Anda di halaman 1dari 16

KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

DALAM PANDANGAN HINDU

Dosen : Nali Eka, S.Ag.,M.si

Disusun Oleh :
Kelompok I

Alya Yulandari 2015.A.06.0580


Yulanda Esteriani 2015.A.06.0617
Yuni Kristin 2015.A.06.0618

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
EKA HARAP PALANGKARAYA
PRODI DIII KEBIDANAN
TA.2015/2016
KATA PENGANTAR

Om Swastiyastu,

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat serta Karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis
berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya dengan judul
“Kerukunan Antar Umat Beragama dalam Pandangan Agama Hindu”.

Makalah ini berisikan tentang pentingnya agama dalam kehidupan


bermasyarakat, fungsi dan tujuan agama, perbedaan agama yang memungkinkan
adanya konflik, agama yang mempengaruhi stratafikasi sosial dan cara untuk
mencegah adanya keretakan antar umat beragama. Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Tuhan senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin

Om Santi, Santi, Santi, Om.

Sahiy, Sahiy, Sahiy

Palangka Raya, Desember 2015

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa, beraneka ragam
ras, bermacam-macam golongan, beragam budaya. Penduduknya menganut
berbagai macam agama serta penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang berbeda-beda. Hal itu merupakan Anugrah dari tuhan YME. Bagaikan pelangi
diangkasa, menjadi sangat indah karena disusun oleh berbagai spektrum warna yang
berbeda-beda. Atau sebuah taman yang ditumbuhi berbagai macam bunga aneka
warna dan tumbuh bermacam-macam pohon beraneka bentuk serta hidup
bermacam-macam burung berkicau yang sangat indah.
Namun apabila tidak rukun dan bercerai-berai maka akan menimbulkan
kehancuran. Ruang yang begitu indah akan menjadi hancur dan menimbulkaan
penderitaan. Kehancuran dan penderitaan terjadi karena sifat-sifat manusia yang
serakah, mudah marah, dan nafsu yang tidak terkendali. Sifat manusia yang penuh
nafsu, serakah dan cepat marah seringkali menimbulkan komplik di masyarakat.
Kelalaian dalam menyikapi setiap konflik kecil di masyarakat dapat meluas
menjadi bentrokan antar suku, agama, ras dan antar golongan (SARA), sehingga
menimbulkan perpecahan yang sangat merugikan kerukunan dan kesatuan bangsa.
Oleh karena itu setiap pemimpin umat beragama, tokoh-tokoh adat, komponen
masyarakat lainnya maupun pemerintahan agar selalu mewaspadai, munculnya
potensi konflik dilingkungannya, dapat mendeteksi dan mengambil langkah cepat
dalam mengatasi setiap potensi konflik dan tetap menjaga kerukunan antara umat
beragama, suku, ras dan antar golongan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Kerukunan hidup beragama


Kerukunan umat beragama berarti antara pemeluk-pemeluk agama yang
berbeda bersedia secara sadar hidup rukun dan damai. Hidup rukun dan damai
dilandasi oleh toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling
menghargai dalam kesetaraan dan bekerjasama dalam kehidupan sosial di
masyarakat. Hidup rukun artinya hidup bersama dalam masyarakat secara
damai, saling menghormati dan saling bergotong royong/bekerjasama.
Manusia ditakdirkan Hyang Widdhi sebagai makhluk sosial yang
membutuhkan hubungan dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai
makhluk sosial, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material, kebutuhan spiritual,
maupun kebutuhan akan rasa aman.
Kitab Weda (Kitab suci Umat Hindu) memerintahkan manusia untuk
selalu menjalankan Tri Hita Karana Yaitu : selalu berbakti kepada Hyang
Widdhi, hidup rukun dengan alam lingkungan, serta hidup rukun dengan
sesama umat manusia. Dalam menjalin hubungan dengan umat manusia,
diperinthkan untuk selalu rukun tanpa memandang : Ras, kebangsaan, suku,
agama, orang asing, pribumi maupun pendatang dan lain sebagainya, sehingga
umat Hindu selalu berdoa sebagai berikut :

Samjnanam nah svebhih, Samjnanam aranebhih, Samjnanam asvina


yunam, ihasmasu ni ‘acchalam.(Atharvaveda VII.52.1)

Artinya :
“Semoga kami memiliki kerukunan yang sama dengan orang-orang yang
dikenal dengan akrab, semoga kami memiliki kerukunan yang sama dengan orang-
orang asing, semoga Engkau memberkahi kami dengan keserasian
(kerukunan/keharmonisan).”
Janam bibhrati bahudha vivacasam, nanadharmanam prthivi yathaukasam,
sahasram dhara dravinasya me duham, dhruveva dhenur anapasphuranti
( Atharvaveda XII.I.45)

Artinya :
“Semua orang berbicara dengan bahasa yang berbeda-beda, dan memeluk
Agama (kepercayaan) yang berbeda-beda, Sehingga Bumi Pertiwi bagaikan
sebuah keluarga yang memikul beban. Semoga Ia melimpahkan kemakmuran
kepada kita dan menumbuhkan penghormatan diantara kita, seperti seekor sapi
betina kepada anak-anaknya”

Bahkan umat Hindu selalu berdoa untuk keselamatan seluruh mahluk hidup,
seperti bait ke 5 Puja Trisandya yang wajib dilantunkan 3 (tiga) kali dalam sehari
oleh umat Hindu yang taat :

Om Ksamasva mam mahadewa, sarwaprani hitangkara, mam moca sarwa


papebyah, palayaswa Sadasiwa)

Artinya :
“Hyang Widdhi ampunilah hamba, semoga semua mahluk hidup
(Sarwaprani) memperoleh keselamatan ( hitangkara ),bebaskan hamba dari segala
dosa dan lindungilan hamba. (Keterangan. : Mahadewa dan Sadasiwa adalah
nama-nama ke-Maha Kuasa-an Hyang Widdhi Wasa/Tuhan YME).”
2.2. Perintah-perintah Hyang Widdhi kepada manusia supaya selalu hidup rukun
Didalam pustaka suci weda terdapat perintah-perintah Hyang Widhi tentang
hidup rukun diantaranya :
1. Tri Hita Karana.
                  2.  Tri Kaya Parisudha,
              3. Catur paramita
                 4. Tat Twam Asi
        
        1. Tri Hita Karana
Tri Hita Karana artinya tiga penyebab kebahagiaan yaitu :
a. Membina hubungan yang harmonis antara manusia dengan Hyang Widdhi
Wasa/ Tuhan YME (Parahyangan)
b. Membina hubungan harmonis antara manusia dengan manusia tanpa
membedakan asal usul, ras, suku, agama, kebangsaan dan lain-lain.
(Pawongan)
c. Membina hubungan harmonis antara manusia dengan alam lingkungan
(Palemahan)

Ketiga hubungan yang harmonis ini dapat mendatangkan kebahagiaan,


kedamaian, kerukunan bagi kehidupan manusia.

2. Tri Kaya Parisudha


Tri Kaya Parisudha artinya tiga perilaku yang harus disucikan yaitu :
a. Manacika Parisudha, yaitu mensucikan pikiran, antara lain: selalu berpikir
positif terhadap orang lain, berpikir tenang (manahprasadah), lemah
lembut (saumyatwam), pendiam (maunam), mengendalikan diri
(atmawinigrahah), jiwa suci/lurus hati (bhawasamsuddir).
b. Wacika Parisudha, yaitu mensucikan ucapan, antara lain : berkata yang
lemah lembut, berkata yang tidak melukai hati/tidak menyinggung
perasaan/tidak menyebabkan orang marah (anudwegakaram wakyam),
berkata yang benar(satyam wakyam/satya wacana), berkata-kata yang
menyenangkan (priyahitam wakyam), dapat dipercaya dan berguna.
c. Kayika Parisudha, yaitu mensucikan perbuatan, antara lain : Bertingkah
laku yang santun, hormat pada para orang suci/pendeta, hormat pada para
guru, hormat pada orang yang arif bijaksana, berperilaku suci( saucam),
benar (arjawa), tidak menyakiti/membunuh mahluk lain (ahimsa).

Tri kaya Parisudha merupakan petunjuk Hyang Widdhi (BG.XVII.14-


16) kepada manusia dalam mencapai kesempurnaan Hidup. Trikaya parisudha
diperintahkan supaya setiap orang selalu berpikir positip terhadap orang lain,
berkata-kata yang lemah lembut dan menyenangkan orang lain, serta
menghindari berperilaku yang membuat orang lain tidak senang. Melaksanakan
Trikaya parisudha untuk menghindari adanya rasa kurang menghormati harkat
dan martabat manusia yang dapat menimbulkan kemarahan dan rasa dendam
yang berkepanjangan di antara sesama manusia.

3. Catur Paramita
Di samping dalam pergaulanya di masyarakat, manusia diperintahkan
untuk selalu mendasarkan tingkah lakunya kepada “Catur Paramita” yaitu :
a. Maitri, mengembangkan rasa kasih sayang.
b. Mudhita, membuat orang simpati.
c. Karuna, suka menolong.
d. Upeksa, mewujudkan keserasian, keselarasan, kerukunan dan keseimbangan

4. Tat Twam Asi


Apabila diterjemahkan secara artikulasi Tat Twam Asi berarti Itu adalah
Aku atau kamu adalah aku. Dalam pergaulan hidup sehari-hari manusia
diperintahkan selalu berpedoman kepada Tat Twam Asi, sehingga tidak mudah
melaksanakan perbuatan yang dapat menyinggung perasaan bahkan dapat
menyakiti hati orang lain dan pada akhirnya menimbulkan rasa iri hati benci
dan kemarahan. Dengan menganggap orang lain adalah diri kita sendiri, berarti
kita memperlakukan orang lain, seperti apa yang ingin orang lain lakukan
terhadap kita. Tat Twam Asi menjurus kepada Tepa Selira atau Tenggang Rasa
yang menuntun manusia dalam berpikir, berkata-kata dan berperilaku,
sehingga tidak berpikir negatif terhadap orang lain, tidak berkata-kata yang
dapat menyinggung perasaan orang lain, dan tidak berperilaku yang dapat
merugikan orang lain.

2.3. Penyebab terganggunya Kerukunan dan ketentraman


Ada enam musuh utama dalam diri manusia yang harus dikalahkan untuk
meningkatkan spiritualitas manusia, sekaligus bermanfaat menciptakan kerukunan
dan kedamaian Umat manusia. Ke-enam musuh yang ada pada manusia disebut
Sad Ripu yaitu :
1. Kama artinya sifat penuh nafsu terutama nafsu seks
2. Lobha artinya sifat loba dan serakah.
3. Krodha artinya sifat pemarah/mudah marah.
4. Mada artinya sifat suka mabuk-mabukan
5. Moha artinya sifat angkuh dan sombong.
6. Matsarya artinya sifat dengki dan iri hati

Selain enam musuh utama dalam diri manusia yang harus dikalahkan,
adalagi yang disebut Sad Atatayi, yaitu enam kejahatan yang membuat manusia
menderita, sehingga dilarang untuk dilakukan yaitu :
a. Agnida: membakar milik orang lain.
b. Wisada: meracuni dengan racun ( insektisida maupun bahan kimia atau obat-
obat terlarang) orang lain atau mahluk lain.
c. Atharwa: menggunakan ilmu hitam (misalnya santet, sihir, gendam, leak dan
lain-lain) untuk menyengsarakan orang lain.
d. Sastraghna: mengamuk atau membunuh.
e. Dratikrama: memperkosa termasuk juga pelecehan seksual.
f. Rajapisuna: memfitnah
2.4. Kerukunan beragama dalam sejarah di Indonesia
Pada masa kerajaan-kerajaan di Indonesia, perselisihan antara sekte-sekte
agama Hindu (sekte: Brahmanisme, Waisnawa,  Siwaisme,  Pasupata, Sora, Kala,
Sakta,  Bairawa,  Ganapateya dll) dirukunkan oleh Mpu Kuturan.  Mpu Kuturan
yang menjabat sebagai penasehat Raja Udayana ( Th.989-1011 M) menggabungkan
berbagai sekte keagamaan Hindu yang ada di Bali menjadi tiga sekte besar. Mpu
Kuturan memperkenalkan konsep Tri Murti yang diaktualisasikan dalam bentuk
Kahyangan Tiga, yaitu : Pura Desa, Pura Puseh dan Pura Dalem, yang disungsung
oleh tiap-tiap Desa pekraman(desa Adat) di Bali.
Perbedaan antara Siwaisme dan Budisme di Indonesia, dirukunkan oleh Mpu
Tantular di jaman Majapahit(Th.1380 M) menjadi Agama Siwa-Budha, yang
tertuang dalam buku Sutasoma, dimana Purusadha mewakili Siwaisme dan
Sutasoma mewakili Budhisme. Didalam Buku Sutasoma terdapat kalimat
“Bhineka Tunggal Ika, tan hana dharma mangrwa “, artinya : Meskipun
berbeda-beda tetap Satu, tidak ada kebenaran mendua.
Penyatuan sekte-sekte ini tidak bertentangan dengan Weda, kitab sucinya
umat Hindu, kitab yang berasal dari Hyang Widdhi, seperti dinyatakan langsung
oleh Hyang Widdhi dalam BG. XV.15” Weda ntakrid wedawid ewa ca ‘ham/
Akulah pencipta weda dan Aku yang mengetahui isi weda. Kitab Weda disebut
juga sastrawiddhi/ sastra brahman karena berasal dari Hyang
Widdhi/Brahman/Tuhan YME.
Didalam Weda (Rg.Veda I.64.46) terdapat mantra berikut : Ekam sadvipra
bahudha vadanti, yang artinya : Ia adalah Esa (Ekam Sad=Ia Satu/Esa). Para
bijaksana(Vipra=orang bijak) menyebut dengan berbagai nama (bahudha
vadanti=menyebut dengan berbagai nama ).
Penyatuan Siwa-Budha tidak otomatis membuat umat Budhis menjadi
Siwaisme atau sebaliknya penganut Siwaisme menjadi Budhis. Penyatuan hanya
dalam tataran sosial kemasyarakatan.Dengan konsep agama Siwa-Budha para
menganut Siwaisme dan Budhisme bisa hidup rukun, meski tetap dalam perbedaan
tata cara ritual, tempat ibadah maupun penyebutan terhadap nama Tuhan Yang
Maha Esa.
Bahkan saat upacara besar seperti Tawur Agung ke Sanga, menjelang tahun baru
Saka/NYEPI), ke empat Pendeta yaitu, Pendeta Siwa, Pendeta Waisnawa, Pendeta dari
Brahmanisme dan Pendeta Buddha secara bersama-sama muput upacara Tawur Agung
Kesanga.

Untuk mendapat gambaran lebih lanjut, di bawah ini akan disampaikan


beberapa mantra/sloka Kerukunan yang terdapat dalam Kitab Weda : 

1.      Mantra-mantra yang memerintahkan manusia saling mencintai satu dengan


lainnya, berkata-kata yang lembut, menahan nafsu dan amarah dan pengendalian
diri/pengendalian indriya.

Wahai umat manusia, Aku memberimu sifat-sifat ketulusan, keikhlasan, mentalitas yang
sama dan perasaan berkawan tanpa kebencian (permusuhan). Seperti halnya induk sapi
mencintai anak-anaknya yang baru lahir, begitulah seharusnya kalian saling mencintai
satu sama yang lain.( Sahrdayam sammanasyam, avidvesam krnomi vah, anyo anyam
abhi haryata, vatsam jatam ivighnya) ( Atharvaveda III. 30.1)

Wahai umat manusia, berbicaralah dengan kata-kata yang lebih manis dari pada
mentega dan madu yang dijernihkan (Ghrtat svadiyo madhunas ‘cavovata) ( Rg.veda.
VIII.24.20)

Seseorang yang berbicara dengan kata-kata yang manis menerima berkah (dari Hyang
Widdhi ) (Apnoti sukta vakena asisah )( YayurvedaXIX.29)

Dia yang dapat menahan nafsu birahi dan amarah didunia ini, sebelum meninggalkan
jasad raganya, dia adalah Yogi, dia adalah orang yang bahagia. (Saknoti ‘hai wa yah
sodhum, prak sarira wimoksanat, kamakrodhadbhawam wegam, sa yuktah sa sukhi
’narah). (Bhagavadgita V.23)
Menguasai panca indriya, perasaan dan pikiran, seseorang Muni yang berhasrat
mencapai kelepasan (moksa), membuang jauh-jauh nafsu, takut dan murka/marah,
mereka akan mencapai moksa. ( Yatendriya mano bhuddir, munir moksaparayanah,
wigateccha bhaya krodha, yah sada mukta cwasah). (Bhagavadgita V.28)

2.      Mantra-Mantra yang memerintahkan untuk saling bertoleransi dalam ber-


agama/ berkepercayaan kepada Tuhan YME dan tidak saling bermusuhan dan
selalu mengusahakan kesejahteraan umat manusia

Aku tidak pernah iri dan selalu bersikap adil terhadap semua mahluk, bagi-Ku tidak ada
yang paling Aku benci dan tidak ada yang paling Aku kasihi, tetapi yang berbakti
kepadaku, Dia berada pada-Ku dan Aku bersamanya / Samo ‘ham sarvabhutesa, na
medewsyo ‘sti na priyah, ye bhajanti tu mam bhaktya, mayite besu ca’pyaham,
(Bhagavadgita IX.29)

Denganalan apapun manusia mendekati-Ku, semuanya Kuterima sama, manusia


menuju jalan-Ku dari berbagai jalan. /Ye Yatha Mam Prapadyante,Tams Tathal Va
Bhajamy Aham, Mama Vartma Nuvartante, Manusyah Partha Arvasah,
(Bhagawadgita, IV.11)

Apapun bentuk kepercayaan yang ingin dipeluk oleh penganut Agama, Aku perlakukan
kepercayaan mereka sama, supaya tetap teguh dan sejahtera/ Yo yo yam yam tanum
bhaktah,sraddaya 'rcitum icchati, tasya-tasya calam sraddham, tam ewa
widadhamyaham (BG.VII.21)

Berpegang teguh pada kepercayaan itu, mereka berbakti pada keyakinan itu pula dan
dari padanya memperoleh harapan mereka, yang sebenarnya hanya dikabulkan oleh-Ku/
Sa taya sraddhaya yuktas, tasya radhanam ihate, labhate ca tatah kaman, mayai wa
wihitan hi tah, (Bhagavadgita VII.22)

Akan tetapi hasil yang didapat mereka, orang-orang yang berpikiran picik adalah
sementara, Yang menyembah Dewata pergi ke pemujaan Dewa-dewa, tetapi para
pemuja-Ku datang langsung kepada-Ku/ Antawat tu phalam sesam, tad bhawatu
alpamedhasam, dewam dewayajo yanti, mad bhakta yanti mamapi ( Bhagavadgita
VII.23).

Yang bekerja untuk-Ku,menjadikan Aku sebagai tujuan utama,selalu berbakti kepada-


Ku, tiada bermusuhan tehadap semua insani ( semua umat manusia), dia sampai
kepada-Ku/Matkarmakrin matparamo, madbhaktah sangavarjitah, nirvairah
sarvabhuteshu, yah sa mam eti (BG. XI.55)

Dengan menahan panca indrya dan hawa nafsu, selalu seimbang (tenang) dalam
segala situasi, selalu berusaha untuk kesejahteraan umat manusia (semua insani),
mereka juga sampai kepada-Ku/Samniyamye ‘ndriyagramam, sarvatrasamabuddhayah,
te prapnuvanti mam eva, sarvebhutahite ratah (BG.XII.4)
3.      Perintah Hyang Widdhi supaya umat manusia hidup Bersatu dan Rukun

Didalam Atharvaveda III.30.4 . Hyang Widdhi bersabda :

Wahai umat Manusia, persatuanlah yang menyatukan semua para Dewa, Aku
memberikan yang sama kepadamu juga sehingga kalian mampu menciptakan persatuan
diantara kalian./ Yena deva naviyanti, no ca vidvisate mithah, tat krnmo brahma vo
grhe,samjnanam purunebhyah

Karena Aku berada dalam tubuh manusia, mereka yang dunggu tidak menghiraukan
Aku, tidak mengetahui prakerti-Ku yang lebih tinggi, sebagai raja agung alam
semesta/Awajananti mam mudha, manusim tanum asritam, param bhawam ajananto,
mama bhutamaheswaram (BG. IX.11)

Dia yang melihat Tuhan bersemayam didalam semua mahluk, yang tidak dapat
dimusnahkan, walaupun berada pada mereka yang dapat musnah, sesungguhnya ialah
yang melihat. (BG. XIII.27))/samam sarwesu bhutesu, tistantam parameswaram,
winasyatawa awinasyantam,yah pasyati sa pasyati
Sesungguhnya ia yang melihat Tuhan bersemayam sama dimana-mana, ia tidak akan
menyakiti jiwa dengan jiwa dan ia pun mencapai tujuan utama(BG.XIII.28)/Samam
pasyani hi sarwatra, sama wasthitam iswaram,na hinasty atmana’tmanam,tato yati
param gatim(BG.XIII.28)

Dari beberapa kutipan tersebu dapat ditarik kesimpulan bahwa semua manusia
diperintahkan untuk hidup rukun dan hidup saling hormat mengormati, karena
didalam diri manusia terdapat dzat hidup yang merupakan percikan Tuhan yaitu Atma.
Atman Brahman Aikiam yang artinya setiap orang mempunyai inti dari percikan suci
yang sama yaitu Brahman/Tuhan YME. Sehingga setiap orang harus memperlakukan
orang lain ( tidak perduli suku, ras, kebangsaan, kepercayaan, agama dll) sama. Seperti
ia memperlakukan dirinya sendiri. Karena semua mahluk hidup berasal dari dzat yang
sama, maka semua mahluk adalah satu keluarga, disebut juga Vasudaiva kutumbakam

Fanatisme buta menutup toleransi dan kerukunan umat beragama

Keyakinan terhadap perintah Trikayaparisudha, Tat Wam Asi, Tri Hita Karana, catur
paramita serta Atman Brahman Aikiam, Sad Ripu dan Sad Atatayi menuntun manusia
untuk mensucikan diri dari kebodohan dan kegelapan batin, dan menjauhkan diri dari
sikap marah, serakah dan nafsu. Sikap-sikap negatif yang sering muncul diakibatkan
oleh ketidaktahuan (avidya), juga didorong oleh sikap fanatisme buta yaitu sikap yang
tidak mau menerima kebenaran dari sumber lain (buku-buku lain), suatu sikap yang
hanya meyakini kebenaran mutlak hanya ada pada satu sumber.

Penganut sikap fanatisme buta ini tidak menyadari bahwa Tuhan YME adalah maha
segalanya, sehingga membatasi kemahakuasaannya hanya pada satu kelompok agama,
atau satu kelompok bangsa tertentu.  Fanatisme yang buta sering menganggap rendah
agama lain namun sensitif terhadap agamanya sendiri. Sikap seperti ini sering sekali
meminta korban darah bahkan nyawa manusia untuk dipersembahkan atas nama
Tuhannya.

Munculnya sikap fanatisme buta semata-mata karena pengetahuan dan pemahaman


yang sempit terhadap agamanya sendiri dan tidak membuka diri untuk mengetahui
kebenaran dari sumber-sumber lain.

Di samping sikap fanatisme buta tersebut ada juga sikap yang toleran yang dapat
mewujudkan rasa kerukunan umat beragama, sikap taat pada agama yang dipeluknya
tetapi tidak merendahkan agama lain. Sikap semacam ini muncul karena memiliki
pengetahuan yang baik tentang agamanya dan juga membuka diri untuk mendengar
kebenaran lain dari berbagai sumber, termasuk kebenaran yang terdapat dari agama
lain.

Langkah-langkah meningkatkan kerukunan umat beragama

Untuk meningkatkan kerukunan hidup beragama, langkah yang paling penting


dilakukan adalah :

·     Mengajarkan kepada setiap umat beragama untuk selalu berpikir positif terhadap
orang lain, bertutur kata yang tidak propokatif dan tidak membuat pendengarnya sakit
hati,  berperilaku baik, seperti : tidak melanggar norma-norma umum, norma
kesusilaan, norma adat istiadat, maupun norma hukum negara/tidak melanggar hukum
Negara.

·   Menumbuhkan penghargaan, saling pengertian, toleransi, serta belajar untuk saling
memahami diantara umat beragama. Dan tidak berbuat hal-hal yang dapat menyinggung
sentimen keagamaan.
·  Untuk menumbuhkan penghargaan dan saling pengertian, maka setiap umat bergama,
hendaknya mengerti secara baik dan benar tentang agamanya sendiri dan dilengkapi
dengan pengetahuan yang cukup dan benar tentang agama lainnya, sehingga
mengetahui hal-hal baik di agama lain dan mengetahui pula hal-hal yang sangat
dilarang/ditabukan/diharamkan di agama lain.

·     Para pemimpin agama bekerja sama dengan pemimpin agama lainnya (Islam, Hindu,
Kristen,     Budha dan Konghucu) untuk mengatasi musuh bersama umat manusia
yaitu : Keterbelakangan, kebodohan, kemiskinan dan penyakit sosial lainnya.

·  

·    Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) lebih diberdayakan sampai kedesa-desa,
dengan lebih sering mengadakan dialog-dialog kerukunan, sekaligus sebagai ajang
silaturahmi antar umat beragama.

·         Dalam momen-momen hari penting Bangsa Indonesia, seperti HUT RI, Hari Sumpah
Pemuda dls. pemerintah supaya mempasilitasi kegiatan-kegiatan yang bernuansa
Kerukunan dan persatuan bangsa, seperti mensponsori seminar/simposium
kerukunan beragama dengan melibatkan komponen perwakilan agama-agama

4.1. Simpulan

Agama sangat berpengaruh dan penting dalam kehidupan karena  mengatur kehidupan
rohani manusia. Agama memiliki fungsi penting yaitu sebagai  pedoman bagi
kehidupan manusia. Agama juga memiliki tujuan yang tidak kalah pentingnya yaitu
Menyempurnakan akhlak manusia. Agama juga dapat mempengaruhi terjadinya
stratafikasi sosial, oleh karena itu perbedaan agama yang ada terkadang dapat
menimbulkan keretakan ataupun konflik dalam masyarakat.Untuk menghindarinya
diperlukan dialog antar agama atau cara-cara lainnya agar kerukunan agama khususnya
di Indonesia dapat terpelihara dan dijunjung tinggi sehingga terwujud rasa damai dan
nyaman dalam kehidupan beragama.

4.2. Saran

Berdasarkan pembahasan, maka saran-saran yang dapat penulis sampaikan adalah


sebagai berikut : Untuk membuat kerukunan antar sesama umat agama maupun antar
umat beda agama menjadi baik, maka sesama umat beragama harus dapat bertoleransi
dengan umat beragama lain.  Hal ini dapat terlaksana apabila semua umat beragama
dapat menjalankan kerukunan tersebut, tanpa kecuali. Semua kegiatan yang berkaitan
dengan keagamaan, harus dapat dihormati oleh masing-masing umat beragama. Dengan
menjalankan hal-hal tersebut, maka kerukunan antar umat beragama di indonesia akan
dapat terwujud.

Anda mungkin juga menyukai