Anda di halaman 1dari 59

TUTORIAL KLINIK

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepanitraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian Ilmu Penyakit Dalam

di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

Disusun oleh :

Azif Zilal fauqi Fitri Wulan Sari

Aida Tazkiyyatun Nufus Liana Indri Shantika

Behesti Zahra Mardiah Rufaida Amaturrohman

Fadhila Nurrahma Vidini Kusuma Aji

Fatimatuzzahra Zahra Audzi Putri

Pembimbing :

dr. Lusito, Sp.PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2017
OBSERVASI FEBRIS

International Union of Physiological Sciences Commission for Thermal Physiology mendefinisikan demam sebagai suatu keadaan

peningkatan suhu inti, yang sering (tetapi tidak seharusnya) merupakan bagian dari respons pertahanan organisme multiselular (host) terhadap

invasi mikroorganisme atau benda mati yang patogenik atau dianggap asing oleh host.

Secara patofisiologis demam adalah peningkatan thermoregulatory set point dari pusat hipotalamus yang diperantarai oleh interleukin 1

(IL-1). Sedangkan secara klinis demam adalah peningkatan suhu tubuh 1oC atau lebih besar di atas nilai rerata suhu normal di tempat pencatatan.

Sebagai respons terhadap perubahan set point ini, terjadi proses aktif untuk mencapai set point yang baru. Hal ini dicapai secara fisiologis

dengan meminimalkan pelepasan panas dan memproduksi panas.


Mikroba masuk

Antigen dari mikroba dipresentasikan sel T

Merangsang pelepasan pirogen endogen: IL


1, IL 6, TNF

Masuk ke sirkulasi sistemik

Masuk ke daerah preoptik hipothalamus

Merangsang phospolipase A2

Plasma membran arachidonat dilepas

↑ekspresi COX dalam melepas PGE2

↑set point di hipothalamus

Stimulasi saraf simpatis

↑ produksi panas Vasokonstriksi pembuluh darah

↓ eliminasi panas

DEMAM
PATOMEKANISME DEMAM
DEMAM LEPTOSPIRA MALARIA THYPOID
BERDARAH
DENGUE
ANAMNE DEMAM BIFASIK DEMAM SEPTIK DEMAM DEMAM REMITTEN
SIS INTERMITTEN/PERIODIK

tinggi mendadak (2-7 hari) riwayat kontak dengan tikus dan Riwayat berpergian/ tinggal di Demam meningkat perlahan-lahan
biasanya setelah bepergian daerah banjir daerah endemis malaria terutama pada sore dan malam hari
ke daerah endemis lalu turun menjelang pagi
FASE LEPTOSPIRAEMIA TRIAS MALARIA(malaria
DD : - Demam menggigil proxym) secara berurutan: SECARA UMUM (Minggu 1-2)
- Nyeri kepala - Nyeri kepala frontal - Demam
- Nyeri retro-orbital - Nyeri paha, betis dan pinggang - Periode dingin - Nyeri kepala
- Mialgia - Mialgia Dimulai dengan menggigil, kulit - Pusing
- Atralgia - Mual muntah dingin, dan kering, penderita - Nyeri otot
- Ruam kulit - Diare sering membungkus dirinya - Anoreksia
- Mual-muntah - Fotofobia dengan selimut atau sarung - Mual muntah
- Nyeri perut pada saat menggigil, sering - Obstipasi/diare
- Tanda perdarahan FASE IMUN : seluruh badan gemetar, pucat - Sebah
(petekia) - Demam menggigil sampai sianosis seperti orang - Batuk
DBD : - Kelemahan umum kedinginan. Periode ini - Epitaksis
- Tanda perdarahan - Manifestasi perdarahan berlangsung antara 15 menit
(peteki-ekimosis- (epistaksis, petekie, sampai 1 jam diikuti dengan
purpura, perdarahan perdarahan gusi) meningkatnya temperatur.
mukosa, - Periode panas
hematemesis/melena) Wajah penderita terlihat merah,
kulit panas dan kering, nadi
cepat dan panas tubuh tetap
tinggi, dapat sampai 40oC atau
lebih, penderita membuka
selimutnya, respirasi meningkat,
nyeri kepala, nyeri retroorbital,
muntah-muntah dan dapat
terjadi syok. Periode ini
berlangsung lebih lama dari fase
dingin dapat sampai 2 jam atau
lebih, diikuti dengan keadaan
berkeringat.

- Periode berkeringat
Penderita berkeringat mulai dari
temporal, diikuti seluruh tubuh,
penderita merasa capek dan
sering tertidur. Bila penderita
bangun akan merasa sehat dan
dapat melakukan pekerjaan
biasa

DAUR SIKLUS :
Falciparum : 24, 36, 48 jam
Vivax : 48 jam
Ovale : 48 jam
Malariae : 72 jam
PF Secara umum : FASE LEPTOSPIRAEMIA : SECARA UMUM : MINGGU 1 : Demam
- Demam - Demam - Demam MINGGU 2 :
- Hepatomegali - Konjungtiva suffusion - Konjungtiva pucat - Demam
- Tanda-tanda - Rash berbentuk makular, - Ikterik - Bradikardia relatif
perdarahan (rumpleleed makulopapular atau urtikaria - Hepatomegali - Lidah tifoid
+ (> 10)) - Splenomegali - Splenomegali - Hepatomegali
- Pada DBD dapat - Hepatomegali - Splenomegali
dijumpai asites dan - Limfadenopati KHAS PADA MALARIA TTT : - Meterorismus
efusi pleura FASE IMUN : - Falciparum : gejala GIT, - Gangguan kesadaran
- Pada DSS disertai - Ikterik tanda anemia, ikterus, gejala - Roseola (pada orang Indo jarang
penurunan tekanan - Epistaksis serebral, tanda edema paru, ditemukan)
darah <20mmHg, nadi - Petekie tanda hipoglikemi 5 tanda mayor:
yang cepat dan lemah, - Nyeri tekan otot betis - Vivax : tanda anemia, - Lidah tpoid
kulit dingin dan gelisah - Tanda meningitis splenomegali - Bradikardi bradikardi
- Ovale : sama dengan vivax - Demam 7 hari
- Malariae : splenomegali, - Abdominal discamfort
tanda sindroma nefrotik - somnolen

TANDA MALARIA BERAT


(Pernicious manifestation):
- Malaria cerebral (penurunan
kesadaran)
- Tanda asidosis
- Anemia berat
- Tanda gagal ginjal akut
(urine output turun,
kreatinin naik)
- Edema paru
- Tanda hipoglikemia
- Tanda syok
- Perdarahan spontan

PP Secara Umum : - Darah rutin (leukositosis/ - Darah tepi (darah tebal, Darah rutin :
Darah rutin : normal/ sedikit menurun hapusan darah tipis), - leukopenia/leukositosis/N
- Trombositopeni dengan neutrofilia, - Darah rutin - Anemia ringan
- Peningkatan hematokrit peningkatan LED), - Tes Serologi (IFA) - Trombositopenia
- Protombin time trombositopenia - Pemeriksaan cepat --> - Aneosinofilia
memanjang - Urinalisis : proteinuria, ICT(Imunocromatograpictes) - Limfopenia
- NS1hari 1-3 leukosituria, cast - Foto Thorax - Peningkatan LED
- IgM dengue + IgG - LFT : bilirubin direk meningkat LFT :
dengue hari ke 4 tanpa peningkatan OT/PT - Peningkatan SGOT/SGPT
DD : - Ginjal : ureum, kreatinin
- Leukopenia (<5000) - Kultur : darah, urin
- Trombositopenia - Uji Serologi : MAT (Mikroskopik
(<150.000) Agglutination Test, MSAT
- Hematokrit naik 5-10% (Makroskopik Slide
DBD : Agglutination Test)
- Trombositopenia - Leptotek dot
(<100.000)
- Penurunan hematokrit
>20%
DX - Rumple leed Serologi : MAT (microscopic - Pemeriksaan sediaan darah - Uji Widal >o 1/320
- NS1 agglutination test), PCR, mikroskop tebal dan tipis  untuk H 1/640 ATAU DIULANG LAGI
- IgM anti dengue lapang pandang gelap menentukan ada tidaknya NANTI
- IgG anti dengue spesies, stadium dan - Uji Tubex
DEFINISI KASUS kepadatan - Uji Typhidot
1. Kasus Suspect - Diagnostik cepat (Rapid - Uji IgM Dispstick
Demam akut >38,5 dannyeri diagnostic test) yaitu HRP-2, - Kultur salmonella ( px.pasti)
kepala-malaise dan atau aldolase, p-LDH)
conjunctival suffusion dan ada - Malaria berat : kimia darah, DEFINISI KASUS
riwayat kontak dg lingkungan ekg, foto thorax, urinalisis, 1. Suspect : gejala klinis
yang terkontaminasi analisis cairan 2. Probable : Gejala klinis +
2. Kasus Probable serebrospinalis gambaran lab
Pada PPK 1
Kasus suspect dengan 2 gejala
di bawah ini :
- Nyeri betis
- Batuk dengan/tanpa darah
- Sesak nafas
- Ikterik
- Manifestasi perdarahan
- Iritasi meningeal
- Anuria-oliguria dan atau
proteinuria
- Aritmia jantung

Pada PPK 2/3 (dg fasilitas lab)


- Kasus suspect dg IgM (+) pada
RDT dan atau minimal 3 kriteria
lab :
- Proteinuria, hematuria, piuria
- Leukositosis dg neutrofilia
(>80%), limfopenia
- Trombosit < 100.000
- Bilirubin >2mg%, peningkatan
OT/PT, amilase, CPK

3. Kasus Confirmed
- Kasus suspect/probable
disertai dengan salah satu hasil
lab di bawah ini :
- Kultur (+) darah/urine
- PCR (+)
- Serokonversi MAT dari (-)
menjadi (+)/ titer naik 4x dari
awal
- Titer MAT >320
TERAPI Secara umum : - Suportif: atasi dehidrasi, ACT (Artemisinin Base - Tirah baring
- Tirah baring hipotermi, perdarahan, gagal Combination Therapy) - Diet lunak
- Pemberian cairan ginjal - Artesdiaquin (Artesunat 50 - Terapi suportif (antipiretik,
- Medikamentosa - Terapi antibiotik : mg, Amodiakuin 200 mg) antiemetik, cairan adekuat)
simtomatik a) Leptospirosis ringan selama 3 hari - Antibiotik :
- Antibiotik jika ada Doksisiklin 2x100 mg, - Artekin diberi 4 tablet. a) Kloramfenikol 4x500 mg
infeksi sekunder Ampisilin 4x500 mg, (Dihidroartemisinin 40 mg, hingga 14 hari bebas demam
Amoksisilin 4x500 mg piperakuin 320 mg) selama 3 b) Tiamfenikol 4x500mg
b) Leptospirosis sedang/berat hari c) Kotrimoxazole 2x2 tablet
: Penisilin G 1,5 juta unit/ 6 - Coartem (Artemeter 20 mg, selama 2 minggu (1 tablet
jam IV, (karena ada reaksi lumefantrine 120 mg) mengandung 400 mg
jaris selama 3 hari sulfametoksazol dan 80 mg
c) ampisilin 1 gram/6 jam IV, Konvensional : klorqouin trimetoprim)
amoksisilin 1 gram/6 jam Kalau pasien tidak sadar : inj. d) Ceftriaxon 3-4gr dalam
IV artesunat sampai sadar. dextrose 100 cc diberikan
d) Kemoprofilaksis : PROFILAKSIS selama ½ ja per infus 1x1
doksisiklin 200 mg/minggu - Malarone (Atovaquone- selama 3-5 hari
proguanil) : diberikan 1-2 e) Ciprofloxacin 2x500 mg
Penisilin : bisa memicu jarisch hari sebelum dan 1 minggu selama 6 hari
herxheimer ( gejala detoksifikasi sesudah f) Azitromisin 2x500 mg
kuman mati mengeluarkan - Doksisiklin : setiap
endotoksin-->gejala : demam, hari..Diberikan 1-2 hari
hipotensi, sakitkepala, takikardi) sebelum dan 4 minggu
sesudah
- Kloroquine :3x1 Diberikan 1
minggu sebelum dan 4
minggu sesudah
- Meflokuin : Diberikan 2-3
minggu sebelum dan 4
minggu sesudah
- Bila resisten dengan
klorokuin berikan doksisiklin
100 mg/hari atau mefloquin
250 mg/minggu atau
klorokuin 2 tablet/minggu
ditambah proguanil
200mg/hari
- Malaria ibu hamil > kina
Patofisiologi demam malaria Nyamuk Anopheles betina menggigit manusia
Melepaskan sporozoit dari air liurnya ke pembUlUh darah

½ jam – 1 jam sebagian sporozoit msk ke hati dan sisanya mati karena proses fagositosis

Msk ke sel parenkim hati ( perkembangan aseksual )

Terbentuk skizont hati


skizont pecah
Mengeluarkan merozoit ke sirkulasi darah

Merozoit menyerang eritrosit

Tropozoit (dlm)

Eritrosit berparasit ( EP )

Stadium I :
24 jam I  tropozoit berubah menjadi bentuk ring / stadium cincin
( P. Falciparum = bentuk stereo headphone )
Stadium II :
24 jam II  stadium matur
Sitoadhe ren
EP matur Sekuestrasi
Rosetting
Sitokin
Membentuk skizont
eritrosit / skizont pecah
Mengeluarkan merozoit dan menginfeksi eritrosit lain

Sebagian merozoit tumbuh mjd bentuk seksual dlm darah


( mikrogametosit & makrogametosit )

Nyamuk lain menggigit penderita

Terjadi siklus seksual dlm tubuh nyamuk


Fertilisasi
Zigot
Ookinet ( lebih bergerak )
Menembus dinding lambung
Ookista

Mengeluarkan Sporozoit
Migrasi ke kelenjar ludah
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV, 2006.Parasitologi Kedokteran
Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria:
Serangan keadaan mulai dari akhir masa inkubasi & mulai terjadi serangan paroksimal yang terdiri dari
primer : dingin/menggigil, panas & berkeringat. Serangan paroksimal ini dapat pendek atau panjang tergantung
dari perbanyakan parasit dan keadaan immunitas penderita.
relaps Atau disebut rechute :
berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari waktu diantara serangan periodic dari
infeksi primer yaitu setelah periode yang lama dari masa latent (sampai 5thn), biasanya terjadi karena
infeksi tidak sembuh/oleh bentuk diluar eritrosit (hati) pada malaria vivax/ovale
Recrudescense berulangnya gejala klinik atau parasitemia dalam masa 8minggu sesudah berakhirnya serangan primer.
Recrudescense dapat terjadi berupa berulangnya gejala klinik sesudah oeriode laten dari serangan
primer
rekurens berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya serangan primer
laten periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara
dua keadaan paroksimal.
Terapi malaria
Malaria berat
Penilaian Demam Tifoid Prof Soeharyo

Gejala Skor Penilaian Demam Tifoid menurut Nelwan


Demam febris ≥ 7 hari 2
Bradikardi relative 2 Gejala Skor
Kesadaran menurun 2 Demam < 1 minggu 1
Splenomegali 2 Sakit kepala 1
Distensi abdomen 2 Lemah 1
Roseola 1 Mual 1
Lidah tifoid 1 Nyeri perut 1
Hepatomegali 1 Anoreksia 1
Nyeri abdomen 1 Muntah 1
Gangg GIT lain 1 Gangguan motilitas 1
Gejala klinis ≥ 10  + tifoid Insomnia 1
Hepatomegali 1
Splenomegali 1
Demam > 1 minggu 2
Bredikardi relative 2
Lidah tifoid 2
Melena 2
Gangguan kesadaran 2
Skor 1-20, semakin tinggi skor semakin mendukung
demam tifoid. Penilaian klinis suspek demam tifoid skor
≥ 8.
LEPTOSPIROSIS
Morfologi P.vivax P.malariae P.ovale P.Falcifarum
Jenis Malaria Tertiana Kuartana Tertiana
FASE P. FALCIPARUM P. VIVAX P. OVALE P.
MALARIAE
RING Accole Form (menempel Schuffner’s Schuffner’s -
di dinding) dot dot
TROPOZOIT Headphone Schuffner’s Schuffner’s Band Form
Configuration dot dot
SCHIZOIT Star in the sky Schuffner’s Schuffner’s Ziemann’s
dot dot dot
GAMETOSIT Sausage/cresent/banan - - -
a shape
Pola demam Penyakit
Kontinyu Demam tifoid, malaria falciparum malignan
Remitten Sebagian besar penyakit virus dan bakteri
Intermiten Malaria, limfoma, endokarditis
Hektik atau septik Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik
Quotidian Malaria karena P.vivax
Double quotidian Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid
arthritis, beberapa drug fever (contoh karbamazepin)
Relapsing atau periodik Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis
Demam rekuren Familial Mediterranean fever

Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi derajat
suhu selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam, dan respons
terapi. Gambaran pola demam klasik meliputi:

Demam Kontinyu
Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu tubuh
yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4 oC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal
suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

Gambar 1.Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi


relatif)
Demam Remiten

Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal
dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling
sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu
(Gambar 2.). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh
proses infeksi.

Gambar 2. Demam remiten

Demam Intermiten
Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan
puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua
yang ditemukan di praktek klinis.

Gambar 3. Demam intermiten


Demam Septik/ Hektik
Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan
perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar. 

Demam Quotidian
Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang
terjadi setiap hari.

Demam Quotidian Ganda 
Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam).

Gambar 4. Demam quotidian


Undulant Fever 
Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi
selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.

Prolonged Fever
Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam
melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya lebih dari 10 hari untuk infeksi
saluran nafas atas.

Demam Rekuren
Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu
penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ
multipel.

Demam Bifasik 
Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda
(camelback fever pattern,atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik
dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue,
demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus),
dan African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).
Relapsing Fever dan Demam Periodik
 Demam Periodik
Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular atau
irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa
bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana digunakan
bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4)
(Gambar 5.)dan  brucellosis.

Gambar 5. Pola demam malaria

 Relapsing Fever
Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam  rekuren yang disebabkan
oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu (louse-borne RF)
atau tick (tick-borne RF).

Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)

Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-tiba
berlangsung selama 3 – 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi yang
hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6 oC pada tick-borne fever dan 39,5oC
pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi myalgia, sakit kepala, nyeri perut, dan
perubahan kesadaran. Resolusi tiap episode demam dapat disertai Jarish-Herxheimer
reaction (JHR) selama beberapa jam (6 – 8 jam), yang umumnya mengikuti pengobatan
antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan endotoxin saat organisme dihancurkan
oleh antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah mengobati pasien syphillis. Reaksi ini
lebih jarang terlihat pada kasus leptospirosis, Lyme disease, dan brucellosis. Gejala
bervariasi dari demam ringan dan fatigue sampai reaksi anafilaktik full-blown.

Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan Streptobacillus
moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 – 10 minggu sebelum awitan gejala merupakan
petunjuk diagnosis.

Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887, pada
awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit pasien dengan
penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk LH. Pola terdiri dari
episode rekuren dari demam yang berlangsung 3 – 10 hari, diikuti oleh periode afebril
dalam durasi yang serupa. Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan dengan
destruksi jaringan atau berhubungan dengan anemia hemolitik. 

Gambar 7.  Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein).


Patofisiologi Demam

Mekanisme demam terjadi ketika pembuluh darah disekitar hipotalamus terkena


pirogen eksogen tertentu (seperti bakteri) atau pirogen endogen (Interleukin-
1, interleukin-6, tumor necrosis factor) sebagai penyebab demam, maka metabolit
asam arakidonat dilepaskan dari endotel sel jaringan pembuluh darah. Metabolit
seperti prostaglandin E2, akan melintasi barrier darah-otak dan menyebar ke dalam
pusat pengaturan suhu di hipotalamus, yang kemudian memberikan respon dengan
meningkatkan suhu. Dengan titik suhu yang telah ditentukan, hipotalamus akan
mengirimkan sinyal simpatis ke pembuluh darah perifer. Pembuluh darah perifer
akan berespon dengan melakukan vasokonstriksi yang menyebabkan
penurunan heat loss melalui kulit.

Peningkatan aktivitas simpatis juga akan menimbulkan piloerection. Jika


penyesuaian ini tidak cukup menyelamatkan panas dengan mencocokkan titik suhu
yang baru, maka akan timbul menggigil yang dipicu melalui spinal dan supraspinal
motor system, yang bertujuan agar tubuh mencapai titik suhu yang baru.

Ketika demam terjadi, banyak rekasi fisiologis berlangsung, termasuk konsumsi


oksigen meningkat sebagai respon terhadap metabolisme sel meningkat,
peningkatan denyut jantung, peningkatan cardiac output, jumlah leukosit meningkat,
dan peningkatan level C-reactive protein. Konsumsi oksigen meningkat sebesar 13%
untuk setiap kenaikan 1°C suhu tubuh, asalkan menggigil tidak terjadi. Jika
menggigil ada, konsumsi oksigen dapat meningkat 100% sampai 200%.
Beberapa sitokin dilepaskan selama keadaan demam yang akan menginduksi
fisiologis stres (tegang). Sitokin ini dapat memicu percepatan katabolisme otot
dengan menyebabkan penurunan berat badan, kehilangan kekuatan, dan
keseimbangan negatif nitrogen negatif. Fisiologis stres diwujudkan dengan
ketajaman mental menurun, delirium, dan kejang demam, yang lebih sering terjadi
pada anak-anak.

Pada tahap akhir jika demam turun, penurunan suhu badan sampai ke suhu normal,
maka akan ditandai dengan kemerahan, diaforesis, dan tubuh akan merasa hangat.

Hasil penelitian dengan model berbagai hewan menunjukkan bahwa demam


memiliki beberapa efek respons tubuh menguntungkan terhadap infeksi. Heat shock
proteins (HSP) adalah salah satu penelitian fever-responsive proteins yang baru-
baru dipelajari. Protein ini diproduksi selama keadaan demam dan sangat penting
untuk kelangsungan hidup sel selama stres. Studi menunjukkan bahwa protein ini
mungkin memiliki efek anti-inflamasi dengan menurunkan kadar sitokin pro inflamasi.
Demam juga memicu efek menguntungkan lainnya, termasuk peningkatan aktivitas
fagositik dan bacteriocidal neutrofil serta meningkatkan efek sitotoksik limfosit.
Beberapa bakteri menjadi kurang ganas dan tumbuh lebih lambat pada suhu lebih
tinggi yang berhubungan dengan demam. Peningkatan kadar C-reactive
protein mendorong fagosit lebih patuh untuk menyerang organisme, memodulasi
radang, dan mendorong perbaikan jaringan.
REMATIK
OSTEOARTRITIS ARTRITIS RHEUMATOID ARTRITIS GOUT

ANAMNESIS  Nyeri sendi yang bertambah saat  Nyeri dan kekakuan sendi berkurang  Gejala inflamasi (Eritem, nyeri
beraktivitas dan berkurang dengan aktivitas hebat, pembengkakan dan
dengan istirahat  Pembengkakan dan nyeri sendi pagi peningkatan suhu pada sendi yg
 Kekakuan sendi menetap dan hari sekurang-kurang nya 1 jam. terkena) -->sulitberjalan.
bertambah berat  Terkadang hilang timbul  Riwayat konsumsi makanan tinggi
 Pada pasien usia tua/ >50 tahun.  Usia 20-45 th / wanita muda purin
 Nyeri dan kekakuan sendi setelah  Wanita>Laki-laki  Riwayat jarang minum air putih
imobilisasi lama (Timbul saat  Riwayat RA pada keluarga dekat  Obesitas
bangun pagi nyeri <20 menit)  Penyakit gagal ginjal kronis
 Nyeri tiba2
PF - Gangguan ROM Manifestasi artikular Stadium artritis gout akut ditemukan :
- Krepitasi pada persendian yang Reversible  Peradangan monoartikular unilateral
terkena - Ditemukan tanda sinovitis  Kesulitan dalam aktivitas
- Perubahan gaya berjalan, :kemerahan, Bengkak, Panas,  Dapat timbul gejala sistemik 
gangguan fungsi sendi maupunnyeri. demam, malaise
- Pembengkakan sendi asimetris - Berkurangnya lingkup gerak sendi  Lokalisasi : sendi MTP-1, bisa juga di
- Predileksi :((diproximal interphalang) sendi kecil ekstremitas yang lain
- Deformitas sendi permanen
PIP, simetris  Monoartritis
- Tanda inflamasi akut sendi :
Irreversible  Predileksi persendian metatarsop
peningkatan suhu, nyeri tekan,
Tanda sesuai predileksi sendi halangeal 1
gangguan gerak, kemerahan
- Predileksi: Terutama sendi b esar  Vertebra cervical : kekakuan leher,
subluksasi, gangguan stabilitas  Stadium artritis gout kronik
yang menumpu berat badan ex:
 Seperti artritis gout akut, namun
lutut, panggul, sendi jumlah sendi yang terkena dapat
- tangan: CMC,PIP,DIP, asimetris  Gelang bahu : Berkurang lingkup bertambah banyak
- NODUL DI OA namanya Nodul gelang sendi, Frozen shoulder  Stadium gout kronis bertofus
bokat syndrome  Serangan poliartikular disertai
 Siku : Parestesia digiti IV, V dan tofus terutama pada sendi yang
paralisis fleksor digiti V sering serangan
 Tangan : swan neck deformities,
boutunniere, CTS
 Panggul : keterbatasan ROM
 Nodul di RA : NODUL RHEMATOID
Manifestasi Ekstraartikular
 Kulit : nodul reumatoid, purpura
 Mata : keratokonjungtivitis sicca,
skleritis
 THT : xerostomia, Nyeri tenggorokan
 Sist. Respirasi : nyeri tenggorokan,
nyeri telan
 Sist. Kardiovaskular : perikarditis,
penyakit jantung sistemik,
miokarditis
 Sistem GI : vaskulitis
 Sistem UG : nefropati membranosa
 Sist. Saraf : mielopati, neuropati
PP - Radiologi : rontgen sendi,  Darah perifer : anemia, trombositosis,  Px.laborat : serum uratdarah,
artroskopi, artrografi (celah sendi peningkatan LED & CRP. asamuraturin 24 jam
menyempit, ditemukan kista  Analisis cairan sendi inflamasi: leukosit  Px.analisiscairansendi
pada tulang, sklerosis subkondral, 5000-50000/µL, PMN >50%, protein  Temuankristal monosodium urat
osteofit di sekitar sendi) meningkat, glukosa menurun, kristal (-),  Kondisiinflamasi ( leuko 5 rb - 8
- Laboratorium darah : Tidak kultur bakteri (-) rb/mm)
ditemukan abnormalitas pada px  RF (+)  Px.radiologi : tdk spesisfik pada kondis
imunologi  Erosi sendi awal penyakit, soft tissue swelling pd
sekitar sendi
 Predileksi : phalang metatarsal 1
DX 1. Kriteria OA sendi lutut Mnrt ARA (American Rheumatism Menurut American College Of Reumatology
 Berdasar gejala& lab : nyeri lutut + Association,1987), diagnosis RA dpt (ACR) 1977:
min 5 dari 9 kriteria : ditegakkan apabila 4 dari 7 kriteria:  Ditemukan kristal monosodium urat
 Usia> 50 th pada cairan sendi
 Kekakuan < 30 menit  Morning Stiffness > 1 jam  Terdapat tofus berisi kristal
 Krepitus  Artritis pada 3 sendi atau lebih. monosodium urat
 Bony tenderness  Artritis pada sendi tangan atau  Terdapat 6 dari 12 kriteria klinis,
 Pembengkakan tulang pergelangan tangan. laboratoris, dan radiologis sebagai
 No palpable warmth  Pembengkakan sendi yg simetris. berikut :
 LED < 40 mm/jam  Nodul subkutan a. Terdapat lebih dari satu kali serangan
 Reumatoid factor < 1:40  Faktor serum rematoid (+) arthritis akut
 SF OA  Perubahan gambaran Radiologi : b. Inflamasi maksimal terjadi dalam waktu
 Berdasar gejala & radiologi : nyeri adanya erosi / dekalsifikasi tulang yg 1 hari
lutut + min 1 dari 3 kriteria berlokasi pada sendi atau daerah yg c. Arthritis monoartikuler
 Usia> 50 th berdekatan dengan sendi d. Kemerahan pada sendi
 Kekakuan< 30 menit  DX ditegakkan apabila ditemukan e. Bengkak dan nyeri pada MTP-1
 Krepitus setidaknya kriteria 1-4 yang dialami f. Arthritis unilateral yang melibatkan MTP-
 ±osteofit minimal 6 minggu. 1
 Berdasar gejala klinis : nyeri lutut + g. Arthritis unilateral yang melibatkan
min 3 dari 6 kriteria sendi tarsal
 Usia> 50 th h. Kecurigaan terhadap adanya tofus
 Kekakuan< 30 menit i. Pembengkakan sendi yang asimetris
 Krepitus (radiologis)
 Bony tenderness j. Kista subkortikal tanpa erosi (radiologis)
 Pembengkakan tulang k. Kultur mikroorganisme negative pada
 No palpable warmth cairan sendi
2. Kriteria OA sendi tangan
Nyeri atau kekakuan di sendi tangan
+ 3/4 dari GK berikut :
 Pembengkakan jar.lunak pd
2/lebihsendi DIP
 Pembengkakan <dari 3 sendi MCP
 Pembengkakan jar.keras min 2
sendi DIP
 Deformitas min 1 dr 10 sendi
tertentu
3. Kriteria OA sendi panggul
Nyeri pinggang & min 2 dr 3
gejalaberikut :
 LED > 20 mm/jam
 Px.radiografi femoral : osteofita
setabulum
 Penyempitan celah sendi pada
px.radiografi ( superior, aksila,
danatau medial )
TERAPI Medikamentosa Tujuan Terapi : Pengobatan gout arthritis akut bertujuan
SYSDOA= SymptomModifying Drugs for o Menghilangkan Inflamasi  menghilangkan keluhan nyeri
OA o Cegah deformitas sendi,
1.Analgetik o Mengembalikan fungsi sendi  mencegah serangan berulang,
 Analgesik oral o Cegah destruksi jaringan  mencegah komplikasi akibat
OAINS non spesifik lebih lanjut.  deposisi kristal monosodium urat
a. Kondro degeneratif : di sendi dan organ lain
ex: indometasin,aspirin, ibuprofen Tx.medikamentosa  Mengatasi kondisi terkait gout
dan naproksen.  OAINS seperti obesitas,
b. Kondronetral :diklofenak.  Diberi sejak awal munculnya gejala hipertrigliseridemia, hipertensi
c. Kondroprotektif : inflamasi  Terdiri atas 2 tahap :
piroksikam,as.tioprofenat  OAINS tidak melindungi kerusakan  Tahap 1: Hilangkan keluhan nyeri
Analgetik yang dapat digunakan : rawan sendi dan tulang dari proses sendi dan peradangan
parasetamol, ibuprofen, capsaisin, destruksi  Kolkisin 0,5 (3x1) ( menghambat
tramadol,propoxifen dan naproxenJgn  DMARDs migrasi granulosist ke daerah radang )
lupa berikan gastroprotektor .  Sulfasalazin 1x500 mg/hr  obat OAINS : Indometasin 150-
 MTX7,5-10 mg/minggu (IV) 200 mg/hr slm 2-3 hr
 Analgetik topikal : Gel natrium  Klorokuin fosfat 250 mg/hr atau  Kortikosteroid : prednison 20-40
diklofenak 1% hidroksi klorokuin 400 mg/hr mg/hr, tapering off dalam 1-2 minggu
 OAINS Cox-2 Inhibitor: celecocib  Leflunomid 100 mg/hr  Tahap 2 : Jaga kadar asam urat darah
(celebrek)  Agen biologik agar selalu DBN
 Kortikosteroidsistemik  Urikosurik : Probenecid 0,5 g/ hari
3.Kondroprotektor Agent ( 4-6 bln )ex : (ESO pembentukan kristal urat di urin
Glukosamin Sulfat, Kondroitin Sulfatdan Terapi bedah orthopedi dan deposisi as. Urat)
Hyaluronic Acid ( rekonstitusi cairan Terapi orthotic  Penghambat xantin oksidase :
sinovial) allopurinol. Dosis maksimal pemberian
800 mg/hari (ESO sindrom dispepsia,
B.DMOADs = Disease Modifying OA nyeri kepala, diare, pruritic papular
Drugs.digunakan untuk mengurangi rash, dan kemungkinan
progress penyakit. hipersensitivitas)

DMOADs msh dlm tahap penelitian, but Obat penurun asam urat penurun asam
ada bbrp yg potensial : urat seperti
- Tetrasiklin  alupurinol 800 mg/hr
- Glycosaminglycan Menurunkan kadar urat serum dan
- Pentosan Polisulfat. urin dengan cara menghambat
pembentukan asam urat (hambat
Bedah xanthin oxidase)
a) Arthroscopic  Urikosurik 0,5 g/hr
debridement Meningkatkan ekskresi urat pada urin
b) Joint lavage Pada fase akut tdk boleh diberikan
c) Osteotomy alupurinol : karena akan merangsang
d) Arthroplasty sendi total penurunan asam urat-->merangsang
mobilisasias.urat sehingga terjadi
Non medikamentosa peningkatan saturasi asam urat pada
 Edukasi sendi-->penumpukan as.urat--
 Fisioterapi dan Rehabilitasi >merangsang gejala .
 Penurunan berat badan
 Mengurangi aktivitas yang Fase akut boleh diberikan urikosurik.
merangsang sendi berlebihan
 Koreksi mal alignment
 Terapi akupuntur
KOMPLIKASI  Osteonekrosis spontan sendi  Nyeri sendi memberat dan  Kerusakan sendi
lutut keterbatasan  Nefrolithiasis
 Bursitis  Deformitas swan neck  Pembentukan tofus
 Artropati mikrokristal  Felty syndrome (neutropenia,  Arthritis degeneratif berat
splenomegali)  Infeksi sekunder
 Iskemik koroner  Nefropati asam urat
 Peningkatan risiko infeksi  Fraktur pada sendi dengan tofus
OSTEOARTRITIS

Osteoartritis adalah penyakit sendi degeneratif yang ditandai dengan kerusakan rawan sendi dan tulang subkondral dan menyebabkan nyeri pada

sendi. Osteoartritis (OA) merupakan bentuk artritis yang paling sering ditemukan di masyarakat, bersifat kronis, berdampak besar dalam masalah

kesehatan masyarakat. Proses penyakitnya tidak hanya mengenai rawan sendi namun juga mengenai seluruh sendi, termasuk tulang subkondral,

ligamentum, kapsul dan jaringan sinovial serta jaringan ikat periartikular. Pada stadium lanjut rawan sendi mengalami kerusakan yang ditandai

dengan adanya fibrilasi, fissura dan ulserasi yang dalam pada permukaan sendi. Harus dipahami bahwa pada OA merupakan penyakit dengan

progresifitas yang lambat, dengan etiologi yang tidak diketahui. Terdapat beberapa faktor risiko OA, yaitu: obesitas, kelemahan otot, aktivitas

fisik yang berlebihan atau kurang, trauma sebelumnya, penurunan fungsi proprioseptif, faktor keturunan menderita OA dan faktor mekanik.

Faktor risiko tersebut mempengaruhi progresifitas kerusakan rawan sendi dan pembentukan tulang yang abnormal. OA paling sering mengenai

lutut, panggul, tulang belakang dan pergelangan kaki. Karakteristik OA ditandai dengan keluhan nyeri sendi dan gangguan pergerakan yang

terkait dengan derajat kerusakan pada tulang rawan (Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoartritis, 2014).
ARTRITIS REUMATOID

Artritis Reumatoid (AR) adalah penyakit autoimun yang etiologinya belum diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosif yang simetris dan pada

beberapa kasusdisertai keterlibatan jaringan ekstraartikular. Perjalanan penyakit AR ada 3 macam yaitu monosiklik, polisiklik dan progresif.

Sebagian besar kasus perjalananya kronik kematian dini.


ARTRITIS GOUT

Gout is an inflammatory reaction to monosodium urate crystals. In the human body, urate is constantly near its limit of solubility, in a flux

balance between production and elimination. Gout is characterized by painful joint inflammation, most commonly in the first

metatarsophalangeal joint, resulting from precipitation of monosodium urate crystals in a joint space. Gout is typically diagnosed using clinical

criteria from the American College of Rheumatology. Diagnosis may be confirmed by identification of monosodium urate crystals
in synovial fluid of the affected joint.

Genetic mutations may be associated with overproduction or more often under excretion of uric acid because of defects in the renal urate

transporter system. The prevalence of gout increases with age and peaks at more than 12% in persons older than 80 years. Because female sex

hormones increase urinary excretion of uric acid, pre menopausal women have a substantially lower prevalence of gout compared with men

(2.0% vs. 5.9%). Consuming alcoholic drinks (particularly beer), meat (especially red meat, wild game, and organ meat), some seafood (e.g.,

shellfish, some large saltwater fish), fruit juice, and beverages sweetened with high fructose corn syrup increases the risk of gout.

Anda mungkin juga menyukai