Anda di halaman 1dari 94

FORMULASI SEDIAAN LIP GLOSS DARI EKSTRAK

KULIT BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) SEBAGAI


PEWARNA ALAMI KOSMETIK

SKRIPSI

Oleh :
DEWI HERLINA
NIM 51704010

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIK SITI KHADIJAH
PALEMBANG
2021
FORMULASI SEDIAAN LIP GLOSS DARI EKSTRAK
KULIT BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) SEBAGAI
PEWARNA ALAMI KOSMETIK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana


Farmasi (S.Farm) Pada Program Studi S1 Farmasi STIK Siti Khadijah
Palembang

Oleh :
DEWI HERLINA
NIM 51704010

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIK SITI KHADIJAH
PALEMBANG
2021

i
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SITI KHADIJAH PALEMBANG
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
SKRIPSI AGUSTUS

Dewi Herlina

Formulasi Sediaan Lip Gloss Dari Ekstrak Kulit Buah Naga (Hylocereus
polyrhizus) Sebagai Pewarna Alami Kosmetik

V Bab + 52 Hal + 9 Tabel + 8 Gambar + 12 Lampiran

ABSTRAK

Buah naga (Hylocereus polyrhizus) adalah tumbuhan yang berasal dari daerah
beriklim tropis kering dan banyak dijumpai di Indonesia. Limbah kulit buah naga
(Hylocereus polyrhizus) mengandung pigmen antosianin yang dapat dimanfaatkan
sebagai pewarna alami lip gloss. Pada penelitian ini diformulasikan sediaan lip
gloss dengan menggunakan kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) yang
bertujuan untuk mengetahui peningkatan konsentrasi terhadap pewarna alami dari
ekstrak kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus). Pengekstrakan kulit buah naga
Hylocereus polyrhizus) dilakukan dengan metode perkolasi. Komposisi ekstrak
kulit buah naga pada lip gloss yang dihasilkan divariasi 0%, 6%, 8% dan 10%.
Pengujian mutu dilakukan dengan cycling test meliputi 6 siklus dilakukan uji
stabilitas organoleptis, uji homogenitas, uji viskositas, uji pH dan uji kesukaan
(hedonic test). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sediaan lip gloss dengan
ekstrak kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) dapat diformulasikan sebagai
pewarna alami, pada uji organoleptis tidak mengalami perubahan warna, bau dan
bentuk serta memiliki nilai pH yang stabil dan konsetrasi 8% memiliki warna
paling banyak disukai.

Kata Kunci : Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus), Pewarna Alami,


Lip Gloss
Pustaka : 26 ( 2011-2018)

ii
INSTITUTE OF HEALTH SCIEN
SITI KHADIJAH PALEMBANG
PHARMACEUTICAL STUDY PROGRAM
AUGUST THESIS

Dewi Herlina

Lip Gloss Preparation Formulation From Dragon Fruit Skin Extract


(Hylocereus polyrhizus) As Cosmetic Natural Colorant

V Chapter + 52 Pages + 9 Tables + 8 Picture + 12 Attachments

ABSTRACT

Dragon fruit (Hylocereus polyrhizus) is a plant originating from dry tropical


climates and is often found in Indonesia. Dragon fruit peel waste (Hylocereus
polyrhizus) contains anthocyanin pigments that can be used as natural lip gloss
dyes. In this study, a lip gloss preparation was formulated using dragon fruit peel
(Hylocereus polyrhizus) which aims to determine the increase in concentration of
natural dyes from dragon fruit peel extract (Hylocereus polyrhizus). Extraction of
dragon fruit skin (Hylocereus polyrhizus) was carried out by the percolation
method. The composition of dragon fruit peel extract in the resulting lip gloss
varied 0%, 6%, 8% and 10%. Quality testing was carried out by cycling test
covering 6 cycles, organoleptic stability test, homogeneity test, viscosity test, pH
test and hedonic test were carried out. The results showed that the lip gloss
preparation with dragon fruit peel extract (Hylocereus polyrhizus) could be
formulated as a natural dye, the organoleptic test did not change color, odor and
shape and had a stable pH value and 8% concentration had the most preferred
color.

Keywords: Dragon fruit skin (Hylocereus polyrhizus), Natural dyes, Lip gloss

Libraries : 26 (2011-2018)

iii
LEMBAR PERSETUJUAN
SKRIPSI

FORMULASI SEDIAAN LIP GLOSS DARI EKSTRAK


KULIT BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) SEBAGAI
PEWARNA ALAMI KOSMETIK

Telah Disetujui pada tanggal:

Oleh :
DEWI HERLINA 51704010

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Apt. Eva Yunila,S,Si,MARS Apt. Dra Hj. Kisdaryeti, MARS


NIP : 135385P

Mengetahui Ketua Prodi S1.Farmasi


STIK Siti Khadijah Palembang

Apt.Sigit Cahyo Hardiansyah, S.farm., M.kes


NIK. 1589103

iii
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI

FORMULASI SEDIAAN LIP GLOSS DARI EKSTRAK


KULIT BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) SEBAGAI
PEWARNA ALAMI KOSMETIK

Telah disetujui pada tanggal:

Oleh :

DEWI HERLINA 51704010

Penguji I :

Apt. Eva Yunila,S,Si,MARS


Penguji II :

Apt. Dra Hj. Kisdaryeti, MARS


Penguji III :

Apt. Ferawati Suzalin, M.Sc

Mengetahui
Ketua Prodi S1
Farmasi
Stik Siti Khadijah Palembang

Apt. Sigit Cahyo Hardiansyah, S.farm., M.kes


Nik.1598103

iv
SURAT BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Dewi Herlina

Nim 51704010

Program Studi : S1.Farmasi

Judul Skripsi : Formulasi Sediaan Lip Gloss Dari Ekstrak Kulit Buah

Naga (Hylocereus polyrhizus) Sebagai Pewarna Alami

Kosmetik.

Dengan ini menyatakan :

1. Memberikan kewenangan pada perpustakaan STIK Siti Khadijah


Palembang untuk mempublikasikan skripsi saya secara digital melalui
media resmi STIK Siti Khadijah Palembang.
2. Tidak menuntut konvensasi apapun atas publikasi skripsi saya
3. Skripsi ini tidak ada karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis dipedoman dalam
naskah dan disebut dalam daftar pustaka. Apabila ternyata kelak terbukti
ada ketidakbenaran dalam pernyataan diatas, maka saya akan bertanggung
jawab sepenuhnya dan besedia menerima sanksi yang diberikan.

Palembang, Agustus 2021

Yang memberikan

pernyataan

Dewi Herlina

v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“jangan mudah menyerah Allah Swt selalu bersama orang yang berusaha
dan berdoa kepada-Nya”

PERSEMBAHAN

Alhamdulilahirobbil’alamin, puji syukur kepada Allah SWT dan lantunan


sholawat kepada Nabi Muhammad SAW skripsi ini saya persembahkan kepada :

 Kedua orangtuaku yang sangat saya cintai dan sayangi, Ayahku (Alm.
Hendra Kurnia) dan Ibuku (Fitri Wahyuni) terima kasih atas pengorbanan,
perhatian, dan kasih sayang maupun dukungan kalian serta do’a yang
sangat berarti buatku dari hasil jerih payahmu aku bisa berada di tahap
ini.
 Kepada bibi (Indah Niati), sepupuku (Windriani Ade Saputri), adek
tersayang (nur alifa) dan pacarku (Muhammad Dian Wahyudi A.Md.T)
terima kasih untuk semangat, dukungan dan menjadi tempat saya berkeluh
kesah serta kasih sayang dan doa yang tiada henti untukku.
 Sahabat seperjuanganku (Rati Alapia, Maya fortuna, Feti Harianti, dan
heni Apriyanti) yang telah membantu dan memberikan semangat dalam
melewati saat tersulit dalam hidupku.
 Dosen pembimbing, Dosen S1.Farmasi dan Staf Laboratorium S1.farmasi
dan yang dengan sabar dan tulus membagi ilmu dan pengalaman untukku.
 Seluruh teman-teman S1.Farmasi STIK Siti Khadijah Palembang.

vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Identitas

Nama : Dewi Herlina

Nim 51704010

Tempat/tanggal lahir : Palembang, 30 September 1998

Agama : Islam

Nama Orang tua

Nama Ayah : Alm. Hendra Kurnia

Nama Ibu : Fitri Wahyuni

Anak Ke : 2 dari 3 Bersaudara

Alamat : Jl. Cempaka lr. Muhibah no.1340

2. Riwayat Pendidikan
1. Tahun 2005 – 2011 : SD Negeri 161 muara kuang

2. Tahun 2011 – 2014 : SMP Negeri 13 muara kuang

3. Tahun 2014 – 2017 : SMA Negeri 2 palembang

4. Tahun 2017 – 2021 : S1 Farmasi STIK Siti Khadijah Palembang

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah SWT yang atas limpahan rahmat, hidayat,

serta nikmat yang diberikan-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi

Penelitian yang berjudul “Formulasi Sediaan Lip Gloss Dari Ekstrak Kulit

Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) Sebagai Pewarna Alami Kosmetik”.

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi jurusan S1

Farmasi STIK Siti Khadijah Palembang tahun 2021. Dalam penyusunan skripsi ini

tentu masih terdapat banyak kekurangan dan penulis menyadari bahwa dalam

penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dari berbagai pihak.

Pada kesempatan ini saya sampaikan rasa terima kasih kepada kedua

orang tua saya yang begitu hebat yang telah membesarkan, mendidik, dam

senantiasa mendukung serta memberikan semangat dengan penuh kesabaran

hingga kasih sayang yang luar biasa. Terimakasih atas pengorbanan dan doa

yang tiada hentinya telah diberikan selama ini kepadaku. Dan saya sampaikan

rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membimbing dan memberikan

bantuan serta petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini :

1. Prof.Dr.dr.H.M.T.Kamaludin.,M.Sc.,Sp.Fk Selaku Ketua STIK Siti

Khadijah Palembang.

2. Apt. Sigit Cahyo Hardiansyah,S.Farm.,M.Kes Selaku kertua prodi S1

Farmasi STIK Siti Khadijah Palembang.

viii
3. Apt. Eva Yunila,S,Si,MARS Selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan, masukan, dan saran untuk menyelesaikan skripsi

ini.

4. Apt. Dra Hj. Kisdaryeti, MARS Selaku dosen pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, masukan, dan saran untuk menyelesaikan skripsi

ini.

5. Apt. Ferawati Suzalin, M.Sc Selaku dosen penguji yang telah memberikan

bimbingan, masukan, dan saran untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen, karyawan tata usaha, dan staff laboratorium STIK Siti

Khadijah Palembang.

7. Teman-teman seperjuangan S1.Farmasi yang selalu memberikan motivasi,

semangat, serta canda tawa.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna,

sehingga dengan segala keterbatasan yang ada, penulis dengan senang hati

menerima kritik dan saran yang berguna untuk menyempurnakan skripsi ini.

Semoga Allah SWT mengampuni segala kesalahan kita, serta menerima amal baik

dan melimpahkan segala rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua Aamiin.

Palembang, Agustus 2021

Dewi herlina

ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
ABSTRAK………………………………………………………………………
ii..............................................................................................................
................................................................................................................
ABSTRACT..........................................................................................................iii
HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................................iv
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................v
SURAT BEBAS PLAGIAT.................................................................................vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN......................................................................vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP..........................................................................viii
KATA PENGANTAR..........................................................................................ix
DAFTAR ISI.........................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xiv
DAFTAR TABEL................................................................................................xv
DAFTAR BAGAN..............................................................................................xvi
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................xvii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................2
1.3 Pertanyaan Penelitian...........................................................................3
1.4 Tujuan Penelitian.................................................................................3
1.4.1 Tujuan Umum............................................................................3
1.4.2 Tujuan Khusus...........................................................................3
1.5 Manfaat penelitian...............................................................................4
1.5.1 Manfaat Bagi STIK Siti Khadijah Palembang.........................4
1.5.2 Manfaat Bagi Masyarakat.........................................................4
1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti...............................................................4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Tanaman Sungkai...............................................................5
2.1.1 Klasifikasi Sungkai.....................................5
2.1.2 Nama Daerah...............................................6
2.1.3 Morfologi Tanaman....................................6
2.1.4 Kandungan kimia........................................6
2.1.5 Manfaat dan Kegunaan Sungkai.................7
2.2 Ekstraksi................................................................7
2.2.1 Pengertian Ekstraksi....................................7
2.2.2 Metode Ekstraksi Maserasi.........................8
2.3 Skrining Fitokimia................................................9

2.4 Demam......................................................................................11
x
2.4.1 Pengertian Demam..........................................................11
2.4.2 Etiologi Demam..............................................................12
2.4.3 Mekanisme Demam........................................................13
2.4.4 Penanganan Demam.......................................................13
2.4.5 Penerapan Klinis.............................................................14
2.4.6 Macam-Macam Demam.................................................15
2.5 Antipiretik.................................................................................16
2.5.1 Mekanisme Antipiretik...................................................16
2.6 Paracetamol...............................................................................17
2.7 Pengeniduksi Demam Vaksin DPT-Hb....................................19
2.8 Tikus Putih Jantan Galur Wistar...............................................20
2.8.1 Klasifikasi Tikus.............................................................20
2.8.2 Deskripsi Tikus...............................................................21
2.8.3 Cara Memperlakukan Tikus............................................22
2.8.4 cara pemberian obat........................................................22
2.8.5 Tabel Konversi Dosis.....................................................23
2.8.6 Volume Pemberian Obat.................................................23
2.9 Penelitian Terkait......................................................................24
2.10 Kerangka konsep.....................................................................25

BAB III. METODE PENELITIAN


3.1 Definisi Penelitian.....................................................................26
3.2 Kerangka Konsep......................................................................26
3.3 Subyek Penelitian.....................................................................27
3.3.1 Kriteria Subyek...............................................................27
3.4 Variabel Penelitian....................................................................28
3.5 Tempat Penelitian.....................................................................28
3.6 Waktu Penelitian.......................................................................28
3.7 Etika Penelitian.........................................................................28
3.8 Instrumen Penelitian.................................................................30
3.8.1 Alat dan Bahan...............................................................30
3.9 Metode Pengumpulan Data.......................................................31
3.9.1 Prosedur Kerja................................................................31
3.10 Skrining Fitokimia..................................................................32
3.11 Perhitungan Dosis...................................................................33
3.11.1 Dosis Paracetamol........................................................33
3.11.2 Pembuatan CMC-Na 0,5%...........................................34
3.11.3 Pembuatan Sediaan Ekstrak..........................................35
3.11.4 Dosis Ekstrak Daun Sungkai........................................35
3.11.5 Vaksin DPT-Hb............................................................35
3.11.6 Tahap Perlakuan Antipiretik Pada Tikus Jantan...........35
3.12 Analisa Data............................................................................36
3.13 Hipotesis.................................................................................36
3.14 Definisi Operasional...............................................................37
3.15 Alur Pembuatan Simplisia dan Ekstrak..................................38
3.16 Alur Perlakuan Hewan Uji......................................................39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil...........................................................................................40
4.1.1 Hasil Determinasi...............................................................40
x
i
4.1.2 Hasil ekstrasi daun sungkai................................................40
4.1.3 Hasil skrining fitokimia.....................................................41
4.1.4 Hasil induksi vaksin DPT-Hb............................................41
4.1.5 Hasil perlakuan uji ekstrak daun sungkai..........................43
4.2 Uji antipiretik.............................................................................44
4.3 Pembahasan................................................................................45
4.3.1 Pembahasan Simplisia......................................................45
4.3.2 pembuatan ekstrak...........................................................46
4.3.3 Skrining Fitokimia...........................................................48
4.3.4 penyiapan hewan uji.........................................................54
4.2.5 Uji Efek Antipiretik..........................................................54
4.4 Keterbatasan penelitian..............................................................57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan...............................................................................58
5.2 Saran..........................................................................................58

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN

x
ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tanaman Sungkai................................................................5


Gambar 2.2 Struktur Paracetamol..........................................................17
Gambar 2.3 Tikus Putih.........................................................................20
Gambar 4.1 Grafik Rata-rata suhu rektal tikus......................................44
Gambar 4.2 Reaksi mayer dan reaksi dragendorf..................................49
Gambar 4.3 Reaksi flavonoid dengan serbuk Mg dan Hcl....................51
Gambar 4.4 Reaksi uji tanin...................................................................52
Gambar 4.5 Reaksi uji saponin..............................................................53

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Konversi Perhitungan Dosis....................................................23


Tabel 2.2 Volume Larutan Uji................................................................24
Tabel 3.1 Definisi Operasional................................................................37
Tabel 4.1 Hasil Skrining fitokimia ekstrak daun sungkai.......................41
Tabel 4.2 Suhu rektal tikus sebelum dan sesudah diinduksi vaksin........42
Tabel 4.3 Hasil pengukuran suhu rekal tikus.........................................45

xiv
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Konsep...................................................................26


Bagan 3.1 Kerangka Teori......................................................................25
Bagan 3.2 Alur Pembuatan Simplisia Dan Ekstrak.................................38
Bagan 3.3 Penelitian................................................................................39

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Sertifikat Determinasi


Lampiran 2 Sertifikat Of Analisa Paracetamol
Lampiran 3 Sertifikat Tikus
Lampiran 4 Rata-rata Hasil Pengukuran Suhu Kelompok Perlakuan
Lampiran 5 Skrining fitokimia
Lampiran 6 Gambar Bahan, Alat dan Perlakuan
Lampiran 7 Hasil Pengukuran Suhu Rektal Tikus
Lampiran 8 Surat Izin Penelitian
Lampiran 9 Surat Keterangan Selesai Pnelitian

xvi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh di atas normal sebagai

akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Penyakit yang

ditandai dengan adanya demam dapat menyerang sistem tubuh. Selain itu

demam mungkin berperan dalam meningkatkan perkembangan imunitas

spesifik dan nonspesifik dalam membantu pemulihan atau pertahanan

terhadap infeksi (Sodikin,2012). Antipiretik merupakan obat yang sering

digunakan untuk meringankan demam, antipiretik bisa dalam bentuk obat

kimia, antara lain seperti paracetamol, aspirin, ibuprofen. Selain itu,

antipiriretik bisa juga dalam bentuk obat tradisional, yang didapat dari

pemanfaatan tanaman obat (Yusril,dkk,2015).

Salah satu upaya pengobatan demam dapat dilakukan dengan

menggunakan tanaman obat tradisional yang berkhasiat. Pengunaan obat

tradisional sebagai alternatif pengobatan telah lama dilakukan jauh

sebelumnya ada pelayanan kesehatan formal dengan menggunakan obat-obat

modern. Namun, negara Indonesia yang terdiri banyak pulau yang di diami

oleh berbagai suku memungkinkan terjadinya perbedaan dalam pemanfaatan

tanaman sebagai obat tradisional. Hal ini disebabkan setiap suku memiliki

pengalaman empiris dan kebudayaan yang khas sesuai daerah masing-masing.

Kehidupan nenek moyang yang menyatu dengan alam menumbuhkan

kesadaran bahwa alam adalah penyedia obat bagi dirinya dan masyarakat.

Mulai dari sinilah berkembang obat tradisional. Menurut Menteri Kesehatan

1
2

Republik Indonesia, obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang

berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik, atau

campuran dari bahan tersebut yang secara turun menurun telah digunakan

untuk pengobatan dan dapat di terapkan sesuai dengan norma yang berlaku di

masyarakat (Depkes, 2017).

Salah satu tanaman obat yang tumbuh di Indonesia yang akhir-akhir ini

banyak di manfaatkan adalah tanaman sungkai (Peronema Canescens). Dan

tanaman sungkai biasanya di gunakan sebagai obat pilek, demam, obat cacing

ringworms (Harmida,2011). Manfaat daun sungkai tersebut, kemungkinan di

karenakan adanya kandungan metabolit sekunder yang memiliki aktivitas

farmakologi. Menurut penelitian, daun Sungkai (Peronema Canescens)

mengandung metabolisme sekunder seperti alkaloid, flavonoid, dan tanin

(Hadi.2011).

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti mencoba melakukan penelitian,

yaitu uji aktivitas antipiretik ekstrak daun sungkai (Peronema

canescens) terhadap tikus putih jantan yang diinduksi dengan vaksin DPT-

Hb.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian

terhadap uji aktivitas ekstrak daun sungkai (Peronema Canescens) yang

mempunyai senyawa metabolit sekunder yang di harapkan dapat memberikan

efek antipiretik.
3

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Apakah ekstrak Daun sungkai (Peronema Canescens) mempunyai

aktivitas antipiretik terhadap tikus putih yang di induksi menggunakan

Vaksin DPT- Hb?

2. Berapa dosis ekstrak daun sungkai (Peronema Canescens) yang dapat

memiliki aktivitas antipiretik terhadap tikus putih jantan?

3. Senyawa metabolit apakah yang terdapat dalam daun sungkai (Peronema

Canescens)?

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum

Diketahui apakah ekstrak daun sungkai (Peronema Canescens)

memiliki aktivitas antipiretik terhadap tikus jantan putih yang di induksi

dengan vaksin DPT-Hb.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahui apakah ekstrak daun sungkai (Peronema Canescens)

memiliki aktivitas antipiretik terhadap tikus putih jantan yang

diinduksi dengan vaksin DPT-Hb.

2. Diketahui dosis ekstrak daun sungkai (Peronema Canescens) yang

memiliki aktivitas antipiretik terhadap tikus putih jantan.

3. Diketahui senyawa metabolit yang terdapat dalam daun sungkai

(peronema canescens).
4

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat Bagi STIK Siti Khadijah Palembang

Sebagai data dan bahan referensi untuk penelitian berikutnya dan

sebagai bahan tambahan untuk perpustakaan STIK Siti Khadijah

Palembang.

1.5.2 Manfaat Bagi Masyarakat

Dari hasil penelitian nantinya di harapkan dapat memberikan

informasi kepada masyarakat bahwa tanaman sungkai (Peronema

Canesncens) terbukti berkhasiat sebagai antipiretik pada dosis tertentu.

1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti

Penelitian dapat mengetahui cara pembuatan ekstrak daun Sungkai

dan peneliti mendapatkan ilmu pengetahuan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Sungkai (Peronema Canescens).

Gambar 2.1 Tanaman Sungkai (Peonema Canescens)

2.1.1 Klasifikasi Sungkai (Peronema Canescens)

Secara umum, klasifikasi ilmiah dari tanaman Perenema Canescens

adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Lamiales

Familia : Verbenaceae

Genus : Peronema

Spesies : Peronema Canescens

5
6

2.1.2 Nama Daerah

Tumbuhan Sungkai (Peronema Canescens) memiliki nama lain

diantaranya sekai, sungkih (Sumatra), longkai, lurus, jati sebrang,

sungke (jawa). Sungkai juga sering disebut sebagai jati sebrang, ki

sebrang, kurus, sungkai, sekai yang termasuk dalam famili Verbenaceae

(Harmida dan Yuni 2011).

2.1.3 Morfologi Tanaman

Sungkai tergolong suku Verbenaceae yang sering dikenal dengan

nama daerah Jati seberang atau kisabrang. Batang berbentuk lurus

dengan adanya parit kecil, akan tetapi kadang-kadang bentuknya

tampak jelek akibat adanya serangan hama pucuk, kulit luarnya

berwarna sawo muda, beralur dangkal, mengelupas kecil-kecil dan juga

keadaan tipis. Penampang kulit luar berwarna kuning, coklat merah

muda. Ranting memiliki dengan banyak bulu-bulu, bunga pada

kedudukan malai, cabangnya tampak lebar dan letaknya selalu

berpasangan, memiliki panjang 20-40 cm. letak bunga hampir duduk,

kelopak bunga agak tertutup rapat dan berbulu dimana ukurannya ½

mm – 2 mm memiliki warna hijau pada pangkal (Irwanto, 2013).

2.1.4 Kandungan Kimia

Daun sungkai mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, dan tanin

(Hadi,dkk,2012).
7

2.1.5 Manfaat dan Kegunaan Sungkai

Pada tanaman sungkai digunakan untuk pengobatan dan perawatan

kesehatan. Dan pada bagian daun muda sungkai dugunakan sebagai

obat pilek, demam obat cacingan (ringworm), dijadikan mandian bagi

wanita selepas bersalin dan sebagai obat kumur pencegah sakit gigi, dan

sebagai antiplasmodium (Harmida, 2011).

2.2 Ekstraksi

2.2.1 Pengertian Ekstraksi

Ekstraksi adalah sediaan kental yang diperoleh dengan

mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua

pelarut diuapkan dan di masa atau serbuk yang tersisa diperlakukan

sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Maria A,

2017).

Ekstrak yang diperoleh berdasarkan sifatnya (Maria A, 2017).

a. Ekstraksi encer (Extractum tenue , sediaan ini masih dapat dituang

b. Ekstraksi kental (Extractum spissim), sediaan ini tidak dapat dituang

dan memiliki kadar air sampai 30%.

c. Ekstraksi kering (Extractum fluidum), mengandung simplisia nabati

yang mengandung etanol sebagai bahan pengawet.


8

2.2.2 Metode Ekstraksi Maserasi

Maserasi berasal dari kata “macerare” artinya melunakkan.

Maserata adalah hasil penarikan simplisia dengan cara maserasi,

sedangkan maserasi adalah cara penarikan simplisia dengan

merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari pada suhu biasa

ataupun memakai pemanasan. Suhunya 5o–25o. Berapa lama

simplisia dimaserasi, tergantung pada keadaannya. Biasanya

ditentukan pada tiap pembuatan sediaan. Jika tidak ada ketentuan

lain, biasanya setengah sampai dua jam. Sedangkan menurut Ph

untuk pembuatan ekstrak adalah selama 3 hari. (Syamsuni,2012).

Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak

digunakan. Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala

industri. Metode ini dilakukan dengan memasukkan serbuk tanaman

dan pelarut yang sesuai ke dalam wadah yang tertutup rapat pada

suhu kamar. Dan pengayakan yang digunakan nomor 80 mes. Proses

ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara

konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel

tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel

dengan dilakukan penyaringan.

Kerugian utama dari metode maserasi ini adalah memakan

waktu lama, pelarut yang digunakan cukup banyak, Namun disisi

lain, metode maserasi memiliki kelebihan yaitu terjaminnya zat aktif

yang di ekstrak tidak akan rusak (Mukhriani,2014).


9

2.3 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia merupakan senyawa kimia umunya mempunyai

kemampuan bioaktivitas dan digunakan sebagai pelindung tumbuhan dari

gangguan hama penyakit untuk tumbuhan tersebut atau lingkungan. Senyawa

sekunder digunakan sebagai zat warna, racun, aroma, makanan, dan obat

tradisional pada kehidupan sehari-hari (Endang H,2013).

Uji fitokimia terdiri dari Flavonoid, Tanin dan Alkaloid :

1. Flavonoid

Flavonoid merupakan suatu senyawa metabolit sekunder yang terdapat

pada tanaman dan senyawa inilah yang digunakan sebagai antipiretik

(penurun demam). Flavonid berkerja sebagai inhibitor cyclooxygenase

(COX). Cyclooxygenase berfungsi memicu pembentukan prostaglandin,

prostaglandin berperan dalam proses inflamasi dan peningkatan suhu

tubuh. Apabila prostaglandin tidak dihambat maka terjadi peningkatan

suhu tubuh yang akan menyebabkan demam (Kalay et.al.2014).

2. Tanin

Tanin adalah suatu senyawa fenolik yang memberikan rasa pahit dan

kelat, dapat bereaksi dan menggumpalkan protein atau senyawa organic

lainnya yang mengandung asam amino dan alkaloid. Tanin merupakan

senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui mempunyai beberapa

khasiat yaitu sebagai astringen, antidiare, antibakteri, dan antioksidan.

Tanin merupakan komponen zat organik yang sangat kompleks, terdiri

dari senyawa fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar mengkristal,

mengendap
10

protein dari larutanya dan bersenyawa dengan protein tersebut

(Tatang,2019).

3. Alkaloid

Alkaloid adalah kelompok metabolit sekunder terpenting yang

ditemukan pada tumbuhan. Keberadaan alkaloid dialam tidak pernah

berdiri sendiri. Golongan senyawa ini berupa campuran dari beberapa

alkaloid utama dan beberapa kecil. Definisi yang tepat dari istilah alkaloid

(Mirip alkali) agak sulit karena tidak ada batas yang jelas anatara alkaloid

dan amina komplek yang terjadi secara alami. Alkaloid khas yang berasal

dari tumbuhan, senyawa ini bersifat basa, mengandung satu atau lebih

nitrogen biasanya dalam cincin heterosiklik dan mereka biasanya memiliki

aktivitas fisiologi yang pada manusia atau hewan laiinya (Tatang,2019).

4. Saponin

Saponin merupakan suatu gelikosida yang mungkin ada dalam

banyak macam tanaman. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan

konsensetrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu dan dipengaruhi oleh

varietas tanaman serta tahap tumbuhan. Fungsi saponin pada tumbuh-

tumbuhan tidak diketahui secara pasti. Kemungkinan sebagai ekstrak

bentuk penyimpanan karbohidrat dari metabolisme tumbuh-tumbuhan

(Indrawati dan Razimin, 2013).


11

2.4 Demam

2.4.1 Pengertian Demam

Demam dapat didefinisikan dengan suatu keadaan suhu tubuh di

atas normal sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di

hipotalamus. Penyakit yang ditandai dengan adanya demam dapat

menyerang sistem tubuh. Selain itu demam mungkin berperan dalam

meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan non spesifik dalam

membantu pemulihan atau pertahanan terhadap tubuh. Demam

merupakan keluhan yang paling sering menyebabkan orangtua mencari

pertolongan dan antipiretik merupakan obat yang selalu dibuat untuk

mengurangi demam (Sodikin, 2012).

Demam juga adalah proses alami tubuh untuk melewati yang masuk

ke dalam tubuh. Demam terjadi pada suhu >37,20C biasanya disebabkan

oleh infeksi Bakteri, Virus, Jamu, dan parasit (Hartini,2015).

Fase klinis demam yaitu : fase dingin (chill), fase demam (fever),

dan fase kemerahan (flush). Fase dingin merupakan fase dimana terjadi

kenaikan suhu tubuh menuju set point yang baru di hipotalamus. Fase

demam terjadi ketika suhu tubuh sudah mencapai set point baru dan

tercapai keseimbangan antara produksi dan pengeluaran panas.

Sedangkan fase kemerahan terjadi ketika set point suhu tubuh kembali

ke normal ditandai dengan berkeringat dan kulit kemerahan karena

vasodilatasi pembuluh darah (Wilmana & Gan, 2016).

Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5°C-37,2°C. Suhu subnormal

dibawah 36°C. Dengan demam pada umumnya di artikan suhu tubuh


12

diatas 37,2°C. Apabila suhu tubuh meningkat 39°C itu menunjukkan

demam tinggi (Ermawati,2010).

2.4.2 Etiologi Demam

Menurut (Febry dan Mahendra, 2010). Penyebab demam dibagi

menjadi 3 yaitu:

1. Demam Non- infeksi

Demam non-infeksi adalah demam yang bukan disebabkan oleh

masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh. Demam ini jarang di derita

oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Demam non-infeksi

timbul karena adanya kelainan pada tubuh yang dibawah sejak lahir

dan ditangani dengan baik. Contoh demam non-infeksi antara lain

demam yang disebabkan oleh adanya kelainan bawakan pada jantung

atau degeneratif, demam karena steres, atau demam yang disebabkan

oleh adanya penyakit-penyakit berat misalnya leukimia dan kanker.

2. Demam infeksi

Demam infeksi adalah demam yang disebabkan oleh masuknya

patogen, misalnya kumam, bakteri, viral atau virus. Bakteri, kumam,

atau virus dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai

cara misalnya melalui makanan, udara, atau persentuhan tubuh.

3. Demam Fisiologi
13

Demam Fisiologi biasanya disebabkan karena kekurangan cairan

(dehidrasi), suhu udara terlalu panas dan kelelahan bermain disiang

hari.

2.4.3 Mekanisme Demam

Demam merajuk kepada peningkatan suhu tubuh akibat infeksi atau

peradangan. Sebagai respons terhadap masuknya mikroba, sel-sel

fagositik tertentu (makrofag) mengeluarkan suatu bahan kimia yang

dikenal sebagai pirogen endogen yang selain efek-efek dalam melawan

infeksi, bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk

meningkatkan patokan thermostat (Shewood, 2011).

Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non

prostaglandin melalui sinyal efferen nervus vagus yang dimediasi oleh

produk lokal Macrophage Inflammantory Protein-1 (MIP-1), suatu

kemokin yang bekerja langsung terhadap hipotalamus anterior.

Berbeda dengan demam dengan jalur prostaglandin, demam melalui

MIP-1 ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik (Nelwan, 2010).

2.4.4 Penanganan Demam

Terapi yang diberikan dari penatalaksanaan (Kaneshiro & Zieve, 2010)

demam antara lain :

a. Terapi Non Farmakologi

Adapun yang termasuk dalam terapi non farmakologi dari

penatalaksaan demam antara lain ;


14

1. Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi

dan beristirahat yang cukup.

2. Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan pada

saat menggigil. Memakai satu lapis pakaian selimut sudah cukup

untuk memberikan rasa nyaman kepada penderita.

3. Memberikan kompres hangat pada penderita. Pemberian kompres

hangat efektif terutama setelah pemberian obat. Jangan

memberikan kompres dingin karena akan menyebabkan keadaan

menggil dan meningkatkan kembali suhu inti tubuh.

b. Terapi Farmakologi

Obat-obatan yang sering digunakan dalam mengatasi demam

(antipiretik) adalah paracetamol (Asetaminofen) dan ibuprofen.

Paracetamol cepat bereaksi dalam penurunan panas sedangkan

ibuprofen memiliki efek kerja yang sama.

2.4.5 Penerapan Klinis

Cara cepat dan mudah untuk mengetahui apabila mengalami demam

adalah mengukur suhu tubuh dengan menggunakan termometer.

Demam dapat diukur dengan menempatkan termometer kedalam rektal,

mulut, telinga, serta dapat juga di ketiak (Cahyaningrum, 2017).

Adapun kisaran nilai normal suhu tubuh adalah :

1. Suhu oral, antara 35,5°C-37,5°C

2. Suhu aksila, 34,7°C-37,3°C

3. Suhu rectal, 36,6°C-37,9°C


15

4. Suhu infrared tympanic, antara : 35,7°C-37,5°C

Menurut (Kalay,2014). Suhu tubuh Tikus putih normal adalah

sekitar 35,9°C-37,2°C.

2.4.6 Macam-Macam Demam

Menurut (Lubis,2011) ada beberapa macam demam antara lain :

1. Demam septik

Pada tife demam septik, suhu tubuh berangsur baik ketingkat yang

tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ketingkat diatas

normal pada pagi hari. Demam sering disertai keluhan menggil dan

berkeringat.

2. Demam remiten

Pada tife demam remiten, suhu tubuh dapat turun setiap hari tetapi

tidak mencapai suhu normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat

dapat mencapai 2 derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang

dicatat pada demam aseptik.

3. Demam intermiten

Pada demam intermiten suhu tubuh turun ketingkat yang normal

selama beberapa jam dalam 1 hari. Bila demam seperti ini terjadi 2

hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi 2 hari bebas demam

diantara 2 serangan demam disebut kuartana.

4. Demam kontinyu

Pada demam tife kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda

lebih dari 1 derajat. Pada tingkat demam yang terus-menerus tinggi

sekali disebut hiperpireksia


16

5. Demam siklik

Pada demam tife siklik terjadi kenaikan suhu tubuh selama beberapa

hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk berapa hari yang

kemudiaan diikuti oleh kenaikaan suhu seperti semula.

2.5 Antipiretik

Antipiretik adalah golongan obat dengan target untuk menurunkan

temperatur badan obat yang termasuk diantaranya adalah Acetaminophen,

ibuprofen dan aspirin (Yusril, dkk.2015). Adapun menurut (Husori,D.I,2016)

obat yang mampu menurunkan suhu demam kembali ke suhu normal yang

berkerja melalui penghambatan enzim siklooksigenase-2 disusunan saraf

pusat sehingga dapat mencegah terjadinya konversi asam arakidonat menjadi

prostagladin yang merupakan mediator demam. Dan adapun mekanisme kerja

aksi antipiretik adalah dengan membloke produksi prostaglandin yang

berperan sebagai penginduksi suhu di termostat hipotalamus.

2.5.1 Mekanisme Antipiretik

Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi dan

hilangnya panas. Alat pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus ada

bukti bahwa peningkatan suhu tubuh pada keadaan patologik diawali

pelepasan suatu zat pirogen, endogen atau sitokin yang memacu

pelepasan PG yang berlebihan di daerah preoptik hepotalamus. Demam

yang timbul akibat pemberian PG tidak dipengaruhi demikian pula

peningkatan suhu oleh sebab lain misalnya latihan fisik. Pada keadaan

demam keseimbangan
17

terganggu tetapi dapat dikembalikan ke normal oleh obat mirip aspirin

atau obat antipiretik (Hammond and Boyle, 2011).

2.6 Paracetamol

Paracetamol adalah salah satu kandungan utama dari beberapa merek

obat antipiretik yang dijual secara bebas, yang bisa di dapatkan melalui resep

atau tanpa resep dokter. Paracetamol atau asetaminofen merupakan senyawa

turunan pada asam amino, paracetamol atau asetaminofen merupakan

metabolisme fanestin dengan efek antipiretik yang sama dan telah digunakan

sejak 1893. Rumus struktur paracetamol dilihat pada gambar.

Gambar 2.2 Struktur Paracetamol

Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen, asetaminofen di

Indonesia lebih dikenal sebagai paracetamol. Paracetamol bersifat antipiretik

dan analgesik tetapi sifat anti inflamasinya lemah sekali (Tjay. 2015).

1. Farmakokinetik

Paracetamol cepat diabsorsi dari saluran pencernaan, dengan kadar

serum puncak dicapai dalam 30-60 menit. Waktu paruh kira-kira 2 jam.

Metabolisme dihati, sekitar 3% diekskresi melalui urin dalam satu hari

pertama; sebagai di hidroksilasi menjadi N asetil benzokuinon yang sangat


18

reaktif dan berpotensi menjadi metabolit berbahaya. Pada dosis normal

bereaksi dengan gugus sulfhidril dari glutation menjadi substansi non

toksik. Pada dosis besar akan berikatan dengan sulfhidril dari protein hati

(Tjay, 2015).

2. Farmakodinamik

Efek analgesik paracetamol dan faneshetin serupa dengan salisilat

yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang,

keduanya menurunkan suhu dengan mekanisme yang di duga juga

berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Efek anti-inflamasinya sangat

lemah, oleh karena itu paracetamol dan fansetin tidak digunakan sebagai

antireumatik.

Paracetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin (PG)

yang lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung yang tidak terlihat

pada kedua obat ini. Demikian juga gangguan dan keseimbangan asam

basa (Tjay, 2015).

3. Efek samping

Tak jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan

darah. Pada penggunaan kronis ari 3-4g sehari dapat terjadi kerusakan hati

dan pada dosis diatas 6g mengakibatkan nekrosis hati yang tidak revesibel.

Mual, muntah, dan anoreksia. Wanita hamil dapat menggunakan

paracetamol dengan aman, juga selama laktasi walaupun dikeluarkan

melalui air susu ibu (Tjay, 2015).

4. Dosis
19

Paracetamol tersedia dalam bentuk obat tunggal, berbentuk tablet

500mg dan sirup yang mengandung 120/5ml. selain itu paracetamol

tedapat sebagai sediaan kombinasi tetap, dalam bentuk tablet maupun

cairan. Dosis paracetamol untuk dewasa 300mg-1 per kali, dengan

maksimal 4g per hari. Untuk anak 6-12 tahun: 150-00 mg/kali, dengan

maksimum 1,2 g/hari. Untuk anak 1-6 tahun: 60 mg/kg, pada keduannya

diberikan maksimum 6 kali sehari (Tjay, 2015).

2.7 Penginduksi Demam (Vaksin DPT-Hb).

Vaksin DTP-Hb merupakan vaksin kombinasi dari beberapa penyakit

yang bertujuan untuk mempermudah dalam penggunaannya Induksi

peningkatan suhu tubuh yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan

pemberian vaksin DPT-Hb. Vaksin tersebut di indikasikan untuk imunisasi

aktif secara simultan untuk mencegah penyakit infeksi berbahaya seperti

difteri, pertusis, tetanus, dan hepatitis B. Mekanisme vaksin DPT-Hb dalam

menyebabkan demam dikarenakan mengandung komponen protein pertusis

lengkap atau bagian pertusisnya diambil dari semua sel mikroorganisme

tersebut. Bagian sel tersebut dapat menyebabkan munculnya efek samping

demam (Tjay, 2015).

2.8 Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus)


20

Gambar 2.3. Tikus putih galur wistar

Tikus putih (Rattus norvegicus) adalah tikus yang paling sering

digunakan dalam penelitian karena karakteristik tikus putih yang paling mirip

secara fungsional dengan mamalia. Tikus galur wistar paling banyak

digunakan, dengan memiliki waktu hidup lebih lama (Sharp dan Villano,

2013).

2.8.1 Klasifikasi Tikus

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Subordo : Myomorpha

Famili : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

2.8.2 Deskripsi Tikus


21

Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang

sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model

guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu

dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorium. Tikus termasuk

hewan mamalia, oleh sebab itu dampaknya terhadap suatu perlakuan

mungkin tidak jauh berbeda di banding dengan mamalia lainnya (Andri,

2014).

Tikus termasuk kedalam golongan hewan omnivora, sehingga tikus

dapat memakan semua jenis makanan. Tikus juga termasuk hewan

nokturnal, yaitu aktivitas hidupnya (seperti aktivitas makan dan minum)

lebih banyak terjadi pada sore dan malam hari. Kualitas makanan

merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh

terhadap penampilan tikus, sehingga status makanan yang diberikan

dalam percobaan biomedis mempunyai pengaruh nyata terhadap hasil

percobaan. Tikus membutuhkan makanan berkadar protein diatas 15%.

Kebutuhan minum seekor tikus setiap hari kira-kira 15-30 ml air.

Jumlah ini dapat berkurang jika pakan yang di konsumsi sudah banyak

mengandung air (Andri,2014).

2.8.3 Cara Memperlakukan Tikus

Menurut (Andri,2014) cara memperlakukan hewan coba tikus yaitu :

1. Pegang ujung ekornya menggunakan jari telunjuk dan ibu jari pada

tangan sebelah kanan.


22

2. Dengan tangan kiri, kulit tengkuknya dijepit di antara ibu jari dan ke-

empat jari yang lain, hingga tikus cukup erat dipegang dan pemberian

obat dapat dimulai.

2.8.4 Cara Pemberian Obat

Ada berberapa cara pemeberian obat pada tikus, yaitu: (Syamsuni,2012).

1. Rute Pemberian Obat Secara Oral

Pemberian obat dengan jarum oral yang telah diisi dan dimasukan

ke dalam mulut tikus melalui langit-langit masuk esophagus.

2. Rute Pemberian Obat Secara Intravena

Dilakukan pada ekor tikus dengan cara merendamnya dalam air

hangat atau diolesi dengan aseton atau eter.

3. Rute Pemberian Obat Secara Intra Peritoneal

Pegang tikus pada tekuknya sedemikian hingga posisi abdomen

lebih tinggi dari kepala. Suntikan larutan obat ke dalam abdomen

bawah dari tikus di sebelah garis midagital.

4. Rute Pemberian Obat Secara Subcutan

Pegang kulit tikus pada bagian tekuk tikus. Cari bagian tersebut

yang berongga (ada ruangan di bawah kulit) suntikan larutan obat

ke bawah kulit .

5. Rute intramuskular

Intramuskular adalah metode pemberian obat dengan alat suntik,

dilengkapi dengan jarum no.24 yang disuntikkan kedalam otot paha

posterior.

2.8.5 Tabel konversi Dosis


23

Pada tabel dibawah ini digunakan untuk konversi perhitungan

dosis sediaan obat yang akan dipakai dari dosis manusia ke dosis tikus

adalah 0,018.

Subjek Mencit Tikus Marmut Kelinci Kera Anjing Manusia


20g 200g 400g 1,5g 4kg 12kg 70kh
Mencit 1,0 7,0 12,25 27,8 64,1 124,2 38,7
20g
Tikus 0,14 1,0 1,47 3,9 9,2 17,8 56,0
200g
Marmut 0,08 0,57 1,0 2,25 5,2 10,2 31,5
400g
Kelici 0,04 0,025 0,44 0,10 2,4 4,5 14,2
1,5g
Kera 0,016 0,11 0,19 0,42 1,0 1,9 6,1
4kg
Anjing 0,008 0,06 0,10 0,22 0,52 1,0 3,1
12kg
Manusia 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,16 0,32 1,0
70kg
Tabel 2.1 Konversi perhitungan Dosis.

2.8.6 Volume Pemberian Obat

Volume cairan yang diberikan pada hewan percobaan harus di

perhatikan tidak melebihi jumlah tertentu.

Jenis Hewan Uji Volume Maksimum (ml) sesuai jalur pemberian


i.v i.m i.p s.c p.o
Mencit (20-30gr) 0,5 0,05 1,0 0,5-1,0 1,0
Tikus (200 gr) 0,1 0,1 2-5 2-5 5,0
Marmut (250 gr) - 0,25 2-5 5,0 10,0
Kelinci (2,5 kg) 5-10 0,5 10-20 5-10 20,0
Tabel 2.2 Volume Larutan Uji

2.9. Penelitian Terkait


24

1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Panji Handoko Badiaraja.

Tentang Uji Potensi Antipiretik Daun Muda Sungkai (Peronema

Canescens) Pada Mencit (Mus muscular) Serta Implementasinya dalam

pembelajaran sistem imun Di SMA. Bahwa daun sungkai memiliki efek

antipiretik terhadap mencit jantan yang diinduksi dengan Vaksin DPT-Hb

pada dosis 12,50 mg/kgBB Mampu Menurunkan suhu tubuh mencit

sebesar 30% ,lebih efektif dibandingkan dengan dosis ekstrak daun mudah

sungkai P2,P4 dsn kontrol postif P1 yang diberi paracetamol.

2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harmida,Dkk Tentang Studi

Etnofitomedika di desa Lawang Agung Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten

Lahat Sumatera Selatan. Mengatakan bahwa Ada 9 jenis Tumbuhan obat

yang tergolong etnis salah satunya adalah tanaman Sungkai (Peronema

Canescens) yang digunakan sebagai obat demam, Pembersih kewanitaan,

obat luka.

3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yunilda rosa. Tentang Uji

Efek Antipiretik Ekstrak Herba Krokot (Portulaca Oleraca L) Terhadap

Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Jantan yang di Induksi Dengan Vaksin

DPT-Hb. Mengatakan bahwa Vaksin DPT-Hb sebanyak 0,2ml secara

intramuscular pada bagian paha tikus terjadinya demam.

2.10 Kerangka Teori

Bagian tanaman
sungkai
(Peronema
Canescens)

1. Daun
25
2. Buah
26

Senyawa metabolit
Flavonoid sekunder
memiliki ;
berbagai macam bioaktivitas antara lain efek antipiretik.
Uji Aktivitas
Alkaloid,Antipiretik
Flavonoid Ekstrak
berkerja Dauninhibitor
sebagai Sungkaicyloxygenase
(Peronema Canescens)
(COX). terhad
Flavonoid, Tanin.

Metode Ekstraksi : Maserasi

Konsentrasi ekstrak daun sungkai (Peronema Canescens)


10 mg
12,5 mg
15 mg
Kontrol (-) CMC-Na 0,5% Kottrol (+) Paracetamol

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Keterangan

: Yang diuji

: Tidak diuji
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

eksperimen atau percobaan yang mencoba menganalisa aktivitas antipiretik

ekstrak Daun Sungkai (Peronema Canescans) pada tikus putih jantan.

3.2 Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependen

Kontrol (+) Paracetamol


mg/bb tikus
Aktivitas Antipiretik
Daun Sungkai
Kontrol (-)CMC Na 0,5% (Peronema
Canescens) pada tikus
jantan putih galur
Dosis ekstrak daun
wistar (Rattus
sungkai (Peronema
Norvegicus) diinduksi
Canescans) 10 mg,
vaksin DPT-Hb
12,5mg, 15mg

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

26
27

3.3 Subyek Penelitian

3.3.1 Kriteria Subyek

Penelitian ini menggunakan tikus putih jantan galur wistar (Rattus

Norve0geicus) dengan usia kurang lebih 2-3 bulan dan berat badan

kurang lebih 100-200 gram. Pada penelitian ini besar penelitian yang

digunakan di tentukan dengan menggunakan rumus federer yaitu :

(t-1)(n-1) ≥15 dimana :

Keterangan : n = besar sampel tiap kelompok

t = jumlah pengelompokan

Maka: (t-1) (n-1) ≥ 15

(5-1) (n-1) ≥ 15

4n – 4 ≥ 15

4n ≥ 15+4

4n ≥ 19

n ≥ 19/4

n ≥ 4,75

Jadi setiap kelompok perlakuan terdapat 5 ekor tikus putih, sehingga

jumlah subjek penelitian adalah sebanyak 25 ekor, dan peneliti pun

menyiapkan 5 ekor tikus yang telah diberi perlakuan sama sebagai

cadangan apabila terjadi hal yang tidak diinginkan.


28

3.4 Variabel Penelitian

1. Variabel Dependen (Variabel Terkait)

Variabel terkait ialah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi

oleh variabel independen. Variabel terkait dalam penelitian ini adalah

Aktivitas Antipiretik Ekstrak Daun Sungkai (Peronema Canescens) pada

tikus putih jantan galur wistar (Rattus norvegicus).

2. Variabel Independen (Variabel Bebas)

Variabel bebas ialah tipe variabel yang menjadikan atau

mempengaruhi timbulnya efek antipiretik. Variabel terkait dalam

penelitian ini adalah konsentrasi Ekstrak Daun Sungkai (Peronema

Canescens).

3.5 Tempat Penelitian

Laboratorium farmakologi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Siti Khadijah

Palembang.

3.6 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai pada bulan Juni tahun 2021 hingga Juli tahun

2021.

3.7 Etika Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan etika penelitian sebagai berikut

(Ardana, 2015).

1. Etika Pemeliharaan terhadap hewan percobaan.


29

Dengan cara membuatkan kandang tikus dengan ukuran yang sesuai

kandang di tempatkan di ruangan laboratorium Farmakologi STIK Siti

Khadijah Palembang dengan lingkuangan yang nyaman dan bersih.

2. Etika Menangani Hewan Percobaan

Pada saat penelitian, peneliti tidak boleh membuat hewan percobaan

mengalami depresi/stres. Karena hewan tersebut akan lebih agresif dan

dapat membrontak bila merasa terganggu. Jadi peneliti harus membuat

hewan percobaan terasa nyaman dengan cara mengelusnya sehingga

peneliti lebih mudah untuk melakukan pengamatan.

3. Memberikan masa adaptasi sebelum diberi perlakuan.

Hewan percobaan di adaptasikan selama beberapa hari dan diberikan

pakan standar sebanyak 12-20gr/hari dan air minum secukupnya.

4. Dalam melakukan penelitian peneliti harus memiliki etika dalam meneliti.

Para peneliti harus menjaga perbuatan dan tindakan yang bertanggung

jawab, berperilaku yang baik, jujur bernurani dan adil.

5. Cara pemusnahan Tikus

a. Secara kimiawi

cara terbaik untuk membunuh hewan iaiah dengan memberikan

suatu anestesi over dosis. Injeksi barbiturat (Natrium penobarbital

300mg/ml) secara intravena untuk anjing dan kelinci, secara

intraperitonial atau toraks untuk marmut, tikus dan mencit dengan

inhalasi menggunakan kloroform, CO2, nitrogen di dalam wadah

tertutup untuk ke semua hewan.

b. Secara fisik
30

Binatang disembelih, kemudian dimasukkan kedalam kantung

plastik dan dibungkus lagi dengan kertas, diletakkan di dalam tas

plastik, ditutup dan disimpan dalam lemari pendingin atau langsung

diabukan (insinerasi).

3.8 Instrumen Penelitian

3.8.1 Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bak plastik sebagai

penelitian kandang percobaan, Sonde oral, Digital Termometer untuk

pengukuran suhu, Spuit injeksi, Kertas saring, Jam sebagai penanda waktu,

Neraca analitik, Tisu, Beker glass, Mortar dan stemper, Erlenmeyer, Gelas

ukur, Corong kaca, Batang pengaduk.

2. Bahan

Bahan yang digunakan penelitian ini adalah : Daun sungkai (Peronema

Canescans), paracetamol, CMC-Na 0,5%, Vaksin DPT-Hb, Aquadest,

Etanol 96%.

3. Hewan percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah Tikus Putih Jantan galur

wistar sebanyak 25 ekor dengan berat 110gr. Untuk setiap sampel

menentukan bahwa setiap kelompok penelitian, menggunakan rumus

Fereder. Berdasarkan dari perhitungan tersebut, jumlah sampel minimal

yang di perlakukan adalah 5 tikus masing-masing kelompok. Pada


31

penelitian ini disiapkan 6 tikus untuk setiap kelompok perlakuan sebagai

cadangan bila terjadi hal yang tidak diinginkan.

3.9 Metode Pengumpulan Data

Data-data yang digunakan di penelitian ini adalah data primer yaitu data

yang diperoleh langsung dari penelitian di Laboratorium Farmakologi STIK

Siti Khadijah Palembang.

3.9.1 Prosedur Kerja

Langkah kerja dalam penelitian ini diawali dengan penyiapan bahan,

penyiapan simplisia, selanjutnya dilakukan pembuatan ekstrak. Masing-

masing tahapan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut : (Andri,2014).

1. Pembuatan Simplisia

Daun sungkai (Peronema Canescens) diambil langsung dari kebun

dan dipetik, lalu dikumpulkan dan dibersihkan dari kotoran-kotoran

yang menempel dengan cara dicuci dibawah air mengalir, lalu dipotong

kecil- kecil agar mempermudah pengeriangan. Pengeriangan dilakukan

dengan oven, jika sudah kering lalu diblender sampai berbentuk serbuk.

2. Pembuatan ekstrak Daun Sungkai (Peronema Canescens).

Pembuatan ekstrak daun sungkai (Peronema Canescens) dibuat

dengan metode maserasi. Sebanyak 500gram serbuk sungkai ditimbang

lalu di masukan kedalam wadah maserasi dan di tambahkan etanol 96%

sampai terendam semua. Metode ini di pilih untuk mencegah kerusakan

senyawa-senyawa yang terdapat di daun sungkai oleh suhu tinggi.

Pelarut yang digunakan adalah etanol 96% karena etanol 96%

merupakan pelarut
32

yang umum digunakan untuk menarik senyawa polar dan non polar.

Serbuk simplisia sungkai di maserasi menggunakan etanol 96% selama

3 hari pada suhu kamar di dalam botol coklat dengan pengadukan dua

kali sehari. Kemudian rendaman di saring filtratnya lalu di simpan.

Filtrat yang diperoleh dikumpulkan kemudian di uapkan pelarutnya

dengan rotary vacum evapolator pada suhu 50oC sampai di peroleh

ekstrak kental.

3.10 Skrining Fitokimia

Menurut (Marpaung dkk,2018).

1. Flavonoid

Ditimbang 1 gram ekstrak ditambahkan serbuk magnesium

secukupnya. Kemudian ditetesi 10 tetes asam klorida pekat. Adanya

flavonoid dalam sampel ditandai warna hitam kemerahan pada larutan.

2. Alkaloid

Ditimbang 0,5 gram ekstrak dimasukkan ke dalam gelas kimia dan

ditambahkan 2 ml kloroform. Kemudian ditambahkan 7 ml amonia 10%,

1 ml asam klorida 2N dan 9 ml aquadest. Lalu dipanaskan diatas

penangas air selama 2 menit. Lalu didinginkan dan disaring dengan

kertas saring. Filtrat yang diperoleh di uji alkaloid. Diambil 3 tabung

reaksi, lalu ditambahkan ke dalam 0,5 ml filtrat pada masing-masing

tabung reaksi:

a. Ditambahkan 2 tetes pereaksi mayer menghasilkan endapan putih

atau kuning.

b. Ditambahkan 2 tetes pereaksi wagner menghasilkan endapan coklat


33

c. Ditambahkan 2 tetes pereaksi dragendorff menghasilkan endapan

merah bata. Alkaloid positif jika terjadi endapan pada percobaan

diatas.

3. Tanin

Ditimbang 1 gram ekstrak dengan ditambahkan dengan 10 ml air

panas kemudian ditetesi Fecl3. Keberadaan tanin dalam sampel ditandai

warna hijau kehitaman.

4. Saponin

Ditimbang 1 gram ekstrak ditambahkan dengan 10 ml aquadest

kemudian digojok kuat selama kurang lebih 1 menit dan di diamkan

selama 10 menit keberadaan senyawa saponin dalam sampel ditandai

buih stabil.

3.11 Perhitungan Dosis

3.11.1 Dosis Paracetamol

Zat murni parasetamol yang diberikan adalah dosis lazim paracetamol

pada manusia 500mg. Konversi dosis dari manusia dengan berat

badan 70 kg ke tikus (200) gr adalah 0,018.

Dosis Terapi Manusia = 500mg

Faktor konversi manusia ketikus 200gr = 0,018

maka dosis pada tikus adalah = (500mg x 0,018) = 9mg/gr BB tikus.

Untuk 1 tikus 200gr= 9mg, jadi dosis yang di berikan untuk Tikus

Jantan dengan bobot 110gr adalah sebanyak 5mg, kemudian di

suspensikan dengan CMC 0,5% sebanyak 10ml.


34

3.11.2 Pembuatan CMC-Na 0,5%

Timbang sebanyak 0,5gram CMC-Na memiliki arti bahwa

500mg CMC-na dalam 100ml aquadest di masukkan kedalam cawan

penguap kemudian ditambah dengan sedikit air panas sampai

mengembang. Setelah mengembang dimasukan kedalam mortir dan

digerus dengan menambahkan sedikit demi sedikit air panas sampai

100ml, diaduk hingga homogen.

3.11.3 Pembuatan Sediaan Ekstrak

Dengan dosis 10mg/kgBB, 12.5mg/kgBB, 15mg/kgBB dan

pembuatan CMC Na 0,5% sebagai kontrol negatif dan paracetamol

sebagai kontrol positif.

3.11.4 Dosis Ekstrak Daun Sungkai


Perhitungan Dosis Ekstrak Daun Sungkai dari mencit ke tikus adalah

1. Timbang ekstrak 70mg/kgBB kental dimasukkan dalam labu ukur

ditambahkam CMC-Na 0,5% sebanyak 10ml sampai batas dan

digojok hingga homogen.

2. Timbang 87,5mg/kgBB ekstrak kental dimasukkan dalam labu ukur

ditambahkan CMC-Na 0,5% sebanyak 10ml sampai batas dan

digojok hingga homogen.

3. Timbang 105mg/kgBB ekstrak kental dimasukkan dalam labu ukur

ditambahkan CMC-Na 0,5% sebanyak 10ml sampai batas dan

digojok hingga homogen.


35

3.11.5 Vaksin DPT-Hb

Di induksikan 0,2ml secara intramuscular pada bagian paha tikus.

3.11.6 Tahap perlakuan Antipiretik Pada Tikus Jantan


Tikus diadaptasi selama ± 7 hari Laboratorium, kemudian tikus

ditimbang dan dikelompokkan: kelompok kontrol negatif, kontrol

positif, dan kelompok ekstrak daun sungkai. Tikus di puasakan selama

5 jam sebelum pengujian tetap diberikan minum. semua hewan uji

dilakukan pengukuran suhu rektal awal sebelum penyuntikan vaksin

DPT-Hb, setelah didapatkan suhu awal normal pada uji selanjutnya

hewan uji disuntikan vaksin DPT-Hb 0,2 ml secara intramuscular pada

bagian paha untuk menginduksi terjadinya demam, suhu demam pada

keseluruhan hewan uji didapatkan setelah diinduksi. Setelah

didapatkan suhu demam, kemudian seluruh hewan uji diberikan bahan

uji sesuai dengan kelompok yaitu kontrol sebagai berikut.

1. Kelompok I, yaitu dengan kontrol negatif yang diberikan per oral

larutan CMC-Na 0,5%.

2. Kelompok II, yaitu dengan kontrol positif yang diberikan per oral

larutan paracetamol.

3. Kelompok III, yaitu pemberian dosis 10mg/kg BB ekstrak daun

sungkai yang diberikan per oral pada tikus.

4. Kelompok IV, yaitu pemberiaan dosis 12,5mg/kg BB ekstrak daun

sungkai yang diberikan per oral pada tikus


36

5. Kelompok V, yaitu pemberiaan dosis 15mg/kg BB ekstrak daun

sungkai yang diberikan per oral pada tikus.

Setelah itu masing-masing perlakuan di cek pengukuran suhu rektal

dari menit 30, 60, 90, 120, 150, dan 180 setelah pemberian bahan uji

dengan menggunakan Termometer Digital. Kemudian setelah itu di

catat hail pengukuran suhu rektal tikus dan perubahan suhu pada setiap

kelompok perlakuan.

3.12 Analisa Data

Analisa data yang digunakan adalah analisa deskriptif digunakan

mengetahui adanya uji aktivitas antipiretik ekstrak daun sungkai (Peronema

Canescens) pada tikus jantan putih yang diinduksi dengan vaksin DPT-Hb

dengan mencari nilai rata-rata.

3.13 Hipotesis

Hipotesis yang di ajukan pada penelitian ini adalah :

Ha : Adanya aktivitas antipiretik pada pemberian ekstrak daun sungkai

(Peronema Canescens) terhadap aktivitas antipiretik pada tikus

jantan putih.

3.14 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala


ukur
37

Dependen Penurunan Pengamatan Termometer 1.Normal: Kategori


Aktivitas suhu dari Suhu Tubuh
antipiretik tikus putih 36.50C-
ekstrak jantan yang 37,20C
daun diberi
sungkai ekstrak 2.Demam
pada tikus daun Tinggi:
putih jantan sungkai Suhu Tubuh
Diatas
37,20C-
390C.
(Ermawati,
2010)
Independene Ekstrak Pengamatan Lembar Dosis Ordinal
Dosis etanol daun observasi ekstrak
ekstrak daun sungkai daun
sungkai sungkai
10mg,
12,5mg
15mg
Tabel 3.1 Definisi Operasional

3.15 Alur pembuatan simplisia dan Ekstrak


Daun sungkai diambil lalu dipisahkam dari batangnya
38

Daun sungkai dicuci dengan air mengalir, jika sudah dicuci lalu
di Rajang tipis-tipis

Daun sungkai tersebut masing- masing di oven selama 4 hari ,ditunggu


sampai kering.

Daun sungkai yang sudah kering lalu dihaluskan


menggunakan blender.

Ekstraksi sungkai dengan metode maserasi menggunakan pelarut


etanol 96%.

Serbuk sungkai direndam menggunakan pelarut etanol 96%


selama 3 hari dengan pengadukan sesering mungkin,setelah
itu disaring

Ampas Manserasi 1

Dibuang
Dipekatkan dengan evaporator rottary
Dipanaskan dengan Waterbath

Hasil daun sungkai

Bagan 3.2 Alur Pembuatan Ekstrak. Daun sungkai (Peronema Canescens).

3.16 Alur Penelitian

Tikus putih di adaptasi selama ± 7 hari di


Laboratorium Farmakologi STIK Siti Khodijah
Palembang dan dipuasakan selama 5 jam sebelum
perlakuan tapi tetap dikasih minum.
39

Tikus di timbang dan dikelompokan kontrol (-) , kontrol +),


dan daun sungkai, kemudian semua hewan uji dilakukan
pengukuran temperatur rektal tikus putih terlebih dahulu

Dibagi 5 kelompok secara acak

Kel (-) 5 Kel (+) 5 Kel I. 5 ekor tikus Kel II . 5 Kel III.
ekor tikus ekor tikus ekor tikus 5 ekor tikus

Bagan 3.3 Alur Perlakuan hewan uji

Di induksi dengan Vaksin DPT-HB 0,2ml secara intramuscular dan dilakukan pengukuran suhu kembali

CMA- Na0,5 Paracetamol


Suspensi Ekstrak5mg/kg
daun sungkai
BBEkstrak
10mg/BB TikusEkstrak
daun sungkai daun sungkai
12,5mg/BB Tikus 15mg/BB Tikus
gr

val waktu tikus 30 menit setelah perlakuan, diulang setiap 30 menit sampai menit ke 180. Dicatat hasil pengukuran suhu rek

Analisa Data
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Tanaman

Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan di Pt. Mitra Dulur Sejahtera

kota Palembang, Sumatera Selatan menyatakan bahwa bahan yang digunakan

dalam penelitian ini benar bahwa kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) dengan

genus Hylocereus. Tujuan identifikasi tanaman adalah untuk memastikan identitas

tanaman yang diteliti. Hasil identifikasi dapat dilihat dilampiran 1.

4.2 Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan dilaboratorium Teknologi Sediaan Farmasi STIK Siti

Khadijah Palembang. Adapun hasil yang diperoleh sebagai berikut :

4.2.1 Hasil Pengumpulan, Pengeringan, Penyerbukan Bahan

Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) sebanyak 8 kg diperoleh

dari pasar Jakabaring kota Palembang. Buah naga (Hylocereus

polyrhizus) segar, dicuci, dikupas dan diambil kulitnya. Potong kecil-

kecil kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) keringkan dibawah sinar

matahari dengan ditutupi kain bewarna hitam. Setelah kulit buah naga

(Hylocereus polyrhizus) kering kemudian dihaluskan dengan

menggunakan blender, hal ini bertujuan untuk memperbesar luas

permukaan simplisia sehingga mengoptimalkan proses ekstraksi

kemudian diayak menggunakan ayakan no 40, semakin kecil ukuran

simplisia luas permukaan akan semakin besar dan senyawa aktifnya

akan lebih mudah larut kedalam pelarut selama

39
40

proses perendaman. Serbuk 1000 gr yang diperoleh selanjutnya

digunakan untuk pembuatan ekstrak kental kulit buah naga (Hylocereus

polyrhizus).

4.2.2 Hasil Rendemen Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus)

Ekstrak kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) dengan metode

perkolasi di rendam selama 3 jam kemudian dimasukkan kedalam

perkolator yang sudah dilengkapi dengan kapas untuk menahan serbuk

simplisia, tuang pelarut etanol 70% secara perlahan sampai merendam

seluruh massa. Kemudiaan keran perkolator dibuka sedikit sampai

pelarut menetes dengan kecepatan 1 ml/menit. Perkolat kemudian

diuapkan menggunakan rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak

kental selanjutnya ekstrak dipekatkan dengan watterbath.

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙


Randemen % = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑥 100 %

= 165,7 𝑥 100 % = 16,57%


1000

4.3 Hasil Pemeriksaan Uji Skrining Fitokimia

Adapun hasil skrining fitokimia ekstrak kulit buah naga (Hylocereus

polyrhizus) dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini :

No Senyawa keterangan Hasil Warna yang


terbentuk
1 Flavonoid Positif mengandung flavonoid apabila + Hitam kemerahan
larutan berwarna hitam kemerahan
(Endang Hanani, 2017)
2 Tanin Positif mengandung tanin apabila + Hijau kehitaman
Larutan berwarna hijau kehitaman
(Endang Hanani, 2017)
41

3 Alkaloid Positif mengandung alkaloid apabila + Endapan merah


larutan terbentuk endapan merah bata bata
(Endang Hanani, 2017)
4 Steroid/ Positiif mengandung terpenoid apabila + Merah kecoklatan
Terpenoid larutan berwarna merah kecoklatan
(Endang Hanani, 2017)
5 Saponin Positif mengandung saponin apabila + Terbentuk buih
Larutan terbentuk buih 1-10 cm
selama 10 menit (Endang Hanani,
2017)

Tabel 4.1 Hasil Skrining Fitokimia ekstrak kulit buah naga merah

Keterangan :

(+) Positif : mengandung golongan senyawa

(-) Negatif : tidak mengandung golongan senyawa

Dari hasil tabel diatas menunjukan bahwa kulit buah naga merah

(Hylocereus polyrhizus) mengandung senyawa flavonoid, tanin, alkaloid,

terpenoid dan saponin.

4.4 Evaluasi Sediaan Lip Gloss Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus)

Evaluasi formulasi sediaan lip gloss kulit buah naga (Hylocereus

polyrhizus) meliputi skrining fitokimia, uji organoleptis (warna, aroma dan

tekstur), uji viskositas, uji homogenitas, uji pH dan uji kesukaan.

4.4.1 Hasil Uji Organoleptis Dengan Kondisi Cycling Test

Pengujian organoleptis dilakukan dengan mengamati perubahan

bentuk, warna, bau dari sediaan lip gloss dari ekstrak kulit buah naga

(Hylocereus polyrhizus) yang mengandung konsentrasi berbeda-beda.

Pengamatan dilakukan setiap siklus selama 6 siklus penyimpanan. Hasil

uji organoleptis dapat dilihat sebagai berikut.


42

Tabel 4.2 Uji Organoleptis Meliputi Tekstur, Warna dan Aroma.

Formula Para Waktu Pengujian Cycling Test (Siklus ke 1- 6)


meter Siklus Siklus Siklus Siklus Siklus Siklus Siklus
0 1 2 3 4 5 6
0 Bau Bau Bau Bau Bau Bau Bau Bau
khas khas khas khas khas khas khas
Warna Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih
Tekstur Cair Cair Cair Cair Cair Cair Cair
I Bau Bau Bau Bau Bau Bau Bau Bau
khas khas khas khas khas khas khas
Warna Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah
bata bata bata bata bata bata bata
muda muda muda muda muda muda muda
Tekstur Cair Cair Cair Cair Cair Cair Cair
II Bau Bau Bau Bau Bau Bau Bau Bau
khas khas khas khas khas khas khas
Warna Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah
bata bata bata bata bata bata bata
tua tua tua tua tua tua tua
Tekstur Cair Cair Cair Cair Cair Cair Cair
III Bau Bau Bau Bau Bau Bau Bau Bau
khas khas khas khas khas khas khas
Warna Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah
coklat coklat coklat coklat coklat coklat coklat
Tekstur Cair Cair Cair Cair Cair Cair Cair
Keterangan :
F0 : Formula lip gloss tanpa ekstrak kulit buah naga konsentrasi 0 %
FI : Formula lip gloss dengan ekstrak kulit buah naga konsentrasi 6 %
FII : Formula lip gloss dengan ekstrak kulit buah naga konsentrasi 8%
FIII : Formula lip gloss dengan ekstrak kulit buah naga konsentrasi
10%

Berdasarkan hasil data diatas pemeriksaan organoleptik sediaan

menunjukkan bahwa sediaan F1-F3 memiliki tekstur cair, dengan warna

yang bervariasi F1 berwarna merah bata muda, F2 merah bata tua, F3

merah coklat serta memiliki aroma khas (strawberry) secara keseluruhan.

Masing-masing formula menunjukkan sediaan yang memenuhi uji

organoleptis sebagai lip gloss (Ali, dkk 2019).


43

4.4.2 Hasil Uji Homogenitas Dengan Kondisi Cycling Test

Pengujian homogenitas sediaan lip gloss dari ekstrak kulit buah

naga (Hylocereus polyrhizus) yang mengandung konsentrasi berbeda-

beda. Pengamatan dilakukan setiap siklus selama 6 siklus penyimpanan.

Hasil uji homogenitas dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 4.3 Uji Homogenitas


Formula Waktu Pengujian Cycling Test (Siklus ke 1- 6)
Siklus 0 Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus 6

0 Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen

I Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen

II Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen

III Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen

Keterangan :
F0 : Formula lip gloss tanpa ekstrak kulit buah naga konsentrasi 0 %
FI : Formula lip gloss dengan ekstrak kulit buah naga konsentrasi 6 %
FII : Formula lip gloss dengan ekstrak kulit buah naga konsentrasi 8%
FIII : Formula lip gloss dengan ekstrak kulit buah naga konsentrasi
10%

Dari hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa semua formulasi

sediaan lip gloss homogen dan tidak terdapat butiran-butiran kasar, yang

berarti semua formula terdispersi dengan baik Sediaan harus terlihat

homegen dan tidak ada butir-butir kasar (Jessica, 2018).

4.4.3 Hasil Pengukuran Uji Viskositas Dengan Kondisi Cycling Test

Pengujian viskositas sediaan lip gloss dari ekstrak kulit buah naga

(Hylocereus polyrhizus) yang mengandung konsentrasi berbeda-beda.


44

Pengamatan dilakukan setiap siklus selama 6 siklus penyimpanan. Hasil

uji viskositas dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 4.4 Uji Pengukuran Viskositas Lip Gloss


Formula Waktu Pengukuran uji viskositas dengan Cycling Test (Siklus
ke 1- 6)
Siklus Siklus Siklus Siklus Siklus Siklus Siklus
0 1 2 3 4 5 6
0 2300 2337 2405 2459 2500 2569 2600
I 2357 2400 2478 2505 2598 2684 2760
II 2500 2666 2706 2798 2840 2905 2980
III 2588 2639 2793 2875 2996 3045 3133
Keterangan :
F0 : Formula lip gloss tanpa ekstrak kulit buah naga konsentrasi 0 %
FI : Formula lip gloss dengan ekstrak kulit buah naga konsentrasi 6 %
FII : Formula lip gloss dengan ekstrak kulit buah naga konsentrasi 8%
FIII : Formula lip gloss dengan ekstrak kulit buah naga konsentrasi
10%

Hasil uji viskositas setelah 12 hari penyimpanan, sediaan lip gloss

ekstrak kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) dengan konsentrasi yang

berbeda menunjukan bahwa sediaan lip gloss semakin tinggi konsentrasi

ekstrak kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) semakin meningkatannya

nilai viskositas (Ari widayanti, dkk, 2014).

4.4.4 Hasil Pengukuran Uji pH Dengan Kondisi Cycling Test

Pengujian pH sediaan lip gloss dari ekstrak kulit buah naga

(Hylocereus polyrhizus) yang mengandung konsentrasi berbeda-beda.

Pengamatan dilakukan setiap siklus selama 6 siklus penyimpanan. Hasil

uji pH dapat dilihat sebagai berikut.


45

Tabel 4.5 Uji Pengukuran pH Lip Gloss

Formula Waktu Pengukuran Ph dengan Cycling Test (Siklus ke 1- 6)


Siklus Siklus Siklus Siklus Siklus Siklus Siklus 6 pH
0 1 2 3 4 5 Kulit
0 5,9 5,9 5,9 5,9 5,9 5,9 5,9
1 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 4,5-6,5
2 6,1 6,1 6,1 6,1 6,1 6,1 6,1
3 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4
Keterangan :
F0 : Formula lip gloss tanpa ekstrak kulit buah naga konsentrasi 0 %
FI : Formula lip gloss dengan ekstrak kulit buah naga konsentrasi 6 %
FII : Formula lip gloss dengan ekstrak kulit buah naga konsentrasi 8%
FIII : Formula lip gloss dengan ekstrak kulit buah naga konsentrasi
10%

Kadar keasamaan (pH) lip gloss kulit buah naga (Hylocereus

polyrhizus) yang sesuai dengan standar pH kulit normal, yaitu 4,5-6,5.

Semua formulasi sediaan lip gloss menunjukan pH normal (Andriyanti,

dkk 2018).

4.4.5 Hasil Uji Kesukaan (Hedonic Test)

Pengujian kesukaan sediaan lip gloss dari ekstrak kulit buah naga

(Hylocereus polyrhizus) yang mengandung konsentrasi berbeda-beda.

Setiap panelis memberikan penilaian lip gloss pada lembar kuisioner.

Parameter yang dinilai adalah kemudahan dalam mengoleskan sediaan,

aroma, dan warna ketika dioleskan.

Data hasil uji kesukaan (hedonic test) kulit panelis dapat dilihat pada

tabel berikut ini.


46

Tabel 4.7. Data Hasil Uj Iritasi Sediaan Lip Gloss

Mahasiswa Formula
F0 FI FII FIII
1 2 3 5 5
2 3 2 5 4
3 3 3 4 4
4 2 2 5 3
5 3 3 5 4
6 3 4 3 5
7 2 2 4 4
8 3 2 3 3
9 3 4 4 3
10 2 3 5 3
Keterangan :
F0 : Formula lip gloss tanpa ekstrak kulit buah naga konsentrasi 0 %
FI : Formula lip gloss dengan ekstrak kulit buah naga konsentrasi 6 %
FII : Formula lip gloss dengan ekstrak kulit buah naga konsentrasi 8%
FIII : Formula lip gloss dengan ekstrak kulit buah naga konsentrasi
10% Nilai kesukaan :
1 : Sangat tidak suka
2 : Tidak suka
3 : Netral
4 : Suka
5 : Sangat suka

Pada pengujian ini dilakukan terhadap 10 panelis dengan

arameter yang dinilai adalah kemudahan dalam mengoleskan sediaan,

aroma, dan warna. Hasil uji menunjukkan bahwa formula II yang paling

disukai panelis karena konsentrasi 8% ekstrak kulit buah naga

(Hylocereus polyrhizus) memiliki warna yang menarik dibanding

dengan formula lainnya (Ari Widayanti, dkk, 2014).


47

4.5 Pembahasan

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Farmasi STIK Siti

Khadijah Palembang pada bulan juli 2021. Penelitian ini menggunakan sampel

tanaman buah naga (Hylocereus polyrhizus) dan dilakukan dengan

menggunakan metode perkolasi. Metode perkolasi adalah cara ekstrasi

simplisia dengan menggunakan pelarut yang selalu baru kemudian dialirkan

melalui simplisia hingga senyawa tersebut tersari sempurna.

Metode perkolasi dilakukan dengan cara merendam serbuk kulit buah

naga (Hylocereus polyrhizus) yang telah dikeringkan sebanyak 1000 gr

kedalam alkohol 70 % selama 3 jam kemudian dimasukkan kedalam perkolator

yang sudah dilengkapi dengan kapas untuk menahan serbuk simplisia, tuang

pelarut etanol 70% secara perlahan sampai merendam seluruh massa lalu

disaring, kemudian dilakukan Rotary evaporator untuk menguapkan pelarut

yang masih tersisa sehingga didapatkan ekstrak berair. Kandungan air

dihilangkan dengan cara dipanaskan diatas waterbath dan didapatkan ekstrak

kental sebanyak 16,57 gr rendemen.

4.5.1 Hasil Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Kulit Buah Naga (Hylocereus

polyrhizus)

Setelah dilakukan uji skrining fitokimia, diperoleh hasil bahwa

ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) mengandung

senyawa kimia berupa flavonoid, tanin, alkaloid, terpenoid dan saponin.

Berdasarkan uji fitokimia dapat diketahui bahwa ekstrak kulit buah naga

mengandung senyawa antosianin. Antosianin adalah pigmen yang

tergolong dalam jenis flavanoid. Antosianin mempunyai efek antioksidan


48

yang sangat baik. Antioksidan berfungsi menstabilkan atau menetralisir

radikal bebas sehingga diharapkan dengan pemakaian produk yang

mengandung antioksidan dapat menghambat dan mencegah terjadinya

kerusakan tubuh dan mampu mencegah penuaan. Antioksidan yang

terdapat pada sediaan lip gloss berfungsi melindungin dan menjaga

kelembaban bibir.

4.5.2 Hasil Evaluasi Lip Gloss Ekstrak Kulit Buah Naga (Hylocereus

polyrhizus)

Pengujian kestabilan keempat formula lip gloss yaitu :

Formula 0 : lip gloss tanpa ekstrak kulit buah naga konsentrasi 0 %,

Formula I : lip gloss tanpa ekstrak kulit buah naga konsentrasi 6 %

Formula II : lip gloss tanpa ekstrak kulit buah naga konsentrasi 8 %

Formula III : lip gloss tanpa ekstrak kulit buah naga konsentrasi 10 %

Pengujian ini dilakukan dengan beberapa parameter.

1. Uji Organoleptis

Uji organoleptis meliputi aroma, warna dan tekstur dari lip

gloss ekstrak kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) yang diamati

secara visual (Ali, dkk 2019). Berdasarkan hasil pemeriksaan

organoleptis sediaan lip gloss yang di lakukan dengan cara melihat

warna, tekstur dan aroma, menunjukkan bahwa sediaan lip gloss

yang dibuat memiliki tekstur cair, memiliki warna yang bervariasi

mulai dari F0 yang berwarna putih, F1 berwarna merah bata muda,

F2 berwarna merah bata tua dan F3 berwarna merah coklat serta


49

memiliki aroma khas (strawberry). Perbedaan masing-masing

formula tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi ekstrak kulit buah

naga (Hylocereus polyrhizus) yang digunakan. Semakin tinggi

konsentrasi yang digunakan maka semakin merah kecoklatan yang

dihasilkan. Uji organoleptis dinyatakan baik apabila sediaan yang

dibuat harus menunjukkan tekstur, aroma dam warna yang halus

dan merata.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan mengoelskan sediaan

pada objek glass atau bahan transparan lainnya untuk melihat

adanya partikel atau butiran-butiran kasar lalu diratakan, jika tidak

ada butiran-butiran kasar maka sediaan dikatakan homogen

(Jessica, 2018). Sediaan formula F0, F1, F2 dan F3 memiliki

susunan yang homogen hal ini ditandai dengan tidak adanya butir-

butir kasar pada saat sediaan dioleskan pada kaca transparan yang

berarti formula terdispersi dengan baik.

3. Uji Viskositas

Hasil uji viskositas setelah 12 hari penyimpanan, sediaan lip

gloss ekstrak kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) dengan

konsentrasi yang berbeda menunjukan bahwa pengaruh ekstrak

berpengaruh terhadap kenkentalan viskositas sediaan lip gloss (Ari

widayanti, dkk, 2014).


50

4. Uji pH

Uji pH yang di lakukan menggunakan alat pH meter cara

pengujianya dengan memasukan pH meter kedalam cairan

aquadest yang di tambah sedikit sediaan lip gloss kulit buah naga

(Hylocereus polyrhizus) dan hasil yang didapatkan F0 memiliki pH

5,9, F1 memiliki 6,0, F2 memiliki pH 6,1 dan F3 memiliki pH 6,4.

Hasil pemeriksaan pH menunjukkan bahwa sediaan lip gloss kulit

buah naga (Hylocereus polyrhizus) memiliki pH 4,5-6,5

(Andriyanti, dkk 2018).

5. Uji Kesukaan (Hedonic Test)

Uji kesukaan terhadap panelis bertujuan untuk mengetahui

formulasi mana yang paling disukai panelis. Berdasarkan hasil uji

panelis, peneliti ingin melihat manakah dari keempat formula yang

paling disukai oleh panelis. Uji kesukaan panelis dilakukan

terhadap 10 orang yang menyetujui untuk berpartisipasi dalam

pengujian ini. Panelis diberikan lembar kuesioner yang berisikan

informasi terhadap sediaan lip gloss dari ekstrak kulit buah naga

(Hylocereus polyrhizus). Hasil uji menunjukkan bahwa formulasi

II yang paling disukai panelis karena formulasi II memiliki warna

yang menarik dibandingkan formula yang lainnya (Ari Widayanti,

dkk, 2014).
51

4.6 Keterbatasan Penelitian

Ketika membuat ekstrak sediaan lip gloss, harus dilakukan dengan sangat

hati-hati, jika terlalu melakukan pemanasan yang lama maka ekstrak tersebut

akan rusak dalam proses pemanasan.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan

yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan

sebagai berikut :

1. Tanaman daun sungkai (Peronema Canescens)

mempunyai aktivitas antipiretik dengan

percobaan terhadap tikus putih jantan (Rattus

Norvegicus).

2. Dosis 15mg/grBB ekstrak daun sungkai

(Peronema Canescens) yang dapat memberikan

efek antipiretik terhadap tikus putih jantan

(Rattus Norvegicus) yang diinduksi vaksin DPT-

Hb.

3. Ekstrak daun sungkai (Peronema Canescens)

positif mengandung senyawa flavonoid, alkaloid,

tanin dan saponin.

5.2 Saran

Bagi prodi S1 Farmasi untuk memberikan

penyuluhan kepada masyarakat tentang

manfaat tanaman daun sungkai (Peronema

Canescens) sebagai tanaman obat yang

berguna sebagai penurun suhu tubuh dan dapat

digunakan sebagai referensi untuk penelitian


s

5
8
DAFTAR PUSTAKA

Adiyati PN.2011. Ragam Jenis Ektoparasit Pada Hewan Coba Tikus Putih (Rattus
novergicus) Galur Sparague Dawley.Skripsi.Bogor:Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Andri, 2014. Produksi Tikus Putih (Rattus Norvegicus). Fakultas Peternakan


Institut Pertanian Bogor. P. 3-5.
Cahyaningrum, E. D.2017. Bawang Merah Untuk Penurun Suhu Tubuh Anak
Demam. Ed.1. UNY Press : Yogyakarta. Husori , D.I. 2016.
Antipiretika Dan Analgetika. Departemen Farmakologi Farmasi.
Fakultas Farmasi USU.

Depkes,R.I. 2017 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


No.HK.01.07/MENKES/187/2017 Tentang Formularium Ramuan
Obat Tradisional Indonesia.

Endang Hanani. 2013. Metode Fotokimia, Penentuan Cara Modern Menganalisa


Tumbuhan, Edisi Kedua Bandung: Penerbit ITB HI: 69-70, 671.

Endang, 2015. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan (Ahli Bahasa : Kosasih Padmawinata dan Iwang
Soediro) Bandung, Penerbit ITB.

Ermawati, E. F., 2010. Efek Antipiretik Ekstrak Daun Pare (Momordica


charantia L.) Pada Tikus Putih Jantan. Skripsi Fakultas Kedoktern
UNS.
Febry, A.B., K.D., & Marendra Z., (2010). Smart parent mengatur menu &
tanggap saat anak sakit. Jakarta: Gagas Medika.
Ganong, 2010. Demam. Buku Ajaran Fisiologi Kedokteran Edisi 22.
Hadi, I. 2011. Identifikasi Metabolit Sekunder dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Daun Sungkai (Peronema canescens Jack). Skripsi Fakultas
Farmasi Universitas Mulawarman Samarinda. Samarinda.

Hammond RN and M.Boyle RN. 2011. Pharmacological vercus


nonfarmacological antipyretic treatment in febrile critically ill adult
patient: A systematic review and meta- analysis, australian critical
care (2011) 24, 4-17.

Hanani, E. (2015). Analisis Fitokimia. Penerbit Buku Kedokteran EGC

Harmida, S, dan Yuni, V. F. 2011.Studi Etnofitomedika Di Desa Lawang Agung


Kecamatan Mulak Ulu Kabupaten Lahat Sumatera Selatan. Jurnal
Penelitian Sains Vol. 14 Nomer 1(D) 14110. Diakses di
http://jpsmipaunsri.files.wordpress.com/2011/03/1042-46-d-
harmida. pdf.

Harmita, dan Radji M. 2009 Buku Ajar Analisis Hayati, Ed3, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 66-67.

Hartini, Sri, Pertiwi, P.P. (2015). Efektifitas Kompres Air Hangat Terhadap
Penurunan Suhu Tubuh Anak Demam Usia 1 - 3 Tahun Di SMC
RS Telogorejo Semarang. Jurnal Keperawatan. Diakses dari
ejournal.stikestelogorejo.ac.id pada 5 Juli 2018.
Hammond RN and M, Boyle RN,2011. Pharmacological Versus non
pharmacological Antipyretic Treatments in Febrik Erisically III
Adult Patients : A Systemic Review Ard Meta-analysis,Australian
Critical Care (2011) 24, 4-17.

Husori, D.I. 2016. Antipiretika Dan Analgetika. Departemen Farmakologi


Farmasi. Fakultas Farmasi USU
Jansen Ivana, Jane Wuisan, Henoch Awaloei, 2015. Uji Antipiretik Ekstrak
Menira (Phyllantus Niruri L) pada tikus Wistar jantan yang
Diinduksi Vaksin DPT-Hb, Jurnal e-biomedik (eBm), Volime 3,
nomor 1.

Julianto, Tatang Shabur. (2019). Fitokimia Tinjauan Metabolit Sekunder dan


Skrining Fitokimia, Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia.
Kalay, S.,Bodhi, W., dan Yamlean, P.V., 2014. Uji Efek Antipiretik Ekstrak
Etanol Daun Prasman (Eupatorium triplinerve Vahl) Pada Tikus
Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus L) Yang Diinduksi Vaksin
DPT HB. Program Studi Farmasi Universitas Sam Ratulangi.
Manado.i http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmuo JURNAL
MIPA UNSRAT ONLINE 1 (1) 5-10.
Kaneshiro, N. K., Zieve, D, 2010. Fever. University of Washington. Dalam
:http://www.nlm.nih. gov/medlineplus/ency/article/000980. htm.
Dikutip 29 September 2012.
Lubis, I. N. D, & Lubis C. P., 2011. Penanganan Demam Pada Anak. Sari
Pediatri. Vol. 12 (6) : 409-18. Jornal Internasional Research of
Pharmavy . 14 (3) : 113-120.
Maria Aloisiaron Leba, 2017. Ekstraksi dan Kromatografi, Cetakan Pertama.
Penerbit Deepublish.
Martin, A. 2013, Dasar-Dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetik , Jakarta;
Universitas Indonesia.
Marpaung, M. P., & Romelan, R. (2018). Analisis Jenis dan Kadar Saponin
Ekstrak Metanol Daun Kemangi (Ocimum basilicum L.) dengan
Menggunakan Metode Gravimetri. JFL : Jurnal Farmasi Lampung,
7(2), 81–86.
Marpaung, M. P., & Wahyuni, R. C. (2018). Identifikasi Dan Penetapan Kadar
Flavonoid Total Ekstrak Akar Kuning (Fibraurea chloroleuca
Miers). Talenta Conference Series: Tropical Medicine (TM), 95–
98.
Mukhriani,2014,Ekstrasi, Pemisahan Senyawa dan Identifikasi senyawa aktif,
jurnal kesehatan.
Manalu LP. 2011. Pengaruh Pengeriangan Terhadap Peyusutan dan Mutu
Simplisia. Bandung:ITB.
Nelwan, RH., 2010, Demam : Tipe dan Pendekatan, Dalam : Sudoyono, A.W.
Setiyohadi., B., Alwi., I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., ed Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, edisi 5, Interna Publishing,
Jakarta, P. 2767-2768.
Sharp P, Villano J. 2013. The Laboratory Rat. Second edition. Boca Raton: CRC
Press.

Sodikin, 2012. Prinsip Perawatan Demam PadaAnak, Pustaka Belajar,Yogyakarta.


Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.

Shewood, Lauraice, 2011. Fisiologi Manusia.Jakarta : EGC.


Syamsuni, 2012. Ilmu Resep, Kedokteran EGC. Jakarta.
Syarifah, Lutfiana, 2010. Efek Antipiretik Ekstrak Herba Menira (Phyllanthus
Niruri L) Terhadap Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Dengan Demam
yang Diinduksi Vaksin DPT-Hb. Skripsi, Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Tjay, Tan dan Kirana Raharja. 2015. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan
dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi ke VII cetakan ke-1. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo.
Trifani, 2012. EkstraksiPelarut Cair-cair .http://awjee.blog.com/2012/11/24/
Ekstraks-Pelatur-Cair-cair/.Diakses Pada tanggal 8 juli 2014.
Wilmana, P.F. & Gan, S, 2016. Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-Inflamasi
Non Steroid Dan Obat Golongan Sendi Lainnya Dalam Farmakologi
Dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Yusri DJ, Yorva S, Marlia M. 2015. Kelainan hati akibat penggunaan antipiretik.
Jurnal Kesehatan Andalas. 4(3):978–87.
L
A
M
P
I
R
A
N
Lampiran 1

Sertifikat Determinasi
Lampiran 2

Sertifikat Of Analisa Paracetamol


Lampiran 3

Sertifikat Tikus
Lampiran 4

Rata-rata Hasil Pengukuran Suhu Kelompok Perlakuan

Kelompok Suhu Badan dan Waktu Tikus


Perlakuan
Na-CMC PCT Ekstrak Ekstrak Ekstrak
10mg 12,5mg 15mg
Ta 36,3 36,6 37,2 36,7 36,8
T0 37,6 37,8 37,8 37,8 37,8
T1 37,7 37,4 37,7 37,7 37,7
T2 37,8 37,2 37,6 37,6 37,5
T3 37,7 37,0 37,5 37,4 37,3
T4 37,8 36,9 37,3 37,2 37,1
T5 37,9 36,7 37,1 37,1 36,9
T6 37,9 36,5 36,9 36,8 36,7
Selisih +0,3 -1.3 -0,9 -1 -1,1

Keterangan :

Ta = Pengukuran Suhu Rektal Awal

T0 = Pengukuran Suhu Rektal Setelah diInduksi Vaksin DPT-Hb

T1 = Pengukuran Suhu Rektal Menit Ke-30

T2 = Pengukuran Suhu Rektal Menit Ke-60

T3 = Pengukuran Suhu Rektal Menit Ke-90

T4 = Pengukuran Suhu Rektal Menit Ke-120

T5 = Pengukuran Suhu Rektal Menit Ke-150

T6 = Pengukuran Suhu Rektal Menit Ke-180


Lampiran 5
Skrining Fitokimia

NO Uji Hasil Positif Menurut Pustaka Kesimpulan


Fitokimia
Gambar Keterangan
1 Flavonoid

Timbul warna
hitam
kemerahan +
pada larutan

2 Saponin

Timbul buih
pada larutan +

3 Alkaloid

Menghasilkan
endapan
merah bata +

4 Tanin

Menghasilkan
warna hijau +
kehitaman

Keterangan: (+) = Mengandung senyawa uji (-) = Tidak mengandung senyawa uji
Lampiran 6

Gambar Bahan, Alat dan perlakuan

Gambar 1. Proses Penimbangan

Gambar 2. Proses perendaman


Gambar 3. Proses pengadukan

Gambar 4. Proses Rotary Evaporator


Gambar 5. Proses water bath

Gambar 6. Ekstrak kental Tanaman Daun Sungkai


Gambar 7. Proses Aklimitasi Tikus

Gambar 8. Gambar Alat


Gambar 9. Vaksin DPT-Hb

Gambar 10. Termometer


Gambar 11. Proposal Pengukuran Suhu Tikus

Gambar 12. Proses Tikus Diinduksi


Gambar 13. Ekstrak Konsetrasi

Gambar 14. Proses Pemberian Ekstrak Sungkai


Gambar 15. Proses Pemusnaan Hewan Uji
Lampiran 7

Hasil Pengukuran Suhu Rektal Tikus

Kelompok Tikus Suhu Rektal Tikus °C Selisih


Perlakuan Suhu
Rektal
Na-CMC Ta T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6 (T0-T6)
1 36,1 37,6 37,7 37,8 37,8 37,8 37,9 37,9 +0.3
2 36,9 37,5 37,8 37,8 37,5 37,9 37,8 37,8 +0,3
3 36,5 37,7 37,8 37,8 37,9 37,9 37,9 38,0 +0,3
4 35,8 37,5 37,5 37,7 37,7 37,8 38,0 38,0 +0,4
5 36,3 37,6 37,7 37,8 37,8 37,8 37,9 37,9 +0,3
Rata-rata 36,3 37,6 37,7 37,8 37,7 37,8 37.9 37,9 +0,3
PCT 1 36,5 37,8 37,7 37,4 37,2 37,0 36,9 36,6 -1,2
2 36,8 37,9 37,4 37,2 37,0 36,8 36,7 36,6 -0,9
3 36,6 37,8 37,3 37,1 36,9 36,8 36,7 36,5 -1
4 36,7 37,9 37,3 37,1 36,9 36,8 36,6 36,4 -1
5 36,4 37,6 37,4 37,2 37,0 36,9 36,7 36,5 -1,1
Rata-rata 36,6 37.8 37,4 37,2 37,0 36.9 36,7 36,5 -1,3
Eks 10mg 1 36,8 37,7 37,7 37,7 37,6 37,3 37,2 37,1 -0,6
2 36,9 37,8 37,7 37,6 37,4 37,2 37,1 36,9 -0,9
3 37,1 37,8 37,8 37,6 37,5 37,3 36,9 36,8 -1
4 37,6 38,0 37,8 37,6 37,5 37,2 37,1 37,0 -1
5 37,6 37,9 37,7 37,6 37,5 37,4 37,1 36,9 -1
Rata-rata 37,2 37,8 37,7 37,6 37,5 37,3 37,1 36,9 -0,9
Eks 12,5mg 1 36,8 37.8 37,4 37,7 37,6 37,3 37,1 36,8 -0,1
2 36,4 37,7 37,9 37,6 37,4 37,3 37,2 36,9 -0.8
3 36,7 37,9 37,9 37,8 37,4 37,1 37,0 36,8 -1,1
4 36,8 37,9 37,6 37,6 37,3 37,2 37,1 36,8 -1,1
5 36,8 37,6 37,7 37,5 37,3 37,2 36,9 36,7 -0,9
Rata-rata 36,7 37,8 37,7 37,6 37,4 37,2 37,1 36.8 -1
Eks 15mg 1 36,5 37,4 37,4 37,3 37,1 36,9 36,8 36,6 -0,8
2 37,1 37,9 37,7 37,6 37,3 37,1 37,9 36,8 -1,1
3 36,9 38,0 37,8 37,5 37,4 37,3 37,0 36,7 -1,3
4 36,9 37,9 37,7 37,5 37,4 37,1 37,0 36,8 -1,1
5 36,7 37,7 37,8 37,6 37,2 37,0 36,9 36,7 -1
Rata-rata 36,8 37,8 37,7 37,5 37,3 37,1 36,9 36,7 -1,1
Tabel 4.3 Hasil Pengukursn Suhu Rektal Tikus
Sumber : Penelitian

Keterangan :
Ta : Pengukuran suhu rektal awal
T0 : Pengukuran suhu rektal setelah diinduksi vaksin DPT-Hb
T1 : Pengukuran suhu rektal menit ke-30
T2 : Pengukuran suhu rektal menit ke-60
T3 : Pengukuran suhu rektal menit ke-90
T4 : Pengukuran suhu rektal menit ke-120
T5 : Pengukuran suhu rektal menit ke-150
T6 : Pengukuran suhu rektal menit ke-180
- : Penurunan suhu rektal
+ : Peningkatan suhu rektal
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa perlakuan pemberian ekstrak daun

sungkai secara oral menunjukkan hasil yang beragam antara masing-masing

ekstrak dan kontrol postif dan negatif. Dan menunjukkan bahwa suhu rektal

pada kontrol negatif cenderung meningkat pada menit ke-30 hingga menit ke-

180 sebesar 0,30C, suhu rektal pada kontrol positif menurun dari menit ke-30

sampai ke-180. Pada dosis 10mg/gBB mengalami penurunan sebanyak 0,9 0C,

dosis 12,5mg/gBB mengalami penurunan sebanyak 10C, dosis 15mg/gBB

mengalami penurunan sebanyak 1,10C lebih mendekati kontrol positif yaitu

paracetamol.
Lampiran 8

Surat Izin Penelitian


Lampiran 9

Surat Keterangan Selesai Penelitian

Anda mungkin juga menyukai