Anda di halaman 1dari 52

FORMULASI SEDIAAN GEL PERASAN SARI BUAH KIWI

(Actinidia deliciosa) SEBAGAI PELEMBAB WAJAH


PROPOSAL

OLEH: ANISA HAK


NIM. 17.51.011

PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS FARMASI


INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA
LUBUK PAKAM 2021
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul :

“FORMULASI SEDIAAN GEL PERASAAN SARI BUAH KIWI


(Actinidia deliciosa) SEBAGAI PELEMBAB WAJAH”.

Yang Dipersiapkan dan Diseminarkan Oleh :

ANISA HAK
NPM 17.51.011

Telah disetujui untuk diujikan dan dipertahankan dihadapan komisi penguji skripsi pada
ujian seminar hasil Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Institut kesehatan
MEDISTRA Lubuk Pakam

Lubuk Pakam Juli 2021

Pembimbing

RENI APRINAWATY SIRAIT, SKM,M.Kes


NIK 03.15.17.01.1982
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judul :
“FORMULASI SEDIAAN GEL PERASAAN SARI BUAH KIWI
(Actinidia deliciosa) SEBAGAI PELEMBUT WAJAH”.
Oleh:

ANISA HAK
NPM 17.51.011

Skripsi ini telah diseminarkan dan disetujui Komisi penguji proposal, pada
Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Institut Kesehatan MEDISTRA Lubuk
pakam, untuk dilanjutkan ketahap penelitian.
Lubuk Pakam Juni 2021

Komisi Penguji :

1. Apt. Yosi Darmirani, S.Farm


Nik 06.19.21.09.1995
2. Apt. Novidawati Situmorang,S.Farm
Nik 06.19.07.06.1995
3. Reni Aprinawaty Sirait, SKM.M.Kes
NIK 06.18.20.05.1989

Disahkan oleh:
Ketua Program Studi Farmasi
Dekan Fakultas Farmasi
Fakultas Farmasi Institut
Institut Kesehatan Medistra
Kesehatan MEDISTRA
Lubuk Pakam
Lubuk Pakam

Apt.Romauli Anna Teresia Marbun, S.Farm., M.Si) (Apt. Ahmad Syukur Hasibuan, S.Farm., M.Farm
NIK. 06.15.12.08.1991 NIK. 06.19.18.07.1995
PERNYATAAN

“FORMULASI SEDIAAN GEL PERASAN SARI BUAH KIWI (Actinidia


deliciosa)” SEBAGAI PELEMBAB WAJAH”

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,

dan diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naska ini

dan disebut dalam daftar pustaka.

Lubuk pakam juli 2021


Peneliti

ANISA HAK
NPM 17.51.011
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Anisa Hak
Tempat Tanggal Lahir : Tebing Tinggi, 28 Juni 1999
Jenis Kelamin : Perempuan
Anak Ke : Anak Ke 1 Dari 2 Bersaudara
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Banjar/Indonesia
Nama Ayah : Abdul Haq
Nama Ibu : Yanti Yoseva
Alamat : Kec. Padang Hulu, Desa Lubuk Baru,
Kota Tebing Tinggi

II. RIWAYAT PENDIDIKAN


2005-2011 : SDN. 167959 Tebing Tinggi

2011-2014 : Smp N. 6 Pujud Satu Atap

2014-2017 : Smk Kesehatan Al-Washliyah Tebing Tinggi

2017-2021 : Program Studi Farmasi Institut Kesehatan

Medistra Lubuk Pakam, Lulus Berijazah.


Program Studi Farmasi
Fakultas Farmasi
Institut Kesehatan Medistra

Skripsi juni 2021


Anisa Hak

“FORMULASI SEDIAAN GEL PERASAN SARI BUAH KIWI


(Actinidia deliciaosa) Sebagai PELEMBAB WAJAH”

The Gel Formulation from kiwi Extraxt (Actinidia deliciaosa) as Natural Moisturizer
Yosi darmirani1* , Novidawati situmorang2
1
Mahasiswa Farmasi, Fakultas Farmasi, Institut Kesehatan Medistra 2Dosen Farmasi,
Fakultas Farmasi, Institut Kesehatan

ABSTRAK
Pendahuluan: Buah kiwi memiliki aktivitas antioksidan tinggi karena mengandung
fenolik. Antioksidan berperan sebagai pelindung tubuh dari radikal bebas, termasuk
diantaranya sel kanker. Zat tersebut mencegah terbentuknya senyawa karsinogen,
menghambat proses karsinogenesis, dan menekan pertumbuhan tumor. Tujuan: Gel
merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik
yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah buah kiwi dapat dibuat dalam sediaan gel. Metode:
Penelitian ini dilakukan secara eksperimental, sampel buah kiwi (Actinidia deliciosa) di
blender lalu sari dikentalkan, digunakan pada tiga variasi konsentrasi yaitu 1%, 3% dan
5%. Pengujian yang dilakukan berupa uji organoleptik, uji homogenitas, uji iritasi
terhadap sukarelawan dan uji pH. Hasil: penelitian menunjukkan bahwa sari Sari buah
kiwi (Actinidia deliciosa) dapat dibuat sediaan gel dan memenuhi evaluasi fisik sediaan.
Hasil uji organoleptik menunjukkan warna yang dihasilkan dari semua variasi konsentrasi
yaitu 1%, 3% dan 5% berwarna coklat muda sampai coklat tua sementara basis gel
menghasilkan warna yang jernih. Hasil uji homogenitas bahwa sediaan yang dibuat cukup
homogen, pH gel diperoleh range pH 6,7-6,9 sehingga aman untuk digunakan pada kulit
manusia karena pH kulit berkisar 4,5-7,0 dan sediaan tidak menimbulkan iritasi pada kulit
sukarelawan. Kesimpulan: Sari buah kiwi (Actinidia deliciosa) dengan konsentrasi 1%,
3%, dan 5% dapat diformulasikan menjadi sediaan gel sebagai pelembab alami.
Kata kunci: Gel, Sari buah kiwi (Actinidia deliciosa)
ABSTRACT

Introduction: Kiwi fruit has high antioxidant activity because it contains phenolic.
Antioxidants play a role in protecting the body from free radicals, including cancer cells.
These substances prevent the formation of carcinogenic compounds, inhibit the process of
carcinogenesis, and suppress tumor growth. Purpose: The gel is a semisolid system
consisting of a suspension made of small inorganic particles or large organic molecules,
penetrated by a liquid. This study aims to determine whether kiwifruit can be made in gel
preparations. Methods: This study was conducted experimentally, samples of kiwi fruit
(Actinidia deliciosa) were blended and then the juice was thickened, used at three
concentrations, namely 1%, 3% and 5%. Tests carried out in the form of organoleptic test,
homogeneity test, irritation test on volunteers and pH test. Results: The study showed that
kiwi fruit juice (Actinidia deliciosa) could be made into a gel preparation and met the
physical evaluation of the preparation. The results of the organoleptic test showed that the
color produced from all concentration variations, namely 1%, 3% and 5% was light
brown to dark brown while the gel base produced a clear color. The results of the
homogeneity test showed that the preparation made was quite homogeneous, the pH of
the gel was obtained in a pH range of 6.7-6.9 so it was safe for use on human skin
because the pH of the skin ranged from 4.5 to 7.0 and the preparation did not cause
irritation to the skin of volunteers. Conclusion: Kiwi fruit juice (Actinidia deliciosa) with
concentrations of 1%, 3%, and 5% can be formulated into gel preparations as a natural
moisturizer.
Keywords: Gel, Kiwi fruit juice (Actinidia deliciosa)
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan tolong dan kurnia-Nya serta sholawat dan salam kepada
Rasulullah Muhammad SAW sebagai teladan sepanjang hayat, sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas penulisan skripsi dengan judul
“FORMULASI SEDIAAN GEL PERASAN SARI BUAH KIWI (
Actinidia Deliciosa ) SEBAGAI PELEMBAB WAJAH”.
Penulisan skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana farmasi di Fakultas Farmasi Institut Kesehatan
Medistra Lubuk Paka m. .Sebagai manusia dengan segala keterbatasan dan
kekurangannya penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini
tidak lepas dari salah dan khilaf. Untuk itu penulis mengharapkan adanya
masukan dari pihak yang berkepentingan, yang dapat menjadi tambahan ilmu
yang maslahat bagi penulis untuk masa depan. Dalam menyelesaikan skripsi
ini Penulis telah mendapat banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan juga. Oleh karena
itu, Penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah
membimbing dan membantu atas kelancaran penulisan skripsi ini, terutama
kepada :
1. Drs. Johannes Sembiring, M.Pd., M.Kes, selaku Ketua Yayasan
MEDISTRA Lubuk Pakam.
2. Rahmad Gurusing, S.Kep, Ns, M.Kep selaku Rektor Institut Kesehatan
MEDISTRA Lubuk Pakam.
3. Apt. Romauli Anna Teresia Marbun, S.Farm., M.Si selaku Dekan
Fakultas Farmasi Institut Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam.
4. Apt. Ahmad Syukur Hasibuan, S.Farm., M.Farm selaku Ketua Program
Studi Farmasi Fakultas Farmasi Institut Kesehatan MEDISTRA Lubuk
Pakam.
5. Reni aprinawaty sirait, SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing
yang sabar dan tulus serta banyak memberikan perhatian, dukungan,
pengertian, dan pengarahan.
6. Seluruh Staf Dosen Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam yang
telah mengajarkan banyak hal tentang ilmu pengetahuan yang
bermanfaat sekaligus mendidik peneliti untuk menjadi pribadi yang
berkualitas selama pendidikan.
7. Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas penulis sampaikan kepada
kedua orang tua yang selalu mendo’akan serta memberikan dukungan
moral dan materil dalam segala hal untuk kebaikan peneliti di masa
depan, termasuk dalam penyelesaian proposal ini.
8. Kepada seluruh teman, abang, kakak, dan adik Institut Kesehatan
MEDISTRA Lubuk pakam yang tidak dapat disebutkan satu persatu
namanya, terima kasih atas kebersaman dan kerjasamanya selama ini.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa proposal ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan proposal ini. Akhir kata peneliti
mengucapkan terima kasih dan salam sejahtera untuk kita semua.

Lubuk Pakam, Maret 2021 Peneliti

Anisa Hak
NIM 17.51.011
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................. i


Daftar Isi ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................. 3
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
1.3.1. Tujuan Umum .......................................................................... 3
1.3.2. Tujuan Khusus ......................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................. 3
1.4.1. Bagi Peneliti ............................................................................. 3
1.4.2. Bagi Institut Pendidikan ........................................................... 3
1.4.3. Bagi Masyarakat ...................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kulit ................................................................................................. 4
2.1.2. Pengertian Kulit ....................................................................... 4
2.1.3. Struktur Kulit ........................................................................... 5
2.1.4. Jenis Kulit ................................................................................ 5
2.1.5. Fungsi Kulit ............................................................................. 6
2.2. Kosmetik ........................................................................................... 8
2.1.2. Penegertian Kosmetik ............................................................. 8
2.3. Uraian Tanaman ............................................................................... 10
2.3.1. Pengertian Buah Kiwi ............................................................. 10
2.3.2. Sejarah Buah Kiwi .................................................................. 11
2.3.3. Klasifikasi Tanaman ................................................................ 11
2.3.4. Morfologi Tanaman ................................................................. 12
2.3.5. Manfaat dan kandungan Tanaman .......................................... 13
2.4. Simplesia dan Ekstrak ...................................................................... 15
2.4.1. Pengertian Simplesia ............................................................... 15
2.4.2. Ekstrak ..................................................................................... 15
2.4.3. Pengertian Esktraksi ................................................................ 16
2.4.4. Metode Estraksi ....................................................................... 16
2.5. Sediaan Gel ...................................................................................... 16
2.5.1. Tujuan Tentang Gel ................................................................. 19
2.5.2. Defenisi Gel ............................................................................. 20
2.5.3. Formulasi Sediaan Gel ............................................................. 21
2.6. Pelembab .......................................................................................... 26
2.7. Skin Analyzer ................................................................................... 26
2.8. Hipotesis ........................................................................................... 27
2.9. Kerangka Teori ................................................................................. 28
2.10. Kerangka Konsep ........................................................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian .................................................................................. 30
3.2. Tempat dan waktu penelitian ............................................................ 30
3.2.1. Tempat Penelitian .................................................................... 30
3.2.2 Waktu Penelitian ...................................................................... 30
3.3. Alat .................................................................................................... 30
3.4. Bahan ................................................................................................. 30
3.5. Sukarelawan ...................................................................................... 30
3.6. Sampel Tumbuhan ............................................................................. 31
3.6.1. Pengambilan Bahan ................................................................. 31
3.6.2. Pengolahan Sampel ................................................................. 32
3.6.3. Pembuatan Ekstraksi buah kiwi .............................................. 31
3.7. Penentuan mutu fisik sediaan ............................................................ 31
3.7.1. Uji Organoliptik ...................................................................... 31
3.7.2. Uji homogenitas ...................................................................... 32
3.7.3. Uji Iritasi ................................................................................. 32
3.7.4. Uji PH ...................................................................................... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian .................................................................................. 33
4.1.1. Hasil Pembuatan Sediaan Gel ................................................. 33
4.1.2. Hasil Uji Orgaleptis ................................................................. 33
4.1.3. Hasil Uji Homogenitas ............................................................ 34
4.1.4. Hasil Uji Iritasi ........................................................................ 34
4.1.5. Hasil Penguji PH ..................................................................... 34
4..2. Pembahasan ...................................................................................... 35
4.2.1. Uji Organoleptis ...................................................................... 35
4.2.2. Homogenitas ........................................................................... 36
4.2.3. Iritasi ........................................................................................ 36
4.2.4. PH ............................................................................................ 36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ........................................................................................ 38
5.2. Saran .................................................................................................. 38

Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara dengan sumber daya alam. Sekitar 30000
jenis tumbuhan yang telah di identifikasi dan 950 jenis diantaranya diketahui
memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai obat, suplemen makanan,
kosmetik dan nutrisi (BPOM RI, 2012).
Kulit merupakan organ esensial dan vital yang mengandung lapisan
lemak tipis yang berfungsi untuk melindungi kulit dari kelebihan penguapan
air yang menyebabkan dehidrasi kulit. Kulit mengeluarkan lubrikan alami
yaitu sebum untuk mempertahankan agar permukaan kulit tetap lembut, lunak
dan terlindungi. Jika sebum hilang maka permukaan kulit mudah pecah, kulit
menjadi kering dan bersisik (Ditjen POMRI, 1985).
Kulit sehat, idealnya setiap 28 hari sekali kulit secara otomatis melakukan
pergantian kulit dengan cara sel kulit akan mati dan digantikan oleh sel kulit
baru. Namun karena faktor tertentu, tak jarang sel kulit mati tidak dapat
terkelupas sehingga menyebabkan pertumbuhan sel kulit baru menjadi tidak
normal. Hal ini menyebabkan kerusakan pada kulit, terutama pada jenis kulit
resisten (kulit wajah) yang ditandai oleh munculnya keriput, tampak kusam
dan muncul flek-flek hitam. Adanya sel kulit mati pada wajah, akan
mengakibatkan gangguan keratinisasi folikel sampai sumbatan lemak pori
pada kulit sehingga menimbulkan komedo sampai peradangan yang
disebabkan infeksi bakteri yang biasa disebut dengan jerawat (Karmilah dan
Nirwati, 2018).
Kosmetika sudah dikenal orang sejak zaman dahulu kala. Di Mesir, 3500
tahun Sebelum Masehi telah digunakan berbagai bahan alami baik yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan maupun bahan alam lain misalnya
tanah liat, lumpur, air, embun, pasir atau sinar matahari. Penggunaan susu,
akar, daun, kulit pohon, rempah, minyak bumi, minyak hewan, madu dan
lainnya sudah menjadi hal yang biasa dalam kehidupan masyarakat saat itu.
Hal ini dapat diketahui melalui naskah-naskah kuno yang ditulis dalam

1
papyrus atau dipahat pada dinding piramid (Wasitaatmadja, 1997).
Buah kiwi (Actinidia deliciosa) atau bisa disebut juga Chinese
gooseberry memiliki banyak khasiat untuk kesehatan tubuh. Buah kiwi
(Actinidia deliciosa) organik yang matang mengandung aktivitas polifenol dan
antioksidan yang tinggi. Antioksidan dapat menetralisir radikal bebas yang dapat
merusak sel. Kiwi organik juga mengandung kadar vitamin C dan E yang tinggi
yang dapat berperan sebagai antioksidan. Satu buah kiwi sudah cukup untuk
memenuhi kebutuhan vitamin C orang dewasa dalam satu hari. Kandungan vitamin
C pada buah kiwi mencapai 17 kali lebih banyak dibanding buah apel dan dua kali
lebih banyak dari buah jeruk dan lemon. Kandungan vitamin E pada buah kiwi juga
dua kali lebih banyak dibanding buah alpukat. Buah kiwi juga mengandung
sejumlah phytonutrient meliputi karotenoid, lutein, fenolic, flavonoid dan klorofil.
Kapasitas antioksidan buah kiwi terhadap senyawa-senyawa radikal bebas
menempati posisi ketiga tertinggi setelah jeruk orange dan anggur merah. Buah kiwi
sudah mulai banyak dijual di pasaran. Namun, masyarakat Indonesia belum begitu
mengenal buah kiwi dan zat-zat yang berguna bagi tubuh yang terkandung di
dalamnya .
Gel merupakan sistem semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,terpenetrasi
oleh suatu cairan. Gel mempunyai beberapa keuntungan diantaranya
kemampuan penyebaran yang baik pada kulit, efek dingin pada kulit akibat
lambatnya penguapan air pada kulit, tidak adanya penyumbatan pori-pori
kulit, kemudahan pencucian dengan air, dan pelepasan obatnya baik. Dengan
banyaknya vitamin yang terkandung didalamnya, peneliti tertarik melakukan
penelitian dengan strawberry untuk dijadikan gel sebagai pelembab alami.
Berdasarkan hal-hal di atas peneliti tertarik untuk membuat sediaan gel
karena buah kiwi mengandung aktivitas polifenol dan aktioksidan yang tinggi
dan masih banyak lagi kandungan dari buah kiwi tersebut yang banyak
memiliki khasiat untuk kesehatan tubuh dan menimbulkan rasa nyaman pada
kulit, mengurangi resiko terjadinya iritasi, praktis, dan memiliki aktivitas
antibakteri. Optimasi formula, evaluasi stabilitas fisik sediaan, dan uji
kesukaan dilakukan untuk menentukan formula terbaik. Berdasarkan
penjelasan tersebut, peneliti ingin mengetahui bahwa sari kiwi (Actinidia
Deliciosa) dengan konsentrasi 1% (blanko), 3% dan 5%, dapat
diformulasikan menjadi sediaan gel sebagai pelembab alami.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah ekstrak sari buah kiwi dapat diformulasikan dalam sediaan gel?
2. Apakah perbedaan variasi konsentrasi ekstrak sari buah kiwi pada
sediaan gel dapat berpengaruh pada warna sediaan?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1.Tujuan Umum
Untuk mengetahui ekstrak sari buah kiwi ( Actinidia Deliciosa) dapat
diformulasikan dalam sediaan gel sebagai pelembab wajah.
1.3.2.Tujuan khusus
Untuk mengetahui bahwa perbedaan konsentrasi pada gel ekstrak sari
buah kiwi ( Actinidia Deliciosa) memberikan efek yang berbeda pada kulit
wajah.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1.Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh dalam perkuliahan terutama
pada bidang farmasetik.
1.4.2.Bagi Institut Pendidikan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan bahan
bacaan bagi mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Farmasi Institut
Kesehatan Medistra Lubuk Pakam dan dapat digunakan sebagai dasar acuan
untuk penelitian selanjutnya.
1.4.3.Bagi Masyarakat
Memberi informasi kepada masyarakat bahwasanya buah kiwi tidak
hanya dibuat untuk jus, namun juga dapat bermanfaat sebagai gel pelembab
wajah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kulit
2.1.2. Pengertian Kulit
Kulit merupakan bagian paling luar dari tubuh dan merupakan organ
yang terluas, dan kulit wajah merupakan bagian tubuh yang paling
diperhatikan dalam kecantikan.Secara sederhana kulit berfungsi sebagai
pelindung tubuh sebelum ditutup pakaian maupun kosmetik.Sebagai bagian
tubuh paling luar, kulit menjalankan fungsi perlindungan, yaitu melindungi
tubuh dari berbagai pengaruh buruk yang datang dari luar (Keen Achroni,
2012: 13).
Kulit merupakan bagian tubuh yang paling utama yang perlu
diperhatikan dalam tata kecantikan kulit. Pemahaman tentang anatomi dan
fisiologi kulit akan membantu mempermudah perawatan kulit untuk
mendapatkan kulit wajah yang segar, lembab, halus, lentur dan bersih (2).
Kulit memiliki fungsi melindungi bagian tubuh dari berbagai macam
gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui
sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara
terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel kulit ari yang sudah mati),
respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat serta
pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultra
violet matahari (Kusantati, 2008:57).

4
2.1.3. Struktur Kulit
Kulit terbagi atas dua lapisan utama, yaitu epidermis (kulit ari)
sebagai lapisan paling luar dan dermis (korium, kutis, kulit jangat). Di bawah
dermis terdapat subkutis atau jaringan lemak bawah kulit (Yahya, 2003).

Gambar 2.1.3 Struktur dasar kulit wajah manusia (Yahya, 2003).

2.1.4. Jenis Kulit


Kulit digolongkan ke dalam lima tipe atau lima jenis kulit dengan
sifat khas masing- masing (Wirakusumah, 2014: 12)
1. Kulit normal
2. Kulit kering
3. Kulit berminyak
4. Kulit kombinasi
5. Kulit sensitif
A. Kulit Wajah
Kulit wajah adalah lapisan terluar dari wajah/muka (bagian depan
kepala) pada manusia yang meliputi wilayah dari dahi hingga dagu.
(Kaltim Pos, 2016)
 Jenis-Jenis Kulit Wajah
1. Kulit normal
Beruntung sekali bagi anda yang memiliki jenis kulit normal
ini karena jenis kulit wajah ini cenderung seimbang, tidak
terlalu kering dan tidak terlalu berminyak.
2. Kulit kering
Jenis kulit wajah kering ini kebalikan dari jenis kulit wajah
berminyak, jenis kulit wajah kering akan sangat sulit sekali keluar
minyak pada kulit karena kelenjar minyak pada kulit wajah
cenderung tidak mampu memproduksi minyak dengan baik.
3. Kulit berminyak
Jenis kulit wajah ini merupakan jenis kulit wajah yang paling
susah sekali untuk merawatnya karena jenis kulit wajah ini
cenderung memiliki minyak yang tidak terkontrol, artinya
produksi minyak pada jenis kulit berminyak ini diatas rata-rata
dibandingkan jenis kulit normal.
4. Kulit kombinasi
Ini merupakan jenis kulit yang unik sekali, kadang disuatu saat
kulit ini akan mudah berminyak, kadang kering dan kadang
normal
5. Kulit sensitif
Jenis kulit wajah ini merupakan jenis wajah yang sangat peka
sekali terhadap rangsangan, baik rangsangan dari lingkungan luar
maupun dari benda-benda yang menempel pada kulit wajah.
2.1.5. Fungsi Kulit
Menurut Lumenta dkk (2006:131) Kulit adalah lapisan terluar
tubuh manusia dan sebagaian besar ditumbuhi rambut halus dan rambut
yang kasar dan panjang.
Kulit memiliki fungsi yang unik yang ada hubungannya dengan
gizi, oleh karena itu merupakan barier yangkuat terhadap keluar masuknya
cairan.
Menurut Kinkin (2001:12) ada beberapa ciri-ciri kulit sehat antara lain:
1. Memiliki kelembapan yang cukup.
2. Senantiasa kenyal dan kencang.
3. Menampilkan kecerahan kulit yang sesungguhnya.
4. Bersih dari noda, jerawat, penyakit kulit atau jamur.
5. Segar dan bercahaya.
6. Memiliki sedikit kerutan sesuai usia.
Kulit sebagai organ tubuh yang paling utama mempunyaibeberapa
fungsi diantaranya sebagai berikut:
a) Fungsi proteksi Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap
gangguan fisik atau mekanik, misalnya terhadap gesekan, tarikan,
gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan iritasi (lisol, karbol,
dan asam kuat).Gangguan panas misalnya: radiasi, sinar
ultraviolet, gangguan infeksi dari misalnya bakteri dan jamur.
Karena adanya bantalan lemak,tebalnya lapisan kulit dan serabut-
serabut jaringan penunjang berperan sebagai pelindung terhadap
gangguan fisik. Melanositturut berperan dalam melindungi kulit
terhadap sinar matahari dengan mengadakan taning (pengobatan
melindungi dengan asam asetil).
b) Fungsi absorpsi
Kulit yangsehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda
padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap,
begitu juga yang larut dalam lemak. Permeabilitas kulit
O2CO2dan uap air memungkinkan kulit ikut (mengambilbagian
pada fungsi respirasi).Kemampuan absorpsi kulit di pengaruhi
tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembapan, dan metabolisme.
Penyerapan dapat berlangsung melalui celah diantara sel,
menebus sel-sel epidersuhumis, atau melalui saluran kelenjar dan
yang lebih banyak melalui sel-sel epidermis.
c) Fungsi kulit sebagai pengatur panas
Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu
lingkungan. Hal ini karena adanya penyesuaian antara panas yang
dihasilkan oleh pusatpengatur panas, mendullaoblongata.Suhu
normal dalam tubuh yaitu suhu viseral 36-37-5° untuksuhu kulit
lebih rendah. Pengendalian persarafan dan
vasomotorikdariarterialkutan ada dua cara yaitu vasodilatasi
(kapiler melebar, kulit menjadi panas dan kelebihan panas
dipancarkan ke kelenjar keringat sehingga terjadi penguapan
cairan pada permukaan tubuh) dan vasokontriksi (pembuluh dan
mengeruk, kulit menjadi pucat dan dingin.
2.2. Kosmetik
2.1.2. Pengertian Kosmetik
Istilah kosmetik berasal dari bahasa yunani “kosmetikos” yang berarti
keterampilan menghias dan mengatur.20Sehingga kosmetik dapat diartikan
sebagai bahan untuk menghias diri dengan cara dioleskan pada badan dalam
bentuk krim. Definisi kosmetik dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.445/MenKes/PemenKes 1998 adalah sediaan atau paduan bahan yang
siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, dan
bibir), menambah daya tarik, dan mengubah penampilan, melindungi kulit
supaya tetap dalam keadaan baik.
Sesuai dengan uraian diatas, yang dimaksud dengan kosmetik adalah
bahan atau campuran bahan yang dioleskan, dituangkan, digosokkan,
dilekatkan, atau disemprotkan dibadan manusia dengan maksud untuk
memelihara, menambah daya tarik dan mengubah rupa.
a) Kosmetik Untuk Kulit
Pada kulit manusia sering ditemukan kelainan,misalnya kulit menua,
jerawat, noda- nodahitam (hiperpigmentasi), ketombe (dandruff), seborrhea,
rambut rontok, dan sebagainya yang tidak dapat disembuhkan oleh kosmetik
biasa, karena tidak mengandung bahan aktif atau obat tetapi terlalu ringan
untuk disembuhkan sepenuhnya lewat pengobatan. Jerawat misalnya, tidak
akan sembuh jika hanya memakaikosmetik biasa, namun para wanita
engganmenggunakan obat jerawat tanpamemakai kosmetik, terutama ketika
akan keluar rumah. Mereka menginginkan obat jerawat yang merangkap
sebagai kosmetik, atau kosmetik yang mengandung obat jerawat. Oleh karena
itu, keberadaankosmetik yang sekaligus yang dapat mengobati kelainan pada
kulit tersebut diperlukan (Tranggono dkk 2007:43).
Untuk memperbaiki dan mempertahankan kesehatan kulit diperlukan
jenis kosmetik tertentu. Selama kosmetik tersebut tidak mengandung bahan
berbahaya yang secara farmakologis aktif mempengaruhi kulit, penggunaan
kosmetik jenis ini menguntungkan dan bermanfaat untuk kulit sendiri. Tujuan
utama penggunaan kosmetik pada masyarakat modern adalah untuk
kebersihan pribadi, meningkatkan daya tarik make-up, meningkatkan ras
percaya diri dan perasaan tenang, melindungi kulit dan rambut dari kerusakan
sinar UV, polusi dan fsktor lingkungan yang lain, mencegah penuaan.
2.2.2 Penggolongan Kosmetik
Penggolongan kosmetik antara lain menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI, yang dikutip oleh Retno dan Fatimah, menurut sifat
modernatau tradisionalnya, dan menurut kegunaannya bagi kulit, yaitu:
a) Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetik dibagi menjadi 13
kelompok:
1. Preparat untuk bayi, misalnya minyak bayi, bedak bayi.
2. Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi.
3. Preparat untuk mata, misalnya mascara.
4. Preparat wangi-wangian, misalnya parfum.
5. Preparat untuk rambut, misalnya cat rambut.
6. Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut.
7. Preparatmake-up (kecuali mata), misalnya bedak, lipstick.
8. Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi.
9. Preparat untuk kebersihan badan, misalnyadeodorant.
10. Preparat kuku, misalnya cat kuku, losion kuku.
11. Preparat perawatan kulit, misalnya pembersih.
12. Preparat cukur, misalnya sabun cukur.
13. Preparat untuksu1nscreen,misalnyasunscreen foundation.
b) Penggolongan Menurut Sifat dan Cara Pembuatan
1. Kosmetik modern, diramu dari bahan kimia dan diolah
secaramodern.
2. Kosmetik tradisional:
a. Diolah secara tradisional, misalnya mangir, lulur, yangdibuat
dari bahan alam dan diolah menurut resep dan carayang turun-
temurun.
b. Semi tradisional, diolah secara modern dan diberi
bahanpengawet agar tahan lama.
c. Hanya namanya yang tradisional, tanpa komponen yangbenar-
benar tradisional dan diberi zat warna yangmenyerupai bahan
tradisional.
c) Penggolongan Menurut Kegunaannya Bagi Kulit
1. Kosmetik perawatan kulit (skin-care cosmetics)
Jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatankulit.
Termasuk di dalamnya:
a. Kosmetik untuk membersihkan kulit (clenser), misalnyasabun,
penyegar kulit.
b. Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnyanight
cream.
c. Kosmetik untuk menipiskan atau mengapelas kulit (peeling),
misalnya scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang
berfungsi sebagai pengapelas (abrasiver).
2. Kosmetik riasan (dekoratif ataumake-up)

Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit
sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik.
2.3. Uraian Tanaman
2.3.1. Pengertian Buah Kiwi
Tanaman kiwi (Actinidia deliciosa) adalah tanaman buah yang
sangatpopuler dan dikenal banyak masyarakat.Tanaman ini berasal dari Cina,
dilembah sungai Yang-Tze, pada tahun 1600- an, buah kiwi ini pertama kali
bernama yang tao yang diberi nama oleh seorang kaisar Dinashti Khan,karena
memiliki nilai rasa yang cukup tinggi. Kemudian buah ini menyebar kedaerah
Islandia baru tahun 1904 yang ditanam di dataran tinggi. Seiringdengan
perkembangan tahun 1959 buah ini di beri nama denga buah kiwi,bertujuan
untuk menandakan sebagai simbol dari Selandia Baru. Buah inisebagai
berfamili dengan Actinidiacecae yang memiliki warna, dan bentukyang
hampir sama (Liang dan Ferguson, 2010).
Sistematika Tumbuhan: Divisio: Magnoliophyta Kelas: Magnoiopsida Ordo:
Ericales
Familia: Actiisiaceae
Genus: Actinidia
Spesies: Actinidia deliciosa.
2.3.2. Sejarah Buah Kiwi
Buah Kiwi pada awalnya tumbuh di Cina, yang dikenal sebagai
mihotau, kemudian biji buah tersebut dibawa ke New Zealand saat awal abad
ke-20. Buah tersebut merupakan salah satu buah yang berkembang luas di
banyak tempat seperti di New Zealand, Itali, Jepang, Prancis, Chile,
Australia, California, dan Yunani. Diantara banyak sekali spesies buah kiwi,
spesies Actinidia deliciosayang paling terkenal secara komersial. Buah kiwi
ini mendapat perhatian khusus untuk dilakukan identifikasi manfaatnya, yaitu
zat yang terkandung dalam buah kiwi adalah antioksidan yang mampu
menurunkan kadar lipid darah, meningkatkan laksatif saluran cerna, dan
dapat meredakan gejala penyakit kulit. Buah ini tidak hanya mengandung
vitamin C, tetapi juga sumber nutrisi yang baik seperti asam folat, kalium
serta serat. Nutrisi dan zat fitokimia aktif yang terdapat dalam buah kiwi telah
menstimulasi penelitian mengenai antioksidan dan anti-inflamasi yang
mungkin dapat menghindarkan kita dari penyakit kardiovaskular, kanker, dan
penyakit degeneratif.
2.3.3. Klasifikasi Tanaman
Taksonomi tanaman kiwi (Actinidia) dapat diklasifikasikan sebagai berikut
(Ferguson,1990):
Kingdom: Plantae(Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta(Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi :
Spermatophyta(Menghasilkan biji) Divisi: Magnoliophyta(Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida(Berkeping dua / dikotil)
SubKelas: Magnoliidae
Ordo: Ericales Famili: Actinidiaceae Genus: Actinidia
Spesies: Actinidia deliciosa
2.3.4. Marfologi Tanaman
Secara morfologi, bagian atau organ-organ penting tanaman buah kiwi
adalah sebagai berikut (Liang dan Ferguson 2010).
a) Buah
Buah kiwi pada umumnya berbentuk oval. Dengan ukuran
panjang 5-8 cmdan memiliki diameter 4-5 cm. Kulit buah memiliki
warna hijau gelap dan keemasan dengan memiliki daging buah
berwarna hijau terang atau kuning emas, serta memiliki barisan biji
berwarna hitam kecil yang bisa di konsumsi. Buah ini memiliki
tesktur lembut dan memiliki aroma bau yang sangat unik. Buah Kiwi
juga memiliki berbulu dibagian permukaan kulit dan terkadang tidak
memiliki bulu.
b) Daun
Daun tanaman buah kiwi memiliki bentukoval
melingkar,berukuran lumayan besar,dengan permukaan kasar, serta
memiliki panjang daun ini memiliki ukuran sekitar 7-12 cm, daun
muda pada buah kiwi akan dilapisi bulu halus berwarna kemerahan,
serta daun tua berwarna hijau gelap dan terdapat bulu halus yang ada
pada permukaan atasnya.
c) Bunga
Daun tanaman buah kiwi memiliki warna putih kekuningan,
beraroma harum,memiliki kelopak antara 5-6 kelopak, dengan luas 2-
5 cm, bunga jantan dan bunga betina pada tanaman berbeda akan
melekat menjadi satu untuk mengatur proses penyerbukan tanaman.
Penyerbukan ini biasanya dibantu dengan angin dan juga hewan
sekitar tanaman.
d) Batang
Batang tanaman buah kiwi ini memiliki bentuk bulat memanjang,
memiliki warna yang sangat bermacam-macam dan beragam mulai dari
kecoklatan, abu-abu, dan juga kehijauan. Panjang batang tanaman ini
sekitar 6-10 meter yang menjalar dan tergantung dengan
pertumbuhannya. pada batang ini memiliki percabangan yang sangat
bermacam-macam. Batang ini memiliki lapisan kulit tipis, danjuga
memiliki batang dalam lunak, tetapi mampu menyokong, daun, dan
bunga pada tanaman ini.
e) Akar
Akar tanaman buah kiwi memiliki akar semu atau tunggang yang
memiliki panjang 1-2 meter bahkan lebih di dalam tanah. Akar ini terdiri
dari akar tersebutyang ada dipermukaaan tanah dan akar tunggal bagian
tanah. Akar tanaman buah kiwi ini memiliki fungsi untuk menyerap
kandungan air yang ada di dalam tanah dan juga berguna untuk
menyokong bagian batang.
2.3.5. Manfaat dan Kandungan Tanaman
Kiwi bermanfaat dalam mengatasi penyakit jantung, kanker, diabetes,
hipertensi, asma, stroke, kesehatan saluran pencernaan, dan juga biasa
digunakan dalam perawatan kulit (Ide, 2010). Adapun kandungan gizi dari
kiwi dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kandungan Gizi dalam Kiwi

No Unsur Gizi Kadar/ 100 g Bahan


1 Kalori (kj) 306
2 Karbohidrat (g) 15
3 Protein (g) 1
4 Glukosa (g) 3,5
5 Serat (g) 3,4
6 Vitamin E (mg) 1,1
7 Folat (µg) 30
8 Vitamin C (mg) 100
9 Kalium (mg) 332
10 Magnesium (mg) 30
11 Natrium (mg) 5
12 Kalsium (mg) 26
13 Fosfor (mg) 40
14 Seng (mg) 0,17
15 Tembaga (mg) 0,157
16 Vitamin B1 (mg) 0,027
17 Vitamin B3 (mg) 0,341
18 Vitamin B2 (mg) 0,025
19 Vitamin B6 (mg) 0,63
20 Vitamin K (µg) 40,3
(Ide, 2010; shastri, dkk.,2012)
2.4. Simplisia dan Ekstrak
2.4.1. Pengertian Simplisia
Dalam buku Materia Medika Indonesia, ditetapkan definisi bahwa
simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan
yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati,
simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah
simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhsn atau eksudat
tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara spontankeluar dari
tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya atau
senyawa nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari
tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni (Depkes RI, 2000).
Simplisia nabati sering berasal dan berupa seluruh bagian tumbuhan, tetapi
sering berupa bagian atau organ tumbuhan seperti akar, kulit akar, batang,
kulit batang, kayu, bagian bunga dan sebagainya. Di samping itu, terdapat
eksudat seperti gom, lateks, tragakanta, oleoresin, dan sebagainya.
2.4.2. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan cara mengekstraksi
zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan. Massa
atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku
yang telah ditetapkan. Berdasarkan sifatnya, ekstrak dibagi menjadi:
1. Ekstrak encer (Extractum tenue). Sediaan ini memiliki konsistensi
semacam madu dan dapat dituang.
2. Ekstrak kental (Extractum spissum). Sediaan ini liat dalam keadaan
dingin dan tidak dapat dituang.
3. Ekstrak kering (Extractum siccum). Sediaan ini memiliki konsistensi
kering dan mudah digosokkan.
4. Ekstrak cair (Extractum fluidum). Dalam hal ini diartikan sebagai
ekstrak cair, yang dibuat sedemikian rupa sehingga 1 bagian simplisia
sesuai dengan 2 bagian (kadang-kadang satu bagian) ekstrak cair
(Akarina, 2011).
2.4.3. Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen aktif yang
terkandung dalam tanaman menggunakan bahan pelarut yang sesuai dengan
kelarutan komponen aktifnya (Satuhu &Yulianti, 2012). Metode ekstraksi
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi antioksidan pada bahan pangan
antara lain ekstraksi menggunakan pelarut (solvent extraction),dan ekstraksi
menggunakan mesin (mechanical extraction).
2.4.4. Metode Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati ataupun simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa
atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi
baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995). Ekstrak dapat dibagi menjadi
dua kategori, yaitu ekstrak kasar (total extracts) dan ekstrak murni ( purified
extracts).
Ekstrak kasar adalah ekstrak yang mengandung semua bahan yang tersari
dengan menggunakan pelarut organik, sedangkan ekstrak murni adalah
ekstrak yang diperoleh dengan menyari simplisia menggunakan pelarut
selektif atau dengan menghilangkan senyawa-senyawa inert melalui berbagai
metode setelah penyarian pertama (ekstrak kasar), seperti dengan proses
penghilangan lemak, penyaringan menggunakan resin dan absorben
(Wijesekara, 1991; Bonati, 1991).
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair
dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak
substansi yang diinginkan tanpa melarutkan larutan material lainnya.
Ekstraksi merupakan suatu pemisahan bahan dari campurannya dan dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju
ekstraksi meliputi tipe persiapan sampel, waktu ekstraksi, kuantitas pelarut,
suhu pelarut, dan tipe pelarut (Harborne, 1984). Berdasarkan fase yang
terlibat, terdapat dua jenis ekstraksi, yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi
padat-cair. Pada ekstraksi padat-cair terjadi pemindahan komponen dari
padatan ke cairan/pelarut melalui tiga tahapan, yaitu difusi pelarut ke pori-
pori padatan, pelarutan solut oleh pelarut didalam pori tersebut, dan
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain waktu ekstraksi, suhu yang
digunakan, pengadukan, dan banyaknya pelarut yang digunakan (Harborne,
1996).pemindahan larutan dari pori menjadi larutan ekstrak. Proses ekstraksi
padat-cair Menurut Depkes POM (2000) metode ekstraksi dapat dibagi
menjadi :
cara dingin
a) Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan
pada temperatur ruangan (kamar). Cairan penyari akan menembus dinding sel
dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif yang akan larut,
karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dan
diluar sel maka larutan terpekat didesak keluar.
b) Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri
dari tahapan pengembangan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi
sebenarnya terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat). Cara perkolasi
lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena:
Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan
yang terjadi dengan larutan konsentrasinya lebih rendah, sehingga
meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.
Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran
tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut,
maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga
dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.
2. Cara Panas
a) Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik.
b) Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang
selalu baru dan yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi
ekstrak kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya
pendingin balik.
c) Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu)
pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara
umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.
Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya dilakukan
untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan
nabati. Proses ini dilakukan pada suku 90oC selama 15 menit. Dekok adalah
infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampau titik didih air, yakni
30 menit pada suhu 90-100oC.
Pemilihan metode ekstraksi menjadi titik kritis sebelum
melakukan proses ekstraksi. Motode ekstraksi dipilih berdasarkan bebrapa
faktor meliputi sifat dari bahan mentah yang akan diekstraksi, daya
penyesuaian dengan tiap macam metode ekstrasi dan kepentingan dalam
memperoleh ekstrak yang sempurna (Ansel, 1989).Menurut Harbone (1996),
dengan adanya pemanasan dapat meningkatkan kemampuan ekstraksi
senyawa-senyawa yang tidak larut dalam suhu kamar, sehingga aktivitas
penarikan senyawa lebih maksimal. Namun Sie (2013) dalam penelitian nya
menduga bahwa ekstraksi dengan cara panas dapat merusak senyawa yang
bekerja
sebagai antioksidan, karena pada umumnya senyawa antioksidan tidak
tahan terhadap pemanasan.
2.5. Sediaan Gel
Gel merupakan sediaan semipadat yang terdiri atas suspensiyangdibuat
dari partikel anorganik yang kecil dan molekul organik yangbesar,
terpenetrasioleh suatu cairan.Gel adalah sediaan bermassa lembek,berupa
suspense yang dibuat dari zarah kecil senywaan organic atau makro molekul
senyawa organik, masing-masing terbugkus dan salingterserap oleh cairan
(Depkes RI, 1995).
Bentuk sediaan gel mulai berkembang,terutama dalam produk kosmetika
dan produk farmasi (Guptaet al., 2010). Gel merupakan sediaan yang
mengandung banyak air dan memiliki penghantaran obat yanglebihbaikjika
dibandingkan dengan salep (Sudjonoet al.,2012; Vermaet al.,2013).
Pemilihan gelling agent akan mempengaruhi sifat fisika gel serta hasil akhir
sediaan.Gelling agent yang umumnya dipakai HPMC dan karbomer
(Arikumalasariet al., 2013; Sudjonoet al., 2012).
2.5.1. Tinjauan Tentang Gel
Tujuan utama dari setiap sistem penghantaran obat yakni untuk
memberikan sejumlah obat agardapat sampai ke tempat / target dan
memberikan efek terapeutik di dalam tubuh dan kemudian
dapatmempertahankan konsentrasi obat yang diinginkan. Rute dari pemerian
obat memiliki dampak yang signifikan pada hasil terapeutik suatu obat. Kulit
merupakan salah satu bagian dari organ tubuh yang paling mudah diakses
untuk pemerian topikal dan sebagai ruteutama dari sistem penghantaran obat
secara topikal. Penghantaran obat secara topikal dapat didefenisikan sebagai
aplikasi dari obat yang mengandung formulasi untuk kulit yang secara
langsung dapat mengobati gangguan kulit atau manifestasi penyakit kulit
umum dengan maksud mengandung efek farmakologis atau efek obat lainnya
terhadap permukaan kulit ataupun di dalam kulit (Mohsin dan
Rajmahammad, 2017).
2.5.2. Defenisi gel
Gel dapat didefinisikan sebagai sediaan semipadat yang terdiri dari
suspensi yang dibuat dari partikel organik kecil atau molekul organik besar,
berpenetrasi oleh suatu cairan. Gel adalah sistem semipadat yang pergerakan
medium pendispersinya terbatas oleh sebuah jalinan jaringan tiga dimensi
dari partikel–partikel atau makromolekul yang terlarut pada fase pendispersi
(Allen et. al.,2002).
Menurut Farmakope Indonesia V (2014) sediaan gel kadang –kadang
disebut jeli, adalah sistem semipadat yang terdiri dari suspensi yang dibuat
dari partikel anorganik kecil atau molekul organik besar, yang terpenetrasi
oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang
terpisah, gel digolongkan sebagai sistem dua fase (misalnya Gel Aluminium
Hidroksida). Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi
relative besar, massa gel kadang –kadang dinyatakan sebagai magma
(misalnya Magma Bentonit). Baik gel maupun magma dapat berupa
tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan dapat menjadi cair pada
saat pengocokan.
Terdapat beberapa uji yang perlu dilakukan untuk mengevaluasi
kualitas dari sediaan gel yang telah diformulasi. United States
Pharmacopeia(USP)merekomendasikan beberapa uji yaitu minimum
pengisian, pH, viskositas, antimicrobial, dan kandungan alkohol pada sediaan
tertentu. Adapun uji lainnya yaitu uji homogenitas, uji karakter reologi, uji
daya lekat serta uji stabilitas (Gad, 2008) maupun uji extrudability, uji iritasi
dan uji homogenitas (Kaur dan Guleri, 2013).
Salah satu cara yang paling cepat serta akurat dalam memberikan
gambaran mengenai karakter suatu gel, serta untuk mengetahui bagaimana
cara penanganan dan penyimpanannya yaitu dengan pengukuran viskositas.
Pengujian reologi merupakan bagian dari pengujian viskositas yang
digunakan untuk mengetahui karakter reologi suatu gel, yang mana umumnya
merupakan sistem non–Newtonian. Pada pengujian reologi gel menggunakan
viskometer dengan sistem cupdan bob serta sistem conedan plate yang mana
terdapat pada alat viskometer. Viskometer tersebut mengukur gaya gesek
yang ditimbulkan pada saat gel mengalir, yang dipengaruhi oleh temperatur
serta kecepatan putar pengukuran (Gad, 2008).
Gel memiliki sistem sistem disperseyang banyak tersusun dari air serta
sangat rentan terhadap terjadinya instabilitas fisik, kimia maupun mikroba.
Pada umumnya instabilitas fisik yang terjadi pada gel yaitu sineresis yang
mana keluarnya medium dispersi dari sistem akibat adanya kontraksi sistem
polimer gel. Faktor perubahan pada suhu penyimpanan yang ekstrim
merupakan salah satu faktor utama yang terjadi pada sineresis yang dialami
pada saat cycling test. Adanya penurunan tekanan osmotik pada sistem serta
perubahan bentuk molekul dapat terjadi pada proses pembekuan saat cycling
test.Molekul yang mengkerut ini memaksa keluarnya medium dari sistem
matriks (Gad, 2008). Pada konsentrasi gelling agentyang rendah biasanya
dapat terjadi sineresis. Sineresis menunjukkan adanya fenomena
ketidakstabilan secara termodinamika (Kaur dan Guleri, 2013).
2.5.3. Formulasi Sediaan Gell
a. Gelling agent (Carbopol)
Gelling agent merupakan suatu gum alam atau sintesis, resin maupun
hidrokoloid lain yang dapat digunakan dalam formulasi gel untuk
menjaga konsituen cairan serta padatan dalam suatu bentuk gel yang
halus. Bahan berbasis polisakarida atau protein merupakan jenis bahan
yang biasanya digunakan sebagai pembentuk gel. Beberapa contoh
gelling agent yaitu CMC- Na, metil selulosa, asam alginat, sodium
alginate, kalium alginat, kalsium alginate, agar, karagenan, locust bean
gum, pektin serta gelatin (Raton, et al., 1993).
Sistem setengah padatan yang terdiri dari suatu sistem dispers yang
tersusun dari partikel anorganik kecil dan besar yang terserap oleh cairan
(Ansel, 2008). Gelling agent memiliki komponen polimer dengan bobot
molekul yang tinggi yang tergabung dengan molekul – molekul serta
lilitan –lilitan molekul polimer yang membentuk suatu sifat kental dan gel
yang diinginkan. Suatu molekul polimer akan berikatan melalui ikatan
silang yang akan membentuk suatu struktur jaringan tiga dimensi pada
molekul polimer yang terperangkap dalam jaringan (Clegg, 1995). Dalam
preformulasi sediaan gel terutama pada gelling agent bahan polisakarida
alami yang peka terhadap derajat pertumbuhan mikrobial. Maka dari itu,
penambahan bahan pengawet perlu ditambahkan guna mencegah
kontaminasi serta hilangnya karakter gel dalam kaitannya dengan
microbial (Clegg, 1995).
Carbopol merupakan salah satu gelling agent yang sering digunakan.
Gelling agent (basis) harus bersifat inert, aman serta tidak reaktif terhadap
komponen lainnya. Pada penggunaan
gelling agent karakteristiknya harus disesuaikan terhadap bentuk
sediaanya. Semakin tinggi viskositas gel maka struktur gel akan semakin
kuat (Zatz and Kushla, 1996).
Carbopol adalah polimer sintesis yang stabil, bersifat higroskopis, serta
dapat digunakan sebagai bahan pengemulsi dalam sediaan krim, gel,
salep, dan lotion. Carbopol berwarna putih, halus, bersifat asam, material
koloid hidrofilik, larut didalam air hangat, etanol serta gliserin, tidak
toksik dan tidak dapat mengiritasi pada kulit, gelling agentyang kuat, dan
dapat meningkatkan viskositas pada sediaan serta produk kosmetik (Rowe
et al.,2009).

Gambar 1.Struktur Carbopol (Rowe et al.,2009)

Konsentrasi sediaan yang lazim digunakan dalam gelling agent yaitu


sebesar 0,5 –2,0% pada pH optimum 6 –11 (Roweet al.,2009). Inkompatibel
carbopol dengan senyawa fenol, polimer kationik, asam kuat, dan elektrolit
kuat. Carbopol dipilih karena bentuk basis yang bening transparan dengan
tekstur lebih baik dari CMC-Na, memiliki stabilitas baik karena dapat
mengikat air dengan cepat sedangkan pelepasan cairannya lambat serta
memiliki viskositas paling baik, tidak mengiritasi kulit, memiliki karakteristik
dan stabilitas fisik terbaik dalam formulasi sediaan gel dengan konsentrasi
gelling agent carbopol sebesar 0,5% (Ida dan Noer, 2012).
b. Humektan
Humektan merupakan bahan dalam produk sediaan kosmetik yang
bertujuan untuk mencegah hilangnya kelembaban dari suatu produk serta
meningkatkan jumlah air pada lapisan kulit terluar saat produk diaplikasikan
(Barel et al.,2009). Mekanisme kerja dari humektan yaitu dengan cara
menjaga kandungan air pada lapiran stratum korneum serta mengikat air dari
lingkungan ke dalam kulit (Leyden and Rawlings, 2002).
Propilen glikol (C3H8O2) berbentuk cairan bening, tidak berwarna,
bersifat kental, tidak berbau, memiliki rasa manis dan sedikit tajam
menyerupai gliserin.Propilen glikol dapat larut dalam aseton, kloroform,
etanol (95%), gliserin, dan air, tidak larut dalam minyak mineral ringanatau
fixed oil, akan tetapi dapat melarutkan beberapa minyak esensial.
Propilenglikol memiliki titik didih 18°C, titik lebur -59°C, berat jenis
1,038g/mL pada suhu 20°C.

Gambar 2.Struktur Propilen glikol(Rowe et al.,2009).

Propilen glikol (1,2 –Dihirdoksipropana) memiliki bentuk cairan


jernih, tidak berwarna, viscous, serta tidak berbau, berasa manis seperti
gliserin. Propilen glikol memiliki titik didih 18°C, titik lebur -59°C, serta
memiliki berat jenis 1,038g/mL pada suhu 20°C. Propilen glikol larut dalam
aseton, kloroform, etanol, giserin, serta air. Propilen glikol biasa digunakan
sebagai pengawet antimikroba, desinfektan, humektan, plasticizier, pelarut,
dan zat penstabil. Konsentrasi yang biasa digunakan pada humektanyaitu
sebesar 15% (Roweet al.,2009). Pada formulasi sediaan gel, propilen glikol
berfungsi sebagai humektan yang menjaga kandungan air pada sediaan gel.
Tabel 2. Penggunaan propil glikol dalam sediaan farmasi.

Penggunaan Bentuk sediaan Konsentrasi( %)


Humektan Topikal ᵙᵙ15
Pengawet Larutan,semisolid 15-30
Pelarut Aerosol 10-30
Larutan oral 10-25
Parenteral 10-60
Topikal 5-80

(Roweet al., 2005)


Keunggulan lainnya dari propilen glikol yaitu ekonomis dan dapat
berperan sebagai co– solven. Secara teoritis penambahan propilen glikol pada
sediaan gel dapat menurunkan viskositas serta dapat menaikkan daya sebar
dari sediaan (Chem, 2008).
c. Metil Paraben ( Nipagin)

Gambar 3.Struktur Metil Paraben (Roweet al.,2009)

Metil paraben memiliki ciri –ciri serbuk hablur halus, berwarna putih,
hampir tidak berbau serta, tidak memiliki rasa serta agak membakar dan
diikuti rasa tebal (Depkes, 1979; Rowe, et al., 2005). Kegunaan metil paraben
yaitu sebagai bahan pengawet, mencegah adanya kontaminasi, perusakan
serta pembusukan oleh bakteri dan fungi di dalam formulasi farmasetika,
produk makanan, dan kosmetik pada rentang pH 4 –8. Pada sediaan topikal,
konsentrasi yang umum digunakan yaitu 0,02 –0,3%. Metil paraben dapat
larut dalam air panas, etanol dan methanol (Rowe et al.,2009).Pada kisaran
pH yang luas, memiliki aktivitas antimikroba yang kuat serta efektif terdapat
pada jenis paraben lainnya. Metil paraben dapat meningkatkan
aktivitas antimikroba dengan panjang rantai alkali, serta dapat menurunkan
kelarutannya terhadap air, sehingga paraben sering digunakan pencampuran
dalam bahan tambahan yang berfungsi meningkatkan kelarutan. Kemampuan
pengawet pada metil paraben juga dapat ditingkatkan dengan penambahan
propilen glikol (Rowe et al.,2005)
d. Propil Paraben (Nipasol)

Gambar 4.Struktur Propil Paraben (Rowe et al.,2009)

Pada konsentrasi 0,01 –0,6% propil paraben dapat digunakan sebagai


bahan pengawet dalam kosmetik, makanan, serta produk farmasetika (Rowe
et al.,2009). Pada sediaan gel diperlukaan penggunaan kombinasi antara metil
paraben dan propil paraben untuk mencegah adanya kontaminasi mikroba
yang diakibatnya tingginya kandungan air pada sediaan. Kombinasi metil
paraben dan propil paraben diperlukan dalam formulasi sediaan gel untuk
mencegah kontaminasi mikroba dikarenakan tingginya kandungan air pada
sediaan. Kombinasikonsentrasi propil paraben 0,02% dengan metil paraben
0,18% dapat menghasilkan kombinasi pengawet dengan aktivitas antimikroba
yang kuat (Rowe & Owen, 2006).
e. Aquadest
Aquadest yaitu air murni yang dapat diperoleh melalui suatu tahap
penyulingan. Aquadestmerupakan suatu air yang bebas terhadap kotoran
maupun mikroba yang ada jika dibandingan dengan air biasa. Pada sediaan
yang mengandung air, air murni banyak 14digunakan tetapi tidak pada
sediaan parenteral (Ansel, 1989). Pada sediaan farmasi aquadest dapat
berfungsi sebagai pelarut maupun medium pendispersi.
2.6. Pelembab
Dasar pelembaban kulit yang didapat adalah efek emolien, yaitu
mencegah kekeringan dan kerusakan kulit akibat sinar matahari atau kulit
menua, sekaligus membuat kulit terlihat bersinar. Kandungan air dalam sel-
sel kulit normal lebih dari 10%, bila terjadi penguapan air yang berlebihan
maka nilai kandungan air tersebut berkurang. Cara mencegah penguapan air
dari sel kulit adalah:
a. Menutup permukaan kulit dengan minyak (oklusif).
b. Membentuk sawar terhadap kehilangan air dengan memberikan zat
hidrofilik yang menyerap air.
c. Memberikan humektan yaitu zat yang mengikat air dari udara dan
dalam kulit. Zat-zat yang bersifat humektan adalah gliserin, propilen
glikol, sorbitol, gelatin, asam hialuronat, dan beberapa vitamin.
d. Memberikan tabir surya agar terhindar dari pengaruhnya yang
mengeringkan kulit (Wasiatmajda, 1997).
2.7. Skin analyzer
Perawatan kulit sendiri mungkin dapat mencegah efek penuaan, pada
analisa konvensional diagnosis dilakukan dengan mengandalkan kemampuan
pengamatan semata. Pemeriksaan seperti ini memiliki kekurangan pada sisi
analisis secara klinis-instrumental dan tidak adanya rekaman hasil
pemeriksaaan yang mudah dipahami (Aramo, 2012).
Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk
mendiagnosa keadaan pada kulit. Skin analyzer dapat mendukung diagnosa
dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas namun mampu
memperlihatkan sisi lebih dalam kulit, dengan mode pengukuran normal dan
polarisasi, dilengkapi dengan rangkaian sensor kamera, alat ini dapat
menampilkan
hasil lebih cepat dan akurat. Pengukuran yang dapat dilakukan dengan
menggunakan skin analyzer yaitu moisture (kadar air), evenness (kehalusan),
pore (pori), spot (noda), wrinkle (keriput), dan kedalam keriput (Aramo,
2012).
Tabel 2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer (Aramo, 2012)

Pengukuran Parameter

Moisture (kadar Dehidrasi Normal Hidrasi

0-29 30-50 51-100


air) (%)
Evenness Halus Normal Kasar

0-31 32-51 52-100


(kehalusan)
Pore Kecil Besar Sangat besar

0-19 20-39 40-100


(pori)
Spot Sedikit Banyak noda Sangat banyak
(noda)
noda
0-19 20-39 40-100

Wrinkle Tidak berkerut Berkerut Berkerut parah

0-19 20-52 53-100


(kerutan )

2.8. Hipotesis
a. Ekstrak sari buah kiwi (Actinidia Deliciosa) dapat diformulasikan dalam
bentuk sediaan
gel.
b. Perbedaan konsentrasi pada ekstrak sari buah kiwi (Actinidia
Deliciosa) dalam dapat memberikan efek yang berbeda pada kulit
wajah.
2.9. kerangka Teori

Buah kiwi

(Actinidia deliciosa) Karakterisasi

Ekstrak Buah kiwi


(Actinidia deliciosa) Maserasi
Dengan pelarut etanol 96%

Ekstra kbuah kiwi


(Actinidia deliciosa) Skrining Fitokimia
Dengan konsenterasi 1%.
3%,dan 5%

Pemeriksaan Mutu Fisik sediaan


1. Flavonoid
2. Tanin
3. Terpenoi d
2.10. Kerangka Konsep

Ekstrak buah kiwi 1. Warna, Bentuk, Bau


Blanko
2. Kasar/Halus
 1% Formulasi Sediaan
3. Dapat Menimbulkan
 3% Gel dari ekstrak perasan
buah kiwi Iritasi/tidak
 5%
 Kontrol Positif
4. Asam/basa

1. Uji Organoleptik
2. Uji Homogenitas
3. Uji Iritasi
4. Uji PH
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini dilakukan secara eksperimental, yang meliputi
pengumpulan bahan tumbuhan, identifikasi tumbuhan, pembuatan simplisia,
pembuatan ekstrak, pembuatan sediaan gel ekstrak sari buah kiwi (actinidia
deliciosa) dengan konsentrasi 1%, 3% dan 5%, Pengujian yang dilakukan
berupa uji organoleptik, uji homogenitas, uji iritasi terhadap sukarelawan dan
uji pH.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Sediaan Farmasi,
Laboratorium Kimia Organik di Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu yang digunakan kurang lebih 3 bulan. 1 bulan untuk
pengumpulan sampel dan pengolahan sampel, 2 bulan untuk pembuatan
formulasi dan pengujian kepada sukarelawan.
3.3 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas
(pyrex), pH meter (HANNA), mortir dan stamper, beaker glass, gelas ukur,
timbangan digital, penangas air (water bath), cawan penguap, sudip, batang
pengaduk, pipet tetes, wadah, kertas perkamen
3.4 Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan gel pelembab ini adalah sari buah
strawberry, Na CMC, Gliserin, TEA, Natrium Metabisulfit, Parfume dan
Aquadest.
3.5. Sukarelawan
Ditjen POM (1985) mencantumkan kriteria sukarelawan yang dijadikan
panel untuk uji iritasi dan penentuan kemampuan sediaan untuk memberi
efek perawatan kulit, adalah sebagai berikut:

30
1. Wanita berbadan sehat.
2. Usia antara 20-30 tahun
3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi.
4. Bersedia menjadi sukarelawan.
3.6. Sampel Tumbuhan
3.6.1. Pengambilan Bahan
Pengambilan bahan dilakukan secara purposif yaitu tanpa
membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan
tumbuhan yang digunakan adalah dbuah kiwi yang berukuran sedang, dan
bersih dan diperoleh dari supermarket di Tebing tinggi.
3.6.2. Pengolahan sampel
Sari buah kiwi yang diperoleh dari 3 kg bagian buah strawberry
adalah sebanyak 4000ml tanpa penambahan air. Dalam penelitian ini, peneliti
hanya menggunakan 500 ml sari buah kiwi. Setelah sari dikentalkan diatas
penangas air (waterbath), diperoleh sari kental kiwi sebanyak 200 ml.
3.6.3. Pembuatan ekstrak sari buah kiwi
Pembuatan ekstrak sari buah kiwi (Actinidia Deliciosa) dicuci hingga
bersih dan dilakukan secara maserasi dengan pelarut etanol 96 %. Sebanyak
500ml simplisia sari buah kiwi dimasukkan ke dalam wadah kaca,
ditambahkan etanol 96 % tutup, Setelah sari dikentalkan diatas penangas air
(waterbath), diperoleh sari kental kiwi sebanyak 200 ml. lalu dipisahkan
menjadi tiga bagian, dan digunakan pada tiga variasi konsentrasi. Pindahkan
ke dalam bejana tertutup, biarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya.
Hasil yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator sampai sebagian
besar pelarutnya menguap dan dilanjutkan proses penguapan di atas penangas
air sampai diperoleh ekstrak kental (Depkes, R.I., 1979).
3.7. Penentuan Mutu Fisik Sediaan
3.7.1. Uji Organoleptik
Hasil uji organoleptik menunjukkan semua sediaan gel telah dibuat
berbentuk setengah padat dengan aroma khas buah strawberry. Semakin
tinggi konsentrasi sari buah strawberry, semakin kuat aroma khas buah
strawberry yang tercium, sementara basis gel yang dihasilkan hampir tidak
berbau. Warna yang dihasilkan oleh gel sari buah strawberry dari semua
variasi konsentrasi yaitu 1%, 3% dan 5% berwarna coklat muda sampai
coklat tua sementara basis gel menghasilkan warna yang jernih.
3.7.2. Uji homogenitas
Hasil uji homogenitas menunjukkan semua sediaan gel yang
dihasilkan yaitu basis gel, gel sari buah strawberry konsentrasi 1%, 3% dan
5% homogen yang ditandai dengan tidak adanya butiran kasar.
3.7.3 Uji Iritasi
Menurut Wasitaatmadja (1997), uji iritasi kulit dilakukan untuk
mencegah terjadinya efek samping terhadap kulit. Hasil uji iritasi terhadap
kulit sukarelawan di atas menunjukkan bahwa semua sukarelawan
memberikan hasil negatif terhadap parameter reaksi iritasi pada semua
sediaan gel yaitu 1%, 3% dan 5%.
3.7.4. Uji pH
Hasil uji pH menunjukkan semua gel yang dihasilkan memenuhi
kriteria pH kulit yaitu dalam interval 4,5-7. Hal ini sesuai dengan yang
diharapkan, yaitu pH berada pada rentang pH normal kulit yaitu antara 4.5 -7
(Swastika dkk., 2013). Sediaan topikal diharapkan memiliki pH yang berada
pada pH kulit normal dikarenakan jika pH terlalu basa akan mengakibatkan
kulit bersisik, sedangkan jika kulit terlalu asam dapat memicu terjadinya
iritasi kulit (Swastika dkk., 2013).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian


Pada penelitian ini telah dilakukan secara eksperimental, didapat buah kiwi segar
dari supermarket irian di Tebing tinggi sebanyak 3 kg, menghasilkan daging yang telah
dipisah dari dkulit buah kiwi dengan berat 2,97 kg, dilakukan pencucian buah lalu buah
kiwi di blender halus, dilakukan maserasi pada simplisia buah kiwi menggunakan etanol
96% sebanyak 2.000 mL selama 5 hari dan dilakukan pengadukan secara rutin setiap
harinya. Dihari ke 5 ekstrak disaring lalu hasil maserasi disimpan dalam wadah kaca
tertutup rapat, kemudian dilakukan remaserasi pada ampasnya dengan etanol 96%
sebanyak 1.000 mL selama 2 hari dan diaduk setiap harinya. Setelah 2 hari remaserasi
disaringan dan hasilnya dicampurkan pada hasil maserasi, hasil ekstraksi kemudian
dikentalkan menggunakan rotary evaporator menghasilkan ekstrak kental berwarna coklat
sebanyak 20 gr. Dari banyaknya hasil maserasi yang didapat yaitu 500 mL menghasilkan
rendemen 3,4%. Sebanyak 10 g ekstak kental habis terpakai untuk orientsi, 7 g ekstrak
kelntal terpakai untuk penelitian dan tersisa 3 g ekstrak kental yang tidak terpakai.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan yaitu pembuatan formulasi gel
menggunakan ekstrak etanol buah kwi diperoleh hasil sebagai berikut :
4.1.1. Hasil Pembuatan Sediaan Gel
Sediaan gel dibuat dengan menggunakan beberapa komponen diantaranya : Na
CMC, gliserin, TEA, Natrium Metasulbifit, Parfume, Aquadestdan ekstr ak etanol sari
buah kiwi yang di formulasikan dengan konsentrasi F0 (tanpa ekstrak), F1 (1%), F2 (3%)
dan F3 (5%) menghasilkan lip cream yang berwarna coklat.

4.1.2. Hasil Uji Organoleptis


Hasil pengamatan organoleptis yang diamati secara visual dengan panca indra
pada warna, aroma dan tekstur dari sediaan gel ekstrak etanol sari buah kiwi dapat dilihat
pada
Tabel 4.1

Formulasi Warna Aroma Tekstur

F0 Putih Susu Vanilla Semi Solid


F1 Coklat Muda Vanilla Semi Solid
F2 Coklat Vanilla Semi Solid
F3 Coklat Vanilla Semi Solid
F4 Coklat Tua Vanilla Semi Solid

33
4.1.3. Hasil Uji Homogenitas
Hasil uji homogenitas terhadap sediaan gel ekstrak etanol sari buah kiwi dengan
mengoleskan sediaan gel pada sekeping kaca objek glass transparan dapat dilihat pada
Tabel 4.2.

Formula Pengamatan Homogenitas

F0 Homogen
F1 Homogen
F2 Homogen
F3 Homogen
F4 Homogen

4.1.4. Hasil Uji Iritasi


Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan sediaan gel ekstrak sari buah kiwi
yang dioleskan pada kulit yang tipis seperti pada belakang telinga dibiarkan selama 24
jam dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Reaksi Panelis

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kulit Kemerahan - - - - - - - - - -
Kulit Gatal-gatal - - - - - - - - - -
Kulit Bengkak - - - - - - - - - -

4.1.5. Hasil Pengujian pH


Hasil pengukuran pH yang dilakukan dengan menggunakan pH meter yang telah di
netralkan pada pH asam dan pH basa dapat dilihat pada tabel 4.4
Pengujian PH Formula

F0 F1 F2 F3 F4
Replikasi I 6,9 4,9 4,7 4,5 6,9
Replikasi II 6,9 4,9 4,6 4,5 7,0
Replikasi III 6,9 4,9 4,7 4,5 7,0

Rata-Rata 6,9 4,9 4,6 4,5 6,9

4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti pembuatan
Formulasi Gel Ekstrak Etanol Kulit Sari Buah Kiwi Sebagai Pelembab wajah maka
pembahasanya adalah ekstrak kental yang dihasilkan yakni berwarna coklat. Maka dari
itu formulasi gel ekstrak etanol sari buah kiwi yang dihasilkan berwarna warna
kecoklatan. Pada penelitian ini pembuatan ekstrak etanol sari buah kiwi dilakukan dengan
cara maserasi menggunakan etanol 96%. Pelarut etanol 96% lebih aman digunakan pada
kulit dan etanol dengan konsentrasi 96% sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan
aktif seperti Flavonoid, Tannin, Saponin dan Alkaloid yang optimal, dimana bahan
pengganggu hanya skala kecil yang turut kedalam cairan pengekstrasian. Berdasarkan
hasil pengujian yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya hasil pembuatan
formulasi sediaan gel dan formulasi sediaan lipstik menggunakan ekstrak sari buah kiwi
menghasilkan formulasi sediaan yang baik dan memberikan hasil warna yang menarik.
Maka dari itu penelitian ini menjadi dasar pembuatan formulasi gel ekstrak etanol sari
buah kiwi sebagai pelembab wajah, dimana telah dilakukan penelitian sebelumnya bahwa
buah kiwi memiliki antioksidan yang lebih tinggi. Setelah dilakukannya pembuatan
formulasi gel ekstrak etanol buah kiwi dengan konsentrasi 1%, 3% dan 5%, kemudian
dilakukan uji karakteristik yang terdiri dari uji organoleptis, homogenitas, uji iritasi, dan
uji pH.
4.2.1. Uji Organoleptis
Pengujian organoleptis sediaan untuk mendeskripsikan warna, aroma dan tekstur
menggunakan panca indra. Berdasarkan hasil uji organoletis terhadap 4 sediaan gel
ekstrak etanol sari buah kiwi dan salah satunya tanpa ekstak (blanko) didapat bahwa
sediaan memiliki warna putih susu pada blanko, warna coklat muda pada konsentrasi 1%,
warna coklat pada konsentrasi 3% dan warna coklat pada konsentrasi 5%. Sedangkan
pada aroma sediaan semua berar gel aroma vanilla karna diberi tambahan parfum vanilla
dan tekstur pada semua sediaan gel yang telah dibuat menunjukkan tekstur yang baikserta
homogen. Homogenitas Homogenitas adalah faktor penting yang menyatakan tolak ukur
kualitas sediaan gel karena zat aktif yang digunakan berupa ektrak yang harus
terdistribusi merata dalam sediaan gel agar dapat memberikan efek yang maksimal,
diamati dengan cara mengoleskan sediaan pada sekeping kaca transparan. Berdasarkan
hasil pengujian homogenitas terhadap sediaan gel sari buah kiwi menunjukan bahwa
semua sediaan tidak memperlihatkan adanya butiran-butiran kasar pada saat sediaan
dioleskan pada kaca objek glass. Hal ini menunjukan bahwa sediaan yang dibuat
memiliki susunan yang homogen, mengenai hasil pengaruh pewarna ekstrak sari buah
kiwi terhadap sediaan gel.
4.2.2. Homogenitas
Homogenitas adalah faktor penting yang menyatakan tolak ukur kualitas sediaan
gel karena zat aktif yang digunakan berupa ektrak yang harus terdistribusi merata dalam
sediaan gel agar dapat memberikan efek yang maksimal, diamati dengan cara
mengoleskan sediaan pada sekeping kaca transparan. Berdasarkan hasil pengujian
homogenitas terhadap sediaan gel ekstrak sari buah kiwi menunjukan bahwa semua
sediaan tidak memperlihatkan adanya butiran-butiran kasar pada saat sediaan dioleskan
pada kaca objek glass. Hal ini menunjukan bahwa sediaan yang dibuat memiliki susunan
yang homogen, hasil yang telah didapat sesuai dengan hasil penelitian Maisyarah S, 2017
mengenai pengaruh pewarna ekstrak terong belanda terhadap sediaan gel.
4.2.3. Iritasi
Berdasarkan hasil uji iritasi terhadap 20 penelis yang dilakukan dengan cara
mengoleskan gel di belakang telingan dan diberi tanda lingkaran untuk memastikan
sediaan yang telah di oleskan tidak dihapus selama pengamatan berlangsung / selama 24
jam. Setelah 24 jam pengamatan area pengujian iritasi dibersihkan dan diamati. Telah
disimpulkan bahwa sediaan lip cream yang di formulasi aman untuk digunakan karena
memberikan hasil yang negative terhadap kemerahan, gatal-gatal, dan bengkak pada kulit
sukarelawan, hasil yang telah didapat dilakukan sesuai dengan hasil penelitian Maisyarah
S, 2017 mengenai pengaruh pewarna ekstrak terong belanda terhadap formula sediaan
gel.
4.2.4. pH
Berdasarkan hasil pengujian pH pada sediaan lip cream ekstrak kulit buah terong
belanda menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi yang diformulasikan maka akan
semakin turun angka pH yang didapat, dengan konsentrasi F0 memiliki pH yang paling
tinggi yaitu 6,9, F1 memiliki pH 4,9, F2 memiliki pH 4,6, dan pada F3 memiliki pH
terendah yaitu 4,5. Formula lip cream ekstrak sari buah kiwi telah memenuhi syarat pH
fisiologis kulit wajah yaitu berkisar 4,5-7,0. pH fisiologis kulit wajah yaitu 4,5-7,0,
sedangkan hasil uji pH gel dari berbagai konsentrasi berkisar 4,5-7. Kesesuaian nilai kulit
wajah dan gel mempengaruhi penerimaan kulit terhadap gel. Dari hasil ini dapat diketahui
bahwa sediaan gel ini aman pada pemakaian kulit wajah. Nilai pH yang telah didapat
sesuai dengan hasil penelitian Wahyuni H, Hanum T, Mirhadi mengenai pengaruh
kopigmentasi terhadap stabilitas warna antosianin ekstrak sari buah kiwi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Sediaan gel ekstrak etanol sari buah kiwi yang dihasilkan adalah berwarna coklat
dan dapat diformulasikan dalam sediaan gel.
2. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol sari buah kiwi yang diformulasikan
pada sediaan gel maka warna yang dihasilkan semakin kecoklatan, tekstur yang
semakin cair dan semakin tinggi konsentrasi angka pH yang di hasilkan semakin
menurun. Pengujian stabilitas pada sediaan gel formula F1 mengalami perubahan
pada tekstur yang tidak homogen lagi.
5.2. Saran
Saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menggunakan hasil fraksi etanol
sebagai pewarna alami dan mengkombinasikan dengan pewarna sitesis yang lebih
aman digunakan agar sediaan gel pun menarik.
2. Disarankan pula pada penelitian selanjutnya untuk memanfaatkan ekstrak sari
buah kiwi pada formulasi sediaan lain seperti masker wajah dan hand body.

38
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV


diterjemahkan oleh Ibrahim, F. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia Press.
Aramo. 2012. Skin and hair diagnosis system. Sungnam: Aram Huvis Korea
Ltd. Hal 2-5
Barel, A. O., M. Paye, and H. I. Maibach. 2009. Handbook of Cosmetic
Science and Technology. Third Edition. New York: Informa
Healthcare USA, Inc. Pp. 233, 261-262.
DepartemenKesehatan RI., 1995.
FarmakopeedisiIV : Jakarta.
DepartemenKesehatan RI., 2014.
FarmakopeedisiV : Jakarta.
Depkes RI. 1995. Materia Medika Indonesia, Vol VI. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Direktorat
Pengawasan Obat Tradisional. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Ditjen POM 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ke III. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Hal.639.
Ditjen POM. 1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta. Departemen
Kesehatan RI. Hal.22, 356.
Harborne, J. B. 1984. Phytochemical Methods, 2nd Edition. London :
Chapman and Hall Publications.
Harborne, J. B. 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganilisis
Tumbuhan.
Terbitan Kedua. Bandung: ITB
Harborne, J. B. 1984. Phytochemical Methods, 2nd Edition. London :
Chapman and Hall Publications.
Harborne, J. B. 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganilisis
Tumbuhan.
Terbitan Kedua. Bandung: ITB
Karmilah., dan Nirwati, R. 2018. Formulasi dan uji efektivitas masker peeloff
pati jagung (Zea mays sacchrata) sebagai perawatan kulit wajah.
Jurnal Ilmiah Manuntung. 4(1). Hal 59- 60.
Liang, C.F., Ferguson, A.R. (2010). http://en.wikipedia.org/kiwifruit. Diakses
tanggal:29 Maret 2010.
Lumenta, Nico A., Dkk. 2006. Kenali Jenis Penyakit dan Cara
Penyembuhannya : Manajemen Hidup Sehat. PT Elex Media
Komputindo. Jakarta Selatan.
Rowe, R., Sheskey, P., & Quinn, M. (2009). Handbook of Pharmaceutical
Excipients.
Pharmaceutical Press (Sixth Ed.). London: Pharmaceutical Press.
Rowe, Raymond C., Sheskey, Paul J., and Quinn, Marian E. 2009. Handbook
of Pharmaceutical Exipients. Six Edition. London : Pharmaceutical
Press. P. 283-285, 326-328, 441-443, 564-565, 596-597.
Tranggono, R.I., dan F. Latifah. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik. PT. Gramedia. Jakarta.
Wasitaatmadja, S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta:
Universitas Indonesia. Hal., 62-63, 111-112.
Widyastuti, A. 2013. Buah-buah dahsyat untuk kulit cantik dan sehat.
Jogjakarta: Flashbooks. Halaman8-10
Wijesekara, R. O. B. 1991. Illustrated edition: The Medicinal Plant Industry.
Boca Raton : CRC Press.
Wirakusuma, 2000.Cantik dan Bugar Denngan Ramuan Nabati. Jakarta, PT Penebar
Swadaya.
Yahya, H. 2003. Sistem Kekebalan Tubuh dan Keajaiban di Dalamnya.
Bandung: Dzikra. Hal. 40-42.

Anda mungkin juga menyukai