Biofar Kelompok G
Biofar Kelompok G
NAMA ANGGOTA :
1. Annisa Khairina 1811015220002
2. Jariyah Amilia 1811015220017
3. Nahdiya Rahmah 1811015320016
4. Nani Musyifa Nasrullah1811015220011
Keterangan:
1. Bagian bawah rektum
2. Bagian tengah rektum
3. Bagian atas rektum
4. Anal Verge
Pada gambar di atas, terlihat perbedaan terkait rata-rata konsentrasi obat diazepam 10 mg di
dalam plasma pada waktu tertentu dengan berbagai rute pemberian yaitu melalui intravena (IV),
rectal solution, intramuskular (IM), tablet (oral) , dan supositoria. Sediaan rectal solution
mempunyai onset yang paling cepat mengalami peningkatan dibandingkan supositoria dan
pemberian lain, serta rata-rata kadar obat dalam plasmanya stabil dari menit ke 15 hingga 100
yaitu ±300 ng/mL. Sedangkan pada sediaan supositoria yang juga diberikan melalui rektal, onset
obat baru muncul pada menit ke 20 dan stabil pada menit ke 60-100. Pada pemberian IV, rata-
rata kadar obat dalam plasma awalnya memang tinggi (±600 ng/mL), tetapi terus mengalami
penurunan seiring berjalannya waktu. Pemberian IM dan tablet (oral) mempunyai rata-rata kadar
obat dalam plasma yang hampir sama, yaitu mulai mengalami peningkatan pada menit ke 15
hingga 40, kemudian stabil hingga menit ke 100.
Pada data bioavailabilitas atau ketersediaan hayati Lidocaine di sistemik, data rute intravena
(100%) dari percobaan diambil sebagai referensi di kedua kasus (oral dan rektal). Rata-rata %
bioavailabilitas untuk rute oral didapatkan nilai yaitu 34% sedangkan untuk rute rektal yaitu
71%. Jadi, dapat disimpulkan jika ketersediaan hayati Lidocaine di sistemik setelah pemberian
melalui rektal akan lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian melalui oral, karena % nilai
rata-rata ketersediaan hayati dari rute rektal itu 2 kali lebih tinggi dari nilai %rata-rata
ketersediaan hayati oleh rute oral. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena pemberian obat pada
rute rektal tidak perlu mengalami first-pass metabolism, sehingga kadar obat setelah pemberian
melalui rute rektal lebih tinggi.
5. Jelaskan pengaruh ukuran partikel dan koefisien partisi pada transfer zat aktif pada
cairan rektum?
Jawab : Ukuran partikel dan koefisien partisi akan memengaruhi profil bioavailabilitas.
Semakin kecil ukuran partikel, maka luas permukaan akan meningkat dan semakin cepat
pula proses absorpsinya (Ansel, 2011). Misalnya, pada sediaan suppositoria pelepasan obat
terjadi saat suppositoria larut atau meleleh ke permukaan mukosa dimana molekul obat akan
berdifusi keluar. Pada obat yang terdispersi (tidak larut) dalam basis suppositoria cenderung
akan meninggalkan bentuk sediaan dan larut dalam cairan fisiologis. Sehingga, obat yang
hidrofilik cenderung memiliki pelepasan yang baik dalam basa lipofilik sedangkan obat
lipofilik memiliki pelepasan yang lebih baik dalam basa hidrofilik (Hua, 2019).
6. Pemilihan Basis:
Bagaimana jika terjadi interaksi antara basis dan obat yang menghambat pelepasan
obat?
Jawab : Apabila terjadi interaksi antara basis dan obat yang menghambat pelepasan obat,
maka penyerapan obat akan terganggu (Ansel, 2011). Sehingga untuk mencegah hal tersebut
bisa dilakukan pengembangan dan modifikasi sediaan seperti suppositoria tipe berongga
yang dapat meningkatkan penyerapan berbagai obat. Dengan adanya modifikasi sediaan ini
dapat bermanfaat dalam mengontrol dosis obat, memungkinkan terjadinya pertukaran obat
secara mudah, serta mencegah interaksi antara basis dan obat (Hua, 2019).
Bagaimana jika basis mengiritasi membran mukosa rektum ?
jawab : untuk pemilihan basis yaitu yang memiliki sifat harus dapat mencair. melunak atau
melarut supaya melepaskan kandungan obatnya untuk diabsorbsi. Apabila terjadi interaksi
obat-basis maka absorbsi obat bisa terganggu. Bila basis mengiritasi membran mukosa
rektum maka akan mendorong respon kolon untuk buang air besar sehingga mengurangi
kemungkinan pelepasan dan absorbsi obat. Absorpsi obat pada rektum antara lain
dipengaruhi jumlah obat dalam bentuk terabsorpsi pada ruang rektum. Basis yang tidak
teremulsi, dipengaruhi oleh daerah kontak antara masa melebur dan mukosa rektal.
Penambahan surfaktarl dapat meningkatkan kemampuan masa melebur untuk menyebar dan
cenderung meningkatkan absorbsi (Fatmawaty et al., 2015).
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C., L.V. Allen, N.G. Popovich. 2011. Ansel’ s Pharmaceutical Dosage Forms and
Drug Delivery Systems (9 th ed). Lippincott Williams and Wilkins, Baltimore.
Astuti, F. 2008. Pengaruh Kombinasi Basis Polietilenglikol 1000 Dan Polietilenglikol 6000
Terhadap Sifat Fisik Dan Pelepasan Asam Mefenamat Pada Sediaan Supositoria.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Braddy, E. J. 2008. Kimia Universitas Asas & Strukur Jilid 2. Binarupa Aksara, Tangerang.
Eman, G., M. Mokhtar, H. E. Ghamry & F. Ghazy. 2012. Sustained Release Rectal Suppositories
as Drug Delivery Systems for Atenolol. Journal of American Science. 8: 323-332.
Fatmawaty, A., M. Nisa & R. Riski. 2015. Teknologi Sediaan Farmasi. Penerbit Deepublish,
Yogyakarta.
Hua, S. 2019. Physiological and Pharmaceutical Considerations for Rectal Drug Formulations.
Front Pharmacol. 10 : 1196.
Kuntoadi, G. M. 2019. Buku Ajar Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa APIKES. Panca Terra
Farma, Jakarta.
Leonhardt, H. 1996. Atlas dan Buku Teks Anatomi Manusia. EGC, Jakarta.
Tjay, T. H & K. Rahardja. 2015. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek
Sampingnya. Gramedia, Jakarta.
Tortora, G. J., & B. Derrickson. 2019 Principles of Anatomy and Physiology. John Wiley &
Sons, USA.