Disusun Oleh:
AFRIDA SARI
NIM: P200202002
A. Latar Belakang
Kejadian anemia bervariasi tetapi diperkirakan sekitar 30% penduduk
dunia menderita anemia, dimana prevalensi tertinggi berada di negara-negara
sedang berkembang. Prevalensi anemia adalah sekitar 8-44%, dengan prevalensi
tertinggi pada laki-laki usia 85 tahun atau lebih. Dari beberapa hasil studi lainya
dilaporkan bahwa prevalensi anemia pada laki-laki adalah 27-40% dan wanita
adalah 16-21%. penyebab tersering anemia adalah anemia kronik dengan
prevalensinya sekitar 35%, diikuti oleh anemia defisiensi besi sekitar 15%.
Penyebab lainnya yaitu defisiensi viamin B12, defisiensi asam folat, perdarahan
saluran cerna dan sindroma mielodisplastik. Pada lansia penderita anemia
berbagai penyakit lebih mudah timbul dan penyembuhanya akan semakin lama.
(WHO dalam Khorni S.A, 2016).
Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang
dari normal, berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin dan kehamilan. Anemia
adalah suatu kondisi penurunan jumlah erithrosit atau jumlah hematokrit atau
kadar hemoglobin. Jenis dan penyebab dari anemia sangat beragam, namun yang
paling banyak adalah anemia defisiensi besi, yaitu anemia diakibatkan kekurangan
zat besi yang merupakan bahan utama pembentukan hemoglobin, sehingga terjadi
gangguan sintesis hemoglobin yang pada akhirnya menyebabkan penurunan
transport oksigen dalam darah. (Masrizal, 2016).
Dalam tubuh oksigen sangat penting dalam proses metabolisme sel.
Kekurangan oksigen menyebabkan dampak yang sangat mempengaruhi dalam
tubuh kita, jaringan seperti otak dan jantung tidak dapat bertahan lama tanpa
adanya suplai oksigen. Maka dari itu berbagai upaya perlu dilakukan untuk
menjamin agar kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan baik.
Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O²). Kebutuhan
fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupnya, dan
untuk aktivitas berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit orang tidak
mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat
diperbaiki dan biasanya pasien akan meninggal. Kebutuhan oksigenasi merupakan
kebutuhan dasar manusia yang di gunakan untuk kelangsungan metabolisme sel
tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel. Dalam
keadaan biasa manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen setiap hari (24 jam)
atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Respirasi berperan dalam mempertahakan
kelangsungan metabolisme sel. Sehingga di perlukan fungsi respirasi yang
adekuat. Respirasi juga berarti gabungan aktifitas mekanisme yang berperan
dalam proses suplai O² ke seluruh tubuh dan pembuangan CO².
Masalah yang muncul pada gangguan oksigenasi mengacu pada frekuensi,
volume, irama, dan usaha pernapasan. pola napas yang normal ditandai dengan
pernapasan yang tenang, berirama, tanpa usaha. Perubahan yang sering terjadi
sebagai berikut : Hipoksia merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan
kebutuhan oksigen dalam tubuh akibat defisiensi oksigen atau peningkatan
penggunaan oksigen di sel, sehingga dapat memunculkan tanda seperti kulit
kebiruan (sianosis), Takipnea merupakan pernapasan dengan frekuensi lebih dari
24kali per menit. Bradipnea, merupakan pola pernapasan yang lambat abnormal,
±10 kali per menit.
Perfusi Jaringan adalah penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat
mengganggu kesehatan. Dampak dari gangguan perfusi jaringan dapat
menyebabkan nafas pendek, cepat capek saat beristirahat yang disebabkan karena
oksigen berkurang, lemah, syok, pusing, pucat karena kekurangan volume darah
dan hb, angina, telinga berdengung, mata berkunang-kunang. Penyebab masalah
perfusi jaringan diantaranya karena dalam tubuh kita oksigen berperan sangat
penting dalam proes metabolisme sel. Kekurangan oksigen menyebabkan damapk
yang sangat berpengaruh dalam tubuh kita, jaringan seperti otak dan jantung tidak
dapat bertahan lama tanpa adanya oksigen. Hb atau sel darah merah adalah
senyawa protein pembawa oksigen dalam sel darah merah, sel darah merah yang
membawa oksigen ke paru paru dan ke seluruh sel sel dalam tubuh kita, jika
oksigen dalam tubuh kita berkurang maka dapat menyebabkan perfusi jaringan.
( Herdman 2012).
B. TUJUAN
Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan yang sistemis dan
lengkap pada pasien dengan kebutuhan oksigenasi.
Tujuan Khusus
Setelah menyusun laporan pendahuluan diharapkan mahasiswa dapat :
a. Memahami lebih dalam tentang konsep dasar gangguan oksigenasi pada
pasien
b. Melakukan pengkajian pada pasien dengan gangguan oksigenasi
c. Menetapkan diagnosa keperawatan pasien dengan dasar analisis data
hasil pengkajian dengan gangguan oksigenasi
d. Melakukan intervensi keperawatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pasien
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan
manusia. Dalam tubuh, oksigen berperan penting di dalam metabolisme sel.
Kekurangan oksigen akan menimbulkan dampak yang bermakna bagi tubuh,
salah satunya kematian. Karenanya, berbagai upaya perlu dilakukan untuk
menjamin agar kebutuhan dasar ini terpenuhi dengan baik. (Pradana,2019)
Oksigenasi adalah proses penambahan O₂ ke dalam sistem (kimia/fisika).
Oksigen merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah
karbondioksida, energi, dan air. Akan tetapi, penambahan CO₂ yang melebihi
batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna
terhadap aktivitas sel.
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb
sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. Anemia
adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen
darah, elemen tidak adekuat atau kurang nutrisi yang dibutuhkan untuk
pembentukan sel darah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas
pengangkut oksigen darah dan ada banyak tipe anemia dengan beragam
penyebabnya. (Pradana, 2019)
B. Klasifikasi
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi didalam tubuh terdiri atas 3 tahapan
yaitu ventilasi, difusi dan transportasi. (Pamungkas,N. 2015)
1. Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dan
atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a. Adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin
tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah. Demikian pula
sebaliknya.
b. Adanya kemampuan thorak dan paru pada alveoli dalam
melaksanakan ekspansi atau kembang kempis
c. Adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang
terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh
sistem saraf otonom. Terjadinya rangsangan simpatis dapat
menyebabkan relaksasi sehingga dapat terjadi vasodilatasi, kemudian
kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan kontriksi sehingga dapat
menyebabkan vasokontriksi atau proses penyempitan
d. Adanya reflek batuk dan muntah
Adanya peran mukus sillialis sebagai penangkal benda asing yang
mengandung interferon dan dapat mengikat virus. Pengaruh proses
ventilasi selanjutnya adalah complience recoil. Complience yaitu
kemampuan paru untuk meengembang dan dipengaruhi oleh berbagai
faktor yaitu adanya sulfaktor pada lapisan alveoli yang berfungsi
untuk menurunkan tegangan permukaan dan adanya sisa udara yang
menyebabkan tidak terjadinya kolaps dan gangguan thoraks. Sulfaktor
diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli dan disekresi saat pasien
menerik napas, sedangkan recoil adalah kemampuan untuk
mengeluarkan CO2 atau kontraksi menyempitnya paru. Apabila
complience baik akan tetapi recoil terganggu maka CO2 tidak dapat
dikelurkan secara maksimal. Pusat pernapasan yaitu medula oblongata
dan pons dapat mempengaruhi proses ventilasi, karena CO2 memiliki
kemampuan merangsang pusat pernapasan. Peningkatan CO2 dalam
batas 6 mmhg dapat dengan baik merangsang pusat pernapasan dan
bila PaCO, kurang dari sama dengan 80 mmhg maka dapat
menyebabkan depresi pusat pernapasan.
2. Difusi gas
Merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kamler paru
dan CO2, di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor :
a. Luasnya permukaan paru
b. Tebalnya membran respirasi atau permeabilitas yang terjadi antara
epitel alveoli dan intertisial. Keduanya ini dapat mempengaruhi
proses difusi apabila terjadi proses penebalan
c. Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 hal ini dapat terjadi sebagai
mana O2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan O2
dari rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena
pulmonalis (masuk dalam darah secara berdifusi ) dan PaCO. Dalam
arteri pulmonalis juga akan berdifusi ke dalam alveoli
d. Afinitas gas
Yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat Hb
3. Transportasi gas
Merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler ke jaringan
tubuh CO2, jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi akan
berikatan dengan Hb membentuk oksihemoglobin (97 %) dan larut dalam
plasma (3 %) sedangkan CO2 akan berikatan dengan Hb membentuk
karbominohemiglobin (3o%) dan larut dalm plasma (50%) dan sebagaian
menjadi Hco3 berada pada darah (65%). Transpotasi gas dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
Kardiak output merupakan jumlah darah yang dipompa oleh darah.
Normalnya 5 L/menit. Dalam kondisi patologi yang dapat menurunkan
kardiak output (misal pada kerusakan otot jantung, kehilangan darah)
akan mengurangi jumlah oksigen yang dikirim ke jaringan umumnya
jantung menkompensasi dengan menambahkan rata-rata pemompaannya
untuk meningkatkan transport oksigen
Kondisi pembuluh darah, latihan dan lain lain secara langsung
berpengaruh terhadap transpor oksigen bertambahnya latihan
menyebabkan peningkatkan transport O2 (20 x kondisi normal).
Meningkatkan kardiak output dan penggunaan O2 oleh sel.
C. Etiologi
1. Faktor Fisiologis
a. Penurunan kapasitas angkut O₂
Secara fisiologis, daya angkut hemoglobin untuk membawa O2
ke jaringan adalah 97%. Akan tetapi, nilai tersebut dapat berubah
sewaktu-waktu apabila terdapat gangguan pada tubuh. Misalnya, pada
penderita anemia atau pada saat yang terpapar racun. Kondisi
tersebutdapat mengakibatkan penurunan kapasitas pengikatan O₂.
b. Penurunan Konsentrasi O₂ inspirasi
Kondisi ini dapat terjadi akibat penggunaan alat terapidan
penurunan kadar O₂ inspirasi.
c. Hipovolemik
Kondisi ini disebabkan oleh penurunan volume sirkulasi darah
akibat kehilangan cairan ekstraselular yang berlebihan.
d. Peningkatan Laju Metabolik
Kondisi ini dapat terjadi pada kasus infeksi dan demam yang
terus-menerus yang mengakibatkan peningkatan laju metabolik.
Akibatnya, tubuh mulai memecah persediaan protein dan
menyebabkan penurunan massa otot.
e. Kondisi Lainnya
Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada, seperti
kehamilan, obesitas, abnormalitas musculoskeletal, trauma, penyakit
otot, penyakit susunan saraf, gangguan saraf pusat dan penyakit
kronis.
2. Faktor perkembangan
a. Bayi premature
Bayi yang lahir prematur berisiko menderita penyakit membran
hialin yang ditandai dengan berkembangnya membran serupa hialin
yang membatasi ujung saluran pernafasan. Kondisi ini disebabkan
oleh produksi surfaktan yang masih sedikit karena kemampuan paru
menyintesis surfaktan baru berkembang pada trimester akhir.
b. Bayi dan anak-anak
Kelompok usia ini berisiko mengalami infeksi saluran pernapasan
atas, seperti faringitis, influenza, tonsilitis, dan aspirasi benda asing
(misal: makanan, permen dan lain-lain).
c. Anak usia sekolah dan remaja
Kelompok usia ini berisiko mengalami infeksi saluran napas akut
akibat kebiasaan buruk, seperti merokok.
d. Dewasa muda dan paruh baya
Kondisi stress, kebiasaan merokok, diet yang tidak sehat, kurang
berolahraga, merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko
penyakit jantung dan paru pada kelompok usia ini.
e. Lansia
Proses penuaan yang terjadi pada lansia menyebabkan perubahan
fungsi normal pernafasan, seperti penurunan elastis paru, pelebaran
alveolus, dilatasi saluran bronkus dan kifosis tulang belakang yang
menghambat ekspansi paru sehingga berpengaruh pada penurunan
kadar O₂.
3. Faktor Perilaku
a. Nutrisi
Kondisi berat badan berlebih (obesitas) dapat menghambat
ekspansi paru, sedangkan malnutrisi berat dapat mengakibatkan
pelisutan otot pernapasan yang akan mengurangi kekuatan kerja
pernapasan.
b. Olahraga
Latihan fisik akan meningkatkan aktivitas metabolik, denyut
jantung dan kedalaman serta frekuensi pernapasan yang akan
meningkatkan kebutuhan oksigen.
c. Ketergantungan zat adiktif
Penggunaan alkohol dan obat-obatan yang berlebihan dapat
mengganggu oksigenasi. Hal ini terjadi karena :
1) Alkohol dan obat-obatan daoat menekan pusat pernapasan dan
susunan saraf pusat sehingga mengakibatkan penurunan laju dan
kedalaman pernapasan.
2) Penggunaan narkotika dan analgesik, terutama morfin dan
meperidin, dapat mendepresi pusat pernapasan sehingga
menurunkan laju dan kedalaman pernafasan.
d. Emosi
Perasaan takut, cemas dan marah yang tidak terkontrol akan
merangsang aktivitas saraf simpatis. Kondisi ini dapat menyebabkan
peningkatan denyut jantung dan frekuensi pernapasan sehingga
kebutuhan oksigen meningkat. Selain itu, kecemasan juga dapat
meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan.
e. Gaya hidup
Kebiasaan merokok dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan
oksigen seseorang. Merokok dapat menyebabkan gangguan
vaskulrisasi perifer dan penyakit jantung. Selain itu nikotin yang
terkandung dalam rokok bisa mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh
darah perifer dan koroner.
4. Faktor Lingkungan
a. Suhu
Faktor suhu dapat berpengaruh terhadap afinitas atau kekuatan
ikatan Hb dan O₂. Dengan kata lain, suhu lingkungan juga bisa
memengaruhi kebutuhan oksigen seseorang.
b. Ketinggian
Pada dataran yang tinggi akan terjadi penurunan pada tekanan
udara sehingga tekanan oksigen juga ikut turun. Akibatnya, orang
yang tinggal di dataran tinggi cenderung mengalami peningkatan
frekuensi pernapasan dan denyut jantung. Sebaliknya, pada dataran
yang rendah akan terjadi peningkatan tekanan oksigen.
c. Polusi
Polusi udara, seperti asap atau debu seringkali menyebabkan sakit
kepala, pusing, batuk, tersedak, dan berbagai gangguan pernapasan
lain pada orang yang menghisapnya. Para pekerja di pabrik asbes atau
bedak tabur berisiko tinggi menderita penyakit paru akibat terpapar
zat-zat berbahaya.
D. Patofisiologi
Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa mengandung rata-rata 3 –5
gr besi, hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin dilepas pada
proses penuaan serta kematian sel dan diangkat melalui transferin plasma ke
sumsum tulang untuk eritropoiesis. Pada peredaran zat besi berkurang, maka
besi dari diet tersebut diserap oleh lebih banyak. Besi yang dimakan diubah
menjadi besi keto dalam lambung dan duodenum, penyerapan besi terjadi
pada duodenum dan jejenum proksimal, kemudian besi diangkat oleh
tranferin plasma ke sumsum tulang, untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat
penyimpanan di jaringan.
Pembentukan Hb terjadi pada sumsum tulang melalui semua stadium
pematangan besi merupakan susunan atau sebuah molekul dan hemoglobin,
jika zat besi rendah dalam tubuh maka pembentukan eritrosit atau eritropoetin
akan mengganggu sehingga produksi sel darah merah berkurang, sel darah
merah yang berkurang atau menurun mengakibatkan hemoglobin menurun
sehingga transportasi oksigen dan nutrisi ke jaringan menjadi berkurang, hal
ini mengakibatkan metabolisme tubuh menurun.
E. Manifestasi klinis
1. Takipnea
Frekuensi pernafasan yang cepat. Biasanya ini terlihat pada kondisi
demam, asidosis metabolic, nyeri dan pada kasus hiperkapnia atau
hipoksemia.
2. Bradipnea
Frekuensi pernapasan yang lambat dan abnormal. Biasanya terlihat
pada orang yang baru menggunakan obat-obatan seperti morfin dan pada
kasus alkalosis metabolic, dan lain-lain.
3. Batu Apnea
Biasanya juga disebut dengan henti napas.
4. Hiperventilasi
Peningkatan jumlah udara yang memasuki paru-paru. Kondisi ini
terjad saat kecepatan ventilasi melebihi kebutuhan metabolic untuk
pembuangan karbondioksida.
5. Hipoventilasi
Penurunan jumlah udara yang memasuki paru-paru. Kondisi ini
terjadi saat ventilasi alveolar tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan
metabolic untuk penyaluran oksigen dan pembuangan karbondioksida.
6. Dispnea
Kesulitan atau ketidaknyamanan saat bernapas.
F. WOC
ANEMIA
Energy yang
Nausea, anoreksia,
dihasilkan menurun
dispnea bb ↓
Kelemahan fisik
Defisit nutrisi
Nafas pendek
Intoleransi
aktifitas
G. Metode pemberian oksigenasi
1. System aliran rendah
a. Kateter nasal
O₂ dengan aliran 1-6 L/menit konsentrasi 24%-44%
b. Kanula nasal
O₂ dengan aliran 1-6L/menit konsentrasi O₂ sama dengan kateter
nasal
c. Sungkup muka sederhana
O₂ delang seling 5-8 L/menit dengan konsentrasi O₂ 40%-60%.
d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing
O₂ dengan konsentrasi tinggi yaitu 60%-80% dengan aliran 8-12
L/menit
e. Sungkup muka dengan kantong non rebriting
Konsentrasi O₂ mencapai 99% dengan aliran 8-12 L/menit dimana
udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi.
2. System aliran tinggi
System aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury. Prisip
pemberian O₂ dengan alat ini yaitu gas yang dilairkan dari tabung akan
menunjukan ke sungkup yang kemudian ditabung akan dihampit untuk
mengatur suplai O₂ sehingga tercipta tekanan negative, akibatnya udara
luar dapat dihisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran
udara pada alat ini sekitar 4-14 L/menit dengan konsentrasi 30%-55%.
(Nurarif,H,A & Kusuma, H.2015).
H. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya
gangguan oksigenasi yaitu: (Pamungkas, N. 2015)
1. Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran gas
secara efisien.
2. Pemeriksaan gas darah arteri
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane
kapiler alveolar dan keadekuatan oksigenasi.
3. Oksimetri
Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler
4. Pemeriksaan sinar X dada
Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-proses
abnormal.
5. Bronkoskopi
Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel sputum/benda
asing yang menghambat jalan nafas.
6. Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
7. Fluoroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal: kerja jantung dan
kontraksi paru.
8. CT-SCAN
Untuk mengintifikasi adanya massa abnormal.
I. Konep Asuhan Keperawatan
1. Fokus pengkajian
2. Diagnose keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya napas (kelemahan otot
pernafasan)
b. Intervensi
- Berikan oksigen
d. Intervensi
1) Manajemen nutrisi
- Identifikasi status nutrisi
ANALISA KETERAMPILAN
N : 76x/menit S : 37 C
Data objektif
Data objektif
a. Status nutrisi
2. Defisit nutrisi b.d a. Manajemen nutrisi
- Porsi makanan yang
faktor psikologis
- Identifikasi status
(keengganan untuk dihabiskan [5]
nutrisi
makan)
- Frekuensi makan [5]
- Monitor asupan
- Nafsu makan [5] makan
- Monitor berat badan
- Identifikasi
kebutuhankalori dan
jenis nutrien
a. Toleransi aktifitas b. Manajemen energi
3. Intoleransi aktifitas
- Identifikasi
b.d kelemahan - Keluhan lelah [5]
gangguan fungsi
- Dispnea saat aktivitas
tubuh yang
[5]
mengakibatkan
- Perasaan lemah [5]
kelelahan
- Monitor kelelahan
fisik dan emosional
- Monitor pola jam
tidur
LAPORAN ANALISA KETERAMPILAN
(KEPERAWATAN DASAR PROFESI)
NO ITEM REVIEW
A. IDENTITAS PASIEN :
:Ny. A
1. Initial pasien
2. : 30 tahun
Usia
3. : anemia
Diagnosa medis
4. : Oksigenasi
Pemenuhan kebutuhan
5. : pola nafas tidak efektif
Diagnosa keperawatan
6. : terapi oksigen
Tindakan yang
7. dilakukan
8. Tanggal tindakan : 01 januari 2021
2. Identifikasi pasien
R: untuk mengetahui apakah benar pasien yang akan
diberikan terapi oksigen, supaya tidak ada kesalahan
saat pemberian
3. Cuci tangan
R: untuk mebersihkan tangan dari benda-benda
asing yang menempel pada tangan.
C ANALISA
KETERAMPILAN
1 Bahaya yang mungkin - keracunan oksigen
terjadi dan cara
Dikarenakan aliran O2 yang diberikan terlalu banyak
pencegahan
Cara pencegahan : memperhatikan aliran oksigen yang
diberikan kepada pasien
2 Identivikasi tindakan 1. lakukan observasi setelah pemasangan oksigenasi
keperawatan lainya 2. observasi tanda-tanda sistemik local seperto warna
untuk mengatasi kulit, warna bibir, ujung kuku, mengecek RR pasien
masalah tersebut
3 Identifikasi masalah Resiko gangguan sirkulasi spontan b/d keracunan
keperawatan lain yang oksigen
mungkin muncul
4 Evaluasi Praktek berjalan dengan keterbatasan alat seperti :
Beberapa tahapan terlupa dilakukan yaitu mendekatkan
alat ke pasien Dampak yang mungkin akan muncul
petugas/perawat kesulitan memasang alat karna alat-alat
yang ingin digunakan jauh dari petugas
Praktek berjalan dengan ancer, tindakan dilakukan
dengan keyakinan dan waktu lebih efisien
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Khorni S.A, 2016, Asuhan Keperawatan Pada Tn.w Dngan Gangguan Sistem
Hematologi: Anemia Defisiensi Fe Di Ruang Gladiol Atas RSUD
Sukoharjo.