Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Konsep Penyakit


1.1.1 Definisi
Syok kardiogenik adalah syok yang diakibatkan atau disebabkan oleh
tidak kuatnya perfusi jaringan akibat dari kerusakan fungsi ventrikel kiri.
Syok kardiogenik terjadi ketika jantung tidak mampu mempertahankan
kardiak output yang cukup untuk perfusi jaringan. Hal ini biasanya muncul
setelah adanya penyakit infark miokardial (Manurung, 2016).
Kardiogenik syok adalah keadaan menurunnya cardiac output dan
terjadinya hipoksia jaringan sebagai akibat dari tidak adekuatnya volume
intravaskular. Kriteria hemodiamik hipotensi terus menerus (tekanan darah
sistolik < 90 mmHg lebih dari 90 menit) dan bekurangnya cardiac index
(<2,2/menit per m2) dan meningginya tekanan kapiler paru (>15 mmHg).
Sebagian besar disebabkan oleh infark miokardial akut (Marya R.K, 2013).
Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan sindrom
klinis yang kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan
manisfestasi hemodinamika yang bervariasi ; tetapi petunjuk yang umum
adalah tidak memadainya perfusi jaringan ketika kemampuan jantung untuk
memompa darah mengalami kerusakan. Curah jantung merupakan fungsi baik
untuk volume sekuncup maupun frekuensi jantung. Jika volume sekuncup dan
frekuensi jantung menurun atau menjadi tidak teratur, tekanan darah akan
turun dan perfusi jaringan akan terganggu. Bersama dengan jaringan dan organ
lain mengalami penurunan suplai darah, otot jantung sendiri menerima darah
yang tidak mencukupi dan mengalami kerusakan perfusi jaringan
(Muttaqin, 2012).
Keadaan hipoperfusi ini memperburuk penghantaran oksigen dan zat-
zat gizi, dan pembuangan sisa-sisa metabolic pada tingkat jaringan.
Hipoksia jaringan akan menggeser metabolisme dan jalur oksidatif ke jalur
anaerobic, yang mengakibatkan pembentukan asam laktat. Kekacauan
metabolism yang progresif menyebabkan syok menjadi berlarut-larut, yang
pada puncaknya akan menyebabkan kemunduran sel dan kerusakan
multisystem (Muttaqin, 2012).
Pendapat lain mengatakan bahwa syok kardiogenik adalah kelainan
jantung primer yang menyebabkan kelainan fungsi jaringan yang tidak
cukup untuk mendistribusi bahan makanan dan mengambil sisa
metabolisme. Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan oleh
ketidakadekuatan perfusi jaringan akibat dari kerusakan fungsi ventrikel.
Syok kardiogenik adalah ketidakmampuan jantung mengalirkan cukup
darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme, akibat dari
gangguan fungsi pompa jantung (Aspiani, 2015).
1.1.2 Etiologi
Menurut Manurung (2016) etiologi syok kardiogenik:
1. Koroner
Syok kardiogenik koroner lebih sering dan tampak paling sering terjadi
pada pasien dengan infark miokard.
2. Non Koroner
a. Tamponade jantung
b. Embolisme pulmonal
c. Kardiomiopati
d. Kerusakan katup
e. Disritmia
1.1.3 WOC
Kerusakan Jantung

Penurunan curah jantung

Menurunnya tekanan darah arteri ke organ vital

Penurunan Penurunan aliran Arteri serebral


aliran darah ke darah ke arteri
arteri abdominal koroner
Hipoksia otak

Kerusakan Saluran Ginjal Suplai O2 ke


hati cerna miokardiun Konfusi dan agitasi
Penurunan
Gangguna Nekrosis haluaran Meningkatkan Gangguan kesadaran
fungsi hati hemoragik urine beban kerja
usus besar miokardium
Oliguria dan kebutuhan Penimbunan asam
Peningkatan laktat
Cidera O2
enzim hati.
usus besar Merangsang reseptor
 SGOT Na nyeri
 SGPT berkurang Nyeri dada
Metabolis
 Hipoksia sejalan anaerob
hati dengan
penurunan
GFR Miokardium
Penimbunan
cairan pada usu tidak dapat
dan absorbsi mempertahankan
Peningkatan cadangan fosfat
bakteri dan BUN dan
endotoksin berenergi tinggi
kreatinin (ATP) dalam
dalam sirukulasi
keadaan normal
Nekrosis tubular akut

Gagal ginjal akut Kontraksi


ventrikel semaki
terganggu

Kontraksi
ventrikel semaki
terganggu

Kerusakan lebih
lanjut
Penurunan kontraktilitas jantung

Penurunan curah jantung dan


Penurunan tekanan arteri peningkatan tekanan akhir diastolic
ventrikel kiri

Merangsang baroreseptor pada


Kongesti paru dan edema
aorta dan sinus karotik  Penurunan tekanan
darah
 Nadi cepat dan
Vasokontriksi Sindrom distress
lemah
dan takikardia pernapasan :
 Distritmia jantung  Takipnea
 Dispnea
 Ronki
Diagnosa
keperawatan :
Diagnosa Intoleransi
keperawatan : Diagnosa
Penurunan curah aktivitas keperawatan :
jantung Gangguan
pertukaran gas
Sumber: Muttaqin, Arif. (2012)

1.1.4 Manifestasi Klinis


Menurut Manurung (2016) tanda dan gejala syok kardiogenik:
1. Kulit pucat dan dingin
2. Denyut nadi menurun
3. Hipotensi
4. Nyeri dada
5. Gelisah
6. Ansietas
7. Penurunan curah jantung
8. Takikardia
9. Distress pernafasan
10. Perubahan tingkat kesadaran: apatis, letargi, setengah sadar, koma.
1.1.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan langkah pertama dalam
mendiagnosa syok kardiogenik adalah dengan mengidentifikasi apakah
pasien tersebut benar-benar dalam keadaan syok. Pada waktu tersbut,
penatalaksanaan emergensi harus segera dilakukan. Kemduian
diidentifikasi penyebab syok tersebut. Jika penyebab terjadinya syok
karena jantung tidak dapat memompa darah secara adekuat, berarti
diagnosisnya merupakan syok kardiogenik. Prosedur untuk mendiagnosa
yok dan penyebabnya adalah:
1. Pemeriksaan tekanan darah
Pemeriksaan tekanan darah dilakukan untuk mengetahui apakah pasien
mengalami hiptensi. Ini merupakan tanda ayok yang paling umum.
2. Foto toraks
a. Umumnya normal atau kardiomegali ringan hingga sedang
b. Edema paru intersisial/alveolar
c. Mugnkin ditemukan efusi pleural
3. Elektrokardiogram
a. Umumnya menujukkan infark miokard akut dengan tau tanpa
gelombang Q
b. Electrical alternans menunjukkan adanya efusi perikardial dengan
tamponade jantung
4. Elektrokardiografi
Ekokardiogram menggunakan gelombang usra untuk membentuk
sebuha gambaran jantung. Pemeriksaan ini memberikan informasi
mengenai ukuran dan bentuk jantung dan bagaimana kinerja jantung.
Pemeriksaan ini penting untuk menilai:
a. Hipokinesis berat ventrikel difus atau segmental (bila berasal dari
infark miokard)
b. Efusi pericardial
c. Katup mitral dan aorta
d. Ruptur septum
5. Kateterisasi jantung
a. Umumnya tidak perlu kecuali pad aksus tertentu untuk mengetahui
anatomi pembuluh darah koroner dan fungsi ventrikel kiri untuk
persiapan bedah pintas krooner atau angioplastu koroner
transluminal perkutan.
b. Untuk menunjukkan defek mekanik pada septum ventrikel atau
regurgitasi mitrala kiabat disfungsi atau ruptur otot papilaris.
6. Cardiac Enzyme Test
Ketika sel jantung ada yang mengalami kematian, maka tubuh akan
mengelurakan enzim ke darah. Enzim tersebut disebut biomarker.
Pemeriksaan enzim ini dapet menunjukkan apakah jantung mengalami
kerusakan.
7. Tes darah
a. Pemeriksaan gas darah arteri  pemeriksaan ini mengukur kadar
oksigen, karbon dioksida, dan pH dalam darah.
b. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi beberapa organ, misalnya
ginjal dan hati. Jika organ-organ tersebut tidak bekerja dengan baik,
maka mungkin menunjukkan bahwa organ terebut tidak
mendapatkan suplai nutrisi dan oksigen yang cukup dan hak
tersebut bisa menunjang tanda-tanda terjadinya syok kardiogenik.
1.1.6 Penatalaksanaan
1. Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan
intubasi.
2. Berikan oksigen 8 – 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankan PO2 70 – 120 mmHg.
3. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada
harus diatasi dengan pemberian morfin.
4. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa
yang terjadi.
5. Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik,
(Homenta, 2014).
1.2 Konsep Asuhan Keperawatan
1.2.1 Pengkajian
1. Keluhan Utama
Pasien Shok Kardiogonik mengeluh nyeri pada dada substernal, yang
rasanya tajam dan menekan sangat nyeri, terus menerus dan dangkal.
Nyeri dapat menyebar ke belakang sternum sampai dada kiri, lengan
kiri, leher, rahang, atau bahu kiri. Nyeri kadang-kadang sulit
dilokalisasi dan nyeri mungkin dirasakan sampai 30 menit tidak hilang
dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien Shok Kardiogonik perlu dikaji mungkin pernah mempunyai
riwayat diabetes mellitus, karena diabetes mellitus terjadi hilangnya sel
endotel vaskuler dan berakibat berkurangnya produksi nitri oksida
sehingga terjadi spasme otot polos dinding pembuluh darah
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit jantung keluarga, diabetes mellitus, peningkatan
kolesterol darah, kegemukan, hipertensi, yang beresiko diturunkan
secara genetik berdasarkan kebiasaan keluarganya
4. Pemeriksaan Range Of System (B1-B6)
a. B1 (Breathing)
Gejala: dyspnea dengan atau tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk
dengan atau tanpa produksi sputum,penggunaan bantuan pernafasan
oksigen atau medikasi,riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis
Tanda: takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboret ; penggunaan
otot aksesori pernafasan, nasal flaring, batuk ; kering/
nyaring/nonprodoktik/ batuk terus – menerus,dengan / tanpa
pembentukan sputum: mungkin bersemu darah, merah muda/
berbuih ( edema pulmonal ). Bunyi nafas; mungkin tidak terdengar
dengan crakles dari basilar dan mengi peningkatan frekuensi nafas,
nafas sesak atau kuat, warna kulit; pucat atau sianosis, akral dingin.
b. B2 (Blood)
Gejala: riwayat AMI sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK,
masalah TD, diabetes mellitus.
Tanda: tekanan darah turun <90 mmhg atau dibawah, perubahan
postural dicatat dari tidur sampai duduk berdiri, nadi cepat tidak
kuat atau lemah, tidak teratur, BJ ekstra S3 atau S4 mungkin
menunjukan gagal jantung atau penurun an kontraktilitas ventrikel,
Gejala hipoperfusi jaringan kulit ; dioforesis ( Kulit Lembab ),
pucat, akral dingin, sianosis, vena – vena pada punggung tangan
dan kaki kolaps
c. B3 (Brain)
Ditujukan terhadap adanya keluhan pusing, berdenyut selama tidur,
bangun, duduk atau istirahat dan nyeri dada yang timbulnya
mendadak. Pengkajian meliputi wajah meringis, perubahan postur
tubuh, menangis, merintih, meregang, menggeliat, menarik diri dan
kehilangan kontak mata.
d. B4 (Bladder)
Gejala : Produksi urine < 30 ml/ jam
Tanda : oliguri
e. B5 (Bowel)
Pengkajian harus meliputi perubahan nutrisi sebelum atau pada
masuk rumah sakit dan yang terpenting adalah perubahan pola
makan setelah sakit. Kaji penurunan turgor kulit, kulit kering atau
berkeringat, muntah dan penurunan berat badan.
Refluks hepatojuguler. Pembengkakan hepar terjadi akibat
penurunan aliran balik vena yang disebabkan karena gagal ventrikel
kanan. Hepar menjadi besar, keras, tidak nyeri tekan dan halus. Ini
dapat diperiksa dengan menekan hepar secara kuat selama 30 – 60
detik dan akan terlihat peninggian vena jugularis sebesar 1 cm.
f. B6 (Bone)
Gejala: kelemahan, kelelahan
Tanda: takikardia, dispnea pada istirahat atau aktivitas
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Electrocardiography (elektrokardiografi)
 Elevasi segmen ST dapat terobservasi. Right-sided leads dapat
menunjukkan suatu pola infark ventrikel kanan, yang
mengindikasikan terapi yang berbeda dari terapi untuk
penyebab–penyebab lainnya dari syok kardiogenik.
 Pada pasien karena infark miokard akut dengan gagal ventrikel
kiri (LV failure), gelombang Q (Q waves) dan/atau >2-mm ST
elevation pada multiple leads atau left bundle branch block
biasanya tampak. Lebih dari setengah (> 50%) dari semua
infark yang berhubungan dengan syok adalah anterior. Global
ischemia karena severe left main stenosis biasanya disertai
dengan depresi ST berat (>3 mm) pada multiple leads.
b. Radiografi
Radiografi dada (chest roentgenogram) dapat terlihat normal pada
mulanya atau menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif
akut (acute congestive heart failure), yaitu:
 Cephalization karena dilatasi pembuluh darah-pembuluh darah
pulmoner.
 Saat tekanan diastolik akhir ventrikel kiri (left ventricular end-
diastolic pressures) meningkat, akumulasi cairan interstitial
ditunjukkan secara radiografis dengan adanya gambaran fluffy
margins to vessels, peribronchial cuffing, serta garis Curley A
dan B. Dengan tekanan hidrostatik yang sangat tinggi, cairan
dilepaskan (exuded) ke alveoli, menyebabkan diffuse fluffy
alveolar infiltrates.
 Gambaran foto/rontgen dada (chest x-ray) lainnya yang
mungkin tampak pada penderita syok kardiogenik:
 Kardiomegali ringan
 Edema paru (pulmonary edema)
 Efusi pleura
 Pulmonary vascular congestion
 Ukuran jantung biasanya normal jika hasil syok kardiogenik
berasal dari infark miokard yang pertama, namun membesar
jika ada riwayat infark miokard sebelumnya.
c. Bedside echocardiography
Ini berguna untuk menunjukkan:
 Fungsi ventrikel kiri yang buruk (poor left ventricular function).
 Menilai keutuhan katub (assessing valvular integrity).
 Menyingkirkan penyebab lain syok, seperti: cardiac tamponade.
d. Laboratorium
 Hitung leukosit secara khas meningkat disertai dengan left shift.
 Tidak adanya prior renal insufficiency, fungsi ginjal pada
mulanya normal, namun blood urea nitrogen (BUN) dan
creatinine meningkat secara cepat (rise progressively).
 Hepatic transaminases jelas meningkat karena hipoperfusi hati
(liver hypoperfusion).
 Perfusi jaringan yang buruk (poor tissue perfusion) dapat
menyebabkan anion gap acidosis dan peningkatan (elevation)
kadar asam laktat (lactic acid level).
 Gas darah arteri (arterial blood gases) biasanya menunjukkan
hypoxemia dan metabolic acidosis, dimana dapat dikompensasi
oleh respiratory alkalosis. Petanda jantung (cardiac markers),
creatine phosphokinase dan MB fractionnya, jelas meningkat,
begitu juga troponins I dan T, (Homenta, 2014)
6. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Menurut Reni (2015) penatalaksaan medis syok kardiogenik:
1. Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya
dilakukan intubasi.
2. Berikan oksigen 8-15 liter/menit dengan menggunakan masker
untuk mempertahankan PO2 70-120 mmHg.
3. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang
ada harus diatasi dengan pemberian morfin.
4. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam baa
yang terjadi.
5. Bila mungkin pasang CVP.
6. Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik
Menurut Reni (2015) penatalaksaan keperawatan syok kardiogenik:
1. Prioritas keperawatan diarahkan terhadap;
a. Membatasi permintaan oksigen miokard.
b. Peningkatan pasokan oksigen miokard.
c. Mempromosikan kenyamanan dan dukungan emosi
d. Mempertahankan pengawasan terhadap komplikasi
2. Langkah-langkah untuk membatasi kebutuhan oksigen miokard
meliputi:
a. Pemberian analgesic, sedative, dan agens untuk mengontrol
afterload
b. Posisi pasien untuk kenyamanan
c. Membatasi aktivitas
d. Menyediakan lingkungan yang tenang dan nyaman
e. Memberikan dukungan untuk mengurangi kecemasan
f. Memberikan pemahaman terhadap pasien tentang kondisinya
1.2.2 Diagnosa Keparawatan

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas


miokardial atau perubahan inotropik
2. Gangguan Pertukaran gas berehubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolar
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan Ketidak seimbangan antara
suplai oksigen dan kebutuhan, adanya iskemik atau nekrotik jaringan
miokard

1.2.3 Intervensi Keperawatan


1. Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas miokardial/
perubahan inotropik, Ditandai dengan :Tekanan arterial sistolik < 90
mmHG (hipotensi absolute) atau paling tidak 60 mmHg dibawah tekan
basal ( hipotensi relative ), perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk berdiri, nadi cepat tidak kuat atau lemah, tidak teratur, BJ ekstra
S3 atau S4 mungkin menunjukan gagal jantung atau penurun an
kontraktilitas ventrikel, Gejala hipoperfusi jaringan kulit ; dioforesis (
Kulit Lembab ), pucat, akral dingin, sianosis, vena – vena pada
punggung tangan dan kaki kolaps, Gangguan fungsi mental, gelisah,
berontak,apatis, bingung.penurunan kesadaran hingga koma, Produksi
urine < 30 ml/ jam( oliguri).
Intervensi dan Rasional:
a. Auskutasi TD . Bandingkan kedua tangan dan ukur dengan tidur,
duduk, berdiri jika memngkinkan .
Rasional: Hipotensi dapat terjadi sehubungan dengan difungsi
ventrikel, hipoperfusi miokardia dan rangsanng vagal. Namun
hipertensi juga fenomena umum, kemungkinan berhubungan
dengan nyeri , cemas, pengeluaran katekolmin, dan atau masalah
vakuler sebelumnya.Hipotensi ortistatik (postural)mungkin
berhubungan dengan komplikasi infark.
b. Evaluasi kualitas dan keamaan nadi sesuai indikasi.
Rasional : Penurunan curah jantung menyebabkan menurunnya
kelemahan /kekuatan nadi.Ketidakteraturan diduga disritmia , yang
memerlukan evaluasi lanjut.
c. Catat terjadinya suara S3, S4
Rasional: S3 terjadi pada GJK tetapi juga terlihat pada gagal
mitral(regugitasi)dan kelebihan kerja ventrikel kiri yang disertai
infark berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskemik miokard ,
kekakuan ventrikel, dan hipertensi pulmonal atau sistemik.
d. Catat adanya suara murmur/gesekan .
Rasional: Menunjukan gangguan aliran darah normal dalam
jantung, contoh katup tak baik , kerusakan septum, atau vibrasi otot
papilar/korda tendenia.Adanya gesekan dengan infark juga
berhubungan dengan inflamasi , contoh efusi pericardial dan
perikarditis.
e. Pantau frekuensi jantung dan irama. Catat disritmia melalui
telemetri.
Rasional : Frekuensi dan irama jaantung yang berspon terhadap
obat dan ativitas sesuai dengan terjadinya komplikasi /disritmia(
Khususnya kontraksi ventrikel premature atau blok jantung) , yang
mempengaruhi fungsi jantung atau meningkatan kerusakan
iskemik. Denyutan /fibrilasi akut atau kronis mungkin terlihat pada
arteri koroner atau keterlibatan katup dan mungkin merupakan
kondisi patologi.
f. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan , sesuai indikasi.
Rasional: Meningkatan jumlah sediaan oksigen untuk kebutuhan
miokard.
g. Kolaborasi untuk mempertahankan cara masuk IV/ hevarin – lok
sesuai indikasi
Rasional: Jalur yang paten penting untuk pemberian obat darurat
pada adanya disritmia dan nyeri dada.
h. Kolaborasi pada pemeriksaan ulang EKG , foto dada, pemeriksaan
data laboratorium(enzim jantung,GDA,elektrolit).
Rasional: EKG dapat memberikan informasi sehubungan dengan
kemajuan / perbaikan kondisi syok kardiogenik, status fungsi
ventrikel , keseimbangan elektrolit dan efek obat.Foto dada dapat
menunjukan edema paru sehubungan dengan disfungsi
ventrikel.Enzim jantung dapat memantau perkembangan kodisi
pasien, adanya hipoksia menunjukan kebutuhan tambahan
oksigen,keseimbangan elektrolit cotoh hipo/hiperkalemia sangat
besar berpengaruh terhadap irama jantung dan kontraksinya.
2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolar
ditandai dengan :takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboret ;
penggunaan otot aksesori pernafasan, nasal flaring, batuk ; kering/
nyaring/nonprodoktik/ batuk terus – menerus,dengan / tanpa
pembentukan sputum: mungkin bersemu darah, merah muda/ berbuih (
edema pulmonal ). Bunyi nafas; mungkin tidak terdengar dengan
crakles dari basilar dan mengi peningkatan frekuensi nafas, nafas sesak
atau kuat, warna kulit; pucat atau sianosis, akral dingin.
Intervensi dan Rasional:
a. Auskultsi bunyi nafas, catat krekels,suara mengi.
Rasional: Menyatakan adanya kongesti paru / pengumpulan secret
menunjukan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
b. Berikan posisi fowler/ semi fowler atau disesuaikan dengan kondisi
pasien.
Rasional: Dengan posisi fowler / semi fowler dapat membantu
pengembangan/ekspansi paru sehingga mempermudah pertukan gas
pada alveolar .
c. Kolaborasi dalam pemantauan gambaran seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional: Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru, hal
ini terjadi pada GJK kronis maupun syok kardiogenik.
d. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahaan sesuai indikasi .
Rasional: Diharapkan dapat meningkatkan oksigen alveolar, yang
dapat memperbaiki/ menurunkan hipoksemia jaringan .
e. Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi : Diuretik contoh
furosemide ( lasix); brokodilator contoh amonofilin.
Rasional: Diuretik diberikan untuk membantu menurunkan kongesti
alveolar, meningkatkan pertukaraan gas.
3. Intoleransi aktifitas b/d Ketidak seimbangan antara suplai oksigen dan
kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miokard. Ditandai
dengan :Takikardia, dispnea pada istirahat atau aktivitas, perubahan
warna kulit / kelembaban, kelemahan umum pada fisik.
Intervensi dan Rasional.
a. Tingkatkan istirahat ,batasi kunjungan pada kondisi nyeri/ respon
hemodinamika.
Rasional: Menurunkan kerja miokardium/ konsumsi oksigen,
menurunkan resiko komplikasi yang lebih berat pada kondisi syok.
b. Bantu pasien dalam pemenuhan ADL .
Rasional: Meminimalkan aktivitas pasien pada kondisi yang
memerlukan istirahat maksimal dan membantu pasien untuk
memenuhi kebutuhannya.
c. Hindari peningkatan tekanan abdomen, contoh mengejan pada saat
defekasi.
Rasional: Aktivitas yang memerlukan ,menahan nafas dan
menunduk(Manuver valsavah)dapat menyebabkan bradikardi, juga
menurunkan curah jantung, dan takikardi dengan peningkatan TD.
d. Kaji ulang tanda / gejala yang menunjukan tidak toleran terhadap
aktivitas atau memerlukan pelaporan pada perawat / dokter.
Rasional: Palpitasi , nadi tak teratur, adanya neyri dada yang
meningkat atau dispnea dapat mengindikasikan kebutuhan
perubahan kondisi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Aspiani, R. Y. (2015). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskuler aplikasi
NOC & NIC. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC .

Manurung, Nixson. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Kardiovaskuler.


Jakarta: CV.Trans Info Medika.

Reni, Yuli Aspiani. (2015). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Kardiovaskuler Aplikasi NIC-NOC. Jakarta: EGC

Marya, R.K. (2013). Buku Ajar Patofisiologi. Tangerang Selatan: BINARUPA


AKSARA Publisher.

Muttaqin, Arif. (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Homenta, Rampengan Starry. (2014). Buku Praktis Kardiologi. Jakarta: FKUI


Rendy, M Clevo dan Margareth. (2012). Asuhan Keperawatan Medical Bedah
Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai