Anda di halaman 1dari 1

Epidemiologi 

ebola virus disease (EVD) tersebar di sekitar wilayah Afrika, seperti  yakni Republik
Demokratik Kongo, Uganda, Guinea, Liberia, Sierra Leone, dan Nigeria.
Global
Pertama kali infeksi virus Ebola dilaporkan pada tahun 1976 di dekat sungai Ebola, sekarang disebut
Republik Demokratik Kongo. Pada bulan Juli 2019, WHO menyatakan kondisi darurat terkait wabah EVD
di Republik Demokratik Kongo dan Uganda. Di negara Kongo, EVD mewabah di provinsi Kivu Utara dan
Ituri dengan total kasus sejak 1 Agustus 2018 sampai 12 Januari 2020 sebanyak 3.280 kasus terkonfirmasi,
118 kasus probable, dan 2.235 kasus kematian. [6,7]
Sejak Juni 2019, ada 4 kasus EVD menyebar hingga Uganda. Kemudian, beberapa negara di Afrika
melaporkan penyakit ini secara sporadik.[6,7]
Indonesia
Di Indonesia, hingga saat ini tidak ditemukan kasus ebola. Hal ini karena tidak terdapat penerbangan
langsung dari dan ke negara-negara di Afrika Barat, sehingga kemungkinan kecil Indonesia terpapar ebola.
Namun, tetap diterapkan pengawasan ketat di pintu masuk negara karena mengingat masa inkubasi
penyakit selama 6-21 hari.[6-8]
Mortalitas             
Case Fatality Rate (CFR) penyakit EVD tinggi, yaitu berkisar 50−90%. Tingkat kematian paling tinggi
pada infeksi virus spesies Zaire ebolavirus, yaitu mencapai 90%. Penyebab kematian biasanya karena syok
hipovolemik atau kegagalan multiorgan.[6-8]
Diagnosis ebola virus disease (EVD) sulit ditegakan jika hanya melihat gejala dan tanda berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Diagnosis pasti diperlukan pemeriksaan penunjang, yaitu uji ELISA
(antigen-capture-enzyme-linked-immunosorbent assay), PCR (polymerase chain reaction), dan antibodi
IgM-IgG untuk mendeteksi virus ebola.
Anamnesis
Dari anamnesis, pasien umumnya mengeluhkan gejala infeksi virus, seperti demam, sakit kepala, nyeri
otot, nyeri perut, fatigue, mual, muntah, dan diare. Tanda pendarahan juga dapat dikeluhkan,
misalnya epistaksis, konjungtiva hemoragik, dan gusi berdarah.[1,2]
Pertanyaan penting saat anamnesis pasien yang terinfeksi EVD adalah apakah mempunyai riwayat
berkunjung ke daerah endemis Afrika Barat. EVD dicurigai dapat menularkan seseorang yang berkunjung
ke daerah endemis selama rata-rata 8‒10 hari, dan gejala akan muncul 6‒21 hari setelah kunjungan.[1,2]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien EVD akan tampak sakit sedang/berat, demam, nyeri tekan abdomen, konjungtiva
hemoragik, dan lesi kulit seperti hematoma, purpura, atau petekie. Dapat ditemukan juga tanda dehidrasi,
seperti mulut kering, turgor kembali lambat, mata cekung dan kering, serta takikardia.[1,2]
Diagnosis Banding
Gejala infeksi awal dapat menyerupai berbagai penyakit infeksi lainnya, seperti influenza, malaria, tifoid,
hepatitis fulminan, sepsis, atau salmonellosis non typhoid.  Gejala dan tanda klinis tidak dapat
membedakan EVD dengan penyakit lain, diperlukan pemeriksaan penunjang yang mendukung.[1,2]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik untuk mengonfirmasi EVD disesuaikan dengan durasi pasien terinfeksi, yaitu:
 Pada rentang waktu setelah terinfeksi dapat dilakukan tes diagnostik antigen ELISA, IgM ELISA,
atau PCR
 Pada tahap akhir atau setelah pemulihan dapat dilakukan tes antibodi IgG dan IgM
 Pada jenazah pasien dapat dilakukan tes Immunohistochemistry  dan PCR[1,2,9]
WHO merekomendasikan tes diagnostic automatic  atau semi-automated nucleic acid tests  (NATs) sebagai
pemeriksaan diagnostik baku emas. Untuk skrining masyarakat dapat dilakukan tes deteksi antigen atau
antibodi cepat. Saat hasil tes cepat reaktif, maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan diagnostik baku
emas untuk menegakan diagnosis ebola.[2

Anda mungkin juga menyukai