MAKALAH
Disusun oleh:
Kalima 190341621621
September 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Petunjuk dan Bukti Evolusi ini tepat pada waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. H. Abdul Gofur, M. Si.
Selaku dosen mata kuliah Evolusi yang telah membimbing kami dalam
penyusunan makalah ini, sehingga kami mendapat wawasan yang sesuai dengan
ilmu terkait dengan bidang studi yang kami tekuni. Terima kasih juga kami
ucapkan terhadap pihak-pihak yang telah berkenan membagi ilmu pengetahuan
yang dimiliki sehingga dapat membantu terselesaikannya makalah ini.
Penyusun
(Kelompok 1)
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Evolusi berasal dari bahasa Latin “evolvere” yang memiliki arti
berkembang. Menurut ilmu biologi, evolusi merupakan proses perkembangan
tahap demi tahap dari segala bentuk kehidupan. Evolusi diartiakan sebagai
perubahan sifat-sifat secara turun-temurun dari suatu populasi dari generasi ke
generasi selanjutnya. Teori evolusi diartikan sebagai himpunan gagasan yang
menjelaskan proses kejadian mengenai fenomena yang lambat laun akan
mengalami perkembangan serta perubahan dalam bentuk dan fungsi. Evolusi
biologi meninggalkan tanda-tanda yang dapat diamati, yang merupakan bukti
pengaruh pada kehidupan di masa lalu dan sekarang (Sholichah, 2019).
Teori evolusi berkembang seiring dengan perkembangan ilmu dan
pengetahuan hingga saat ini. Terdapat berbagai macam versi mengenai teori
evolusi yang berkembang baik di kalangan ilmuwan maupun di masyarakat. Pada
dasarnya teori evolusi merupakan perpaduan antara gagasan (ide) dan kenyataan
(fakta). Charles Darwin (1809-1892) yang menerbitkan buku tentang asal usul
spesies pada tahun 1859 dengan judul On the Origin of Species by Means of
Natural Selection atau The Prevervation of Favored Races in the Struggle for Life
dianggap sebagai pencetus teori evolusi (Fitz, et al., 2007). Teori evolusi dapat
diakui kebenarannya dengan menunjukkan berbagai bukti antara lain dari
perbandingan anatomi, perbandingan embriologi, perbandingan fisiologi, petunjuk
dari alat tubuh yang tersisa, dan petunjuk paleontologi. Dengan berbagai bukti
tersebut menghasiIkan organisme yang berbeda-beda baik dari organ tubuh yang
dimiliki, fungsi masing-masing organ tubuh tersebut, maupun sifat-sifat dari
makhuk hidup yang bersangkutan (Arbi, 2012).
Fosil merupakan salah satu sumber utama dalam mempelajari asal-usul
kehidupan. Terdapat berbagai tokoh-tokoh ilmuwan yang mempelajari tentang
fosil untuk membuktikan dan sebagai petunjuk adanya evolusi. Salah satunya
adalah Lamarck. Lamarck mempublikasikan teori evolusinya pada tahun 1809,
dengan cara membandingkan spesies masa kini dengan bentuk-bentuk fosil.
Lamarck dapat melihat beberapa garis keturunan, masing-masing memberikan
urutan kronologis dari fosil yang lebih tua hingga fosil yang lebih muda yang
menuju ke spesies modern. Ilmu yang mempelajari mengenai fosil disebut dengan
paleontologi (Humphreys, 2010).
1. 2 Rumusan Masalah
Berdasarkan judul dan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari
penulisan makalah ini adalah:
1. Bagaimana petunjuk dan bukti evolusi ditinjau dari anatomi
perbandingan?
2. Bagaimana petunjuk dan bukti evolusi ditinjau dari embriologi
perbandingan?
3. Bagaimana petunjuk dan bukti evolusi ditinjau dari fisiologi
perbandingan?
4. Bagaimana petunjuk dan bukti evolusi ditinjau dari alat tubuh yang tersisa
(vestigal)?
5. Bagaimana petunjuk dan bukti evolusi ditinjau dari palentologi?
6. Siapa sajakah tokoh-tokoh yang mempelajari mengenai fosil?
7. Bagaimana cara menetapkan umur fosil?
1. 3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka dapat ditarik
tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui petunjuk dan bukti evolusi ditinjau dari anatomi
perbandingan.
2. Mengetahui petunjuk dan bukti evolusi ditinjau dari embriologi
perbandingan.
3. Mengetahui petunjuk dan bukti evolusi ditinjau dari fisiologi
perbandingan.
4. Mengetahui petunjuk dan bukti evolusi ditinjau dari alat tubuh yang tersisa
(vestigal).
5. Mengetahui petunjuk dan bukti evolusi ditinjau dari palentologi.
6. Mengetahui tokoh-tokoh yang mempelajari mengenai fosil.
7. Mengetahui cara menetapkan umur fosil.
BAB II
ISI
2. Embriologi Perbandingan
Darwin menyatakan dalam bukunya “On The Origin of Species” bahwa studi
embrio akan memberikan salah satu bukti adanya evolusi. Teori perbandingan
embriologi mulai berkembang pada tahun 1820-1830 an. Menurutnya, terdapat
kesamaan di antara tahap-tahap awal embrio sebagai bukti evolusioner. Selain itu,
sisa-sisa struktur seperti ekor pendek dengan vertebre pada manusia, yang
menurut Darwin adalah bukti bahwa manusia berevolusi dari nenek moyang yang
berekor (Hall, 2010). Pada contoh (gambar 3) menunjukkan bahwa terdapat
kesamaan bentuk dasar pada saat masa perkembangan embrio pada hiu, kadal,
ayam, babi, dan manusia.
Gambar 3. Perbandingan Embriologi
(Sumber: https://www.britannica.com/science/embryology)
3. Fisiologi perbandingan sebagai petunjuk adanya evolusi
Terjadinya evolusi dapat ditunjukkan dengan berbagai bukti dan petunjuk,
salah satunya adalah perbandingan fisiologi. Fisiologi secara makna kata dari
Bahasa Latin, berasal dari kata Fisis (Physis) adalah alam atau cara kerja dan
Logos (Logi) adalah Ilmu pengetahuan. Fisiologi merupakan cabang ilmu biologi
yang mempelajari faal atau pekerjaan atau fungsi dari alat-alat tubuh dan jaringan
tubuh pada makhluk hidup. Anatomi fisiologi memiliki beberapa pengkhususan,
diantaranya fisiologi sel, fisiologi spesifik, fisiologi sistemik dan fisiologi
patologikal (Wahyuningsih & Kusmiyati, 2017).
Untuk mengetahui petunjuk adanya evolusi berarti mempelajari mengenai
biologi evolusioner. Biologi evolusioner merupakan cabang ilmu biologi yang
mempelajari mengenai evolusi atau lebih khususnya asal-usul spesies yang
memiliki nenek moyang yang sama dan penurunan spesies. Terdapat faktor yang
tidak terkendali (terlalu banyak dan tidak terbatas) ketika mencari hubungan
evolusioner mengenai asal-usul spesies yang dilakukan dengan cara mengevaluasi
tingkat kemiripan. Tidak semua tingkat kemiripan pada suatu spesies diwariskan
dari nenek moyang yang sama. Spesies dari cabang evolusi yang berbeda bisa saja
mirip satu sama lainnya. Hal ini dapat terjadi jika mereka memiliki peranan
lingkungan yang mirip dan seleksi alam telah membentuk adaptasi yang analog.
Apabila hal tersebut terjadi maka dinamai dengan evolusi konvergensi, sedangkan
kemiripan akibat konvergensi disebut dengan analogi (Sari, 2020).
Salah satu bukti dari perbandingan fisiologi yang menunjukkan adanya
evolusi adalah sirip depan dan ekor ikan hiu dengan sirip depan dan ekor ikan
paus. Sirip depan dan sirip ekor merupakan organ yang dimiliki oleh ikan hiu dan
paus sebagai organ renang analog yang berevolusi secara independen dan
dibangun dari struktur yang berbeda secara keseluruhan (Sari, 2020). Bukti lain
yang menunjukkan adanya evolusi konvergen adalah kemiripan antara mamalia
marsupial (berkantung) tertentu dengan hewan eutheria (berplasenta) yang mirip
dan telah berevolusi secara independen pada benua lain. Radiasi adaptif di
Australia telah menyebabkan hewan marsupial memiliki banyak peranan ekologi
yang diisi oleh mamalia eutheria di benua lain. Evolusi konvergen telah
menghasilkan sejumlah kemiripan yang luar biasa, tetapi marsupial dan eutaria
berkembang pada garis keturunan mamalia yang terpisah. Salah satu
perbedaannya adalah, bahwa seekor marsupial yang sedang berkembang
menghabiskan sebagian besar waktunya di luar uterus dan menghisap puting,
sementara seekor hewan eutheria menyelesaikan perkembangan embrioniknya di
dalam uterus dan diberi nutrisi oleh plasenta (Campbell, dkk., 2003).
4. Petunjuk dari Alat Tubuh yang Tersisa (Vestigial)
Struktur vestigial adalah organ homolog yang telah kehilangan semua atau
sebagian besar fungsi aslinya dalam suatu spesies melalui evolusi (Solt, 2011).
Organ vestigial juga merupakan sisa-sisa historis dari struktur yang memiliki
fungsi penting pada spesies leluhurnya. Organ vestigial menjadi bukti evolusi
melalu seleksi alam. Pada morfologi beberapa hewan vertebrata dan manusia
dapat ditemukan adanya struktur vestigial. Dalam Origin of Species, Darwin
mengklaim bahwa sisa-sisa dari alat tubuh tersebut ini menawarkan bukti kuat
mengenai perubahan evolusioner karena meskipun fungsinya telah hilang atau
diubah, struktur, perilaku, ataupun proses fisiologis atau biokimia masih tetap ada
(Werth, 2014).
Pada tubuh manusia banyak ditemukan struktur dan respon vestigial yaitu:
a) Tulang ekor: Manusia tidak lagi memiliki ekor eksternal yang terlihat.
Namun manusia masih memiliki tulang ekor dalam kerangka tubuhnya
yang saat ini berfungsi sebagai titik penghubung bagi banyak otot dasar
panggul (Scoville, 2020).
b) Merinding: Refleks pilomotor, yang mengangkat bulu di lengan atau leher
ketika merasa khawatir juga merupakan sisa dari respon vestigial pada
manusia. Pada hewan hal tersebut misalnya seperti tingkah laku landak
yang mengangkat duri mereka saat ada tanda bahaya atau burung, yang
menggelepar saat mendapat tanda bahaya ataupun dingin (Scoville,2020).
c) Plica semilunaris: Struktur yang terdapat di sudut dalam mata
tersebut merupakan sisa membran nictitating (Werth, 2014).
d) Otot occipitofrontalis : Otot ini telah kehilangan fungsi aslinya yaitu untuk
menjaga kepala agar tidak jatuh akan tetapi masih berfungsi untuk tujuan
lain yaitu berkenaan dengan ekspresi wajah (Werth, 2014).
e) Gigi bungsu: Bertepatan dengan pergeseran pola makan manusia ke arah
konsumsi makanan lunak dan olahan, secara bertahap menghilangkan
kebutuhan akan rahang yang besar dan kuat. Dengan berkurangnya ukuran
rahang manusia, gigi geraham terutama gigi bungsu menjadi sangat rentan
terhadap impaksi. Semakin gigi bungsu tidak ada secara bawaan maka
dianggap sebagai fitur sisa dari tubuh manusia (Rogers, 2020).
Sedangkan struktur vestigal yang dapat ditemui pada hewan antara lain yaitu:
a) Burung kormoran yang tidak bisa terbang ( Phalacrocorax harrisi):
Burung endemik dari Kepulauan Fernandina dan Isabela di Kepulauan
Galápagos, memiliki sayap gemuk dan terlalu kecil untuk
memungkinkannya bisa terbang (Werth, 2014).
b) Tulang pinggul ular Boa: Meskipun tidak memiliki anggota badan, ular
Boa masih memiliki korset panggul kecil (tulang pinggul). Tulang pinggul
ini jauh lebih kecil daripada yang ditemukan pada nenek moyang mereka.
Korset panggul ular tersebut merupakan struktur fisik yang diturunkan dari
kondisi leluhur awal dan tidak lagi berfungsi sehingga menjadikannya
vestigial (Kearhley, 2021).
c) Panggul paus : Struktur panggul paus yang mengalami degenerasi saat ini
berfungsi sebagai jangkar yang berguna bagi struktur reproduksi tetapi
dianggap vestigial karena telah kehilangan fungsi sebelumnya sebagai
jangkar untuk kaki belakang yang digunakan dalam bergerak (Senter et al,
2015).
5. Petunjuk Paleonteologi
Paleontologi merupakan ilmu yang mempelajari fosil. Fosil adalah replika
atau peningkatan bersejarah organisme dari masa lalu, yang mengalami
mineralisasi di dalam batuan (Sari, 2020). Definisi fosil mencakup dua kategori
yaitu: (1) sisa-sisa, terutama yang merupakan bagian keras berupa kerangka (fosil
tubuh) dan (2) jejak aktivitas yang merupakan bukti perilaku organisme hidup
(fosil jejak). Selain itu, organisme tertentu terutama bakteri, archaeans, alga, dan
tumbuhan vaskular, menghasilkan molekul organik yang khas dan unik, yang sisa-
sisanya terdegradasi dapat diekstraksi dari sedimen dan diisolasi membentuk fosil
kimia (Brett & Gould,2019).
Menurut Kazmeyer (2017) informasi yang dapat ditemukan dari fosil yaitu:
a) Struktur: Informasi paling mendasar dari ditemukannya fosil adalah
tentang seperti apa rupa atau bentuk hewan dan tumbuhan terkait.
b) Lingkungan: Kondisi fosil dapat menunjukkan lingkungan seperti apa
yang ada pada saat itu. Fosil yang terawetkan dengan baik dan lengkap
mungkin menunjukkan rawa, yang bahan organiknya yang lembut
sehingga membantu mencegah fosil dari pembusukan.
c) Penanggalan: Kedalaman relatif fosil dapat memberikan petunjuk kapan
organisme itu hidup, karena semakin dalam mereka terkubur maka
semakin tua fosil tersebut. Informasi tersebut dapat diverifikasi dengan
penanggalan karbon, yang dapat menunjukkan dengan tepat usia fosil.
d) Geologi: Menemukan fosil serupa di daerah yang berbeda dapat
menunjukkan pola pergerakan kerak bumi yang telah menyebarkan sisa-
sisa makhluk yang pernah hidup di satu tempat.
e) Evolusi: Menemukan fosil serupa dari usia yang berbeda dapat membantu
para ilmuwan untuk memahami bagaimana organisme berevolusi dan
berubah selama jutaan tahun perkembangan.
Prokariota ditempatkan sebagai nenek moyang semua kehidupan dan
memperkirakan bahwa bakteri mendahului semua kehidupan eukariota dalam
catatan fosil. Fosil ikan merupakan yang paling tua dari semua vertebrata lain,
disusul oleh amfibia, reptilia, kemudian burung dan mamalia (Sari, 2020).
Pandangan Darwinian mengenai kehidupan juga memperkirakan bahwa transisi
evolusioner harus meninggalkan tanda-tanda dalam catatan fosil. Catatan fosil
sebagai laboratorium biologis digunakan untuk menguji hipotesis secara ketat di
persimpangan paleontologi dengan beragam disiplin ilmu di seluruh rentang
waktu yang dicakup oleh bumi dan ilmu kehidupan (Jablonski & Shubin, 2015).
Fosil transisi merupakan sisa-sisa organisme yang muncul di antara versi
spesies yang diketahui dan spesies saat ini. Fosil transisi akan menjadi bukti
evolusi karena akan menunjukkan bentuk peralihan dari suatu spesies yang
berubah akibat proses adaptasi yang terjadi dengan lambat (Scoville, 2017). Ahli
paleontologi yang melakukan penggalian di Mesir dan Pakistan berhasil
mengidentifikasi paus yang sudah punah yang memiliki tungkai belakang yaitu
Basilosaurus. Fosil tersebut menghubungkan antara paus modern yang merupakan
mamalia air dengan leluhurnya yang hidup di daratan (Sari, 2020).
Menurut Brett & Gould (2019) Rentang bentuk kehidupan yang terwakili
dalam catatan fosil sangat luas, tetapi dapat dibagi lagi menjadi dua alam yaitu
ekosistem laut dan terestrial.
1) Ekosistem Laut
Kehidupan awal di bumi mungkin berasal dari laut. Catatan aktual
mikroba prokariotik sederhana berkisar lebih dari 3,5 miliar tahun
lalu. Catatan bakteri sederhana ini dalam bentuk stromatolit.
Kemudian Eukariota dengan sel dan organel berinti berkembang mungkin
sekitar 2,5 miliar tahun lalu, terkait dengan peningkatan kadar oksigen
atmosfer dimana organel mereka dapat mewakili bakteri simbiosis. Alga
uniseluler dan multiseluler muncul sekitar 2 miliar tahun yang
lalu. Protista mirip hewan bersel tunggal diwakili oleh fosil berusia sekitar
800 juta tahun. Penemuan terbaru dari Cina menunjukkan bahwa
vertebrata awal, ikan sederhana tanpa rahang, telah berevolusi setidaknya
530 juta tahun yang lalu (Brett & Gould,2019).
2) Ekosistem Darat atau Terestria
Tumbuhan darat yang mengandung spora seperti lumut dan lumut kerak
mungkin telah menginvasi garis pantai berbatu sejauh Proterozoikum
tetapi, tumbuhan darat berpembuluh psilophyta kecil tidak muncul sampai
periode Ordovisium akhir atau silur sekitar 440 juta tahun yang
lalu. Hewan invertebrata darat pertama, mungkin kerabat kaki seribu
muncul pada waktu yang hampir bersamaan, sebagaimana dibuktikan oleh
jejak fosil di paleosol (endapan tanah purba). Banyak kelompok tumbuhan
baru, termasuk lycopods, sphenopsids, pakis, dan nenek moyang
gymnospermae, berevolusi selama waktu yang sangat kritis dalam evolusi
tumbuhan darat pada periode Devonian (sekitar 416–359 juta tahun yang
lalu). Selama Periode Trias Akhir, sekitar 220 juta tahun yang lalu,
dinosaurus muncul. Hewan-hewan ini mendominasi fauna darat
Mesozoikum. Kemudian kematian dinosaurus di ekosistem terestrial
membuka ruang ekologis dan bagi radiasi adaptif mamalia serta kelompok
hewan yang lain (Brett & Gould,2019).
Leonardo da Vinci (1452–1519) menyatakan bahwa fosil merupakan
bukti adanya kehidupan pada masa lampau (Jones, 2011). Leonardo da Vinci
bukan hanya seorang pelukis hebat. Dia juga seorang ahli geologi yang
brilian, seperti yang diungkapkan pada lukisan zaman batu (Gambar 4) yang
menyajikan seri interaktif terbaru. Batuan menumpuk dan berkumpul dan
hancur di gunung, gua, strata, dan screes dalam lukisannya. Lukisan Leonardo
menyajikan imajiner yang berbeda, masing-masing dengan pemandangan
bumi yang kaya dari batu yang dilubangi dan dipahat oleh angin dan air.
Leonardo tidak hanya melihat batu dari sudut pandang seorang pelukis, namun
juga masalah ilmiah (Jones, 2011).
Gambar 6. Sebuah makalah tahun 1798 oleh Cuvier berisi gambar ini yang
menunjukkan perbedaan antara rahang bawah mamut (atas) dan gajah India.
Perbedaan ini mendukung gagasan bahwa mamut memang punah.
(Sumber: https://evolution.berkeley.edu/evolibrary/article/0_0_0/history_08)
Darwin kemudian menyebut fosil mamalia sebagai salah satu dari dua
faktor utama yang membawanya untuk menerima kenyataan evolusi. Menurut
teori Evolusi, spesies yang ada sebelumnya lambat laun berubah menjadi
spesies lain, melalui proses perubahan sedikit demi sedikit dalam jangka
waktu jutaan tahun.
Terdapat beberapa cara untuk menentukan umur fosil, salah satunya dengan
menggunakan Zat Radioaktif dan Metode Stratigrafi
a. Penentuan Umur dengan Zat Radioaktif
Radioaktivitas pertama kali ditemukan pada tahun 1896 oleh
fisikawan Perancis Henri Becquerel (1852-1908) ketika sedang bekerja
dengan material fosforen. Terdapat tiga macam isotop karbon yang
ditemukan secara alami, yakni 12C dan 13C yang stabil, dan 14C yang
bersifat radioaktif dengan waktu paruh peluruhannya sekitar 5730 tahun
(Nugraheni dan Dwijananti, 2012).
Waktu paruh adalah selang waktu yang dibutuhkan agar
aktivitas radiasi berkurang setengah dari aktivitas semula. Waktu paruh
juga dapat didefinisikan sebagai selang waktu yang dibutuhkan agar
setengah dari inti radioaktif yang ada meluruh. Elemen radioaktif ini
berangsur-angsur meluruh sehingga hilanglah sifat radioaktivitasnya
menjadi radioaktif yang massanya menjadi separuh, waktu
peluruhannya disebut waktu paruh atau half life (Nugraheni dan
Dwijananti, 2012).
Aplikasi waktu paruh yang sangat berguna adalah pada
pelacakan radioaktif, hal ini berhubungan dengan penentuan usia
benda-benda kuno. Selama suatu organisme hidup, jumlah isotop C-14
dalam struktur selnya akan tetap konstan. Tetapi, bila organisme
tersebut mati, jumlah C-14 mulai menurun. Dengan mengukur jumlah
C-14 yang terkandung pada fosil, umur fosil bisa ditentukan. Untuk
rekaman sepanjang sejarah, metode ini cukup baik dengan
penyimpangan akurasi sekitar beberapa ratus tahun. Dengan demikian,
mereka dapat menentukan berapa lama organisme tersebut mati
(Jufrida, dkk., 2018).
b. Metode Stratigrafi
Stratifigasi merupakan cabang dalam geologi yang meneliti
lapisan bumi, tepatnya lapisan batuan di lapisan terluar bumi alias
kerak, dan terbentuknya lapisan-lapisan itu. Bidang ini pertama diteliti
mendalam sama Nicolas Steno tahun 1669, yang bikin teori dasar agar
para ilmuwan bisa menganalisa umur fosil berdasarkan letaknya di
lapisan tanah yang berbeda (Kusumayudha, dkk., 2019). Lapisan
stratum dalam tanah dapat dilihat pada gambar di bawah ini: