SESI 3 UTS
Di dalam metode full costing, biaya overhead pabrik, yang bersigat tetap
maupun variable, dibebankan kepada produk yang diproduksi atas dasar tarip
yang ditentukan di muka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead
pabrik sesungguhnya. Oleh karena itu biaya overhead pabrik tetap akan melekat
pada harga pokok persediaan produk jadi yang belum laku dijual, dan baru
dianggap sebagai biaya elemen harga pokok penjualan) apabila produk jadi
tersebut telah terjual.
Karena biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar tarip
yang ditentukan di muka pada kapasitas normal, maka apabila dalam suatu
periode biaya overhead pabrik sesunggunya berbeda dengan yang dibebankan
tesebut, akan terjadi pembebanan overhead lebih (overapplied factory overhead)
atau pembebanan overhead kurang (underapplied factory everhead). Jika semua
produk yang di olah dalam periode tesebut semuanya belum laku dijual maka
pembebanan overhead lebih atau kurang tersebut digunakan untuk mengurangi
atau menambah harga pokok produk yang masih dalam persediaan tesebut (baik
yang berupa persediaan produk dalam proses maupun produk jadi). Tetapi apabila
dalam suatu periode akuntansi tidak terjadi pembebanan overhead lebih atau
kurang, maka biaya overhead pabrik tetap tidak mempunyai pengaruh terhadap
perhitungan rugi-laba sebelum produknya laku dijual.
Variable costing adalah metode penentuan harga pokok produk yang
hanya membebankan biaya-biaya produksi variable saja ke dalam harga pokok
produk.
Harga pokok produk menutur metode variable costing terdiri dari: Biaya bahan
baku variable .................................................................... Rp xx Biaya tenaga kerja
variable ................................................................... xx Biaya overhead pabrik
variable ............................................................. xx Harga pokok
produk............................................................................... Rp.xx
Sama sekali tidak berhubungan dengan istilah direct cost (biaya langsung).
Pengertian langsung dan tidak langsungnya suatu biaya tergantung erat dangan
tidaknya hubungan biaya dengan obyek penentuan biaya, misalnya : produk,
proses, departemen dan pusat biaya yang lain. Dalam hubungannya dengan
produk, biaya langsung (direct cost) adalah biaya-biaya yang mudah
diidentifikasikan (atau diperhitungkan) secara langsung kepada produk. Apabila
pabrik hanya memproduksi satu jenis produk, maka semua biaya produksi adalah
merupakan biaya langsung dalam hubungannya dengan produk. Oleh karena itu
tidak selalu bahwa biaya langsung dalam hubungan dengan produk merupakan
biaya variable. Sebagai contoh misalnya suatu pabrik mori hanya menghasilkkan
satu jenis produk yang berupa mori saja. Upah tenaga kerja pabrik yang dibayar
bulanan dan tidak tergantung dari hasil produksinya, merupakan biaya variable,
karena tidak mempunyai sifat bervariasi secara proporsional dengan perubahan
volume produksi.
Oleh karena itu sebenarnya istilah direct costing adalah tidak tepat, karena
metode ini berhubungan dengan penentuan harga pokok produk yang hanya
memperhitungkan biaya produksi yang bersifat variable, dan bukan biaya
langsung (direct cost) saja. Sehingga istilah yang paling tepat untuk metode direct
cost adalah variable costing.
Di dalam metode variable costing biaya overhead pabrik tetap di
perlakukan sebagai period costs dan bukan sebagai harga pokok produk, sehingga
biaya overhead pabrik tetap dibebankan sebagai biaya di dalam periode di mana
biaya overhead pabrik tetap tersebut terjadi. Dengan demikian biaya overhead
pabrik tetap di dalam metode variable costing tidak melekat pada persediaan
produk yang belum laku dijual, tetapi langsung dianggap sebagai biaya dalam
periode terjadinya.
Metode full costing menunda pembebanan biaya overhead pabrik tetap
sebagai biaya sampai saat produk yang bersangkutan terjual. Jadi biaya overhead
pabrik yang terjadi masih dianggap sebagai aktiva (karena melekat pada
persediaan) sebelum persediaan tersebut terjual. Sebaliknya metode variable
costing tidak menyetujui penundaan pembebanan biaya overhead pabrik tersebut
(atau dengan kata lain tidak menyetujui pembebanan biaya overhead (tetap kepada
produk) dengan alas an seperti diuraikan berikut ini.
Biaya hanya bermanfaat apabila yang akan datang dapat dihindari
terjadinya biaya yang sama. Sebagai contoh pada akhir tahun 19A perusahaan
memiliki 100 kg Produk dalam proses yang telah menelan biaya produksi sebagai
berikut.
Biaya bahan baku variable .................................................................... Rp 5.000,- Biaya tenaga kerja
variable ................................................................... 25.000,- Biaya overhead pabrik
variable ............................................................. 50.000,- Biaya overhead
tetap .............................................................................. 30.000,- Jumlah biaya
produksi ........................................................................... Rp 110.000,-
Biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik yang telah dikonsumsi ke
dalam pengolahan 100 kg produk tersebut baru dapat menyelesaikan 45%nya.
Sedangkan bahan baku Rp. 5.000,- tersebut akan dapat menyelesaikan 100 kg
produk tersebut menjadi produk selesai.
Biaya bahan baku R. 5.000,- tersebut dibebankan sebagai harga pokok
produk dalam proses dan melekat pada harga pokok persediaan yang dicantumkan
dalam neraca per 31 Desember 19A. Biaya tetap 30.000 tersebut tidak dibebankan
sebagai biaya dalam tahun 19A, tetapi ditunda pembebanannya dan pada tanggal
31 Desember 19A dianggap sebagai aktiva.
Dalah tahun 19B perusahaan tidak akan mengeluarkanb biaya bahan baku
untuk 100 kg yang pada tanggal 31 Desember 19A masih dalam proses tersebut.
Sehingga penundaan pembebanan biaya bahan baku tersebut memang bermanfaat
karena penundaan biaya tersebut menghindari dikeluarkannya biaya bahan baku
untuk 100 kg produk dalam proses tersebut dalam tahun 19B. Begitu pula biaya
tenaga kerja dan biaya overhead pabrik variable.
Biaya overhead pabrik tetap merupakan biaya yang tidak berubah dalam
hubungannya dengan perubahan volume di dalam jangka waktu pendek. Biaya
tetap ini merupakan fungsi waktu dan bukan merupakan fungsi produksi. Ada atau
tidak ada produksi biaya ini tetap terjadi. Jadi tidak ada manfaatnya kita menunda
pembebanan biaya-biaya overhead pabrik tetap, dan menganggapnya sebagai
aktiva, jika dalam periode yang akan datang biaya overhead pabrik tetap tersebut
juga akan terjadi. Sebagai contoh: Biaya depresiasi mesin yang dibebankan setiap
bulan dengan memakai metode garis lurus. Apabila biaya depresiasi mesin ini
diperhitungkan ke dalam harga pokok produk maka sampai dengan saat produks
tersebut laku dijual depresiasi ini masih melekat sebagai harga pokok persediaan.
Padahal dalam bulan berikutnya juga akan diperhitungkan biaya depresiasi,
sehingga penundaan pembebanan biaya depresiasi ini (biaya tetap) tidak
mempunyai manfaat, karena tidak dapat menghindari pengeluaran biaya yang
sama dalam periode yang akan datang.
Di muka telah disinggung bahwa di dalam metode variable costing biaya
overhead pabrik tetap diperlakukan sebagai period costs, yaitu biaya-biaya yang
dibebankan di dalam perode terjadinya. Pengertian period costs di daam metode
full costing adalah berbeda. Full costing mengadakan pemisahan antara biaya
produksi dengan period costs. Biaya produksi adalah biaya-biaya yang dapat
diidentifikasi dengan produk yang dihasilkan, sedangkan period cost adalah biaya
biaya yang tidak ada hubungannya dengan produksi, dan dibebankan sebagai
biaya dalam periode di mana biaya tersebut terjadi. Biaya-biaya termasuk dalam
period costs menurut full costing adalah : biaya pemasaran, biaya administrasi dan
umum (baik yang bersifat tetap maupun variable).
Pengertian period costs dalam metode variable costing berbeda dengan
dalam metdeo full costing. Menurut metode variable costing, periode cost adalah
biaya-biaya nutk mempertahankan tingkat kapasitas tertentu guna memproduksi
dan menjual produk. Dalam metode variable costing adalah biaya-biaya yang
tidak berubah dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan dalam
jangka pendek, yang meliputi : biaya overhead pabrik tetap, biaya pemasaran
tetap, biaya administrasi dan umum tetap.
Perbedaan metode full costing dengan variable costing ditinjau dari sudut
penyajian laporan rugi-laba.
Ditinjau dari penyajian laporan rugi-laba, perbedaan pokok anyara metode
variable costing dengan full costing adalah terletak pada klasifikasi pos-pos yang
disajukan di dalam laporan rugi-laba tersebut. Laporan rugi-laba yang disusun
dengan metode full costing menitik-beratkan pada penyajian elemen-elemen biaya
sesuai dengan hubungannya dengan fungsi-fungsi pokok yang ada dalam
perusahaan (functional-cost classification). Sehingga laporan rugi-laba metode
full costing nampak sebagai berikut:
Hasil penjualan ................................................................................ Rp. 500.000,- Harga pokok
penjualan (termasuk biaya overhead pabrik tetap) ..... 250.000,- Rp. 125.000,-
Laba bruto ................................................
Biaya administrasi & umum ............................... Rp 50.000,-
Biaya pemasaran ................................................. 75.000,-
Laba bersih usaha ...................................................................................... Laporan
rugi-laba tersebut di atas jelas menunjukkan bahwa biaya-biaya yang terjadi
dikelompokkan dalam hubungannya dengan fungsi pokok dalam perusahaan,
yaitu fungsi, produksi, pemasaran dan fungsi administrasi & umum. Di lain pihak
laporan rugi-laba metode variable costing lebih menitikberatkan pada penyajian
biaya sesuai dengan tingkah lakunya dalam hubungannya dengan perubahan
volume kegiatan (classification by cost behavior), sehingga laporan rugi-laba
metode variable costing nampak sebagai berikut.
Hasil penjualan ................................................................................ Rp. 500.000,- Dikurangi
biaya-biaya variable
Biaya produksi variable ......................... Rp. 150.000,-
Biaya pemasaran variable ...................... 50.000,-
Biaya administrasi & umum variable..... 30.000,-
Contribution Margin ........................................................................ 230.000,- Rp. 270.000,-
Dikurangi biaya-biaya tetap
Biaya produksi tetap .............................. Rp. 100.000,-
Biaya pemasaran tetap............................ 25.000,-
Biaya administrasi & umum vtetap........ 20.000,-
145.000
Laba bersih usaha ......................................................................................
.125.000 Rp
Dalam laporan rugi-laba metode variable costing tersebut di atas biaya
tetap disajikan dalam satu kelompok tersendiri yang harus ditutup dari
contribution margin yang diperoleh perusahaan, sebelum timbul laba bersih.
Dengan menyajikan semua biaya tetap di dalam satu kelompok tersendiri di dalam
laporan rugi-laba ini, perhatian menejemen dapat terpusat pada tingkah laku biaya
tetap ini dan dapat mengawasinya, baik dalam perencanaan jangka pendek
maupun jangka panjang. Untuk memperjelas uraian perbedaan metode variable
costing dengan full costing berikut ini diberikan contoh perhitungan rugi-laba dan
penyajian laporan rugi-laba menurut masing-masing metode tersebut.
Perhitungan Rugi-Laba dan Penyusunan Laporan Rugi-Laba
Menurut Variable Costing.
PT El Sari memproduksi satu jenis produk dengan isi standar sebanyak 10
biji setiap bungkus. Biaya standar per bungkus produk tersebut adalah sebagai
berikut :
Biaya bahan baku 10 kg @ Rp 1,55 ................................................ Rp. 15,50,- Upah tenaga
kerja variable .............................................................. 60,-- Biaya overhead pabrik
- Variable 20 jam @ 1,50 ................................................. 30,- - Tetap 20 jam @ Rp
1,-- .................................................. 20,-- Jumlah harga pokok standar
perbungkus ................................. Rp 125,50
Biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar jam tenaga
kerja langsung. Tarip biaya overhead pabrik dihitung atas dasar kapasitas produksi
normal perbulan sebanyak 225 bungkus dengan taksiran biaya overhead pabrik
variabel sebesar Rp. 6.750,-- dan biaya overhead pabrik tetap sebesar Rp. 4.500,--
sebulan. Tarip standar biaya overhead pabrik tersebut berasal dari perhitungan
berikut ini:
Tarip biaya overhead pabrik variable :
Rp. 6.750,-- : (225 x 20 jam) = Rp. 1,50 per jam Tenaga kerja langsung, atau
Rp. 6.750,-- : 225 = Rp. 20.,-- per bungkus.
Data produksi dan penjualan serta biaya sesunggunya dalam bulan Januari
dan Februari 19XI nampak dalam tabel berikut ini:
Tahun 19IX
Januari Februari
Jumlah produk yang diproduksi……………...
220 bungkus
230 bungkus
Jumlah produk yang dijual …………………..
150 bungkus
275 bungkus
Jam tenaga kerja langsung sesungguhnya …..
4.400 jam
4.600 jam
Biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi
- Biaya Variabel ………………………..
Rp. 6.600,-
Rp. 6.900,-
- Tetap ……………………………………
5.500,-
5.500,-
Biaya pemasaran tetap ……………………...
1.000,-
1.000,-
Biaya administrasi tetap …………………….
500,-
500,-
Tabel 3.1. : Data produksi, penjualan dan biaya sesungguhnya, bulan Januari
dan Februari 19XI.
Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja sesungguhnya dalam bulan Januari dan
Februari 19XI adalah sebagai berikut:
Januari Februari
Biaya bahan baku ……………... ………………………… 3.565
…………… Biaya Tenaga Kerja 3.410,-- 13.200,-- 13.800,--
1. Atas dasar data tersebut di atas dibuat perbandinaan cara penentu- an harga
pokok produk dan perhitungan rugi-laba menurut metode full costing dan
variable costing seperti nampak dalam tabel 3.2.
Keterangan tabel 3.2 :
Menurut metode full costing di dalam bulan Januari terjadi pembebanan
kurang biaya overhead pabrik sebesar Rp 100,-- yang dihitung sebagai
berikut:
Biaya.overhead pabrik sesungguhnya (periksa tabel 3.1.)
Variable ..................................................... Rp. 6.600,-
Tetap ........................................................... 4.500,-
Rp. 11.100
Biaya.overhead pabrik yang dibebankan kepada produk :
Variable 4.400 x Rp 1,50 ........................... Rp. 6.600,-
Tetap 4.400 x Rp 1,-- ............................ 4.400,-
Rp. 11.000
Pembebanan kurang biaya overhead pabrik (underapplied) Rp. 100,--
Biaya pabrik tetap yagn masih melekat pada persesdiaan akhir menurut metode full costing ( 70 x
Rp. 30,-- Rp. 100,--........................ Rp. 1.400,-
Oleh karena full costing menunda pembebanan biaya overhead pabrik tetap
sebagai biaya dalam bulan Januari, maka akibatnya adalah laba bersih bulan
Januari menurut full costing lebih tinggi Rp 1.400,-- (Rp 15.575,— -- Rp
14.575,--). Jadi jika persediaan akhir lebih besar dari persediaan awal maka
laba bersih menurut metode full costing akan lebih besar dibandingkan
dengan laba bersih menurut metode variable costing, karena dalam metode
full costing harga pokok persediaan akhir mengandung sebagian period costs. 4.
Laba bersih bulan Febuari menurut metode full costing lebih rendah Rp 900,- -
(Rp 30.987,- -- Rp 30.087,50) bila dibandingkan dengan laba bersih metode
variable costing. Hal ini disebabkan karena adanya biaya overhead pabrik tetap
yang oleh metode full costing dipelhitungkan ke dalam persediaan awal dan
persediaan akhir bulan Februari. Perbedaan jumlah biaya overhead pabrik tetap
yang dibebankan kepada persediaan awal dan persediaan akhir dalam metode full
costing mempunyai akibat terhadap perhitungan rugi-laba bulan Februari sebagai
berikut :
Biaya overhead pabrik tetap yang melekat pada persediaan awal
(mengurangi laba bersih) = 70 x Rp 20,-- ..................................... Rp 1.400,-- Biaya
overhead pabrik tetap yang melekat pada persediaan
akhir (menarnbah laba bersih) = 25 x Rp 20,-- ............................. Rp 500,-- Selisih
(lebih rendah) laba bersih metode full costing dari metode
variable costing ............................................................................. Rp. 900,--
Jadi jika persediaan akhir lebih kecil dari persediaan awal maka laba bersih
menurut metode full costing akan lebih kecil dianding dengan laba bersih
menurut metode variable costing, karena sebagian period costs yang
dibebankan pada persediaan awal (yang lebih besar dari yang dibebankan
kepada persediaan akhir dibebankan sebagai biaya dalam periode sekarang.
5. Di dalam metode variable costing, harga pokok persediaan produk lebih rendah
karena hanya dibebani dengan biaya produksi variabel saja. 6. Jika persediaan
produk pada awal dan akhir periode sama, maka laba bersih yang dihitung
dengan metode variable dan lull cosing akan menunjukkan jumlah yang sama.
Misalkan jumlah produk yang terjual dalam bulan Februari berjumlah 230
bungkus, maka perhitungan laba bersih dalam ma'sing-masing metode terse-but
nampak dalam tabel 3.3.
7. Bila volume penjualan konstan, volume produksi berubah, maka laporan rugi
laba direct costing akan menunjukkan laba yang konstan karena labanya tidak
dipengaruhi oleh perubahan dalam psersediaan, sedangkan dalam laporan rugi-
laba full costing akan menunjukkan laba yang berubah, karena labanya
dipengaruhi oleh perubahan dalam persediaan. Misalkan jumlah produk yang
terjual dalam bulan Februari sama dengan bulan januari (150 bungkus). Maka
perhitunagn laba bersih dalam masing-masing metode tersebut nampak dalam
tabel 3.4.
8. Bila volume produksi konstan, kedua metode tersebut akan menunjukkan laba
yang berubah sesuai dengan penjualannya, yaitu bila volume penjualan naik,
maka laba akan naik dan sebaliknya apabila volume penjualan turun, maka
laba akan turun. Tetapi perubahan laba dalam kedua metode tersebut tidak
sama, karena di dalam full costing, perubahannya dipengaruhi oleh perubahan
persediaan.
PT EL SARI
Laporan Rugi-Laba Bulan Februari 19XI
Full Costing Variable Costing
Hasil penjualan Laba kotor …………………. Biaya-biaya variable : Rp. 57.000
230 x Rp 250,-- Harga pokok penjualan 230 x
Harga pokok penjualan 230 x Rp. 57.500,-- 28.865,-- 100,- Rp 10,5 ……………….
Rp 125,5 ……………………. Biaya pemasaran 24.256,- 1.725,- 575,- Rp
Pembebanan biaya overhead Rp. 23.756,- Rp. 28.735,- ……………. Biaya 26.565,- Rp. 30.935,-
pabrik ………………………. Hasil penjualan administrasi & umum Jumlah
Harga pokok penjualan 230 x Rp 250,-- biaya variable ……. Jumlah
sesungguhnya ……………… biaya variable
PT EL SARI
Laporan Rugi-Laba Bulan Februari 19XI
Full Costing Variable Costing
2. Jurnal pemakaian bahan bakar untuk diesel listrik seharga Rp 500.000,--, Biaya
bahan bakar ini merupakan biaya variable.
Biaya Overhead Pabrik Variabel .................................................. Rp. 500.000,- Persediaan
Bahan Bakar ............................................................... Rp. 500.000,-
terjadi
Rugi – Laba Persediaan Produk Jadi Harga pokok penjualan
1
Horngren, Charles T., Cost Accounting, A Managerial Emphasis, Prentice/Hall Internantional, Inch.,
Edisi 3, p 310.
potongan khusus, kampanye adpertensi khusus dan penggunaan premi
untuk meningkatkan volume penjualan. Pengambilan keputusan dalam hal
ini kenvataannya ditentukan dengan cara membandingkan tambahan biaya
dengan tambahan hash penjualan di mesa yang akan datang. Biasanya,
semakin tinggi contribution margin ratio, semakin besar kesempatan untuk
mengadakan promosi penjualan dan sebaliknya semakin rendah ratio
tersebut, semakin besar jumlah volume produk yang perlu dijual untuk
menutup tambahan promosi penjualan tersebut.
d. Apabila telah ditentukan laba yang dikehendaki, maka dapat tidaknya laba
tersebut dicapai dapat segera dinilai dengan menghitung jumlah kuantitas
produk yang harus dijual untuk menghasilkan laba tersebut. Perhitungan
tersebut dapat dengan mudah dibuat dengan cara membagi jumlah biaya
tetap ditambah dengan laba yang dikehendaki tersebut dengan contribution
margin per satuan produk.
e. Seringkali pengambilan keputusan dilakukan untuk mengetahui bagaimana
menggunakan sumber-sumber yang ada (seperti mesin dan bahan baku)
dalam usaha yang paling menguntungkan. Pendekatan kontribusi
memberikan data untuk pembuatan keputusan secara tetap karena suatu
usaha yang paling menguntungkan ditentukan oleh produk yang
menghasilkan kontribusi paling besar dalam usaha memperoleh laba
perusahaan secara keseluruhan.
f. Pendekatan Kontribusi sangat membantu bilamana harga jual ditetapkan
secara tegas dalam industri, karena masalah pokok yang dihadapi masing
masing perusahaan dalam industri tersebut adalah seberapa besar biaya
variabel dapat diperhitungkan (suatu masalah yang sangat dipengaruhi
oleh desain produk) dan seberapa besar volume dapat dicapai.
g. Memang akhirrya permintaan konsumenlah yang menentukan harga jual.
Tetapi harga jual minimum dalam jangka pendek kadang-kadang
ditentukan oleh biaya produksi dan biaya penjualan variabel.
2. Dengan adanya pemisahan biaya tetap dan biaya variabel di dalam metode
variable costing, maka hal ini memungkinkan untuk menghubungan antara
biaya, volume dan laba. Berdasarkan informasi variable costing ini semua
masalah perencanaan laba dapat dengan mudah diselesaikan. Manfaat metode
variable costing dalam analisa biaya, volume dan laba akan dibahas secara
mendalam dalam bab IV - Perencanaan Laba dengan Analisa Impas dan
Analisa Hubungan Biaya Volume dan Laba.
Contoh:
Hasil penjualan 2.000 pasang x Rp 4.000,-- ................................. Rp. 8.000.000,-- Biaya-
biaya Variabel
Harga pokok penjualan
2.000 x Rp 2.500,-- ................................................... Rp. 5.000.000,-- Kornisi
penjualan
2.000 x Rp 250,-- ...................................................... Rp. 500.000,- 5.500.000,-
Contribution margin ...................................................................... Rp. 2.500.000,-
Biaya-biaya Tetap
Sewa toko ................................................................. Rp. 720.000,- Gaii penjaga
toko ...................................................... 200.000,- Biaya
advertensi ....................................................... 100.000,- Piaya tetap yang
lain ................................................. 50.000,- Rp. 1.070.000,-
Laba bersih ................................................................................... Rp. 1.430.000,-
a) Dalam tahun 19B, direksi mempunyai rencana akan menaikkan harga rata
rata setiap pasang sepatu sebesar 25%, sedangkan komisi penjualan akan
dihapuskan dan diganti dengan penambahan gaji penjaga toko per bulan
sebesar Rp 200.000,-- per bulan.
b) Apabila dal tahun 19B diharapkan biaya tetapnya same dengan tahun 19A,
sedangkan direksi menghendaki laba bersih sebesar Rp 2.000.000,-- berapakah
jumlah pasang sepatu yang harus dijual dalam tahun 19B?. Kedua macam
alternatip tersebut dapat dievaluasi dengan mudah atas dasar informasi yang
dihasilkan oleh variable costing.
a) Rencana direksi dalam hal ini akan mempunyai pengaruh terhadap laba
bersih tahun 19B, sebagai berikut :
Hasil penjualan 2.000 x Rp 5.000,-............................................. Rp 10.000.000,-- Biaya
variabel :
Harga pokok penjualan:
2.000 x Rp 2.500,-- .................................... Rp 5.000.000,-
Komisi penjualan ................................................. - 5.000.000,- Contribusi
margin ...................................................................... Rp 5.000.000,-- Biaya Tetap :
Sewa pokok......................................................... Rp 720.000,--
Gaji penjaga toko ................................................ 400.000,-
Biaya advertensi .................................................. 100.000,-
Biaya tetao yang lain ........................................... 50.000,-
1.270.000,--
Laba bersih .......................................................... Rp 3.730.000,--
= Rp 9.824.000,--
Jadi apabila harga per pasang sepatu dalam tahun 19B sebesar Rp 4.000,--
maka dalsm tahun 19B harus dapat menjual 2.456 pa-sang sepatu (Rp
9.824.000,– : Rp 4.000,–) untuk mendapat laba sebesar Rp 2.000.000,--.
Jika membeli :
Jumlah uang yang dikeluarkan per bulan untuk
pembelian suku cadang = 60.000 x Rp 700,--.................................. Rp 42.000.000,--
Tambahan biaya pergudangan 60.000 x Rp 25, ............................. 1.500.000,-- Tambahan
biaya administrasi per bulan........................................... 100.000,-- Jumlah pengeluaran uang
per bulan jika alternatip
membeli dipilih ............................................................................... Rp 43.600.000 Jika
tetap memproduksi sendiri
Biaya produksi variabel per bulan yang dapat dihindari
(320 + 240 + 110) x 60,0001 ........................................................... 40.200.000,- Biaya
tambahan per bulan (incremental cost) jika
alternatip membeli dipilih (sebelum pajak penghasilan)Rp. ........... . 3.400.000,-- Pajak
penghasilan (penghematan pajak)
40% x Rp 3.400 000........................................................................ 1.360.000,-- Biaya
tambahan setelah pajak perseroan per bulan
jika alternatip membeli suku cadang nomor 4965
dipilih .............................................................................................. Rp 2.040.000,-
Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa alternatip tetap
memproduksi sendiri suku cadang tersebut yang seharusnya dipilih, karena
alternatip membeli dari leveransir akan menimbulkan biava tambahan setelah
pajak perseroan per bulan sebesar Rp 2.040.000,--. Dalam perhitungan tersebut
telah dipertimbangkan pajak perseroan sebagai pengurang terhadap biaya
tambahan. Pajak perseroan dikenakan atas laba perusahaan. Jika alternatip
membeli dari leveransir dipilih, terjadi biaya tambahan sebesar Rp 3.400.000,-- per
bulan, atau terjadi penurunan laba sebesar Rp 3.400.000,–, sehingga alternatip
tersebut akan menimbulkan penghematan pajak (tax saving) sebesar Rp
1.360.000,-- (40 % x Rp 3.400.000,–) dengan demikian dalam pengambilan
keputusan ini, adanya penghematan pajak sebesar Rp 1.360.000,– harus
dikurangkan dari biaya tambahan sebesar Rp 3.400.000,– per bulan.