04APR
CHOLELITHIASIS
( BATU EMPEDU )
I. Pengertian :
a. Batu saluran empedu : adanya batu yang terdapat pada sal. empedu (Duktus Koledocus ).
b. Batu Empedu(kolelitiasis) : adanya batu yang terdapat pada kandung empedu.
d. Radang saluran empedu (Kolangitis) : adanya radang pada saluran empedu.
II. Penyebab:
Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-pigmen empedu dan
kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein.
1. Batu empedu kolesterol, terjadi karena : kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan produksi
empedu.
Obesitas
Wanita
Batu pigmen coklat : bentuk lebih besar , berlapis-lapis, ditemukan disepanjang saluran empedu,
disertai bendungan dan infeksi
Sering dihubungkan dengan divertikula duodenum didaerah vateri. Ada dugaan bahwa kelainan anatomi
atau pengisian divertikula oleh makanan akan menyebabkan obstruksi intermiten duktus koledokus dan
bendungan ini memudahkan timbulnya infeksi dan pembentukan batu.
III. Pathofisiologi :
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran empedu lainnya.
Statis empedu
Perubahan susunan empedu mungkin merupakan faktor yang paling penting pada pembentukan batu
empedu. Kolesterol yang berlebihan akan mengendap dalam kandung empedu .
Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan
susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu dapat
menyebabkan stasis. Faktor hormonal khususnya selama kehamilan dapat dikaitkan dengan perlambatan
pengosongan kandung empedu dan merupakan insiden yang tinggi pada kelompok ini.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memegang peranan sebagian pada pembentukan batu
dengan meningkatkan deskuamasi seluler dan pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas dan
unsur seluler sebagai pusat presipitasi. Infeksi lebih sering sebagai akibat pembentukan batu empedu
dibanding infeksi yang menyebabkan pembentukan batu.
IV. Perjalanan Batu
Batu empedu asimtomatik dapat ditemukan secara kebetulan pada pembentukan foto polos abdomen
dengan maksud lain. Batu baru akan memberikan keluhan bila bermigrasi ke leher kandung empedu
(duktus sistikus) atau ke duktus koledokus. Migrasi keduktus sistikus akan menyebabkan obstruksi yang
dapat menimbulkan iritasi zat kimia dan infeksi. Tergantung beratnya efek yang timbul, akan memberikan
gambaran klinis kolesistitis akut atau kronik.
Batu yang bermigrasi ke duktus koledokus dapat lewat ke doudenum atau tetap tinggal diduktus yang
dapat menimbulkan ikterus obstruktif.
V. Gejala Klinis
Penderita batu saluran empedu sering mempunyai gejala-gejala kronis dan akut.
TANDA :
GEJALA:
1. Rasa nyeri (kolik empedu) yang 2. Nausea dan muntah
VI. Pemeriksaan penunjang
Tes laboratorium :
4. Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena obstruksi sehingga
menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K.(cara Kapilar : 2 – 6 mnt).
5. USG : menunjukkan adanya bendungan /hambatan , hal ini karena adanya batu empedu dan
distensi saluran empedu ( frekuensi sesuai dengan prosedur diagnostik)
6. Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP), bertujuan untuk melihat kandung
empedu, tiga cabang saluran empedu melalui ductus duodenum.
7. PTC (perkutaneus transhepatik cholengiografi): Pemberian cairan kontras untuk menentukan
adanya batu dan cairan pankreas.
8. Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik) : menunjukkan adanya batu di sistim billiar.
9. CT Scan : menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran empedu, obstruksi/obstruksi
joundice.
10. Foto Abdomen :Gambaran radiopaque (perkapuran ) galstones, pengapuran pada saluran atau
pembesaran pada gallblader.
Daftar Pustaka :
1. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990, Jakarta, P: 586-588.
2. Sylvia Anderson Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa
AdiDharma, Edisi II.P: 329-330.
3. Marllyn E. Doengoes, Nursing Care Plan, Fa. Davis Company, Philadelpia, 1993.P: 523-536.
4. D.D.Ignatavicius dan M.V.Bayne, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, W. B.
Saunders Company, Philadelpia, 1991.
. PENGERTIAN
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologi yang mana pada setiap
bayi berbeda-beda, bila bilirubin tidak dikendalikan maka akan menjurus terjadinya kernicterus.
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal
bilirubin serum yaitu ≥ 13 mg/dL2
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang mencapai kadar
tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai joundice pada sklera mata, kulit,
membran mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G. 1988)
A. ETIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi yang baru lahir karena :
Hemolosis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih pendek.
Fungsi hepar yang belum sempurna ( jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand
dalam protein belum adekuat) → penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.
Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim β Glukoronidase di usus dan
belum ada nutrien.
1. Overproduksi
- Galaktosemia
b) Darah ekstravaskular-petekie, hematoma, perdarahan pulmonal dan cerebral, menelan darah.
c) Polisitemia
Penurunan peristaltis → Puasa atau kurang makan, obat-obatan (hexamethoniums, atropin), stenosis
pilorus
2. Sekresi Subnormal
Protein reseptor sitosol (y) dihambat oleh → obat-obatan, penghambat susu manusia abnormal
Reduksi kongenital aktivitas glukuronil transferase → Ikterus familial non hemolitik ( tipe 1 dan 2),
sindrom gilbert
Inhibitor enzim → obat dan hormon – novobiocin, pregnanediol, galaktosemia (awal), sindromm lucey-
drisscoll, susu manusia abnormal
Atresia bilier, kista koledokal, fibrosis kistik, obstruksi ekstrinsik ( tumor atau perekatan)
3. Campuran
a) Infeksi prenatal → toksoplasmosis, rubela, Cytomegalovirus (CMV), herpes virus hominis, sifilis,
hepatitis. Dll.
c) Kelainan multisistem → prematuritas ± sindrom distress respirasi (SDR), bayi ibu diabetes,
eritroblastosis berat.
C. PATOFISIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan
adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan, penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal
ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain
yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar
atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama
ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar
darah otak. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak tidak hanya tergantung pada
keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melewati sawar darah otak apabila bayi terdapat
keadaan Berat Badan Lahir Rendah, Hipoksia, Hipoglikemia.
1) Gejala Akut
- Letargi
- Hipotermi
2) Gejala Kronik
- Hipertonus
- Epistotonus
Bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralise serebral dengan atetosis ,gangguan
pendengaran,paralisis sebagian otot mata dan displasia dentalis.
G. PENATALAKSANAAN
v Tindakan umum
- Memeriksa golongan darah ibu, (Rh, ABO) dll pada waktu hamil
- Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil, atau bayi baru lahir yang dapat
menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi.
- Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru
lahir.
v Tindakan khusus
- Pemberian fenobarbital ® mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun pemberian
ini tidak efektif karena dapat menyebabakan gangguan metabolik dan pernafasan baik pada ibu dan bayi.
- Memberi substrat yang kurang untuk transportasi / konjugasi ® misalnya pemberian albumin karena
akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah
dikeluarkan dengan tranfusi tukar.
- Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi ® untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari
sinar yang ditimbulkan dan dikhawatirkan akan merusak retina. Terapi ini juga digunakan untuk
menurunkan kadar bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubinemia jinak hingga moderat.