Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ISLAM DAN GLOBALISASI

Mata Kulia : Metode Studi Islam

Dosen : Yoyok Amirudin M.Pd.I

Di susun Oleh :
 Luthfiana Rojaun Najah Efendi NPM : 22001011090
 Nabilla Shafira Hasbi NPM : 22001011094
 Sinta Nuriyah NPM : 22001011092

PRODI PAI UNISMA ISLAM MALANG


Jl. Mayjend-Hariono 193 Malang 65244

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta hidayah kepada kita semua, sehingga berkat Karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ISLAM DAN GLOBALISASI”. Makalah ini
diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Metode Studi Islam.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan banyak
terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah
ini sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Dan tidak lupa juga
penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak dosen, Yoyok Amirudin, M.Pd.I yang
telah membimbing penulis.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharap kritik
dan saran yang bersiifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Dalam penyusunan
makalah ini penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri
maupun kepada pembaca umumnya.

Malang, 17 Oktober 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul………………………………………………………………………….. 1

Kata Pengantar…………………………………………………………………………... 2

Daftar Isi…………………………………………………………………………………. 3

BAB I : PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang……………………………………………………......................... 4

1.2    Rumusan Masalah………………………………………………………………… 4

BAB II : PEMBAHASAN

2. 1 Pengertian Globalisasi…………………………………………………………… 5

2.2 Faktor penyebab Globalisasi……………………………………………………. 6

2.3 Pandangan Islam Terhadap Globalisasi…………………………………………. 6

2.4 Respon muslim terhadap globalisasi…………………………………………….. 7


2.5. Eksistensi Generasi Islami di Era Globalisasi …………………………………… 12
2.6 Eksistensi Umat Islam di Era Masyarakat Global ……………………………………… 14
2.7. Tantangan dan Peluang Islam dalam Masyarakat Global ………………………. 15

BAB III : PENUTUP

3.1 Kesimpulan ………………………………………………………………………… 16

3.2 Saran……………………………………………………………………………........ 16

Daftar Pustaka ………………………………………………………………………….. 17

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Islam menurut bahasa dari bahasa arab, yaitu dari kata salima yang mengandung
arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata salima selanjutnya diubah menjadibentuk
aslama yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian. Oleh karena itu orang yang
berserah diri, patuh, dan taat kepada Allah SWT disebut sebagai orang muslim.dari uraian
di atas bisa diambil kesimpulan bahwa islam menurut bahasa ialah patu, berserah diri, dan
taat kepada Allah SWT.

Dalam makna istilah islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya yang diwahyukan
Allah kepada masyarakat melalui Nabi Muhammad SAW. Menurut Maulana Muhammad
Ali islam adalah agama pendamaian dan dua ajaran pokoknya, yaitu keesaan Allah dan
kesatuan atau persaudaraan umat islam menjadi bukti nyata bahwa agama islam itu selaras
pada namanya.

Menghadapi peradaban dunia islam secara keseluruannya berada dalm tatanan


global yang mendasar dipengaruhi oleh perkembangan teknologi komunikasi.
Transportasi, dan informasi semuanya ini membuat dnia semakin global dan sempit karena
mudanya dijangkau] Dan inilah yang disebut fenomena “globalisasi”, yang secara
sederhana bisa dipahami sebagai suatu proses pengintegrasian budaya, politik, ekonomi,
dan informasi nasional bangsa-bangsa ke ruang lingkup dan tatanan baru sistem jaringan
dunia (global). Untuk itu menulis akan membahas tentang ISLAM DAN GLOBALISASI
yang akan dibahas dalam makalah ini.

1.2.     Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Globalisasi?


2. Sebutkan factor penyebab Globalisasi?
3. Bagaimana Pandangan Islam Terhadap Globalisasi ?
4. Bagaimana Respon muslim terhadap globalisasi ?
5. Apa Eksistensi Generasi Islami di Era Globalisasi ?
6. Apa Eksistensi Umat Islam di Era Masyarakat Global ?
7. Bagaimana Tantangan dan Peluang Islam dalam Masyarakat Global ?

4
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1. Pengertian globalisasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, globalisasi adalah proses masuknya  ke
ruang lingkup dunia (kbbi.web.id, 2016).[1] Definisi ini menunjukkan bahwa  segala hal
aktivitas yang terkait dengan aktivitas di seluruh dunia yang dapat kita  ketahui,
merupakan suatu globalisasi. Misalnya, globalisasi siaran televisi sudah tidak dapat
dihindarkan lagi, seketika kita dapat mengetahui dan menyaksikan pertandingan sepakbola
di Eropa dari rumah kita

Globalisasi adalah suatu proses yang menyeluruh atau mendunia dimana setiap
orang tidak terikat oleh negara atau batas-batas wilayah, artinya setiap individu dapat
terhubung dan saling bertukar informasi dimanapun dan kapanpun melalui media
elektronik maupun cetak. Pengertian globalisasi menurut bahasa yaitu suatu proses yang
mendunia. Globalisasi dapat menjadikan suatu negara lebih kecil karena kemudahan
komunikasi antarnegara dalam berbagai bidang seperti pertukaran informasi dan
perdagangan.

Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan


keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia
melalui perdagangan,investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi
yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Globalisasi adalah
suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi,
bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas Negara. Berikut
pengertian Globalisasi Menurut Para Ahli atau Pakar:

1. Laurence E. Rothernberg mengatakan globalisasi ialah percepatan dari


intensifikasi interaksi dan integrasi antara orang-orang, perusahaan dan pemerintah
dari negara yang berbeda. 
2. Anthony Giddens mengatakan bahwa globalisasi adalah intensifikasi hubungan
sosial secara mendunia sehingga menghubungkan antara kejadian yang terjadi
dilokasi yang satu dengan yang lainnya serta menyebabkan terjadinya perubahan
pada keduanya. 
3. Emanuel Ritcher mengatakan globalisasi adalah suatu jaringan kerja global yang
mempersatukan masyarakat secara bersamaan yang sebelumnya tersebar menjadi
terisolasi kedalam saling ketergantungan dan persatuan dunia. 
4. Martin Albrow mengatakan globalisasi adalah seluruh proses penduduk yang
terhubung ke dalam komunitas dunia tunggal, komunitas global. 
5. Malcom Waters mengatakan globalisasi adalah sebuah proses sosial yang
berakibat bahwa pembatasan geografis pada keadaan sosial budaya menjadi kurang
penting, yang terjelma didalam kesadaran orang.

5
6.       Selo Soemardjan mengatakan globalisasi merupakan sebuah proses terbentuknya
sistem organisasi dan komunikasi antar masyarakat di seluruh dunia untuk
mengikuti sistem dan kaidah-kaidah tertentu yang sama.
7. Achmad Suparman mengatakan globalisasi yaitu suatu proses yang menjadikan
sesuatu benda atau perilaku sebagai ciri dari setiap individu di dunia tanpa dibatasi
oleh wilayah.

2.2.     Faktor-faktor penyebab Globalisasi


Faktor-faktor Penyebab Globalisasi adalah sebagai berikut:
1. Perkembangan teknologi informasi komunikasi yang berperan untuk
kemudahan dalam transaksi ekonomi antar negara. Mudahnya akses
informasi menyebabkan semakin mudahnya interaksi terhadap siapapun
dibelahan dunia manapun.
2. Kerja sama ekonomi Internasional yang memudahkan terjadinya kesepakatan-
kesepakatan antarnegara yang terjalin dengan erat. Kerja sama antar Negara juga
menyebabkan semakin besarnya persaingan antar Negara untuk memenagkan pasar
internsional.
3. Majunya ilmu pengetahuan pada teknologi transportasi yang mempermudah
dalam jasa transport dan pengiriman barang keluar negeri. Mudahnya
transformasi mempermudah interaksi dengan siapapun. Dengan mudahnya
seseorang pergi menuju suatu Negara dengan waktu tempuh yang relatif cepat.

2.3.    Pandangan Islam Terhadap Globalisasi


Islam adalah agama global dan universal. Tujuannya adalah menghadirkan risalah
peradaban islam yang sempurna dan menyeluruh, baik secara spirit, akhlak maupun
materi. Di dalamnya, ada aspek duniawi dan ukhrowi yang saling melengkapi. Keduanya
adalah satu kesatuan yang utuh dan integral. Universalitas atau globalitas islam
menyerukan kepada semua manusia, tanpa memandang bangsa, suku bangsa, warna kulit
dan deferensiasi lainnya. Hal ini dijelaskan Allah SWT. dalam al-Qur’an,
”Al -Qur’an itu hanyalah peringatan bagi seluruh alam” (Qs. at Takwir:27)

Semenjak abad VII H., nabi Muhamad SAW. sudah menerapkan konsep globalisasi
dalam berbagai aspek kehidupan. Misalnya ketika beliau mengirim utusannya membawa
surat-surat beliau kepada para raja dan para pemimpin di  berbagai negara tetangga. Di
antara para raja dan pemimpin itu adalah Raja Romawi dan Kisra Persia. Dengan
demikian, ketika beliau wafat maka seluruh  bangsa Arab sudah mampu meneruskan
globalisasi yang telah dirintis oleh beliau. Perlu dipahami bahwa globalisasi islam
berangkat dari kesatuan antara tataran konseptual dan tataran aktual, dan ini merupakan
salah satu keistimewaan islam. Bahkan menurut Fathi Yakan, globalisasi islam memiliki
keistimewaaan-keistimewaan, yaitu:
a.       Memiliki keseimbangan antara hak dan kewajiban  

b.      Membangun suatu masyarakat yang adil dan memiliki kekuatan

6
c.      Memiliki landasan atau konsep kesetaraan manusia tanpa diskriminasi, baik status
sosial, etnis, kekayaan, warna kulit dan sejenisnya
d.      Menjadikan musyawarah sebagai landasan sistem politik
e.      Menjadikan ilmu sebagai kewajiban bagi masyarakat untuk mengembangkan bakat-
bakat kemanusiaan dan lain-lain

Globalisasi yang kita pahami adalah globalisasi islam. Dalam kerangka filosofis
keumatan, kita harus memahami bahwa islam adalah aturan universal yang bisa
menjangkau dunia. Ia bisa melampaui ruang dan waktu, dan tak terbatasi. Globalisasi
islam adalah proses mengglobalkan nilai-nilai universalitas, seperti toleransi, kebersamaan,
keadilan, kesatuan, musyawarah dan lain-lain.

Jadi dapat kita pahami Konsep globalisasi yang muncul baru-baru ini sebenarnya
sudah ada dalam ajaran agama islam dan sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Maka
kita sebagai umat islam perlu memanfaatkan globalisasi sekaligus meniru apa yang sudah
dilakukan Nabi Muhammad SAW. Dengan memperhatikan poin-poin penting dalam
globalisasi islam.

2.4. Respon muslim terhadap globalisasi

1.   Optimis : Globalization from Below sebagai Sebentuk Perlawanan

            Pihak yang optimis melihat globalisasi sebagai peluang bagi umat Islam untuk
memberikan kontribusi sumbangan pemikiran agar Islam bisa diterima oleh peradaban
global yang kini dominan. Akber S. Ahmed, adalah representasi dari sikap optimis
semacam ini. Ahmed menguraikan temuannya ini dalam kapasitasnya sebagai intelektual
Muslim yang banyak terlibat dengan media Barat sehingga tidak heran kalau realitas
posmodernisme baginya adalah realitas media. Dalam hal ini, Ahmed memposisikan diri
sebagai seorang posmodernis afirmatif.

                Hal ini bisa terlihat dari kegirangannya untuk menyambut semangat pluralisme-
posmodernisme yang gaungnya di Barat sudah sangat kuat. Bila diterjemahkan dalam
kontes hubungan Barat dan Islam, Ahmed membayangkan bahwa pluralism
posmodernisme menjanjikan situasi yang lebih dialogis.

Dalam analisis Ahmed, globalisasi media yang disokong jaringan korporasi modal
internasional telah menembus batasan kultural, geografis, dan negara sedemikian rupa
sehingga beragam cara pandang bertemu dalam tingkat yang intensif. Dengan dukungan
ajaib teknologi, media audio-visual bahkan mampu menghadirkan secara serentak beragam
wacana menjadi satu paket sajian media. Dalam media; ide filsafat, khotbah, agama, fakta
sejarah, science-fiction,  dan budaya pop berkelindan menjadi satu.

            Dalam Islam in the Age of Postmodernity, Ahmed menegaskan bahwa


posmodernisme telah menyentuh sisi terdalam agama Islam; meliputi studi-studi Islam dan
cara pandang para intelektual Muslim. Para intelektual Muslim yang menularkan
7
perubahan drastis dalam paradigma studi Islam ini mayoritas berdiam di negeri-negeri
Barat. Perubahan drastis ini, menurut Ahmed, dinisbatkan kepada fenomena yang disebut
‘globalisasi’. Merujuk definisi yang diberikan Anthony Giddens, Ahmed memaknai
globalisasi identik dengan perkembangan secara di ranah teknologi, transportasi, serta
informasi yang menyebabkan ujung dunia sekalipun bisa dijangkau dengan mudah.

            Sebagai seorang intelelektual Muslim yang mengalami fase-fase awal


perkembangan posmodernisme, Ahmed mengetengahkan contoh yang bagus dari proses
globalisasi dengan mengamati kontroversi seputar Salman Rushdie yang terjadi di akhir
tahun 1980-an di Inggris akibat penyebaran buku The Satanic Verses. Dalam waktu
beberapa jam saja, perkembangan yang terjadi di Inggris langsung mendapat respon dari
orang-orang Muslim yang hidup di belahan benua lain; mereka yang ada di Islamabad dan
Bombay. Pada akhirnya, orang-orang Muslim yang memprotes tersebut rela mati demi
mengutarakan protes keras mereka terhadap buku Salman Rusdie yang isinya menghina
figur suci umat Islam, yakni Rasulullah Muhammad SAW. Timbul reaksi dari berbagai
kalangan; pemerintah mengeluarkan pernyataan, media berbicara, editorial, ketegangan
dan protes mewarnai perdebatan di media cetak maupun elektronik. Tidak pernah ada
dalam sejarah sebuah peristiwa berkembang dan mendapat respon begitu cepat serta luas
seperti kasus Salman Rusdie ini.

            Bagaimana dengan internet? Menilik fenomena worldwide world atau yang


populer dengan nama internet, sangat menarik ketika fenonema ini dihubungkan dengan
keberadaan umat Islam yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Internet memunculkan apa
yang dinamakan “globalizing the local”, yakni memasukkan wacana Islam normatif ke
wacana Barat melalui teknologi informasi. Konteks ini berbicara tentang diaspora umat
Islam, terutama yang berimigrasi di Eropa dan Amerika Utara. Mereka membangun
komunitas Muslim yang solid di negara-negara Barat, yang oleh Benedict Anderson
disebut “creole” dari information superhighway; aktor-aktor politik yang kekuatan
politiknya terletak pada adopsi yang mereka lakukan terhadap teknologi yang
memungkinkan mereka untuk mencetak secara elektronik dan mentransfer informasi.
Internetlah yang telah menjadikan diaspora umat Islam di negeri Barat mampu
mengekspresikan keyakinan agama mereka dengan sangat masif. Hal ini semakin
menguatkan identitas mereka sebagai Muslim.

            Lebih dari itu, Karim H. Karim memandang ‘encounter’ atau persentuhan diaspora


umat Islam dengan internet di negara-negara Barat – terutama di Amerika Utara, Eropa
dan Australia; sekaligus memunculkan fenomena baru yang dinamakan ‘diasporic
faithful’. Fenomena ini menarik untuk dicermati karena ‘diasporic faithful’ telah menjadi
salah satu aspek dari gerakan perlawanan yang disebut ‘globalization from below’.  Ide
mengenai ummah melingkupi seluruh dunia namun bersatu dalam beberapa ide
dasar, prefigure  sifat dasar diaspora yang mengglobal.

Diaspora Muslim transnasional (yang dihubungkan oleh kelompok, asal negara,


dan/atau aliansi politik) menggunakan teknologi yang menjadi bagian dari top-down
globalization seperti telepon, fax, handphone, digital broadcasting satellite,  dan internet.

8
Uniknya, diaspora Muslim transnasional menggunakan teknologi ini untuk
mengembangkan komunikasi alternatif dengan network  yang
mensupport sebuah globalization from below. Dalam beberapa kasus, network-network
semacam ini mampu melakukan counter terhadap pembatasan yang dilakukan pemerintah
negara-negara Muslim, misalnya the Kurdish MED-TV dan televisi yang dimiliki oleh
Ahmadiyyah Internasional.

            Seperti yang telah dijelaskan oleh Giddens, globalisasi pada pokoknya berarti
proses interkoneksi yang terus meningkat di antara berbagai masyarakat sehingga
kejadian-kejadian yang berlangsung di sebuah negara mempengaruhi negara dan
masyarakat lainnya. Dunia yang terglobalisasi adalah dunia dimana peristiwa-peristiwa
politik, ekonomi, budaya, dan sosial semakin terjalin erat dan merupakan dunia dimana
kejadian-kejadian tersebut berdampak secara besar. Dengan kata lain, kebanyakan
masyarakat dipengaruhi secara ekstensif dan lebih intensif oleh peristiwa yang terjadi di
masyarakat lain. Peristiwa itu pada dasarnya berkaitan dengan kehidupan sosial, ekonomi,
dan politik.

            Menurut IMF (International Monetary Fund) sebagai salah satu institusi pilar


globalisasi, globalisasi ekonomi adalah sebuah proses historis. Globalisasi merujuk pada
integrasi ekonomi yang terus meningkat di antara bangsa-bangsa di muka bumi, terutama
lewat arus perdagangan dan keuangan.

Sementara itu institusi pilar lain dari globalisasi, yakni Bank Dunia (World Bank),
menyatakan bahwa inti globalisasi ekonomi adalah proses sharing kegiatan ekonomi dunia
yang berjalan melanda semua masyarakat di berbagai negara dengan mengambil tiga
bentuk kegiatan, yakni perdagangan internasional, investasi asing langsung dan aliran
pasar modal.

2.   Kritis : Globalisasi Sarat dengan Worldview Barat

            Pihak yang pesimis memandang curiga pada globalisasi dengan beberapa alasan;


antara lain :

Pertama, istilah ’globalisasi’ perlu ditelaah secara teliti. Ia bukanlah istilah yang bisa
dimaknai secara subjektif. Artinya, globalisasi membawa agenda yang penuh
dengan world-view Barat.

            Dalam diskusi seputar globalisasi, jelas sudah bahwa istilah ‘globalisasi’ tidak
melulu menjadi milik bidang ilmu bisnis namun menjadi diskusi interdisipliner dalam
bidang ilmu sosial. Dalam konteks ini mungkin ada sebuah argumen yang menyatakan
bahwa masing-masing definisi mengindikasikan istilah dari perspektif tertentu, namun
pada akhirnya, seluruh definisi menggiring kepada globalisasi Anglo Saxon; yang pada
akhirnya akan menuju ke satu bentuk comprehensive globalization yang melibatkan
seluruh kekuatan yang akan mengarahkan dunia kepada sebuah desa buana (global
village), mempersempit jarak, menghomogenkan budaya, mereduksi kedaulatan nasional

9
dan batas-batas hubungan politik. Dalam konteks ini, para intelektual sepakat dengan Ali
Mazrui serta intelektual-intelektual lain yang memiliki argumen bahwa ‘globalisasi’
merupakan “desanisasi dunia (villagization of the world)”. Bagaimanapun juga, konsep
desanisasi dunia tidak dimaknai sebagai sebuah kulminasi positif dimana seluruh
penduduk bumi akan bisa terlibat, sejajar, dan bahkan terintegrasi secara harmonis, namun
globalisasi lebih mengacu kepada proses homogenisasi global yang dengan sengaja
dikonstruk oleh kepentingan Amerika dan negara-negara Barat lainnya.

            Mark Levine mengatakan bahwa pengalaman umat Islam terkait globalisasi


dimaknai sebagai sebuah ‘a post-modern culturalism’, yang berkaitan erat dengan apa
yang disebut kulturalisasi politik dan ekonomi, sebagai momen yang menegaskan
terjadinya globalisasi kontemporer. Mensikapi diskursus semacam ini, para intelektual
Muslim meminta apa yang dinamakan ‘hak untuk berbeda’ secara kultural. Fokus para
sarjana Muslim pada hak untuk berbeda secara kultural ini menjadi sangat krusial, sebab
globalisasi dimaknai sebagai dasar pikiran atau legitimasi bagi semakin tingginya tingkat
kemiskinan serta kesenjangan di antara negara-negara di dunia.

                Kedua, para intelektual Muslim sepakat, bahwa globalisasi menandai sebuah


kontinuitas dominasi dan hegemoni Barat yang telah berlangsung selama ratusan tahun,
dimana sekarang ini Amerika memanfaatkan globalisasi untuk meruntuhkan norma-norma
politik, ekonomi, dan budaya yang eksis di negara-negara non Barat. Dalam konteks ini,
Amerika menggunakan yayasan-yayasan budaya/ideologi globalisasi. Lewat yayasan-
yayasan ini, Amerika ingin merealisasikan tujuan-tujuan imperialismenya tanpa
menyebabkan reaksi-reaksi revolusioner, seperti yang pernah dilakukan oleh imperialisme
Barat pada masa lalu. ‘Fine power’ (kekuatan yang menyenangkan),  merupakan istilah
yang sangat tepat untuk menggambarkan pemanfaatan yayasan-yayasan milik Amerika
tersebut.

            Pesimisme para sarjana Muslim seperti yang dijelaskan Mark Levine di atas,
mendapatkan momennya ketika globalisasi tiba pada fase ketiga perjalanannya, yakni
pasca Perang Dingin. Setelah Uni Soviet runtuh, praktis gravitasi politik internasional
terpusat ke Amerika sehingga muncul istilah ’center’ dan ‘periphery’ yang dipopulerkan
oleh Barry Buzan. Dominasi dan hegemoni politik kebijakan luar negeri Amerika Serikat
semakin signifikan manakala peristiwa WTC 9/11 terjadi. Secara sepihak, George W.
Bush yang kala itu menjabat sebagai presiden, mengeluarkan frase “axis of evil”  yang
ditujukan kepada siapapun yang berani menentang politik kebijakan luar negerinya.

            Jika menilik pada latar belakang penolakan umat Islam terhadap globalisasi, maka
globalisasi di sini diasosiasikan dengan Westernisasi, yang mereduksi bahkan
mendekonstruksi nilai-nilai (values) non Barat. Westernisasi, secara spesifik dikatakan
sebagai ghazwul fikri (perang pemikiran). Istilah ini mulai popular sejak tahun 1990. Buku
pertama yang mengulas tentang ghazwul fikri adalah buku yang ditulis oleh A.S.Marzuq
berjudul “Ghazwul Fikri” terbitan Pustaka al-Kautsar tahun 1990.

            Istilah Westernisasi sendiri menandakan terdapatnya proses pengadopsian budaya


Barat dalam bidang industri, teknologi, hukum, politik, ekonomi, gaya hidup, abjad,
10
agama, filsafat, serta nilai-nilai. Terlepas dari ketidaksepakatannya terhadap pihak-pihak
yang melihat globalisasi sebagai sarana menyebarkan Westernisasi, serta menjadi
semacam ”kutukan Barat” terhadap budaya serta nilai-nilai non Barat; Amartya Sen
mengakui bahwa globalisasi merupakan world heritage (warisan dunia), bukan sekedar
kumpulan dari budaya lokal yang berbeda.

            Globalisasi sebagai ’world heritage’ ditanggapi secara kritis oleh S.M.Mohamed


Idris. Dalam makalahnya yang berjudul Menyanggah Globalisasi-Agenda Bertindak
Dunia Islam’, S.M. Mohamed Idris mengemukakan analisanya, bahwa gloabalisasi adalah
suatu proyek yang khusus, dicetuskan, dirancang, dan diperkenalkan oleh negara-negara
kaya yang konon maju serta canggih.  Negara-negara kaya ini kemudian memaksa negara-
negara lain yang sedang berkembang dan miskin agar turut aktif terlibat dalam proses
globalisasi tanpa kekritisan. Imbas negatif globalisasi juga melanda Dunia Islam.
Globalisasi menjadi ancaman serius bagi umat Islam; tidak hanya terbatas dalam bentuk
eksploitasi ekonomi dan pemiskinan, namun ia juga mengikis keyakinan, nilai, budaya,
dan tradisi Islam.

            Westernisasi yang dihantarkan secara masif oleh globalisasi, telah menimbulkan


problem yang semakin serius ketika filsafat posmodernisme dilaunching oleh para pemikir
Barat kontemporer anti modernisme semacam Friedrich Nietzsche, Martin Heidegger,
Thomas Samuel Kuhn, Jacques Derrida, Michele Foucault, Jean Francois Lyotard, Richard
Rorty, Jean Baudrillard, dan Fredric Jameson. Posmodernisme menawarkan sebuah konsep
yang tidak terstruktur dan berbasis relativisme. Posmodernisme
menghancurkan icon, struktur, cara berpikir lama untuk diganti dengan cara berpikir baru.

            Filsafat posmodernisme yang membawa konsekuensi globalisasi dikritik dengan


keras oleh Ziauddin Sardar. Dalam bukunya Posmodernism and Other,  Sardar
mengemukakan keberatannya atas posmodernisme yang tidak lebih dari kelanjutan episode
dalam peradaban Barat yang dimulai dengan kolonialisme dan perluasan pengaruh guna
menjajah pemikiran orang-orang dan masyarakat non-Barat.

            Ketika merasuki pemikiran umat Islam, posmodernisme meruntuhkan bangunan


Islam sebagai agama dan worldview. Doktrin relativisme mendekonstruksi konsep
kebenaran. Tidak ada kebenaran absolut sebab kebenaran itu relatif. Konsekuensinya,
tafsir kitab suci menjadi relatif. Pada akhirnya, keyakinan terhadap agama menjadi tidak
ada artinya lagi.

            Hamid Fahmy Zarkasyi mempunyai tesis yang secara tepat mampu menjelaskan
posisi agama dalam dunia posmodernisme. Menurutnya, agama tidak lagi berhak
mengklaim punya kuasa lebih terhadap sumber-sumber nilai yang dimiliki manusia seperti
yang telah diformulasikan oleh para filosof. Jadi, agama dipahami sebagai sama dengan
persepsi manusia sendiri yang tidak memiliki kebenaran absolut. Oleh sebab itu agama
mempunyai status yang kurang lebih sama dengan filsafat dalam pengertian tradisional.

11
            Transendensi agama di era globalisasi dihadapkan pada ketegangan-ketegangan
dialektis, antara implikasi-implikasi globalisasi dengan keharusan agama untuk tetap
mempertahankan aspek transendetal.

Bagaimana globalisasi mampu mereduksi Islam sedemikian dahsyatnya? Dalam


hal ini Akbar S. Ahmed dengan brilian mampu memberikan analisasnya mengenai ciri-ciri
posmodernisme yang menimbulkan konsekuensi globalisasi. Dalam bukunya yang
fenomenal, Postmodernism and Islam : Predicament and Promise, dijelaksan
bahwa media merupakan ciri pendefinisi, dinamika sentral, Zeitgeist dari posmodernisme.
Media menjadi instrumen yang kuat dalam memproyeksikan kultur dominan dari
peradaban global.

2.5. Eksistensi Generasi Islami di Era Globalisasi

Seiring berkembangnya zaman, berbagai kemajuan teknologi terus meningkat.


Kemajuan ini, selain membawa manfaat positif juga tidak sedikit berdampak negatif bagi
kehidupan manusia. Kenyataan ini menjadi ancaman yang sangat serius bagi generasi
muda. Saat ini, kemaksiatan, kerusakan moral, kriminalitas, pelanggaran terhadap syariat
Islam kian merajalela. Fenomena ini menjadi tantangan elusif (berat) bagi generasi muda
untuk menata kembali dan mengerahkan kemampuannya dalam mengubah prilaku dan
pandangan masyarakat.

Untuk mengubah prilaku dan pandangan tersebut, pemuda terlebih dahulu dituntut
menjadi generasi nafi’un lighairihi (pribadi yang bermanfat), berakhlaqul karimah,
mandiri,  paham agama serta memiliki iman dan ketaqwaan yang tinggi. Dengan demikian,
pemuda akan mampu membentengi diri dari berbagai macam kerusakan yang menimpa di
era globalisasi dan modernisasi sekarang ini.

Dalam menjalankan misi pemuda ini, orang tua juga dituntut untuk berperan aktif
dalam mengawasi, mengkontrol segala aktifitas anaknya, mengarahkan anak-anak pada
kebaikan, memberikan pendidikan yang layak serta menunaikan kewajibannya sebagai
orang tua. Karena anak hari ini, merupakan pemuda di hari esok, sehingga estafet
generasi nafi’un lighairihi akan berkelanjutan dan tidak putus di tengah jalan.

  Bila melihat kenyataan saat ini, tak dapat dipungkiri bahwa hal tersebut selaras
dengan Hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi dimana Beliau telah mengingatkan kita
tentang berbagai macam bentuk kerusakan yang akan terjadi di akhir zaman. Diantara
kerusakan tersebut adalah perilaku pergaulan bebas,  perzinaan, tawuran, kecanduan
narkoba, minuman keras, merasa bangga dengan perbuatan dosa dan lain sebagai nya
menjadi sesuatu yang wajar.

Rusak nya perilaku dan akidah generasi muda menjadi sesuatu yang
mengkhawatirkan saat ini, karena menjadi suatu bom waktu, yang suatu saat akan

12
meledak. Bom waktu dimaksud adalah membiarkan generasi ini dihempas oleh pengaruh
globalisasi maka  dengan sendirinya akan membawa kehancuran di suatu hari nanti,
dimana kehancuran itu terjadi disaat generasi yang lemah menjadi pemimpin. Rasullullah
menggambarkan, “apabila suatu urusan (pemerintahan) diberikan kepada yang bukan
ahlinya, maka tunggulah waktunya”.

Kekhawatiran akan rusaknya prilaku generasi muda juga disebutkan di dalam


Alqur’an Surah an nisaa’ Ayat 9: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang orng yang
seandai nya meninggal kan aan yadi belakang mereka adalah generasi yang lemah, yang
mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka, oleh sebab itu hendaklah mereka
bertaqwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar”.

Untuk menghindari rusaknya generasi muda, maka jawabannya adalah ilmu. Ilmu
membimbing seseorang keluar dari kebodohan, membimbing seseorang mampu
membedakan mana yang hak, benar dan mana yang salah. Dengan ilmu seseorang akan
mendapatkan tuntunan untuk menempuh jalannya menuju Ilah.

Bila berkaca pada masa kejayaan Islam, mereka memposisikan ilmu pada tingkatan
yang agung. di masa itu, dengan ilmu hampir sebagian wilayah dunia digenggam oleh
Islam. Dapat dilihat, bagaimana para penemu-penemu yang ilmunya masih digunakan
sampai sekarang, sebagian besarnya ditemukan oleh para ilmuwan muslim.

Bertolak dari sejarah tersebut, tentunya kita juga harus mampu memposisikan ilmu
pada posisi yang tinggi. Apapun yang mau dicapai  seseorang maka hal itu hanya dapat
dilakukan dengan ilmu. Kehidupan dunia dan akhirat hanya dapat dicapai dengan ilmu
pula.

Oleh karena itu, ilmu harus dimulai sedini mungkin. Orang tua harus mengambil
tugas tepat dalam membentuk kepribadian anak, memberikan pendidikan yang seimbang
antara agama dan dunia. Anak tidak dibiarkan berkeliaran di luar kontrol orang tua.
Dengan demikian anak akan tumbuh sebagai generasi yang shaleh yang beriman dan
bertakwa serta berguna bagi orang tua dan masyarakat.

Dengan menerapkan hal tersebut maka generasi muda akan gemilang serta estafet
generasi muda terus berkelanjutan hingga tidak akan ada celah untuk merusak generasi
kita. Bila generasi muda tumbuh dalam kebaikan, maka akan terwujud kesalehan sosial,
kehidupan masyarakat menjadi aman dan tentram. Sehingga dengan demikian, daerah kita
menjadi daerah yang penuh kebaikan dan rahmat, Baldatun Tayyibataun Warabbun
ghafur.

2.6. Eksistensi Umat Islam di Era Masyarakat Global

13
Sejak paruh akhir abad 20, dunia menjadi semakin mengalami masa-masa tenang
pasca perang dunia II dengan berkurangnya perang antar bangsa dengan menggunakan
kekuatan militer. Bangsa-bangsa di berbagai Negara sibuk menata dan membangun dirinya
masing-masing. Dalam kondisi yang semacam itu perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi informasi, ekonomi, sosial, budaya pada masyarakat yang umumnya di Negara
mapan dan dominan seperti Amerika dan Eropa berkembang sedemikian pesatnya.
Mereka yang dapat mengembangkan hal-hal semacam itu tumbuh sedemikian cepatnya
hingga dapat menjadi Negara yang kuat.

Namun Negara yang kuat sekalipun masih tidak dapat hidup sendiri ia perlu
menjalin hubungan dengan Negara-Negara dunia ke tiga yang banyak terdapat pada benua
Asia, Afrika dan Amerika Latin yang di dalamnya banyak terdapat komunitas maupun
masyarakat muslim. Hubungan di bangun melalui jalur politik, ekonomi, olah raga,
budaya, agama dan lain-lain. Kemajuan teknologi informasi mempersempit ruang dan
waktu serta mempermudah hubungan antar Negara dan bangsa. Munculnya organisasi
multinasional kapitalis dan gerakan transnasional religious yang memiliki kepentingan
untuk menancapkan kekuasaan dan menyebarkan ajarannya menjadi fenomena penting
pada masa peralihan hingga awal abad ini. Meski masih banyak pihak yang menyangkal,
mereka yang memiliki akses pengetahuan lebih kemudian sadar bahwa kita berada dalam
dunia yang saling terhubung satu dengan yang lain dan tidak ada tabir yang membatasi
antara satu dengan yang lain hingga seakan di dunia ini tidak lagi tersisa tempat untuk
bersembunyi meski di alam fantasi kita sendiri.

Perkembangan Islam di dunia modern ini bisa dibilang kalah start. Islam yang
pernah jaya melalui Kekhalifahan Utsmani sempat mengalami kemandekan sementara
Barat berkembang sejak revolusi industri. Sebagian Negara Islam lainnya juga sempat
mengalami penjajahan. Dengan posisi semacam itu akar hegemoni Barat atas dunia Islam
telah tertancap dengan begitu kuat. Melalui pendidikan, media, infiltrasi produk dan
sebagainya mereka bangsa Barat mulai menyusupkan ideologi mereka ke dalam
masyarakat muslim sehingga terjadi perang pemikiran (ghawzul fikr) antara keduanya
Banyak sekali virus-virus pemikiran seperti liberalisme, pluralisme agama dan sekularisme
masuk ke dalam masyarakat muslim. Masyarakat muslim kemudian banyak yang
menjadikan barat sebagai patokan kemajuan zaman. Mereka kemudian meniru hal-hal
yang berbau Barat mulai dari makanan, pakaian, gaya hidup, cara berbicara bahkan cara
bercinta. Semua itu disusupkan melalui iklan produk yang nantinya akan dikonsumsi
masyarakat muslim dan kepadanyalah masyarakat muslim bergantung.

2.7. Tantangan dan Peluang Islam dalam Masyarakat Global

14
Islam diturunkan oleh Allah SWT dan disampaikan melalui Nabi Muhammad
SAW sejatinya merupakan suatu ajaran yang mengatur segala aspek kehidupan umat
manusia di dunia. Termasuk dalam hal membangun sebuah peradaban yang dipimpin oleh
pemerintahan Islam dengan ditegakkannya syariat Islam.[4] Meski tidak diterangkan
secara eksplisit, namun terdapat bakal konsep yang menunjukkan ciri-ciri dan syarat-syarat
Negara Islam. Akan tetapi yang terjadi pada masa sekarang ini, mulai sejak awal abad 20,
peta Negara dan geopolitik dunia terbagi atas dasar nation state. Sehingga masyarakat
Islam harus terpisah dengan garis imajiner Negara dan berbagi ruang dengan golongan-
golongan lain di luar Islam. Konsekuensinya Islam harus di kompromikan dengan
kepentingan pihak-pihak lain dan mengurangi tuntutannya. Dengan begitu syariat Islam
menjadi sulit untuk ditegakkan dalam masyarakat.

Tidak ditegakkannya syariat Islam pada masyarakat muslim membuat masyarakat


muslim menjadi kesulitan untuk menjalankan agama Islam secara kaffah. Hal ini
disebabkan karena hal-hal yang menjadi tuntutan setiap umat muslim harus dikurangi.
Gempuran-gempuran politik, ekonomi dan budaya semakin merajalela sebab umat muslim
tidak memiliki proteksi yang optimal. Masuknya pengaruh produk Barat dan organisasi
multinasional melalui lobby kepada kaum birokrat membuat umat muslim menjadi jauh
dari ajaran Islam itu sendiri. Dan akhirnya Islam tergerus secara perlahan dalam arus
globalisasi ini.

Masyarakat global menuntut terwujudnya kesetaraan, keterbukaan, pluralisme dan


sebagainya. Mereka meluaskan sayap hegemoninya kepada masyarakat muslim dunia
melalui media, produk, dan pendidikan. Hal tersebut membuat umat Islam hanya bagian
kecil dari keragaman umat manusia di dunia (we are part of them). Padahal Islam
diturunkan untuk menjadi aturan dasar seluruh umat manusia di bumi dalam berbagai
aspek kehidupan. Sehingga mestinya merekalah yang menjadi bagian dari kita (they are
part  of us).

Umat Islam harus mempercepat langkah dalam  berbenah dan membangun dirinya.
Pembangunan dunia Islam harus ditingkatkan akselerasinya melalui ekonomi yang
mandiri. Peningkatan ekonomi dapat dicapai dengan peningkatan pendidikan, sebab
pendidikan merupakan sarana peningkatan dan pewarisan ilmu pengetahuan. Penguasaan
sarana telekomunikasi dan informasi juga penting untuk mempercepat laju pertumbuhan
umat.  Dan yang paling penting kestabilan politik yang dicapai dengan kekuasaan
pemerintahan muslim sebab syariat Islam tidak akan tegak tanpa otoritas dan aparatur
penegaknya.

BAB III

15
PENUTUP

3.1.    Kesimpulan

Islam berasal dari bahasa arab, yaitu salima yang yang mengandung arti selamat,
damai dan sentosa Islam adalah agama Allah yang SWT, yang diturunkan pada Nabi
Muhammad SAW, untuk mengajarkan dan menyampaikan pada Umat-Nya. Globalisasi
berasal dari kata “global”.

Globalisasi (globalization) merupakan proses menuju arah global. Globalisasi


adalah era global/modern bahwa dunia ini terasa seperti kampong kecil. Interaksi
antarnegara, peradaban, dan budaya semakin mudah dalam melakukannya.

Umat Islam harus mempercepat langkah dalam  berbenah dan membangun dirinya.
Pembangunan dunia Islam harus ditingkatkan akselerasinya melalui ekonomi yang
mandiri. Peningkatan ekonomi dapat dicapai dengan peningkatan pendidikan, sebab
pendidikan merupakan sarana peningkatan dan pewarisan ilmu pengetahuan. Penguasaan
sarana telekomunikasi dan informasi juga penting untuk mempercepat laju pertumbuhan
umat.  Dan yang paling penting kestabilan politik yang dicapai dengan kekuasaan
pemerintahan muslim sebab syariat Islam tidak akan tegak tanpa otoritas dan aparatur
penegaknya.

3.2.     Saran

Melihat dari makalah penulis ini menyarankan islam dalam globalisasi juga
dibutuhkan di kalangan islam karena melihat perkembangan zaman dan kehidupan
masyarakat, tetapi juga melihat titik positif dan negatif dalam menangapinya.

16
DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi 

https://www.goaceh.co/berita/baca/2016/10/29/eksistensi-generasi-islami-di-era-
globalisasi

https://inpasonline.com/respon-umat-islam-terhadap-globalisasi/

http://mhakicky.blogspot.com/2009/11/respon-islam-terhadap-globalisasi.html

Dr. H.Koko Abdul Kodir, M.A, Metodologi Studi Islam, Surabaya: Sinar Surya, 2009.

Harun Nasution, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Grand Media, 1991.

Mansour Fakih, Ulumul Qur’an, Bandung: Lentera,1997.

Dr. H.Koko Abdul Kodir, M.A, Metodologi Studi Islam, Yogyakarta, TERAS, 2009.

Abdurrahman Wahid, dkk., Zaman Baru Islam Indonesia, Bandung, Remaja Rosda
Karya,1999.

17

Anda mungkin juga menyukai