Anda di halaman 1dari 18

Laporan Praktikum Bioteknologi Pertanian

PENGENALAN LABORATORIUM KULTUR JARINGAN

Disusun oleh:

Nama : Nadhifah Salsabila


NPM : 1905101050028
Jadwal Praktikum : Selasa, 08.00-09.40 WIB

LABORATORIUM KULTUR JARINGAN TANAMAN


JURUSAN AGROTEKNLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2021
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laboratorium kultur jaringan tumbuhan merupakan laboratorium yang sangat


berperan penting dalam system perbanyakan tanaman. Laboratorium ini digunakan untuk
melaksanakan percobaan kultur jaringan tumbuhan. Laboratorium ini didesain sedemikian
rupa, sehingga diharapkan mampu mengoptimalkan daya gunanya bagi seluruh mahasiswa.
Laboratorium ini menyediakan berbagai fasilitas berupa alat dan bahan yang menunjang
proses kultur jaringan tanaman. Seperti Namanya, laboratorium kultur jaringan tumbuhan
berfungsi sebagai laboratorium yang digunakan untuk meneliti perkembangbiakan
tumbuhan menggunakan Teknik kultur jaringan.

Teknik kultur jaringan ini merupakan teknik yang sangat menguntungkan untuk
mengembangkan budi daya tanaman. Sebab tidak semua tanaman bisa dikembangkan
melalui penyerbukan alami maupun buatan. Dengan kultur jaringan tanaman sudah bisa
dikembangbiakkan dengan hanya menggunakan salah satu bagian dari tanaman tersebut.
Teknik kultur jaringan memerlukan media yang steril serta suhu yang optimal. Sehingga
tanaman yang dikultur bisa tumbuh optimal dan mendapatkan hasil yang memuaskan.

Laboratorium kultur jaringan menuntut aseptisitas yang sangat tinggi. Seluruh


tahapan/prosedur teknik kultur jaringan juga harus dalam kondisi aseptic. Oleh karena itu
seluruh ruangan didalam laboratorium hekdaknya dalam keadaan aseptic. Terutama ruang
kultur atau inkubasi harus dalam kondisi benar-benar aseptic. Pada ruangan kultur seluruh
tanaman hasil perbanyakan / hasil perlakuan ditumbuhkan.

Laboratorium kultur jaringan sebaiknya dibangun pada daerah yang memiliki udara
bersih, jauh dari debu dan polutan lainnya. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk
meminimalisir terjadinya kontaminasi. Oleh karena itu, biasanya bangunan ini dibuat di
tempat jauh dari keramaian. Bangunan laboratorium sebaiknya memiliki pembagian ruangan
yang teratur sehingga setiap aktivitas yang berbeda dilakukan pada ruang yang berbeda.
Akan tetapi yang terpenting seluruh ruangan harus saling berhubungan.

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun praktikum ini bertujuan untuk:


1.2.1 Tujuan intruksional umum
Setelah mengikuti praktikum ini diharapkan mahasiswa akan dapat
mengetahui fasilitas dan persyaratan yang dibutuhkan untuk Laboratorium Kultur
Jaringan Tanaman.

1.2.2 Tujuan intruksional khusus


Mahasiswa dapat mengenal dengan baik peralatan yang dibutuhkan untuk
suatu Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Kultur jaringan (Tissue Culture) adalah teknik menumbuhkan dan memperbanyak


sel, jaringan, dan organ pada media pertumbuhan secara aseptic dalam lingkungan yang
terkontrol secara in vitro. Teknik kultur jaringan mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan dan
organ dan menumbuhkan bagian tersebut pada nutrisi yang mengandung zat pengatur
tumbuh pada kondisi aseptic. Sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman sempurna. Prinsip utama dari kultur jaringan ini adalah
perbanyakan tanaman dengan memakai bagian vegetative tanaman. Dengan menggunakan
media buatan dan dilakukan di tempat yang sangat steril (Anitasari, et al., 2018).

Dasar yang menjadi landasan pengembangan dari kultur jaringan adalah teori
“Totipotensi Sel” yang dikemukakan oleh Shleiden dan Schwan. Teori ini menyebutkan
bahwa “Setiap sel tanaman itu bersifat otonom dan mampu tumbuh menjadi tanaman
lengkap, jika ditempatkan pada media yang sesuai”. Teori Totipotensi sel mendorong
penelitian yang ingin membuktikan bahwa setiap sel itu punya kemampuan untuk hidup.
Setiap sel itu memenuhi syarat untuk berkembang menjadi embrio somatis. Hingga akhirnya
dapat disimpulkan bahwa, setiap sel itu mampu hidup tetapi dengan kondisi yang berbeda
(Heriansyah, 2020).

Teknik kultur jaringan tumbuhan berkembang berdasarkan pada teori totipotensi sel.
Sifat totipotensi merupakan kebutuhan utama pada regenerasi tanaman in vitro. Kemampuan
sel dan protoplasma yang dikultur untuk berproliferasi dan membentuk jaringan dan bahkan
berkembang menjadi individu tanaman utuh disebut totipotensi. Semua sel pada kondisi
kultur in vitro secara individu mampu mengekspresikan ssifat totipotensinya. Kemampuan
ini umumnya diwwariskan dan akan tetap ada bahkan setelah sel mengalami diferensiasi
final (Mastuti, 2017).

Penggunaan zat pengatur tumbuh di dalam kultur jaringan tergantung pada tujuan
atau arah pertumbuhan tanaman yang diinginkan. Zat pengatur tumbuh BA (benzyl adenin)
paling banyak digunakan untuk memacu penggandaan tunas karena mempunyai aktivitas
yang kuat dibandingkan dengan kinetin. BA mempunyai struktur dasar yang sama dengan
kinetin tetapi lebih efektif karena BA mempunyai gugus benzil. Di samping penggunaan
sitokinin BA atau kinetin, penggunaan thidiazuron (TCZ) dapat pula meningkatkan
kemampuan multiplikasi tunas. Thidiazuron dapat menginduksi pembentukan tunas adventif
dan proliferasi tunas aksilar (Lestari, 2011).

Pada kultur jaringan eksplan seringkali berubah menjadi coklat atau hitam sesaat
setelah isolasi. Selanjutnya dapat menghambat pertumbuhan dan akhirnya menyebabkan
kematian pada jaringan tanaman. Pencoklatan sangat umum terjadi pada spesies tanaman
berkayu, terutama bila eksplan diambil dari pohon dewasa. Penghambat pertumbuhan
biasanya sangat kuat pada beberapa spesies yang umumnya mengandung senyawa tannin
atau hidroksi fenol dengan konsentrasi tinggi. Pencoklatan yang terjadi pada jaringan muda
lebih sedikit jika dibandingkan dengan pencoklatan pada jaringan yang sudah tua (Hutami,
2008).
BAB III. METODELOGI PRAKTIKUM

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan di desa Keude Mane, kecamatan Muara Batu, kabupaten
Aceh Utara. Pada tanggal 31 Agustus 2021, pukul 08:00 WIB secara daring melalui
Zoom Meeting.

3.2 Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Alat yang tersedia pada ruangan persiapan yaitu autoklaf, pH meter, hotplate,
magnetic stirrer, timbangan analitik, microwave, refrigator, rak gelas (glassware),
dan cool storage.
2. Alat yang tersedia pada ruangan transfer yaitu Laminar Air Flow Cabinet (LAFC),
orbital shaker, penyaring udara, spiritus, mikroskop, cawan petri, pisau scalpel dan
blade / mata pisau.
3. Alat yang tersedia pada ruangan inkubasi yaitu rak kultur, orbital shaker, pengontrol
kelembaban dan temperature, lux meter, light timer.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Adapun hasil pengamatan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Alat yang terdapat di ruangan persiapan beserta fungsinya.

No Nama Alat Fungsi


1. Autoklaf Berfungsi untuk mensterilisasi
alat-alat (glassware, pisau
scalpel, mata pisau, tissue,
plastic, botol kultur).

2. pH meter Berfungsi untuk mengukur pH


media.

3. Hotplate Berfungsi untuk mengaduk dan


memanaskan larutan.
4. Magnetic stirrer Sebagai pengaduk larutan.

5. Timbangan analitik Berfungsi untuk menimbang


bahan kimia sampai satuan yang
sangat kecil.

6. Microwave Berfungsi untuk memanaskan


media.

7. Refrigerator Berfungsi untuk menyimpan


larutan stok dan bahan kimia.
8. Rak gelas Berfungsi untuk menyimpan
glassware (Erlenmeyer, gelas
kimia, gelas ukur, botol, spatula,
pisau dll)

9. Cool storage Berfungsi untuk menyimpan


benih-benih dan bahan tanam.

Tabel 2. Alat yang terdapat di ruangan transfer beserta fungsinya.

No Nama Alat Fungsi


1. Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) Berfungsi dalam tahap perlakuan
penanaman.
2. Orbital shaker Berfungsi untuk menggojok yang
kecepatannya dapat diatur sesuai
kebutuhan.

3. Penyaring udara Berfungsi untuk menyaring udara


pada saat melakukan penanaman.

4. Spiritus Berfungsi untuk sterilisasi pisau


scalpel dan pinset ketika
menanam di LAFC.
5. Mikroskop Berfungsi untuk melihat eksplan
dalam bentuk mikro

6. Cawan petri, pisau scalpel dan Berfungsi untuk membantu


blade / mata pisau. dalam proses penanaman.

Tabel 3. Alat yang terdapat di ruangan inkubasi beserta fungsinya.

No Nama Alat Fungsi


1. Rak kultur Berfungsi sebagai tempat untuk
meletakkan eksplan/tanaman.
2. Orbital shaker Berfungsi untuk menggojog
dalam perlakuan menumbuhkan
kalus dan mempercepat
pertumbuhan embryogenesis.

3. Pengontrol kelembaban udara dan Berfungsi sebagai pengecek


temperature kelembaban udara dan suhu
ruangan.

4. Lux meter Berfungsi untuk mengukur


intensitas cahaya
5. Light timer Berfungsi untuk mengatur hidup
matinya lampu secara otomatis.

4.2 Pembahasan
Laboratorium kultur jaringan merupakan salah satu laboratorium yang difungsikan
sebagai fasilitas penunjang kegiatan praktikum. Laboratorium ini umumnya dilengkapi
dengan tiga ruang yang berbeda, yaitu ruang persiapan, ruang transfer dan ruang
inkubasi.
Sebelum memasuki laboratorium ini, seluruh praktikan diwajibkan untuk
mensterilisasikan diri terlebih dahulu. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya
kontaminan pada saat melakukan praktikum kultur jaringan. Laboratorium kultur
jaringan harus benar-benar dalam keadaan steril pada setiap bagian ruangannya. Karena
apabila terjadi kontaminan, maka tanaman eksplan akan berjamur dan menyebabkan
tanaman tersebut gagal tumbuh.
Ruang yang pertama yaitu ruang persiapan. Ruang persiapan ini adalah ruangan yang
digunakan untuk segala aktivitas persiapan pelaksanaan aplikasi Teknik kultur jaringan.
Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan di ruangan ini yaitu seperti memotong dan
membersihkan bahan tanam, mensterilkan diri seperti mencuci tangan dan memakai jas
lab, sebagai tempat untuk membuat media tanam, sebagai tempat untuk mensterilkan alat
tanam, botol kultur dan akuades. Serta tempat pencucian alat gelas (glassware),
pembuatan larutan stok, dan sebagai tempat untuk membuat larutan sterilisasi. Selain itu,
di ruang ini terdapat berbagai macam alat yang umumnya digunakan untuk membantu
proses persiapan.
Alat-alat tersebut antara lain seperti autoklaf yang digunakan untuk mensterilisasi
alat-alat yang akan digunakan. Suhu yang umumnya digunakan untuk mensterilisasi alat
yaitu 126°C selama 30 menit, sedangkan untuk mensterilisasi media menggunakan suhu
121°C selama 15 menit pH meter yang berfungsi untuk mengukur pH media, pH media
yang digunakan biasanya berkisar antara 5,7 – 5,8. Hotplate untuk mengaduk dan
memanaskan larutan. Magnetic stirrer sebagai pengaduk larutan. Timbangan analitik
sebagai alat untuk menimbang bahan kimia sampai satuan tertentu. Oven untuk memasak
media. Refrigerator untuk menyimpan larutan stok dan bahan kimia. Rak gelas untuk
menyimpan glassware. Serta cool storage untuk menyimpan benih-benih dan bahan
tanam.
Ruang yang kedua yaitu ruang transfer. Ruang ini merupakan ruang yang lebih steril
dan memiliki suhu lebih dingin dibandingkan ruangan persiapan. Hal tersebut dilakukan
dengan tujuan untuk mengurangi kontaminan yang dapat menghambat pertumbuhan
tanaman hasil kultur. Pada umumnya ruang transfer ini biasanya digunakan untuk
penanaman tanaman eksplan kultur jaringan. Serta untuk menyimpan media, botol kultur
dan larutan steril.
Adapun alat-alat yang terdapat pada ruangan ini yaitu Laminar Air Flow Cabinet
(LAFC) yang berfungsi dalam tahap perlakuan penanaman. Orbital shaker yang
berfungsi untuk menggojok dengan kecepatan yang dapat diatur sesuai dengan
kebutuhan. Penyaring udara yang dihidupkan pada saat melakukan penanaman dengan
tujuan untuk menyaring udara. Spiritus yang berfungsi untuk sterilisasi pisau scalpel dan
pinset ketika menanam di LAFC. Mikroskop yang berfungsi untuk melihat eksplan
dalam bentuk mikro. Serta cawan petri, pisau scalpel dan blade / mata pisau yang
berfungsi sebagai peralatan yang digunakan pada proses penanaman.
Dan yang terakhir yaitu ruang inkubasi. Ruang inkubasi ini merupakan ruang yang
paling steril jika dibandingkan dengan ruang persiapan dan ruang transfer. Hal tersebut
disebabkan karena ruang ini digunakan sebagai tempat untuk menyimpan tanaman
eksplan. Ruang ini harus benar-benar steril dan terhindar dari kelembaban yang tinggi,
karena dapat meningkatkan kontaminasi. Pada umumnya kultur dapat diinkubasi pada
temperature antara 25-27̊ C. intensitas cahaya ini cukup bervariasi tergantung dari kultur
apakah harus mendapat cahaya langsung atau tidak.
Adapun alat-alat yang terdapat dalam ruangan ini yaitu rak kultur yang berfungsi
sebagi tempat untuk meletakkan eksplan/tanaman. Orbital shaker yang berfungsi untuk
menggojog dalam perlakuan menumbuhkan kalus dan mempercepat pertumbuuhan
embriogenensis. Pengontrol kelembaban udara dan temperature yang berfungsi sebagai
pengecek kelembaban udara dan suhu ruangan. Lux meter yang berfungsi untuk
mengukur intensitas cahaya. Light timer yang berfungsi untuk mengatur hidup matinya
lampu secara otomatis.
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk memisahkan/mengisolasi bagian dari
tanaman seperti sel, jaringan atau organ (daun, akar, batang, tunas dan sebagainya). Serta
membudidayakannya dalam lingkungan yang terkendali (secara in vitro) dan aseptic
sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri/beregenerasi menjadi
tanaman lengkap. Teknik kultur jaringan berkembang dari adanya teori totipotensi sel
oleh Schwann dan Schleiden pada tahun 1838. Schwann dan Schleiden menyatakan
bahwa didalam masing-masing sel tumbuhan mengandung informasi genetic dan sarana
secara fisiologis tertentu yang mampu membentuk tanaman lengkap bila ditempatkan
dalam lingkungan yang sesuai. Hal ini didukung penemuan zat pengatur tumbuh oleh
Skoog dan Miller pada tahun 1957, menyatakan bahwa regenerasi tunas dan akar secara
in vitro dikendalikan secara hormonal dan zat pengatur tumbuh sitokinin dan auksin.
Kelebihan kultur jaringan dibandingkan dengan perbanyakan bibit secara
konvensional adalah perbanyakan bibit dapat dilakukan dengan cepat dan dalam skala
banyak. Kontinuitas ketersediaan bibit akan terjaga sepanjang waktu, tanpa harus
menunggu musim berbuah. Bibit yang dihasilkan akan sama dengan induknya, tingkat
keseragaman pertumbuhan bibit di lapanagan tinggi. Serta hemat biaya
pengiriman/transportasi, dan bebas hama penyakit. Sedangkan kelemahan kultur
jaringan adalah membutuhkan biaya operasional dan fasilitas produksi yang mahal,
membutuhkan tenaga kerja yang khusus dan terampil serta harga bibit kultur jaringan
lebih mahal.
Selain untuk perbanyakan bibit unggul, kegunaan kultur jaringan dibidang lainnya
yaitu dibidang pemuliaan tanaman untuk meningkatkan keragaman genetic, seperti
induksi variasi somaklonal, dan induksi mutase. Dibidang bioteknologi tanaman, Teknik
kultur jaringan sangat diperlukan untuk meregenerasikan sel tanaman yang telah
direkayasa genetiknya menjadi tanaman transgenic. Dibidang pengendalian penyakit
tanaman, kultur jaringan dapat menghasilkan tanaman yang bebas pathogen yaitu
melalui kultur meristem. Serta pada bidang konservasi, dapat digunakan untuk
memperbanyak tanaman yang hampir punah, atau untuk menyimpan plasma nutfah.
BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dalam praktikum ini antara lain yaitu:
1. Laboratorium kultur jaringan ini merupakan laboratorium yang sangat
mengutamakan kebersihan, sehingga semua yang alat dan bahan yang akan
digunakan harus disterilisasikan terlebih dahulu menggunakan autoklaf.
2. Selain berguna dalam memperbanyak bibit unggul, kultur jaringan ini dapat
bermanfaat di berbagai bidang seperti bioteknologi, pemuliaan tanaman,
pengendalian penyakit tanaman dan konservasi.
3. Laboratorium kultur jaringan terdapat 3 ruangan yang berbeda yaitu ruang
persiapan, ruang transfer dan ruang inkubasi.
4. Pada umumnya suhu yang digunakan untuk mensterilisasi alat yaitu 126°C
selama 30 menit, sedangkan untuk mensterilisasi media menggunakan suhu
121°C selama 15 menit.
5. Sedangkan pH media yaitu berkisar antara 5,7 – 5,8.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat saya berikan pada praktikum ini adalah sebaiknya
pada saat praktikum semua alat dijelaskan cara penggunaannya, karena ada
beberapa alat tidak dijelaskan secara menyeluruh.
DAFTAR PUSTAKA

Anitasari, S.D, et al. 2018. Dasar Teknik Kultur Jaringan Tanaman. Deepublish, Yogyakarta.

Heriansyah, P. 2020. Rahasia Mudah Menguasai Kultur Jaringan Tanaman: Teori dan
Praktiknya.
Hutami, S. 2008. Masalah Pencoklatan pada Kultur Jaringan. Jurnal AgroBiogen. 4 (2) : 83-
88.
Lestari, E. G. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman melalui

Kultur Jaringan. Jurnal AgroBiogen. 7 (1) : 63-68.


Mastuti, R. 2017. Dasar-dasar Kultur Jaringan Tumbuhan. UB Press, Malang.

Anda mungkin juga menyukai