Biografi Chairil Anwar Penyair Legendaris Indonesia. Chairil Anwar adalah seorang penyair
besar yang terkenal dengan karya sastranya yang sangat fenomenal.
Chairil Anwar menghabiskan masa kecil di kota Medan, Sumatera Utara. Disana beliau tinggal
bersama ayah dan Ibunya. Ayahnya bernama Toeloes dan ibunya bernama Saleha. Kedua orang
tua Chairil Anwar berasal dari kabupaten Lima Puluh di kota Sumatera Barat.
Ayah Chairil Anwar adalah sosok yang cukup mempunyai peran penting di Indragiri, karena
beliau pernah menjabat sebagai bupati Indragiri di Riau. Chairil Anwar juga masih memiliki
ikatan keluarga dengan sutan Syahrir, beliau adalah seorang perdana menteri pertama yang ada
di Indonesia.
Chairil Anwar adalah putra tunggal dari pasangan suami istri Toeloes dan Saleha. Hal inilah
yang menyebabkan Chairil kecil sangat dimanja oleh kedua orang tuanya, sebab inilah yang
menjadikan Chairil Anwar memiliki sifat keras kepala. Bahkan ia tak ingin ada sesuatu yang
hilang dari apa yang Chairil inginkan dan sukai. Sikap Chairil ini sebenarnya sikap yang
diturunkan dari kedua orang tuanya.
Chairil Anwar sempat menempuh pendidikan di sekolah dasar yang dikhususkan bagi kaum
pribumi, sekolah dasar tersebut bernama Hollandsch Inlandsche School (HIS), sekolah ini
adalah sekolah yang dibangun saat belanda masih menjajah Negara Indonesia. Setelah Chairil
Anwar lulus menempuh pendidikan dasar, Chairil Anwar melanjutkan pendidikannya di Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).
Sayangnya Chairil Anwar berhenti menempuh Pendidikannya, saat itu usia Chairil Anwar masih
berusia 18 tahun. Meski berhenti bersekolah, membuat Chairil Anwar tidak memiliki cita-cita.
Bahkan pada usia 18 tahun Chairil Anwar sudah memutuskan untuk menjadi seorang seniman.
Cita-cita Chairil Anwar untuk menjadi seorang seniman sudah diungkapkan sejak beliau masih
berusia 15 tahun.
Kondisi Chairil Anwar Banyak berubah ketika kedua orang tuanya memutuskan untuk bercerai.
Chairil memutuskan untuk ikut dengan ibunya dan tinggal di Batavia atau yang dikenal sebagai
ibu kota Indonesia. Walaupun kedua orang tuanya bercerai Chairil Anwar tetap mendapatkan
nafkah dari ayahnya.
Di kota Batavia Chairil Anwar mulai menekuni dunia sastra. Otak Chairil Anwar memang
terbilang encer. Walaupun pendidikan Chairil Anwar tidak tinggi, beliau dapat menguasai
beberapa bahasa asing dengan fasih dan baik. Contohnya bahasa Belanda, Jerman dan Bahasa
Inggris.
Chairil Anwar memang terkenal dengan hobinya yang membaca buku. Bahkan beliau sering
membaca karya dari para pengarang ternama yang sudah go Internasional. Karya yang paling
senang dibaca oleh Chairil Anwar adalah karya dari Rainer Maria Rilke, W.H. Auden, Archibald
Macleish, Edgar du Perron, Hendrik Marsman dan J. Slaurhooff.
Pada tahun 1942 Chairil Anwar mempublikasikan karya pertamanya pada saat usia Chairil
Anwar menginjak 20 tahun. dengan judul “Nisan”. Berkat puisi Inilah nama Chairul Anwar
mulai dikenal dalam dunia sastra Indonesia. Sayangnya puisi yang dibuat oleh Chairil Anwar
kebanyakan bertemakan kematian.
Chairil Anwar pertama kali mengirim puisinya ke Majalah Pandji untuk dimuat, sayangnya
banyak karya-karya beliau yang ditolak. Alasannya puisi yang dibuat oleh Chairil Anwar terlalu
individualistis, selain itu puisi Chairil Anwar dirasa kurang cocok dengan semangat yang dianut
oleh masyarakat pada masa itu, karena masyarakat memiliki semangat kawasan kemakmuran
bersama Asia Timur Raya.
Walaupun banyaknya penolakan dari pihak Majalah, Chairil Anwar tetap melanjutkan hobinya
untuk menulis. Chairil Anwar juga membuat tema puisi selain kematian, tema puisi yang dibuat
oleh Chairil Anwar selanjutnya bertema Pemberontakan, Individualisme dan eksistensialisme.
Kehidupan Cinta
Chairil Anwar tidak hanya berkarir dalam dunia tulis menulis dan membuat puisi saja. Beliau
juga seorang penyiar radio Jepang di Jakarta. Ketika menjadi penyiar inilah kisah cinta Chairil
Anwar dimulai. Beliau jatuh cinta kepada Sri Ayati. Sayangnya sampai akhir hayat Chairil
Anwar tidak menyampaikan perasaan cintanya kepada Sri Hayati.
Akhirnya Chairil Anwar memutuskan untuk menikah dengan seorang gadis bernama Hapsah
Wiraredja. Pernikahan Chairil berlangsung pada tanggal 6 Agustus 1946. Dari pernikahan ini
Chairil Anwar dikaruniai seorang putri cantik yang bernama Evawani Alissa. Sayangnya
pernikahan Chairil Anwar tidak berjalan dengan mulus, beliau memutuskan untuk bercerai pada
tahun 1948.
Chairil Anwar memang memiliki jiwa yang sehat dan memukau. Sayangnya semua itu tidak
sejalan dengan kondisi fisiknya. Selama Chairil Anwar hidup, beliau banyak mengidap banyak
penyakit yang pada akhirnya beliau harus menyerah pada kehidupan.
Chairil Anwar menghembuskan nafas Terakhirnya pada usia 27 tahun. Usia yang tergolong
muda bukan? Dengan akhir usia Chairil Anwar menandai berakhirnya karya sastra dari Chairil
Anwar. Walaupun raganya sudah melebur dengan tanah, tak membuat karya sastra yang dibuat
oleh Chairil Anwar redup, bahkan karya beliau selalu diingat dan bertahan sampai sekarang.
Penyebab pasti kematian Chairil Anwar sampai sekarang belum mendapat konfirmasi yang jelas.
Banyak dugaan jika penyebab Chairil Anwar meninggal karena beliau mengidap penyakit TBC.
Namun dari catatan rumah sakit menyatakan penyebab kematian Chairil Anwar disebabkan
karena penyakit tifus.
Bahkan Chairil Anwar sudah lama mengidap penyakit paru-paru dan infeksi penyakit, hal inilah
yang membuat fisik Chairil Anwar menjadi lemah dan berakhir dengan menderita penyakit usus.
Bahkan ususnya mengalami kerusakan dan pecah dan membuat Chairil Anwar meninggal dunia,
sebelum beliau meninggal beliau mengigau menyebut “Tuhanku, Tuhanku”.
Meninggal
Chairil Anwar meninggal di rumah sakit CBZ yang sekarang lebih dikenal dengan rumah sakit
Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Beliau dirawat pada tanggal 22 sampai 28 April 1949. Chairil
Anwar meninggal pada jam setengah tiga sore pada tanggal 28 April 1949. Kemudian beliau
dimakamkan di tempat pemakaman umum di karet bivak, bahkan dari RSCM banyak pemuda
dan Republikan terkemuka yang menghantarkan Chairil Anwar ke tempat peristirahatan
terakhirnya.
Hasil Karya Dan Peninggalan
Pada masanya yang singkat Chairil Anwar sudah menghasilkan karya yang cukup banyak yaitu
94 karya yang telah ia tulis. Karya beliau juga termasuk 70 puisi. Bahkan banyak puisi Chairil
Anwar yang belum dipublikasikan disaat beliau masih hidup, kemudian karya beliau
dipublikasikan setelah beliau meninggal.
Puisi terakhir yang ditulis oleh Chairil Anwar dengan judul “Cemara Menderai Sampai Jauh”
puisi ini ditulis pada tahun 1949. Karya sastra Chairil Anwar yang paling fenomenal adalah
karya puisi yang berjudul “aku” dan “Karawang Bekasi” yang dibuat pada masa penjajahan
kolonial.
Seluruh hasil karya dari Chairil Anwar ini dikompilasikan ke dalam tiga buah buku. Baik hasil
karya yang asli, modifikasi dan dijiplak. Dari ketiga kompilasi tersebut kemudian diterbitkan
oleh Pustaka Rakyat. Bahkan beberapa karya sastra dari Chairil Anwar ini tidak hanya dikagumi
oleh masyarakat Indonesia saja, karena karya-karya Chairil Anwar juga banyak diterjemahkan ke
dalam bahasa asing yaitu, bahasa Rusia, Inggris, Jerman dan Spanyol.
Kontroversi
Karya sastra yang dibuat oleh Chairil Anwar memang banyak menuai pujian, namun karya
Chairil Anwar ternyata pernah menuai kontroversi. Hal ini disebabkan karena hasil karya Chairil
Anwar dianggap sebagai karya dengan hasil plagiarism oleh H.B Jassin.
Tulisan yang dimuat di Mimbar Indonesia dengan judul Karya Asli, Saduran dan Plagiat, H.B
Jassin ini membuat rugi kerana adanya kemiripan dari karya yang dibuat oleh Chairil Anwar
dengan judul “Karawang Bekasi” yang dibandingkan dengan karya yang berjudul “The Dead
Young Soldiers” hasil karya dari Archibald Macleish. Walaupun sempat menunjukkan
perbandingan tersebut Jassin tidak menyalahkan Chairil Anwar.
Biografi Asrul Sani
Pendidikan :
-Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Indonesia (IPB)
-Dramaturgi dan sinematografi di University of Southern California,Amerika Serikat tahun
1955-1957
-Sekolah Seni Drama di Negeri Belanda tahun 1951-1952
-SLTP hingga SLTA di Jakarta
-SD di Rao, Sumatera Barat
Karir Politik :
-Anggota DPR GR 1966-1971 mewakili Partai Nahdhatul Ulama
-Anggota DPR RI 1972-1982 mewakili PPP
Pendiri :
-“Gelanggang Seniman Merdeka”
-Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI)
Penghargaan :
-Tokoh Angkatan 45
-Bintang Mahaputra Utama, tahun 2000
-Enam buah Piala Citra pada Festifal Film Indonesia (FFI)
-Film Terbaik pada Festival Film Asia tahun 1970
Karya Puisi : “Tiga Menguak Takdir” bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin, “Surat dari Ibu”,
“Anak Laut”, 19 buah puisi dan lima buah cerpen sebelum penerbitan antologi “Tiga Menguak
Takdir” tahun 1950, lalu sesudahnya tujuh buah puisi, enam buah cerpen, enam terjemahan puisi,
tiga terjemahan drama, dan puisi-puisi lain yang dimuat antara lain di yang dimuat di majalah
“Siasat”, “Mimbar Indonesia”, dan “Zenith”.
Karya Film : “Titian Serambut Dibelah Tudjuh”, “Apa yang Kau Cari Palupi” “Monumen”,
“Kejarlah Daku Kau Kutangkap”, “Naga Bonar”,. “Pagar Kawat Berduri”, “Salah Asuhan”,
“Para Perintis Kemerdekaan”, “Kemelut Hidup”
Alamat rumah : Kompleks Warga Indah, Jalan Attahiriyah No. 4E, Peiaten. Kalibata. Jakarta
Selatan
Biografi
Mengenal Achdiat K. Mihardja Achdiat K. Mihardja merupakan seseorang tokoh sastra angkatan
45 yang lahir di Garut, 6 Maret 1911 dan meninggal Canberra, Australia, 8 Juli 2010 pada umur
99 tahun. Novel "Atheis" menjadi salah satu karyanya yang sangat terkenal. Beliau dikenal
sebagai seseorang sastrawan dan penulis Indonesia. Selain itu, beliau juga merupakan dramawan
dan pernah menjalani berbagai profesi lainnya seperti dosen dan guru.
Achdiat juga telah banyak menciptakan beragam karya sastra dan mendapatkan banyak prestasi
selama hidupnya. Seperti apakah kisahnya? Mari simak ulasannya berikut ini 1. Pendidikan
Achdiat K. Mihardja memulai pendidikan formalnya di HIS Bandung dan lulus tahun 1925.
Selanjutnya, Achdiat melanjutkan studinya ke AMS Solo bagian sastra dan kebudayaan timur
tahun 1932. Di sana, beliau belajar tarekat Kadariyyah-Naksyahbandi dari K.H. Abdullah
Mubarok, filsafat dari Prof. Beerling dan Pastur Dr. Jacobs S.J., dosen Filsafat Theisme di
Universitas Indonesia.
Tahun 1956, dalam rangka Colombo Plan, Achdiat mendapat kesempatan menimba ilmu bahasa
dan sastra Inggris dan juga karang-mengarang di Australia. 2. Karir Achdiat Karta Mihardja
mengawali karirnya sebagai seorang pengajar di perguruan nasional, Taman Siswa. Selain itu
beliau juga pernah menjadi Kepala Jawatan Kebudayaan Perwakilan Jakarta Raya dan dosen
Fakultas Sastra Universitas Indonesia 1956-1961. Tahun 1934 beliau bekerja sebagai anggota
redaksi Bintang Timoer dan redaktur mingguan Panindjauan. Kemudian pada tahun 1941 beliau
menjadi redaktur Balai Pustaka.
Di zaman pendudukan Jepang, Achdiat K. Mihardja menjadi penerjemah di bagian siaran radio
Jakarta. Selepas Indonesia merdeka, beliau memimpin mingguan Gelombang Zaman dan
Kemadjoean Rakjat yang terbit di Garut Jawa Barat. Pada saat itu juga, beliau juga menjadi
anggota Bagian Penerangan Penyelidik Divisi Siliwangi.