Anda di halaman 1dari 22

BAB III

PERSEPSI DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INDIVIDU

A. PENDAHULUAN

Dalam memahami perilaku keorganisasian, penting bagi kita untuk


mempelajari persepsi dan pengambilan keputusan individu.
Menurut Robbins & Judge (2012:175) Persepsi (perception) adalah
proses di mana individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-
kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan
mereka. Namun apa yang diterima seseorang pada dasarnya bisa
berbeda dari realitas objektif.

Menurut Salusu dalam buku Mesiono (2014: 153) mengemukakan


pengambilan keputusan itu ialah proses memilih suatu alternatif cara
bertindak dengan metode yang efisien sesuai situasi. Pengambilan
keputusan adalah suatu proses untuk menentukan satu pilihan dari
beberapa hal untuk menentukan satu pilihan dari beberapa
alternatif sebagai upaya untuk memecahkan suatu masalah yang
dihadapi, yang tentunya memiliki risiko.

Menurut penelitian Joseph persepsi berpengaruh secara parsial


terhadap Keputusan Pembelian Konsumen. Motivasi, Persepsi,
Kualitas Layanan dan Promosi berpengaruh signifikan baik secara
parsial maupun secara simultan terhadap Keputusan Pembelian
Konsumen. Pengaruh yang signifikan ini juga disebabkan oleh dalam
keadaan yang sama, persepsi seseorang terhadap suatu produk
dapat berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh adanya proses seleksi
terhadap berbagai stimulus yang ada. Pada hakekatnya persepsi
akan berhubungan dengan perilaku seseorang dalam mengambil
keputusan terhadap apa yang dikehendaki. Salah satu cara untuk
mengetahui perilaku konsumen adalah dengan menganalisis
persepsi konsumen terhadap produk.

Dengan persepsi konsumen kita dapat mengetahui hal-hal apa


saja yang menjadi kekuatan, kelemahan, kesempatan, atau ancaman
bagi produknya. Interpretasi seseorang mengenai lingkungan
tersebut akan sangat berpengaruh pada perilaku yang pada akhirnya
menentukan faktor-faktor yang dipandang sebagai motivasional atau
dorongan untuk melakukan sesuatu. Dengan memahami sedikit
pengertian mengenai persepsi dan pengambilan keputusan
individual dan penelitian tentang persepsi dan pengaruhnya
terhadap keputusan individu di atas, maka kita dapat mengetahui
pentingnya memahami kedua hal tersebut.

Setiap individu dalam organisasi tentunya memiliki perbedaan


perilaku. Karena itu jika kita ingin memahami perilaku organisasi
maka kita juga harus memahami perbedaan persepsi dan
kepribadian dari individu-individu yang ada dalam organisasi
tersebut. Karena organisasi terdiri dari berbagai individu yang
memiliki kepribadian yang berbeda-beda, dan kepentingan yang
berbeda-beda pula, pemahaman akan perilaku individual dan
perbedaan-perbedaannya dapat membantu membuat organisasi itu
semakin solid sehingga akan lebih mudah mencapai tujuannya. Oleh
karena itu, pembahasan persepsi dan Pengambilan Keputusan
Individu sangat relevan dalam upaya memahami perilaku
keorganisasian.
B. PEMBAHASAN

1. Persepsi

a. Pengertian Persepsi

Kreitner & Kinicki (2007: 207) mengatakan bahwa Perception is a


cognitive process that enables us to interpret and understand our
surroundings. recognition of objects in one of this process is major
functions. Persepsi adalah merupakan proses kognitif yang
memungkinkan kita menginterprestasikan dan memahami sekitar kita.
Dikatakan pula sebagai proses menginterprestasikan suatu lingkungan.
Orang harus mengenal objek untuk berinteraksi sepenuhnya dengan
lingkungan mereka. Ivancevich, dkk (2006: 116) mendefenisikan bahwa
persepsi adalah proses kognitif di mana seorang individu memilih,
mengorganisasikan, dan memberikan arti kepada stimulus lingkungan.
Sedangkan Nord dalam Winardi (2004: 203) Mendefenisikan persepsi
merupakan proses kognitif di mana seorang individu memberikan arti
kepada lingkungan. Mengingat bahwa masing-masing orang memberi
artinya sendiri terhadap stimuli, maka dapat dikatakan bahwa individu-
individu yang berbeda, “melihat” hal sama dengan caracara yang
berbeda

Menurut Suhendi & Anggara (2012: 67) Persepsi diartikan sebagai


proses pemahaman ataupun pemberian makna atas suatu informasi
terhadap ataupun pemberian makna atas suatu informasi terhadap
stimulus. Stimulus diperoleh dari proses pengindraan terhadap objek,
peristiwa, atau hubungan-hubungan antargejala yang selanjutnya
diproses oleh otak. Sementara itu Persepsi (perception) menurut
Robbins & Judge (2012: 175) adalah proses di mana individu mengatur
dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna
memberikan arti bagi lingkungan mereka. Namun apa yang diterima
seseorang pada dasarnya bisa berbeda dari realitas objektif.

Dalam Penelitian Joseph (2013: 2) Persepsi adalah proses yang dilalui


orang dalam memilih, mengorganisasikan dan mengintepretasikan
informasi guna membentuk gambaran yang berarti mengenai dunia
seseorang yang termotivasi siap untuk bertindak. Bagaimana orang
tersebut bertindak dipengaruhi oleh persepsinya mengenai situasi. Dari
pengertian para ahli diatas, kami menyimpulkan bahwa persepsi
merupakan keadaan penggabungan dari individu terhadap stimulus
yang diterimanya. Apa yang ada dalam diri individu, pikiran, perasaan,
pengalaman-pengalaman individu akan ikut aktif berpengaruh dalam
proses persepsi. Proses kognisi dimulai dari persepsi. Melalui
persepsilah manusia memandang dunianya.

b. Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi

Menurut Robbins dan Judge (2012:175) Ketika sesorang individu


melihat sebuah target dan berusaha untuk menginterpretasikan apa
yang ia lihat, interpretasi itu sangat di pengaruhi oleh berbagai
karekteristik pribadi dari pembuat persepsi individual tersebut.
karekteristik pribadi yang mempengaruhi persepsi meliputi sikap,
keperibadian, motif, minat, pengalaman masa lalu, dan harapan-
harapan seseorang. Karekteristik target yang diobservasikan bisa
mempengaruhi apa yang diartikan individu yang bersuara keras
cenderung di perhatikan dalam sebuah kelompok di bandingkan
individu yang diam. Begitu pula dengan individu yang luar biasa
menarik atau tidak menarik. Oleh karena target tidak di libatkan secara
khusus, hubungan sebuah target dengan latar belakang juga
mempengaruhi persepsi, seperti halnya kecenderungan kita untuk
mengelompokkan hal-hal yang dekat dan hal-hal yang mirip.

Faktor-faktor dalam diri si


pengerti :

a. Sikap-sikap
b. Motif-motif
c. Minat-minat
d. Pengalaman
e. Harapan-harapan
Faktor-faktor dalam
situasi :

1. Waktu Persepsi
2. Kedaan kerja
3. Keadilan sosial

Faktor-faktor dalam diri


target:
a. Sesuatu yang baru
b. Gerakan
c. Suara
d. Ukuran
e. Latar belakang
f. Kedekatan
g. kemiripan

Gambar 3.1 Faktor Mempengaruhi Persepsi Sumber: Stephen Robbins

dan Judge, Organizational Behavior, (2012:176)


Gambar tersebut menunjukan bahwa persepsi dibentuk oleh tiga
faktor, yaitu: (1) Perceiver, orang yang memberikan persepsi, (2) target,
orang atau objek yang menjadi sasaran persepsi, dan (3) situasi,
keadaan pada saat persepsi dilakukan. Faktor pelaku persepsi
mengandung komponen: (a) Sikap-sikap, (b) Motif-motif, (c) Minat-
minat, (d) Pengalaman, (e) Harapanharapan. Pelaku persepsi disini
adalah penafsiran seorang individu pada suatu objek yang dilihatnya
akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadinya sendiri,
diantaranya sikap, motif, minat, pengalaman, dan harapan.

Kebutuhan atau motif yang tidak dipuaskan akan merangsang


individu dan mempunyai pengaruh yang kuat pada persepsi mereka.
Contohnya seperti seorang tukang rias akan lebih memperhatikan
kesempurnaan riasan orang daripada seorang tukang masak, seorang
yang disibukkan dengan masalah pribadi akan sulit mencurahkan
perhatian untuk orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa kita
dipengaruhi oleh kepentingan/minat kita. Sama halnya dengan
ketertarikan kita untuk memperhatikan hal-hal baru, dan persepsi kita
mengenai orang-orang tanpa memperdulikan ciri-ciri mereka yang
sebenarnya.

Faktor target mengandung komponen: (a) sesuatu yang baru, (b)


gerakan, (c) suara, (d) ukuran, (f) latar belakang, (g) kedekatan (h)
kemiripan. Dari target ini akan membentuk cara kita memandangnya.
Misalnya saja suatu gambar dapat dilihat dari berbagai sudut pandang
oleh orang yang berbeda. Selain itu, objek yang berdekatan akan
dipersepsikan secara bersama-sama pula.

Faktor Situasi mengandung komponen: (a) waktu, (b) keadaan kerja,


(c) keadilan sosial. Faktor dalam situasi juga berpengaruh bagi persepsi
kita. Misalnya saja, seorang wanita yang berparas lumayan mungkin
tidak akan terlihat oleh laki-laki bila ia berada di mall, namun jika ia
berada di pasar, kemungkinanannya sangat besar bahwa para lelaki
akan memandangnya.

c. Pengelompokan Persepsi

Jika informasi berasal dari suatu situasi yang telah diketahui oleh
seorang, maka informasi yang datang tersebut akan mempengaruhi
cara seseorang mengorganisasikan persepsinya. Hasil pengorganisa-
sian persepsinya mengenai sesuatu informasi dapat barupa pengertian
tentang sesuatu obyek tersebut. Menurut Thoha (2011: 157)
Pengorganisasian persepsi itu meliputi tiga hal berikut ini:

a. Kesamaan dan ketidaksamaan

Sesuatu obyek yang mempunyai kesamaan dan ketidaksamaan ciri,


akan diperepsi sebagai suatu obyek yang berhubungan dan
ketidakhubungan. Artinya obyek yang mempunyai ciri yang sama
diperepsikan ada hubungannya, sedangkan obyek yang mempunyai ciri
tidak sama adalah terpisah.

b. Kedekatan dalam ruang

Obyek atau peristiwa yang dilihat oleh orang karena adanya


kedekatan dalam ruang tertentu, akan dengan mudah diartikan sebagai
obyek atau peristiwa yang ada hubungannya.

c. Kedekatan dalam waktu

Obyek atau peristiwa juga dilihat sebagai hal yang mempunyai


hubungan karena adanya kedekatan atau kesamaan dalam waktu.
Demikianlah ketiga hal di atas merupakan proses pengorganisasian
persepsi. Setiap obyek yang diketahui adanya kesamaan dan
ketidaksamaan, kedekatan dalam ruang, dan kedekatan dalam waktu,
maka akan diorganisasikan sedemikian rupa sehingga menciptakan
suatu persepsi tertentu.

Penglihatan Kesamaan + P
Ketidaksamaa E
Pendengaran
n kedekatan R
Penyentuhan S
Objek Perasaan ruang
Transformasi E
Penciuman Kedekatan P
Peristiwa waktu S
i

Gambar 3.2 Proses Organisasi Persepsi Sumber: Miftah Thoha, Perilaku

Organisasi, (2011:160)

d. Kesalahan Persepsi

Apabila seseorang melihat orang lain maka persepsinya terhadap


orang tersebut mungkin saja salah atau keliru. Dalam hal demikian
telah terjadi kesalahan persepsi. Kemungkinan kesalahan yang dapat
terjadi menurut para pakkar bentuknya sangat beragam. Pendapat
mereka mengandung persamaan, namun terdapat pula perbedaan,
sehingga secara keseluruhan dapat saling melengkapi. Kesalahan
persepsi menurut Greenberg dan Baron dalam Wibowo (2014: 67)
dapat berupa: Fundamental attribution error, Halo effect, Similar-to-me
effect, selective perception, dan First-impression error.

McShane dan Von Glinow dalam Wibowo (2014: 67) menunjukan


kesalahan persepsi sebagai: Halo Effect, Primacy effect, Recency effect,
dan False-consesus effect. Sementara itu, Kreitner dan Kinicki dalam
Wibowo (2014: 68) mengemukakan kesalahan persepsi biasa
ditemukan dalam bentuk: Halo, Leniency, sentral tendency, Recency
Effect, dan Contrast effect. Di bawah ini adalah pembahasan secara
bertahap kemungkinan bentuk kesalahan dalam persepsi kita terhadap
sesseorang menurut Wibowo (2014:67):

a. Fundamental Attribution Error


Merupakan kesalahan persepsi karena kecenderungan kita
menghubungkan tindakan orang lain pada sebab internal seperti
sifatnya, sementara untuk sebagian besar mengabaikan faktor
eksternal yang mungkin juga memengaruhi perilaku. Dengan
demikian, kita cenderung berasumsi bahwa perilaku orang lain
ditentukan oleh cara, sifat dan watak mereka. Kebanyakan di
antara kita mengasumsi bahwa seseorang yang datang terlambat
di tempat pekerjaan adalah karena dia malas, daripada karena
mengalami kemacetan lalu lintas.

b. Halo Effect
Merupakan kesalahan persepsi karena kesan umum kita tentang
orang biasanya didasarkan pada satu karakteristik yang
ditentukan sebelumnya, sehingga mewarnai persepsi kita
terhadap karakteristik lain dari orang tersebut. Terjadi karena
seorang penilai membentuk kesan menyeluruh tentang sesuatu
objek dan kemudian menggunakan kesan tersebut membias
penilaian tentang sesuatu objek. Menurut Sofyandi & Garniwa
(2007:71) Bila kita menarik suatu kesan umum mengenai seorang
individu berdasarkan suatu karakeristik tunggal, seperti misalnya,
kecerdasan, dapat bergaul, atau penampilan, berlangsunglah di
sini suatu efek halo.

c. Similar-to-me Effect Kecenderungan orang merasa atau


menganggap enteng atau ringan orang lain yang diyakini sama
dengan dirinya dalam setiap cara yang berbeda. Sebaliknya, bisa
terjadi karena kecenderungan orang merasa lebih menyukai orang
lain yang seperti mereka daripada mereka yang tidak sama.
Apabila atasan menilai bawahan, maka semakin sama bawahan,
semakin tinggi penilain yang diberikan oleh atasan.
Kecenderungan ini terjadi pula pada beberapa dimensi kesamaan
yang berbeda seperti kesamaan dalam nilai kerja dan kebiasaan,
kesamaan keyakinan tentang cara yang harus dilakukan dalam
pekerjaan, dan kesamaan yang berkaitan dengan variabel
demografis seperti umur, ras, gender, dan pengalaman kerja.

a. Selective Perception
Kecenderungan memfokus pada beberapa aspek lingkungan
sementara itu mengabaikan lainnya. Apabila kita bekerja dalam
lingkungan yang kompleks di mana banyak pendorong yang
meminta perhatian kita, adalah masuk akal bahwa kita
cenderung menjadi selektif, mempersempit bidang persepsi
kita. Hal ini menimbulkan bias karena kita membatasi perhatian
kita pada beberapa pendorong dan meningkatkan perhatian
kita pada pendorong lainnya.

b. First-impression Error
Kecenderungan mendasarkan pertimbangan kita tentang orang
lain pada kesan kita sebelumnya tentang mereka. Sering kali
cara kita mempertimbangkan seseorang tidak didasarkan
semata pada seberapa baik orang tersebut kinerjanya
sekarang, tetapi pada pertimbangan awal kita terhadap
individu tersebut. Kesan awal kita membimbing kesan kita
berikutnya, kita telah menjadi korban first empreion error.
Tugas manajerial menentukan secara akurat kinerja orang lain
adalah penting. Ketika kinerja bawahan membaik, maka perlu
untuk dikenal. Tetapi sering kali terjadi evaluasi sekarang
didasarkan pada kesan pertama yang buruk.

c. Primacy Effect
Merupakan kesalahan persepsi di mana kita secara cepat
membentuk opini tentang orang atas dasar informasi pertama
yang kita terima tentang mereka. Persepsi organisasi dan
interpertasi cepat terjadi karena kita perlu mengerti tentang
dunia sekitar kita. Masalahnya adalah bahwa kesan pertama,
terutama kesan pertama negatif, sulit untuk mengubah.
Setelah mengategorikan seseorang, kita cenderung memilih
informasi yang mendukung kesan pertama kita dan membuang
informasi yang berlawanan dengan kesan tadi. Primacy effect
ini sebenarnya mirip dengan First-impression error.
a. Recency Effect
Merupakan kesalahan persepsi di mana informasi yang paling
baru mendominasi persepsi kita terhadap orang lain. Bisa persepsi
ini paling umum terjadi ketika orang, terutama yang
pengalamannya terbatas, melakukan evaluasi yang menyangkut
informasi yang kompleks. Merupakan kecenderungan untuk
mengingat informasi yang baru terjadi. Apabila informasi yang
baru adalah negatif, orang atau objek dievaluasi secara negatif.

b. False-consensus Effect Merupakan kesalahan persepsi di mana


kita memperkirakan lebih tinggi terhadap orang lain yang
mempunyai keyakinan dan karakteristik sama dengan kita.
Pekerja yang berfikir untuk keluar dari pekerjaan berkeyakinan
bahwa sebagian besar rekan kerjanya juga berfikir untuk keluar
juga.

c. Lineancy Effect Merupakan karakteristik personal yang


mengarahkan individu untuk secara konsisten mengevaluasi orang
atau objek lain dalam cara sangat positif Karenanya dapat terjadi
menilai tinggi seorang profesor pada semua dimensi kinerja tanpa
memandang kinerja aktualnya. Penilai yang membenci
mengatakan masalah negatif tentang orang lain. Karenanya kita
perlu berusaha jujur dan realistis ketika mengevaluasi orang lain.

d. Central Tendency Effect


Merupakan kecenderungan menghindari semua pertimbangan
ekstrem dan menilai orang atau objek sebagai rata-rata atau
netral. Karenanya yang terjadi adalah menilai profesor rata-rata
pada semua dimensi kinerja tanpa memandang kinerja aktualnya.
Adalah wajar untuk memberikan umpan balik berupa informasi
baik positif maupun negatif.

e. Contrast Effect
Merupakan kecenderungan mengevaluasi orang
atau objek dengan membandingkan mereka dengan karakteristik
orang atau objek yang baru saja diamati. Menilai seorang profesor
yang baik sebagai rata-rata karena kita membandingkan
kinerjanya dengan tiga profesor terbaik yang kita miliki dalam
perguruan tinggi. Hal tersebut terjadi karena kita baru mengikuti
kuliah dari ketiga profesor yang unggul. Karenanya penting untuk
mengevaluasi pekerja terhadap standar daripada memori kita
tentang orang terbaik atau terburuk dalam pekerjaan tertentu.
Menurut Sofyandi & Garniwa (2007 :72) ekef kontras adalah
evaluasi dari karakteristik-karakteristik seseorang yang
dipengaruhi oleh pembandingan-pembandingan dengan orang-
orang lain yang baru saja dijumpai yang berperingkat lebih tinggi
atau lebih rendah pada karakteristik-karakteristik yang sama.

e. Memperbaiki Persepsi

Sebagaimana kita bahas sebelumnya, selain persepsi dapat


mempengaruhi perilaku, dapat juga terjadi persepsi mengalami
penyimpangan dalam berbagai macam bentuk. Oleh karena itu,
seorang manajer harus mampu mengurangi kemungkinan terjadinya
penyimpangan. Di bawah ini beberapa pedoman menurut Badeni
(2013:59) yang dapat dipakai untuk mengatasi hal tersebut.
1) Menyadari kapan faktor perceptual dapat memengaruhi persepsi
seseorang. Misalnya, ketika kita menyampaikan suatu ide baru, kita
harus sadar bahwa hal yang baru dapat memengaruhi persepsi orang
tersebut bahwa hal itu sesuatu yang terbaik. Untuk itu, kita harus
mencoba memengaruhi supaya hal baru tersebut tidak memengaruhi
persepsinya. Contoh lain, ketika kita menugasi seseorang dengan tugas
tertentu, seperti memimpin suatu kelompok.

2) Menyadari motif (misalnya motif kuasa, afiliasi, dan lainnya) dapat


berpengaruh terhadap persepsi tentang peran memimpin. Cara yang
dilakukan adalah dengan menjelaskan perannya secara ekspilisit.

3) Mencari informasi lain untuk mengonfirmasi yang kita tangkap.


Misalnya, ketika kita mendapat kesan bahwa seseorang adalah orang
baik, kita dapat mengkonfirmasikannya dengan mencoba meminta
bagaimana pendapat orang lain terhadap orang tersebut.

4) Empati yaitu usaha untuk melihat suatu situasi sebagaimana


dipersepsi orang lain sebab setiap orang dapat mendefinisikan sesuatu
yang sama secara berbeda.

5) Meluruskan persepsi seseorang melalui meminta umpan balik ketika


mereka memersepsi suatu situasi yang menyimpang.

6) Menghindari penyimpangan-penyimpangan yang umum terjadi


seperti stereotype, hallo effect, dan lain-lain.

7) Menghindari terjadi pengatribusian yang salah dengan cara


menganalisis beberapa faktor yang dapat mengakibatkan kesalahan
dalam pengatribusian.
2. Pengambilan Keputusan

a. Pengertian Pengambilan Keputusan

Setiap pemimpin pasti bertanggung jawab terhadap masa depan


organisasinya. Untuk itu tujuan yang telah ditetapkan harus dapat
tercapai dengan berbagai aktivitas dan kebijakan. Salah satu yang harus
dilakukan pemimpin dalam rangka pencapaian tujuan organisasi adalah
pengambilan keputusan. Untuk memberikan pemahaman tentang
pengambilan keputusan, terlebih dahulu dikemukakan pengertian
pengambilan keputusan.

Menurut Robins dalam Mesiono (2014: 153) decision making is a


process in which one chooses betwen two or more alternatives.
Pendapat ini menegaskan bahwa pengambilan keputusan sebagai
proses memilih satu pilihan di antara dua atau lebih alternatif.
Pengambilan keputusan adalah menetapkan pilihan atau alternatif
secara nalar dan menghindari diri dari pilihan yang tidak rasional, tanpa
alasan atau data yang kurang akurat.

Sedangkan menurut Rivai & Mulyadi, Pengambilan keputusan adalah


seperangkat langkah yang diambil individu atau kelompok dalam
memecahkan masalah. Pengambilan keputusan terjadi sebagai reaksi
terhadap suatu masalah. Dengan begitu jelaslah bawa pengambilan
keputusan merupakan hal yang penting untuk dilakukan dalam
hubungannya dengan organisasi.
b. Proses Pembuatan Keputusan yang Rasional

Menurut Rivai & Mulyadi (2012: 256) Teori pengambilan keputusan


klasik berasumsi bahwa keputusan harus dengan sepenuhnya rasional.
Proses pengambilan keputusan sebagai berikut: (1) Suatu masalah
dikenali, (2) Tujuan & sasaran hasil dibentuk/mapan, (3) Semua
alternatif yang mungkin dihasilkan, (4) Konsekuensi dari tiap alternatif
dipertimbangkan, (5) semua alternatif dievaluasi, (6) Alternatif yang
terbaik adalah satu yang memaksimalkan sasaran hasil dan tujuan, (7)
Akhirnya, keputusan diterapkan dan dievaluasi. Sedangkan Ivancevich,
dkk (2006: 161) mengemukakan ada 9 proses pengambilan keputusan
rasional yaitu: (1) Penetapan Terget dan Tujuan Spesifik serta
Pengukuran Hasil. (2) Identifikasi dan Definisi Masalah, (3) Penetapan
Prioritas, (4) Mempertimbangkan Penyebab Masalah,
(5)Pengembangan Solusi Alternatif, (6) Evaluasi Terhadap Seluruh
Alternatif Solusi, (7) Memilih Solusi, (8) Implementasi, (9) Tindak Lanjut.

Pendapat diatas sejalan dengan Robbins & Judge (2012: 189) yang
berfikir bahwa pembuat keputusan yang paling baik adalah yang
rasional. Artinya, pembuat keputusan tersebut membuat pilihan-pilihan
yang konsisten dan memaksimalkan nilai dalam batasan-batasan
tertentu. Menurut Robbins & Judge (2012: 189) Pilihan-pilihan ini
dibuat dengan mengikuti enam langkah dari model pembuatan
keputusan yang rasional. Selain itu, ada asumsi-asumsi tertentu yang
mendasari model ini. Enam langkah dalam model pembuatan
keputusan yang rasional Menurut Robbins & Judge (2012: 189) adalah
sebagai berikut:
a. Model ini dimulai dengan mendefinisikan masalahnya. Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, sebuah masalah ada ketika
terdapat ketidaksesuaian antara keadaan yang ada dan keadaan
perkara yang diinginkan.

b. Setelah seorang pembuat keputusan mendefinisikan masalahnya,


ia harus mengidentifikasikan kriteria keputusan yang penting
dalam menyelesaikan masalah tersebut. Dalam langkah ini,
pembuatan keputusan menentukan apa yang relevan dalam
membuat keputusan. Langkah ini memproses berbagai minat,
nilai, dan pilihan pribadi yang serupa dari si pembuat keputusan.
Pengidentifikasi kriteria tersebut penting karena apa yang
dianggap relevan oleh seorang individu belum tentu demikian
bagi individu lain. Selain itu, ingatlah bahwa faktor-faktor yang
tidak diidentifikasikan dalam langkah ini dianggap tidak relevan
dengan si pembuat keputusan.

c. Semua kriteria yang diidentifikasikan jarang sekali memiliki tingkat


kepentingan yang sama. Jadi, langkah ketiga mengharuskan
pembuat keputusan untuk menimbang kriteria yang telah
diidentifikasikan sebelumnya guna memberi mereka prioritas
yang tepat dalam keputusan tersebut.
d. Langkah keempat mengharuskan pembuat keputusan membuat
berbagai alternatif yang dapat berhasil dal menyelesaikan
masalah tersebut. Tidak ada usaha yang dikerahkan dalam
langkah ini untuk menilai alternatif-alternatif tersebut, hanya
untuk menyebutkan mereka.
e. Setelah alternatif-alternatif dibuat, pembuat keputusan harus
menganalisis dan mengevaluasi setiap alternatif dengan seksama.
Hal ini dilakukan dengan menilai setiap alternatif dalam setiap
kriteria. Kelebihan dan kekurangan setiap alternatif menjadi jelas
ketika alternatif tersebut dibandingkan dengan kriteria dan bobot
yang diperoleh di langkah kedua dan ketiga.

f. Langkah terakhir dalam model ini mengharuskan kita untuk


memperhitungkan keputusan yang opimal. Hal ini dilakukan
dengan mengevaluasi setiap alternatif terhadap kriteria yang
ditimbang dan memilih alternatif yang memiliki nilai total lebih
tinggi.

Menurut Rivai & Mulyadi (2012: 238) Model pengambilan


keputusan rasional didasarkan atas asumsi yaitu: (a) kejalasan
masalah dan tidak mendua, (b) pilihan-pilihan diketahui yaitu
semua kriteria dapat didefinisikan dan disadari konsekuensinya,
(c) pilihan yang jelas yaitu kriteria dan alternatif dapat
diperingatkan dan ditimbang akan arti pentingnya, (d) pilihan
yang konstan, (e) tidak ada batasan waktu atau biaya, dan (f)
pelunasan maksimal yaitu pengambilan keputusan rasional akan
memilih alternatif yang menghasilkan nilai yang dirasakan paling
tinggi.

C. Meningkatkan Kreativitas dalam Pembuatan Keputusan


Meskipun mengikuti langkah-langkah model pembuatan
keputusan yang rasional sering kali bisa memperbaiki
keputusan, pembuat keputusan yang rasional juga
membutuhkan kretivitas, yaitu kemampuan menciptakan ide-
ide baru dan bermanfaat. Ini adalah ide-ide yang berbeda dari
apa yang telah dilakukan sebelumnya tetapi juga sesuai untuk
masalah tersebut atau peluang yang dihadirkan. Mengapa
kreativitas sangat penting dalam pembuatan keputusan?
Kreativitas memungkinkan pembuat keputusan untuk menilai
dan memahami masalah dengan lebih mendalam, termasuk
melihat masalah-masalah yang tidak bisa dilihat oleh individu
lain. Namun, nilai yang paling jelas dari kreativitas adalah
dalam membantu pembuat keputusan mengidentifikasikan
semua alternatif yang mungkin, atau dalam
mengidentifikasikan alternatif-alternatif yang belum jelas.
a. Potensial yang Kreatif
Sebagian besar individu memiliki potensial kreatif yang bisa
mereka gunakan ketika berhadapan dengan masalah
pembuatan keputusan. Tetapi untuk mengeluarkan potensi
tersebut, mereka harus ke luar dari pola psikologis yang kita
miliki dan belajar meilhat semua masalah dalam cara-cara
yang berbeda. Setiap individu memiliki kreaivitas bawaan
yang berbeda-beda, dan kreativitas yang luar biasa
sangatlah langkah. Sebuah penelitian mengenai kreativitas
seumur hidup dari 461 pria dan wanita menyimpulkan
bahwa ada kurang dari 1 persen yang mempunyai kreativitas
yang luar biasa. Tetapi 10 persen sangat kreatif dan sekitar
60 persen agak kreatif. Ini menunjukan bahwa sebagian
besar individu memiliki potensi menjadi kreatif, kita hanya
perlu belajar melepaskannya.
b. Tiga Komponen Model Kreativitas Expertise (keahlian),
adalah dasar untuk setiap pekerjaan kreatif. Keahlian disini
dapat berupa Kemampuan, pengetahuan, pengalaman,
kecakapan. Misalnya, penulis, produser, dan sutradara film
Quentin Tarantino menghabiskan masa mudanya dengan
bekerja di sebuah toko penyewaan video, yang menambah
pengetahuannya tentang film. Creativity Skill (Keterampilan
berfikir kreatif). Hal ini mencakup karakteristik kepribadian
yang berhubungan dengan krteativitas, kemampuan untuk
menggunakan analogi, serta bakat untuk melihat sesuatu
yang sudah lazim dari sudut pandang berbeda.
Task Motivation (motivasi tugas) adalah keinginan untuk
mengerjakan sesuatu karena hal tersebut menarik, rumit,
mengasyikkan, memuaskan, atau menantang secara pribadi.
Komponen motivasional ini mengubah potensial kreativitas
menjadi ide-ide kreatif yang aktual. Hal ini menentukan
tingkat sampai mana individu sepenuhnya melibatkan
keahlian dan keterampilan kreatif mereka. Jadi, individu
yang kreatif sering kali mencintai pekerjaan mereka, sampai
di sebuah titik mereka terlihat terobsesi.

d. Hubungan Persepsi Dengan Pengambilan Keputusan


Individu
Individu akan mengambil keputusan ketika ia dihadapkan
pada dua atau lebih alternatif. Oleh karena itu, pengambilan
keputusan individu merupakan bagian penting dari perilaku
organisasi. Tetapi cara individu mengambil keputusan dan
kualitas pilihanya sangat dipengaruhi oleh persepsi mereka.
Pengambilan keputusan terjadi sebagai reaksi atas suatu
masalah yang sedang dihadapi. Yaitu perbedaan antara
situasi sekarang dengan situasi yang diinginkan, yang
mengharuskan kita untuk mempertimbangkan alternative-
alternatif tindakan yang harus dilakukan untuk mengatasi
atau menyelesaikan masalah tersebut.
Setiap keputusan membutuhan kita untuk
menginterpretasikan dan mengevaluasi informasi yang kita
terima. Pada umumnya, kita menerima data dari berbagai
sumber yang perlu kita saring, proses dan interpretasi. Data
mana yang relevan bagi keputusan dan mana yang tidak?
Persepsi kita akan menjawab pertanyaan itu. Kita juga perlu
mengembangkan alternatifalternatif dan mengevaluasi
kekeuatan dan kelemahannya. Sekali lagi, proses perceptual
kita akan mempengaruhi hasil akhir. Selama pengambilan
keputuasan, kesalahan perseptual sering kali muncul
sehingga dapat membiaskan analisis dan kesimpulan.
Menurut Badeni (2013: 60) upaya pembuatan keputusan
terjadi ketita seseorang menemui masalah. Suatu
kesenjangan terjadi ketika antara seharusnya berbeda
dengan kenyataan yang terjadi. Umpama kendaraan kita
rusak sementara kita sangat tergantung dengannya ketika
kita harus pergi ke kantor, kita memiliki masalah yang
memerlukan pembuatan keputusan. Sayangnya tidak semua
masalah tertata rapi seperti yang kita harapkan sehingga kita
mudah mengambil keputusan. Sering kali sesuatu itu sudah
menjadi masalah bagi kita tapi itu justru belum merupakan
masalah bagi orang lain bahkan ia tenang-tenang saja dan
puas saja dengan apa ia alami dan capai. Sehubungan
dengan ini, kesadaran akan masalah yang dirasakan ada dan
keputusan itu perlu dibuat juga suatu persoalan perseptual.
Lebih-lebih lagi bahwa setiap keputusan memerlukan
interprestasi dan penilaian informasi.
Data secara khusus diterima dari berbagai sumber dan
perlu untuk disaring, diproses dan diinterpretasi. Data apa
yang sesuai untuk mengambil keputusan dan data apa serta
data mana yang tidak sesuai. Persepsi pembuat keputusan
akan memberikan jawaban atas masalah yang dirasakan.
Berbagai alternatif perlu dikembangkan dan kekuatan dan
kelemahan masing-masing perlu disaring dan dievaluasi
demi pembuatan keputusan, namun hasil sangat tergantung
perseptual pembuatan keputusan. Dengan kata lain persepsi
seseorang terhadap masalah yang dihadapi sangat
mendasari keputusan yang dihasilkan.

Anda mungkin juga menyukai