Disusun Oleh :
Kelompok I
Om Swastiyastu,
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat serta Karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis
berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya dengan judul
“Kerukunan Antar Umat Beragama dalam Pandangan Agama Hindu”.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Tuhan senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Artinya :
“Semoga kami memiliki kerukunan yang sama dengan orang-orang yang
dikenal dengan akrab, semoga kami memiliki kerukunan yang sama dengan orang-
orang asing, semoga Engkau memberkahi kami dengan keserasian
(kerukunan/keharmonisan).”
Janam bibhrati bahudha vivacasam, nanadharmanam prthivi yathaukasam,
sahasram dhara dravinasya me duham, dhruveva dhenur anapasphuranti
( Atharvaveda XII.I.45)
Artinya :
“Semua orang berbicara dengan bahasa yang berbeda-beda, dan memeluk
Agama (kepercayaan) yang berbeda-beda, Sehingga Bumi Pertiwi bagaikan
sebuah keluarga yang memikul beban. Semoga Ia melimpahkan kemakmuran
kepada kita dan menumbuhkan penghormatan diantara kita, seperti seekor sapi
betina kepada anak-anaknya”
Bahkan umat Hindu selalu berdoa untuk keselamatan seluruh mahluk hidup,
seperti bait ke 5 Puja Trisandya yang wajib dilantunkan 3 (tiga) kali dalam sehari
oleh umat Hindu yang taat :
Artinya :
“Hyang Widdhi ampunilah hamba, semoga semua mahluk hidup
(Sarwaprani) memperoleh keselamatan ( hitangkara ),bebaskan hamba dari segala
dosa dan lindungilan hamba. (Keterangan. : Mahadewa dan Sadasiwa adalah
nama-nama ke-Maha Kuasa-an Hyang Widdhi Wasa/Tuhan YME).”
2.2. Perintah-perintah Hyang Widdhi kepada manusia supaya selalu hidup rukun
Didalam pustaka suci weda terdapat perintah-perintah Hyang Widhi tentang
hidup rukun diantaranya :
1. Tri Hita Karana.
2. Tri Kaya Parisudha,
3. Catur paramita
4. Tat Twam Asi
1. Tri Hita Karana
Tri Hita Karana artinya tiga penyebab kebahagiaan yaitu :
a. Membina hubungan yang harmonis antara manusia dengan Hyang Widdhi
Wasa/ Tuhan YME (Parahyangan)
b. Membina hubungan harmonis antara manusia dengan manusia tanpa
membedakan asal usul, ras, suku, agama, kebangsaan dan lain-lain.
(Pawongan)
c. Membina hubungan harmonis antara manusia dengan alam lingkungan
(Palemahan)
3. Catur Paramita
Di samping dalam pergaulanya di masyarakat, manusia diperintahkan
untuk selalu mendasarkan tingkah lakunya kepada “Catur Paramita” yaitu :
a. Maitri, mengembangkan rasa kasih sayang.
b. Mudhita, membuat orang simpati.
c. Karuna, suka menolong.
d. Upeksa, mewujudkan keserasian, keselarasan, kerukunan dan keseimbangan
Selain enam musuh utama dalam diri manusia yang harus dikalahkan,
adalagi yang disebut Sad Atatayi, yaitu enam kejahatan yang membuat manusia
menderita, sehingga dilarang untuk dilakukan yaitu :
a. Agnida: membakar milik orang lain.
b. Wisada: meracuni dengan racun ( insektisida maupun bahan kimia atau obat-
obat terlarang) orang lain atau mahluk lain.
c. Atharwa: menggunakan ilmu hitam (misalnya santet, sihir, gendam, leak dan
lain-lain) untuk menyengsarakan orang lain.
d. Sastraghna: mengamuk atau membunuh.
e. Dratikrama: memperkosa termasuk juga pelecehan seksual.
f. Rajapisuna: memfitnah
2.4. Kerukunan beragama dalam sejarah di Indonesia
Pada masa kerajaan-kerajaan di Indonesia, perselisihan antara sekte-sekte
agama Hindu (sekte: Brahmanisme, Waisnawa, Siwaisme, Pasupata, Sora, Kala,
Sakta, Bairawa, Ganapateya dll) dirukunkan oleh Mpu Kuturan. Mpu Kuturan
yang menjabat sebagai penasehat Raja Udayana ( Th.989-1011 M) menggabungkan
berbagai sekte keagamaan Hindu yang ada di Bali menjadi tiga sekte besar. Mpu
Kuturan memperkenalkan konsep Tri Murti yang diaktualisasikan dalam bentuk
Kahyangan Tiga, yaitu : Pura Desa, Pura Puseh dan Pura Dalem, yang disungsung
oleh tiap-tiap Desa pekraman(desa Adat) di Bali.
Perbedaan antara Siwaisme dan Budisme di Indonesia, dirukunkan oleh Mpu
Tantular di jaman Majapahit(Th.1380 M) menjadi Agama Siwa-Budha, yang
tertuang dalam buku Sutasoma, dimana Purusadha mewakili Siwaisme dan
Sutasoma mewakili Budhisme. Didalam Buku Sutasoma terdapat kalimat
“Bhineka Tunggal Ika, tan hana dharma mangrwa “, artinya : Meskipun
berbeda-beda tetap Satu, tidak ada kebenaran mendua.
Penyatuan sekte-sekte ini tidak bertentangan dengan Weda, kitab sucinya
umat Hindu, kitab yang berasal dari Hyang Widdhi, seperti dinyatakan langsung
oleh Hyang Widdhi dalam BG. XV.15” Weda ntakrid wedawid ewa ca ‘ham/
Akulah pencipta weda dan Aku yang mengetahui isi weda. Kitab Weda disebut
juga sastrawiddhi/ sastra brahman karena berasal dari Hyang
Widdhi/Brahman/Tuhan YME.
Didalam Weda (Rg.Veda I.64.46) terdapat mantra berikut : Ekam sadvipra
bahudha vadanti, yang artinya : Ia adalah Esa (Ekam Sad=Ia Satu/Esa). Para
bijaksana(Vipra=orang bijak) menyebut dengan berbagai nama (bahudha
vadanti=menyebut dengan berbagai nama ).
Penyatuan Siwa-Budha tidak otomatis membuat umat Budhis menjadi
Siwaisme atau sebaliknya penganut Siwaisme menjadi Budhis. Penyatuan hanya
dalam tataran sosial kemasyarakatan.Dengan konsep agama Siwa-Budha para
menganut Siwaisme dan Budhisme bisa hidup rukun, meski tetap dalam perbedaan
tata cara ritual, tempat ibadah maupun penyebutan terhadap nama Tuhan Yang
Maha Esa.
Bahkan saat upacara besar seperti Tawur Agung ke Sanga, menjelang tahun baru
Saka/NYEPI), ke empat Pendeta yaitu, Pendeta Siwa, Pendeta Waisnawa, Pendeta dari
Brahmanisme dan Pendeta Buddha secara bersama-sama muput upacara Tawur Agung
Kesanga.
Wahai umat manusia, Aku memberimu sifat-sifat ketulusan, keikhlasan, mentalitas yang
sama dan perasaan berkawan tanpa kebencian (permusuhan). Seperti halnya induk sapi
mencintai anak-anaknya yang baru lahir, begitulah seharusnya kalian saling mencintai
satu sama yang lain.( Sahrdayam sammanasyam, avidvesam krnomi vah, anyo anyam
abhi haryata, vatsam jatam ivighnya) ( Atharvaveda III. 30.1)
Wahai umat manusia, berbicaralah dengan kata-kata yang lebih manis dari pada
mentega dan madu yang dijernihkan (Ghrtat svadiyo madhunas ‘cavovata) ( Rg.veda.
VIII.24.20)
Seseorang yang berbicara dengan kata-kata yang manis menerima berkah (dari Hyang
Widdhi ) (Apnoti sukta vakena asisah )( YayurvedaXIX.29)
Dia yang dapat menahan nafsu birahi dan amarah didunia ini, sebelum meninggalkan
jasad raganya, dia adalah Yogi, dia adalah orang yang bahagia. (Saknoti ‘hai wa yah
sodhum, prak sarira wimoksanat, kamakrodhadbhawam wegam, sa yuktah sa sukhi
’narah). (Bhagavadgita V.23)
Menguasai panca indriya, perasaan dan pikiran, seseorang Muni yang berhasrat
mencapai kelepasan (moksa), membuang jauh-jauh nafsu, takut dan murka/marah,
mereka akan mencapai moksa. ( Yatendriya mano bhuddir, munir moksaparayanah,
wigateccha bhaya krodha, yah sada mukta cwasah). (Bhagavadgita V.28)
Aku tidak pernah iri dan selalu bersikap adil terhadap semua mahluk, bagi-Ku tidak ada
yang paling Aku benci dan tidak ada yang paling Aku kasihi, tetapi yang berbakti
kepadaku, Dia berada pada-Ku dan Aku bersamanya / Samo ‘ham sarvabhutesa, na
medewsyo ‘sti na priyah, ye bhajanti tu mam bhaktya, mayite besu ca’pyaham,
(Bhagavadgita IX.29)
Apapun bentuk kepercayaan yang ingin dipeluk oleh penganut Agama, Aku perlakukan
kepercayaan mereka sama, supaya tetap teguh dan sejahtera/ Yo yo yam yam tanum
bhaktah,sraddaya 'rcitum icchati, tasya-tasya calam sraddham, tam ewa
widadhamyaham (BG.VII.21)
Berpegang teguh pada kepercayaan itu, mereka berbakti pada keyakinan itu pula dan
dari padanya memperoleh harapan mereka, yang sebenarnya hanya dikabulkan oleh-Ku/
Sa taya sraddhaya yuktas, tasya radhanam ihate, labhate ca tatah kaman, mayai wa
wihitan hi tah, (Bhagavadgita VII.22)
Akan tetapi hasil yang didapat mereka, orang-orang yang berpikiran picik adalah
sementara, Yang menyembah Dewata pergi ke pemujaan Dewa-dewa, tetapi para
pemuja-Ku datang langsung kepada-Ku/ Antawat tu phalam sesam, tad bhawatu
alpamedhasam, dewam dewayajo yanti, mad bhakta yanti mamapi ( Bhagavadgita
VII.23).
Dengan menahan panca indrya dan hawa nafsu, selalu seimbang (tenang) dalam
segala situasi, selalu berusaha untuk kesejahteraan umat manusia (semua insani),
mereka juga sampai kepada-Ku/Samniyamye ‘ndriyagramam, sarvatrasamabuddhayah,
te prapnuvanti mam eva, sarvebhutahite ratah (BG.XII.4)
3. Perintah Hyang Widdhi supaya umat manusia hidup Bersatu dan Rukun
Wahai umat Manusia, persatuanlah yang menyatukan semua para Dewa, Aku
memberikan yang sama kepadamu juga sehingga kalian mampu menciptakan persatuan
diantara kalian./ Yena deva naviyanti, no ca vidvisate mithah, tat krnmo brahma vo
grhe,samjnanam purunebhyah
Karena Aku berada dalam tubuh manusia, mereka yang dunggu tidak menghiraukan
Aku, tidak mengetahui prakerti-Ku yang lebih tinggi, sebagai raja agung alam
semesta/Awajananti mam mudha, manusim tanum asritam, param bhawam ajananto,
mama bhutamaheswaram (BG. IX.11)
Dia yang melihat Tuhan bersemayam didalam semua mahluk, yang tidak dapat
dimusnahkan, walaupun berada pada mereka yang dapat musnah, sesungguhnya ialah
yang melihat. (BG. XIII.27))/samam sarwesu bhutesu, tistantam parameswaram,
winasyatawa awinasyantam,yah pasyati sa pasyati
Sesungguhnya ia yang melihat Tuhan bersemayam sama dimana-mana, ia tidak akan
menyakiti jiwa dengan jiwa dan ia pun mencapai tujuan utama(BG.XIII.28)/Samam
pasyani hi sarwatra, sama wasthitam iswaram,na hinasty atmana’tmanam,tato yati
param gatim(BG.XIII.28)
Dari beberapa kutipan tersebu dapat ditarik kesimpulan bahwa semua manusia
diperintahkan untuk hidup rukun dan hidup saling hormat mengormati, karena
didalam diri manusia terdapat dzat hidup yang merupakan percikan Tuhan yaitu Atma.
Atman Brahman Aikiam yang artinya setiap orang mempunyai inti dari percikan suci
yang sama yaitu Brahman/Tuhan YME. Sehingga setiap orang harus memperlakukan
orang lain ( tidak perduli suku, ras, kebangsaan, kepercayaan, agama dll) sama. Seperti
ia memperlakukan dirinya sendiri. Karena semua mahluk hidup berasal dari dzat yang
sama, maka semua mahluk adalah satu keluarga, disebut juga Vasudaiva kutumbakam
Keyakinan terhadap perintah Trikayaparisudha, Tat Wam Asi, Tri Hita Karana, catur
paramita serta Atman Brahman Aikiam, Sad Ripu dan Sad Atatayi menuntun manusia
untuk mensucikan diri dari kebodohan dan kegelapan batin, dan menjauhkan diri dari
sikap marah, serakah dan nafsu. Sikap-sikap negatif yang sering muncul diakibatkan
oleh ketidaktahuan (avidya), juga didorong oleh sikap fanatisme buta yaitu sikap yang
tidak mau menerima kebenaran dari sumber lain (buku-buku lain), suatu sikap yang
hanya meyakini kebenaran mutlak hanya ada pada satu sumber.
Penganut sikap fanatisme buta ini tidak menyadari bahwa Tuhan YME adalah maha
segalanya, sehingga membatasi kemahakuasaannya hanya pada satu kelompok agama,
atau satu kelompok bangsa tertentu. Fanatisme yang buta sering menganggap rendah
agama lain namun sensitif terhadap agamanya sendiri. Sikap seperti ini sering sekali
meminta korban darah bahkan nyawa manusia untuk dipersembahkan atas nama
Tuhannya.
Di samping sikap fanatisme buta tersebut ada juga sikap yang toleran yang dapat
mewujudkan rasa kerukunan umat beragama, sikap taat pada agama yang dipeluknya
tetapi tidak merendahkan agama lain. Sikap semacam ini muncul karena memiliki
pengetahuan yang baik tentang agamanya dan juga membuka diri untuk mendengar
kebenaran lain dari berbagai sumber, termasuk kebenaran yang terdapat dari agama
lain.
· Mengajarkan kepada setiap umat beragama untuk selalu berpikir positif terhadap
orang lain, bertutur kata yang tidak propokatif dan tidak membuat pendengarnya sakit
hati, berperilaku baik, seperti : tidak melanggar norma-norma umum, norma
kesusilaan, norma adat istiadat, maupun norma hukum negara/tidak melanggar hukum
Negara.
· Menumbuhkan penghargaan, saling pengertian, toleransi, serta belajar untuk saling
memahami diantara umat beragama. Dan tidak berbuat hal-hal yang dapat menyinggung
sentimen keagamaan.
· Untuk menumbuhkan penghargaan dan saling pengertian, maka setiap umat bergama,
hendaknya mengerti secara baik dan benar tentang agamanya sendiri dan dilengkapi
dengan pengetahuan yang cukup dan benar tentang agama lainnya, sehingga
mengetahui hal-hal baik di agama lain dan mengetahui pula hal-hal yang sangat
dilarang/ditabukan/diharamkan di agama lain.
· Para pemimpin agama bekerja sama dengan pemimpin agama lainnya (Islam, Hindu,
Kristen, Budha dan Konghucu) untuk mengatasi musuh bersama umat manusia
yaitu : Keterbelakangan, kebodohan, kemiskinan dan penyakit sosial lainnya.
·
· Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) lebih diberdayakan sampai kedesa-desa,
dengan lebih sering mengadakan dialog-dialog kerukunan, sekaligus sebagai ajang
silaturahmi antar umat beragama.
· Dalam momen-momen hari penting Bangsa Indonesia, seperti HUT RI, Hari Sumpah
Pemuda dls. pemerintah supaya mempasilitasi kegiatan-kegiatan yang bernuansa
Kerukunan dan persatuan bangsa, seperti mensponsori seminar/simposium
kerukunan beragama dengan melibatkan komponen perwakilan agama-agama
4.1. Simpulan
Agama sangat berpengaruh dan penting dalam kehidupan karena mengatur kehidupan
rohani manusia. Agama memiliki fungsi penting yaitu sebagai pedoman bagi
kehidupan manusia. Agama juga memiliki tujuan yang tidak kalah pentingnya yaitu
Menyempurnakan akhlak manusia. Agama juga dapat mempengaruhi terjadinya
stratafikasi sosial, oleh karena itu perbedaan agama yang ada terkadang dapat
menimbulkan keretakan ataupun konflik dalam masyarakat.Untuk menghindarinya
diperlukan dialog antar agama atau cara-cara lainnya agar kerukunan agama khususnya
di Indonesia dapat terpelihara dan dijunjung tinggi sehingga terwujud rasa damai dan
nyaman dalam kehidupan beragama.
4.2. Saran