Anda di halaman 1dari 17

MODUL PERKULIAHAN - 07

WAWANCARA PERSUASIF
& WAWANCARA SURVEY

FAKULTAS PSIKOLOGI
Universitas Mercu Buana

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

07
Psikologi Psikologi 61072 Agung Sigit Santoso

Abstract Kompetensi
Pengenalan tentang wawancara persuasive Mahasiswa dapat mengenal dan memahami
sebagai salah satu metode dalam proses berbagai teknik, metode dan memperhatikan
psikodiagnostik. standar etika untuk melakukan wawancara
persuasive dalam proses pemeriksaan
psikologis.
Kode Mata Kuliah : 61072
Dosen/Team Teaching : 1. Drs. Agung Sigit Santoso, M.Si., Psi.
2.
Diskripsi Mata Kuliah : Mata kuliah ini akan membekali mahasiswa dengan pengetahuan
mendasar tentang konsep, teori dan praktek menggunakan
metode observasi & wawancara sebagai salah satu bagian dalam
proses pemeriksaan psikologis

Kompetensi : 1. Mahasiswa mengetahui teori, metode, proses, struktur,


pengkondisian situasi, keterampilan observasi & wawancara

2. Mahasiswa mampu menyusun rencana observasi & wawancara

3. Mahasiswa mampu menerapkan tahapan dalam observasi &


wawancara sesuai bidang masalahnya sebagai bagian dalam
praktek pemeriksaaan psikologis.

MATERI KULIAH KE – 7

WAWANCARA PERSUASIF
& WAWANCARA SURVEY

A. Pengertian Wawancara Persuasif

2016 Metode Obsevasi & Wawancara


2 Drs. Agung Sigit Santoso, MSi., Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Wawancara persuasif adalah wawancara yang dilakukan dengan tujuan untuk
menggali informasi seakurat dan selengkap mungkin, dengan berfokus pada persuasi.
Wawancara persuasi biasanya dilakukan dengan maksud menganjurkan produk, jasa,
organisasi, klien atau kepercayaan Interviewer (iter) kepada Interviewee (itee). Pemahaman
terhadap wawancara persuasif akan memberi gambaran teoritik dan praktis terhadap situasi-
situasi yang melibatkan jenis wawancara ini.

B. Etika Persuasi

Dalam wawancara persuasif perlu memperhatikan standar etika wawancara seperti


kejujuran, keadilan dan kesungguhan hati. Terdapat beberapa panduan dalam wawancara
persuasif :

1. Mencari dan memberikan informasi yang akurat, lengkap, terbaru dan bukti yang
relevan untuk mendukung semua poin selama wawancara.
2. Secara akurat dan adil dalam memilih ide-ide, argumen, bahasa, dan taktik.
3. Memperhitungkan kemungkinan klaim dan konsekuensi dari pemikiran, perasaan, atau
tindakan yang diusulkan.
4. Mengemukakan informasi dengan jelas, langsung dan jujur tentang niat dan alasan
persuasi dilakukan.
5. Bersikap toleran terhadap adanya perbedaan pendapat dan sudut pandang.

Lima kondisi yang berhubungan dengan persuasi


dan wawancara persuasi dapat berhasil jika
memperhatikan lima kondisi berikut :

1. Anjuran dari iter dapat memenuhi satu atau lebih


kebutuhan yang sangat diinginkan oleh itee
2. Anjuran dari iter harus konsisten dengan nilai, sikap, dan kepercayaan yang dianut
oleh itee
3. Anjuran dari iter harus mudah dilakukan, dapat dilaksanakan, praktis dan
menghasilkan sesuatu.
4. Keuntungan dari saran yang iter berikan harus lebih banyak daripada kerugiannya.
5. Saran dari iter merupakan solusi terbaik saat itu.

Kelima kondisi tersebut dapat dengan mudah dilakukan jika tujuh langkah berikut
dilakukan :

2016 Metode Obsevasi & Wawancara


3 Drs. Agung Sigit Santoso, MSi., Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
1. Mengerjakan tugas
2. Menginvestigasi topik
3. Menganalisa itee
4. Mempelajari situasi
5. Faktor dari luar
6. Menetapkan tujuan

C. Seleksi Pemilihan Strategi Persuasif

Terdapat beberapa teori yang dapat digunakan sebagai strategi dalam melaksanakan
wawancara persuasif.

 Teori identifikasi

Burke menyatakan bahwa cara untuk melakukan persuasi adalah dengan


mengidentifikasi itee dimana iter perlu membangun kesamaan dengan itee. Dengan cara :

(a) iter mengasosiasikan dirinya dengan kelompok dimana iter dan itee berada;

(b) iter dapat mengidentifikasi atau menyamakan penampilan fisik;

(c) melalui gaya bahasa yang sama, dengan jargon-jargon profesional tertentu dan istilah
dalam kelompok tertentu;

(d) iter memilih dan menunjukan nilai yang sama dengan itee;

(e) menggunakan simbol visual yang sama dengan itee.

 Teori konsistensi/keseimbangan

Teori konsistensi berlandaskan pada keyakinan bahwa manusia sedang berjuang


untuk mencapai eksistensi yang harmonis dengan self dan akan mengalami ketidak-
nyamanan psikologis ketika aspek dari eksistensi tersebut tidak konsisten atau tidak
seimbang.

 Teori inokulasi

2016 Metode Obsevasi & Wawancara


4 Drs. Agung Sigit Santoso, MSi., Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Teori inokulasi berdasarkan pada keyakinan bahwa lebih efektif untuk mencegah
efek persuasi yang tidak diinginkan daripada berusaha menanggulangi efek buruk yang
terjadi.

 Teori paksaan

Iter dapat merubah pikiran, perasaan, dan


tindakan itee dengan memaksanya untuk terlibat dalam
aktivitas yang berlawanan dengan nilai-nilai, keyakinan,
dan sikap itee yanag dimiliki.

 Teori reaksi psikologis

Menurut teori reaksi psikologis, seseorang bereaksi secara negatif ketika merasa
orang lain mengancam akan atau telah membatasi perilaku yang diinginkan.

D. Struktur Wawancara

1. Membuka wawancara

Pembukaan wawancara dilakukan dengan cara yang menarik perhatian dan


dapat memotivasi itee untuk berpartisipasi aktif. Pembukaan dimulai dengan salam
hangat dan menyapa nama itee. Setelah itu memperkenalkan diri dan tujuan dari
wawancara.

2. Menciptakan kebutuhan atau keinginan

a. Memilih dan mengambangkan poin utama


b. Mengembangkan alasan ke dalam pola-pola
yang disetujui
c. Menyesuaikan dengan itee
d. Menyampaikan pertanyaan

2016 Metode Obsevasi & Wawancara


5 Drs. Agung Sigit Santoso, MSi., Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
E. Kriteria dan Solusi

 Menetapkan Kriteria

Menetapkan kriteria dengan itee dilakukan untuk mengevaluasi semua kemungkinan


solusi untuk kebutuhan atau keinginan yang telah iter tetapkan. Membangun sekelompok
kriteria dengan itee melibatkan itee dalam proses dan menunjukan bahwa iter berusaha
menyesuaikan dengan keinginan, kebutuhan, dan kemampuan itee.

 Menawarkan solusi

Setelah kebutuhan telah ditentukan dan


kriteria telah disetujui, iter perlu untuk
mempresestasikan solusi secara detail.

1. Rincian dan evaluasi

2. Menangani keberatan itee

F. Pelaksanaan Wawancara

Menutup wawancara

Terdapat tiga tahap dalam menutup sebuah wawancara:

1. Percobaan penutupan

2. Kontrak atau persetujuan

3. Perpisahan

2016 Metode Obsevasi & Wawancara


6 Drs. Agung Sigit Santoso, MSi., Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
JADILAH PARTISIPAN YANG BERTANGGUNGJAWAB

Wawancara persuasif adalah sebuah kegiatan timbal-balik, kedua pihak berbagi


tanggung jawab secara etis, dengan begitu diharapkan Itee dapat menunjukkan :

 Bersikap Jujur

Kebanyakan dari kita berasumsi bahwa kita


pada dasarnya jujur dalam urusan dengan orang
lain tapi mengakui juga bahwa kita memberitahu
“sedikit kebohongan demi kebaikan” dari waktu ke
waktu, terutamaketika kita tidak berinisiatif untuk
melakukan proses persuasi. Kita memberitahu seorang telemarketer bahwa pasangan kita
tidak ada dirumah padahal ia duduk di samping kita, memberitahu sales bahwa kita hanya
melihat-lihat saja ketika sedang berbelanja, dan memberitahu seorang penelepon dari
sebuah kegiatan amal bahwa kita “telah memberikan amal di kantor”.

Apakah benar adalah suatu kebohongan untuk berpura-pura menjadi pelanggan


atau klien untuk mendapatkan informasi bagi proyek tertentu, mendapatkan kesempatan
berkendara secara gratis dalam mobil sport mewah, atau mendapatkan sampel gratis dari
sebuah produk? Hal tersebut memang biasa dilakukan dan persuader juga sudah
menduga akan kemungkinan-kemungkinan ini,namun wawancra persuasif bisa menjadi
produktif hanya jika kamu mau untuk saling bertukar informasi akurat, menjawab
pertanyaan-pertanyaan dengan penuh kejujuran, dan mengakui motif,
kelemahan,kekurangan informasi, dan kekurangan pelatihannya. Cobalah tanyakan pada
diri sendiri : “Bagaimana perasaan saya terhadap diri saya sendiri setelah tindakan
komunikatif ini? Bisakah saya membenarkan perbuatan saya secara luas jika saya disuruh
untuk melakukannya?

 Bersikap Adil

Jika kita mengikuti peraturan utama


“perlakukanlah orang lain layaknya anda ingin
diperlakukan oleh orang lain”, maka keadilan tidak
akan menjadi masalah. Sebagai contoh, tanyakan
pertanyaan yang adil dan jujur. Hindari penimbunan
keluhan-keluhan dan keberatan-keberatan sampai akhir sebuah wawancara lalu
mengeluarkan semuanya sekaligus pada persuader. Jangan mengambil pembicaraan
yang tidak relevan, sepele,atau ide-ide yang sulit dicapai yang mengurangi kualitas

2016 Metode Obsevasi & Wawancara


7 Drs. Agung Sigit Santoso, MSi., Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
wawancara dan merugikan yang lain. Perselisihan pendapat, bahkan yang sangat kuat
dan emosional, biasa terjadi dalam wawancara persuasif, tapi hindari memanggil julukan
dan taktik lain yang mungkin mempunyai dampak negatif tidak hanya pada interaksi saat
ini tetapi juga hubungan jangka panjang dengan pihak terkait.

 Bersikap Skeptis

Kita bertanggung jawab untuk keraguan yang


beralasan mengenai tuntutan, desakan, dan janji-janji.
Seringnya kita lebih tertarik dalamperbaikan instan,
kesepakatan-kesepakatan bagus, barita-berita
baik,dan sesuatu yang tidak ada gunanya
dibandingkan menganalisa kebutuhan secara cermat
mempertimbangkan solusi yang baik. Janganmudah tertipu. Seperti perumpaan, “apabila
hal itu terdengar terlalu bagus untuk jadi kenyataan mungkin saja hal itu memang
begituadanya”. Penipu ulung akan musnah jika kita semua menjadi consumerkritis.
penipuan dapat berjalan karena kita pasrah, dan seringkali karenaketamakan semata. Kita
merasa mendapatkan kesempatan sekaliseumur hidup dengan mendapatkan pekerjaan
yan bagus di luar negeri,atau berinvestasi dalam sebuah perusahaan elektronik yang
baruberkembang. Ingatlah gagasan etis “berhati-hatilah dalam membeli”karena anda lah
pembelinya.

 Bersikap Bijaksana dan Mempertimbangkan sebelum Mengambil Keputusan

Dengarkan, tanyakan, analisis, sintesiskan, lalu putuskan apakah ingin menerima


atau menolak seseorang, sebuah ide, atau permintaan. Ajukan kritik atau keberatan dan
mintalah respon yang didasari oleh bukti yang kuat. Penelitian mengindikasikan bahwa
interviewee seringnya lebih tertarik pada penampilan dari pada isi. Misalnya, jika kita
menyukai pewawancara (seringkali karena penampilan dan pakaian), kita cenderung
berpikir bahwa permintaannya logis dan bisa diterima. Jika sebuah pernyataan terlihat
sejalan dengan nilai-nilai, keyakinan, dan sikap kita, Kita bisa saja menerimanya tanpa
memperhatikan bagaimana hal tersebut dapat dicapai. Sebuah unsur terpenting dari
komunikasi yang bertanggung jawab, bagi si pengirim dan penerima informasi, adalah
sebuah latihan untuk mempertimbangkan dengan masak dan mengambil keputusan.

2016 Metode Obsevasi & Wawancara


8 Drs. Agung Sigit Santoso, MSi., Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
 Bersikap Terbuka

Membuka pikiran tidak berarti bahwa kita tidak mempunyai keyakinan kuat atau
komitmen. itu berarti bahwa kita tidak harus langsung menerima asumsi persuader
tertentu (karena profesi, agama, ras, usia, jenis kelamin, atau budaya) tidak dapat
dipercaya atau tidak kompeten, begitu juga kita jangan langsung menolak saran-saran
tentang sesuatu yang dapat dipertimbangkan dari segi kemanfaatannya dari tujuan
interview, serta dapat menerima perbedaan pendapat orang lain.

 Bersikaplah Responsif

Tunjukkanlah respon verbal maupun non verbal secara menyeluruh seperlunya


selama proses interview, sebagai tanda bahwa kita mengetahui dan mengerti
kebutuhan, keterbatasan dan persepsi kita tentang topik yang sedang dibicarakan.
Persuasi dapat dilihat sebagai trnsaksi antara Iter dan Itee untuk memikul tanggung
jawab bersama dengan berpartisipasi aktif dalam proses tersebut.

2016 Metode Obsevasi & Wawancara


9 Drs. Agung Sigit Santoso, MSi., Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
WAWANCARA SURVEY
Survei adalah suatu teknik mengumpulkan informasi dari responden dengan cara
menanyakan sejumlah pertanyaan terstruktur kepada responden. Kunci dari pengumpulan
informasi adalah pada proses wawancara. Kecakapan pewawancara dalam berinteraksi dengan
responden ikut menentukan kualitas informasi yang dikumpulkan. Pewawancara memiliki tugas
pokok untuk membuat responden dapat berpartisipasi dalam survei dan mencatat informasi dari
responden.
Sedangkan wawancara adalah sebuah cara yang khusus dalam setting percakapan yang
terstruktur, yang masing-masing pewawancara dan responden memiliki batasan peran yang
dimainkan. Pengaruh pewawancara (interviewer) dalam keberhasilan suatu survei dapat dilihat
dalam 3 (tiga) kondisi, yaitu pewawancara memerankan suatu peranan yang utama di dalam
tingkat jawaban (response rate) yang diperoleh. Kedua, pewawancara bertanggung jawab untuk
menginisasi (initation) dan memotivasi responden. Ketiga, pewawancara dapat menangani
bagian-bagian interaksi wawancara dan proses tanya jawab yang standar dan tidak bias. Kunci
sukses wawancara adalah pewawancara mampu mengajak responden untuk berpartisipasi dalam
wawancara, menjamin kerahasiaan serta berhasil menerangkan secara baik tujuan yang
dilakukan.

Teknik Wawancara Umum untuk Survei


Suksesnya wawancara tergantung dari banyak hal, antara lain tingkat sensibilitas, taktik,
kiat, kemampuan hubungan personal dan kepribadian dan juga memahami prosedur yang telah
ditetapkan sebelumnya.

1. Membangun hubungan baik dengan responden, hal ini pewawancara membuat responden
dapat merasa terbantu untuk membuat perannya, dapat memahami instruksi yang diberikan
secara jelas, memperkuat kinerja, dan menyiapkan sikap yang ramah dan bersahabat serta
masih dalam batas interaksi sosial yang profesional.
2. Mempertahankan kenetralan, pewawancara tetap bersikap obyektif, dan profesional, karena
sikap pewawancara akan mempengaruhi persepsi responden mengenai sebuah pertanyaan.
3. Mempertahankan diri dan menjelaskan tujuan survei, kehadiran pewawancara pertama kali
dengan kandidat responden adalah tugas yang tidak ringan karena saat itulah kontrak pertama
kali untuk berinteraksi dengan responden.
4. Mengajak responden bekerjasama, pewawancara mempunyai sikap peka terhadap situasi
wawancara, melakukan pendekatan manusiawi, melalui sikap empati dan segera
menyesuaikan diri dengan responden dan dapat menerima sebagaimana adanya.
5. Probing adalah teknik yang digunakan oleh pewawancara untuk merangsang pikiran
responden sehingga memperoleh informasi lebih banyak, dalam hal ini pewawancara harus

2016 Metode Obsevasi & Wawancara


10 Drs. Agung Sigit Santoso, MSi., Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
mampu komunikatif, rileks, interaktif, akrab dan kritis tapi tidak memojokkan responden dan
tidak bernada interogasi.
6. Mencatat hasil wawancara, suatu pengisian kuesioner yang baik harus hanya mencatat apa
yang dikatakan responden, tidak menafsirkan jawaban, dengan catatan

Interview atau wawancara survey tidak lain adalah penggunaan metode wawancara
dalam kegiatan survey untuk tujuan pengumpulan data/informasi terkait topik/permasalahan
yang akan diteliti. Tidak jauh bereda dengan wawancara pada umumnya, dalam wawancara
survey berlangsung proses interview, dimana terdapat 2 (dua) pihak dengan kedudukan yang
berbeda. Pihak pertama berfungsi sebagai penanya, disebut pula sebagai interviewer, sedang
pihak kedua berfungsi sebagai pemberi informasi (Information supplyer), interviewer atau
informan. Interviewer mengajukan pertanyaan-pertanyaan, meminta keterangan atau
penjelasan, sambil menilai jawaban-jawabannya. Sekaligus ia mengadakan paraphrase
(menyatakan kembali isi jawaban interviewee dengan kata-kata lain), mengingat-ingat dan
mencatat jawaban-jawaban. Disamping itu juga menggali keterangan-keterangan lebih lanjut
dan berusaha melakukan “probing” (rangsangan, dorongan) untuk memperoleh informasi
lebih lengkap dan akurat.

Pihak interviewee diharap mau memberikan keterangan serta penjelasan, dan


menjawab semua pertanyaan yang diajukan kepadanya. Kadang kala bahkan membalas
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pula. Hubungan antara interviewer dengan
interviewee itu disebut sebagai “a face to face non-reciprocal relation” (relasi muka
berhadapan muka yang tidak timbal balik). Maka interview ini dapat dipandang sebagai
metoda pengumpulan data dengan tanya jawab sepihak, yang dilakukan secara sistematis
dan berdasarkan tujuan research (Kartono, 1980).

Menurut Banister dkk. (dalam Poerwandari, 1998) wawancara adalah percakapan dan
tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara kualitatif dilakukan
bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang
dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi
terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain.

Menurut Denzin & Lincoln (1994) interview merupakan suatu percakapan, seni tanya
jawab dan mendengarkan. Ini bukan merupakan suatu alat yang netral, pewawancara
menciptakan situasi tanya jawab yang nyata. Dalam situasi ini jawaban-jawaban diberikan.
Maka wawancara menghasilkan pemahaman yang terbentuk oleh situasi berdasarkan
peristiwa-peristiwa interaksional yang khusus. Metoda tersebut dipengaruhi oleh karakteristik
individu pewawancara, termasuk ras, kelas, kesukuan, dan gender.

2016 Metode Obsevasi & Wawancara


11 Drs. Agung Sigit Santoso, MSi., Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ada dua cara membedakan tipe wawancara dalam tataran yang luas: terstruktur dan
tak terstruktur atau baku dan tak baku. Dalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan-
pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah “harga mati”, artinya sudah
ditetapkan dan tak boleh diubah-ubah. Mungkin pewawancara masih memiliki kebebasan
tertentu dalam mengajukan pertanyaan, tetapi itu relatif kecil. Kebebasan pewawancara itu
telah dinyatakan lebih dulu secara jelas. Wawancara standar mempergunakan tahapan
wawancara yang telah dipersiapkan secara cermat untuk memperoleh informasi yang relevan
dengan masalah penelitian.

Wawancara tak standar bersifat lebih luwes dan terbuka. Meskipun pertanyaan yang
diajukan oleh maksud dan tujuan penelitian, muatannya, runtunan dan rumusan kata-katanya
terserah pada pewawancara. Singkatnya wawancara tak standar atau wawancara tak
terstruktur merupakan situasi terbuka yang kontras dengan wawancara standar atau
terstruktur yang tertutup. Ini tidaklah berarti bahwa wawancara tak standar adalah suatu yang
gampang-gampangan saja. Wawancara jenis ini pun haruslah direncanakan secara cermat
sebagaimana halnya wawancara standar. Dalam hal ini yang kita perhatikan memang hanya
wawancara standar. Akan tetapi, diakui bahwa banyak masalah penelitian sering kali
membutuhkan tipe wawancara kompromi, yakni pewawancara diijinkan untuk menggunakan
pertanyaan-pertanyaan alternatif yang dinilainya cocok untuk responden tertentu dan
pertanyaan tertentu.

Dengan demikian dapat disimpulkan wawancara (interview) survey merupakan suatu


kegiatan tanya jawab dengan tatap muka (face to face) antara pewawancara (interviewer)
dengan yang diwawancarai (interviewee), dengan tujuan untuk memperoleh data/informasi
tentang persepsi, opini, pendapat ataupun sikap dari yang diwawancarai terkait dengan
masalah yang diteliti.

TEKNIK WAWANCARA

1. Wawancara Mendalam

Teknik wawancara mendalam (in depth interview) pada prinsipnya adalah wawancara
dimana penelitian dan responden bertatap muka langsung di dalam wawancara yang
dilakukan. Peneliti mengharapkan perolehan informasi dari responden mengenai suatu
masalah yang ditelitinya, yang tidak dapat terungkap melalui penggunaan teknik kuesioner.
Oleh karena itu dalam pelaksanaan wawancara mendalam, pertanyaan-pertanyaan yang
akan dikemukakan kepada responden tidak dapat dirumuskan secara pasti sebelumnya,

2016 Metode Obsevasi & Wawancara


12 Drs. Agung Sigit Santoso, MSi., Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
melainkan pertanyaan-pertanyaan tersebut akan banyak bergantung dari kemampuan dan
pengalaman peneliti untuk mengembangkan pertanyaan-pertanyaan lanjutan sesuai dengan
jawaban responden.

Dengan perkataan lain di dalam wawancara mendalam berlangsung suatu diskusi


terarah diantara peneliti dan responden menyangkut masalah yang diteliti. Di dalam diskusi
tersebut peneliti harus dapat mengendalikan diri, sehingga tidak menyimpang jauh dari pokok
masalah serta tidak memberikan penilaian mengenai benar atau salahnya pendapat atau
opini responden. Melihat jenis pertanyaan yang digunakan dalam teknik wawancara
mendalam maka jenis pertanyaan yang digunakan adalah pertanyaan terbuka.

Dibandingkan dengan pertanyaan tertutup, jenis pertanyaan terbuka mempunyai


kelebihan-kelebihannya misalnya memungkinkan perolehan variasi jawaban sesuai dengan
pemikiran responden; responden dapat memberikan jawabannya secara lebih terinci serta
responden diberikan kesempatan mengekspresikan caranya dalam menjawab pertanyaan.
Serentak dengan itu terdapat pula kelemahan pertanyaan terbuka, misalnya: kemungkinan
terdapatnya jumlah yang cukup besar dari jawaban yang tidak relevan serta jawaban
responden yang tidak standar atau baku sehingga mempersulit pengolahan data. Seringkali
pula peneliti harus pandai-pandai menanyakan responden untuk memperoleh jawaban
misalnya dengan mempergunakan teknik-teknik probing (mengorek jawaban responden agar
terarah pada tujuan penelitian).

 Kriteria Penulisan Pertanyaan

Menurut Kerlinger (1990) berdasarkan pengalaman penelitian telah dikembangkan


kriteria atau tata aturan penulisan pertanyaan. Terdapat 7 (tujuh) hal yang harus
diperhatikan dalam menyusun pertanyaan, sebagai berikut :

1) Apakah pertanyaan ini berkaitan dengan masalah penelitian dan


sasaran-sasaran penelitian ? Kecuali pertanyaan-pertanyaan untuk memperoleh
informasi faktual dan sosiologis, semua pertanyaan dalam pedoman wawancara harus
mempunyai fungsi tertentu dalam masalah penelitiannya. Ini berarti bahwa kegunaan
setiap pertanyaan adalah untuk memancing informasi yang dapat digunakan untuk
menguji hipotesis/pertanyaan penelitian.

2) Tepatkan tipe pertanyaan ini ? Ada informasi tertentu yang dapat diperoleh dengan
sebik-baiknya bila menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka–alasan perilaku,
itikad/niat, dan sikap. Sebaiknya informasi lain tertentu dapat diperoleh dengan lebih
cepat dan efisien bila kita menggunakan pertanyaan tertutup. Jika yang diminta

2016 Metode Obsevasi & Wawancara


13 Drs. Agung Sigit Santoso, MSi., Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
responden hanyalah menyatakan pilihan yang lebih disukai di antara dua alternatif
atau lebih, sedangkan alternatif-alternatif itu dapat diungkapkan secara jernih,
sungguh tidak efisien bila kita menggunakan pertanyaan terbuka.

3) Apakah butir pertanyaan itu jelas dan tidak mengundang tafsir majemuk? Suatu
pertanyaan yang tidak ambigu adalah yang tidak memungkinkan atau mengundang
tafsir yang berlainan serta jawaban yang berbeda-beda sebagai hasil dari tafsir
majemuk itu. Pertanyaan yang bersifat ambigu apabila pertanyaan itu menyodorkan 2
(dua) kerangka acuan atau lebih. Contoh: “Bagaimana perasaan anda mengenai
pengembangan suatu sistem transit kilat antara pusat kota dengan daerah pemukiman
perkotaan, dan pengembangan kembali wilayah pemukiman di pusat kota?” Andaikan
responden tidak mengalami kesulitan oleh kerumitan dan alternatif-alternatif yang
diajukan oleh pertanyaan itu, dia tidak akan dapat menjawab dengan menggunakan
satu kerangka pikir dan pemahaman yang sama mengenai apa yang diinginkan oleh
penanya. Ambiguitas dapat pula muncul dalam pertanyaan-pertanyaan yang jauh lebih
sederhana, misalnya: “Bagaimana kehidupan anda bersama keluarga anda tahun ini?”
Ini dapat membingungkan responden untuk menjawab karena tidak jelas hal apa yang
ingin diketahui oleh peneliti, apakah hal keuangan, kebahagiaan, perkawinan,
kesehatan, status atau apa?

4) Apakah pertanyaan itu menggiring responden untuk memberikan alternatif


jawaban tertentu? Pertanyaan semacam ini tidak menjamin adanya validitas (untuk
penelitian kualitatif disebut kredibilitas). Misalnya anda membuat pertanyaan: “Apakah
anda telah membaca tulisan-tulisan tentang situasi pendidikan di daerah ini ?” Anda
mungkin akan mendapatkan jawaban “Ya” oleh sebagian besar dari responden, bila
ditujukan kepada sekelompok responden. Mengapa? Karena pertanyaan ini
mencerminkan tidak baik apabila orang tidak membaca artikel mengenai situasi
pendidikan di daerah itu.

5) Apakah pertanyaan ini menuntut pengetahuan dan informasi yang tidak dimiliki
oleh reponden ? Untuk menjaga agar tidak ada jawaban yang tidak valid karena
kurangnya informasi, akan bijaksana apabila kita menggunakan pertanyaan-
pertanyaan saringan. Sebelum responden ditanya pendapatnya tentang UNESCO,
seyogya ditanya lebih dahulu apakah dia mengetahui apa UNESCO itu dan apa
artinya. Terdapat kemungkinan pendekatan lain. Seyogyanya diberikan penjelasan
singkat terlebih dulu tentang UNESCO, baru kemudian responden diminta
pendapatnya tentang UNESCO.

2016 Metode Obsevasi & Wawancara


14 Drs. Agung Sigit Santoso, MSi., Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
6) Apakah pertanyaan ini menuntut ihwal yang bersifat pribadi dan peka sehingga
responden mungkin menolak menjawabnya? Diperlukan teknik-teknik khusus untuk
memperoleh informasi yang bersifat pribadi, peka, atau kontroversial. Pertanyaan
tentang penghasilan misalnya dan hal-hal lain yang bersifat pribadi hendaknya
diletakkan di bagian belakang dalam wawancara, yaitu setelah tercapai kedekatan dan
keakraban/hubungan yang baik (rapport) antara pewawancara dengan responden.
Apabila menanyakan sesuatu yang secara sosial tidak disetujui, hendaknya anda
tunjukkan bahwa sebagian orang berpandangan tertentu, sementara orang-orang lain
berpandangan yang sebaliknya. Janganlah sampai membuat responden menyangkal
atau menolak dirinya sendiri.

7) Apakah pertanyaan ini menyiratkan hal-hal yang dianggap baik atau buruk oleh
masyarakat? Orang cenderung untuk memberikan jawaban yang sesuai dengan yang
dipandang baik oleh umum, jawaban-jawaban yang menunjukkan atau mencerminkan
kesetujuan pada tindakan-tindakan atau hal-hal yang umumnya dinilai baik. Misalnya
menanyakan kepada seseorang mengenai perasaannya terhadap kanak-kanak.
Setiap orang diharap mengasihi anak-anak. Jika kita tidak hati-hati, kita akan
mendapatkan jawaban stereotip atau klise mengenai anak-anak dan kasih sayang.
Juga, jika kita menanyakan apakah seseorang menggunakan hak pilihnya, kita harus
hati-hati karena setiap orang diharapkan menggunakan hak pilihnya. Begitu pula jika
kita menanyakan kepada orang tentang reaksinya terhadap kelompok minoritas, kita
menghadapi resiko mendapatkan jawaban yang tidak valid (kredibel). Kebanyakan
orang yang berpendidikan, entah bagaimana sikap mereka yang sesungguhnya,
menyadari bahwa prasangka terhadap minoritas merupakan sesuatu yang tidak
dibenarkan. Demikianlah maka pertanyaan yang baik adalah yang tidak mengarahkan
responden untuk mengungkapkan sentimen-sentimen yang dipandang baik secara
sosial belaka. Karena itu kitapun hendaknya tidak mengajukan pertanyaan tertentu
sehingga responden terpojok untuk memberikan jawaban yang secara sosial
dipandang tidak baik.

Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pewawancara (interviewers) saat


pelaksanaan wawancara di lapangan, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Jangan pernah “terjebak” dalam penjelasan yang panjang dari studi itu; gunakan
penjelasan standar yang diberikan peneliti. (“Never get involved in long explanations
of the study; use standard explanation provided by supervisor”).

2016 Metode Obsevasi & Wawancara


15 Drs. Agung Sigit Santoso, MSi., Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
b. Jangan pernah menyimpang dari pengantar studi yang sudah disampaikan, baik
urutan pertanyaan atau rumusan pertanyaan. (“Never deviate from the study
introduction, sequence of questions, or question wording”).

c. Jangan pernah membiarkan individu lain melakukan interupsi wawancara,


membiarkan individu lain menjawab untuk responden, atau memberikan saran, atau
pandangannya pada pertanyaan itu. (“Never let another person interupt the interview;
do not let another person answer for the respondent or offer his or her opinions on the
questions”).

d. Jangan pernah mengarahkan suatu jawaban dan setuju atau tidak setuju dengan
jawaban uang akan diberikan. Jangan memberikan kepada responden suatu ide dari
pandangan pribadi anda pada topik dari pertanyaan atau survey. (“Never suggest an
answer or agree or disagree with an answer. Do not give the repondent any idea of
your personal views on the topic of questions or survey”).

e. Jangan pernah menafsirkan arti suatu pertanyaan, cukup hanya mengulangi


pertanyaan dan memberikan instruksi atau klarifikasi seperti yang diberikan dalam
latihan atau dijelaskan oleh peneliti. (“Never interpret the meaning of a question; just
repeat the questions and give instructions or clarifications that are provided in training
or by supervisors”).

f. Jangan pernah memperbaiki, seperti menambahkan kategori-kategori jawaban, atau


membuat perubahan pada susunan kata-kata. (“Never improvise, such as by adding
answer categories, or make wording changes”) (Denzin & Lincoln, 1994).

2016 Metode Obsevasi & Wawancara


16 Drs. Agung Sigit Santoso, MSi., Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
1. Gorden, R.L. (1996). Basic Interviewing Skills. Illionis: F.E. Peacock Publisher
2. Stewart, J.C., Cash, W.B. (2000). Interviewing: Principles and Practices. United States of
America: The McGraw-Hill
3. Rahayu, I.T. (2004). Observasi & Wawancara. Malang: Bayumedia Publishing.
4. Disarikan dari berbagai sumber.

2016 Metode Obsevasi & Wawancara


17 Drs. Agung Sigit Santoso, MSi., Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai