kulit < 2 detik, CRT < 2

detik,.

g. Terapi yang diberikan

Tabel 4.2
Terapi Yang Diberikan

Cara
No Jenis Obat Indikasi Kontraindikasi Efek samping Pemberian
& Dosis
1. OAT Obat anti Hipersensitive, Nyeri perut, heart Oral
Rifampicin Tuberculosis menerima obat antiviral burn, urin merah, 3x1
150mg/ Isoniazid Hipersensitive, pusing
penyakit hati akut dan Mual/muntah,
75 mg/
kronis hepatotoksik,
Pyrazinamide 400 Hipersensitive, polineuritis
mg/ Ethambutol penyakit hati, gout periferal
Hydrochloride Hipersensitive, optic Demam,
275 mg neuritis, anak di bawah mual/muntah,
6 tahun tidak di hepatotoksik
anjurkan Pusing, penglihatan
kabur, mual/muntah
2. Guaifenesin Obat untuk hipersensitive Pusing atau sakit Oral
pengencer dahak kepala, ruam kulit, 3x1
mual, muntah, atau
sakit perut
3. Paracetamol Obat untuk Hipersensitive terhadap Mual, sakit perut Oral
menurunkan paracetamol, gangguan bagian atas, gatal- 3x1
demam dan fungsi hati gatal, kehilangan
nafsu makan,
menghilangkan
kuning pada kulit
rasa nyeri dan mata
Antipiretik dan
analgesik
4. Vitamin C Mencegah dan Hipersensitive terhadap Gangguan saluran Oral
mengobati komponen obat cerna 3x1

77
kekurangan
vitamin C
5. Vitamin B6 Defisiensi Hipersensitive terhadap Sakit kepala, mual, Oral
Vitamin B6 dan komponen obat mengantuk, mati 3x1
neuropati perifer rasa ringan atau
kesemutan,
kelelahan

6. Vitamin B Mencegah dan Hipersensitive terhadap Gangguan pada Oral


complek mengobati komponen obat lambung seperti 3x1
kekurangan nyeri lambung
Vitamin B
complek

h. Data Sosial

Pasien kooperatif saat berinteraksi, klien biasa berkomunikasi dengan

masyarakat sekitar.

i. Data Spiritual

Klien beibadah hanya kadang – kadang, dan jarang mengikuti kegiatan

keagamaan yang ada di lingkungan sekitar

j. Analisa Data

Tabel 4.3
Analisa Data

No Data Etiologi Problem

1. DS : Mycobacterium tuberculosis Ketidakefektifan

- Klien mengeluh batuk dan bersihan jalan nafas

susah untuk mengeluarkan Masuk ke lapang paru

dahak

DO : Pertahanan primer tidak adekuat


- Klien tampak batuk

- Klien tampak sesak nafas /

78
Dispnea Pembentukan tuberkulin

- Terdapat suara nafas

tambahan ronkhi Kerusakan membran alveolar

- Terdapat perubahan

frekuensi nafas

Respirasi : 28 x/menit Proses peradangan

Pembentukan sputum berlebihan

Bersihan jalan nafas tidak efektif

2. DS: Mycobakteriun tuberculosis Pola nafas tidak efektif

- Klien mengatakan sesak

saat bernafas Proses peradangan

DO :

- Klien tampak sesak nafas / Pembentukan sputum berlebihan

Dispnea

- Pernafasan klien tampak Penumpukan sekret

cepat / Takipnea

- Terdapat suara nafas Sekret sulit di keluarkan

tambahan ronkhi

- Pola nafas abnormal Obstruksi

- Respirasi : 28 x/menit

Sesak nafas

Pola nafas tidak efektif

79
3. DS : Mycobacterium tuberculosis Ketidakseimbangan

- Klien mengatakan tidak nutrisi kurang dari

nafsu makan Menyebar pada saluran pencenan kebutuhan

- Klien mengatakan makan

1 x sehari Proses peradanan

- Keluarga klien

mengatakan BB klien Pembentukan sputum berlebihan

sebelum sakit 53 dan

sekarang 40 Batuk produktif

DO :

- Klien tampak lemah Batuk berat

- Membran mukosa pucat

- Enggan makan Distensi abdomen

- IMT : 13,8

- Bising usus 9 x/menit Intake nutrisi kurang

Ketidak seimbangan nutrisi

kurang darikebutuhan

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan berdasarkan NANDA (2018)

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus

yang berlebihan

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan

dengan asupan diet kurang

80
3. Rencana Keperawatan

Tabel 4.4
Intervensi Keperawatan

Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
NOC NIC
1. Bersihan Jalan Nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas

efektif berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 24 jam pasien 1. Posisikan pasien untuk

mukus yang berlebihan menunjukkan keefektifan jalan nafas memaksimalkan ventilasi

dibuktikan dengan kriteria hasil : 2. Buang sekret dengan memotivasi

 Mendemonstrasikan batuk pasien untuk melakukan batuk atau

efektif dan suara nafas yang menyedot lendir

bersih, tidak ada sianosis dan 3. Motivasi pasien untuk bernafas

dyspneu (mampu pelan, dalam, batuk

mengeluarkan sputum, 4. Ajarkan bagaimana cara batuk

bernafas dengan mudah, efektif

tidak ada pursed lips) 5. Auskultasi suara nafas, catat

 Menunjukkan jalan nafas adanya suara tambahan

yang paten (klien tidak

merasa tercekik, irama nafas, Peningkatan (Manajemen) Batuk

frekuensi pernafasan dalam 1. Dukung pasien untuk melakukan

rentang normal, tidak ada nafas dalam, tahan selama 2 detik,

suara nafas abnormal) bungkukkan ke depan, tahan 2

detik dan batukkan 2 – 3 kali

2. Minta pasien untuk menarik nafas

dalam beberapa kali, keluarkan

perlahan dan batukkan di akhir

81
ekshalasi(penghembusan)

Monitor pernafasan

1. Kaji kecepatan irama, kedalaman

dan kesulitan bernafas

2. Kaji suara nafas tambahan

Intervensi tambahan :

- Berikan terapi komplementer Jahe

merah

(https://ejournal.unhi.ac.id)
2. Pola Nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Monitor pernafasan

berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 24 jam 1. Kaji kecepatan irama, kedalaman

hiperventilasi pasien menunjukkan keefektifan pola dan kesulitan bernafas

nafas, dibuktikan dengan kriteria 2. Kaji suara nafas tambahan

hasil: 3. Kaji pola nafas

 Mendemonstrasikan batuk 4. Kaji tekanan darah, nadi, suhu, dan

efektif dan suara nafas yang status pernafasan

bersih, tidak ada sianosis

dan dyspneu (mampu Manajemen jalan nafas

mengeluarkan sputum, 1. Posisikan pasien untuk

mampu bernafas dg mudah, memaksimalkan ventilasi

tidakada pursed lips) 2. Ajarkan bagaimana cara batuk

 Menunjukkan jalan nafas efektif

yang paten (klien tidak 3. Auskultasi suara nafas, catat

merasa tercekik, irama adanya suara tambahan

nafas, frekuensi pernafasan

dalam rentang normal, tidak

82
ada suara nafas abnormal)

 Tanda Tanda vital dalam

rentang normal (tekanan

darah, nadi, pernafasan)


3. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh keperawatan selama 1 x 24 jam 1. Tentukan status gizi pasien dan

Berhubungan dengan asupan nutrisi kurang teratasi dengan kemampuan untuk memenuhi

diet kurang. indikator: kebutuhan gizi

 Asupan nutrisi terpenuhi 2. Identifikasi adanya alergi atau

 Asupan cairan terpenuhi intoleransi makanan

 Tidak ada penurunan berat 3. Monitor adanya penurunan BB

badan 4. Ciptakan lingkungan yang optimal

pada saat mengkonsumsi makanan

(bersih, berventilasi, santai, dan

bebas dari bau menyengat

Terapi nutrisi

1. Kaji intake makanan/cairan dan

hitung masukan kalori perhari

2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

menentukan jumlah kalori dan tipe

nutrisi yang di perlukan untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi

Manajemen cairan

1. Jaga intake/asupan yang akurat dan

catat output

2. Kaji status hidrasi

3. Kaji tanda – tanda vital

83
4. Berikan cairan, dengan tepat

5. Dukung pasien dan keluarga untuk

membantu dalam pemberian

makan dengan baik

4. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Tabel 4.5
Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan
Hari Ke - 1

Hari

No Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf

/Jam
1. Kamis,08 Ketidakefektifan 1. Mengajarkan bagaimana S: Lusi

juli 2021 bersihan jalan nafas cara batuk efektif - Klien mengatakan

17.00 berhubungan Respon : klien tampak masih batuk dan sulit

WIB dengan mukus yang paham dan mampu untuk mengeluarkan

berlebihan mengikuti apa yang di dahak

ajarkan O:

Dahak tidak keluar, air liur - Klien tampak batuk –

yang keluar : ± 3 cc batuk

2. Mengauskultasi suara nafas, - Terdapat suara nafas

catat adanya suara tambahan tambahan ronkhi

Respon : terdapat suara - Klien mampu

ronkhi dilapang paru ngengikuti cara

sebelah kanan dan kiri. melakukan batuk

3. Meminta pasien untuk efektif, Dahak tidak

menarik nafas dalam, keluar, air liur yang

keluarkan perlahan dan keluar : ± 3 cc

84
batukkan di akhir ekshalasi

(penghembusan) A:

Respon : klien mampu Masalah ketidakefektifan

mengikuti arahan dan klien bersihan jalan nafas belum

tampak lebih rileks teratasi

4. Mengkaji suara nafas P:

tambahan Lanjutkan intervensi

Respon : terdapat suara 1. Auskultasi suara nafas,

nafas tambahan ronchi catat adanya suara

tambahan

2. Ajarkan bagaimana cara

batuk efektif

3. Minta pasien untuk

menarik nafas dalam,

keluarkan perlahan dan

batukkan di akhir

ekshalasi (penghembusan)
2. Kamis,08 Pola nafas tidak 1. Membantu posisikan klien S: Lusi

juli 2021 efektif semi fowler untuk - Klien mengatakan

17.00 berhubungan memaksimalkan ventilasi sesak nafas

WIB dengan Respon : sesak tampak berkurang

hiperventilasi berkurang O:

RR : 27 x/ - Sesak tampak

2. Mengkaji suara nafas berkurang

tambahan - Adanya suara nafas

Respon : terdapat suara tambahan ronkhi

nafas tambahan ronkhi - Tidak ada

3. Mengkaji kecepatan irama, penggunaaan otot

85
kedalaman dan kesulitan bantu nafas

bernafas - Pernafasan dada

Respon : irama pernafasan cepat dangkal

cepat, kedalaman - TD : 100/80 mmHg

pernafasan dangkal - Nadi : 96 x/menit

RR 27 x/menit - RR : 25 x/menit

4. Mengkaji pola nafas - Suhu : 36,5 oC

Respon : pola nafas cepat A:

5. Mengkaji tekanan darah, Masalah pola nafas tidak

nadi, suhu, dan status efektif belum teratasi

pernafasan P:

Hasil : Lanjutkan intervensi

 TD : 100/80 mmHg 1. Kaji suara nafas tambahan

 Nadi : 96 x/menit 2. Kaji kecepatan irama,

 RR : 27 x/menit kedalaman dan kesulitan

 Suhu : 36,5 oC bernafas

3. Kaji pola nafas

4. Kaji tekanan darah, nadi,

suhu, dan status

pernafasan
3. Kamis,08 Ketidakseimbangan 1. Mengidentifikasi/mengkaji S: Lusi

juli 2021 nutrisi kurang dari adanya alergi makanan - Klien mengatakan

17.00 kebutuhan tubuh Respon : klien mengatakan tidak nafsu makan

WIB Berhubungan tidak ada alergi dan makan hanya 1 x

dengan asupan diet 2. Mengkaji adanya penurunan sehari

kurang BB - Klien mengatakan

Respon : Keluarga klien tidak ada alergi

mengatakan berat badan makanan

86
sebelum sakit 53 kg, - Keluarga klien

sesudah sakit 40 kg mengatakan berat

3. Mengkaji status hidrasi badan sebelum sakit

Respon : turgor kulit < 2 53 kg, sesudah sakit

detik, akral dingin 40 kg

4. Mengkaji tanda – tanda vital O:

Hasil : - Klien tampak lemah

- TD :100/80 mmHg - Turgor kulit < 2 detik

- Nadi : 96 x/menit - Akral dingin

- RR : 27 x/menit - TD : 100/80 mmHg

- Suhu : 36,5 oC - Nadi : 96 x/menit

5. Memberi dukungan pasien - RR : 27 x/menit

dan keluarga untuk - Suhu : 36,5 oC

membantu dalam pemberian A:

makan dengan baik dan Masalah ketidakseimbangan

minum obat secara teratur Nutrisi kurang dari kebutuhan

Respon : keluarga tampak belum teratasi

kooperatif P:

Lanjutkan intervensi

1. Kaji status hidrasi

2. Kaji tanda – tanda vital

3. Beri dukung pasien dan

keluarga untuk membantu

dalam pemberian makan

dengan baik

Hari Ke – 2

No Hari Diagnosa Implementasi Evaluasi paraf

87
Tanggal

/ Jam
1. Jumat, Ketidakefektifan 1. Mengauskultasi suara nafas, S: Lusi

09 juli bersihan jalan nafas catat adanya suara tambahan - Klien mengatakan

2021 berhubungan Respon : adanya suara nafas masih batuk dan

16.40 dengan mukus yang tambahan ronkhi dahak belum bisa

WIB berlebihan 2. Mengajarkan bagaimana keluar

cara batuk efektif O:

Respon : klien sudah - Klien tampak masih

mampu melakukan batuk batuk – batuk

efektif secara mandiri - Terdapat suara nafas

Dahak tidak keluar, air liur tambahan ronkhi

yang keluar : ± 3 cc - Klien sudah bisa

3. Meminta pasien untuk melakukan batuk

menarik nafas dalam, efektif, dahak tidak

keluarkan perlahan dan keluar

batukkan di akhir ekshalasi - Air liur yang keluar ±

(penghembusan) 3 cc

Respon : klien mampu A:

mengikuti instruksi yang Masalah ketidakefektifan

diberikan bersihan jalan nafas belum

teratasi

P:

Lanjutkan intervensi

1. Auskultasi suara nafas,

catat adanya suara

tambahan

2. Meminta klien untuk

88
batuk efektif

3. Berikan terapi

komplementer rebusan

jahe merah.
2. Jumat, Pola nafas tidak 1. Mengkaji suara nafas S: Lusi

09 juli efektif berhubungan tambahan - Klien mengatakan

2021 dengan Respon : terdapat suara masih sesak nafas

16.40 hiperventilasi nafas tambahan ronkhi O:

WIB 2. Mengkaji kecepatan irama, - Adanya suara nafas

kedalaman dan kesulitan tambahan ronkhi

bernafas - Pola pernafasan klien

Respon : irama pernafasan cepat dangkal

cepat, kedalamaan - RR : 29 x.menit

pernafasan dangkal - TD : 100/80 mmHg

RR 29 x/menit - Nadi : 102 x/menit

3. Mengkaji pola nafas - Suhu : 36,5 oC

Respon : pola nafas cepat A:

4. Mengkaji tekanan darah, Masalah pola nafas tidak

nadi, suhu, dan status efektif belum teratasi

pernafasan P:

Hasil : Lanjutkan intervensi

- RR : 29 x.menit 1. Kaji suara nafas tambahan

- TD : 100/80 mmHg 2. Kaji kecepatan irama,

- Nadi : 102 x/menit kedalaman dan kesulitan

- Suhu : 36,5 oC bernafas

3. Kaji pola nafas

4. Kaji tekanan darah, nadi,

suhu, dan status

89
pernafasan
3. Jumat, Ketidakseimbangan 1. Mengkaji status hidrasi S: Lusi

09 juli nutrisi kurang dari Respon : turgor kulit < 2 - Klien mengatakan

2021 kebutuhan tubuh detik, akral dingin masih tidak nafsu

16.40 Berhubungan 2. Mengkaji tanda – tanda vital makan dan makan

WIB dengan asupan diet Hasil : hanya 1 x sehari

kurang - TD : 100/80 mmHg O:

- Nadi : 102 x/menit - Klien tampak lemah

- RR : 29 x/menit - Turgor kulit < 2

- Suhu : 36,5 oC detik, akral dingin

3. Memberi dukung pasien dan - TD : 100/80 mmHg

keluarga untuk membantu - Nadi : 102 x/menit

dalam pemberian makan - RR : 29 x/menit

dengan baik dan minum - Suhu : 36,5 oC

obat secara teratur A:

Respon : klien dan keluarga Masalah ketidakseimbangan

tampak koperatif Nutrisi kurang dari kebutuhan

Keluarga mengatakan klien belum teratasi

mau makan hanya satu kali P:

Lanjutkan intervensi

1. Kaji status hidrasi

2. Kaji tanda – tanda vital

3. Beri dukung pasien dan

keluarga untuk membantu

dalam pemberian makan

dengan baik

Hari Ke – 3

90
Hari

No Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi paraf

/ Jam
1. Sabtu, 10 Ketidakefektifan 1. Mengauskultasi suara S: Lusi

juli 2021 bersihan jalan nafas nafas, catat adanya suara - Klien mengatakan

15.35 berhubungan dengan tambahan masih batuk dan

WIB mukus yang berlebihan Respon : masih terdapat dahak belum bisa

suara nafas tambahan keluar

ronkhi O:

2. Meminta klien untuk - Klien tampak masih

batuk efektif batuk – batuk

Respon : klien mampu - Terdapat suara nafas

melakukan batuk efektif, tambahan ronkhi

Dahak tidak keluar, air - klien mampu

liur yang keluar : ± 3 cc melakukan batuk

3. Terapi komplementer : efektif, Dahak tidak

Memberikan rebusan keluar, air liur yang

Jahe merah untuk keluar : ± 3 cc

membantu melegakan A:

tenggorokan Masalah ketidakefektifan

Respon : Klien bersihan jalan nafas belum

mengatakan teratasi

tenggorokannya lebih P:

enak tetapi dahak masih Intervensi dihentikan

sulit di keluarkan

2. Sabtu, 10 Pola nafas tidak efektif 1. Mengkaji suara nafas S: Lusi

juli 2021 berhubungan dengan tambahan - Klien mengatakan

15.35 hiperventilasi Respon : terdapat suara sesak berkurang

91
WIB nafas tambahan ronchi O:

2. Mengkaji kecepatan - Adanya suara nafas

irama, kedalaman dan tambahan ronkhi

kesulitan bernafas - Pernafasan dada

Respon : irama teratur dangkal

pernafasan cepat, - TD : 120/90 mmHg

kedalaman pernafasan - Nadi :89 x/menit

dangkal - RR : 24 x/menit

RR 24 x/menit - Suhu : 36,5 oC

3. Mengkaji pola nafas A:

Respon : pola nafas Masalah pola nafas tidak

teratur efektif teratasi sebagian

4. Mengkaji tekanan darah, P:

nadi, suhu, dan status Intervensi dihentikan

pernafasan

Hasil :

- TD : 120/90 mmHg

- Nadi :89 x/menit

- RR : 24 x/menit

- Suhu : 36,5 oC
3. Sabtu, 10 Ketidakseimbangan 1. Mengkaji status hidrasi S: Lusi

juli 2021 nutrisi kurang dari Respon : turgor kulit < 2 - Klien mengatakan

15.35 kebutuhan tubuh detik, akral hangat masih tidak nafsu

WIB Berhubungan dengan 2. Mengkaji tanda – tanda makan

asupan diet kurang vital - Makan hanya 1 x

Hasil : sehari

- : TD : 120/90 O:

mmHg - Turgor kulit < 2 detik

92
- Nadi : 89 x/menit - TD : 120/90 mmHg

- RR : 24 x/menit - Nadi : 89 x/menit

- Suhu : 36,5 oC - RR : 24 x/menit

3. Memberi dukung pasien - Suhu : 36,5 oC

dan keluarga untuk A:

membantu dalam Masalah ketidakseimbangan

pemberian makan dengan Nutrisi kurang dari kebutuhan

baik dan minum obat belum teratasi

secara teratur P:

Respon : klien dan Intervensi dihentikan

keluarga tampak

kooperatif

B. Pembahasan

Pada bab ini akan menjelaskan tentang studi kasus asuhan keperawatan

pada Tn. U dengan gangguan sistem Pernafasan : Tuberculosis paru di UPTD

Puskesmas Purwakarta. Disini penulis akan menguraikan bebarapa diagnosa

keperawatan yang muncul pada Tn. U yang sudah dilakukan pengkajian

sebelumnya, ruang lingkup pembahasan pada bab ini adalah : pengkajian,

diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Pada pembahasan ini akan di uraikan kesenjangan antara tinjauan

teoritis dengan kasus dalam pelaksanaan secara nyata sesuai tahap – tahap

proses keperawatan.

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan, oleh karena

itu tepat atau tidaknya intervensi yang penulis lakukan pada klien

93
tergantung pada tahap pengkajian ini. Dalam pengumpulan data pada

kasus Tn. U penulis menggunakan tekhnik anamnesa yaitu pengkajian

langsung pada klien dengan cara observasi, wawancara dan pemeriksaan

dan pengkajian yang dilakukan pada anggota keluarga.

Pada hari rabu tanggal 07 juli 2021 dilakukan pengkajian pada Tn.

U di kediamannya. Dari hasil pengkajian yang di peroleh dari Tn. U

berusia 27 tahun, dan pernah melakukan pengobatan Tuberculosis paru

sebelumnya namun berhenti. Pada saat pengkajian keadaan umum Tn. U

baik, Tn. U mengeluh batuk terus menerus dan dahak sulit untuk keluar.

Tanda – tanda vital saat pengkajian suhu 36,5 oC, nadi : 96 x/menit

(denyut nadi teraba), tekanan darah 100/80 mmHg, pernafasan 28 x/menit.

Hal ini sesuai dengan apa yang dijelaskan didalam asuhan

keperawatan teoritis. Ditemukan data dari hasil wawancara, klien

mengatakan rutin untuk melakukan pemeriksaan dan pengambilan obat di

Puskesmas Purwakarta.

Dari hasil pengkajian yang dijelaskan pada asuhan keperawatan

teoritis ternyata tidak semua muncul pada kasus Tn. U , tanda gejala

tersebut antara lain yang dirasakan yaitu batuk, sesak nafas, nafsu makan

berkurang.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan atau penilaian klinis yang

menguraikan respon aktual dan potensial klien terhadap masalah kesehatan

individu.

94
Setelah dilakukan proses pengkajian maka penulis menganalisa

dan mengidentifikasi menjadi rumusan diagnosa keperawatan aktual

maupun resiko. Berdasarkan hal tersebut penulis dalam kasus asuhan

keperawatan pada Tn. U dengan Tuberculosis Paru menegakan sebanyak 3

diagnosa, berdasarkan data pengkajian penulis menegakan diagnosa yang

pertama yaitu Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

mukus yang berlebihan, alasannya karna klien mengalami batuk di sertai

dahak yang sulit dikeluarkan , diagnosa kedua yaitu Pola nafas tidak

efektif berhubungan dengan hiperventilasi, karena klien batuk disertai

sesak nafas, dan diagnosa terakhir yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang

dari kebutuhan berhubungan dengan asupan diet kurang, karna klien

mengalami penurunan berat badan.

3. Intervensi Keperawatan

Rencana atau intevensi keperawatan adalah untuk perilaku spesifik

yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan

perawat.

Perencanaan yang digunakan untuk mengatasi masalah. Masalah

ketidakefektifan bersihan jalan nafas dengan intervensi membantu klien

buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk,

mengajarkan bagaimana cara batuk efektif, mengauskultasi suara nafas,

catat adanya suara tambahan. Masalah pola nafas tidak efektif dengan

intervensi kaji kecepatan irama, kedalaman dan kesulitan bernafas, dan

kaji pola nafas. Dan masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

95
kebutuhan dengan intervensi monitor adanya penurunan BB, memberi

dukung pasien dan keluarga untuk membantu dalam pemberian makan

dengan baik.

Pada tahap intervensi, penulis membuat rencana tindakan sesuai

data yang didapatkan pada saat pengkajian dan apa yang menjadi keluhan

klien. Penulis merencanakan tindakan yang sesuai dengan diagnosa dalam

melaksanakan asuhan keperawatan sehingga tidak ada kesulitan penulis

melakukan tindakan keperawatan kepada klien dan keluarga.

4. Implementasi Keperawatan

Pada tahap tindakan keperawatan ini penulis melakukan tindakan

sesuai dengan yang sudah penulis buat, diantaranya diagnosa pertama

yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas penulis melakukan tindakan

keperawatan sebagai berikut: membantu klien buang sekret dengan

memotivasi pasien untuk melakukan batuk, mengajarkan bagaimana cara

batuk efektif, mengauskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan,

meminta pasien untuk menarik nafas dalam, keluarkan perlahan dan

batukkan di akhir ekshalasi (penghembusan), mengkaji suara nafas

tambahan.

Pada diagnosa kedua yaitu pola nafas tidak efektif penulis

melakukan tindakan keperawatan sebagai berikut: membantu posisikan

klien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi, mengkaji suara nafas

tambahan, mengkaji kecepatan irama, kedalaman dan kesulitan bernafas,

96
mengkaji pola nafas, mengkaji tekanan darah, nadi, suhu, dan status

pernafasan.

Dan pada diagnosa ketiga yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang

dari kebutuhan penulis melakukan tindakan keperawatan sebagai berikut:

mengidentifikasi/mengkaji adanya alergi makanan, mengkaji adanya

penurunan BB, mengkaji status hidrasi, mengkaji tanda – tanda vital,

memberi dukung pasien dan keluarga untuk membantu dalam pemberian

makan dengan baik.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah penilaian terhadap tindakan keperawatan yang

diberikan atau dilakukan yang mengetahui apakah tujuan asuhan

keperawatan dapat tercapai sesuai yang telah diharapkan.

Dari dua diagnosa keperawatan, dua diagnosa belum teratasi yaitu

ketidakefektifan bersihan jalan nafas dan ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan, dan satu diagnosa teratasi sebagian yaitu pola nafas

tidak efektif. Hal ini terjadi karena keterbatasan waktu dan asuhan

keperawatan ini di lakukan di rumah.

97
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian penerapan Asuhan Keperawatan pada

klien dengan Tuberculosis Paru Di UPTD Puskesmas Purwakarta penulis

dapat mengambil kesimpulan :

1. Hasil pengkajian pada klien di dapatkan Tn. U mengeluh batuk disertai

dahak yang sulit dikeluarkan.

2. Diagnosa keperawatan utama yang muncul yaitu, Ketidakefektifan

bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus yang berlebihan, pola

nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, dan

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

asupan diet kurang.

3. Perencanaan yang digunakan untuk mengatasi masalah. Masalah

ketidakefektifan bersihan jalan nafas dengan intervensi mengajarkan

bagaimana cara batuk efektif. Masalah pola nafas tidak efektif dengan

membantu posisikan klien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi,

dan intervensi monitor kecepatan irama, kedalaman dan kesulitan

bernafas, dan monitor pola nafas. Dan masalah ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan dengan intervensi monitor adanya penurunan BB,

memberi dukung pasien dan keluarga untuk membantu dalam pemberian

makan dengan baik.

98
4. Pelaksanaan tindakan pada kasus ini dilaksanakan sesuai dengan intervensi

yang telah dibuat dan di lakukan pada tanggal 08 Juli 2021 – 10 Juli 2021.

5. Akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan

keperawatan yang diberikan pada evaluasi yang peneliti lakukan selama 3

hari dengan diagnosa keperawatan Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

berhubungan dengan mukus yang berlebihan, Pola nafas tidak efektif

berhubungan dengan hiperventilasi, dan ketidakseimbangan nutrisi kurang

dari kebutuhan berhubungan dengan asupan diet kurang.

6. Berdasarkn hasil evaluasi ditemukan hasil yaitu Tn. U masih tetap batuk

dan dahak belum juga bisa keluarkan, tetapi sesak sudah mulai berkurang.

B. Saran

1. Bagi klien dan keluarga

Dapat meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga tentang bagaimana

menangani masalah tuberculosis paru dengan tindakan yang benar

sehingga masalah tuberculosis paru teratasi dan kebutuhan kenyamanan

pasien terpenuhi.

2. Bagi institusi pendidikan

Dapat meningkatkan mutu pendidikan yang lebih berkualitas dan

provesional agar tercipta perawat yang profesional, terampil, inovatif,

aktif, dan bermutu yang mampu memberikan asuhan keperawatan secara

menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan.

99
3. Manfaat bagi penulis

Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan. Sebagai bahan untuk

meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman penulis dalam

memberikan asuhan keperawatan pada pasien Tuberculosis Paru.

100
DAFTAR PUSTAKA

Afif, Ba’diah. (2017). “Asuhan Keperawatan Pada Klien Tuberculosis Dengan

Masalah Ketidakefektifan Pola Nafas Di Ruang Melati RSUD Bangil

Pasuruan”.http://repo.stikesicmejbg.ac.id/150/1/BA%27DIAH

%20AFIF.pdf. di akses pada tanggal 01 Juli 2021 pukul 15.08.

Aryanta, Wayan Redi. (2019). Manfaat jahe untuk kesehatan.

https://ejournal.unhi.ac.id/index.php/widyakesehatan/article/download/463

/387di di akses pada sabtu 10 Juli 2021 pukul 10.35.

Bulechek, Gloria M Dkk. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC).

United Kingdom : ELSEVIER.

Diana, Akrima Ulfa. ( 2019 ). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dewasa


Penderita Pneumonia Dengan Masalah Keperawaan Ketidak Efektifan
Bersihan Jalan Nafas. Http://Eprints.Umpo.Ac.Id/5022/ di akses pada
tanggal 11 Agustus 2021 pukul 14.15.

Dinkes Purwakarta . (2014). Profil Kesehatan Kabupaten Purwakarta 2014.

http://diskes.jabarprov.go.id/dmdocuments/18b7496203a25fb786f9bd84bd

fe13b7.pdf di akses pada tanggal 8 Juni 2021 pukul 20.34.

Kemenkes RI. INFODATIN Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI

Tuberculosis. 2018

Kemenkes RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar: RISKESDAS 2018. Jakarta:

Balitbang Kemenkes RI.

Kemenkes RI. (2018). Laporan provinsi jawa barat: RISKESDAS 2018. Jakarta :

Balitbang Kemenkes RI.

101
Kholifah, siti nur. (2016). “Keperawatan keluarga dan komunitas”.

http://bppsdmk.kemkes.go.id di akses pada 05 Agustus 2021 pukul 20.13

Listia Pu’u, Margaritha. (2019). “ Asuhan Keperawatan Pada Nn. A.N Dengan

Tuberculosis Paru Di Ruang Tulip RSUD Prof. Dr. W.Z. Johanes

Kupang”.http://repository.poltekeskupang.ac.id/1913/1/KTI%20FIX

%20TEERBARU.pdf di akses pada tanggal 9 Juni 2021 Pukul 18.4.

Moorhead,Sue, Dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). United

NANDA International. (2018). Diagnosa Keperawatan Definisi dan

Klasifikasi. Jakarta : EGC.

Notoatmodjo, S. (2012). Metodolgi Penelitian Kesehatan. Jakarta : RT Rineka


Cipta.

Pratamasari, Dita. (2019). “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tuberculosis Paru

Di Ruang Seruni Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahrane

Samarinda”. http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/285/1/Untitled.pdf di

akses pada tanggal 9 Juni 2021 Pukul 18.55.

Puskesmas Purwakarta. (2019). Profil kesehatan puskesmas purwakarta 2019.

Purwakarta Jawa Barat.

Rahmaniar, Dwi Sarah. (2017). “ Asuhan keperawatan pada pasien dengan

tuberculosis paru di ruang paru RSUP Dr. M. Djamil Padang”.

https://pustaka.poltekkespdg.ac.id/repository/KTI_FIX_SARAH_1_(3).pdf

di akses pada tanggal 01 Juli 2021 pukul 06.35.

Sanah, Nor. (2017).“Pelaksanaan Fungsi Puskesmas (Pusat Kesehatan

Masyarakat) Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan Di

Kecamatan Long Kali Kabupaten Paser”. https://ejournal.ip.fisip-

102
unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2017/03/Nor%20Sanah%20(03-01-

17-09-15-45).pdf di akses pada tanggal 13 Agustus 2021 pukul 20.52.

Wahid, Abd., & Imam Suprapto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan

Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta: CV. Trans Info

Media. World Health Organisation (WHO). (2020). Global Tuberculosis.

https://www.who.int/newsroom/factsheets/detail/tuberculosis#:~:text=In

%202019%2C%20an%20estimated%2010,women%20and

%201.2%20million%20children.&text=In%202019%2C%20the

%2030%20high,87%25%20of%20new%20TB%20cases di akses pada

tanggal 8 Juni 2021 pukul 20.40.

Yenni, dkk. (2019). “ Peran Perawat Puskesmas, Sarana Prasarana Dengan

Kemandirian Keluarga Di Puskesmas Tarok ”. Jurnal Human Care

https:/ojs.fdk.ac.id/index.php/humancare/article/view/20 di akses pada

tanggal 05 Agustus 2021 pukus 19.53.

103
Lampiran 1

INFORMED CONSENT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Inisial : Tn. U

Umur : 27 tahun

Jenis kelamin : laki – laki

Menyatakan bersedia untuk turut berpartisipasi menjadi responden penelitian yang


dilakukan oleh:

Nama : Lusi Ma’rifatun Hasana

NIM : 1800001017

Saya telah menerima penjelasan dari peneliti tentang hal-hal yang berkaitan
dengan penelitian ini. Jawaban yang saya berikan merupakan jawaban yang
sebenarnya dan tanpa paksaan dari orang lain. Saya memahami bahwa informasi
yang saya berikan akan dijaga kerahasiaannya oleh peneliti. Jika suatu saat terjadi
hal yang merugikan bagi saya, maka saya berhak keluar dari penelitian ini.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan dapat
digunakan sebagaimana mestinya.

Purwakarta, 07 Juli 2021


Peneliti Responden

Lusi Ma’rifatun Hasanah (.........................................)


1800001017
Lampiran 2

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada

Yth : Saudara/i

Calon Responden

Di

UPTD Puskesmas Purwakarta

Dengan Hormat.

Saya mahasiswa D-III Keperawatan Akademi Keperawatan RS Efarina


Purwakarta semester VI bermaksud akan melakukan penelitian tentang Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah Dengan Gangguan Sistem Pernafasan dengan
Diagnosa Medis Tuberculosis Paru, sebagai persyaratan untuk menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah pada Program Studi D-III Keperawatan jurusan keperawatan
di Akademi Keperawatan RS Efarina Purwakarta. Berkaitan dengan hal tersebut,
saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk menjadi responden yang
merupakan sumber informasi bagi penelitian ini.

Demikian permohonan ini saya sampaikan, atas perhatian dan partisipasinya saya
ucapkan terima kasih.

Purwakarta, 06 Juli 2021

Lusi Ma’rifatun Hasanah


1800001017
Lampiran 3

LEAFLET BATUK EFEKTIF


LEAFLET BATUK EFEKTIF
Lampiran 4
Satuan Acara Penyuluhan (SAP)

Batuk Efektif

Topik : Batuk Efektif

Sub Topik :

1. Pengertian batuk efektif

2. Tujuan batuk efektif

3. Alat dan bahan yang di sediakan

4. Teknik batuk efektif

Hari/ tanggal : Kamis, 08 Juli 2021

Tempat : Rumah pasien

Waktu : 10 menit

Sasaran : Pasien dan Keluarga

A. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan proses penyuluhan selama 10 menit diharapkan pasien
mampu memahami dan mampu melakukan batuk efektif
2. Tujuan Instruksional
Setelah mengikuti penyuluhan selama 10 menit pasien dapat menjelaskan
kembali tentang :
a. Pengertian batuk efektif

b. Tujuan batuk efektif

c. Alat dan bahan yang di sediakan

d. Teknik batuk efektif


B. Metode Penyuluhan
1. Demonstrasi
2. Tanya jawab
C. Media
1. Leaflet
D. Materi (Uraian Terlampir)
1. Pengertian batuk efektif
2. Tujuan batuk efektif
3. Alat dan bahan yang di sediakan
4. Teknik batuk efektif

Pengorganisasian
Pembicara : Lusi Ma’rifatun Hasanah
E. Strategi pelaksanaan

No Tahap kegiatan Waktu Kegiatan penyuluhan Sasaran


1 Pembukaan 3 menit a. Mengucapkan a. Menjawab salam
salam b. Mendengarkan
b. Memperkenalkan dan menyimak
diri c. Bertanaya
c. Menyampaikan mengenai
maksud dan perkenalan dan
tujuan materi tujuan jika ada
d. Menjelaskan yang kurang jelas.
pokok
pembahasan
e. kontrak waktu

2 Pelaksanaan 10 menit a. Melakukan


penyuluhan tentang Mendengarkan dan
pengertian batuk menyimak
efektif
b. Melakukan
penyuluhan tentang
tujuan batuk efektif
c. Melakukan
penyuluhan tentang
alat dan bahan
yang di sediakan
d. Melakukan
penyuluhan tentang
teknik batuk efektif
e. Memberikan
pertanyaan pada
pasien
a. Menutup
pertemuan dan
mengucapkan
salam
3 Evaluasi 5 menit a. Memberikan
kesempatan untuk Bertanya dan
bertanya menjawab pertanyaan
b. Memberikan
kesempatan untuk
menjawab
pertanyaan
4 Penutup 2 menit a. Menyampaikan a. Mendengarkan dan
kesimpulan materi ikut serta
b. Mengakhiri b. Mendengarkan dan
kegiatan memperhatikan
penyuluhan c. menjawab
c. Mengucapkan
salam

F. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Pasien ditempat penyuluhan
b. Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di rumah pasien
c. Media yang digunakan dalam penyuluhan leaflet

2. Evaluasi Proses
a. Pasien antusias terhadap materi penyuluhan
b. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjawab pertanyaan
yang sudah di berikan
3. Evaluasi Hasil
1. Pasien dapat memahami pengertian batuk efektif
2. Pasien dapat memahami tujuan batuk efektif
3. Pasien dapat memahami alat dan bahan yang disediakan
4. Pasien dapat memahami teknik batuk efektif
Metode evaluasi : Tanya jawab

G. Sumber
Diana, Akrima Ulfa. ( 2019 ). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dewasa
Penderita Pneumonia Dengan Masalah Keperawaan Ketidak Efektifan
Bersihan Jalan Nafas. Http://Eprints.Umpo.Ac.Id/5022/
H. Pengesahan

Purwakarta, 08 Juli 2021

Sasaran Pemberi Penyuluh

(.................................) Lusi Ma’rifatun Hasanah


1800001017

I. Lampiran materi
1. Pengertian batuk efektif

Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana pasien

dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat

mengeluarkan dahak secara maksimal (Putri, 2013 dalam penelitian Karya

Tulis Ilmiah Akrima Ulfa, 2019)

2. Tujuan batuk efektif

Untuk melonggarkan dan melegakan saluran pernafasan maupun

mengatasi sesak nafas akibat adanya lendir yang memenuhi saluran

pernafasan

3. Alat dan bahan yang disediakan

a. Tissue

b. Segelas air hangat

c. Handuk

d. Pot sputum/ bengkok

4. Langkah – langkah batuk efektif

Prosedur tindakan batuk efektif menurut ( Tamsuri, 2008 dalam penelitian

Karya Tulis Ilmiah Akrima Ulfa, 2019) adalah :

a. Beritahu pasien, meminta persetujuan pasien dan cuci tangan.

b. Atur pasien dalam posisi tegak atau duduk setengah membungkuk.

c. Letakkan pengalas pada pasien, letakkan bengkok/ pot sputum pada

pangkuan dan anjurkan pasien memegang tisu.

d. Ajarkan pasien untuk menarik nafas secara perlahan, tahan 1 – 3 detik

dan hembuskan dengan mulut. Lakukan prosedur ini beberapa kali.


e. Anjurkan untuk menarik nafas, 1 – 3 detik kemudian batukkan dengan

kuat.

f. Tarik nafas kembali selama 1 – 2 kali dan ulangi prosedur di atas dua

hingga enam kali.

g. Instruksikan pasien untuk membuang sputum pada pot sputum atau

bengkok.

h. Tindakan batuk efektif dapat di ulangi beberapa kali bila diperlukan.


Lampiran 5

SOP BATUK EFEKTIF

A. Tahap pra interaksi


1. Mengecek status pasien
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat
B. Tahap orientasi
1. Memberi salam dan sapa kepada pasien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
3. Menanyakan persetujuan pasien
C. Fase kerja
1. Beritahu pasien, meminta persetujuan pasien dan cuci tangan.
2. Atur pasien dalam posisi tegak atau duduk setengah membungkuk.
3. Letakkan pengalas pada pasien, letakkan bengkok/ pot sputum pada
pangkuan dan anjurkan pasien memegang tisu.
4. Ajarkan pasien untuk menarik nafas secara perlahan, tahan 1 – 3 detik dan
hembuskan dengan mulut. Lakukan prosedur ini beberapa kali.
5. Anjurkan untuk menarik nafas, 1 – 3 detik kemudian batukkan dengan
kuat.
6. Tarik nafas kembali selama 1 – 2 kali dan ulangi prosedur di atas dua
hingga enam kali.
7. Instruksikan pasien untuk membuang sputum pada pot sputum atau
bengkok.
8. Tindakan batuk efektif dapat di ulangi beberapa kali bila diperlukan.
Lampiran 6

LEMBAR KONSULTASI

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

NAMA : Lusi Ma’rifatun Hasanah

NIM : 1800001017

JUDUL : Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Tn. U dengan


Gangguan Sistem Pernafasan : Tuberculosis Paru Di UPTD
Puskesmas Kabupaten Purwakarta Tahun 2021

PEMBIMBING 1 : Ns. Hendar Sutisna, S.Kep., M.Kep

N HARI/ TANGGAL MATERI KONSULTASI MASUKAN PARAF

O PEMBIMBING
1. Jumat, 28 Mei 1. Pengajuan hipotesa

2021
2. Senin, 07 Juni 1. Revisi hipotesa

2021
3. Minggu, 13 Juni 1. Revisi hipotesa

2021 2. ACC hipotesa


4. Selasa, 15 Juni 1. Revisi hipotesa

2021 2. Pengajuan judul

3. ACC judul
5. Selasa, 22 Juni 1. Pengajuan BAB I, BAB

2021 II, BAB III


6. Senin, 28 juni 1. Revisi BAB I, BAB II,

2021 BAB III

2. ACC BAB I, BAB II,

BAB III
3. ACC sidang proposal
7. Sabtu, 03 Juli 2021 1. Sidang proposal

8. Sabtu, 10 Juli 2021 1. Revisi proposal BAB I,

BAB II, BAB III

2. Pengajuan BAB IV
9. Senin, 12 Juli 2021 1. ACC proposal BAB I,

BAB II, BAB III

2. Revisi BAB IV

3. Pengajuan BAB V
10. Sabtu, 14 Juli 2021 1. Revisi BAB IV dan

BAB V
11. Sabtu, 17 Juli 2021 1. Revisi BAB IV dan

BAB V
12. Kamis, 22 Juli 1. Revisi BAB IV dan

2021 BAB V
13. Minggu, 25 Juli 1. Revisi BAB IV dan BAB

2021 V

2. ACC BAB IV dan BAB

3. ACC Sidang Akhir


14 Minggu, 08 1. Revisi KTI BAB I - V

Agustus 2021 setelah sidang

2. ACC BAB I – V
Lampiran 7

LEMBAR KONSULTASI

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

NAMA : Lusi Ma’rifatun Hasanah

NIM : 1800001017

JUDUL : Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Tn. U dengan


Gangguan Sistem Pernafasan : Tuberculosis Paru Di UPTD
Puskesmas Kabupaten Purwakarta Tahun 2021

PEMBIMBING 2 : Ns. Aditiya Rahman, S.Kep.


N HARI/ TANGGAL MATERI KONSULTASI MASUKAN PARAF

O PEMBIMBING
1. Rabu, 07 Juli 2021 1. Pengajuan BAB I, BAB

II, BAB III


2. Senin, 12 Juli 2021 1. Revisi BAB I dan BAB

II

2. ACC BAB I dan BAB II


3. Jumat, 16 Juli 2021 1. Pengajuan BAB IV dan

BAB V
4. Sabtu, 17 Juli 2021 1. Revisi BAB IV

2. ACC BAB IV
5. Kamis, 12 Agustus 1. Pengajuan revisi BAB I

2021 – V setelah sidang

2. ACC BAB I – V

Lampiran 8

LEMBAR KONSULTASI

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

NAMA : Lusi Ma’rifatun Hasanah

NIM : 1800001017

JUDUL : Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Tn. U dengan


Gangguan Sistem Pernafasan : Tuberculosis Paru Di UPTD
Puskesmas Kabupaten Purwakarta Tahun 2021

PENGUJI UTAMA : Ns. Nandang Tisna A.A, S.Kep., M.Kep.

N HARI/ TANGGAL MATERI KONSULTASI MASUKAN PARAF

O PEMBIMBING
1. Rabu, 28 Juli 2021 1. Sidang KTI (Karya Tulis
Ilmiah)
2. Senin, 09 Agustus 1. Pengajuan revisi BAB I

2021 – V setelah sidang

2. Revisi Sumber SAP

( Satuan Acara

Penyuluhan)
3. Sabtu, 28 Agustus 1. ACC KTI

2021

Lampiran 9

DOKUMENTASI
Lampiran 10

SURAT PERMOHONAN IZIN PENELITIAN


Lampiran 11

SURAT PERSETUJUAN UJIAN SIDANG


Lampiran 12
RIWAYAT HIDUP

Nama : Lusi Ma’rifatun Hasanah

Tempat, Tanggal Lahir : Margorejo, 22 November 1999

NIM : 1800001017

Alamat : Kp. Babakan Gonjing RT 08 RW 04 Pasawahan

Purwakarta Jawa Barat

Riwayat Pendidikan :

1. SD Negeri 1 Margorejo lulus tahun 2012

2. MTs Miftahul Ulum Kotabaru lulus tahun 2015

3. SMA Negeri 1 Pasawahan lulus tahun 2018

Anda mungkin juga menyukai