“EKOLOGI TUMBUHAN”
Nip: 198203142006042005
Disusun Oleh :
Kelompok I :
Dea Aprilia
Ester Agnes J.S
Maniar Octavialis
Nur Ikhwanina Nasution
Sastro Simbolon
Sepwa Ginting
JURUSAN BIOLOGI
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga tugas
“Crittical Book Report” yang berjudul “FAKTOR PEMBATAS PERTUMBUHAN
TANAMAN” dapat tersusun hingga selesai.
Kami berharap semoga Crittical Book Report ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Kami telah mengerjakan Crittical Book Report ini dengan sebaik-baiknya, tetapi
sebagaimana hakikat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang tidak sempurna, maka
kami meminta maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam Crittical Book Report ini masih
terdapat kesalahan dalam penulisannya.
Akhir kata, Kami ucapkan terimakasih dan semoga Critical Book Report ini dapat
menambah wawasan pembaca.
PENYUSUN
2
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1Ringkasan Buku..................................................................................................6
2.3Kekurangan Buku.............................................................................................17
BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan ......................................................................................................18
3.2 Saran................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................19
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap organisme didalam habitatnya selalu dipengaruhi oleh berbagai hal
disekelilingnya. Setiap faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan organisme tersebut
disebut faktor lingkungan. Lingkungan mempunyai dimensi ruang dan waktu, yang berarti
kondisi lingkungan tidak mungkin seragam baik dalam arti ruang maupun waktu. Kondisi
lingkungan akan berubah sejalan dengan perubahan ruang, dan akan berubah pula sejalan
dengan waktu. Organisme hidup akan bereaksi terhadap variasi lingkungan ini, sehingga
hubungan nyata antara lingkungan dan organisme hidup ini akan membentuk komunitas dan
ekosistem tertentu, baik berdasarkan ruang maupun waktu. Lingkungan organisme tersebut
merupakan suatu kompleks dan variasi faktor yang beraksi berjalan secara simultan, selama
perjalanan hidup organisme itu. Ada kalanya tidak sama sekali, hal ini tidak saja bergantung
pada besaran intensitas faktor itu dan faktor-faktor lainnya dari lingkungan, tetapi juga
kondisi organisme itu, baik tumbuhan maupun hewan. Faktor-faktor tersebut dinamakan
faktor pembatas dengan mengetahui faktor pembatas (limiting factor) suatu organisme dalam
suatu ekosistem maka dapat diantisipasi kondisi-kondisi dimana organisme tidak dapat
bertahan hidup.
Umumnya suatu organisme yang mempunyai kemampuan untuk melewati atau
melampaui faktor pembatasnya, maka ia memiliki toleransi yang besar dan kisaran geografi
penyebaran yang luas. Sebaliknya, jika organisme tersebut tidak mampu melewatinya, maka
ia memiliki toleransi yang sempit dan memiliki kisaran geografi penyebaran yang sempit
juga.
Hubungan antara organisme dan lingkungan sangat rumit, namun demikian tidak semua
faktor sama pentingnya pada setiap situasi untuk organisme. Setiap kondisi yang mendekati
atau melebihi batas-batas toleransinya dinyatakan sebagai kondisi yang membatasi atau
dikenal dengan Faktor Pembatas.
4
1.3 Manfaat Penulisan
Dengan mengkritik buku berarti sudah memenuhi tugas mata kuliah yaitu mengkritik
buku yang berkaitan dengan bahan ajar. Selain itu,dapat memahami dan menguasai cara
mengkritik buku, mencari dan menemukan kelebihan dan kekurangan dari buku yang
diidentifikasikan. Dapat memberi masukan kepada buku tersebut dan dapat mengasah
intelektual karena dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan buku.Sertadapat lebih
mendalami mengenai materi dan sebagai bahan diskusi.
Buku Utama
Buku Pembanding
1. Judul : Aspek Dasar Agronomi Berkelanjutan
2. Penulis : Dja’far Shiddieq, Putu Sudira, dan Tohari
3. Penerbit : Gadjah Mada University Press
4. Tahun Terbit : 2018
5. Kota Terbit : Yogyakarta
6. ISBN : 978-602-386-105-7
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Produktifitas tanah pada dasarnya adalah konsep ekonomi dan kemampuan tanah
untuk menghasilkan tanaman tertentu, atau tanaman dalam sistem pengelolahan masukan
(input)dan kondisi lingkungan tertentu , misalnya kondisi iklim. Produktifitas tanah tidak
hanya sifat tanah saja, tetapi merupakan fungsi dari berbagai factor. Produktifitas tanah
diukur dalam hal keluaran (output) hasil panen dalam hubungannya dengan faktor-faktor
produksi untuk suatu jenis tanah tertentu.
Bahan induk
Bahan induk atau bahan awal tanah mengacupada bahan yang tidak mampat dari
mana tanah berkembang . bahan induk dapat terbentuk setempat oleh pelapukan batuan atau
dapat diangkut daritempat lain. Secara umum, kesuburan tanah tergantung pada komposisi
kimia dari bahan induknya. Misalnya tanah alluvial yang berkembang dari bahan induk
alluvial pada umumnya subur.
Topografi
Topografi atau relif menyiratkan elevasi relatif dan di definisikan sebagai elevasi
atau ketidaksetaraan permukaan lahan secara kolegtif. Kemiringan tanah sebagai bagian dari
relif dan sebagai bagian integral dari tanah sebagai tubuh alami, adalah kemiringan
permukaan tanah sampai horizon tanah.
Unsur tanah
Tanah sangat tua sering tidak subur karena digunakan untuk budidaya tanaman
secara intensif selama bertahun-tahun yang menggangu kemampuan tanah untuk
menyediakan unsur hara.
Iklim
Iklim meliputi curahan hujan, suhu, kelembapan dan angina faktor-faktor iklim
tersebut sangat mempengaruhi kesuburan tanah. Didaerah curahan hujan yang tinggi unsur
hara larut ke horizon tanah yang lebih bawah sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman.
7
Kedalam profil tanah
Tanah yang dalam umumnya lebih subur daripada tanah dagkal. Karena pada
tanah yang dalam, akar tanaman menembus kelapisan yang lebih dalam dan
memanfaatkan lebih banyak unsur hara dan air. pada tanah yang dangkal, kondisi
yang kering tidak mendukung pertumbuhan tamanan yang baik.
Kondisi Fisik Tanah
Kondisi fisik tanah berpengaruh besar pada kesuburan tanah. Tanah dengan
kondisi fisik yang baik memiliki kapasitas memegang air yang baik. Jika tidak ada
sirkulasi udara dan air yang baik dalam tanah maka tanah tersebut tidak cocok untuk
pertumbuhan tanaman.
Erosi Tanah
Erosi tanah menyebabkan kerugian besar terhadap kesburn tanah. Menurut
perkiraan, unsur hara tanaman yang hilang melalui erosi adalah 20 kali lebih banyak
dibandingkan dengan yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan
tanaman.
FAKTOR BUATAN
1. Genangan air
Ditanah yang tergenang air, unsur hara tanaman juga hilang melalui pencucian
sehingga pertumbuhan tanaman menjadi sangat terhambat. Tanah ini menjadi tidak
subur
2. Sistem atau Pola Tanam
Di indonesia dikenal dengan tiga sistem tanam yaitu monokultur, penanaman
campuran dan rotasi tanaman,
3. Bahan kimia beracun dan pestisida dalam tanah
Beberapa bahan kimia pertanian yang gunakan untuk mengendalikan berbagai
penyakit dan hama serangga ada yang sangat beracun. Persitensi pestisida dalam tanah
dalam jangka waktu yang panjang dapat menurunkan kesuburan tanah baik secara
langsung maupun tidak secara langsung.
4. Reaksi tanah
Nilai pH larutan tanah menentukan ketersediaan unsur hara tananaman dan
dengan demikian keterkaitan dengan masalah kesuburan tanah.
5. Status bahan organik dalam tanah
8
Bahan organic adalah salah satu sumber utama unsur hara didalam tanah.
Bahan organic juga berperan penting dalam meningkatkan kondisi fisik tanah. Bahan
oraganik memperbaiki agregasi tanah yang pada gilirannya mempengaruhi infilterasi,
pergerakan dan retensi air tanahm aerasi tanah, suhu tanah, kekuatan tanah, dan
penestrasi akar.
Tanaman menyerap unsur esensial melalui sistem perakaran atau melalui daun dalam
berbagai bentuk. Sebenarnya tanah mengandung hampir semua unsur dalam jumlah cukup
besar, tetapi hanya sejumlah kecil dari unsur - unsur tersebut yang tersedia lagi dalam
tanaman.
Partikel yang sangat kecil disebut sebagai koloid karena nisbah luas permukaan
volume sangat besar maka koloid sangat reaktif dan berperan penting dalam mempengaruhi
ketersedian unsur hara tanah. Koloid dapat digolongkan sebagai koloid mineral dan koloid
organic.
1. Koloid mineral
Koloid mineral tanah yang utama terdiri atas liat aluminosilikat, dan oksida
dan hidroksida Al dan Fe. Mineral ini memberi muatan positif dan negative pada
tanah. Namun demikian, karena muatan negative lebih banyak dibanding muatan
positif maka koloid mineral lebih berkontribusi pada muatan negative koloid tanah.
9
3. Pertukaran Anion
Meskipun jumlah muatan positif jarang sebesar muatan negative. Kemampuan
bahan bermuatan positif di dalam tanah untuk mengikat ion negative disebut
kapasitas tukar anion. KTA terutama penting pada lapisan bawah tanah-tanah yang
telah melapuk lanjut.
Unsur hara diserap tanah atau tetap larut dalam larutan tanah, yaitu air yang
mengintari pertikel tanah. Didalam larutan tanah, unsur hara berbeda dalam bentuk ion
sempurna dan siap untuk diserap oleh sistem perakaran tanaman. Tetapi larutan tanha hanya
dapat memasok unsur hara berbeda dari sebelum larutan tanah hilang.
Larutan tanah dapat dipengaruhi oleh faktor lain selain serapan tanaman dan reaksi
pertukaran. Faktor – faktor yang dapat menyebabkan perubahan kosentrasi larutan termasuk
reaksi yang melibatkan udara tanah, organisme tanah, bahan organic tanah, curah hujan,dan
evapotranspirasi.
10
2.5. PENYERAPAN UNSUR HARA OLEH TANAMAN
Tanaman mengambil unsur hara esensial dapat melalui akar, atau daun dan bagian
tanaman lainnya, terutama melalui stomata daun. Rambut akar memperoleh unsur hara dari
larutan tanah, diserap dala bentuk air, tetapi sebagian besar ion unsur hara diserap melalui
proses pertukaran ion.
Intersepsi akar adalah proses dimana ion unsur hara diserap oleh akar pada saat akar
tumbuh berkembang di dalam tanah.
Pada proses aliran masa, unsur hara dibawa oleh air tanah bergerak mendekati akar,
terjadi karena proses penggantian air dalam tanah akibat transpirasi.
Ekosistem merupakan suatu kesatuan di dalam alam yang terdiri dari semua organism
yang berfungsi bersama-sama di suatu tempat yang berinteraksi dengan lingkungan fisik yang
memungkinkan terjadinya aliran energi dan membentuk struktur biotik yang jelas dan siklus
materi di antara komponen hidup dan tak hidup (Anonim, 2007). Oleh karena itu, di dalam
suatu ekosistem harus terjadi keseimbangan antara komponen biotik maupun komponen
abiotik sehingga aliran energi yang terjadi dengan baik.
Sebuah ekosistem adalah level paling kompleks dari sebuah organisasi alam. Ekosistem
terbentuk dari sebuah komunitas dan lingkungan abiotiknya seperti iklim, tanah, air, udara,
nutrien dan energi. Ahli ekologi sistem adalah mereka yang mencoba menghubungkan
bersama beberapa perbedaan aktifitas fisika dan biologi di dalam suatu lingkungan. Penelitian
mereka seringkali terfokus pada aliran energi dan perputaran material-material yang ada di
dalam sebuah ekosistem. Mereka biasanya menggunakan komputer yang canggih untuk
membantu memahami data-data yang dikumpulkan dari penelitian di lapangan dan untuk
memprediksi perkembangan yang akan terjadi (Anonim, 2007). Sebuah ekosistem yang
sederhana dapat digambarkan seperti berikut. Matahari menyediakan energi yang hampir
dibutuhkan semua produsen untuk membuat makanan. Produsen terdiri dari tanaman-
tanaman hijau seperti rumput dan pohon yang membuat makanan melalui proses fotosintesis.
11
Tanaman juga membutuhkan bahan-bahan abiotik seperti air dan pospor untuk tumbuh.
Yang termasuk konsumen pertama diantaranya tikus, kelinci, belalang dan binatang pemakan
tumbuhan lainnya. Ular, macan dan konsumen kedua lainnya atau yang biasa disebut dengan
predator adalah pemakan binatang. Pengurai seperti jamur dan bakteri, menghancurkan
tanaman dan binatang yang telah mati menjadi nutrien-nutrien sederhana. Nutrien-nutrien
tersebut kembali ke dalam tanah dan digunakan kembalioleh tanaman-tanaman.
Dalam suatu ekosistem, bila salah satu dari elemennya terganggu, maka elemen lain juga
akan turut terganggu. Apalagi jika elemen yang terganggu itu adalah elemen major. Elemen
yang mempengaruhi banyak elemen lain. Suhu umpamanya. Ekosistem dan iklim bumi
banyak bergantung pada perubahan suhu. Tiupan angin, taburan hujan, empat musim, ombak
dan sebagainya. Oleh karena itu, perlu adanya keseimbangan di adalam ekosistem.
Salah satu faktor yang menjadi pembatas di dalam suatu ekosistem adalah tempratur,
dimana tempratur ini merupakan bagian dari klimat. Tempratur di dalam suatu ekosistem
akan berpengaruh secara langsung terhadap ternak, misalnya :
1. Pengaruh tempratur terhadap pertumbuhan ternak, dimana pada suatu daerah yang
memilki tempratur yang tinggi dapat mengurangi nafsu makan. Sebaliknya, konsumsi
air meningkat akibat penguapan yang begitu tinggi pada tubuh ternak, sehingga ternak
akan kekurangan zat-zat nutrisi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan. Menurut
Reksohadoprodjo, (1995) bahwa bila stress klimat, menekan nafsu makan,
mengurangi sengaman (konsumsi) makanan dan waktu merenggut hijauan, maka
akibatnya terjadi pengurangan produktivitas ternak yang tercermin dari pertumbuhan
ternak dan hasil air susu yang kurang. Selain itu, lama ternak merumput di padang
pengembalaan yang dipengaruhi secara langsung oleh tempratur. Karena pada
umunya ternak tidak tahan terhadap panas dalam waktu yang lama.
2. Pengaruh tempratur terhadap reproduksi, tempratur udara tinggi atau perubahan
mendadak tempratur udara yang dapat terjadi terutama di daerah subtropik, dapat
12
berpengaruh langsung terhadap penampilan kemampuan reproduksi sapi dan basah
udara tinggi menunjang pengaruh tempratur tinggi. Dan kematian embrio atau pun
fetus akan terjadi akibat tempratur yang begitu tinggi.
3. Pengaruh tempratur produksi susu, kebanyakan bukti dari percobaan mengatakan
bahwa produksi air susu, lemak, dan bahan solids nonfat berkurang dengan naiknya
tempratur. Klimat mempunyai pengaruh nyata terhadapa bahan solids tanpa lemak.
Produksi air susu sapi dari ternak kembar yang diteliti dan ditempatkan di daerah
temprate adalah 44 % lebih tinggi disbanding kembarnya yang ditempatkan di daerah
tropik dan produksi lemaknya 56 % lebi tinggi (Reksohadoprodjo, 1995).
Pengendalian tingkat pertumbuhan dan hasil tanaman budi daya harus sudah dirancangkan
mulai pada waktu pengambilan keputusan mengenai:
13
1. Pemilihan klon atau varietas tanaman yang akan dibudidayakan, termasuk kandungan
bahan pangan atau pakan (karbohidrat,protein, minyak/lemak, atau bahan pangan atau
pakan lainnya)
2. Pemilihan lahan budi daya dengan tanaman yang dipilih akan dibudidayakan,
termasuk karakteristik fisis, kimiawi, dan hayati.
3. Penentuan sistem pertanaman yang akan diterapkan, dan
4. Macam dan tingkat manajemen pertanaman untuk mewujudkan pertumbuhan dan
hasil tanaman yang dikehendaki.
B. DEFINISI GULMA
Gulma merupakan tumbuhan yang berasal dari spesies liar yang telah lama menyesuaikan
diri dengan perubahan lingkungan, atau spesies baru yang telah berkembang sejak timbulnya
pertanian. Setiap kali manusia berusaha mengubah salah satu atau seluruh faktor lingkungan
alami, seperti pembukaan hutan, pengolahan tanah, pengairan dan sebagainya, maka selalu
akan berhadapan dengan masalah baru karena tumbuhnya tumbuhan.
Sebagai contoh, eceng gondok (Eichornia crassipes) pada awalnya merupakan tanaman
hias, namun dengan berjalannya waktu eceng gondok ini menjadi gulma perairan. Di Rawa
Pening gulma eceng gondok hampir menutupi seluruh permukaan perairan. Mikania cordata
pada awalnya juga merupakan tanaman penutup tanah, namun dengan berjalannya waktu
menjadi gulma di perkebunan karet. Rumput Guatemala yang merupakan makanan
ternak/penutup tanah di Indonesia, namun di Malaysia menjadi gulma.
Klasifikasi gulma diperlukan untuk mempelajari karakteristik dan ciri-ciri gulma, dengan
tujuan untuk mempelajari manfaat dan cara pengendaliannya. Masing-masing kelompok
gulma memperlihatkan ciri-ciri, karakteristik dan cara pengendaliannya. Pengelompokan
gulma bermanfaat untuk membantu manusia mengetahui dan mengenal jenis-jenis dan
karakteristiknya sehingga kita dapat melakukan aplikasi herbisida secara tepat dan benar
sesuai dengan jenis gulma sasaran. Berikut ini klasifikasi gulma yang dikelompokkan
berdasarkan morfologi, siklus hidup, habitat tumbuh, dan berdasarkan pengaruhnya terhadap
tanaman.
14
1. Klasifikasi Gulma Berdasarkan Morfologi dan Biotani
Dasar karangan bunga satuannya anak bulir (spikelet) yang dapat bertangkaiatau tidak
(sessilis). Masing-masing anak bulir tersusun atas satu atau lebih bunga kecil (floret), di mana
tiap-tiap bunga kecil biasanya dikelilingi oleh sepasang daun pelindung (bractea) yang tidak
sama besarnya, yang besar disebut lemna dan yang kecil disebut palea.Buah disebut caryopsis
atau grain.Gulma dalam kelompok ini berdaun sempit seperti teki tetapi menghasilkan stolon.
Stolon ini di dalam tanah berbentuk jaringan rumit yang sulit diatasi secara mekanik.
15
Gulma berdaun lebar umumnya termasuk Dicotyledoneae danPteridophyta. Daun lebar
dengan tulang daun berbentuk jala. Gulma ini biasanya tumbuh pada akhir masa budi daya.
Kompetisi terhadap tanamanutama berupa kompetisi cahaya.
Merupakan pengendalian gulma yang dilakukan oleh petani dengan alat-alat pertanian
melalui kegiatan pengolahan tanah, pembabatan (pemangkas), penggenangan,
pembakaran dan penggunaan mulsa.
Pengendalian gulma cara kimiawi dengan menggunakan herbisida. Cara ini efektif
dilakukan karena dapat mengemat waktu dan tenaga namun penggunaan herbisida secara
terus menerus pada lahan pertanian berdampak merugikan seperti terjadinya pergeseran
gulma dominan, resistensi beberapa jenis gulma, gangguan kesehatan pemakai serta
keracunan pada tanaman dan hewan peliharaan. Aplikasi herbisida sebaiknya dilakukan
pada pagi hari sekitar pukul 07.00 - 08.00 WIB dan disesuaikan dengan kondisi angin dan
curah hujan.
16
2.3 Kelebihan Buku
Buku 1
Buku mempunyai cover yang cukup menarik untuk dibaca.
Menjelaskan materi secara lengkap dan jelas.
Memaparkan penerapan sehingga memudahkan pembaca memahami isi materi
tersebut.
Buku 2
Buku mempunyai cover yang cukup menarik untuk dibaca.
Menggunakan sistematika penulisan yang bagus.
Penjabaran materi disertai gambar sehingga pembaca mudah mendeskripsikan
apa yang dimaksud oleh penulis.
Terdapat daftar tabel dan daftar gambar pada daftar isi sehingga memudahkan
pembaca dalam mencari sumber.
Buku 1
Beberapa materi tidak dijelaskan secara lengkap.
Bahasa yang digunakan beberapa sulit dipahami sehingga mempersulit pembaca
memahaminya.
Menggunakan penulisan nomor halaman dengan sistem per sub-bab sehingga
pembaca sulit menemukan materi di dalam isi buku
Buku 2
Penjelasan yang dipaparkan pada buku kurang kompleks, tidak ada penjelasan
secara terperinci mengenai materi yang disampaikan.
Keterangan – keterangan rumus harus dibaca cermat karena berupa penjelasan.
Menggunakan penulisan nomor halaman dengan sistem per sub-bab sehingga
pembaca sulit menemukan materi di dalam isi buku.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Suatu keadaan yang melampaui batas-batas toleransi disebut keadaan yang membatasi
atau faktor pembatas. Faktor pembatas dapat mencapai nilai ekstrim maksimum maupun
minimum dengan ukuran kritis. Faktor pembatas bervariasi dan berbeda untuk setiap
tumbuhan maupun hewan dengan nilai ekstrim tertentu, sehingga terjadilah pengelompokan
dan perkembangan serta penyebaran organisme tersebut.
Liebig menyatakan bahwa jumlah bahan utama yang dibutuhkan apabila mendekati
keadaan minimum kritis cendrung menjadi pembatas. Ditambahkannya bahwa cahaya, suhu,
zat makanan dan unsur-unsur utama meyebabkan hilangnya vegetasi pada ketinggian tertentu
di pegunungan atau hilangnya beberapa tumbuhan dalam wilayah yang dinaungi. Faktor
lingkungan menjadi faktor pembatas, baik itu abiotik maupun biotik. Diantaranya adalah
Cahaya, Suhu, Air, Tanah dan banyak lagi.Setiap 1 faktornya juga bisa terbagi lagi, misalnya
Cahaya : Intensitas Cahaya, Kualitas Cahaya dll.
3.2 Saran
Agar buku ini lebih baik, di perlukan penjelasan yang akurat, agar pembaca lebih
cepat memahami isi dan kajian dalam buku ini. Bahasa dalam buku ini lebih diperjelas agar
para pembaca dapat mudah mengerti setiap materi yang ada dalam buku ini. Buku ini sangat
baik bagi mahasiswa dikarenakan materi yang dijelaskan sangat baik dan terinci.
18
DAFTAR PUSTAKA
Handayanto, Eko dan Fiqri,NM. 2010. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Jakarta: Erlangga.
19