Anda di halaman 1dari 15

KELOMPOK V

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN HUBUNGANNYA

DENGAN KEBERLANJUTAN EKOLOGI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah pembangunan berkelanjutan merupakan terjemahan

dari st/sfa/naWe development yang dipopulerkan oleh World

Commission on Environment and Develop ment (WCED) yang

dibentuk oleh PBB lewat pubiikasi bukunya yang berjudul

OurCommon Future. Tugas utama Komisi itu mengadakan

penelaahan penyerasian lingkungan (fenwron"ment) dan

pembangunan (development) yang dalam kenyataannya sering

dipertentangkan satudengan yang lain. Kerusakan lingkungan

hidup yang terjadi dlmana-mana menurut Korten sebagaiakibat dari

kesalahan konsep ekonomi yang dipakai.

Korten mengutip Kenpeth Boulding yang membedakan dua

macam ekonomi; ekonomi koboi dan ekonomi kapal ruang

angkasa. Ekonomi koboi, sumber daya alam tersedia secara tidak

terbatas. Si koboi dapat melakukan apa saja ketika dia berada di

padang rumput yang terbentang luas dihadapannya. Kalau

seseorang hidup dalam sebuah kapal ruang angkasa, keadaannya

akan sangat berlainan. Segalanya serba terbatas. Kalau seseorang

1
itu tidak hati-hati menggunakan sumber daya alam yang ada,

bukan saja membahayakan diri seseorang tersebut, tapi juga

orang-orang lain yang ada dl kapal.

Bumi pada saat ini, menurut Korten sudah berubah dari

sebuah padang yang luas tempat para koboi mengembara, menjadi

sebuah kapal ruang angkasa. Karena itu, sistem ekonomi koboi

tidak dapat dipertahankan. Sistem ekonomi kapal ruang angkasa

harus dikembangkan. Kalau tidak, semuanya, tanpa terkecuali,

akan hancur dan binasa. Oleh karenanya, perbaikan yang

dilakukan bukan sekedar perbaikan tambal sulam.Tetapi harus

diubah secara mendasar sistem perekonomian sekarang yang ada.

Masalah yang paling menentukan bagi pembangunan pada dasa

warsa 90-an bukanlah pertumbuhan. Masalahnya adalah

transformasi. Transformasi pembangunan ini harus dapat

menyelesaikan 3 (tiga) persoalan dasar masalah keadilan, masalah

kesinambungan sumber daya alam, dan masalah partisipasi.

Dalam ekonomi kapal ruang angkasa, dipandang segala sesuatu

sebagai salah satu bagian darialam (apartofnature) bukan sebagai

sesuatu yang terpisah dari alam (apart from nature) sebagaimana

yang dianut oleh sistem ekonomi koboi.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latang belakang, kita dapat perumusan masalah yaitu:

A. Apa Pengertian Pembangunan Berkelanjutan?

2
B. Bagaimana Lingkup Pembangunan Berkelanjutan?

C. Apa saja Konsep Pembangunan Berkelanjutan?

D. Apa saja Prinsip Pembangunan Berkelanjutan?

E. Bagaimana Jabaran Pembangunan Berkelanjutan: Sekilas

Tentang Komisi Brundtland, Deklarasi Rio dan Konsolidasi

Pembangunan Berkelanjutan?

F. Bagaimana Gelombang Ekologi Pembebasan dan

Ecofeminisme Sebagai Suara Ekologi politik?

G. Bagaimana Krisis Ekologi di Indonesia?

1.3 Tujuan

Adapun beberapa tujuan dari perumusan masalah yaitu:

A. Mengetahui Pengertian Pembangunan Berkelanjutan

B. Mengetahui Lingkup Pembangunan Berkelanjutan

C. Mengetahui Konsep Pembangunan Berkelanjutan

D. Mengetahui Prinsip Pembangunan Berkelanjutan

E. Mengetahui Jabaran Pembangunan Berkelanjutan: Sekilas

Tentang Komisi Brundtland, Deklarasi Rio dan Konsolidasi

Pembangunan Berkelanjutan

F. Mengetahui Gelombang Ekologi Pembebasan dan

Ecofeminisme Sebagai Suara Ekologi politik

G. Mengetahui Krisis Ekologi di Indonesia

3
BAB III PEMBAHASAN

A. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan suatu negara selalu dihubungkan dengan

peningkatan ekonomi. Namun pada kenyataannya, pembangunan lebih

dari sekedar meningkatnya pendapatan per kapita penduduk.

Pembangunan yang baik seharusnya lebih mempertimbangkan

keseimbangan antara kebutuhan pembangunan dan kelestarian

lingkungan. Hal tersebut dikenal dengan istilah pembangunan

berkelanjutan (Sustainable Development).

Istilah pembangunan berkelanjutan dimulai dari Malthus (1798)

yang khawatir akan tidak seimbangnya ketersediaan lahan dan

pertumbuhan penduduk di Inggris. Pembahasan mengenai pembangunan

berkelanjutan terus berkembang hingga World Commission on

Environment and Development (1987) menetapkan bahwa pembangunan

berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini

tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi yang akan

datang.

4
B. Lingkup Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu

lingkungan. Lebih luas daripada itu, pembangunan berkelanjutan

mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan

sosial dan perlindungan lingkungan. Dokumen-dokumen PBB, terutama

dokumen hasil World Summit 2005 menyebut ketiga hal dimensi tersebut

saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan

berkelanjutan.

Skema pembangunan berkelanjutan:pada titik temu tiga pilar

tersebut, Deklarasi Universal Keberagaman Budaya (UNESCO, 2001)

lebih jauh menggali konsep pembangunan berkelanjutan dengan

menyebutkan bahwa "...keragaman budaya penting bagi manusia

sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam". Dengan demikian

"pembangunan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi,

tetapi juga sebagai alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional,

moral, dan spiritual". dalam pandangan ini, keragaman budaya merupakan

kebijakan keempat dari lingkup kebijakan pembangunan berkelanjutan.

Pembangunan Hijau pada umumnya dibedakan dari pembangunan

bekelanjutan, di mana pembangunan Hijau lebih mengutamakan

keberlanjutan lingkungan di atas pertimbangan ekonomi dan budaya.

Pendukung Pembangunan Berkelanjutan berargumen bahwa konsep ini

menyediakan konteks bagi keberlanjutan menyeluruh di mana pemikiran

mutakhir dari Pembangunan Hijau sulit diwujudkan. Sebagai contoh,

5
pembangunan pabrik dengan teknologi pengolahan limbah mutakhir yang

membutuhkan biaya perawatan tinggi sulit untuk dapat berkelanjutan di

wilayah dengan sumber daya keuangan yang terbatas.

Beberapa riset memulai dari definisi ini untuk berargumen bahwa

lingkungan merupakan kombinasi dari alam dan budaya. Network of

Excellence "Sustainable Development in a Diverse World" SUS.DIV,

sponsored by the European Union, bekerja pada jalur ini. Mereka

mengintegrasikan kapasitas multidisiplin dan menerjemahkan keragaman

budaya sebagai kunci pokok strategi baru bagi pembangunan

berkelanjutan.

Beberapa peneliti lain melihat tantangan sosial dan lingkungan

sebagai kesempatan bagi kegiatan pembangunan. Hal ini nyata di dalam

konsep keberlanjutan usaha yang mengkerangkai kebutuhan global ini

sebagai kesempatan bagi perusahaan privat untuk menyediakan solusi

inovatif dan kewirausahaan. Pandangan ini sekarang diajarkan pada

beberapa sekolah bisnis yang salah satunya dilakukan di Center for

Sustainable Global Enterprise at Cornell University.

C. Konsep Pembangunan Berkelanjutan

Konsep pembangunan berkelanjutan memiliki tujuan utama untuk

meningkatkan kesejahteraan dalam memenuhi kebutuhan dan aspirasi

masyarakat. Konsep dari pembangunan berkelanjutan dibahas pada

6
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi pada tahun 1992 memiliki dua

gagasan penting, yaitu sebagai berikut.

 Gagasan kebutuhan -> mementingkan kesejahteraan dan

kebutuhan kaum miskin

 Gagasan keterbatasan -> sumber daya alam memiliki porsinya

masing – masing sehingga pengelolaannya perlu diperhatikan agar

dapat digunakan unuk masa kini hingga masa yang akan datang

Berbeda dengan Kementerian Lingkungan Hidup (1990) yang

menjelaskan bahwa konsep pembangunan berkelanjutan berorientasi

pada ekonomi. Adapun konsepnya adalah sebagai berikut.

 Tidak ada pemborosan dalam pemanfaatan sumber daya alam

 Tidak ada dampak pada lingkungan (kerusakan lingkungan)

 Kegiatan pembangunan harus meningkatkan sumber daya alam

yang dapat diperbaharui

Konsep pembangunan berkelanjutan juga disampaikan oleh

Sutamihardja (2004) yang meliputi pemerataan, pengamanan kelestarian,

pengelolaan sumber daya alam, kesejahteraan masyarakat, dan

pertahanan kualitas kehidupan manusia masa kini hingga masa yang

akan datang.

D. Prinsip Pembangunan Berkelanjutan

7
Pembangunan berkelanjutan memiliki empat prinsip utama, yaitu

sebagai berikut.

 Pemerataan dan keadilan sosial -> tidak adanya ketimpangan akan

sumber daya bagi masa kini hingga masa yang akan datang,

misalnya pemerataan distribusi lahan dan kesetaraan gender

 Menghargai keanekaragaman -> menjaga keanekaragaman hayati

dan tidak adanya diskriminasi pada keanekaragaman budaya

 Pendekatan integratif -> pembangunan harus berpedoman pada

hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan

 Perspektif pada jangka panjang -> melakukan perencanaan

pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang dapat

digunakan dalam jangka panjang

E. Jabaran Pembangunan Berkelanjutan: Sekilas Tentang Komisi

Brundtland, Deklarasi Rio dan Konsolidasi Pembangunan

Berkelanjutan

Guna menerapkan pembangunan yang bijaksana dan berwawasan

lingkungan pada paruh kedua abad ke-20 dicetuslah pembangunan

berkelanjutan (sustainable development). Susan Baker (2006) menulis

bahwa Istilah ‘pembangunan berkelanjutan’ datang ke arena publik pada

tahun 1980 ketika Union for the Convervation of Nature and Natural

Resources mempresentasikan Strategi Konservasi Dunia (World

Convervation Strategy) (IUCN 1980). Agenda ini bertujuan untuk

mencapai pembangunan berkelanjutan melalui konservasi sumber daya

8
alam hayati. Namun, fokusnya agak terbatas, terutama menangani

keberlanjutan ekologis, sebagai lawan yang menghubungkan

keberlanjutan isu-isu sosial dan ekonomi yang lebih luas. Lebih lanjut

Baker menambahkan bahwa tidak sampai 1987, ketika World Commission

on Enviroment and Development (WCED) menerbitkan laporannya yang

bertajuk Our Common Future, di mana hubungan antara dimensi sosial,

ekonomi dan ekologi pembangunan secara eksplisit ditunjukkan (WCED

1987). WCED dipimpin oleh Gro Harlem Brundtland, Perdana Menteri

Norwegia, dan Our Common Future kadang-kadang dikenal sebagai

Laporan Brundtland.

Dalam perkembangannya, terselenggaralah KTT Bumi tahun 1992

di kota Rio de Jeneiro, Brazil. Menurut Soemarwoto (2001) KTT Bumi

melahirkan Deklarasi Rio yang mengandung prinsip-prinsip kesepakatan.

Dalam Deklarasi Rio dinyatakan bahwa tujuan KTT Bumi (United Nations

Conference on Environment and Development) ialah untuk

mengembangkan kemitraan global baru yang adil. Deklarasi itu

menyatakan bahwa manusia adalah pusat perhatian pembangunan

berkelanjutan. Secara global konsep pembangunan berkelanjutan

Brundtland fokusnya adalah membuat hubungan antara pemenuhan

kebutuhan dunia miskin dan pengurangan keinginan dari dunia kaya. Sulit

untuk membedakan kebutuhan dari keinginan, karena mereka secara

sosial dan budaya ditentukan. Namun, dalam kebanyakan budaya

mempunyai kebutuhan pokok yang sama, dan termasuk subsisten,

9
perlindungan, kasih sayang, saling-pengertian, partisipasi, penciptaan,

rekreasi, identitas dan kebebasan. Dunia industri mengkonsumsi lebih dari

kebutuhan dasar, karena memahami perkembangan terutama dalam hal

konsumsi bahan baku yang semakin meningkat. Kelebihan ini

mengancam ekologi sumber daya dan biosistem kelestarian planet. Ini

tantangan dunia industri untuk menjaga pola konsumsi dalam batas-batas

apa yang secara ekologis mungkin dan ditetapkan pada tingkat yang

semua cukup bisa di cita-citakan. Hal ini membutuhkan perubahan dalam

pemahaman tentang kesejahteraan dan apa yang dibutuhkan untuk

menjalani kehidupan yang baik. Perubahan ini memungkinkan

pengembangan yang diperlukan di Selatan (Baker, 2006).

Jabaran mengenai pembangunan berkelanjutan di atas

mempertegas upaya serius dalam mengatasi problem pembangunan yang

berdampak pada lingkungan. Pada dasarnya pembangunan berkelanjutan

bertujuan untuk menegaskan arah baru pembangunan dan tak berhenti

disitu saja upaya negara-negara utara sebagai sponsor utama berbagai

macam komitmen kelembagaan juga mendapatkan kritik dan sebagai

tandingannya peranan tersebut juga dimainkan oleh negara-negara dunia

ketiga yang dalam perkembangannya semakin terkonsolidasi. Kritik juga

datang dari berbagai kalangan yang mempertanyakan tentang siapa yang

menentukan bahwa suatu pembangunan bersifat berkelanjutan dan

dengan kriteria apa? Berapa banyak yang harus kita tinggalkan untuk

generasi yang akan datang? (Whitten et al,1999). Dalam upaya

10
memahami pembangunan berkelanjutan masing-masing pihak terdapat

perbedaan pada tataran landasan paradigmatik dan pelaksanaannya. Ini

tergantung siapa yang mengimplementasikannya, apakah seorang

pejabat dan konsultan ahli Bank Dunia, apakah pejabat pemerintah,

apakah seorang akademisi, apakah seorang aktivis lingkungan hidup,

atau apakah ia seorang aktivis anti globalisasi dan begitupun juga

treatment-nya akan berbeda jika dilaksanakan oleh pihak korporasi.

Terlepas dari perbedaan masing-masing pihak dalam memandangnya,

kini pembangunan berkelanjutan menjadi kesepakatan bersama agar

dapat diimplementasikan secara konkret.

F. Gelombang Ekologi Pembebasan dan Ecofeminisme Sebagai

Suara Ekologi politik

Perhatian serius kelompok gerakan sosial dan atau saya

menyebutnya gerakan liberasi ekologi-sebuah gerakan yang dapat

terlacak sejak tahun 1960an di mana politik hijau (green politic) mencuat

ke permukaan, kemudian tumbuh berbarengan seiring terbitnya dokumen

Brundtland tahun 1987 dan semakin mengkristal pasca Deklarasi Rio ’92.

Tentunya, ekologi politik lahir sebagai upaya terhadap kebutuhan teoritis

untuk mengintegrasikan praktik penggunaan lahan dengan politik ekonomi

lokal-global (Wolf 1972) dan sebagai reaksi terhadap politisasi lingkungan

hidup (Cockburn dan Ridgeway 1979). Dalam pandangan mereka, ekologi

politik menggabungkan keprihatinan ekologi dengan “ekonomi politik yang

didefinisikan secara luas” (1987: 17). Ditambah melihat sebuah

11
permasalahan lingkungan di Dunia Ketiga, misalnya, manajemen

lingkungan yang buruk, kelebihan penduduk, atau ketidakpedulian

terhadap persoalan lingkungan hidup, seperti tindakan sosial dan kendala

politik-ekonomi atas persoalan-persoalan ekologi.

Richard Peet dan Michael Watts (1996) mencatat dengan

gamblang dan panjang tentang latar belakang gerakan ekologi

pembebasan. Hematnya dua puluh lima tahun setelah kepeduliannya

pertama dari Hari Bumi, dan kesadaran lingkungan di seluruh dunia, jelas

bahwa environmentalisme-sekarang ditulis dalam bahasa berkelanjutan-

kembali menjadi agenda politik. Beberapa partai hijau aktif di dalam

selusin negara Eropa Barat, munculnya gerakan lingkungan di negara

bekas blok sosialis, dan hubungan antara ekologi dan kemiskinan Dunia

Ketiga telah mengikat sebuah dokumen yang tidak begitu mengancam

dan berpola sentris seperti Laporan Komisi Brundtland 1987 dan Deklarasi

Rio 1992.

G. Krisis Ekologi di Indonesia

Pada kasus krisis-ekologis di Indonesia dapat kita ambil contoh

pada persoalan tata kelola hutan yang pengelolaannya tidak berkelanjutan

meskipun pemerintah hematnya telah berupaya mereformasi tata kelola

kehutanan namun dalam praktiknya masih menyisakan persoalan

mendasar yakni paradigma lama yang masih dipakai. Mengingat dalam

12
pengelolaan kehutanan di Indonesia masih menggunakan warisan

paradigma politik kehutanan Orde Baru.

Politik kehutanan Orde Baru secara fundamental telah merubah

secara radikal hak penguasaan atas sumberdaya kehutanan dari

traditional customary property rights menjadi state property rights—politik

kehutanan ini tidak hanya berdampak bagi ekosistem hutan tetapi juga

berdampak luas terhadap harkat hidup masyarakat setempat yang

kehidupannya hanya bertumpu pada keberlanjutan hutan (Kartodiharjo et

al dalam Kartodiharjo ed.: 2013). Warisan paradigma inilah yang masih

menjadi bottleneck dalam tata kelola kehutanan meskipun di era reformasi

telah mengalami beberapa perubahan kebijakan dan peraturan

perundang-undangan namun tetap saja watak politik kehutanan kita masih

bergaya Orde Baru. Namun demikian, upaya untuk mereformasi tata

kelola kehutanan dan lingkungan di Indonesia terus dilakukan secara

serius, tampaknya demikian.

Forest Watch Indonesia dalam sebuah laporannya yang dihimpun

dalam sebuah buku berjudul Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode

1996-2000 dan Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode 2009-2013

mencatat bahwa laju deforestasi di Indonesia mencapai 2 juta hektare per

tahun. Pada rentang 10 tahun berikutnya, laju deforestasi mencapai 1,5

juta hektare per tahun (FWI, 2011). Laju deforestasi yang cenderung tinggi

adalah dampak dari tata kelola kehutanan yang tak kunjung membaik

(FWI, 2014). Empat penyebab tidak langsung dari deforestasi dan

13
degradasi hutan di Indonesia adalah: (a) perencanaan tata ruang yang

tidak efektif, (b) masalah-masalah terkait dengan tenurial, (c) pengelolaan

hutan yang tidak efisien dan efektif, dan (d) penegakan hukum yang

lemah serta maraknya korupsi di sektor kehutanan dan lahan (UNDP,

2013).

BAB IV KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Melalui makalah ini, maka dapat disimpulkanbahwa

pembangunan berkelanjutan ialah pembangunan yang

mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan

pembangunan dan kelestarian lingkungan. Pembangunan

berkelanjutan harus mencakup lungkup: pembangunan ekonomi,

pembangunan social dan perlindungan lingungan. Pembangunan

berkelanjutan memeiliki konsep yaitu dengan meningkatkan

kesejahteraan dalam memenuhi aspirasi masyarakat. Dalam krisis

ekologi di Indonesia, politik kehutanan orde baru secara

fundamental telah berubah secara radikal halc penguasaan atas

sumber daya kehutanan dan traditional customary. Sehingga

diperlukan etika untuk melakukan perencanaan tata ruang yang

efektif

14
B. Saran

Semoga dengan selesai dibuatnya makalah ini, dapat

bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca pada

umumnya. Apabila ada kekurangan dari makalah ini, kami selaku

penyusun mengharapkan adanya koreksi terhadap kekurangan

tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Soemarwoto, Otto. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan.

Jakarta: Djambatan, 2004

Siahan, N. H. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Jakarta:

Erlangga, 2004

Mbem25. Blogspot.com/2002/06/Teori-pembangunan.

Nikmondmd.blogspot.com/2013/09/pembangunan-berbasis-ekologi

15

Anda mungkin juga menyukai