Anda di halaman 1dari 9

EKONOMI POLITIK NEOKLASIK

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Ekonomi Politik

Yang diampu oleh Ibu Santi Merlinda,SE.,ME.

Oleh:

Teza Faharrisky 190432626035

Ulil Abshor Abdala 190432626124

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

S1 EKONOMI PEMBANGUNAN

SEPTEMBER 2021
Ekonomi Politik Neoklasik

A. Struktur dan Teori Neoklasik

Pendeketan Neoklasik lahir pada dekade 1870 bertepatan dengan bangkitnya aliran
marginalis dalam ilmu ekonomi. Teori neo-klasik merupakan pendekatan terhadap ekonomi
politik sekitar Abad ke 19, teori ini dianggap pembaharuan dari teori klasik Pandangan ekonomi
politik neoklasik terhadap permasalahan ekonomi di bidang produksi, fokusnya adalah
menyejahterakan rakyat, tetapi tidak memberikan keuntungan pribadi bagi dirinya sendiri.

Meskipun ekonomi industrial mengalami kemajuan, namun teori ekonomi menemui jalan
buntu. Ekonomi aliran klasik tidak mendapatkan dukungan di Prancis, hingga profesi ekonomi
dianggap begitu rendah, sampai-sampai para profesor Jerman menolak ide adanya teori ekonomi.
Menurut Friederich Hayek bahwa “doktrin ekonomi klasik bukan hanya ditinggalkan, tetapi juga
setiap upaya analisis teoritis tidak dipercayai” (Hayek: 1976)186 .

Jika kapitalisme hendak bertahan dan berkembang, maka memerlukan epistemologi baru,
sebuah terobosan dalam teori ekonomi. Ilmu ekonomi memerlukan suntikan baru, sebuah teori
umum yang bisa menjelaskan bagaimana semua kelas akan memperoleh keuntungan, baik
pemilik tanah kapitalis maupun buruh, dan semua konsumen mendapat manfaat

Teori-teori yang dikembangkan oleh Marx dan Engels mendapat banyak tanggapan dari
para ekonom pada waktu itu, baik dari kaum sosialis sendiri maupun dari kaum liberal-kapitalis.
Pemikir-pemikir ekonomi dari kaum liberal ini kemudian dimasukkan ke dalam suatu kelompok
pemikir ekonomi tersendiri yang disebut Mazhab Neo-Klasik pada tahun 1871.

Karena analisis yang dibuat Marx untuk meramal keruntuhan kaum kapitalis bertitik
tolak dari nilai kerja dan tingkat upah, maka para pakar neo-klasik mempelajari kembali secara
mendalam. William Stanley Jevons, Leon Walras, Carl Menger dan Alfred Marshall teori
tersebut kembali dikaji. Kemudian mereka mendapat kesimpulan yang sama, bahwa teori surplus
value (nilai surplus) Marx tidak mampu menjelaskan secara tepat tentang nilai komoditas
(modal). Dari kesimpulan ini mereka telah menghancurkan seluruh bangunan teori sosialis yang
dikembangkan oleh Marx dan Engels, dan menyelamatkan sistem kapitalis dari kemungkinan
krisis.

Para pakar tersebut dalam membahas ramalan Marx menggunakan konsep analisis
marginal (Marginal Analysis) atau Marginal Revolution. Pada intinya, konsep ini merupakan
pengaplikasian kalkulus diferensial terhadap tingkah laku konsumen dan produsen, serta
penentuan harga-harga di pasar. Teori tersebut menghidupkan kembali ilmu ekonomi terutama
klasik yang hampir mati saat itu, oleh sebab itu para pakar-pakar tersebut dinamakan Aliran Neo-
Klasik, atau dapat juga disebut Aliran Marginalis karena mengembangkan konsep ekonomi
menggunakan analisis marginal.

Mazhab neoklasik telah mengubah pandangan tentang ekonomi baik dalam teori maupun
dalam metodologinya. Teori nilai tidak lagi didasarkan pada nilai tenaga kerja atau biaya
produksi tetapi telah beralih pada kepuasan marjinal

Dalam perkembangannya, tokoh-tokoh ekonomi yang mengulas kembali tentang nilai


surplus Marx dan Engel tersebar dari berbagai penjuru negara, ada tokoh-tokoh ekonomi yang
berasal dari Vienna Austria, ada yang berasal dari Laussanne Prancis, dan Cambridge Inggris
dengan konsep pemikiran dan sudut pandang masing-masing, sehingga dalam pembahasan
pemikir-pemikir neo-klasik saat ini, kita akan membaginya menjadi 3 Mazhab, yaitu: (1) Mazhab
Austria; (2) Mazhab Laussanne; (3) Mazhab Cambridge.

B. Ekonomi Politik dalam Pendekatan Neoklasik

Pendekatan neoklasik memandang ekonomi politik menghasilkan dua jenis agenda


politik menurut Caporaso dan Levine dalam Teori-Teori Ekonomi Politik; Yang pertama adalah
agenda politik yang berusaha untuk mengamankan atau mempertahankan sistem hak
kepemilikan agar transaksi bisa terjadi secara sukarela. Ini dilakukan dengan memberlakukan
dan menegakkan beberapa aturan tentang hak kepemilikan yang dirancang untuk menunjang
tujuan-tujuan pencapain kesejahteraan individu seperti yang digariskan oleh pendekatan
neoklasik. Yang kedua adalah agenda politik yang terkait dengan pihak-pihak yang tidak ikut
mengadakan kontrak tapi terpengaruh oleh kontrak atau transaksi itu, atau agenda yang terkait
dengan situasi-situasi di mana transaksi-transaksi yang berpotensi untuk meningkatkan
kesejahteraan tidak dapat dilakukan karena berbagai alasan yang bukan merupakan batasan-
batasan yang harus dipatuhi agar bisa menegakan hak kepemilikan.

Peranan politik dalam pandangan neoklasik mempunyai persamaan dan juga perbedaan
dengan pandangan klasik. Persamaan klasik dan neoklasik, sama-sama mendang bahwa urusan
ekonomi diluar urusan politik, artinya politik atau pemerintah diciptakan untuk mengurusi hal-
hal diluar ekonomi. Namun disisi lain kalangan neoklasik juga memiliki pandangan yang lain
mengenai peranan politik dalam ekonomi, adanya tiga jenis kegagalan pasar yang ternyata tidak
bisa dijelaskan oleh kalangan klasik. Jenis kegagalan pasar itu disebabkan karena adanya
eksternalitas, kegagalan yang terkait dengan barang publik (public good) dan kegagalan yang
disebabkan karena terjadinya monopoli. Peranan politik sangat diperlukan dalam pandangan
neoklasik apabila pasar tidak memberikan peluang kepada individu untuk mencapai level
pemenuhan kebutuhan sesuai dengan sumber daya yang tersedia.

C. Hak Kepemilikan

Hak kepemilikan merupakan bagian penting dari analisis neoklasik. Dalam


pandangannya hak kepemilikan bukanlah sebuah bagian dari kegiatan ekonomi. Melainkan
sebuah bagian dari sebuah sistem hukum, yang dilindungi guna maksimalisasi kepuasaan yang
rasional. Hal itu kemudian diatur agar hak-hak kepemilikan memiliki batas-batas yang tidak
boleh dilanggar. Artinya kebebasan dalam memilik tidak boleh sampai bersinggungan dengan
kebebasan orang lain.

Mengenai pandangan mengenai hak kepemilikan terhadap politik, sebanarnya ada dua
teori yang membicarakan hal tersebut. Yang pertama, teori positivis menyebutkan bahwa hak
kepemilikan tercipta karena sebuah proses politik dan oleh karenanya yang memiliki sifat yang
sama maka hak kepemilikan dapat diganggu-gugat sama dengan proses politik yaitu melewati
pengadilan. Yang kedua, adalah teori naturalis, artinya hak kepemilikan tidak didapat melalui
proses politik melainkan hak itu sudah diperoleh sejak seseorang dilahirkan dan hak tersebut
merupakan konsep dasar dari manusia yang beradap. Hak tersebut juga mempunyai peranan
yang penting dalam proses politik meskipun kedudukannya tidak bersifat politis.
D. Eksternalitas

Eksternalitas adalah dampak (dari sebuah transaksi) terhadap pihak ketiga (yang tidak
ikut transaksi) yang tidak melewati sistem harga dan muncul sebagai efek samping yang tidak
sengaja dari kegiatan orang lain atau kegiatan perusahaan lain (Rhoads 1985:113)

Transaksi yang dilakukan secara sukarela adalah syarat mutlak dalam konsep neoklasik
tentang interaksi antar manusia. Transaksi secara sukarela merupakan bentuk paling mendasar
dari sebuah hubungan antar manusia. Status tinggi yang didapatkan oleh transaksi seperti ini
berasal dari ide bahwasannya kehidupan manusia adalah maksimalisasi terhadap kebutuhan
pribadi dalam konteks keterbatasan sumber daya. Transaski secara sukarela, serta asumsi bahwa
setiap orang selalu tahu apa yang ia inginkan. Secara logis akan membawa kita pada kesimpulan
tentang optimalitas pasar.

Tapi sayangnya, pasar bebas tidaklah selalu optimal. Alasan pertama karena teorema dari
hubungan pasar bebas dengan maksimalisasi kekayaan mengasumsikan bahwa orang yang tidak
terlibat dalam sebuah kontrak yang dibuat beberapa orang lain tidak akan mendapatkan pengaruh
apapun dari kotrak itu. Eksternalitas merujuk ada beberapa dampak dari transaksi yang menimpa
orang orang yang bukan bagian dari tansaksi itu. Jika transaski benar benar bisa menghasilkan
dampak terhadap orang lain yang tidak terlibat dalam transaksi tersebut, maka dari itu bahwa
transaksi itu belum tentu bisa meningkatkan kesejahteraan.

Hubungan teoritis antara eksternalitas dengan Negara. Ini bisa di mulai dengan
mengajukan beberapa pertanyaan. Pertama mengapa eksternalitas sebaiknya tidak terjadi? Kedua
apa masalah yang di timbulkan oleh eksternalitas bagi pendekatan neoklasik? Pertanyaan
tersebut di jawab dengan perspektif keadilan social, yaitu bahwa jika eksternalitas terjadi, maka
akan ada orang lain yang menerima keuntungan atau kerugian dan harus mengeluarkan biaya
untuk urusan urusan yang terjadi bukan atas kehendak mereka sendiri. Dalam ilmu ekonomi
neoklasik sendiri memiliki alasan, bahwa eksternalitas dapat mengganggu efisiensi dari operasi
dalam perekonomian. Contoh eksternalitas negatif yang di timbulkan oleh perusahaan, seperti
polusi yang menimbulkan biaya atau kerugian bagi pihak pihak di luar perusahaan dalam bentuk
gangguan kesehatan dan biaya pengobatan.

Teori neoklasik mengatakan bahwa perusahaan akan menaikan level produksi sampai
biaya dari penambahan output, atau biaya marginal, menjadi sama dengan harga yang digunakan
untuk menjual output itu, jika biaya marginal ini lebih tinggi dari pada harga, maka menjual
lebih banyak output justru akan menelan biaya yang lebih tinggi daripada pendapatan yang
diterima dari harga jual, sehingga produsen justru merugi. Tetapi selama biaya marginal masih
lebih rendah daripada harga jual, perusahaan bisa menaikan laba dengan memproduksi lebih
banyak.Jika kita menganggap bahwa harga produk sudah di patok (given) dan di asumsikan
bahwa return yaqng didapatkan mengalami penurunan sepanang waktu (dimininshing return),
barulah kita dapat melihat dengan mudah bagaiman ekternalitas menghasilkan level produksi
yang tidak effisien. Untuk mengatasi eksternalitas tersebut dapat menggunakan beberapa
kebijakan antara lain Regulasi, Pajak Pigovian dan Subsidi.

Dalam pemikiran neoklasik ide tentang himpunan kegitan yang dilakukan pelaku
ekonomi dengan menimbulkan dampak bagi pihak lain adalah sebuah ide yang membuka
kemungkinan bagi masuknya pernan politik, dimana politik disini dipahami sebagai tindakan
dari Negara (Baumol (1952) 1965; Whynes dan Bowles 1981; Mansfield 1982).

E. Barang Publik

Peran penting dari barang publik melibatkan banyak level dari kegiatan pemerintah ,
mulai dari masalah sanitasi dan aturan lalu lintas untuk level pemerintah lokal sampai pada
kebijakan pertahanan Negara pada level Internasional. Alasan mengapa barang publik diproduksi
dalam level yang terlalu rendah ini adalah karena pasar hanya mau meproduksi barang-barang
yang memungkinkan produsennya untuk bisa mendapatkan keuntungan. Ketika barang-barang
ini selesai diproduksi , barang barang ini langsung masuk dalam wilayah publik. Dan memang
salah satu definisi dari publik adalah barang yang begitu di produksi untuk anggota tertentu dari
sebuah kelompok akan secara otomatis bisa digunakan oleh semua anggota dalam kelompok itu.
Defenisi ini menunjukkan pentingnya sifat non-eksklusif (terbuka bagi semua orang) dalam
barang publik.

Sifat umum dari barang publik adalah sifat non-eksklusif dan non-rival (tidak tersaingi
dan tidak menyaingi) Hubungan antara barang publik dengan ekonomi politik yaitu barang
publik menunjukkan batas-batas dari model pasar sempurna yang terdiri dari pelaku pelaku yang
mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Alasan-alasan mengapa barang-barang publik tidak
dapat diproduksi oleh pasar dan kelemahan pasar ini mendorong orang untuk beralih ke politik.
Masalah yang menghambat penciptaannya barang-barang publik.

Masalah yang menghambat penciptaan barang-barang publik pada level mikro-ekonomi


bahwa individu tidak menginvestasikan energi dan sumber daya untuk memproduksi barang-
barang publik itu karena individu yang melakukan investasi semacam itu tidak bisa mendapatkan
semua keuntungan yang bisa diberikan oleh barang publik itu. Untuk level makro-ekonomi,
kesulitan pasar untuk memproduksi barang publik ini terjadi karena biaya dan keuntungan dari
individu tidak dapat dihubungkan dengan biaya dan keuntungan sosial yang dihasilkan barang
publik itu. Seperti yang ditunjukkan oleh Shitglitz, kekurangan pada barang publik ini adalah
sebuah bentuk inefisiensi yang dapat menjadi alasan bagi pemerintah untuk melakukan
intervensi (Sitglitz 1988:75)

Fakta bahwa pasar tidak dapat menghasilkan barang publik tidaklah terlalu berarti bahwa
pemerintah pasti bisa menyediakannya. Selain itu, penyediannya barang publik memerlukan
kerja tim, sehingga di dalamnya juga akan terjadi masalah tindakan kolektif. Negara-negara pada
posisi lebih baik untuk mengatasi masalah-masalah ini karena Negara punya kewenangan untuk
menggunakan koersi (kekerasan , paksaaan ) untuk memaksa setiap individu-individu untuk
melakukan tindakan-tindakan demi kepentingan bersama (yaitu memaksa mereka untuk
membayar agar bisa mendapatkan keuntungan dari barang publik). Selain itu pemerintah adalah
lembaga yang lebih kuat sentralisasinya daripada pasar sehinga memungkinkan Negara untuk
memngatasi masalah-masalah koordinasi dalam pengambilan keputusan yang desentralisai.

F. Monopoli dan Oligopoli


Pasar dengan persaingan sempurna adalah yang memiliki penjual dan pembeli dalam
jumlah besar. Ukuran kekayaan dari tiap-tiap produsen dan konsumen sangat kecil jika
dibandingkan dengan total yang ada di dalam pasar,sehingga tiap-tiap satu pelaku tidak dapat
mempengaruhi kondisi agregat dari pasar,terutama harga. Pilihan yang bisa dibuat tiap-tiap
pelaku adalah sebatas apa yang akan mereka produksi. Ketika perusahaan dalam sebuah pasar
menjadi terbatasi kemampuanya seperti ini,maka dapat dikatakan bahwa pasar berfungsi
sebagaimana mestinya. Beberapa ilmuwan (seperti Lindblom 1977) mengajukan sanggahan
bahwa perekonomian industrial tidak sesuai dengan deskripsi tentang pasar yang persainganya
sempurna.

Oligopoli dikatakan terjadi ketika beberapa perusahaan mengendalikan sebagian besar


dari pasar atau aset dalam pasar untuk sebeuah sektor tertentu. Perusahaan hanya bisa mengatur
parameter-parameter utama dalam pasar,seperti misalnya harga. Perusahaan-perusahaan dalam
oligopoli bisa menentukan atau menetapkan level harga lebih tinggi dibandingkan dengan level
harga yang bisa terbentuk dalam persaingan sempurna. Selain menaikan harga, perusahaan
dalam oligopoli juga bisa membatasi output,karena mereka sudah mendapatkan laba yang tinggi
dengan menjual prodok yang lebih sedikit dengan harga yang lebih tinggi. Perusahaan akan
menghasilkan “terlalu sedikit” tapi meminta harga yang “terlalu tinggi” jika dibandingkan
dengan standar berupa kondisi dalam persaingan sempurna. Individu – individu dan perusahaan-
perusahaan yang hanya mampu membeli dengan harga Yang lebih rendah akan menjadi
tersingkir dari pasar. Kepuasaan atau kegunaan (utility) akan menurun. Dalam situasi ini,harga
tidak mencerminkan biaya produksi dan kelangkaan sumber daya tidak teralokasikan dengan
efisien.

Dalam situasi dimana ada ekstranalitas dan barang publik, pasar tetap mengalami
kegagalan ketika kondisi persaingannya sudah ideal. Di dalam oligopoli, kegagalan di tengah
kesempurnaan ini masih di perparah lagi oleh inefisensi yang disebabkan oleh terkikisnya tingkat
persaingan dalam pasar itu sendiri. Namun yang sama antara kondisi eksternalitas dan barang
publik dengan kondisi oligopoli adalah bahwa sama-sama ada alasan kuat bagi pemerintah untuk
melakukan intervensi, perekonomian menjadi terhambat kemampuannya untuk bisa
mengalokasikan sumber daya secara efisien. Pemerintah bisa melakukan intervensi untuk
memecah perusahaan-perusahaan yang lebih besar ini menjadi perusahaan- perusahaan kecil agar
mencegah terjadinya kolusi antara perusahaan besar untuk menetapkan harga seenaknya sendiri
dan untuk menghalangi terjadinya merger-merger yang bisa menghambat persaingan.

DAFTAR PUSTAKA

Al Faruq Ubaid, Mulyanto Edi. Sejarah Teori-Teori Ekonomi,Tengerang: UNPAM PRESS.2017

Arnold, B.C. Pareto Distributions. New York: John Wiley & Sons. 2004

Disman. M.S. Perkembangan pemikiran Ekonomi. (Online). Repository.ut. 2017.

Djojohadikusoemo. Perkembangan pemikiran ekonomi: dasar teori ekonomi pertumbuhan dan ekonomi
pembangunan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 1991

Hasibuan. Sejarah Pemikiran Ekonomi. Jakarta: Erlangga. 1987

Marshall, Alfred. Principles of Economics, 8th. Ed. London: Macmillan. 1963

N. Gregory Mankiw. Pengantar Ekonomi (terjemahan edisi 2nd). Erlangga. 2003

Anda mungkin juga menyukai