Anda di halaman 1dari 124

PSIKOLOGI

PEMBELAJARAN IPA
BOOK
CHAPT
ER

1
UNIVERSITAS NEGERI
MEDAN
PSIKOLOGI

PEMBELAJARAN IPA

BOOK CHAPTER

DISUSUN OLEH :

(KELOMPOK 5)

1. DEA APRILIA (4192151003)

2. NYIMAS SALSA HUMAIRAH (4193151003)

3. PUTRI SYAHBILAH (4193151012)

4. DESWANI SIMANJUNTAK (4193351013)

DOSEN PENGAMPU :LASTAMA SINAGA., S.PD.,M.ED

KELAS : PEND. IPA A 2019

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MARET 2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun Book Chapter dengan judul
Psikologi Pembelajaran IPA. kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Lastama Sinaga,
S.Pd.,M.Ed yang telah membimbing kami dan pihak- pihak yang telah membantu dalam
pembuatan book chapter ini.

Secara garis besar, cakupan materinya meliputi 1) kognitif sains, 2) psikologi kognitif ,
3) meaningful dan rote learning dan kaitannya dengan kognitif sains, 4) teori
konstruktivisme, 5) meaningful learning (David Ausubel), 6) pemgembangan konsep
sains sisw, 7) scientific miskonceptional, 8) conceptual change 9) metakognisi (flavell)
dan 10) Neuroscince. kami juga menyadari bahwa book chapter ini masih banyak
kekurangan oleh karena itu kami minta maaf jika ada kesalahan dalam penulisan dan
kami juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan book
chapter ini.

Harapan kami, dengan adanya book chapter ini, semoga dapat menambah
referensi dan wawasan tentang Psikologi pembelajaran IPA khususnya bagi mahasiswa
calon guru seperti kita dan dapat digunakan sebagai rujukan oleh berbagai pihak.

Medan, Maret 2022

Kelompok 5

ii
PRAKATA

Hadirnya book chapter dengan judul Psikologi Pembelajaran IPA yang disusun oleh
sekelompok mahasiswa universitas Negeri Medan Prodi Pendidikan IPA ini sangat
penting untuk dibaca dan diterapkan.

Book chapter ini terdiri dari sepuluh bab, yang disusun oleh sekelompok Mahasiswa dari
Universitas Negeri Medan yaitu Dea Aprilia (4192151003), Nyimas Salsa Humairah
(4193151003), Putri Syahbilah (4193151012), dan Deswani Simanjuntak (4193351013).
Adapun beberapa judul besar dalam bab ini antara lain: 1) kognitif sains, 2) psikologi
kognitif , 3) meaningful dan rote learning dan kaitannya dengan kognitif sains, 4) teori
konstruktivisme, 5) meaningful learning (David Ausubel), 6) pemgembangan konsep
sains sisw, 7) scientific miskonceptional, 8) conceptual change 9) metakognisi (flavell)
dan 10) Neuroscince

Ilmu psikologi pendidikan adalah suatu ilmu yang sangat penting harus dikuasai oleh
seorang guru sebagai pendidik dan pengajar. Sebagai pendidik, guru dituntut untuk
memahami tentang berbagai aspek perilaku peserta didik sehingga dapat menjalankan
tugas dan peranannya. Pendidikan memang tidak bisa dilepasakan dari psikologi.
Pengetahuan psikologi tentang peserta didik menjadi hal yang sangat penting dalam
pendidikan. oleh karena itu, mengusai pengetahuan tentang psikologi sudah seharusnya
menjadi kebutuhan bagi para calon guru.

Psikologi berasal dari bahasa Yunani, "psyche" yang artinya jiwa dan "logos" artinya
ilmu. Jadi, secara etimologi psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kejiwaan
seseorang. Adapun mengenai pendidikan, Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
Negara. Jadi psikologi pendidikan adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada

iii
persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan
dengan tindakan belajar.

Psikologi pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu yang sangat penting dan harus
dimiliki oleh guru atau seorang pendidik agar dapat membantunya dalam memahami
tingkah laku belajar anak didiknya guna untuk mencari solusi dari permasalahan yang
sedang dihadapi serta memberikan penjelasan bahwa siswanya sedang dalam kondisi
belajar yang baik atau tidak. Namun pada prinsipnya psikologi pendidikan merupakan
alat yang penting untuk memahami tingkah laku belajar anak. Psikologi pendidikan ini
sebagai alat bagi guru untuk mengendalikan dirinya, dan juga memberi bantuan belajar
kepada peserta didik dalam kegiatan pembelajaran guna untuk mencapai tujuan dari
pendidikan itu sendiri.

Belajar psikologi pendidikan berarti belajar tentang aspek psikologis siswa, sehingga
calon guru memiliki bekal dasar dalam melaksanakan teknik pembelajaran yang efektif
diterapkan dalam keadaan karakteristik siswa tertentu. Teknik pembelajaran juga
menyangkut strategi dalam pembelajaran yang disampaikan apakah dapat dimengerti oleh
siswa dengan baik atau tidak.

Pada proses mendidik seorang guru memiliki tantangan dalam menilai perbedaan
karakteristik setiap siswanya, sehingga diharapkan memiliki penilaian yang baik dalam
membedakan karakteristik siswanya. Dalam psikologi pendidikan seorang calon guru
akan mengetahui seluk beluk perbedaan karakter siswa dalam belajar dan cara mengatasi
setiap perbedaan karakter tersebut, sehingga dengan mempelajari psikologi pendidikan
yang baik calon guru mengetahui betul perbedaan karakter siswa dan tidak bingung
dalam menghadapinya.

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................i

KATA PENGANTAR.......................................................................................ii

PRAKATA.........................................................................................................iii

DAFTAR ISI......................................................................................................v

BAB 1 KOGNITIF SAINS...............................................................................1

1.1 Pengertian Kognitif Sains ............................................................................1


1.2 Hubungan Kognitif Sains Dengan Ilmu – ilmu lainnya ...............................1
1.3 General model of cognition secara interdisipliner .......................................3
1.4 Asumsi-asumsi dasar dalam kognitif sains ..................................................5
1.5 Sejarah kognitif sains ...................................................................................8
1.6 Hubungan Pembelajaran Sains dengan kognitif anak...................................9
1.7 Simpulan.......................................................................................................12

BAB 2 PSIKOLOGI KOGNITIF....................................................................13

2.1 Pengertian Psikologi Kognitif.......................................................................13


2.2 Sejarah Singkat Psikologi Kognitif...............................................................13
2.3 Metode Penelitian.........................................................................................14
2.4 Neurosains Kognitif......................................................................................16
2.5 Sensasi dan Persepsi......................................................................................18
2.6 Atensi............................................................................................................19
2.7 Pengenalan Objek.........................................................................................20
2.8 Kesadaran......................................................................................................22
2.9 Memori..........................................................................................................23
2.10Representasi Pengetahuan............................................................................25
2.11Bahasa..........................................................................................................25
2.12Perkembangan Kognitif...............................................................................26
2.13Berpikir dan Formasi Konsep......................................................................26

v
2.14Kecerdasan Buatan.......................................................................................27
2.15Simpulan......................................................................................................27

BAB 3 MEANINGFUL DAN ROLE LEARNING DAN KAITANNYA


DENGAN KOGNITIF SAINS.........................................................................28

3.1 Teori Belajar Kognitif menurut Ausubel......................................................28


3.2 Konsep Pembelajaran Bermakna..................................................................32
3.3 Penerapan Pembelajaran Bermakna dalam Pendidikan Karakter.................40
3.4 Sinpulan........................................................................................................42
BAB 4 TEORI KONSTRUKTIVISME..........................................................44

4.1 Pengertian Konstruktivisme.........................................................................44


4.2 Tujuan Teori Konstruktivisme.....................................................................45
4.3 Karakteristik Teori Konstruktivisme...........................................................45
4.4 Ciri-Ciri Pembelajaran Konstruktivisme.....................................................46
4.5 Prinsip- Prinsip Konstruktivisme.................................................................47
4.6 Konsep Dasar Konstruktivisme...................................................................48
4.7 Model Pembelajaran Konstruktivisme.........................................................50
4.8 Peranan (Implementasi) Teori Konstruktivisme di Kelas............................51
4.9 Teori Belajar yang Mendukung Pendekatan Konstruktivisme....................52
4.10Konstruktivisme dalam Pembelajaran.........................................................55
4.11Langkah-Langkah Pembelajaran Kontruktivisme.......................................58
4.12Simpulan......................................................................................................59

BAB 5 MEANINGFUL LEARNING (DAVID AUSUBEL).........................60

5.1 Teori Belajar Bermakna Menurut David Ausubel........................................60


5.2 Jenis Belajar Ausubel....................................................................................61
5.3 Prinsip Belajar Ausubel................................................................................61
5.4 Metode Pembelajaran dalam Teori Belajar bermakna ausubel.....................64
5.5 Penerapan Teori Pembelajaran bermakna David Ausubel............................65

vi
5.6 Simpulan.......................................................................................................66
BAB 6 PENGEMBANGAN KONSEP SAINS SISWA.................................67

6.1 Pengertian IPA .............................................................................................67


6.2 Hakikat IPA...................................................................................................67
6.3 Fungsi dan Tujuan IPA.................................................................................71
6.4 Cakupan dalam IPA.....................................................................................73
6.5 Pembelajaran IPA.........................................................................................74
6.6 Simpulan.......................................................................................................76
BAB 7 SCIENTIFIC MISKONCEPTIONAL................................................77
7.1 Psikologi Dan Kognitif Sains .......................................................................77
7.2 Misconception ..............................................................................................77
7.3 Hubungan Antara Psikologi Dan Kognitif Sains dengan Misconception.....79
7.4 Simpulan.......................................................................................................80
BAB 8 CONCEPTUAL CHANGE..................................................................81
8.1 Pengertian Psikologi dan Kognitif Sains......................................................81
8.2 Pengertian Model Conceptual Change..........................................................81
8.3 Model perubahan konseptual (conceptual change).......................................82
8.4 Strategi-strategi Pembelajaran Konseptual...................................................84
8.5 Tahap-tahap Model Perubahan Konseptual..................................................85
8.6 Contoh Conceptual Change (Perubahan Konseptual)...................................85
8.7 Hubungan Psikologi dan Kognitif Sains dengan Perubahan Konseptual ....86
8.8 Simpulan.......................................................................................................87
BAB 9 METAKOGNISI (FLAVELL)............................................................88
9.1 Pengertian Metakognisi.................................................................................88
9.2 Pengertian Metakognisi menurut Para Ahli..................................................88
9.3 Komponen-komponen Metakognisi..............................................................91
9.4 Indikator Metakognisi...................................................................................94
9.5 Langkah-langkah Pembelajaran Metakognisi...............................................96

vii
9.6 Simpulan.......................................................................................................97
BAB 10 NEUROSCIENCE..............................................................................99
10.1 Definisi Neurosains.....................................................................................99
10.2 Otak Sebagai Struktur yang Kompleks.......................................................100
10.3 Mekanisme Kerja Otak yang Berkaitan dengan Kecakapan Belajar..........102
10.4 Mekanisme Mengingat Informasi...............................................................103
10.5 Aplikasi Neurosains dalam Pembelajaran...................................................106
10.6 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Neurosains...............................108
10.7 Simpulan.....................................................................................................109
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................110

viii
BAB 1

KOGNITIF SAINS

1.1 Pengertian Kognitif Sains


Kognitif sains atau sains kognitif adalah ilmu interdisipliner yang
mempelajari pikiran dan proses-prosesnya. Bidang ini berusaha menyelidiki
apa itu kognisi, apa yang dilakukan olehnya, dan bagaimana cara kerjanya.
Cakupannya meliputi kecerdasan dan perilaku, terutama bagaimana informasi
diwakili, diproses, dan diubah (dengan kemampuan seperti persepsi, bahasa,
memori, penalaran, dan emosi) dalam sistem saraf (manusia dan hewan lain)
atau mesin (seperti komputer). Sains kognitif terdiri dari beberapa bidang
penelitian, seperti psikologi, kecerdasan buatan, filsafat, neurosains,
linguistik, antropologi, sosiologi, dan pendidikan.

1.2 Hubungan Psikologi Sains Dengan Ilmu Lainnya


Psikologi sebagai ilmu yang meneropong atau mempelajari keadaan
manusia, sudah barang tentu psikologi mempunyai hubungan dengan imu-
ilmu lain yang sama-sama mempelajari tentang keadaan manusia. Hal ini akan
memberi gambaran bahwa manusia sebagai mahkluk hidup tidak hanya
dipelajari oleh psikologi saja, tetapi juga dipelajari oleh ilmuilmu lain.
Manusia sebagai mahkluk budaya maka psikologi akan mempunyai hubungan
dengan ilmu-ilmu kebudayaan, dengan filsafat, dengan antropologi dengan
beberapa ilmu sebaga berikut.

a. Hubungan Psikologi dengan Biologi


Biologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kehidupan. Semua
benda yang hidup menjadi objek biologi. Oleh karena biologi berobjekkan
benda-benda yang hidup, maka cukup banyak ilmu yang tergabung di
dalamnya. Sekalipun masing-masing ilmu itu meninjau dari sudut yang
berlainan, namun pada segi-segi yang tertentu kadang-kadang kedua ilmu itu

1
ada titik-titik pertemuan. Biologi, khususnya antropobiologi tidak
mempelajari tentang kejiwaan, dan ini yang di pelajari psikologi.
Mengenai soal keturunan baik psikologi maupun antropobiologi juga
membicarakan mengenai hal ini. Soal keturunan di tinjau dari biologi ialah
hal-hal yang berhubungan dengan aspekaspek kehidupan yang turun-temurun
dari generasi ke generasi lain. Soal keturunan juga dipelajari oleh psikologi
antara lain misalnya sifat, inteligensi, bakat.
b. Hubungan Psikologi dengan Sosiologi
Seperti apa yang dikemukakan oleh Bouman: “Sosiologi adalah ilmu
pengetahuan tentang hidup manusia dalam hubungan golongan”. Ia
mempelajari hubungan-hubungan antara sesama manusia, sepanjang hal ini
berarti bagi kita dalam memperdalam pengetahuan kita tentang perhubungan-
perhubugan masyarakat.
Manusia sebagai mahkluk sosial juga menjadi objek dari sosiologi.
Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan manusia,
mempelajari manusia di dalam hidup bermasyarakatnya. Tinjauan yang paling
penting yaitu hidup bermasyarakatnya, sedang tinjauan psikologi ialah bahwa
perilaku sebagai manifestasi hidup kejiwaan, yang didorong oleh motif
tertentu hingga manusia itu berperilaku atau berbuat.
c. Hubungan Psikologi dan Filsafat
Manusia sebagai mahkluk hidup juga merupakan objek dari filsafat
yang juga membicarakan soal hakikat kodrat manusia, tujuan hidup manusia
dan sebagainya. Sekalipun psikologi memisahkan diri dari filsafat, karena
metode yang ditempuh adalah salah satu sebabnya, tetapi psikologi tetap
mempunyai hubungan dengan filsafat. Bagaimana sebetulnya dapat dikatakan
bahwa ilmu-ilmu yang telah memisahkan diri dari filsafat itupun tetap masih
ada hubungan dengan filsafat terutama mengenai hal-hal yang menyangkut
sifat hakekat serta tujuan dari ilmu pengetahuan itu.

a. Hubungan Psikologi dengan Ilmu Pengetahuan Alam

2
Ilmu pengetahuan alam mempunyai pengaruh yang besar tehadap perkembangan
psikologi. Dengan memisahkan diri dari filsafat, ilmu pengetahuan alam mengalami
kemajuan yang cukup cepat, hingga ilmu pengetahuan alam menjadi contoh bagi
perkembangan ilmu-ilmu lain, termasuk psikologi, khususnya metode ilmu
pengetahuan alam mempengaruhi perkembangan metode dalam psikologi. Karena
pengaruh ilmu pengetahuan alam, maka psikologi mendapatkan kemajuan yang
sangat cepat, sehingga akhirnya dapat diakui sebagai suatu ilmu berdiri sendiri
terlepas dari ilmu filsafat; walaupun akhirnya ternyata bahwa metode ilmu
pengetahuan alam kurang mungkin digunakan seluruhnya terhadap psikologi,
disebabkan karena perbedaan dalam objeknya.

1.3 General Model Of Cognition Secara Interdisipliner


 Model-Model Dalam Psikologi Kognitif

Konsep-konsep ilmiah merupakan metafora yang dihasilkan oleh manusia untuk


membantu komprehensi terhadap realitas. Para ahli psikologi menghasilkan model-
model konseptual di dalam psikologi kognitif dengan tujuan untuk mengembangkan
suatu sistem yang mencerminkan sifat-sifat persepsi manusia, berpikir, dan
pemahaman terhadap dunia sekeliling.mSeperti telah disebutkan, model-model
kognitif dibangun atas dasar asumsi-asumsi. Asumsi-asumsi tersebut merupakan hasil
observasi terhadap proses-proses kognisi manusia. Asumsi-asumsi yang tertulis
dalam tabel di atas diintegrasikan ke dalam suatu sistem besar, yang disebut model
kognitif. Pembuatan model-model tersebut dapat membuat observasi selanjutnya
menjadi lebih komprehensif.

Model yang paling umum digunakan untuk menjelaskan psikologi kognitif adalah
model pemrosesan informasi (information-processing model). Model pemrosesan
informasi telah mendominasi psikologi kognitif, tetapi model-model yang lain, yang
berkembang di dalam ilmu komputer dan neuroscience (ilmu tentang syaraf), telah
dikombinasikan dengan psikologi kognitif, membentuk ilmu kognitif.

3
 Model Pemrosesan Informasi

Model pemrosesan informasi adalah model kognitif yang berasumsi bahwa:

1. Informasi diproses melalui tahapan yang berurutan.


Tahapan-tahapan tersebut misalnya: persepsi, pengkodean informasi,
pemanggilan kembali informasi dari memori (mengingat), pembentukan konsep,
keputusan, dan produksi bahasa). Seluruh komponen model pemrosesan informasi
berhubungan dengan komponen-komponen yang lain, sehingga tidak mudah
untuk mengidentifikasi tahap yang pertama. Namun demikian kita dapat berpikir
bahwa proses tersebut diawali dengan datangnya stimulus. Stimulus ini tidak
secara langsung direpresentasikan di dalam otak, tetapi ditransformasikan dalam
struktur neurologis dan symbol-simbol yang bermakna, yang oleh beberapa
psikolog kognitif disebut Internal Representations (representasi internal).

2. Tiap-tiap tahap menunjukkan fungsi-fungsi yang unik.


Tiap-tiap tahap menerima informasi dari tahap sebelumnya dan kemudian
menampilkan fungsi uniknya.

Dua pertanyaan yang muncul dari model pemrosesan informasi adalah :

• Tahapan-tahapan apa yang dilalui oleh informasi yang diproses ?


• Dalam bentuk apakah suatu pengetahuan direpresentasikan ?

4
Gambar yang menggambarkan bidang-bidang yang berkontribusi terhadap lahirnya
ilmu kognitif, antara lain linguistik , ilmu saraf , kecerdasan buatan , filsafat ,
antropologi , dan psikologi.

 Linguistik atau ilmu bahasa adalah ilmu yang mempelajari tentang bahasa.
Bergantung pada sudut pandang dan pendekatan seorang peneliti, linguistik
sering kali digolongkan ke dalam ilmu kognitif, psikologi, dan antropologi.
 Ilmu saraf adalah bidang ilmu yang mempelajari sistem saraf atau sistem
neuron. Area studi mencakup struktur, fungsi, sejarah evolusi, perkembangan,
genetika, biokimia, fisiologi, farmakologi, informatika, penghitungan
neurosains dan patologi sistem saraf.
 Kecerdasan buatan adalah kecerdasan yang ditambahkan kepada suatu
sistem yang bisa diatur dalam konteks ilmiah atau bisa disebut juga
intelegensi artifisial atau hanya disingkat AI,
 Filsafat adalah kajian masalah mendasar dan umum tentang persoalan seperti
eksistensi, pengetahuan, nilai, akal, pikiran, dan bahasa. Istilah ini
kemungkinan pertama kali diungkapkan oleh Pythagoras.
 Antropologi adalah ilmu tentang manusia. Antropologi berasal dari kata
Yunani yang berarti "manusia" atau "orang", dan logos yang berarti "wacana"
atau secara etimologis antropologi berarti ilmu yang mempelajari manusia.
 Psikologi adalah salah satu bidang ilmu pengetahuan dan ilmu terapan yang
mempelajari tentang perilaku, fungsi mental, dan proses mental manusia
melalui prosedur ilmiah. Seseorang yang melakukan praktik psikologis
disebut sebagai psikolog.

1.4 Asumsi-asumsi Dasar Dalam Kognitif Sains


Asumsi2 dalam Proses Kognitif
1. Untuk memperoleh gambaran secara umum bagaimana proses kognitif atau
pikiran manusia bekerja, maka diajukan beberapa asumsi:

5
2. Proses kognitif bersifat aktif dan bukan pasif tercermin pada rasa ingin tahu
sehingga kita senantiasa mengupdate informasi dan mencari pengetahuan
3. Proses kognitif berlangsung efisien dan akurat. Kesalahan hanya karena
ketidaktepatan menggunakan strategi dan bukan kapasitas kognitif yang
dimiliki.
4. Proses kognitif cenderung lebih efektif ketika menangani informasi positif
daripada negatif.
5. Proses kognitif tidak dapat diamati secara langsung. Kondisi mengakibatkan
kita tidak dapat menggunakan hanya satu teori untuk menerangkan fenomena
kognitif.

Tabel 1. Asumsi-asumsi dan Topik-topik dalam Psikologi Kognitif


ASUMSI TOPIK DALAM PSI.KOGNITIF

Kemampuan untuk mendeteksi dan Deteksi sinyal-sinyal penginderaan dan


menginterpretasi stimulus penginderaan (sensory). neuro-science.

Kecenderungan untuk memusatkan pada stimulus Perhatian (attention).


penginderaan tertentu dan mengabaikan stimulus
lainnya.
Pengetahuan (knowledge).
Pengetahuan yang mendetail tentang karakteristik
fisik dari lingkungan.

Kemampuan untuk mengabstraksi bagian-bagian Pengenalan pola (pattern recognition).


dari suatu peristiwa dan mengintegrasikan bagian-
bagian tersebut ke dalam skema yang terstruktur
Membaca dan pemrosesan informasi.
dengan baik, yang memberikan arti/ makna bagi
keseluruhan episode.

Kemampuan untuk memeras arti (memetik inti Short –term memory.


sari) dari tulisan dan kata-kata.

Kapasitas untuk menyimpan peristiwa-peristiwa

6
yang baru saja terjadi dan mengintegrasikannya Mental Imagery
kedalam rangkaian yang berkesinambungan.
Mental Imagery
Kemampuan untuk mengimajinasi suatu peta
kognitif (cognitive map).
Thinking
Memahami keduukan seseorang/ sesuatu dalam
peran orang/ objek lain. Mnemonics dan memori

Kemampuan untuk menggunakan “trik-trik


memori” dalam membantu mengingat informasi. Mengabstraksi ide-ide linguistic

Kecenderungan untuk menyimpan informasi


bahasa ke dalam bentuk umum.
Problem solving
Kemampuan untuk memecahkan masalah.
Human intelligence
Kemampuan umum untuk bertindak dengan cara
yang bermakna
Language/ motor behavior
Menarik kesimpulan bahwa suatu petunjuk/
arahan dapat diterjemahkan secara akurat ke
dalam bentuk respon motorik yang kompleks.

Pengetahuan bahwa objek-objek mempunyai suatu


Memori semantic
nama khusus

Ketidakmampuan menampilkan ingatan secara


Lupa dan gangguan memori
sempurna.

CAKUPAN PSIKOLOGI KOGNITIF

Psikologi kognitif menggunakan riset dan pendekatan-pendekatan teoritis dari


wilayah utama psikologi yang yang mencakup :

• Persepsi • Imajery

7
• Neuroscience • Psikologi perkembangan
• Perhatian • Berpikir dan pembentukan konsep
• Persepsi pola • Intelligensi manusia
• Memori • Intelligensi buatan
• Bahasa

1.5 Sejarah Kognitif Sains

Sejak awal-awal dimulainya, manusia telah mencoba memahami pikirannya sendiri.


Beberapa penulis paling awal berbicara tentang keajaiban pemikiran dan kebodohan,
serta kebijaksanaan yang mampu dilakukan umat manusia, di mana itu seringkali
dalam ukuran yang sama.

Usaha untuk memahami kerja dari alam berfikir manusia (MIND) sudah dimulai:

 Sejak Zaman Yunani (Plato dan Aristoteles): The nature of human knowledge
Filsafat (Hakikat pengetahuan manusia Filsafat), Pengetahuan pada dasarnya
adalah keadaan mental (mental state) yang mengetahui sesuatu yaitu menyusun
pendapat tentang suatu objek, dengan kata lain menyusun gambaran tentang fakta
yang ada di luar akal. Seorang ahli bernama Aristoteles, yang merupakan salah
satu filsuf Yunani awal juga berbicara tentang otak dan banyak fungsinya dan
khususnya, pengetahuan manusia (human wisdom).
 Pada tahun 1800 (Abad 19)

a. Wilhelm Wundt: Laboratorium untuk mempelajari mental operations


(Psikologi Eksperimen/Laboratorium Psikologi). Ilmu psikologi benar-
benar mulai berkembang dan khususnya bidang psikologi eksperimental.
b. John Broadus Watson: Pada saat inilah para ilmuwan mengadopsi teori
behaviorisme, yang maksudnya adalah gagasan bahwa perilaku tertentu
diprogram dan akan terjadi sebagai reaksi biologis terhadap rangsangan.

8
 Padatahun 1879 pakar atau ahli Sigmund Freud melakukan serangkaian studi
kasus untuk mendukung teori dan idenya. Sigmund Freud adalah seorang dokter
saraf dan psikiatri. Freud adalah orang yang menggagas ide tentang teori
kesadaran dan psikoanalisis. Sigmund Freud mengemukakan bahwa kepribadian
dipengaruhi tiga tingkat kesadaran, yaitu sadar, prasadar, dan tidak sadar. Sadar
adalah tingkat yang berisi semua hal yang kita amati pada waktu tertentu.
Ternyata, kesadaran hanyalah sebagian kecil dari kehidupan mental. Contoh dari
kesadaran adalah pikiran, persepsi, perasaan, dan ingatan. Prasadar adalah
ingatan siap atau available memory. Ini merupakan tingkat kesadaran yang
menjadi jembatan antara sadar dan tidak sadar.
 Pada1950 (Miller, Broadbent, Chomsky, Newell, Shaw, Simon): Revolusi
Kognitif dimulai ketika sejumlah peneliti dari berbagai bidang mulai
mengembangkan teori berbasis pikiran berdasarkan prosedur komputasi dan
representasi kompleks
 Lalu, di tahun 1960, psikologi kognitif menjadi dominan (Tulving, Sperling)
 Tahun 1970, lebih dari 60 (enam puluh) universitas di Eropa dan Amerika Utara
telah mendirikan program ilmu kognitif, Ilmu kognitif adalah suatu pengetahuan
yang mempelajari tentang bagaimana proses mental manusia dalam
mempengaruhi perilaku seseorang Dengan kata lain, ilmu kognitif berkaitan
dengan proses mental manusia atau cara kerja otak. Sains Kognitif terdiri
dibidang psikologi kognitif, Komputer, liguistik, filsafat, syaraf (neurolog), dan
antropologi.
 Tahun 2021-2022 ini juga sudah merambah ke dunia IT (Information
Technology).

1.6 Hubungan Pembelajaran Sains dengan kognitif Anak

Anak usia dini belajar sains dengan secara konkret dengan menyesuaikan
kemampuan berfikir. Belajar sains memberikan manfaat bagi anak untuk
mengembangkan kemampuan kognitif dalam diri anak. Piaget Ali Nugraha, 2008: 85

9
mengemukakan bahwa dalam pembelajaran sains anak secara aktif mengolah
berbagai pengalaman dengan cara melakukan bongkar pasang, mengembangkan dan
mereorganisasikan struktur mentalnya melalui berbagai proses yang dilakukannya
dalam kegiatan. Jadi anak dalam belajar sains selalu 35 mengembangkan kemampuan
kognitif dan memenuhi rasa ingin tahu yang tinggi dalam diri mereka. Pembelajaran
sains memfasilitasi seseorang dalam mengembangkan aspek kognitif seseorang.
Ahmad Susanto 2011: 48 menyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan
suatu proses berfikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai dan
mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Menurut Piaget Slamet Suyanto,
2005: 4 bahwa perkembangan kognitif anak usia TK 5-6 tahun sedang beralih dari
fase praoperasional ke fase operasional konkret.

Pada tahap ini anak belajar terbaik melalui kehadiran benda-benda.Anak dapat
belajar mengingat benda-benda, jumlah dan ciri-cirinya meskipun bendanya sudah
tidak berada dihadapannya. Tahapan Praoperasional tersebut menurut Piaget
Santrock, 2002: 44 Perkembangan ini bermula pada saat anak berumur 2-7 tahun dan
anak mulai melukiskan dunianya dengan kata-kata atau gambar. Anak mulai belajar
berkata- kata dan memberikan gambaran tentang dunianya. Mereka mengemukakan
berbagai pendapat dan analisis tentang suatu hal yang ada pada dunia anak-
anak.Anak memiliki penguasaan sempurna mengenai objek permanen pada tahap ini.
Anak usia dini sedang dalam masa berkembang dan mengembangkan kemampuan
kognitifnya melalui interaksi dengan lingkungannya, oleh karena itu pada
pembelajaran sains guru dapat mengenalkan beberapa konsep kehidupan kepada anak
dengan menggunakan benda- benda yang memang ada di lingkungan sekitar.
Pengetahuan-pengetahuan yang ada di lingkungn sekitar akan mampu diserap oleh
anak dengan mudah. Pengetahuan baru dari belajar sains pada anak usia dini tidak
lepas dari proses belajar.

Piaget Crain, 2007: 171, mengatakan bahwa proses belajar sebenarnya terdiri
dari tiga tahapan, yaitu :

10
1. Asimilasi, adalah proses penyatuan informasi baru ke struktur kognitif yang
sudah ada dalam benak siswa.
2. Akomodasi, adalah proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru.
3. Equilibrium, adalah proses penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi. Penjelasan dari ketiga tahapan belajar anak tersebut adalah ketika
proses asimilasi si anak misalnya baru mengetahui tentang sapi dan anak
menganggap semua binatang berkaki empat adalah sapi maka orang dewasa
perlu memberikan pengalaman nyata bagi anak tentang konsep tersebut.
Sedangkan proses akomodasi merupakan proses kecenderungan individu untuk
mengubah gagasannya sesuai dengan kebutuhan lingkungan atau kenyataam
yang ada di lingkungannya. Dalam hal ini orang dewasa perlu membawakan
gambar sapi lalu mengajaknya melihat sapi yang sesungguhnya dan
mengajakknya melihat binatang berkaki empat selain sapi. Anak memperoleh
pengalam baru tentang memori dan kemampuan untuk menyesuaikan kebutuhan
lingkungan. Proses ini, bimbingan orang dewasa sangatlah dibutuhkan, maka
orang dewasa mempunyai peran dan tanggungjawab untuk membantu anak
membenarkan konsep tersebut. Piaget Ahmad Susanto, 2011: 48 mengemukakan
bahwa pendidik perlu mengembangkan kemampuan kognitif peserta didik karena
pentingnya perkembangan kognitif agar:

a.Anak mampu mengembangkan daya persepsinya berdasarkan apa yang


dilihat, didengar dan rasakan, sehingga anak akan memiliki pemahaman
yang utuh atau komprehensif.

b. Agar anak mampu melatih ingatannya terhadap semua peristiwa dan


kejadian yang pernah.

c.Anak mampu mengembangkan pemikiran-pemikirannya dalam rangka


menghub dialaminya ungkan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya.

11
d. Agar anak mampu mehami simbol-simbol yang tersebar didunia
sekitarnya.

e.Anak mampu melakukan penalaran-penalaran, baik yang terjadi secara


alamiah spontan, maupun melalui proses ilmiah percobaan.

f. Anak mampu memecahkan persoalan hidup yang dihadapinya, sehingga


pada akhirnya anak akan menjadi individu yang mampu menolong
dirinya sendiri.

1.7 Simpulan

Kognitif sains atau sains kognitif adalah ilmu interdisipliner yang mempelajari
pikiran dan proses-prosesnya. Bidang ini berusaha menyelidiki apa itu kognisi, apa
yang dilakukan olehnya, dan bagaimana cara kerjanya. Cakupannya meliputi
kecerdasan dan perilaku, terutama bagaimana informasi diwakili, diproses, dan
diubah (dengan kemampuan seperti persepsi, bahasa, memori, penalaran, dan emosi)
dalam sistem saraf (manusia dan hewan lain) atau mesin (seperti komputer). Sains
kognitif terdiri dari beberapa bidang penelitian, seperti psikologi, kecerdasan buatan,
filsafat, neurosains, linguistik, antropologi, sosiologi, dan pendidikan.Ilmu ini
melingkupi banyak tingkatan analisis, dari pembelajaran dan mekanisme keputusan
tingkat rendah hingga logika dan perencanaan tingkat tinggi; dari sirkuit saraf hingga
organisasi otak modular.

Pelatihan dalam ilmu kognitif mempersiapkan siswa, mahasiswa atau murid


dengan sangat baik untuk karir di bidang akademis dan penelitian serta berbagai
bidang utama lainnya di abad kedua puluh satu, termasuk seperti pemrograman
komputer, telekomunikasi, pemrosesan informasi, analisis medis, pengambilan data,
interaksi manusia-komputer, dan pendidikan.

12
Ilmu kognitif mencari pemahaman yang lebih baik tentang pikiran, proses dan
alat pengajaran dan pembelajaran, kemampuan mental, dan pengembangan perangkat
cerdas yang dapat meningkatkan kemampuan manusia dengan cara yang konstruktif.

BAB 2

PSIKOLOGI KOGNITIF

2.1 Pengertian Psikologi Kognitif

Psikologi kognitif dipandang sebagai studi terhadap proses-proses yang melandasi


dinamika mental. Psikologi kognitif mempelajari bagaimana arus informasi masuk
dan ditangkap oleh indera, diproses oleh jiwa seseorang sebelum diendapkan dalam
kesadaran lalu diwujudkan dalam bentuk tingkah laku. Psikologi kognitif juga
merupakan salah satu cabang dari psikologi dengan pendekatan kognitif untuk
memahami perilaku manusia.

2.2 Sejarah singkat psikologi kognitif


 Yunani kuno sampai abad ke-18

Sejarah dari psikologi kognitif berawal pada saat Plato (428-348SM) dan
muridnya Aristotles (384-322SM) yang memperdebatkan mengenai cara manusia
memahami pengetahuan maupun dunia serta alamnya. Plato berpendapat bahwa
manusia memperoleh pengetahuan dengan cara menalar secara logis, aliran ini
disebut sebagai rasionalis. Lain halnya dengan Aristotles yang menganut paham
empiris dan mempercayai bahwa manusia memperoleh pengetahuannya melalui
bukti-bukti empiris. Perdebatan ini masih berlangsung seperti pertentangan
Rasionalis dari Perancis, Rene Descartes (1596-1650).

13
Empiris dari Inggris, John Locke (1632-1704), dengan tabularasa-nya. Seorang
fisuf Jerman, Immanuel Kant, pada abad ke-18 berargumentasi bahwa baik
rasionalisme maupun empirisme harus bersinergi dalam membuktikan
pengetahuan. Saat ini ilmu pengetahun mendasarkan paham empiris untuk
pencarian data dan pengolahan Psikologi kognitif dan analisis data menggunakan
kerangka pikir rasionalis.

 Abad ke-19 dan ke-20


Wilhelm Wundt (1832-1920) adalah seorang psikolog dari Jerman
mengajukan ide untuk mempelajari pengalaman sensori melalui introspeksi.
Dalam mempelajari proses perpindahan informasi atau berpikir, maka
informasi tersebut harus dibagi dalam struktur berpikir yang lebih kecil.
Aliran strukturisme Wundt berfokus pada proses berpikir, namun aliran
fungsionalisme berpendapat bahwa bahwa penting bagi manusia untuk tahu
apa dan mengapa mereka melakukan sesuatu. William James (1842-1910)
adalah seorang pragmatisme-fungsionalisme melontarkan gagasan mengenai
atensi, kesadaran serta persepsi. Setelah itu munculah aliran assosiasi (Edward
Lee Thorndike, 1874-1949) yang mulai menggunakan stimulus dan diikuti
dengan aliran behaviorisme yang memasangkan antara stimulus dan respon
dalam proses belajar. Pendekatan behaviorisme radikal yang dibawakan oleh
B.F.

Namun pendekatan behaviorisme belum dapat menjawab alasan perilaku


manusia yang berbeda misalnya melakukan perencanaan, pilihan dan
sebagainya. Edward Tolman (1886-1959) percaya bahwa semua tingkah laku
ditujukan pada suatu tujuan. Menggunakan eksperimen dengan tikus yang
mencari makanan dalam maze, percobaan ini membuktikan bahwa terdapat
skema atau peta dalam kognisi tikus. Hal ini membuktikan bahwa tingkah

14
laku melibatkan proses kognisi. Oleh karena itu beberapa pihak mengakui
Tolman sebagai Bapak Psikologi Kognitif Modern.

2.3 Metode Penelitian


Metode penelitian adalah alat yang kita gunakan untuk memahami, menguji, dan
mengembangkan ide-ide baru. Metode penelitian yang digunakan dalam psikologi
kognitif bersumber dari metode yang digunakan para peneliti Jerman (Wundt dkk)
untuk mempelajari memori, asosiasi dan proses-proses psikologis.
Dua jenis metode utama yaitu, (1) mengukur korelasi psikologis dengan dunia nyata
dan (2) mendokumentasikan kasus-kasus unik.
1. Mengukur korelasi psikologis dengan dunia nyata
Metode – metode yang masuk dalam kategori ini adalah metode-metode yang secara
spesifik mengukur reaksi atau respon terhadap peristiwa eksternal yang terjadi di
dunia.
a. Psikofisika (psychophysics)
Psikofisika adalah studi ilmiah tentang hubungan antara stimuli dengan sensasi
dan persepsi yang ditimbulkan oleh stimuli tersebut.
b. Studi sel tunggal (single-cell study)
Studi sel tunggal telah digunakan oleh para peneliti seperti Hubel dan Wiesel
(1959) yang memetakan korteks visual pada kucing. Asumsinya adalah apabila
sel merespons sebuah stimulus visual maka terdapat hubungan antara stimulus
tersebut dengan sel tertentu.
c. Studi waktu-reaksi
Studi waktu-reaksi adalah cirri khas psikologi kognitif yang meneliti proses-
proses kognitif.
d. Studi priming
Dalam studi priming, sebuah stimulus disajikan sekilas (“prime”) dan setelah
jeda beberapa saat, stimulus kedua disajikan dan partisipan diminta membuat
penilaian terkait stimulus kedua.
e. Studi pelacakan bola mata

15
Pemrosesan informasi visual lazimnya melibatkan sebagian besar jaringan otak.
Diasumsikan bahwa otak memerintahkan bola mata untuk memandang ke
stimulus visual di dunia nyata yang penting bagi kinerja fungsi kognitif.
f. Studi lateralisasi (lateralization study)
Dalam upayanya menentukan bagian-bagian otak yang memiliki fungsi-fungsi
khusus, para peneliti menemukan bahwa kedua belahan otak mempengaruhi
fungsi kogntif yang berbeda. Asumsi yang mendasari jenis semacam ini
menyatakan bahwa seandainya sebuah objek diperuntukkan bagi otak kiri,
namun pada akhirnya diproses oleh otak kanan, akibatnya waktu pemrosesan
akan lebih lama daripada bila objek itu sejak semula memang diperuntukkan
untuk otak kanan.

2. Mendokumentasikan kasus-kasus unik


a. Studi kasus
Para psikolog dapat mempelajari otak melalu proses reverse engineering dimana
mempelajari deficit atribut dan fungsi kognitif pada individu-individu yang
mengalami kerusakan di bagian-bagian otaknya. Diasumsikan bahwa terdapat
area-area khusus, terpusat, yang mengendalikan fungsi-fungsi tertentu dan tidak
semata-semata bergantung pada jaringan neuron.
b. Studi pencitraan (imaging study)
Studi pencitraan dapat dikategorikan sebagai pencitraan yang menampilkan
struktur, proses, atau strukutur sekaligus proses.

2.4 Neurosains Kognitif

Neurosains kognitif adalah ilmu yang mempelajari mengenai kognisi dengan


penekanan pada perkembangan maupun fungsi-fungsi otak. Istilah neurosains
kognitif berasal dari "kognisi" yaitu proses mengetahui dan "neurosains" yaitu ilmu
yang mempelajari sistem saraf

Ada beberapa aspek dan unsur yang berhubungan dengan bidang Neuorsains
Kognitif, diantaranya adalah sebagai berikut :

16
 Otak, yaitu organ dalam tubuh yang berperan mengontrol langsung pikiran,
emosi, dan motivasi diri manusia. Otak bersifat direktif sekaligus reaktif terhadap
organ – organ tubuh yang lainnya.

 Sistem saraf, yaitu dasar bagi kemampuan manusia untuk memahami,


beradaptasi, dan berinteraksi dengan dunia sekitarnya. Melalui sistem tersebut,
manusia mampu menerima, memproses dan merespon informasi dari lingkungan.
Ketahuilah tahap perkembangan Kognitif pada orang dewasa.
 Lokalisasi fungsi, yaitu hal yang mengacu kepada daerah spesifik otak yang
mengontrol kemampuan juga perilaku secara spesifik.

Peralatan Neurosains Kognitif


Adapun peralatan yang dibutuhkan untuk mengetahui mengenai otak dan bagian
lainnya bisa dilihat dari beberapa perlengkapan seperti berikut ini:

 Electroencephalography, berfungsi untuk merekam sinyal elektrik dari aktivitas


neural di otak manusia.

 Computed axial tomography, menggunakan sebuah perangkat dan proses


komputerisasi, yang menghasilkan struktur pada otak tiga dimensi pada gambar
X-ray yang datar.

 Pasitron emission tomography, yaitu sebuah pemindai penggunaan glukosa di


dalam otak. Berikut ini aspek perkembangan Kognitif pada masa kanak-kanak
awal pertumbuhan.
 Magnetic resonancen imaging, berfungsi untuk menghasilkan citra yang tidak
bergerak pada struktur otak

 Magnetoencephalography, dengan menggunakan sebuah mesin yang mengukur


aktivitas otak diluar kepala manusia.

 Transcranial magnetic stimulation, peralatan yang digunakan bersamaan dengan


Electroencephalography atau Magnetoencephalography untuk mengevaluasi
adanya efek perubahan aktivitas elektrik otak dalam proses persepsi dan juga
berpikir.

17
 Micro CT, yaitu teknik pencitraan CT yang dianami x-ray microtomography,
berfungsi memindai melalui mikroskop, menghasilkan citra 3D dari struktur
yang amat kecil pada otak. Cara dan metode penelitian dalam Psikologi
Kognitif yang umum digunakan.

2.5 Sensasi dan Persepsi

Dalam ilmu psikologi, sensasi diartikan sebagai sebuah aspek kesadaran yang
sangat sederhana sebagai hasil dari panca indera kita, seperti panas, warna, aroma,
rasa dan lain sebagainya. Dalam pengertian lain, sensasi adalah penerimaan stimulus
melalui alat indera, sedangkan persepsi adalah penafsiran dari stimulus yang diterima
tersebut. 
Untuk hal-hal yang sifatnya kognitif, setiap sensasi yang diterima seseorang
umumnya akan memiliki persepsi yang sama antara orang yang satu dengan yang
lainnya. Misalnya, ketika tangan menyentuh api -yang artinya indera peraba
menerima stimulus dari api-  maka secara umum setiap orang akan mempersepsikan
bahwa api itu panas dan segera menjauh dari api tersebut. Namun tidak selalu
persepsi seseorang akan sama dengan orang lain, walaupun mendapatkan sensasi
yang sama. Hal ini biasanya menyangkut sesuatu yang bersifat perasaan

Perbedaan persepsi seseorang akan sebuah sensasi bisa berbeda-beda, hal ini bisa
disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya:

1. Pengalaman atau ingatan

Orang yang mempunyai pengalaman sebelumnya dengan suatu sensasi yang


pernah dialami, maka persepsinya akan berbeda karena ia masih ingat bahwa ia
pernah mengalami hal tersebut, sehingga responnya akan sensasi tersebut lebih
terarah dan terkontrol. Berbeda halnya dengan seseorang yang belum mengalami
sensasi yang sama, maka orang tersebut lebih cenderung reaktif dan emosional.

18
2. Fisiologis

Persepsi yang berbeda dapat disebakan pula oleh faktor perbedaan fisiologis.
Kepekaan alat indera seperti mata misalnya, sangat mempengaruhi persepsi seseorang
dalam melihat sebuah pemandangan. 

Orang yang mengidap rabun jauh (miopia) akan kurang respon dalam melihat
pemandangan yang indah dari kejauhan, karena kekurangtajaman penglihatannya.
Namun orang yang berpandangan mata normal akan merasa takjub dengan apa yang
dilihatnya. 

3. Suasana hati (mood)

Seseorang yang sedang dalam suasana hati senang atau gembira akan lebih
mempersepsikan sesuatu hal yang buruk dengan ketenangan jiwanya. Berbeda halnya
dengan orang yang mendapat keburukan dalam suasana kurang mood, maka tentunya
akan mempersepsikan suatu sensasi itu lebih buruk lagi. Dalam menyikapi atau
mempersepsikan sebuah sensasi yang merupakan pengalaman dalam hidup
dibutuhkan sebuah ketenangan dan kematangan jiwa. Kematangan jiwa seseorang
selayaknya beriringan dengan makin bertambahnya usia. Semakin matang usia
seseorang, selayaknya diikuti dengan semakin matang jiwanya.

2.6 Atensi

Atensi adalah cara-cara kita secara aktif memproses sejumlah informasi yang
terbatas dari sejumlah besar informasi yang disediakan oleh indra, memori yang
tersimpan, dan oleh proses-proses kognitif kita yang lain.

19
Penjelasan Gambar:

Misalnya saat kita me rasakan sensasi memakan gado-gado untuk pertama kali (indra
pengecap melakukan sensasi) kita teringat dengan jenis makanan serupa yang pernah
kita makan sebelumnya yaitu pecel (memori) kita kemudian mulai membandingkan
komposisi pecel dan gado-gado (proses berfikir) → kegiatan ini merupakan salah satu
contoh terjadinya proses atensi dalam diri kita. keuntungan yang diperoleh dari atensi
akan semakin besar kalau kita manjadikan proses-prosesnya disadari. Atensi yang
disadari mengandung 3 tujuan bagi kognisi, yaitu:

a. Atensi membantu pemonitoran interaksi-interaksi kita dengan lingkungan.


Melalui pemonitoran kita mempertahankan kesadaran tentang seberapa
baiknya kita beradaptasi dengan lingkungan kita. Contoh, saat kita berada
dalam kelas, kita memiliki kemampuan untuk bertahan duduk dan berperilaku
berbeda seperti saat kita sedang di tengah pesta. Hal itu terjadi karena kita
memberi atensi pada situasi dan interaksi kita di tengah lingkungan.
b. Atensi membantu kita mengaitkan masa lalu (memori) dan masa kini
(pencerapan), memberikan kita pemahaman tentang kontinuitas pengalaman.
Contoh, saat menonton serial sinetron di tv, seseorang mampu mengaitkan
cerita dari episode baru yang sedang ia tonton dengan episode sebelumnya
karena ia memberi atensi terhadap sinetron tersebut.
c. Atensi membantu kita mengntrol dan merencanakan tindakan-tindakan ke
depan. Kita dapat melakukannya berdasarkan informasi yang kita peroleh dari
pemonitoran dan pengaitan memori masa lalu dan pencerapan masa kini.
Contoh: kita mampu melakukan tugas yang diberikan oleh atasan kita.

2.7 Pengenalan objek

Pengenalan objek adalah komposisi kompleks dari stimulus sensori yang


diketahui seseorang sebagian dari objek. Pengenalan objek dan kemampuan
mengenali objek dapat terjadi langsung tanpa usaha dan biasanya terjadi secara cepat.
Kemudian bagaimana hal tersebut bisa terjadi. Berdasarkan pengalaman sehari-hari,

20
kita mengetahui bahwa kita dapat mengenali dan mengevaluasi objek-objek dengan
cepat dan akurat, bahkan terhadap objek-objek yang asing bagi kita.

• Teori-teori perceptual
Para psikolog yang mempelajari persepsi telah mengembangkan dua teori utama
tentang cara manusia memahami dunia.
• Persepsi konstruktif (constructive perception)
Menyatakan bahwa manusia “mengkonstruksi” persepsi dengna secara
aktif memilih stimuli dengan menggabungkan sensasi dengan memori. Teori
pendapat knstruktif disusun berdasarkan anggapan bahwa selama persepsi, kita
membentuk dan menguji hipotesis-hipotesis yang berhubungan dengan persepsi
berdasarkan apa yang kita indera dan apa yang kita ketahui, dengan demikian
persepsi adalah sebuah efek kombinasi dan informasi yang diterima sistem
sensorik dan pengetahuan yang kita pelajari tentang dunia, yang kita dapatkan
dari pengalaman.
• Persepsi langsung (direct perception)
Menyatakan bahwa persepsi terbentuk dari perolehan informasi secara langsung
dari lingkungan.
• Pengenalan pola visual
Dipelajari melalui sejumlah perspektif teoretik
• Psikologi gestalt
Bahwa persepsi pola – pola visual diorganisasikan sesuai prinsip keterdekatan
(proximity), kesamaan (similarity) dan pengorganisasian spontan (spontaneous
organization). Perspektif kanonik merupakan sebuah pengembangan gagasan
para psikolog gestalt. Perspektif kanonik adalah sudut pandang terbaik untuk
mempresentasikan suatu objek atau suatu Citra yang pertama muncul di pikiran
pada saat mengingat suatu bentuk.
• Pemrosesan bottom-up
Pemrosesan bottom-up yakni teori yang berpendapat bahwa proses pengenalan di
awali oleh identifikasi terhadap bagian-bagian spesifik dari suatu pola yang

21
menjadi landasan pengenalan pola secara keseluruhan. Semisal kita mengenali
seseorang berdasarkan ciri fisik seperti hidung, suara, cara berjalan, gaya rambut,
dll. Kemudian barulah di persepsikan
• Pemrosesan top-down
Pemrosesan top-down adalah teori yang berpendapat proses pengenalan objek di
awali oleh hipotesis atau proses kognitif terhadap suatu pola, yang diikuti oleh
pengenalan terhadap bagian-bagian pola. Semisal mengenali si A, kita pertama
mengenali bahwa itu si A, kemudian barulah mengenalkan si A berdasarkan ciri
fisiknya.
• Pencocokan template
Pencocokan template yaitu suatu teori yang menjelaskan mula-mula cara otak
mengenali pola dan objek. Objek atau pola yang ditangkap sensorik akan
disamakan dengan template atau konstruk internal dalam otak. Ketika pola sama
dengan template yang ada di otak maka akan terjadi proses pengenalan objek.
• Analisis fitur
Bahwa pengenalan objek terjadi hanya setelah stimuli dianalisis berdasarkan
komponen-komponen dasarnya. Semisal kita mengenal objek berupa tulisan
PANAH kita mengidentifikasi dan memersepsi satu per satu huruf. Sebuah
pendekatan dalam analisis fitur adalah pengamatan terhadap pergerakan mata dan
pengenalan objek.
• Pengenalan prototype
Bahwa pengenalan terhadap objek terjadi sebagai hasil dari abstraksi terhadap
stimuli, yang disimpan di dalam memori dan berfungsi sebagai suatu bentuk
ideal, yang digunakan untuk mengevaluasi pola-pola yang diamati. Semisal kita
melihat huruf S, dalam prototipe S telah terukir dalam ingatan kita, sehingga
meskipun terdapat bermacam-macam bentuk huruf S kita tetap dapat mengenali
huruf S.

2.8 Kesadaran

22
Kesadaran (consciousness) adalah kesiagaan seseorang terhadap peristiwa-
peristiwa dilingkungannya serta peristiwa-peristiwa kognitif yang meliputi memori,
pikiran, perasaan dan sensasi-sensai fisik.

• Kerangka kerja kesadaran


Karakteristik-karakteristik utama kerangka kerja :
1) Attention : pemusatan sumber daya mental ke hal-hal eksternal maupun internal.
2) Wakefulness (kesiagaan) : kontinum dari tidur hingga terjaga . kesadaran sebagai
suatu kondisi siaga, memiliki komponen arousal. Kesadaran adalah suatu kondisi
mental yang dialami seseorang sepanjang hidupnya, dalam setiap harinya.
3) Architecture (arsitektur) : lokasi fisik struktur-struktur fisiologis (dan proses -
proses yang berhubungan dengan struktur-struktur tersebut) yang menyokong
kesadaran
4) Recall of knowledge (mengingat pengetahuan) : proses pengambilan informasi
tentang pribadi yang bersangkutan dan dunia di sekelilingnya.
5) Self knowledge (pengetahuan diri) : adalah pemahaman tentang informasi jati-
diri pribadi seseorang.
6) World knowledge (pengetahuan tentang dunia) : memampukan kita mengingat
sejumlah fakta dari memori jangka panjang kita.
7) Emotive (emotif) : komponen-komponen afektif yang diasosiasikan dengan
kesadran. Sentience adalah suatu kondisi sadar yang kerap kali dianggap sebagai
suatu bentuk perasaan atau emosi (berbeda dengan pikiran atau persepsi).
8) Novelty (kebaruan) : kecenderungan untuk tidak hanya berfokus pada pikiran-
pikiran dan peristiwa-peristiwa sentral, namun untuk menemukan item-item yang
baru, kreatif, dan inovatif.
9) Emergence (kemunculan) : kesadaran berbeda dengan proses-proses neural
lainnya, kesadaran berkaitan dengan pemikiran-pemikiran pribadi dan internal.
10) Selectivity (selektivitas) dan Subjectivity (subjektivitas) : manusia secara konstan
memilih sangat sedikit pikiran pada setiap waktu, namun pikiran-pikiran dapat

23
berubah dengan cepat akibat adanya gangguan dari pikiran-pikiran baru atau dari
isyarat-isyarat kesadaran

2.9 Memori

Menurut Bruto (1987) memori atau ingatan adalah proses mental yang meliputi
pengkodean, penyimpanan, dan pemanggilan kembali informasi dan pengetahuan
yang semuamnya terpusat di dalam otak.

hampir semua aktivitas manusia melibatkan aspek ingatan. oleh sebab itu ingatan
menjadi sesuatu yang sangat penting di dalam proses kognitif manusia.

• Model-model meori

• James

Menurut James, memori sekunder adalah tempat penyimpanan informasi


yang “gelap”, yang menyimpan informasi-informasi (pengalaman) yang pernah
dialami, namun tidak dapat diakses lagi. Memori jangka panjang (long term
memory/LTM), didefiniskan sebagai jalur-jalur “terpahat” dalam jaringan otak
manusia, dan setiap manusia memiliki struktur jalur yang berbeda. Bagi James,
memori memiliki sifat dualistik, yakni transitoris (sebagai pengantara) dan permanen
meski belum ada buktinya. Dalam model ini, sebuah item memasuki memori primer
dan kemudian disimpan di sana (melalui latihan pengulangan), atau dilupakan.
Dengan menggunakan pengulangan (rehearsal), item tersebut memasuki memori
sekunder dan selanjutnya menjadi bagian dari memori permanen.

• Waugh dan Norman

Model behavioral pertama dikembang oleh Waugh dan Norman (1965).


Model tersebut adalah model dualistic, mencakup memori primer dan memori
sekunder. Waugh dan Norman mengembangkan model James dengan
mengkuantifikasikan karakteristik-karakteristik memori primer. Waugh dan Norman
memiliki ketertarikan dalam apa yang terjadi pada item-item yang tidak diingat.

24
Mereka menguslkan bahwa item-item itu akan memudar (decay) dari memori, atau
memori tersebut digantikan atau dihambat oleh informasi-informasi baru.

• Atkinson dan Shiffrin

Model yang disusun berdasarkan gagasan bahwa struktur-struktur memori


bersifat stabil dan proses-proses control berupa factor-faktor tak tetap. Dalam model
Atkinson dan Shiffrin, memori memiliki tiga area penyimpanan: (1) register sensorik,
Sensory register menerima banyak sekali informasi dari panca indera dan
menahannya dalam waktu sangat singkat tidak lebih dari dua detik, (2) penyimpanan
jangka pendek, adalah suatu proses penyimpanan memori sementara dan (3)
penyimpanan jangka panjang, adalah suatu proses penyimpanan informasi yang
relatif permanen. contoh : nama individu, lagu kanak-kanak, dan abjad a-z.

2.1 Representasi pengetahuan


Representasi pengetahuan secara visual
a. Hipotesis penyandian ganda
Bahwa informasi dapat disandikan dan disimpan dalam satu atau kedua system,
verbal dan imajinal. Data-data behavioral dan neurologis mendukung hipotesis
ini.
b. Hipotesis proposisional-konseptual
Bahwa informasi disimpan dalam format proposisional-abstrak yang
mendefinisikan objek, peristiwa dan hubungan antra objek-peristiwa tersebut,
secara spesifik.
c. Hipotesis ekuivalensi-fungsional
Bahwa imagery dan persepsi sangat serupa satu sama lain (terutama studi
Shepard dan Kosslyn)
d. Dua jenis representasi untuk menjelaskan imagery antara lain, representasi
langsung dan representasi alegoris.

2.11 Bahasa

25
Bahasa menurut psikologi kognitif adalah suatu system komunikasi yang di
dalamnya pikiran-pikiran dikirimkan (transmitted) dengan perantaraan suara atau
symbol.
Terdapat tiga teori mengenai cara perolehan bahasa :
a. Bahasa adalah predisposisi genetic yang bersifat universal (teori Chomsky)
b. Bahasa dipelajari melalui himpunan penguatan-penguatan (teori Skinner)
c. Perkembangan bahasa sebagai fungsi dari kemasakan biologis dan interaksi
dengan lingkungan.

2.1 Perkembangan kognitif


Perkembangan kognisi pertama kali dirintis oleh penelitian Jean Piaget dai
Swiss dan teori yang dikembangkan oleh Lev S. Vygotsky dari Rusia.
Prinsip-prinsip umum Piaget :
a. Organisasi (organization)
Mengacu pada sifat dasar structural mental yang digunakan untuk
mengeksplorasi dan memahami dunia.
b. Adaptasi (adaptation)
Mencakup dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi.
c. Asimilasi
proses perolehan informasi dari luar dan pengasimilasiannya dengan
pengetahuan dan perilaku kita sebelumnya.

Cirri-ciri perkembangan kognitif adalah :

1. Bersifat kuantitatif
2. Perubahannya linier dalam suatu tahap
3. Adanya perubahan kualitatif
Ada empat tahap utama, yaitu tahap sensorimotor, pra-operasional, operasional
konkret, dan operasional formal.

2.13 Berpikir dan Formasi konsep

26
Berpikir adalah proses yang membentuk representasi mental baru melalui
transformasi informasi oleh interaksi kompleks dari atribusi mental yang mencakup
pertimbangan, pengabstrakan, penalaran, penggambaran, pemecahan masalah logis,
pembentukan konsep, kreativitas dan kecerdasan. Definisi awal konsep adalah
“penggambaran mental, idea tau proses.”
Prinsip asosiasi memungkinkan seseorang untuk menghubungkan
karakteristik suatu objek dengan objek lainnya sehingga nantinya akan muncul
konsep yang ada. Prinsip ini mendalilkan bahwa pembelajaran konsep adalah hasil
dari:
(1) menguatkan pasangan tepat dari sebuah stimulus dengan respon yang
mengidentifikasikannya sebagai sebuah konsep
(2) non-penguatan pasangan yang tidak tepat dari sebuah stimulus dengan respon
untuk mengidentifikasikannya sebagai konsep.

2.14 Kecerdasan buatan


Perhatian manusia adalah subjek yang dipelajari dengan cukup baik di bidang
psikologi kognitif dan dikenal sebagai kunci fitur kecerdasan.
Kecerdasan buatan mencakup setiap hasil dari produk computer yang dinilai cerdas
jika dihasilkan oleh manusia. Kepandaian buatan diartikan secara luas sebagai cabang
ilmu computer yang berhubungan dengan pengembangan computer dan program-
program computer yang mampu meniru fungsi kognisi manusia.
Contoh dari kecerdasan buatan:
1. Media sosial
2. Media belajar online
3. Pencarian di Google dan Google voice
4. Perbankan, dll.

2.15 Simpulan
Psikologi kogntifif adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana arus
informasi diterima dan ditangkap oleh indera, diproses oleh jiwa seseorang dan

27
diendapkan di dalam kesadaran juga diwujudkan melalui bentuk tingkah laku atau
tindakan. Psikologi kognitif dapat pula dipandang sebagai studi terhadap proses-
proses yang melandasi dinamika mental.

28
BAB 3
MEANINGFUL DAN ROTE LEARNING DAN KAITANNYA DENGAN
KOGNITIF SAINS

3.1 Teori Belajar Kognitif menurut Ausubel


Belajar kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur
kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang
datang dari luar. Aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal
berfikir, yakni proses pengolahan informasi. Teori belajar kognitif lebih menekankan
pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti
juga diungkapkan oleh Winkel (1996: 53) bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas
mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, keterampilan
dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas”.
Jadi disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar kognitif adalah suatu proses
usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai
akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu
perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan dan
nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
Salah satu pakar yang mengemukakan teori belajar kognitif adalah David
Paulus Ausubel. David Paulus Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan.
Ausubel memberi penekanan pada belajar bermakna dan juga terkenal dengan teori
belajar bermaknanya. Menurut Ausubel (Hudoyo, 1998) bahan pelajaran yang
dipelajari haruslah “bermakna” artinya bahan pelajaran itu harus cocok dengan
kemampuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa.
Ausubel menentang pendapat yang mengatakan bahwa metode penemuan dianggap
sebagai suatu metode mengajar yang baik karena bermakna, dan sebaliknya metode
ceramah adalah metode yang kurang baik karena merupakan belajar menerima.
Menurutnya baik metode

29
penemuan maupun metode ceramah bisa menjadi belajar menerima atau
belajar bermakna, tergantung dari situasinya.
Menurut David P. Ausubel dalam Sutomo (2015), ada dua jenis belajar :
1. Belajar Bermakna (Meaningfull Learning), belajar dikatakan bermakna bila
informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur
kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu dapat
mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
2. Belajar Menghafal (Rote Learning), bila struktur kognitif  yang cocok dengan
fenomena baru itu belum ada maka informasi baru tersebut harus dipelajari
secara menghafal.

Kedua demensi ini merupakan suatu kontinum. Novak (Dahar,


1988) memperlihatkan gambar sebagai berikut:
Menjelaskan
Pengajaran Audio-
hubungan antara Penelitian Ilmiah
Tutorial
konsep-konsep
Belajar
Sebagian Besar
Bermakna Penyajian Melalui
Kegiatan di laboratorium penelitian rutin
Ceramah atau
sekolah atau produksi
buku pelajaran
intelektual
Menerapkan rumus-
Pemecahan
Daftar Perkalian rumus untuk
Belajar dengan coba-coba
memecahkan Masalah
hafalan
Belajar Belajar Belajar Penemuan
Penerimaan PenemuanTerbimbing Mandiri

Dari tabel diatas dapat dikatakan bahwa belajar penerimaan yang bermakna


dapat dilakukan dengan cara menjelaskan hubungan antara konsep-konsep,
sedangkan belajar penemuan yang masih berupa hafalan apabila belajar dilakukan

30
dengan pemecahan masalah secara coba-coba. Belajar penemuan yang bermakna
hanyalah terjadi pada penelitian ilmiah
Jadi dapat disimpulkan jika peserta didik hanya mencoba menghafalkan
informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan struktur kognitifnya, maka
terjadilah belajar dengan hafalan. Sebaliknya jika peserta didik menghubungkan atau
mengaitkan informasi baru itu dengan struktur kognitifnya maka yang terjadi adalah
belajar bermakna.
Kedua pengklasifikasian tersebut di atas apabila digambarkan ke dalam skema
adalah sebagai berikut:
Dalam kaitannya dengan tipe belajar, Ausubel mengemukakan empat tipe
belajar, yaitu:
1. Belajar dengan penemuan yang bermakna
Informasi yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik.
Peserta didik itu kemudian menghubungkan pengetahuan yang baru itu
dengan struktur kognitif yang dimiliki. Misalnya peserta didik diminta
menemukan sifat-sifat suatu bujur sangkar. Dengan mengaitkan pengetahuan
yang sudah dimiliki, seperti sifat-sifat persegi panjang, peserta didik dapat
menemukan sendiri sifat-sifat bujur sangkar tersebut.
2. Belajar dengan penemuan tidak bermakna
Informasi yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik,
kemudian ia menghafalnya. Misalnya, peserta didik menemukan sifat-sifat
bujur sangkar tanpa bekal pengetahuan sifat-sifat geometri yang berkaitan
dengan segiempat dengan sifat-sifatnya, yaitu dengan penggaris dan jangka.
Dengan alat-alat ini diketemukan sifat-sifat bujur sangkar dan kemudian
dihafalkan.
3. Belajar menerima yang bermakna
Informasi yang telah tersusun secara logis di sajikan kepada peserta
didik dalam bentuk final/akhir, peserta didik kemudian menghubungkan
pengetahuan yang baru itu dengan struktur kognitif yang dimiliki. Misalnya
peserta didik akan mempelajari akar-akar persamaan kuadrat.

31
4. Belajar menerima yang tidak bermakna
Dari setiap tipe bahan yang disajikan kepada peserta didik dalam
bentuk final. Peserta didik tersebut kemudian menghafalkannya. Bahan yang
disajikan tadi tanpa memperhatikan pengetahuan yang dimiliki peserta didik
(Hudoyo, 1990)

Untuk menerapkan teori belajar Ausubel, Sulaiman (1988) menyarankan agar


menggunakan dua fase yaitu, fase perencanan dan fase pelaksanaan. Fase
perencanaan terdiri dari menetapkan tujuan pembelajaran, mendiagnosis latar
belakang pengetahuan siswa, membuat struktur materi dan
memformulasikan advance organizer. Fase pelaksanakan terdiri dari advance
organizer, diferensiasi progresif dan rekonsiliasi integratif:
a. Fase Perencanaan
i. Menetapkan Tujuan Pembelajaran, tahapan pertama dalam kegiatan
perencanaan adalah menetapkan tujuan pembelajaran. Model Ausubel
ini dapat digunakan untuk mengajarkan hubungan antara konsep-
konsep dan generalisasi-generalisasi. Sebagaimana dikatakan
Sulaiman (1988), bahwa model Ausubel tidak dirancang untuk
mengajarkan konsep atau generalisasi, melainkan untuk mengajarkan
“Organized bodies of content” yang memuat bermacam konsep dan
generalisasi.
ii. Mendiagnosis latar belakang pengetahuan siswa, model Ausubel ini
meskipun dirancang untuk mengajarkan hubungan antar konsep-
konsep dan generalisasi -
generalisasi dan tidak untuk mengajarkan bentuk materi pengajaran itu
sendiri, tetapi cukup fleksibel untuk dipakai mengajarkan konsep dan
generalisasi,
iii. Membuat struktur materi, membuat struktur materi secara hierarkis
merupakan salah satu pendukung untuk melakukan rekonsiliasi
integratif dari teori Ausubel

32
iv. Memformulasikan Advance Organizer, Eggen (1979), Advance
organizer dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: a) mengkaitkan atau
menghubungkan materi pelajaran dengan struktur pengetahuan siswa,
b) mengorganisasikan materi yang dipelajari siswa.
Terdapat tiga macam organizer, yaitu definisi konsep, generalisasi dan
analogi:
a) Definisi konsep dapat merupakan organizer materi yang bermakna, bila
materi tersebut merupakan bahan pengajaran baru atau tidak dikenal oleh
siswa. Untuk kemudahan siswa, guru sebaiknya mengusahakan agar definisi
dibuat dalam terminalogi yang dikenal siswa.
b) Generalisasi berguna untuk meringkas sejumlah informasi
c) Analogi merupakan advance organizer yang paling efektif karena seringkali
sesuai dengan latar belakang siswa. Nilai analogi sebagai advance organizer
tergantung pada dua faktor yaitu (1) penguasaan atau pengetahuan siswa
terhadap analogi itu, (2) tingkat saling menunjang antara gagasan yang
diajarkan dengan analogi yang digunakan. Dengan analogi, motif dan minat
siswa lebih baik dibandingkan dengan generalisasi dan definisi konsep.

b. Fase Pelaksanaan
Untuk menjaga agar siswa tidak pasif maka guru harus dapat
mempertahankan adanya interaksi dengan siswa melalui tanya jawab,
memberi contoh perbandingan dan sebaginya berkaitan dengan ide yang
disampaikan saat itu. Langkah berikutnya adalah menguraikan pokok-pokok
bahan menjadi lebih terperinci melalui diferensiasi progresif.

3.2 Konsep Pembelajaran Bermakna
1. Pengertian
Pembelajaran bermakna mengacu pada konsep bahwa pengetahuan yang
dipelajari sepenuhnya dipahami oleh individu dan bahwa individu tahu

33
bagaimana fakta yang spesifik berkaitan dengan fakta-fakta yang tersimpan
sebelumnya (yang disimpan dalam otak).

Berry (2009) menjelaskan belajar bermakna merupakan belajar yang dengan


tujuan yang lebih jelas, pembelajaran yang memungkinkan orang-orang yang
terlibat di dalamnya untuk melakukan lebih banyak makna kepada dunia di
sekitar mereka, belajar terhadap hal-hal yang lebih realistis yang diditandai
dengan pembelajaran yang lebih aktif, konstruktif, disengaja, otentik dan
kooperatif. Teori ini menekankan pentingnya siswa mengasosiasikan
pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang
telah dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru
kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa. Keduanya
mengandalkan bahwa dalam pembelajaran itu aktif.

2. Karakteristik Pembelajaran Bermakna


Konsep ini menjelaskan bahwa dalam diri seorang pelajar sudah ada
organisasi dan kejalasan tentang pengetahuan dibidang subjek tertentu.
Organisasi yang dimaksud sebagai struktur kognitif dan percaya bahwa
struktur ini menentukan kemampuan pelajar untuk menangani berbagai ide
dan hubungan baru. Makna dapat muncul dari materi baru hanya bila materi
itu terkait dengan struktur kognitif dari pembelajaran sebelumnya. Asumsi
bahwa tujuan utama pendidikan di semua tingkatan diupayakan untuk
melibatkan para siswa dalam pembelajaran bermakna, yang terjadi ketika
siswa melakukan proses pembelajaran.

Pembelajaran bermakna berupaya melibatkan para siswa dalam aktif,


konstruktif, pembelajaran disengaja, otentik, dan kooperatif.   
1. Pembelajaran Bermakna adalah Aktif (Manipulative/Observant)
Belajar adalah proses mengalami. Manusia memiliki kemampuan untuk
mempelajari dan beradaptasi dengan lingkungan. Manusia dari segala usia

34
dapat mengembangkan keterampilan dan membangun pengetahuan lebih
lanjut dunia di sekitar mereka ketika ingin mengetahuinya. Ketika belajar
tentang hal-hal dalam konteks alam, manusia berinteraksi dengan lingkungan
mereka dan memanipulasi benda-benda dalam lingkungan tersebut,
mengamati efek dari intervensi mereka dan membangun pengetahuan mereka
sendiri menginterpretasi fenomena dan hasil manipulasi.
2. Belajar Bermakna adalah Konstruktif.
Pembelajaran yang berpusat pada siswa, pengetahuan yang dipunyai oleh
murid adalah hasil dari aktivitas yang dilakukan oleh siswa dan bukan
pembelajaran yang ditrerima secara pasif. Guru sebagai fasilitator yang
membantu siswa membina pengetahuan dan menyelesaikan masalah.
3. Belajar Bermakna adalah Kolaboratif.
Kebermaknaan dapat terjadi dari hubungan kolaborasi diantara siswa,
yaitu situasi dimana terdapat dua atau lebih orang belajar atau berusaha untuk
belajar sesuatu secara bersama-sama. Tidak seperti belajar individual, orang
yang terlibat dalam kolaborasi memanfaatkan sumber daya dan keterampilan
satu sama lain.
4. Belajar Bermakna adalah Authentic Learning.
Siswa belajar terbaik dengan terlibat dalam tugas-tugas belajar otentik,
dengan mengajukan pertanyaan, dan dengan menggambar pada pengalaman
masa lalu, untuk belajar terjadi bagi siswa, itu harus dilakukan dengan cara
dan di tempat yang relevan dengan "nyata" kehidupan mereka, baik di dalam
maupun di luar kelas.
5. Belajar bermakna merupakan Aspek Kesengajaan (Intentional).
Semua perilaku manusia diarahkan untuk mencapai tujuan (Schank,
1995). Artinya, segala sesuatu yang kita lakukan adalah dimaksudkan untuk
memenuhi tujuan tertentu. Ketika peserta didik secara aktif dan sengaja
berusaha untuk mencapai tujuan kognitif, mereka berpikir dan belajar lebih
banyak karena mereka memiliki tujuan yang jelas.

35
3. Prinsip Pembelajaran Bermakna
Bermakna terjadi jika suatu proses dikaitkannya informasi baru pada
konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang,
selanjutnya bila tidak ada usaha yang dilakukan untuk mengasimilasikan
pengertian baru pada konsep-konsep yang relevan yang sudah ada dalam
struktur kognitif, maka akan terjadi belajar hafalan. Proses belajar bermakna
terdiri dari dua proses yaitu proses penerimaan dan proses penerimaan dan
proses penemuan. Seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru
ke dalam skema yang telah ia punya. Dalam prosesnya siswa mengkonstruksi
apa yang ia pelajari dan ditekankan pelajar mengasosiasikan pengalaman,
fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam system pengertian yang telah
dipunyainya. Ausubel (1968) dalam bukunya yang berjudul Educational
Psychology: A Cognitive View, pernyataan itu berbunyi:

“The most important single factor influencing learning is what the learner
already knows. Ascertain this and teach him accordingly.”

Yang berarti: “Faktor terpenting yang mempengaruhi belajar ialah apa yang
telah diketahui siswa. Yakinilah hal ini dan ajarlah ia demikian.” Pernyataan
Ausubel inilah yang menjadi teori belajarnya. Jadi untuk menerapkan teori
Ausubel dalam mengajar, ada beberapa prinsip yang perlu kita perhatikan,
yaitu :
1) Advance Organizer
Pengkondisian atau pengatur awal dalam belajar mengarahkan para
siswa ke materi yang akan mereka pelajari, dan menolong mereka untuk
mengingat kembali informasi yang berhubungan yang dapat digunakan untuk
membantu menanamkan pengetahuan baru.
2) Elaborasi Konsep
Selama belajar bermakna berlangsung, perlu terjadi pengembangan
dan elaborasi konsep. Pengembangan konsep berlangsung paling baik, bila

36
unsur-unsur yang paling umum diperkenalkan terlebih dulu, baru kemudian
hal-hal yang lebih khusus dan detail dari konsep tersebut.
3) Belajar Superordinat
Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami
pertumbuhan ke arah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan
diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar
tersebut akan terus berlanjut hingga suatu saat ditemukan hal-hal baru. Belajar
superordinat akan terjadi bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya
merupakan unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas dan inklusif.
4) Penyesuaian integratif
Pada suatu saat siswa kemungkinan akan menghadapi kenyataan
bahwa dua atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang
sama atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih satu konsep. Untuk
mengatasi pertentangan kognitif itu, Ausuble juga mengajukan konsep
pembelajaran penyesuaian integrative. Caranya, materi pelajaran disusun
sedemikian rupa, sehingga guru dapat menggunakan hierarkihierarki
konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan.

4. Ciri Belajar Bermakna


Belajar bermakna dapat diidentifikasi berdasarkan ciri-cirinya, (Nasution,
2003) memaparkan sebagai berikut: (1) Menjelaskan hubungan atau relevansi bahan-
bahan baru dengan bahan-bahan lama. (2) Lebih dulu diberikan ide yang paling
umum dan kemudian hal-hal yang lebih terperinci, (3) Menunjukkan persamaan dan
perbedaan antara bahan baru dengan bahan lama, (4) Mengusahakan agar ide yang
telah ada dikuasai sepenuhnya sebelum ide yang baru disajikan.

5. Langkah-Langkah Pembelajaran Bermakna


Dalam aplikasinya teori Ausubel ini menuntut siswa belajar secara deduktif
(dari umum ke khusus). Secara umum, teori Ausubel ini dapat diterapkan dalam
proses pembelajaran melalui tahap-tahap sebagai berikut:

37
1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional;
2. Mengukur kesiapan peserta didik seperti minat, kemampuan dan struktur
kognitifnya melalui tes awal, interview, review, pertanyaan-pertanyaan dan
lain-lain teknik;
3. Memilih materi pelajaran dan mengaturnya dalam bentuk penyajian konsep-
konsep kunci;
4. Mengidentifikasi prinsip-prinsip yang harus dikuasai dari materi itu;
5. Menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yang harus
dipelajari;
6. Membuat dan memakai advance organizers, paling tidak dengan cara
membuat rangkuman terhadap materi yang baru saja diberikan, dilengkapi
dengan uraian singkat yang menunjukkan relevansi (keterkaitan) materi  yang
sudah diberikan itu dengan materi baru yang akan diberikan;
7. Membelajarkan peserta didik memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsi
yang ada dengan memberikan focus pada hubungan yang terjalin antara
konsep-konsep yang ada;
8. Mengevaluasi proses dan hasil belajar

Agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau informasi baru harus
dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Untuk
menerapkan teori Ausubel dalam mengajar, selain konsep-konsep yang telah dibahas
terdahulu, ada beberapa konsep dan prinsip lain yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Pengaturan Awal
Pengatur awal mengarahkan para siswa ke materi yang akan mereka
pelajari dan menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang
berhubungan yang dapat digunakan dalam membantu menanmkan
pengetahuan baru. Suatu pengantar awal dapat dianggap semacam
pertolongan mental dan disajikan sebelum materi baru. Banyak penelitian
membuktikan bahwa pengatur-pengatur awal meningkatkan pemahaman
siswa tentang berbagai macam materi pelajaran. Akan tetapi, efek-efek

38
pengatur awal terhadap belajar ternyata bergantung pada bagaimana pengatur
awal itu digunakan.
b. Diferensiasi Progresif
Selama belajar bermakna berlangsung, perlu terjadi pengembangan
dan elaborasi konsep-konsep yang tersubsumsi. Dengan menggunakan strategi
ini, guru mengajarkan konsep-konsep yang paling inklusif dahulu, kemudian
konsep-konsep yang kurang inklusif dan setelah itu baru mengajarkan hal-hal
yang khusus, seperti contoh-contoh setiap konsep. Proses penyusunan konsep
semacam ini disebut differensiasi progresif dan merupakan salah satu dari
sekian banyak macam urutan belajar, dikatakan juga bahwa konsep-konsep itu
disusun secara hierarki.
c. Belajar Superordinat
Selama informasi diterima dan diasosiasikan dengan konsep dalam
struktur kognitif (subsumsi), konsep itu tumbuh atau mengalami diferensiasi.
Proses subsumsi ini dapat terus berlangsung hingga pada suatu saat ditemukan
hal yang baru. Belajar superordinat terjadi bila konsep-konsep yang telah
dipelajari sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur suatu konsep yang lebih
luas, lebih inklusif. Hal yang sama terjadi bila anak belajar bahwa tomat,
buncis, wortel adalah semua sayuran; kemudian setelah mereka belajar biologi
dan ditekankan konsep-konsep buah dan akar, mereka belajar bahwa wortel
adalah semacam akar tanaman (plant fruits). Mungkin belajar superordinat
tidak bisa terjadi di sekolah sebab sebagian besar guru dan buku teks mulai
dengan konsep-konsep yang lebih inklusif, tetapi kerap kali mereka gagal
untuk memperlihatkan secara eksplisit hubungan-hubungan pada konsep-
konsep inklusif ini saat di kemudian hari disajikan konsep-konsep khusus
subordinat.
d. Penyesuaian Integratif
Terkadang seorang siswa dihadapkan pada suatu kenyataan yang
disebut pertentangan kognitif. Hal ini terjadi bila dua atau lebih nama konsep
digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama

39
diterapkan pada lebih dari satu konsep. Misalnya, buah merupakan nama
konsep untuk suatu konsep gizi dan juga suatu konsep botani. Siswa itu akan
bertanya, bagaimana buah dapat mencakup keduanya, yaitu masuk ke dalam
gizi dan juga masuk ke dalam botani.
6. Prasyarat Belajar Bermakna
a. Kondisi dan sikap peserta didik terhadap tugas, hendaknya bersesuaian
dengan intensi peserta didik. Apabila peserta didik melaksanakan tugas
dengan sikap bahwa ia ingin memahami bahan pelajaran dan
mengaplikasikan bahan baru serta menghubungkan bahan pelajaran yang
terdahulu, dikatakan peserta didik itu belajar bahan baru dengan cara yang
bermakna. Sebaliknya bila peserta didik itu tidak berkehendak mengaitkan
bahan yang dipelajari dengan informasi yang dimiliki, maka belajar itu
tidak bermakna.
b. Tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik harus sesuai dengan
struktur kognitif peserta didik sehingga peserta didik tersebut dapat
mengasimilasi bahan baru secara bermakna. Belajar bermakna pada tahap
mula-mula memberikan pengertian kepada bahan baru sehingga bahan
baru itu akan terserap dan kemudian diingat peserta didik. Ia tidak
menghafal asosiasi stimulus-respon yang terpisah-pisah.
c. Tugas-tugas yang diberikan haruslah sesuai dengan tahap perkembangan
intelektual peserta didik. Peserta didik yang masih di dalam periode
operasi konkrit, bila diberi bahan materi matematika yang abstrak tanpa
contoh-contoh konkrit dari materi tersebut, akan mengakibatkan peserta
didik itu tidak mempunyai keinginan materi tersebut secara bermakna.
7. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Bermakna
Ada tiga kelebihan dari belajar bermakna dalam Amini (2014) yaitu :
1) Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat.
2) Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar
berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip.

40
3) Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal
yang mirip walaupun telah terjadi lupa.

Kelemahan Belajar Bermakna :


1) Informasi yang dipelajari secara hafalan tidak lama diingat.
2) Jika peserta didik berkeinginan untuk mempelajari sesuatu tanpa mengaitkan
hal yang satu dengan hal yang lain yang sudah diketahuinya maka baik proses
maupun hasil pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan dan tidak
akan bermakna sama sekali baginya.

3.3 Penerapan Pembelajaran Bermakna dalam Pendidikan Karakter


1. Pengertian Pendidikan karakter
Karakter adalah jawaban mutlak untuk menciptakan kehidupan yang
lebih baik didalam masyarakat. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku
manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran,
sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama,
hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat (Liyuwanadefi, 2013).
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai
tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama,
lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.
Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus
dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi
kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan,
penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah,
pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan, sarana,
prasarana, dan, pembiayaan, dan, ethos kerja seluruh warga dan lingkungan
sekolah (Liyuwanadefi, 2013).

41
Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai
segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter peserta
didik.

2. Pembelajaran bermakna yang berkarakter


Dari uraian belajar bermakna dan pengertian pendidikan karakter
tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bermakna yang
berkarakter merupakan proses interaksi antar peserta didik, dengan pendidik
dan sumber belajar yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai-nilai sikap yang diperoleh
melalui penerimaan atau penemuan dan mengaitkan informasi atau materi
baru tersebut dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur
kognitif peserta didik, sehingga pengenalan nilai-nilai, fasilitasi yang
diperolehnya dari kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan
penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari
melalui proses pembelajaran, baik yang berlangsung di dalam maupun di luar
kelas pada semua mata pelajaran.
Penerapan pembelajaran bermakna dalam kaitannya dengan tipe
belajar, Ausubel mengemukakan empat tipe belajar yang dapat diintegrasikan
dengan pendidikan karakter.
1) Belajar dengan penemuan yang bermakna dengan pendidikan
karakter. Cara belajar tersebut dapat diintegrasikan dengan pendidikan
karakter, pada penerapan pembelajarannya peserta didik
mendapat informasi yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh
peserta didik.
2) Belajar dengan penemuan tidak bermakna dengan pendidikan karakter,
pada penerapan pembelajarannya peserta didik mendapat informasi
yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik, kemudian
ia menghafalnya dengan nilai-nilai karakter yang sesuai, sebagai
contoh pada proses pembelajaran peserta didik menemukan sifat-sifat

42
persegi panjang tanpa bekal pengetahuan sifat-sifat geometri yang
berkaitan dengan segiempat dengan sifat-sifatnya, yaitu dengan
penggaris dan jangka.
3) Belajar menerima yang bermakna dengan pendidikan karakter, pada
penerapan pembelajarannya peserta didik mendapat informasi yang
telah tersusun secara logis di sajikan kepada peserta didik dalam
bentuk final/akhir, peserta didik kemudian menghubungkan
pengetahuan yang baru itu dengan struktur kognitif yang dimiliki
dengan nilai-nilai karakter yang sesuai, sebagai contoh pada proses
pembelajaran peserta didik akan mempelajari akar-akar persamaan
kuadrat.
4) Belajar menerima yang tidak bermakna dengan pendidikan karakter,
pada penerapan pembelajarannya peserta didik mendapat
informasi yang disajikan dalam bentuk final. Bahan yang disajikan tadi
diterima tanpa memperhatikan pengetahuan yang dimiliki peserta
didik.

3.4 Simpulan

Salah satu komponen pendidikan yang sangat penting dan tidak dapat
dipisahkan dari pendidikan itu sendiri adalah belajar. Untuk dapat
meningkatkan mutu pendidikan, salah satu usaha yang dapat kita lakukan
adalah dengan memahami bagaimana seseorang itu belajar sehingga dapat
menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien bagi siswa.
Dalam aspek kognitif mempersoalkan bagaimana seseorang memperoleh
pemahaman, bagaimana pemahaman mengenai dirinya dan lingkungannya
dan bagaimana ia berhubungan dengan lingkungan secara sadar.

David Paul Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Inilah yang
membedakan Ausubel dengan teoritikus-teoritikus lainnya, khususnya ahli psikologi,
yang teori-teorinya diterjemahkan dari dunia psikologi ke dalam penerapan

43
pendidikan. Ausubel memberi penekanan pada belajar bermakna yaitu suatu
proses yang dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan
yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.

44
BAB 4

TEORI KONSTRUKTIVISME

4.1 Pengertian Konstruktivisme

Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti


bersifat membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme dalam kamus
Bahasa Inonesia berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi
kita sendiri (von Glaserfeld dalam Pannen dkk, 2001:3). Konstruksi berarti bersifat
membangun. Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan
terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan
untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya dengan bantuan fasilitasi orang lain
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan,
Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya
modern.

Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:

 Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.


 Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri
pengetahuan mereka.
 Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui
proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan
pembelajaran terbaru.
 Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan
dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan
pemahamannya yang sudah ada.
 Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama.
Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya
tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.

45
 Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan
pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.

Menurut Wheatley (1991: 12) berpendapat dengan mengajukan dua prinsip utama
dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan
tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa.
Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui
pengalaman nyata yang dimiliki anak.

Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar


menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman.
Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi
hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil
dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui
proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna
mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.

4.2 Tujuan Teori Konstruktivisme

Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:

 Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu
sendiri.
 Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan
mencari sendiri pertanyaannya.
 Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep
secara lengkap.
 Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
 Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

4.3 Karakteristik Teori Konstruktivisme

Menurut Konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif siswa


mengkonstruksi arti, wacana, dialog, pengalaman fisik, dll. Belajar juga merupakan

46
proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau informasi yang
dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki siswa sehingga pengetahuannya
berkembang. Karakteristik konstruktivisme:

 Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang
dilihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh
pengertian yang telah dimiliki.
 Konstruksi arti merupakan proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan
dengan fenomena atau persoalan yang baru, siswa akan selalu mengadakan
rekonstruksi.
 Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu proses
pengembangan pemikiran dengan membentuk suatu pengertian yang baru.
Belajar bukanlah suatu hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu
sendiri, yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran
seseorang.
 Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam
kesenjangan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi
ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu
belajar.
 Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan dunia fisik dan
lingkungannya.
 Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui siswa, yaitu
konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan
bahan yang dipelajari.

4.4 Ciri-Ciri Pembelajaran Konstruktivisme

Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori
konstruktivisme, yaitu:
1.   Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar
2.   Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajara pada siswa

47
3.   Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai
4.   Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil
5.   Mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan
6.   Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar
7.   Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa
8.   Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa
9.   Berdasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip toeri kognitif
10. Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses
pembelajaran, seperti prediksi, infernsi, kreasi, dan analisis 
11.  Menekankan bagaimana siswa belajar
12.  Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan
siswa lain dan guru
13.    Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif
14.    Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata
15.    Menekankan pentingnya konteks siswa dalam belajar
16.    Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar
17.    Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan
pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman nyata

4.5 Prinsip- Prinsip Konstruktivisme

Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar


mengajar adalah:

 Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.


 Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya
dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
 Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ilmiah.
 Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi
berjalan lancar.

48
 Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
 Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
 Mencari dan menilai pendapat siswa.
 Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.

Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh
hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun
pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini
dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan
sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar
menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru
dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan
dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.

4.6 Konsep Dasar Konstruktivisme


Berikut ini merupakan beberapa konsep kunci dari teori konstruktivisme
antara lain:
1. Siswa Sebagai Individu yang Unik
Teori konstruktivisme berpandangan bahwa pembelajar merupakan individu
yang unik dengan kebutuhan dan latar belakang yang unik pula. Dalam teori
ini tidak hanya memperkenalkan keunikan dan kompleksitas pembelajar tetapi
juga secara nyata mendorong, memotivasi dan memberi penghargaan kepada
siswa sebagai integral dari proses pembelajaran.

2. Self Regulated Leaner (Pembelajar yang dapat mengelola diri sendiri


Siswa dikembangkan menjadi seorang yang memiliki pengetahuan tentang
strategi belajar yang efektif, yang sesuai dengan gaya belajarnya dan tahu
bagaimana serta kapan menggunakan pengetahuan itu dalam situasi
pembelajaran yang berbeda.

49
3. Tanggung jawab Pembelajaran
Dalam konstruktivisme ini berpandangan bahwa tanggung jawab belajar
bertumpu kepada siswa. Teori ini menekankan bahwa siswa harus aktif dalam
proses pembelajaran, dan berbeda pendapat dengan pandangan pendidikan
sebelumnya yang menyatakan tanggung jawab pembelajaran lebih kepada
guru, sedangkan siswa berperan secara pasif dan reseptif.
4. Motivasi Pembelajaran
Motivasi belajar secara kuat bergantung kepada kepercayaan siswa terhadap
potensi belajarnya sendiri. Perasaan kompeten dan kepercayaan terhadap
potensi untuk memecahkan masalah baru, diturunkan dari pengalaman
langsung di dalam menguasai masalah pada masa lalu. Maka dari itu belajar
dari pengalaman akan memperoleh kepercayaan diri, serta motivasi untuk
menyelesaikan masalah yang lebih kompleks lagi.
5. Peran Guru Sebagai Fasilitator
Jika seorang guru menyampaikan kuliah/ceramah yang menyangkut pokok
bahasan, maka fasilitator membantu siswa untuk memperoleh pemahamannya
sendiri terhadap pokok bahasan/konten kurikulum.
6. Kolaborasi Antarpembelajar
Pembelajar dengan keterampilan dan latar belakang yang berbeda
diakomodasi untuk melakukan kolaborasi dalam penyelesaian tugas dan
diskusi-diskusi agar mencapai pemahaman yang sama tentang kebenaran
dalam suatu wilayah bahasan yang spesifik.
7. Proses Top-Down (Proses dari Atas ke Bawah)
Dalam proses ini siswa diperkenalkan dulu dengan masalah-masalah yang
kompleks untuk dipecahkan dengan bantuan guru menemukan keterampilan-
keterampilan dasar yang diperlukan untuk memecahkan masalah seperti itu.
Pada prinsipnya pembelajaran dimulai dengan pemberian dan pelatihan
keterampilan-keterampilan dasar dan secara bertahap diberikan keterampilan-
keterampilan yang lebih kompleks.

50
4.7 Model Pembelajaran Konstruktivisme
Salah satu contoh yang disarankan adalah memulai dari apa yang
menurut siswa hal yang biasa, padahal sesungguhnya tidak demikian. Perlu
diupayakan terjadinya situasi konfik pada struktur kognitif siswa. Contohnya
mengenai cecak atau cacing tanah. Mereka menduga cecak atau cacing tanah
hanya satu macam, padahal keduanya terdiri lebih dari satu genus (bukan
hanya berbeda species). Berikut ini akan dicontohkan model untuk
pembelajaran mengenai cacing tanah melalui ketiga tahap dalam
pembelajaran konstruktivisme (ekplorasi, klarifikasi, dan aplikasi)
 Fase Eksplorasi
 Diperlihatkan tanah berisi cacing dan diajukan pertanyaan: “Apa yang
kau ketahui tentang cacing tanah?”.
 Semua jawaban siswa ditampung (ditulis dipapan tulis jika perlu).
 Siswa diberi kesempatan untuk memeriksa keadaan yang sesungguhnya, dan
diberi kesempatan untuk merumuskan hal-hal yang tidak sesuai dengan
jawaban mereka semula.
 Fase Klarifikasi

· Guru memperkealkan macam-macam cacing dan spesifikasinya.

· Siswa merumuskan kembali pengetahuan mereka tentang cacing tanah.

· Guru memberikan masalah berupa pemilihan cacing yang cocok untuk


dikembangbiakkan.

· Siswa mendiskusikannya secara berkelompok dan merencanakan penyelidikan.

· Secara berkelompok siswa melakukan penyelidikan untuk menguji rencananya.

· Siswa mencari tambahan rujukan tentang manfaat cacing tanah dulu dan sekarang.

 Fase Aplikasi
 Secara berkelompok siswa melaporkan hasilnya, dilanjutkan dengan
penyajian oleh wakil kelompok dalam diskusi kelas.

51
 Secara bersama-sama siswa merumuskan rekomendasi untuk para pemula
yang ingin ber-“ternak cacing” tanah.
 Secara perorangan siswa membuat tulisan tentang perkehidupan jenis cacing
tanah tertentu sesuai hasil pengamatannya.

4.8 Peranan (Implementasi) Teori Konstruktivisme di Kelas

Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme tersebut di atas, berikut ini


dipaparka tentang penerapan di kelas.

1. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar

Dengan menghargai gagasan-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong


siswa berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan identitas intelektual
mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian
menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab
terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah (problem
solver).

2. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa


waktu kepada siswa untuk merespon

Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar
gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan
dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu
membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan.

3. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi

Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para


siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual
yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum
konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan-
gagasan atau pemikirannya.

52
4. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru dan siswa lainnya

Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat
intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasan-
gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk megemukakan apa yang mereka
pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan orang lain, maka mereka akan mampu
membangun pengetahuannya sendiri yang didasarkan atas pemahaman mereka
sendiri.

5. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya


diskusi

Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam prediksi, seringkali


siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru yang
menerapkan konstruktivisme dalam belajar memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada siswa untuk menguji hipotesis yang mereka buat, terutama melalui diskusi
kelompok dan pengalaman nyata.

6. Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif

Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme


melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam
dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi atau
pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-
sama.

4.9 Teori Belajar yang Mendukung Pendekatan Konstruktivisme

Inti dari konstruktivisme di atas berkaitan erat dengan beberapa teori belajar, yaitu;
teori perubahan konsep, teori belajar bermakna Ausubel, dan teori Skemata (Suparno,
1997:49).

53
 Teori perkembangan mental Peaget

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori
belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga
disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori
belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam
tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan
intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi
ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan
atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).

Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama menegaskan


bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran.
Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya
informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat. Pengertian tentang
akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru
yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada
sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7)

Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang


dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam
interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam
belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang
(Poedjiadi, 1999: 62).

 Teori Perubahan Konsep

Teori belajar perubahan konsep merupakan suatu teori belajar yang menjelaskan
adanya proses evolusi pemahaman konsep siswa dari siswa yang sedang belajar. Pada
mulanya siswa memahami sesuatu melalui konsep secara spontan. Pengertian spontan
merupakan pengertian yang tidak sempurna, bahkan belum sesuai dengan konsep
ilmiah, dan harus mengalami perubahan menuju pengertian yang logis dan sistematis,

54
yaitu pengertian ilmiah. Proses penyempurnaan pemahaman itu berlangsung melalui
dua bentuk yaitu tanpa melalui perubahan yang besar dari pengertian spontan tadi
(asimilasi), atau sangat perlu adanya perubahan yang radikal dari pengertian yang
spontan menuju pengertian yang ilmiah (akomodasi).

Teori perubahan konsep cukup senada dengan teori konstruktivisme dalam arti
bahwa dalam proses pengetahuan seseorang mengalami perubahan konsep.
Pengetahuan seseorang itu tidak sekali jadi, melainkan merupakan proses
berkembang yang terus menerus. Dalam perkembangan itu ada yang mengalami
perubahan besar dengan mengubah konsep lama melalui akomodasi, ada pula yang
hanya mengembangkan dan memperluas konsep yang sudah ada melalui asimilasi.
Proses perubahan terjadi bila si peserta didik aktif berinteraksi dengan
lingkungannya.    

 Teori Skema

Jonassen menjelaskan bahwa skema adalah abstraksi mental seseorang yang


digunakan untuk mengerti sesuatu hal, menemukan jalan keluar, atau memecahkan
persoalan (galam Suparno, 1997:55) . Menurut teori skema, pengetahuan itu disimpan
dalam suatu paket informasi atau skema yang terdiri atas suatu set atribut yang
menjelaskan objek tersebut, maka dari itu membantu kita untuk mengenal objek atau
kejadian itu. Lebih jauh ia menyatakan bahwa pengetahuan itu disimpan dalam suatu
paket informasi, atau skema, yang terdiri dari konstruksi mental gagasan kita. Skema
adalah abstraksi mental seseorang yang digunakan untuk mengerti sesuatu hal,
menemukan jalan keluar, ataupun memecahkan persoalan.

 Teori Belajar Bermakna Ausubel

David Ausubel (Dahar, 1989:112) terkenal dengan teori belajar bermakna


(meaningful learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar dimana
informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai
seseorang yang sedang belajar. Belajar bermakna terjadi bila pelajar mencoba
menghubungkan fenomena baru kedalam struktur pengetahuan mereka. Ini terjadi

55
melalui belajar konsep, dan perubahan konsep yang telah ada, yang akan
mengakibatkan pertumbuhan dan perubahan struktur konsep yang telah dipunyai si
pelajar (Suparno, 1997: 54).

Kedekatan teori belajar bermakna Ausubel dengan konstruktivisme adalah


keduanya menekankan pentingnya mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan
fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah dimiliki, keduanya
menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru ke dalam konsep atau pengertian
yang sudah dimiliki siswa, dan keduanya mengasumsikan adanya keaktifan siswa
dalam belajar.

 Teori Belajar Bruner

Menurut Bruner, “pembelajaran adalah proses yang aktif dimana pelajar membina
ide baru berasaskan pengetahuan yang lampau”. Selanjutnya Bruner (Nur, 2000:10)
menyatakan bahwa “mengajarkan suatu bahan kajian kepada siswa adalah untuk
membuat siswa berfikir untuk diri mereka sendiri, dan turut mengambil bagian dalam
proses mendapatkan pengetahuan. Mengetahui adalah suatu proses bukan suatu
produk”. Masih menurut Bruner (Dahar, 1997:98) bahwa dalam membangun
pengetahuan di dasarkan kepada dua asumsi yaitu :asumsi pertama adalah perolehan
pengetahuan merupakan suatu proses interaktif yaitu orang yang belajar akan
berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi
dilingkungan tatapi juga dalam diri orang itu sendiri.

4.10 Konstruktivisme dalam Pembelajaran

Pendekatan konstruktivisme menghendakai siswa harus membangun


pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru dapat membantu proses ini dengan cara
mengajar yang membuat informasi lebih bermakna dengan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide mereka. Guru dapat
memberi siswa tangga yang dapat membantu siswa mencapai tingkat pemahaman
yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga
tersebut. Oleh karena itu agar pembelajaran lebih bermakna bagi siswa dan pendidik

56
maka pendekatan konstruktivisme merupakan solusi yang baik untuk dapat
diterapkan. Berikut akan dipaparkan perbedaan pembelajaran tradisional
(behavioristik) dengan pembelajaran yang konstruktivistik. Perbedaan pembelajaran
behavioristik (tradisional) dengan konstruktivistik menurut Aqib, (2002:120),
Budiningsih, (2005:63) adalah sebagai berikut.

No Pembelajaran Tradisional Pembelajaran Konstruktivistik

1 Kurikulum disajikan dari bagian-bagian Kurikulum disajikan mulai dari


menuju keseluruhan dengan menekankan keseluruhan menuju kebagian-bagian dan
pada keterampilan dasar lebih mendekatkan kepada konsep-konsep
yang lebih luas

2 Pembelajaran sangat taat pada kurikulum Pembelajaran lebih menghargai pada


yang telah ditetapkan pemunculan pertanyaan dan ide-ide siswa

3 Kegiatan kurikuler lebih banyak Kegiatan kurikuler lebih banyak


mengandalkan pada buku teks dan buku mengandalkan pada sumber-sumber data
kerja primer dan manipulasi bahan

4 Siswa dipandang sebagai “kertas kosong” Siswa dipandang sebagai pemikir-pemikir


yang dapat digoresi informasi oleh guru, yang dapat memunculkan teori-teori
dan guru menggunakan cara didaktik tentang dirinya
dalam menyampaikan informasi kepada
siswa

5 Penilian hasil belajar atau pengetahuan Pengukuran proses dan hasil belajar siswa
siswa dipandang sebagai bagian dari terjalin di dalam kesatuan kegiatan
pembelajaran dan biasanya dilakukan pada pembelajaran, dengan cara guru

57
akhir pelajaran dengan cara testing mengamati hal-hal yang sedang dilakukan
siswa, serta melalui tugas-tugas pekerjaan

6 Siswa-siswa biasanya bekerja sendiri- Siswa-siswa banyak belajar dan bekerja di


sendiri, tanpa ada group proses dalam dalam group proses
belajar

7 Memandang pengetahuan adalah objektif, Memandang pengetahuan adalah non


pasti, tetap, dan tidak berubah. objektif, bersifat temporer, selalu berubah,
Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi dan tidak menentu

8 Belajar adalah perolehan pengetahuan, Belajar adalah penyusunan pengetahuan,


sedangkan mengajar adalah memindahkan sedangkan mengajar adalah menata
pengetahuan lingkungan agar siswa termotivasi dalam
menggali makna

9 Kegagalan dalam menambah pengetahuan Kegagalan merupakan interpretasi yang


dikategorikan sebagai kesalahan yang berbeda yang perlu dihargai
perlu dihukum

10 Evaluasi menuntut satu jawaban benar. Evaluasi menggali munculnya berfikir


Jawaban benar menunjukkan bahwa siswa divergent, pemecahan ganda, dan bukan
telah menyelesaikan tugas belajar hanya satu jawaban benar

11 Evaluasi dipandang sebagai bagian Evaluasi merupakan bagian utuh dari


terpisah dari kegiatan pembelajaran, pembelajaran dengan cara memberikan

58
biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan tugas-tugas yang bermakna serta
belajar dengan menekankan pada evaluasi menerapkan apa yang dipelajari yang
individu menekankan pada keterampilan proses

4.11 Langkah-Langkah Pembelajaran Kontruktivisme


1. Identifikasi tujuan. Tujuan dalam pembelajaran akan memberi arah dalam
merancang program, implementasi program dan   evaluasi.
2. Menetapkan Isi Produk Belajar. Pada tahap ini, ditetapkan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip fisika yang mana yang harus dikuasai siswa.
3. Identifikasi dan Klarifikasi Pengetahuan Awal Siswa. Identifikasi
pengetahuan awal siswa dilakukan melalui tes awal, interview klinis dan peta
konsep.
4. Identifikasi dan Klarifikasi Miskonsepsi Siswa. Pengetahuan awal siswa yang
telah diidentifikasi dan diklarifikasi perlu dianalisa lebih lanjut untuk
menetapkan mana diantaranya yang telah sesuai dengan konsepsi ilmiah,
mana yang salah dan mana yang miskonsepsi.
5. Perencanaan Program Pembelajaran dan Strategi Pengubahan Konsep.
Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran. Sedangkan
strategi pengubahan konsepsi siswa diwujudkan dalam bentuk modul.
6. Implementasi Program Pembelajaran dan Strategi Pengubahan Konsepsi.
Tahapan ini merupakan kegiatan aktual dalam ruang kelas. Tahapan ini terdiri
dari tiga langkah yaitu : (a) orientasi dan penyajian pengalaman belajar,
(b)menggali ide-ide siswa, (c) restrukturisasi ide-ide.
7. Evaluasi. Setelah berakhirnya kegiatan implementasi program pembelajaran,
maka dilakukan evaluasi terhadap efektivitas model belajar yang telah
diterapkan.
8. Klarifikasi dan analisis miskonsepsi siswa yang resisten. Berdasarkan hasil
evaluasi perubahan miskonsepsi maka dilakukaan klarifikasi dan analisis

59
terhadap miskonsepsi siswa, baik yang dapat diubah secara tuntas maupun
yang resisten.
9. Revisi strategi pengubahan miskonsepsi. Hasil analisis miskonsepsi yang
resisten digunakan sebagai pertimbangan dalam merevisi strategi pengubahan
konsepsi siswa dalam bentuk modul.

4.12 Simpulan

Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model


konstruktivisme dalam pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar dimana
siswa sendiri aktif secara mental, membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh
struktur kognitif yang dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan
mediator pembelajaran. Penekanan tentang belajar dan mengajar lebih berfokus
terhadap suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman mereka. Menurut Werrington
(dalam Suherman, 2003:75), menyatakan bahwa dalam kelas konstruktivis seorang
guru tidak mengajarkan kepada anak bagaimana menyelesaikan persoalan, namun
mempresentasikan masalah dan mendorong siswa untuk menemukan cara mereka
sendiri dalam menyelesaikan permasalahan.
Di dalam kelas konstruktivis, para siswa diberdayakan oleh pengetahuannya
yang berada dalam diri mereka. Mereka berbagi strategi dan penyelesaian, debat
antara satu dengan lainnya, berfikir secara kritis tentang cara terbaik untuk
menyelesaikan setiap masalah. Beberapa prinsip pembelajaran dengan pendekatan
konstruktivis diantaranya bahwa observasi dan mendengar aktivitas dan pembicaraan
matematika siswa adalah sumber yang kuat dan petunjuk untuk mengajar, untuk
kurikulum, untuk cara-cara dimana pertumbuhan pengetahuan siswa dapat dievaluasi.

60
BAB 5

MEANINGFUL LEARNING ( DAVID AUSUBEL )

5.1 Teori Belajar Bermakna Menurut David Ausubel


Menurut Ausubel, seseorang memperoleh pengetahuan terutama melalui
penerimaan bukannya melalui penemuan. Konsep, prinsip, dan ide atau gagasan
dipresentasikan dan diterima oleh seseorang, bukan melalui penemuan. Ausubel
menekankan bahwa apa yang diketahui sebagai meaningful learning, informasi
verbal, ide-ide, dan hubungan diantara ide-ide, terjadi secara bersamaan. Ausubel
menggunakan istilah advanced organizers artinya kesadaran siswa terhadap
struktur pengetahuan yang sedang dimilikinya sehingga informasi baru dapat
dikaitkan dengan pengetahuan sebelumnya. Advanced organizers diartikan juga
sebagai kerangka isi pengait.
Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa dapat menghubungkan
fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan subjek itu
mesti sesuai dengan keterampilan siswa dan mesti relevan dengan struktur
kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, subjek mesti dikaitkan dengan
konsep-konsep yang sudah dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep baru
tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual-
emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
Bahan pelajaran yang dipelajari haruslah bermakna. Belajar bermakna adalah
suatu proses di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian
yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Menurut Ausubel, seseorang
belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam skema yang telah ia
punya. Dalam proses itu seseorang dapat memperkembangkan skema yang ada
atau dapat mengubahnya. Dalam proses belajar ini siswa mengonstruksi apa yang
ia pelajari sendiri.

61
5.2 Jenis Belajar Ausubel
Berdasarkan pada pandangannya mengenai teori belajar bermakna, maka David
Ausable mencetuskan empat tipe belajar, yaitu:
1. Belajar dengan penemuan yang bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang
telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajari itu. Atau sebaliknya,
siswa terlebih dahulu menemukan pengetahuannya dari apa yang telah ia
pelajari.
2. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari
ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah
dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
3. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna yaitu materi pelajaran yang
telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir,
kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu dikaitkan dengan pengetahuan
lain yang telah dimiliki.
4. Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna yaitu materi pelajaran
yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk
akhir, kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu dihafalkan tanpa
mengaitkannya dengan pengetahuan lain yang telah ia miliki.
Prasyarat agar belajar menerima menjadi bermakna menurut Ausubel, yaitu:
 Belajar menerima yang bermakna hanya akan terjadi apabila siswa
memilki strategi belajar bermakna.
 Tugas-tugas belajar yang diberikan kepada siswa harus disesuaikan
dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa
 Tugas-tugas belajar yang diberikan harus sesuai dengan tahap
perkembangan intelektual siswa.

5.3 Prinsip Belajar Ausubel


David Ausable mengemukakan teori belajar bermakna (meaningful learning).
Pembelajaran dapat menimbulkan belajar bermakna jika memenuhi persyarat,
yaitu:

62
1. Materi yang akan dipelajari melaksanakan belajar bermakna secara potensial.
2. Anak yang belajar bertujuan melaksanakan belajar bermakna.

Bedasarkan Pandangannya tentang belajar bermakna, maka David Ausable


mengajukan 4 prinsip pembelajaran , yaitu:
1. Pengatur awal (advance organizer)
Pengatur awal atau bahan pengait dapat digunakan guru dalam membantu
mengaitkan konsep lama dengan konsep baru yang lebih tinggi maknanya.
Penggunaan pengatur awal yang tepat dapat meningkatkan pemahaman
berbagai macam materi, terutama materi pelajaran yang telah mempunyai
struktur yang teratur.
2. Diferensiasi progresif
Dalam proses belajar bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi
konsep-konsep. Caranya unsur yang paling umum dan inklusif dipekenalkan
dahulu kemudian baru yang lebih mendetail, berarti proses pembelajaran dari
umum ke khusus.
3. Belajar superordinat
Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami
petumbuhan kearah diferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan
diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut.
4. Penyesuaian integratif
Pada suatu saat siswa kemungkinan akan menghadapi kenyataan bahwa dua
atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau
bila nama yang sama diterapkan pada lebih satu konsep.
Ausuble menggambarkan model pembelajaran ini dengan nama belajar
penangkapan.
Para pakar teori belajar penangkapan menyatakan bahwa tugas guru adalah:
a. Menstrukturkan situasi belajar.
b. Memilih materi pembelajaran yang sesuai dengan siswa.

63
c. Menyajikan materi pembelajaran secara terorganisir yang dimulai dari
gagasan.

Inti belajar penangkapan yaitu pengajaran ekspositori , yakni pembelajaran


sistematik yang direncanakan oleh guru mengenai informasi yang bermakna
(meaningful information). Pembelajaran ekspositori itu terdiri dari tiga tahap,
yaitu:

1. Penyajian advance organizer


Advance organizer merupakan pernyataan umum yang memperkenalkan
bagianbagian utama yang tercakup dalam urutan pengajaran. Advance
organizer berfungsi untuk menghubungkan gagasan yang disajikan di
dalam pelajaran dengan informasi yang telah berada didalam pikiran siswa,
dan memberikan skema organisasional terhadap informasi yang sangat
spesifik yang disajikan.

2. Penyajian materi atau tugas belajar


Dalam tahap ini, guru menyajikan materi pembelajaran yang baru dengan
menggunakan metode ceramah, diskusi, film, atau menyajikan tugas-tugas
belajar kepada siswa . Ausable menekankan tentang pentingnya
mempertahankan perhatian siswa, dan juga pentingnya pengorganisasian
materi pelajaran yang dikaitkan dengan struktur yang terdapat didalam
advance organizer.

3. Memperkuat organisasi kognitif.


Ausuble menyarankan bahwa guru mencoba mengikatkan informasi baru
ke dalam stuktur yang telah direncanakan di dalam permulaan pelajaran,
dengan cara mengingatkan siswa bahwa rincian yang bersifat spesifik itu
berkaitan dengan gambaran informasi yang bersifat umum.

64
5.4 Metode Pembelajaran Dalam Teori Belajar Bermakna Ausubel
Metode-metode pembelajaran yang sesuai dengan teori belajar bermakna
Ausubel, antara lain:
1. Diskusi
Metode diskusi merupakan salah satu cara mendidik yang berupaya
memecahkan masalah yang dihadapi,baik dua orang atau lebih yang
masing-masing mengajukan argumentasinya untuk memperkuat
pendapatnya. Tujuan pengguna metode diskusi adalah untuk memotivasi
dengan memberi stimulasi kepada siswa agar berpikir dengan renungan
yang dalam. Manfaat diskusi ialah:
a. Peserta didik memperoleh kesempatan untuk berpikir.
b. Pesrta didik mendapat pelatuhan mengeluarkan pendapat,sikap dan
aspirasinya secara bebas.
c. Peserta didik belajar nersikap toleran terhadap teman-temannya.
d. Diskusi dapat menumbuhkan partisipasi aktif dikalangan peserta
didik.
e. Diskusi dapat mengembangkan sikap demokrtif,dapat menghargai
pendapat orang lain.
f. Dengan diskusi pelajaran menjadi relevan dengan kebutuhan
masyarakat.

Kelemahan diskusi :
 Diskusi terlampau menyerap waktu.
 Terkadang guru tidak memahami cara-cara melaksanakan
diskusi,maka kecenderungannya diskusi menjadi tanya jawab.

Menurut kami metode diskusi sesuai dengan teori belajar menurut


Piaget, karena metode diskusi dapat merangsang kognitif para
siswa sehingga siswa menjadi aktif dan dapat mengeskplore semua
kemampuan dan wawasan yang dimiliki siswa tersebut.

65
5.5 Implikasi Teori Belajar Bermakna Menurut Ausabel
Melihat kedua materi tersebut, saya melihat langkah-langkah dalam
mengkonstruksi alat ukur keduanya memiliki beberapa persamaan seperti alat
ukur harus memiliki tujuan ukur, aitem dalam tes harus relevan dengan tujuan
ukur, dan sebagainya. Selain itu, saya juga dapat menemukan perbedaan diantara
keduanya.
Setiap manusia memiliki struktur kognitif dimana struktur tersebut tersusun
secara hirarki. Struktur kognitif yang kita miliki atau dengan kata lain
pengetahuan yang kita miliki menentukan proses belajar selanjutnya. Tetapi
ketika mendapat materi mengenai tokoh Bruner sedangkan sebelumnya tidak
pernah dibahas, saya menjadi merasa agak susah memahami materi tersebut.
Ada juga konsep lain yang dicetuskan Ausubel yakni Progressive
Differentiation.dimana kita belajar secara inklusif atau dengan kata lain kita
belajar dari hal-hal umum sampai ke hal yang lebih mendetail/spesifik. Hal ini
dapat dilihat dalam program mata kuliah yang diberikan.
Selain diterapkan dalam program mata kuliah yang ada di kampus, konsep ini
juga dapat diterapkan dalam satu mata kuliah. Misalnya saja ketika mempelajari
dasar organisasi. Pertama akan dipelajari apa itu organisasi, apa yang menjadi
tujuan organisasi, bagaimana sistem dalam organisasi sampai belajar bentuk-
bentuk organisasi yang ada.
Implikasi teori belajar menurut Ausabel adalah:
1. Guru menjelaskan tujuan pengajaran.
2. Guru menyajikan organizers, yang meliputi identifikasi, atribut-atribut
tertentu dan lain sebagainya.
3. Guru memberikan contoh materi.
4. Guru menunjukkan hubungan, dan Mengulang.
5. Guru membangkitkan kesadaran pengetahuan dan pengalaman siswa yang
relevan.
6. menyajikan bahan.
7. mempertahankan perhatian

66
8. membuat organisasi secara eksplisit; dan
9. menyusun urutan bahan belajar secara logis. Penyajian bahan belajar bisa
dilakukan dengan cara ceramah, diskusi, film, percobaan, atau membaca.
Selama presentasi bahan belajar kepada siswa perlu dibuat secara eksplisit
sehingga mereka memiliki suatu pengertian secara keseluruhan tentang
tujuan dan dapat melihat urutan logis tentang bahan dan bagaimana
organisasi bahan itu berkaitan dengan advanced organizers.
10. meminta siswa untuk menjelaskan bagaimana hubungan antara bahan baru
itu dengan organizers
11. meminta siswa membuat contoh-contoh lain tentang konsep atau proposisi
dalam bahan belajar
12. meminta siswa mengemukakan secara verbal esensi bahan, dengan
menggunakan kalimat dan kerangka pikirannya sendiri; dan
13. meminta siswa membahas bahan menurut sudut pandangnya sendiri

5.6 Simpulan
Teori Belajar bermakna Ausuble ini sangat dekat dengan
Konstruktivesme. Keduanya menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan
pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang
telah dipunyai. Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar
akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi
pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan
yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa.

67
BAB 6

PENGEMBANGAN KONSEP SAINS SISWA

6.1 Pengertian IPA

IPA adalah ilmu pengetahuan yang rasional yang mengajarkan tentang gejala
alam proses kehidupan makhluk hidup di bumi. Trianto menjelaskan bahwa IPA
adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas
pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti
observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka,
jujur, dan sebagainya. Susanto mengemukakan IPA adalah usaha manusia dalam
memahami alam semesta melalui pengamatan serta menggunakan prosedur, dan
dijelaskan dengan penalaran, sehingga mendapatkan suatu kesimpulan.

Berdasarkan ketiga teori terkait pengertian IPA oleh para ahli, dapat diamati
kesamaan penekanan teori, yakni adanya eksperimen dan prosedur kerja yang
membutuhkan media untuk berlangsungnya proses eksperimen, sehingga dapat di
simpulkan bahwa IPA adalah ilmu yang mempelajari usaha manusia untuk
memahami alam secara sistematis dengan produser yang benar melaluiobservasi dan
eksperimen yang diharapkan nanti hasilnya dapat menjelaskan fenomena-fenomena
alam sekitar dengan hasil yang akurat.

6.2 Hakikat IPA

Ilmu Pengetahuan Alam diterjemahkan dari bahasa Inggris ‘natural


science’, secara singkat disebut Science. IPA secara harafiah dapat diartikan sebagai
ilmu pengetahuan alam atau yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di
alam (Srini M Iskandar, 1996/1997). Hal ini mengandung makna bahwa IPA bukan
hanya kumpulan pengetahuan, tetapi merupakan proses pencarian yang sistematis dan
berisi berbagai strategi dimana menghasilkan kumpulan pengetahuan yang dinamis.

68
Seperti halnya setiap ilmu pengetahuan, Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai
objek dan permasalahan jelas yaitu berobjek benda-benda alam dan mengungkapkan
gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil
percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana
diungkapkan oleh Powler (Usman Samatowa, 2006) IPA merupakan ilmu yang
berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun
secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan
eksperimen.

IPA juga dipandang sebagai cerminan dari hubungan antara produk


pengetahuan, metode ilmiah serta nilai sikap yang terkandung dalam proses
pencarianya. Seperti yang diungkapkan Patta Bundu (2006) menyatakan bahwa IPA
adalah proses kegiatan yang dilakukan para saintis dalam memperoleh pengetahuan
dan sikap terhadap proses kegiatan tersebut. Hal ini sejalan dengan hakikat Ilmu
Pengetahuan Alam yang bukan hanya kumpulan pengetahuan fakta untuk dihafal,
tetapi ada proses aktif menemukan menggunakan pikiran dan sikap dalam
mempelajarinya.

Dalam hal ini, IPA sejatinya merupakan proses penemuan pengetahuan dan
sikap ilmiah sehingga bukan hanya kumpulan pengetahuan yang merupakan produk
dari kegiatan ilmiah. Berdasarkan pengertian diatas dapat diketahui bahwa Ilmu
Pengetahuan Alam adalah kumpulan pengetahuan berupa teori-teori mengenai
peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam dan telah diuji kebenarannya, melalui proses
metode ilmiah dari pengamatan, studi, dan pengalaman disertai sikap ilmiah di
dalamnya. Secara garis besar Ilmu Pengetahuan Alam memiliki tiga komponen antara
lain:

1. IPA sebagai produk, merupakan kumpulan hasil kegiatan empirik dan analitik
yang dilakukan para ilmuan dalam bentuk fakta-fakta, konsep-konsep,
prinsip-prinsip, dan teori-teori yang dapat menjelaskan dan memahami alam
serta berbagai fenomena di dalamnya.

69
2. Proses dalam hal ini adalah proses dalam mendapatkan ilmu pengetahuan
alam melalui metode ilmiah. Metode ilmiah yang dimaksud dalam
pembelajaran IPA untuk siswa Sekolah Dasar yaitu metode ilmiah yang
dikembangkan dan diajarkan secara bertahap dan berkesinambungan,
sehingga siswa nantinya dapat melakukan penelitian sederhana (Darmodjo,
1992). Menurut Patta Bundu (2010) IPA sebagai proses merupakan sejumlah
keterampilan untuk mengkaji fenomena alam sebagai proses Sains dalam
mendapatkan pengetahuan Sains tersebut, meliputi kemampuan observasi,
klasifikasi, kuantifikasi, inferensi, komunikasi, interpretasi, prediksi,
hipotesis, mengendalikan variabel, merencanakan dan melaksanakan
penelitian. Jadi, pada hakikatnya dalam proses mendapatkan ilmu
pengetahuan alam diperlukan beberapa keterampilan dasar tersebut.
3. IPA sebagai sikap ilmiah, merupakan sikap ilmiah yang biasa ditunjukan
dalam mencari dan mengembangkan pengetahuan dari objektif terhadap fakta
secara hati-hati, kritis dan sebagainya. Hal ini memberi penekanan bahwa
Ilmu Pengetahuan Alam bukan hanya kumpulan pengetahuan fakta untuk
dihafal, tetapi ada proses aktif penemuan menggunakan pikiran dan sikap
dalam mempelajarinya. Menurut Wynne Harlen (Darmodjo, 1992) setidaknya
ada sembilan aspek sikap ilmiah yang dapat dikembangkan, yaitu:
a. Sikap ingin tahu (curiousity), dalam hal ini suatu sikap yang selalu
ingin mendapatkan jawaban yang benar dari objek yang diamatinya.
b. Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality), sikap ini
bertitik tumpu dari kesadaran bahwa jawaban yang telah diperoleh dari
rasa ingin tahu tidak bersifat mutlak, namun hanya bersifat sementara.
c. Sikap kerja sama (cooperation), dalam hal ini kerja sama adalah sikap
untuk memperoleh pengetahuan yang lebih banyak secara bersama-
sama atau berkelompok.
d. Sikap tidak putus asa (perseverance), sikap ini perlu ditanamkan
kepada siswa Sekolah Dasar agar tidak mudah putus asa jika
mengalami kegagalan dalam menggali ilmu.

70
e. Sikap tebruka untuk menerima (open-mindedness)
f. Sikap mawas diri (self critism), seorang ilmuwan sangat menjunjung
tinggi kebenaran. Objektivitas tidak hanya ditunjukkan diluar dirinya
tetapi juga terhadap dirinya sendiri. sikap tersebut haruslah
dikembangkan sejak dini khususnya pada siswa Sekolah Dasar agar
memiliki sikap jujur tehadap dirinya sendiri, menjunjung tinggi
kebenaran, dan berani mengoreksi dirinya sendiri.
g. Sikap bertanggung jawab (responsibility), dalam hal ini seseorang
harus berani mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuat.
sikap tersebut harus dikembangkan sejak usia SD misalnya membuat
dan melaporkan hasil pengamatan atau kerja yang telah dilakukan
secara jujur.
h. Sikap berpikir bebas (independence in thinking), dalam ilmu
pengetahuan diperlukan objektifitas karena hal tersebut merupakan
salah satu kriteria kebenaran suatu ilmu pengetahuan.
i. Sikap kedisiplinan diri (self discipline), menurut Morse dan Wingo
( Darmodjo, 1992), mengatakan bahwa kedisiplinan diri dapat
diartikan sebagai kemampuan sesorang untuk dapat mengontrol atau
mengatur dirinya sendiri menuju tingkah laku yang dikehendaki dan
diterima oleh masyarakat.

Hal ini menekankan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam bukan hanya sekumpulan
pengetahuan fakta untuk dihafal, tetapi ada proses aktif menemukan sesuatu
menggunakan pikiran dan sikap dalam mempelajarinya. Dengan demikian,
pembelajaran IPA berorientasi pada pencapaian Sains dari segi produk, proses dan
sikap keilmuannya (Patta Bundu, 2010). Segi produk, siswa diharapkan dapat
memahami konsep-konsep Sains berupa fakta, konsep, prinsip, hukum maupun teori
dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari; dari proses, siswa diharapkan
memiliki kemampuan dalam proses untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan,
dan menerapkan konsep yang diperolehnya untuk menjelaskan masalah dan

71
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari; dari segi sikap dan nilai siswa
diharapkan mempunyai minat untuk mempelajari benda-benda di lingkungannya,
bersikap ingin tahu,tekun, kritis, mawas diri, bertanggungjawab dapat bekerja sama
dan mandiri serta memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar.

6.3 Fungsi Dan Tujuan IPA

Ilmu Pengetahuan Alam tidak serta merta diajarkan di sekolah tanpa ada
alasan yang jelas. Ada berbagai alasan ilmu itu dimasukan ke dalam mata pelajaran
dalam kurikulum suatu sekolah. Alasan itu dapat digolongkan menjadi empat
golongan yakni :

1. Bahwa sains bermanfaat bagi suatu bangsa.


2. Bila diajarkan sains menurut cara yang tepat, maka sains merupakan suatu
mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis bagi peserta didk.
3. Bila sains diajarkan melalui percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak,
maka sains tidaklah sebuah mata pelajaran yang bersifat hapalan belaka.
4. Mata pelajaran ini memiliki nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi
yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan.

Sains melatih anak berpikir kritis dan objektif. Obyektif artinya sesuai dengan
obyeknya, sesuai dengan kenyataan, atau sesuai dengan pengalaman pengalaman
melaui panca indra. Oleh sebab itu pengajaran pembelajaran IPA di Sekolah memiliki
fungsi dan tujuan tertentu sehingga diajarkan dan dimasukkan kedalam kurikulum di
sekolah.

1. Fungsi Ilmu Pengetahuan Alam

Adapun secara rinci fungsi mata pelajaran IPA dijelaskan dalam Sumaji (2006) antara
lain ialah:

72
a. Memberi bekal pengetahuan dasar, baik untuk dapat melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi maupun untuk diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
b. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam memperoleh,
mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep IPA.
c. Menanamkan sikap ilmiah dan melatih siswa dalam menggunakan metode
ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
d. Menyadarkan siswa akan keteraturan alam dan segala keindahanya sehingga
siswa terdorong untuk mencintai dan mengagungkan Pencipta-Nya.
e. Memupuk daya kreatif dan inovatif siswa.
f. Membantu siswa memahami gagasan atau informasi baru dalam bidang
IPTEK.
g. Memupuk serta mengembangkan minat siswa terhadap IPA.

2. Tujuan Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam dibangun atas dasar proses dan sikap ilmiah dalam
memperoleh pengetahuan. Sesuai hakikat tersebut, belajar IPA bukanlah sekedar
mengumpulkan dan menghafal fakta-fakta pengetahuan yang tersaji dalam suatu
materi pembelajaran, tetapi pembelajaran mengandung dimensi yang menekankan
perubahan tingkah laku dan pengalaman. Menurut Patta Bundu (2006) tujuan
pembelajaran IPA siswa diarahkan dapat mengembangkan keterampilan proses untuk
menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan dalam
mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep. Lebih lanjut,
diperoleh IPA yang akan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari sehingga ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan
alam. Akhirnya, siswa dapat menghargai alam sekitar dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

Adapun menurut Prihanto Laksmi (Trianto, 2010), pendidikan IPA di sekolah


mempunyai tujuan, antara lain:

73
a. Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia dan bagaimana
bersikap.
b. Menanamkan sikap hidup ilmiah.
c. Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan.
d. Mendidik siswa mengetahui cara kerja serta menghargai para penemu.
e. Menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan.

Proses pembelajaran IPA hendaknya membawa peserta didik untuk belajar


mengamati serta melakukan percobaan serta penanaman sikap hidup ilmiah. Pendapat
yang sama dikemukakan Cullingford (Usman Samatowa, 2010) bahwa dalam
pembelajaran IPA anak harus diberi kesempatan untuk mengembangkan sikap ingin
tahu dan berbagai penjelasan logis. Siswa tidak hanya sekedar mengetahui tanpa
memahami proses dari teori dapat terbentuk. Pada akhirnya, siswa bukan hanya
menghafal pengetahuan tetapi dapat memahami.

6.4 Cakupan Dalam IPA

1. Ilmu Pengetahuan Alam/ sains (science) mempelajari:

a. Objek materi (manusia, kehidupan,benda mati dan alam semesta) dan objek
formal (objek yang menjadi pusat perhatian atau bidang studi. Seperti: bidang
kesehatan, pertanian dan ekonomi).
b. Gejala alam, persoalan, cara mempelajari dan perkembangannya.
2. Aspek yang Dipelajari dalam Ilmu Pengetahuan Alam/ Sains (science) adalah:
a. Fisika
b. Kimia
c. Biologi\Bumi dan antariksa

3. Sikap Ilmiah diantaranya: bisa membedakan fakta dan opini, berani dan santun
dalam berargumentasi, mengembangkan keingintahuan, kepedulian terhadap
lingkungan, berpendapat secara ilmiah dan kritis, bertanggungjawab, jujur dan
tekun.

74
4. Metode Ilmiah adalah cara untuk mendapatkan atau menemukan pengetahuan yang
benar dan bersifat ilmiah. Metode ilmiah mensyaratkan asas dan prosedur tertentu
yang disebut kegiatan ilmiah. Adapun langkah-langkah metode ilmiah secara garis
besar adalah:

1. Menemukan masalah dan merumuskan masalah


2. Mengumpulkan keterangan untuk memecahkan masalah
3. Menyusun dugaan atau hipotesis
4. Menguji dugaan dengan melakukan percobaan atau eksperimen
5. Menarik kesimpulan
6. Menguji kesimpulan dengan mengulang percobaan.

5. Menghasilkan produk-produk ilmiah (konsep, prinsip dan teori).

6.5 Pembelajaran IPA

Pembelajaran IPA sebagaimana tujuan pendidikan dalam taksonomi Bloom,


bahwa pembelajaran dapat memberikan pengetahuan (kognitif), sebuah keterampilan
(psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan, dan
apresiasi (David R. Krathwohl, 2002: 261). Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan
dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.

Pembelajaran IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, sehingga prospek perkembangan lebih
lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya
menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan
kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.

75
1. Pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya:

1. Memberikan pengalaman pada peserta didik sehingga mereka kompeten


melakukan pengukuran berbagai besaran fisis
2. Menanamkan pada peserta didik pentingnya pengamatan empiris dalam
menguji auatu pernyataan ilmiah (hipotesis). Hipotesis ini dapat berasal dari
pengamatan terhadap kejadian sehari-hari yang membutuhkan pembuktian
secara ilmiah
3. Latihan berpikir kuantitatif yang mendukung kegiatan belajar matematika,
yaitu sebagai penerapan matematika pada masalah-masalah nyata yang
berkaitan dengan peristiwa alam
4. Memperkenalkan dunia teknologi melalui kegiatan kreatif dalam kegiatan
perancangan dan pembuatan alatalat sederhana maupun penjelasan berbagai
gejala dan keampuhan IPA dalam menjawab berbagai masalah.

2. Keterampilan Proses Sains

Usman Samatowa (2011: 93) mengemukakan bahwa keterampilan proses


sains merupakan keterampilan intelektual yang dimiliki dan digunakan oleh para
ilmuwan dalam meneliti fenomena alam. Keterampilan proses sains yang digunakan
oleh para ilmuwan tersebut dapat dipelajari oleh siswa dalam bentuk yang lebih
sederhana sesuai dengan tahap perkembangan anak.
Keterampilan proses adalah keterampilan fisik dan mental tertentu yang
digunakan dalam penemuan fakta dan konsep yang terhimpun dalam suatu disiplin
ilmu tertentu. Keterampilan-keterampilan proses mendasar antara lain
keterampilan mengobservasi, menghitung, mengukur, mengklasifikasi, mencari
hubungan ruang/waktu, membuat hipotesis, merencanakan penelitian/eksperimen,
mengendalikan variabel, menginterpretasikan atau menafsirkan data, menyusun
kesimpulan sementara (inferensi), meramalkan (memprediksi), menerapkan
(mengaplikasi), dan mengkomunikasikan.
Hadiat (Patta Bundu, 2006: 23) mengemukakan bahwa ada 9 jenis proses

76
sains yang harus dikuasai, yaitu: (a) mengamati, (b) menggolongkan atau
mengelompokkan, (c) menerapkan konsep dan prinsip, (d) meramalkan, (e)
menafsirkan, (f) menggunakan alat, (g) merencanakan percobaan, (h)
mengkomunikasikan, dan (i) mengajukan pertanyaan.

6.6 Simpulan

IPA secara harafiah dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan alam atau yang
mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam (Srini M Iskandar, 1996/1997).
Hal ini mengandung makna bahwa IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan, tetapi
merupakan proses pencarian yang sistematis dan berisi berbagai strategi dimana
menghasilkan kumpulan pengetahuan yang dinamis. Fungsi dan tujuan pembelajaran
IPA yaitu dapat mengembangkan sikap imiah, proses pengembangan ini dilakukan
dengan cara menanamkan konsep pembelajaran inkuiri atau penemuan dalam setiap
konsep pembelajaran IPA agar pola pikir siswa terbimbing untuk lebih berpikir
ilmiah.

Secara garis besar Ilmu Pengetahuan Alam memiliki tiga komponen yaitu IPA
sebagai produk, IPA sebagai Proses, dan IPA sebagai sikap ilmiah. Hal tersebut
sejalan dengan fungsi dan tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang bukan
hanya kumpulan pengetahuan dan fakta untuk dihafal, tetapi ada proses aktif
menemukan menggunakan pikiran dan sikap dalam mempelajarinya sehingga dapat
mengembangkan keterampilan proses siswa untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Pembelajaran IPA juga memiliki
ruang lingkup bahan kajian yang secara umum meliputi dua aspek yaitu kerja ilmiah
dan pemahaman konsep.

77
BAB 7

SCIENTIFIC MISKONCEPTIONAL

7.1 Psikologi Dan Kognitif Sains


Kognitif sains adalah ilmu interdisipliner yang mempelajari pikiran dan proses-
prosesnya. Bidang ini berusaha menyelidiki apa itu kognisi, apa yang dilakukan
olehnya, dan bagaimana cara kerjanya. Tujuan dari kognitif sains adalah untuk
memahami prinsip-prinsip kecerdasan dengan harapan akan menghasilkan
pemahaman yang lebih baik tentang pikiran dan pembelajaran sehingga dapat
mengembangkan perangkat cerdas. Psikologi sebagai ilmu yang meneropong atau
mempelajari keadaan manusia, sudah barang tentu psikologi mempunyai hubungan
dengan imu-ilmu lain yang sama-sama mempelajari tentang keadaan manusia.
Dengan memisahkan diri dari filsafat, ilmu pengetahuan alam mengalami
kemajuan yang cukup cepat, hingga ilmu pengetahuan alam menjadi contoh bagi
perkembangan ilmu-ilmu lain, termasuk psikologi, khususnya metode ilmu
pengetahuan alam mempengaruhi perkembangan metode dalam psikologi. Tetapi
seiring perkembangan pengetahuan adapun beberapa ilmu pengetahuan alam yang
miskonsepsi dimasyarakat maupun di dunia pendidikan sehingga akan menyebabkan
kesalahpahaman pengetahuan peserta didik.

7.2 Misconception

Perbedaan pengalaman yang dialami oleh siswa memungkinkan siswa memiliki


pemahaman yang salah terhadap suatu konsep. Kesalahan pemahaman terhadap
konsep tersebutlah yang dinamakan sebagai miskonsepsi.
Konsep merupakan abstraksi yang berdasarkan dari pengalaman.
1.Menurut Dahar (dalam Samatowa, 2010: 52) konsep adalah suatu abstraksi yang
mewakili satu kelas, objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang memiliki atribut
sama.
2. Rustaman (2005: 51), konsep merupakan suatu abstaksi yang menggambarkan

78
ciri-ciri, karakter yang sama dari sekelompok objek dari suatu fakta, baik merupakan
suatu proses, peristiwa, benda, fenomena di alam yang membedakannya dari
kelompok lainnya. Miskonsepsi berasal dari 2 kata yaitu miss dan concept, miss
artinya hilang dan concept berati konsep atau makna tentang suatu hal. Miskonsepsi
dipandang sebagai pengertian yang tidak akurat mengenai konsep, penggunaan
konsep yang salah, klasifikasi contoh- contoh yang salah, kekacauan konsep- konsep
yang berbeda, dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar (Suparno,
2005).
Jika aspek-aspek tersebut memberikan informasi dan pengalaman yang
berbeda dengan kesepakatan ilmiah maka sangat besar kemungkinan terjadinya
miskonsepsi pada diri siswa. Faktor penyebab miskonsepsi yang datang dari siswa
dapat berupa prakonsepsi yang dimiliki siswa, struktur mental yang tidak siap,
pengalaman, cara berpikir, minat siswa, dan kemampuan siswa.

Faktor penyebab miskonsepsi tidak hanya terjadi pada siswa tetapi juga terjadi
pada guru. Guru yang tidak menguasai bahan ajar atau memiliki pemahaman yang
tidak benar tentang suatu konsep akan menyebabkan siswa mengalami miskonsepsi.
Hal ini karenakan siswa tidak dilibatkan secara aktif baik fisik maupun mental dalam
proses pembelajaran. Kemudian faktor lainnya yaitu terdapat miskonsepsi pada bahan
ajar seperti buku yang dijadikan sumber referensi baik oleh guru maupun siswa.

Proses perbaikan miskonsepsi dapat dilakukan dengan cara memperbaiki


proses pembelajaran, hal ini dikarenakanp proses mengajar guru dan bahkan cara
belajar siswa dapat memberikan peluang terhadap terjadinya miskonsepsi pada siswa.
Untuk memperbaiki miskonsepsi pembelajaran dapat dilakukan dengan:

1.Melaksanakan pembelajaran yang berorientasi pada pandangan


konstruktivisme,dimana pembelajaran diawali dengan menggali gagasan siswa dan
mempergunakan gagasan tersebut

79
2.Pembelajaran sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry)
untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup.

Beberapa contoh Miskonsepsi dalam pembelajaran IPA :

1. Menurut Siswa Semakin besar kecepatan benda (kecepatan tetap) maka semakin
besar gaya resultan yang bekerja padanya.
Contoh:
untuk mempertahankan kecepatan (tetap) yang lebih tinggi, sepeda harus diayunkan
lebih keras. Padahal menurut teori newton Bila kecepatan tetap maka gaya resultan
tetap sama dengan nol, berapapun kecepatannya. Pada kecepatan yang lebih tinggi,
sering gaya gesekan lebih besar maka gaya ayun harus lebih besar agar F = 0
2. Siswa berpendapat bahwasanya klorofil hanya terdapat pada daun. Padahal
konsep ini tidak benar. Konsep yang benar yaitu klorofil tidak terdapat pada daun
saja, tetapi pada tumbuhan atau tanaman serta batang pohon yang berwarna hijau,
meskipun hijaunya yang
dibatang pohon tersebut sedikit, Yang terpenting ada warna hijaunya.
3. Siswa beranggapan bahwa Pada siang hari tumbuhan melakukan fotosintesis dan
hanya melakukan respirasi pada malam hari dan menghasilkan CO2, padahal Konsep
yang benar yaitu respirasi menyerap oksigen dan menghasilkan karbohidrat/energi.
Alasan mengapa siswa mengalami miskonsepsi yaitu siswa memiliki pemahaman
mengenai bahwa tumbuhan berespirasi memerlukan gas CO2 dan menghasilkan gas
O2, padahal respirasi itu menyerap oksigen dan penguraian makanannya
menghasilkan energi atau karbohidrat.

7.3 Hubungan Psikologi Dan Kognitif Sains Dengan Miskonsepsi

Kognitif merupakan salah satu aspek penting dari perkembangan peserta didik
yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran dan sangat menentukan
keberhasilan di sekolah. Dengan bekal pemahaman tersebut, guru akan dapat

80
melaksanakan proses pembelajaran yang sesuai kemampuan kognitif peserta didik
yang dihadapainya. Kemampuan strategi kognitif menyebabkan proses berfikir unik
di dalam menganalisa, memecahkan masalah dan mengambil keputusan dari
fenomena-fenomena disekitar mereka. Pada pendekatan kognitif, setiap kejadian
hanya dapat dipahami setelah diilhami terlebih dahulu pola strukturnya, baru
kemudian disusun menjadi komponen sehingga terbentuk gambaran mental sebagai
suatu kesatuan persepsi.
Tahap perkembangan kognitif anak dimulai dari tahap sensorimotor sampai
dengan tahap formal atau abstrak maka dalam proses memahami suatu materi siswa
yang berada dalam tahap konkret masih terbatas dalam membentuk pengetahuan yang
abstrak. Siswa belum dapat dengan mudah menggenerealisasi, membentuk, dan
berpikir sistematis logis sehingga siswa mengalami miskonsepsi.

7.4 Simpulan
Kognitif sains atau sains kognitif adalah ilmu interdisipliner yang mempelajari
pikiran dan proses-prosesnya. Tujuan dari kognitif sains adalah untuk memahami
prinsip-prinsip kecerdasan dengan harapan akan menghasilkan pemahaman yang
lebih baik tentang pikiran dan pembelajaran sehingga dapat mengembangkan
perangkat cerdas. Miskonsepsi merujuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan
pengertian ilmiah yang diterima oleh para ahli. Ada begitu banyak hal yang menjadi
factor penyebab terjadinya miskosepsi yang dialami oleh siswa diantanya adalah
pengetahuan awal (prakonsepsi) yang dimiliki oleh siswa itu sendiri, guru, atau
pembelajaran yang dilakukan oleh guru

81
BAB 8

CONCEPTUAL CHANGE

8.1 Pengertian Psikologi dan Kognitif Sains

Psikologi adalah salah satu bidang ilmu pengetahuan dan ilmu terapan yang
mempelajari tentang perilaku, fungsi mental, dan proses mental manusia melalui
prosedur ilmiah. Kognitif sains merupakan ilmu pengetahuan tentang pikiran (mind)
dan perilaku. Mempelajari isu-isu yang berkaitan dengan kognisi atau proses
“mengetahui” (OED). Pendekatan interdisiplin dimana banyak disiplin ilmu yang
berkontribusi untuk kognitif sains. Kognitif sains adalah studi interdisipliner
mengenai pikiran dan intelegensi, meliputi filosofi, psikologi, artificial intellegence,
neuroscience, linguistik, dan antropologi. Psikologi sains merupakan ilmu
pengetahuan tentang.

8.2 Pengertian Model Conceptual Change

Conceptual Change merupakan Pembelajaran dengan mengubah suatu konsep


yang sudah ada dengan merubah cara berfikir, keyakinan serta ide, sehingga didalam
pembelajaran bukan sekedar mendengarkan hal baru tetapi mengubah konsep yang
sudah dimiliki peserta didik sebelumnya.
Conceptual change atau yang sering di katakan sebagai perubahan konseptual
merupakan pembelajaran yang berkaitan dengan teori ilmiah serta teori yang di
tunjang oleh berbagai komunitas ilmiah.
Pembelajaran Conceptual Change menurut Davis J, terdapat empat langkah
dalam pembelajaran perubahan konsep ini yaitu:
1. Menunjukan konsep peserta didik, berguna untuk membantu pendidik dalam
mengetahui konsep awal peserta didik.

82
2. Memberikan penilaian dan membahas konsep peserta didik tersebut, yang
bertujuan agar peserta didik mampu menjelaskan dan memperbaiki konsep
yang dimiliki,
3. Membuat permasalahan konseptual terhadap konsep yang dimiliki oleh
peserta didik, bertujuan agar peserta didik bisa lebih terbuka pada perubahan
konsepsi selanjutnya,
4. Mendorong dan membantu penataan kembali konsep peserta didik, bertujuan
agar dapat mencerminkan pengetahuan dan melihat perbedaan antara konsep
ilmiah sesungguhnya dengan konsep baru yang telah peserta didik miliki.
Sehingga terjadi perubahan konsep baru yang dimiliki peserta didik menjadi
konsep ilmiah

8.3 Model perubahan konseptual (conceptual change)

Model perubahan konseptual berkaitan dengan perspektif filosofis bahwa


pembentukan pengetahuan dipengaruhi oleh pengetahuan yang telah ada, pengalaman
masa lalu, dan kemampuan metakognitif .
Model perubahan konseptual mengkonstruksi pengetahuan baru siswa dengan
memodifikasi konsep yang telah ada pada siswa. Model perubahan konseptual
mengisyaratkan dua fase sebelum akhirnya pengetahuan dapat dikonstruksi secara
benar, yaitu fase asimilasi dan akomodasi. Proses akomodasi tersebut merupakan
fenomena perubahan konseptual (Setyowati, 2011). Berdasarkan hal tersebut tampak
bahwa, pengetahuan seseorang tidak sekali jadi, melainkan dibentuk oleh individu
tersebut secara berkelanjutan dengan memperbaiki dan mengubah pengetahuan yang
dimiliki sebelumnya.
Kerangka berpikir mengenai model pembelajaran perubahan konseptual dalam
struktur kognitif siswa disajikan pada Gambar 1 .Pada gambar ini dijelaskan proses
perubahan konsepsi awal siswa yang masih berlabel miskonsepsi menjadi konsepsi
baru yang ilmiah.

83
Gambar 1
Model Perubahan Konseptual
(Posner et al., dalam Dole dan Sinatra, 1998)
Berdasarkan Gambar 1, dapat diasumsikan empat variabel dalam proses
perubahan konseptual, adalah sebagai berikut.
1. Ketika struktur pengetahuan awal siswa terkristalisasi, koheren, dan benar-
benar dipertahankan, maka perubahan konseptual sulit terjadi. Hal ini didasari
oleh sifat manusia yang sulit meninggalkan zone nyaman. Siswa yang
mengalami perubahan konseptual adalah siswa yang memiliki motivasi untuk
berubah, memiliki upaya untuk berubah, dan memiliki keyakinan untuk
berubah. Teori perubahan konseptual mengharuskan siswa untuk merasa tidak
puas terhadap konsepsi yang mereka miliki (dissatifield).
2. Siswa harus dapat menemukan bahwa konsepsi baru tersebut dapat dimengerti
(intelligible). Siswa harus memahami konsepsi baru tersebut jika mereka mau
mengadopsinya.
3. Siswa harus merasakan bahwa konsepsi tersebut masuk akal (plausible). Jadi,
konsepsi baru tersebut tidak hanya dapat dipahami, tetapi juga harus masuk

84
akal dan dapat diyakini. Konsepsi-konsepsi tersebut harus koheren dengan
ide-ide siswa sebelumnya, sehingga konsepsi tersebut dapat diyakini.
4. Para siswa harus menemukan kebermanfaatan dari konsepsi-konsepsi tersebut
(fruitfull). Jadi, konsepsi-konsepsi baru diupayakan memberi peluang
mengembangkan hipotesis lebih lanjut.

8.4 Strategi-strategi Pembelajaran Konseptual

Strategi yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan


sangkalan yang diikuti dengan strategi konflik kognitif, yaitu 1) demonstrasi, 2)
analogi, 3) konfrontatif, dan 4) contoh-contoh tandingan (Cakir, 2008).

1) Demonstrasi
Demonstrasi didefinisikan sebagai proses memperlihatkan sesuatu kepada orang
lain atau kelompok orang. Metode ini efektif digunakan bila jumlah siswa relatif
banyak namun jumlah alat penunjang praktikum terbatas.

2) Analogi
Analogi didefinisikan sebagai suatu metode mengajar dengan memberikan
konsep-konsep nyata yang hampir sama dengan konsep-konsep yang masih bersifat
abstrak. Proses analogi menghadapkan siswa pada hal-hal yang tidak masuk akal,
kemudian secara perlahan-lahan dihadapkan pada hal yang masuk akal, sehingga
mudah diterima.

3) Konfrontatif
Guru menggali pengetahuan awal siswa sehingga teridentifikasi konsep-konsep
siswa yang masih berlabel miskonsepsi. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, guru
dapat menyediakan berbagai cara untuk mengkonfrontasi secara aktual konsepsi
siswa

85
8.5 Tahap-tahap Model Perubahan Konseptual

Proses pembelajaran dengan model perubahan konseptual merupakan proses


pembelajaran yang mampu mengaktifkan pengetahuan awal siswa. Pengetahuan awal
siswa tersebut dapat dijadikan sebagai pertimbangan bagi guru untuk memulai proses
pembelajaran.

8.6 Contoh Conceptual Change (Perubahan Konseptual)

Contoh diferensiasi konseptual meliputi: diferensiasi Galileo tentang kecepatan


rata-rata dan sesaat dalam teorinya tentang gerak, diferensiasi panas dan suhu Black
dalam teorinya tentang fenomena termal, dan diferensiasi anak-anak dari berat dan
massa jenis dalam teori materinya. Diferensiasi konseptual tidak sama dengan
menambahkan subkategori baru ke kategori yang sudah ada, yang melibatkan
elaborasi struktur konseptual daripada transformasi. Dalam hal ini, subkategori baru
masuk ke dalam struktur yang ada, dan kategori umum awal masih dipertahankan.
Bentuk lain dari perubahan konseptual adalah koalesensi, di mana teori turunan
memperkenalkan konsep baru yang menyatukan konsep-konsep yang sebelumnya
terlihat berbeda secara fundamental dalam teori induk.
Perubahan konseptual yang fundamental adalah perubahan konsep dari Geosentris
menjadi Heliosentris. Geosentris adalah teori yang mengatakan bahwa bumi
merupakan pusat tatasurya. Berasal dari kata geo (Bumi) dan pusat. Pemahaman ini
menolak pemahaman yang menyatakan manusia sebagai pusat.
Heliosentris adalah teori yang mengatakan bahwa matahari merupakan pusat dari
tatasurya. Teori heliosentris merupakan teori terakhir yang dipercayai sampai saat ini
dan tidak ada yang membantahnya.
Teori heliosentris disampaikan Copernicus dalam publikasinya yang berjudul De
Revolutonibus Orbium Coelestium. Namun, teori ini sempat ditolak oleh pandangan
gereja dan dianggap berbahaya. Teori heliosentrisme yang diungkapkan oleh

86
Nicolaus Copernicus ini diperkuat dengan penemuan teleskop serta hasil temuan data
observasi oleh Galileo Galilei. Berdasarkan hasil observasinya, Galileo Galilei
menjelaskan tentang adanya empat satelit jupiter. Sebelumnya, konsep heliosentrisme
juga telah diperkuat oleh John Kepler pada abad ke-16, melalui Hukum Kepler.
Secara garis besar, Hukum Kepler ini menjelaskan jika:
1. Planet memiliki lintasan berbentuk elips dengan matahari sebagai pusatnya.
Sehingga planet dan benda langit mengitari matahari.
2. Kecepatan planet saat berputar mengelilingi matahari akan melambat jika
titiknya berada sangat jauh dari matahari.
3. Waktu yang dibutuhkan planet dalam mengitari matahari dipengaruhi oleh
jaraknya. Jika semakin dekat maka waktunya akan lebih singkat. Jika jaraknya
semakin jauh maka akan membutuhkan waktu yang lebih lama.

8.7 Hubungan Psikologi dan Kognitif Sains dengan Perubahan Konseptual


(Conceptual Change)

Dalam upaya memahami bagaimana konsep berubah dalam konten dan


organisasi, proses ini diteliti dalam empat bidang berbeda yakni psikologi kognitif,
psikologi perkembangan kognitif, pendidikan sains dan sejarah filsafat sains.
Piaget menyatakan bahwa anak yang sedang berkembang melewati serangkaian
empat tahap pemikiran yang berbeda dan bahwa perkembangan konsep
mencerminkan transisi luas antar tahap ini. Namun, semakin menjadi jelas bahwa
perkembangan konseptual anak-anak paling baik dijelaskan dalam hal lintasan
perkembangan yang berbeda untuk setiap domain konseptual yang dipertimbangkan
(misalnya pengetahuan tentang bilangan, pengetahuan tentang gerak dan interaksi
benda mati, dan pengetahuan tentang entitas disengaja yang diarahkan pada
tujuan). Istilah "perubahan konseptual" semakin banyak digunakan sebagai pekerjaan
pada lintasan perkembangan yang berbeda ini mengarah pada penemuan bahwa
berbagai jenis perubahan terjadi dalam isi dan organisasi konsep.

87
Dalam penelitian dilakukannya analisis kognitif-historis, yang dikembangkan
oleh Nancy J. Nersessian, sangat berpengaruh pada peneliti perubahan konseptual.
Dimana jenis analisis ini melibatkan pelaksanaan studi kasus historis dari episode
penting perubahan teoretis dalam sejarah sains dan memanfaatkan alat analisis sains
kognitif untuk memberikan penjelasan tentang proses kognitif yang terlibat. Analisis
semacam itu telah mendokumentasikan pentingnya proses seperti penalaran analogis ,
penggunaan representasi visual, dan eksperimen pemikiran, yang secara kolektif
disebut sebagai proses penalaran berbasis model. Dengan demikian, dorongan untuk
memahami pengamatan anomali yang tidak konsisten dengan konsep yang ada dan
berbagai proses penalaran berbasis model telah diusulkan sebagai sumber perubahan
konseptual pada individu dan peserta didik. 

8.8 Simpulan

Conceptual Change merupakan pergeseran atau restrukturisasi pengetahuan dan


keyakinan yang ada, inilah yang membedakan perubahan konseptual dari jenis
pembelajaran lainnya. Belajar untuk perubahan konseptual tidak hanya
mengumpulkan fakta baru atau mempelajari keterampilan baru. Dalam perubahan
konseptual, konsepsi yang ada secara mendasar diubah atau bahkan diganti, dan
menjadi kerangka konseptual yang digunakan siswa untuk memecahkan masalah.
Conceptual change merupakan pembelajaran yang berkaitan dengan teori ilmiah serta
teori yang di tunjang oleh berbagai komunitas ilmiah.

88
BAB 9

METAKOGNISI (FLAVELL)

9.1 Pengertian Metakognisi


Metakognisi adalah suatu bentuk kemampuan untuk melihat pada diri sendiri,
sehingga apa yang dia lakukan dapat terkontrol secara optimal. Metakognisi
merupakan aktivitas mental yang menjadikan seseorang dapat mengatur,
mengorganisasi dan memantau seluruh proses berpikir yang dilakukan selama
menyelesaikan masalah.

Istilah metakognisi (metacognition) pertama kali diperkenalkan oleh John Flavell


pada tahun 1976. Metakognisi terdiri dari imbuhan “meta” dan “kognisi”. Meta
merupakan awalan untuk kognisi yang artinya “sesudah”, Sedangkan kognisi adalah
mencakup keterampilan yang berhubungan dengan proses berpikir.Penambahan
awalan “meta” pada kognisi untuk merefleksikan ide bahwa metakognisi diartikan
sebagai kognisi tentang kognisi, pengetahuan tentang pengetahuan atau berpikir
tentang berpikir Flavell mengartikan metakognisi sebagai berpikir tentang
berpikirnya sendiri (thinking about thinking) atau pengetahuan seseorang tentang
proses berpikirnya.

9.2 Pengertian Metakognisi menurut Para Ahli

 Zakariya (2015)
Metakognisi adalah pengetahuan seseorang tentang sistem kognitifnya,
berpikir seseorang tentang berpikirnya dan keterampilan esensial seseorang
dalam belajar untuk belajar.
 Ormrod (2009)
Metakognisi merupakan pengetahuan dan keyakinan mengenai proses proses
kognitif seseorang, serta usaha usaha sadarnya untuk terlibat dalam proses

89
berperilaku dan berpikir sehingga meningkatkan proses belajar dan memori.
 Herman dan Suryadi (2008)
Metakognisi merupakan kesadaran seseorang tentang proses berpikirnya pada
saat melakukan tugas tertentu kemudian menggunakan kesadaranya untuk
mengontrol apa yang dilakukannya.
 Desmita (2009)
Metakognisi adalah pengetahuan eksplisit yang dimiliki manusia tentang cara
berpikir dan pada aturan yang mereka buat sendiri sehingga mereka dapat
menjalankannya ketika menerapkan pengetahuan tersebut.
 Wilson dan Clarke (2004)
Metakognisi adalah suatu kesadaran peserta didik (awarenes), pertimbangan
(consideration) dan pengontrolan atau pemantauan terhadap strategi serta
proses kognitif diri mereka sendiri.
 Wells (2009)
Mengungkapkan bahwa “metacognition is cognition applied to cognition.”
Metakognisi adalah pikiran yang diaplikasikan untuk pikiran. Atau dengan
kata lain, metakognitif adalah berpikir tentang berpikir.
 (Iwai, 2011)
Mengartikan metakognitif sebagai “one’s knowledge concerning one’s own
cognitive process and outcomes or anything related to them”. Metakognitif
adalah pengetahuan seseorang mengenai proses berpikir dan hasil berpikirnya
atau apapun yang berkaitan dengan proses dan hasil berpikir tesebut.
 Welman (1985) dalam Usman Mulbar (2008)
Menyatakan bahwa “Metacognition is a form of cognition, a second or higher
order thingking process wich involves active control over cognitive processes.
It can be simply define as thinking or as a person’s cognition about
cognition”. Metakognisi sebagai suatu bentuk kognisi, atau proses berpikir
dua tingkat atau lebih yang meibatkan pengendalian terhadap aktivitas

90
kognitif. Karena itu, metakognisi dapat dikatakan sebagai berpikir seseorang
tentang berpikirnya sendiri atau kognisi seseorang tentang kognisinya sendiri.
 Schneider (2010)
Metakognitif adalah pengetahuan seseorang “of their own information-
processing skills, as well as to knowledge about the nature of cognitive tasks,
and about strategies for coping with such tasks.” Metakognitif adalah
pengetahuan seseorang terhadap kemampuan mereka sendiri dalam mengolah
informasi, maupun pengetahuan tentang tugas-tugas berpikir, dan tentang
strategi untuk menyalin tugas-tugas yang serupa.
 Brown (Zohar, 1999)
Mengungkapkan bahwa “metacognition refers to understanding of knowledge,
an understanding that can be reflected in either effective use or overt
description of the knowledge in question.” Metakognitif mengarah pada
pemahaman tentang pengetahuan, suatu pemahaman yang dapat direfleksikan
dari penggunaan efektif atau deskripsi pengetahuan yang jelas pada
pertanyaan. Artinya, metakognitif pada dasarnya berkaitan dengan
pemahaman seseorang tentang pengetahuan yang dimilikinya. Pemahaman
tersebut diperoleh atas dasar refleksi yang dilakukan oleh dirinya sendiri
berkaitan dengan penggunaan strategi yang efektif atau deskripsi yang jelas
dari strategi-strategi yang digunakan dalam menjawab suatu pertanyaan atau
soal.
 Quirk (2006)
Mengungkapkan bahwa metakognitif adalah “the ability to think about one’s
thinking and feeling and to predict what others are thinking.” Metakognitif
adalah kemampuan seseorang untuk berpikir tentang pikiran dan perasaannya
sendiri dan untuk memprediksi apa yang orang lain pikirkan.
 Ozsoy & Ataman (2009)
Mengungkapkan bahwa “metacognition means an individual’s awareness on
his own thinking process and his ability to control these process.”

91
Metakognisi berarti kesadaraan seseorang mengenai proses berpikirnya dan
kemampuannya untuk mengontrol proses tersebut.
 Schraw & Dennison (1994)
Mengungkapkan bahwa “metacognition refers to the ability to reflect upon,
understand, and control one’s learning.” Metakognisi mengarah pada
kemampuan untuk merefleksikan tentang, memahami, dan mengontrol belajar
seseorang. Mengontrol belajar akan mengakibatkan seseorang bisa
mengendalikan apa yang mereka lakukan dalam kegiatan belajarnya.

9.3 Komponen-komponen Metakognisi


Baker & Brown, Gagne dalam Mulbar mengemukakan bahwa metakognisi
memiliki dua komponen, yaitu (a) pengetahuan tentang kognisi, dan (b) mekanisme
pengendalian diri dan monitoring kognitif. Sedangkan menurut Flavell, sebagaimana
dikutip oleh Livingstone metakognisi terdiri dari pengetahuan metakognisi
(metacognitive knowledge) dan pengalaman atau regulasi metakognisi (metacognitive
experiences or regulation).

1. Pengetahuan metakognisi (metacognitive knowledge) 

Pengetahuan metakognisi adalah pengetahuan yang diperoleh tentang proses-


proses kognitif yaitu pengetahuan yang dapat digunakan untuk mengontrol proses
kognitif. Pengetahuan metakognisi juga diartikan sebagai pengetahuan yang dimiliki
seseorang dan tersimpan di dalam memori jangka panjang yang dapat diaktifkan atau
dipanggil kembali sebagai hasil dari suatu pencarian memori yang dilakukan secara
sadar dan disengaja, atau diaktifkan tanpa disengaja atau secara otomatis muncul
ketika seseorang dihadapkan pada permasalahan tertentu. Pengetahuan metakognisi
menurut Gama adalah pengetahuan yang dimiliki seseorang dan tersimpan di dalam
memori jangka panjang yang berarti pengetahuan tersebut dapat diaktifkan atau
dipanggil kembali sebagai hasil dari suatu pencarian memori yang dilakukan secara
sadar dan disengaja, atau diaktifkan tanpa disengaja atau secara otomatis muncul

92
ketika seseorang dihadapkan pada permasalahan tertentu. Pengetahuan metakognisi
menurut Flavell mengacu pada pengetahuan yang diperoleh tentang proses-proses
kognitif yaitu pengetahuan yang dapat digunakan untuk mengontrol proses kognitif.

 Flavell lebih lanjut membagi pengetahuan metakognisi menjadi tiga variabel


yaitu:

 Variabel Individu
Pengetahuan tentang variabel individu mengacu pada pengetahuan tentang
individu, manusia (diri sendiri dan juga orang lain) memiliki keterbatasan
dalam jumlah informasi yang dapat diproses. Dalam variabel individu ini
tercakup pula pengetahuan bahwa kita lebih paham dalam suatu bidang dan
lemah di bidang lain. Demikian juga pengetahuan tentang perbedaan
kemampuan anda dengan orang lain.
 Variabel Tugas
Pengetahuan tentang variabel tugas mencakup pengetahuan tentang tugas-
tugas(task), yang mengandung wawasan bahwa beberapa kondisi sering
menyebabkan seseorang lebih sulit atau lebih mudah dalam memecahkan
suatu masalah atau menyelesaikan suatu tugas. Misalnya, semakin banyak
waktu yang saya luangkan untuk memecahkan suatu masalah, semakin baik
saya mengerjakannya, sekiranya materi pembelajaran yang disampaikan guru
sukar dan tidak akan diulangi lagi, maka saya harus lebih berkosentrasi dan
mendengarkan keterangan guru dengan seksama.
 Variabel Strategi
Variabel strategi mencakup pengetahuan tentang strategi, pengetahuan tentang
bagaimana melakukan sesuatu atau bagaimana mengatasi kesulitan.
 Pengetahun metakognisi terdiri dari tiga jenis, yaitu :

93
1. Pengetahuan deklaratif

Mengacu kepada pengetahuan tentang fakta dan konsep-konsep yang dimiliki


seseorang atau faktor-faktor yang mempengaruhi pemikirannya dan
perhatiannya dalam memecahkan masalah. 

2. Pengetahuan prosedural

Adalah pengetahuan bagaimana melakukan sesuatu, bagaimana melakukan


langkah-langkah atau strategi-strategi dalam suatu proses pemecahan
masalah. 

3. Pengetahuan kondisional

Mengacu pada kesadaran seseorang akan kondisi yang mempengaruhi dirinya


dalam memecahkan masalah, yaitu: kapan suatu strategi seharusnya
diterapkan, mengapa menerapkan suatu strategi dan kapan strategi tersebut
digunakan dalam memecahkan masalah.

2. Pengalaman metakognisi (metacognitive experimences) 

Flavell mengemukakan pengalaman atau regulasi metakognisi adalah


pengaturan kognisi dan pengalaman belajar seseorang yang mencakup
serangkaian aktivitas yang dapat membantu dalam mengontrol kegiatan
belajarnya. Pengalaman-pengalaman metakognisi melibatkan strategi-strategi
metakognisi atau pengaturan metakognisi. Strategi-strategi metakognisi
merupakan proses-proses yang berurutan yang digunakan untuk mengontrol
aktivitas-aktivitas kognitif dan memastikan bahwa tujuan kognitif telah
dicapai.

 Pengalaman metakognisi terdiri dari tiga proses, yaitu:

94
1. Proses Perencanaan.

Proses perencanaan merupakan keputusan tentang berapa banyak waktu yang


digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut, strategi apa yang akan
dipakai, sumber apa yang perlu dikumpulkan, bagaimana memulainya, dan
mana yang harus diikuti atau tidak dilaksanakan lebih dulu. 

2. Proses Pemantauan

Proses pemantauan merupakan kesadaran langsung tentang bagaimana kita


melakukan suatu aktivitas kognitif. Proses pemantauan membutuhkan
pertanyaan seperti: adakah ini memberikan arti?, dapatkah saya untuk
melakukannya lebih cepat? dan lain-lain.

3. Proses Evaluasi

Proses evaluasi memuat pengambilan keputusan tentang proses yang


dihasilkan berdasarkan hasil pemikiran dan pembelajaran. Misalnya, dapatkah
saya mengubah strategi yang dipakai?, apakah saya membutuhkan bantuan?
dan lain-lain.

9.4 Indikator Metakognisi 

Kemampuan metakognisi berkaitan dengan proses berpikir siswa tentang


berpikirnya agar menemukan strategi yang tepat dalam memecahkan
masalah.Kemampuan metakognisi sangat dibutuhkan dalam pemecahan masalah agar
dalam bekerja siswa lebih sistematis dan terarah serta mendapatkan hasil yang baik.

 Menurut Swartz dan Perkins (Mahromah, 2012), kemampuan metakognisi


seseorang terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu:
1. Tacit use
yaitu jenis pemikiran yang berkaitan dengan pengambilan keputusan tanpa
berpikir tentang keputusan tersebut. . 

95
2. Aware use

yaitu jenis pemikiran yang berkaitan dengan kesadaran siswa mengenai apa
dan mengapa siswa melakukan pemikiran tersebut.

3. Strategic use

yaitu jenis pemikiran yang berkaitan dengan pengaturan individu dalam


proses berpikirnya secara sadar dengan menggunakan strategi-strategi khusus
yang dapat meningkatkan ketepatan berpikirnya.

4. Reflective use

yaitu jenis pemikiran yang berkaitan dengan refleksi individu dalam proses
berpikirnya sebelum dan sesudah atau bahkan selama proses berlangsung
dengan mempertimbangkan kelanjutan dan perbaikan hasil pemikirannya.

Kemampuan metakognisi seseorang dapat diketahui melalui tiga komponen atau


elemen dasar, yaitu: elemen perencanaan, elemen kontrol, dan elemen penilaian.

 Adapun indikator dari komponen metakognisi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Indikator Perencanaan 

1. Menentukan informasi awal dan petunjuk awal yang berkaitan dengan


permasalahan. 

2. Menentukan/menyusun hal-hal yang harus dilakukan.

3. Memperhitungkan waktu yang dibutuhkan. 

4. Memastikan kesesuaian informasi dengan permasalahan.

96
b. Indikator Pemantauan

1. Mengatur setiap langkah berjalan dengan baik. 

2. Menganalisa informasi yang penting untuk diingat.

3. Memutuskan langkah-langkah yang akan dilakukan selanjutnya apakah perlu


terjadi perubahan atau pindah pada petunjuk lain. 

4. Memutuskan langkah yang harus dilakukan jika menemui kendala.

c. Indikator Penilaian

1. Memeriksa kembali setiap langkah-langkah telah berjalan dengan baik. 

2. Memeriksa kembali apakah diperlukan pertimbangan khusus lain dalam


menyelesaikan permasalahan tersebut. 

3. Memperkirakan kemungkinan cara lain yang dapat digunakan dalam


menyelesaikan permasalahan tersebut. 

4. Memperkirakan kemungkinan penggunaan strategi yang telah digunakan


untuk menyelesaikan permasalahan lain.

9.5 Langkah-langkah Pembelajaran Metakognisi 


Menurut Apriani (2012), langkah-langkah pembelajaran menggunakan
metode metakognisi adalah sebagai berikut:

a. Tahap diskusi awal (Introductory Discussion)

Pertama-tama guru menjelaskan tujuan tentang topik yang akan dipelajari. Setiap
siswa dibagi bahan ajar, dan penanaman konsep berlangsung dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang tertera dalam bahan ajar tersebut. Siswa dibimbing
menanamkan kesadaran dengan bertanya dan menjawab kepada diri sendiri
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam bahan ajar. Melalui pertanyaan-
pertanyaan tersebut, siswa diharapkan dapat memahami uraian materi dan sadar apa
yang dilakukannya, bagaimana melakukannya, bagian mana yang belum dipahami

97
pertanyaan apa yang timbul dan bagaimana upaya untuk mencari solusinya. Contoh
pertanyaannya seperti: Apakah saya memahami semua uraian materi tadi?, Jika tidak
memahami, apa yang ingin saya tanyakan? Mendiskusikan pertanyaan tersebut
dengan teman sekelompok. Apa hasil diskusi tersebut?

b. Tahap Kerja Mandiri/Individu (Independent Work) 

Siswa diberikan persoalan dengan topik yang sama dan mengerjakan secara
individual. Guru berkeliling kelas dan memberikan pengaruh timbal balik secara
individual. Pengaruh timbal balik metakognitif akan menuntun siswa untuk
memusatkan perhatian pada kesalahannya dan memberikan petunjuk agar siswa dapat
mengoreksinya sendiri. Guru membantu siswa mengawasi cara berpikirnya, tidak
hanya memberikan jawaban benar ketika siswa membuat kesalahan tetapi juga
menuntun proses berpikirnya agar siswa menemukan jawaban yang benar.

c. Tahap Penyimpulan 

Penyimpulan yang dilakukan oleh siswa merupakan rekapitulasi dari apa yang
telah dilakukan dikelas. Pada tahap ini siswa menyimpulkan sendiri, dan guru
membimbing dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan seperti: Apa yang kamu
pelajari hari ini?, Apa yang kamu pelajari tentang diri kamu sendiri dalam
menyelesaikan soal matematika yang diberikan.

9.6 Simpulan

Metakognisi adalah suatu bentuk kemampuan untuk melihat pada diri sendiri,
sehingga apa yang dia lakukan dapat terkontrol secara optimal. Menurut pendapat
Flavell, sebagaimana dikutip oleh Livingstone mengemukakan bahwa metakognisi
memiliki dua komponen, yaitu pengetahuan metakognisi (metacognitive knowledge)
dan pengalaman atau regulasi metakognisi (metacognitive experiences or regulation).
Pengetahuan metakognisi adalah pengetahuan yang diperoleh tentang proses-proses
kognitif yaitu pengetahuan yang dapat digunakan untuk mengontrol proses kognitif.
Sedangkan pengalaman atau regulasi metakognisi adalah pengaturan kognisi dan
pengalaman belajar seseorang yang mencakup serangkaian aktivitas yang dapat

98
membantu dalam mengontrol kegiatan belajarnya. Menurut Swartz dan Perkins
(Mahromah, 2012), kemampuan metakognisi seseorang terdiri dari empat (4)
tingkatan, yaitu: Tacit use, Aware use, Strategic use, Reflective use.

99
BAB 10

NEUROSCINCE

10.1 Definisi Neurosains

Neurosains merupakan suatu bidang kajian yang mengenai system saraf yang
terdapat di dalam otak manusia yang berhubungan dengan kesadaran dan kepekaan
otak dari segi biologi, persepsi, ingatan, danada kaitannya dengan pembelajar.
(Husamah,2018) Neurosains merupakan satu bidang kajian mengenai sistem saraf
yang ada di dalam otak manusia. Neurosains juga mengkaji mengenai kesadaran dan
kepekaan otak dari segi biologi, persepsi, ingatan, dan kaitannya dengan
pembelajaran. Bagi teori Neurosains, sistem saraf dan otak merupakan asas fisikal
bagi proses pembelajaran manusia. Neurosains dapat membuat hubungan diantara
proses kognitif yang terdapat di dalam otak dengan tingkah laku yang akan
dihasilkan. Hal ini dapat diartikan bahwa, setiap perintah yang diproses oleh otak
akan mengaktifkan daerah-daerah penting otak (Harun, 2003).

Neurosains adalah suatu bidang penelitian saintifik tentang sistem saraf,


utamanya otak. Neurosains merupakan penelitian tentang otak dan pikiran. Studi
tentang otak menjadi landasan dalam pemahaman tentang bagaimana kita merasa dan
berinteraksi dengan dunia luar dan khususnya apa yang dialami manusia dan
bagaimana manusia mempengaruhi yang lain (Schneider, 2011).

Neurosains mempelajari mengenai otak dan seluruh fungsi-fungsi syaraf


belakagan ini telah berkembang menjadi Neuropsikiatri dan Neurobehavior
(penggabungan antara perilaku dan fungsi otak). Penggabungan ini didasari karena
otak merupakan sumber dari pemikiran. Reaksi-reaksi di otak yang di sebut dengan
Neurochemistry, Neurohormonal, Neuromekanikal merupakan sumber reaksi yang
menggerakkan otak kita untuk berpikir. Neurosains disebut dengan ilmu otak, karena
mempelajari seluruh proses berpikir, sedangkan proses berpikir itu sendiri terkait

100
ilmu pengetahuan, perilaku, attitude yang sangat luas cangkupannya. Neurosains juga
menelaah penyakit pada otak dengan berbagai macam bentuk.

10.2 Otak Sebagai Struktur yang Kompleks

Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa otak masing-masing yang beratnya hanya


tiga pon, mempunyai 100 miliar neuron, 16 kali lebih banyak dari jumlah penduduk
bumi, atau kira-kira sama banyaknya dengan jumlah bintang di galaksi Bimasakti.
Setiap neuron mempunyai cabang hingga 10 ribu cabang dendrit, yang dapat
membangun sejumlah satu kuadrilion koneksi komunikasi. Jumlah yang dahsyat itu
ternyata hanya setengah dari jumlah neuron yang dibekalkan Tuhan kepada kita pada
empat bulan pertama kehamilan.

Masing-masing neuron memperoleh jati dirinya yaitu sebagai neuron visual atau
neuron pendengaran ketika neuron tersebut berhenti di suatu tempat yang nantinya
akan menjadi tempat datangnya informasi visual atau pendengaran. Pada saat inilah,
setiap neuron membangun dendrit dan akson untuk berkomunikasi dengan dendrit
dan akson lainnya. Akson dan dendrit berkomunikasi dengan mengirimkan zat kimia,
neurotransmiter, melalui sinapsis. Setiap neuron dimungkinkan mampu
berkomunikasi melalui 100.000 sinapsis. Zat-zat kimia disebut secara teknis sebagai
faktor trofik yang mengatur di mana dan bagaimana akson harus berhubungan serta
membuat koneksi-koneksi.

Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa selama perjalanan, neuron-neuron merayap


di atas sel-sel glial, yang menjadi penunjuk jalan, pelindung, dan pemeliharanya.
Terdapat dua macam sel glial: yang pertama mengontrol metabolisme dan fungsi
neuron, yang lainnya membungkus akson dengan zat lemak yang disebut mielin.
Mielin mengatur seberapa cepat akson menyampaikan informasi. Setelah neuron
mencapai tujuannnya, sel-sel glial masih tetap tinggal, walaupun bentuk dan sifat-
sifat molekulnya berubah. Tempat dimana berhentinya suatu neuron, menentukan
sikap-sikap kita dan sikap kita.

101
Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa perjalanan neuron dari tempat asal ke tempat
tujuan tidak selalu berjalan mulus. Terdapat neuron yang berhenti di tengah jalan, ada
yang terus berjalan untuk menghidupkan atau mematikan pengendalian genetis yang
terdapat di dalamnya, serta ada juga neuron yang mati karena pengaruh lingkungan.
Banyak faktor yang mengganggu migrasi neuron yang berasal dari lingkungan
termasuk radiasi, mutasi genetis, obat-obatan, dan stres.

Apabila tidak ada gangguan dalam lingkungan prenatal (sebelum kelahiran), bayi
lahir dengan bekal sebanyak 100 miliar neuron dengan koneksi-koneksi awal, akan
tetapi otak masih belum terbentuk secara sempurna. Otak neonatal hanyalah sebuah
lukisan berbentuk sketsa, yang sama sekali belum sempurna dan lingkunganlah yang
akan melengkapinya atau bahkan akan mengabaikannya. Penyempurnaan otak ini
memiliki batas waktu dan inilah yang disebut jendela peluang. Proses penyempurnaan
koneksi-koneksi dendrit akan terhenti, begitu jendela peluang tertutup.

Waktu tiga tahun adalah waktu peluang bagi mata untuk memperkuat koneksi dan
jika waktu tiga tahun terlewati, maka sketsa sistem visual bayi akan tetap menjadi
sketsa. Setelah tiga tahun, jendela peluang akan tertutup. Sousa mengungkapkan
bahwa jendela peluang ini adalah periode ketika otak memerlukan jenis-jenis
masukan tertentu untuk menciptakan atau menstabilkan struktur yang bertahan lama.

Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa jendela peluang tersebut bukan hanya


terdapat pada proses penglihatan, tetapi juga kemampuan linguistik, gerakan,
perasaan, musik, matematika, logika, dan sebagainya. Jendela peluang ini adalah
periode kritis dan masa terbukanya jendela-jendela peluang ini berbeda-beda. Jendela
peluang untuk belajar bahasa mulai terbuka pada usia dua bulan. Bayi menguasai
sekitar sepuluh kata per hari, sehingga ia menguasai sekitar 900 kata pada usia tiga
tahun, dan terus-menrus meningkat sampai 3.000 kata pada usia lima tahun.

Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa jendela peluang untuk berbahasa tetap


terbuka sepanjang hidup kita. Tetapi beberapa komponen bahasa tertutup lebih awal.
Jendela bahasa tutur (spoken language) tertutup pada usia sepuluh atau sebelas tahun.
Walaupun terdapat jendela-jendela peluang yang memberikan batasan pada

102
kelenturan otak, proses belajar yang menumbuhkan, melestarikan, dan
mengembangkan sel-sel otak dapat berlanjut sampai usia tua. Kapan saja otak kita
mempelajari sesuatu yang baru, atau menghadapi tantangan, atau membuat
kebiasaan-kebiasaan baru, maka otak akan menghasilkan cabang-cabang dendrit yang
baru. Buzan (2005) menjelaskan bahwa otak manusia berevolusi dengan urutan
sebagai berikut: Batang otak, mengendalikan fungsi-fungsi penyangga kehidupan,
misalnya pernafasan dan laju denyut jantung Serebelum, atau otak kecil,
mengendalikan gerakan tubuh dalam ruang dan menyimpan ingatan untuk respon-
respon dasar yang dipelajari Sistem limbik, yang posisinya sedikit lebih ke depan dan
terdiri atas thalamus dan ganglia basal atau otak tengah. Sistem limbik penting bagi
pembelajaran dan ingatan jangka pendek tetapi juga menjaga homeostasis di dalam
tubuh (tekanan darah, suhu tubuh, dan kadar gula darah)

Serebrum, atau korteks serebral, membungkus seluruh otak dan posisinya berada di
depan. Serebrum adalah karya besar evolusi alam dan bertanggung jawab atas
berbagai keterampilan termasuk ingatan, komunikasi, pembuatan keputusan, dan
kreativitas.

10.3 Mekanisme Kerja Otak yang Berkaitan dengan Kecakapan Belajar

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Profesor Marian Diamond dalam


Rakhmat (2005) dapat diketahui bahwa medulla mampu mengatur detak jantung dan
proses respirasi. Panjang medulla hanya beberapa inci, dan sama panjang yang
dimiliki oleh otak simpanse, namun kapasitas medulla pada manusia berkembang tiga
kali lipat daripada simpanse. Serebelum (otak kecil) berada di sebelah medulla.

Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa serebelum ini bertanggung jawab dalam


proses koordinasi dan keseimbangan serta kemampuan dalam proses belajar dan
berbicara. Otak mengalami evolusi yang salah satunya dapat dicontohkan dengan
peristiwa melipatnya korteks dan bagian otak yang terakhir berevolusi ialah lobus
frontal. Lobus frontal inilah yang memberikan peranan penting dalam pembentukan
kepribadian anda, perencanaan masa depan, serta penataan ide-ide.

103
Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa bagian otak yang memegang peranan
lainnya ialah area pengendali ucapan (motor speech area), korteks visual, area yang
menggerakkan lengan, tungkai, jari-jari, bagian yang mengendalikan perasaan, rasa
sakit, temperatur, sentuhan, tekanan, pendengaran, serta adanya sistem limbik. Pada
sistem ini dapat diketahui adanya bagian otak yang berkaitan dengan ketakutan,
kemarahan, emosi, seksualitas, cinta, gairah. Kelenjar pituitari yang memproduksi
hormon. Kemampuan otak untuk menunjukkan dan menghentikan rasa sakit. Cara
otak dalam mengirim pesan-pesan dalam dirinya di seluruh tubuh, pesan yang secara
terus-menerus mengubah impuls-impuls listrik menjadi aliran-aliran kimiawi.

Profesor Marian Diamond dalam Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa betapa


dinamisnya otak manusia, otak mampu berubah pada usia berapa pun, sejak lahir
sampai akhir kehidupan. Otak dapat berubah secara positif jika dihadapkan pada
lingkungan yang diberi rangsangan, dan otak akan dapat menjadi negatif jika tidak
diberi rangsangan. Pernyataan Profesor Marian Diamond ini menumbangkan mitos-
mitos yang selama berabad-abad dipercayai para ilmuwan dan orang awam sekaligus.
Mitos yang pertama ialah otak sepenuhnya ditentukan secara genetis, karena
keturunan. Mitos kedua mengatakan bahwa otak kita mengerut dalam perjalan waktu,
karena ketuaan. Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi dan banyaknya
penemuan-penemuan baru dalam teknologi otak maka para ilmuwan mulai
meragukan mitos-mitos yang dahulu mereka percayai. Beberapa penemuan terkait
dengan teknologi otak diantaranya ialah computerized tomography, scanner yang
menggunakan sinar X untuk memperoleh gambar bagian struktur otak secara
terperinci, positron emission tomography (PET), magnetic resonance imaging (MRI),
dan penemuan neurotransmitter yang merupakan zat kimia yang menjalankan
beberapa fungsi otak.

10.4 Mekanisme Mengingat Informasi

Sistem Penyandian yang efektif Wade (2008) mengungkapkan bahwa memori


bukanlah duplikat murni dari suatu pengalaman. Informasi sensorik seperti gambar
atau kata-kata kemudian dirangkum dan disandikan sesegera mungkin setelah kita

104
mendeteksi hal-hal tersebut. Agar kita dapat mengingat suatu informasi dengan baik,
kita harus melakukan proses penyandian dengan tepat.

Wade (2008) mengungkapkan bahwa pengulangan merupakan salah satu teknik


penting agar kita mampu menyimpan informasi memori jangka pendek dan
mengingat kembali informasi yang telah disimpan dalam memori jangka panjang,
dengan cara mempelajari kembali atau mempraktekkan material yang sedang kita
pelajari. Peterson dalam Wade (2008) mengungkapkan bahwa apabila seseorang
dicegah dari melakukan pengulangan, informasi pada memori jangka pendek akan
menghilang dengan cepat. Memori jangka pendek menyimpan berbagai jenis
informasi, termasuk di dalamnya informasi visual dan pemahaman abstrak.

Wade (2008) mengungkapkan bahwa terdapat berbagai strategi pengulangan yang


lebih efektif dibandingkan strategi lainnya, satu strategi yang lazim digunakan
adalah maintenance rehearsal (pengulangan pemeliharaan) yakni metode pengulangan
yang melibatkan penghafalan harafiah secara berulang-ulang, pengulangan ini
berguna untuk menyimpan suatu informasi di memori jangka pendek, dan tidak akan
menjamin informasi tersebut pasti akan dipindahkan ke memori jangka panjang.

Wade (2008) mengungkapkan bahwa apabila akan mengingat suatu informasi yang
telah lama, strategi pengulangan yang lebih baik adalah elaboration
rehearsal (pengulangan elaboratif). Elaborasi melibatkan pengasosiasian informasi-
informasi baru dengan materi yang telah terlebih dahulu tersimpan atau dengan fakta-
fakta baru lainnya. Metode ini juga dapat melibatkan proses analisis berupa fisik,
sensorik, atau kategori semantik dari sebuah objek. 

Craik dan Lockhart dalam Wade (2008) mengungkapkan bahwa Deep


processing (pemrosesan mendalam) adalah strategi untuk memperpanjang ingatan
yang kita miliki mengenai sesuatu, strategi ini terkait dengan pemrosesan makna.
Apabila kita hanya memproses elemen fisik atau indrawi dari suatu stimulus,
pemrosesan yang terjadi akan dangkal, terlepas dari apakah kita melakukan elaborasi
atau tidak. Shallow processing (pemrosesan mendangkal) terkadang memiliki
kegunaan khusus.

105
Wade (2008) mengungkapkan bahwa saat kta sedang berusaha menghafal sebuah
puisi, misalnya kita seharusnya memperhatikan (dan melakukan penyandian secara
elaboratif) pengucapan kata dan pola ritme puisi tersebut; tidak semata-mata
memperhatikan makna puisi tersebut. Meski demikian, seringkali deep
processing lebih efektif. Inilah alasan yang menyebabkan saat kita berusaha
mengingat sesuatu yang tidak bermakna atau tidak penting, biasanya ingatan tersebut
hilang dengan cepat. 

Hormon dan Memori

Wade (2008) mengungkapkan bahwa hormon-hormon yang dilepaskan oileh kelenjar


adrenal selama stres dan selama periode rangsangan emosi yaitu mencakup
epinephrine (adrenalin) dan beberapa jenis steroid yang akan meningkatkan
kemmapuan memori kita. Adanya ketertarikan (arousal) terhadap stimulus
memberikan petunjuk pada otak bahwa suatu peristiwa atau potongan informasi
merupakan hal yang penting, yang harus disandikan dan disimpan sehingga dapat
digunakan kembali pada masa depan. Namun arousal yang ekstrim bukanlah
merupakan sesuatu yang baik.

Hormon yang diproduksi dalam kelenjar adrenal dapat mempengaruhi proses


penyimpanan informasi yang terdapat di otak karena epinephrine mampu
meningkatkan kadar glukosa dalam darah. Gold dalam Wade (2008) mengungkapkan
bahwa, walaupun epinephrine tidak memasuki bagian otak secara langsung, glukosa
akan memasuki bagian otak. Saat memasuki bagian otak, glukosa meningkatkan
kemampuan memori, baik secara langsung atau tidak langsung, yakni dengan
mempengaruhi efek neurotransmiter. Dalam berbagai kasus, glukosa sepertinya
berlaku sebagai bahan bakar untuk otak kita, di saat area-area otak berada dalam
keadaan aktif, area-area tersebut akan mengkonsumsi glukosa lebih banyak.

106
10.5 Aplikasi Neurosains dalam Pembelajaran

Sistem pendidikan saat ini cenderung mengarahkan peserta didik untuk hanya
menerima satu jawaban dari guru untuk kemudian diulangi oleh peserta didik dengan
baik pada saat ujian. Tidak ada ruang untuk berpikir lateral, berpikir alternatif,
mencari alternatif jawaban lain, dan keterbukaan. Potensi berpikir anak-anak ini,
secara tidak sengaja telah dipasung dan dihambat perkembangan otaknya (Rianawaty,
2011).

Pada dasarnya setiap siswa telah dianugerahkan kecerdaasan yang luar biasa. Otak
mampu menyusun ulang informasi dengan informasi yang telah ada sebelumnya
sehingga akhirnya tercipta ide atau gagasan yang telah diperbarui. Proses
pembelajaran yang dikembangkan seharusnya mampu memberikan kesempatan
kepada setiap siswa untuk mengoptimalkan kecerdasan otaknya.

Neurosains memberikan peran penting dalam membentuk pemahaman terhadap


kegiatan belajar.Beberepa teori belajar yang akan dikemukakan meliputi teori
behaviorisme, teori kognitivisme, dan teori konsturktivisme.

Budiningsih (2005: 20) menjelaskan pengertian belajar menurut teori behavioristik


merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara
stimulus dan respon. Belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam
hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil
interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika
mampu menunjukkan perubahan tingkah lakunya.

Para ahli psikologi kognitif, juga berpendapat bahwa belajar merupakan proses
pengorganisasian struktur kognitif. Pendayagunaan kapasitas kognitif manusia sudah
mulai berjalan sejak manusia nulai mendayagunakan kapasitas motorik dan
sensoriknya. Hanya cara dan intensitas pendayagunaan kapasitas kognitif tersebut
tentu masih belum jelas benar. Argumen yang dikemukakan para ahli mengenai hal
ini antara lain ialah kapasitas sensori dan jasmani seorang bayi baru lahir tidak
mungkin dapat diaktifkan tanpa pengendalian sel-sel otak bayi tersebut.

107
Belajar dalam kaitannya dengan teori kontruktivisme diungkapkan oleh Glasersfeld
dan Matthews dalam Suparno (1997:18) yang menjelaskan bahwa pengetahuan
merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri dan bukanlah suatu tiruan dari
kenyataan. Pengetahuan merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan
melalui kegiatan seseorang (meliputi pembuatan skema, kategori, konsep, dan
struktur pengetahuan lainnya).

Penerapan Neurosains dalam kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan


penggunaan peta konsep (mind map). Pembelajaran dengan penggunaan peta konsep
ini mampu meningkatkan sikap kreatif dalam pemunculan ide-ide baru, pemecahan
masalah dengan cara yang khas, sikap imajinatif, dan meningkatkan produktivitas
(Buzan, 2005). Buzan (2005) mengungkapkan bahwa yang termasuk pemikiran kratif
adalah kefasihan dalam pemunculan ide-ide baru, fleksibilitas, dan orisinalitas.

Buzan (2005) mengungkapkan bahwa, untuk menjadi pribadi yang jenius kreatif, kita
perlu membebaskan imajinasi dan mendorong otak untuk membuat asosiasi-asosiasi
yang baru dan lebih kuat di antara ide-ide yang sudah ada dan ide-ide yang baru
dimunculkan. Ketika kita mengembangkan keterampilan kreatif, kita bukan saja
memperbaiki kemampuan untuk menghasilkan ide-ide yang inovatif dan jalan keluar
dari permasalahan, keterampilan kreatif yang kuat akan meningkatkan kemampuan
untuk mengingat segala sesuatu. Hal ini dikarenakan kreativitas dan ingatan adalah
dua proses mental yang sama persis, dan akan mencapai titik terbaik ketika kita
menggunakan imajinasi dan asosiasi.

Belajar melibatkan reaksi perjalanan impuls yang berasal dari stimulus lingkungan
belajar. Belajar diawali dari konsepsi visual yang melibatkan peran dari kelima indera
kita dan informasi yang diterima berbentuk kesan sensorik. Informasi yang ditangkap
oleh indera kita ini, tidak semuanya dapat berada pada struktur kognitif, melainkan
akan dipilih mana informasi yang relevan dengan konsep atau sesuatu yang akan kita
pelajari atau cari tahu. Informasi yang relevan akan menuju memori jangka pendek
yang telah berubah menjadi informasi dalam bentuk kata atau frase. Informasi ini
kemudian akan dikirim ke memori jangka panjang. Belajar dengan memahami makna

108
dari setiap konsep yang dipelajari akan memberikan kemudahan dalam hal
pemanggilan informasi jika dibutuhkan dibandingkan dengan belajar yang bersifat
hafalan.

Belajar bermakna berhubungan dengan cara informasi atau materi yang disajikan
pada siswa, melalui penemuan atau penerimaan. Belajar penerimaan menyajikan
materi dalam bentuk final, dan belajar penemuan mengharuskan siswa untuk
menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang diajarkan. Kemudian materi-
materi dihubungkan dengan informasi atau materi pelajaran pada struktur kognitif
yang telah dimiliki para siswa (Dahar, 1988).

10.6 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Neurosains

Rianawaty (2011) mengungkapkan bahwa sebagai suatu teori pembelajaran berbasis


kemampuan otak (Neuroscience), tentu saja memiliki kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan-kelebihannya adalah sebagai berikut:

1.    Memberikan suatu pemikiran baru tentang bagaimana otak manusia bekerja.

2.    Memperhatikan kerja alamiah otak si pembelajar dalam proses pembelajaran.

3.    Menciptakan iklim pembelajaran dimana pembelajar dihormati dan didukung.

4.    Menghindari terjadinya pemforsiran terhadap kerja otak.

5.    Dapat menggunakan berbagai model-model pembelajaran dalam


mengaplikasikan teori ini. Dianjurkan untuk memvariasikan model-model
pembelajaran tersebut, supaya potensi pebelajar dapat dibangunkan.

Kelemahan-kelemahannya adalah sebagai berikut:

1) Tenaga kependidikan di Indonesia belum sepenuhnya mengetahui tentang


teori ini (masih baru).
2) Memerlukan waktu yang tidak sedikit untuk dapat memahami (mempelajari)
bagaimana otak kita bekerja.

109
3) Memerlukan biaya yang tidak sedikit dalam menciptakan lingkungan
pembelajaran yang baik bagi otak.
4) Memerlukan fasilitas yang memadai dalam mendukung praktek pembelajaran
teori ini.

10.7 Simpulan

Neurosains merupakan bidang kajian mengenai kesadaran dan kepekaan otak dari
segi biologi, persepsi, ingatan, dan keterkaitannya terhadap pembelajaran. Kerja otak
melibatkanaktivitas neuron, dimana impuls listrik mengalir dari neuron menuju
dendrit melalui aksondan berhenti pada ujung akson yang membentuk sinapsis
kemudian dilanjutkan olehneutransmiter untuk diterima oleh penerima khusus pada
neuron berikutnya.

Pada dasarnya belajar adalah pembentukan hubungan-hubungan baru antara neuron,


initerjadi kompleksitas peningkatan cabang-cabang dendrite dalam otak. Oleh sebab
itu belajardalam teori neurosins sangat dipengaruhi kesiapan dalam belajar dan
lingkungan belajar itu sendiri.

Mekanisme mengingat informasi diantaranya ialah melakukan penyandian dengan


tepat, pengulangn, dan pemrosesan makna untuk memperpanjang ingatan. Penerapan
Neurosainsdalam kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan penggunaan peta
konsep (mind map).

Pembelajaran Neurosains memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya salah


satunyaialah memberikan suatu pemikiran baru tentang bagaimana otak manusia
bekerja. Salah satukelemahannya adalah memerlukan waktu yang panjang untuk
memahaminya dan pembelajaran ini masih tergolong baru

110
DAFTAR PUSTAKA

Amini, Umi. (2014). Teori Kognitif Menurut David Ausubel. Diakses dari: http://
www.academia.edu/8176305/Teori_Kognitif_Menurut_David_Ausubel
Ausubel, D.P. (1963). The Psychology of Meaningful Verbal Learning. New York:
Grune & Stratton Publishers.
__________. (1968). Educational Psychology: a Cognitive View. New York: Holt,
Rinehart and Winston.
Berry, Miles. (2009). Meaningful Learning and ICT. Diakses dari:
http://milesberry.net/2009/09/meaningful-learning-and-ict/
Brown, J. S., Collins, A., & Duguid, P. (1989). Situated Cognition and the Culture of
Learning. New jersey: Educational Researcher.
Dahar, Retnowilis. (1988). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Eggen, P., dkk. (1979). Strategies for Teacher, Information Processing Models in the
Classroom. New Jersey: Prentice-hall.  
Gloriasuter. (2011). Pendidikan Karakter (Terintegrasi Dalam Pembelajaran ).
Diakses dari: https://gloriasuter.wordpress. com/2011/07/29/ pendidikan-
karakter/
Hudoyo, Herman. (1990). Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: Penerbit
IKIP Malang
_____________. (1998). Implementasi Penelitian terhadap Pengajaran Matematika.
Jakarta: P3G. Depdikbud.
Jonassen, D. H. (2007). Meaningfull Learning with Technology
(3rd Edition). Publisher: Prentice Hall.
Kemendiknas. (2014). Pendidikan Karakter bangsa, dalam perpustakaan. Diakses
dari: https://gloriasuter.wordpress kemdiknas.go.id/download/ Pendidikan
%20Karakter.pdf
Liyuwanadefi, Shentia. (2013). Pendidikan Karakter. Diakses dari: http://
shentiald.blogspot.co.id/2013/10/makalah-pendidikan-karakter.html

111
Nasution. (2003). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan
Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Schank, R.C. & Cleary, C. (1995). Engines for education. Hillsdale, NJ: Lawrence
Erlbaum
Sulaiman, Dadang. (1988). Teknologi/ Metodologi Pengajaran. Jakarta: P2LPTK
Sutomo, Edi. (2015). Teori Belajar matematika (Brunner, Dienes, Ausubel). Diakses
dari: http://www.academia.edu/15746221/Teori_Belajar_
matematika_Brunner_Dienes_Ausubel_
Tanjung, R. (2015). Pondok Khazanah. Diakses dari: http://rosidahtanjung.
blogspot.co.id/2015/02/penerapan-belajar-bermakna-dalam.html
W. S. Winkel. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.
Zuriah, Nurul. (2007). Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif
Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara.
------------------. (2017). Modul Pelatihan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).
Diakses dari: https://mutudidik.wordpress.com/2017/02/28/modul-pelatihan-
penguatan-pendidikan-karakter/

Mulyawan, Rifqi. (2020). Cognitive Sains.[Internet].[Diunduh Pada Tanggal 6


Februari 2020]. Tersedia Pada: https://rifqimulyawan.com/blog/pengertian-cognitive-
science/

Panji. 2019. Sains Kognitif. [Diakses pada 19 Februari


2022].https://glosarium.org/arti-sains-kognitif/

Saleh, A. A. 2018. Pengantar Psikologi. Makassar : Aksara Timur.

Maria, Ani. 2015. Psikologi kognitif memfokuskan studinya pada bagaimana pikiran
manusia memproses informasi yang didapat sehingga menjadi pengetahuan.
Diunduh tanggal 19 Februari 2022. URL : https://slideplayer.info/slide/1900910/
https://slideplayer.info/amp/12670334/

Solso, Robert, L. 1991. Cognitive Psychology. Singapore: Allyn and Bacon.

Sc : https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_kognitif

112
Solso, R.L., dkk. (2008). Psikologi Kognitif. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sternberg, R.J.(2006) Cognitive Psychology(4th Ed). Belmont, CA : Thomson
Wadsworth.
Aqib, Z. (2002). Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran. Surabaya : Insan
Cendikia

Budiningsih, C.A. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

Dalyono, Psokologi pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009.

Jeanne, Ormrod, Edisi Ke 6 Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan

Berkembang, Jakarta: Erlangga, 2008.

Rusman, Model-Model Pada Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru


Edisi 2,

Jakarta: Rajawali Press, 2012

Andriyani, Dewi. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Universitas


Terbuka

Anangwahid. 2009 http://209.85.175.132/search?


q=cache:57Ip5H61RWsJ:one.indoskripsi .com/ judul-skripsimakalah-
tentang/teori-belajar konstruktivisme+teori+belajar+ bermakna&hl=
id&ct=clnk & cd=6&gl=id&client=firefox-a (Update-20 Feb2009)

Bell, F.H. 1978. Teaching and Learning Mathematics. Lowa:WBC

Learning to Curriculum, Teaching and Learning of Deaf Students. Tersedia pada :


http://files.eric.ed.govfulltextED247712.pdf diakses pada tanggal 9 Oktober
2015

Budiningsih, Asri. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta

Dahar, Ratna Wilis. 2011. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga

113
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta : Rineka
Cipta

Arnold, M. 2007. Pembelajaran IPA Terpadu. [Internet]. [Diunduh Pada 05 Maret


2022] Tersedia pada : http://jeperis.blogspot.com/2007/06/pembelajaran-ipa-
terpadu.html.
Indri. 2016. Hakikat Pembelajaran IPA. [Internet]. [Diunduh Pada 05 Maret 2022].
Tersedia pada : http://indrimudi.blogspot.com/2016/12/makalah-hakikat-
pembelajaran-ipa.html
Juli. 2015. Konsep Sains. [Internet]. [Diunduh Pada 05 Maret 2022]. Tersedia pada :
https://www.misjuli.com/2015/01/makalah-konsep-sains.html?m=1
Certainty Response Index (CRI) Pada konsep Fotosintesis dan Respirasi Tumbuhan.
EDUSAINS. Vol 6 (2) : 147-152.
Faizah,K.2016.Miskonsepsi dalam pembelajaran IPA.Jurnal Pendidikan, Komunikasi
dan Pemikiran Hukum Islam.Vol.8(1):115-128.
Mustaqim, Tri Ade, dkk. 2014. Identifikasi miskonsepsi siswa dengan menggunakan
metode Certainty Response Index (CRI) Pada konsep Fotosintesis dan
Respirasi Tumbuhan. EDUSAINS. Vol 6 (2) : 147-152.
Mulyawan, Rifqi. (2020). Cognitive Sains.[Internet].[Diunduh Pada Tanggal 2 Maret
2020]. Tersedia Pada: https://rifqimulyawan.com/blog/pengertian-cognitive-
science/.
Yuliati,Y.2017.Miskonsepsi siswa pada pembelajaran IPA Serta
Remediasinya.Jurnal Bio Educatio.Vol.2(2):50-58.
Yunia,I.,dkk.2019.Miskonsepsi IPA SMP Pada Topik Fotosintesis dan
Respirasi.Seminar Nasional Pendidikan Sains. 40 – 43.
Luciana,N. 2016. Analisis Miskonsepsi Siswa Dengan Menggunakan Bagan
Dikotomi Konsep Pada Mata Pelajaran IPA Biologi Materi Fotosintesis Siswa
Kelas VIII SMP Negeri 26 Bandar Lampung. [Internet]. [Diunduh Pada
Tanggal 2 Maret 2022]. Tersedia Pada :

114
http://repository.radenintan.ac.id/152/1/SKRIPSI_NUR_ASRI_LUCIANA_N
EW.pdf
Conceptual Change. (2010, Juli 13). Di Wikipedia, Ensiklopedia Bebas. Diakses pada
13.45,
Maret 5, 2022, dari https://en.m.wikipedia.org/wiki/Conceptual_change#
Education.stateuniversity.com. Learning Conceptual Change. [Internet]. Diakses pada
5 Maret 2022. Tersedia pada:
https://education.stateuniversity.com/pages/2164/Learning
CONCEPTUAL-CHANGE.html
Halimah, S. N. (2018). Benang Merah Penemu Teori Heliosentris: Kajian Pemikiran
Ibn Al
Syāṭir. Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam Dan Ilmu-Ilmu Berkaitan, 4(1).
Media Funia. 2013. Model Pembelajaran Perubahan Konseptual. [Internet]. Diakses
pada 5 Maret 2022. Tersedia pada:
http://mediafunia.blogspot.com/2013/01/model-belajar
perubahan-konseptual.html

115

Anda mungkin juga menyukai