Anda di halaman 1dari 9

JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI

VOLUME 2 NOMOR 2, MARET 2015

LAPORAN KASUS

Manajemen Akhir Hayat pada Pasien Kritis dI ICU

Rifdhani Fakhrudin Nur, *Bambang Suryono, *Pandit Sarosa


Peserta Didik Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UGM/
RSUP Dr. Sardjito
*Konsultan Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UGM/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

ABSTRAK
Telah dilakukan manajemen akhir hayat pada pada seorang perempuan usia 63 tahun, dengan diagnosis
ROSC pascahenti jantung, edema serebri difus, asidosis metabolik, anemia, dan hipoalbumin yang dirawat
di ICU.
Keadaan akhir hayat ditunjukkan dengan adanya tanda-tanda kematian batang otak dan kegagalan
fungsional berupa kegagalan usaha nafas yang menetap pada pasien yang dapat menyebabkan kematian
pada hari ke-3 perawatan. Dokter menjelaskan tentang kondisi akhir hayat pasien berupa tanda-tanda
kematian batang otak, prognosis dan kemungkinan yang akan terjadi dan keputusan yang harus diambil
keluarga mengenai keadaan akhir hayat pada pasien. Keluarga memutuskan menerima kondisi pasien,
meminta untuk meneruskan bantuan yang sekarang diberikan namun tidak melakukan pertolongan
lanjut jika kondisi memburuk. Rohaniwan melakukan pendampingan berupa bimbingan rohani, konseling
spiritual akhir hayat, bimbingan ibadah dan doa untuk pasien. Belum ada komunikasi yang intensif antara
tim medis tentang kondisi akhir hayat pada pasien.
Pendampingan dilakukan sampai saat kematian dengan mengundang keluarga, tidak melakukan resusitasi
jantung paru sesuai permintaan keluarga dan menyatakan kematian pasien di hadapan keluarga.

Kata kunci : akhir hayat, pasien kritis, ICU

ABSTRACT
An end-of-life care was performed to a 63 years old woman who was admitted in the ICU with ROSC post
cardiac arrest, diffuse cerebral edema, metabolic acidosis, anemia and hipoalbumin.
End-of-life condition was showed with symptoms of brain-stem death and functional impairment of
breathing effort that persisted at third day of care. Physician explained to patient’s family about end-of-life
condition, prognose, probability, and a desicion making that would had to make. Family decided to accept
this condition, wish to continue medication but not to resuscitate if patient’s condition became worst. A
chaplain gave spiritual care, end-of-life counceling, and praying to patient. Unfortunately, there was no
intensive communication among medical teams about end-of-life condition.
Patient care was underwent until the time of death with permitted family at patient’s bedside, not gave
cardiopulmonal resuscitation as family’s wishes and pronaounced death in front of family.

Keywords :end-of-life, critically ill, intensive care unit

51
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 2 Nomor 2, Maret 2015

A. PENDAHULUAN disertai penurunan penyedia layanan kesehatan


Tujuan utama perawatan di ICU adalah untuk pada populasi ini. Antusiasme penggunaan
membantu pasien melewati ancaman kehidupan teknologi dalam perawatan pasien juga seringkali
akut sambil menjaga dan mengembalikan kualitas mengabaikan keinginan pasien, kualitas hidup dan
hidup pasien. Tujuan tersebut seringkali tercapai, efek negatif terapi bagi pasien itu sendiri. Untuk
dengan angka kesembuhan pasien sekitar 75-90%. mengatasi keadaan tersebut, diperlukan ilmu
Namun, ICU masih menjadi tempat kematian pengetahuan yang menjamin kualitas pelayanan
paling sering di rumah sakit. Sebuah studi di akhir hayat pada pasien dan keluarganya.2,3
Amerika Serikat menemukan angka kematian Berbagai permasalahan dalam penanganan
sebesar 22% diantara pasien yang masuk ICU.1 pasien akhir hayat di ICU telah mendorong
Kematian yang terjadi di ICU merupakan berbagai lembaga untuk mengeluarkan
kejadian kompleks. Menangani pasien dan pernyataan, rekomendasi dan petunjuk tentang
keluarganya di akhir hayat menjadi pekerjaan kondisi akhir hayat. National Institute of Health
yang berat bagi tenaga medis. Hal ini disebabkan menerbitkan pernyataan tentang peningkatan
terbatasnya dokumentasi dan penelitian tentang kualitas pelayanan akhir hayat. Sedangkan
penanganan akhir hayat. Penanganan pasien akhir American College of Critical Care Medicine juga
hayat juga sangat bervariasi diantara dokter, rumah mengeluarkan rekomendasi dalam pelyanan
sakit dan negara. Variasi ini meliputi keputusan akhir hayat pasien di ICU. Sayangnya, berbagai
untuk memberikan bantuan hidup, permintaan rekomendasi tersebut sampai sekarang belum
tidak meresusitasi (DNR) dan kemauan mengobati diadopsi oleh penyedia layanan kesehatan
pasien yang tidak sadar secara permanen. di Indonesia. Mengingat besarnya pengaruh
Sebuah penelitian terhadap 6000 pasien yang kebudayaan lokal dan tradisi keagamaan setempat
menjalani perawatan di 131 ICU di Amerika Serikat dalam pelayanan akhir hayat, sangat diperlukan
menemukan derajat pelayanan akhir hayat yang adopsi sekaligus modifikasi dari berbagai
sangat bervariasi. Insidensi kematian pasien rekomendasi pelayanan akhir hayat yang sudah
dengan pelayanan agresif berkisar antara 4% di tersedia.2,7
satu ICU sampai 79% di ICU lain. Demikian pula
insidensi penghentian bantuan medis pada pasien B. KASUS
akhir hayat berkisar antara 0% sampai dengan 79% Pasien perempuan usia 63 tahun, berat badan
diantara beberapa ICU.6 Alasan variasi ini tidak 55 kg, dengan diagnosis ROSC pascahenti jantung,
diketahui dengan jelas, tapi biasanya meliputi edema serebri difus, asidosis metabolik, anemia,
perbedaan dalam jenis pelayanan, akses terhadap hipoalbumin.
pelayanan kesehatan sampai budaya lokal dan Dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa
tradisi keagamaan setempat.4 1 jam sebelum masuk RS, pasien mengeluh nyeri
Perkembangan dalam ilmu kedokteran dan kepala saat berada di ruangan poli rawat jalan
perawatan kesehatan telah merubah proses alami RSUP Dr. Sardjito. Tiba-tiba pasien jatuh, kejang
kematian. Obat dan alat kedokteran baru yang seluruh tubuh dan tidak sadarkan diri. Pasien segera
terus mengalami perkembangan dan digunakan di dibawa ke ruang resusitasi IGD dan dilakukan
ICU meningkatkan kemampuan memodifikasi efek pertolongan. Saat dipasang monitor, pasien
penyakit yang dulunya berakibat fatal. Kematian mengalami henti jantung. Dilakukan resusitasi
bukan lagi hanya terjadi mendadak karena infeksi jantung-paru sebanyak dua siklus, respon dengan
atau trauma, akan tetapi terjadi dengan proses kembali ke sirkulasi spontan (ROSC). Pasien
lambat, pada usia tua atau pada periode terminal terintubasi endotrakeal, terpasang ventilator dan
suatu penyakit kronis. Hasilnya, terjadi pergeseran mendapat support inotropik dan vasokonstriktor.
demografik berupa peningkatan populasi pasien Pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium
dengan penyakit kritis dengan kondisi akir hayat dengan hasil anemia (Hb : 8,3), leukositosis (17,63),

52
Manajemen Akhir Hayat pada Pasien Kritis dI ICU

hipoalbuminemi (2,9) dan hasil analisis gas darah mg/12jam), manitol (125 mg/6jam), omeprazol
menunjukkan asidosis metabolik berat (pH : 7,01; (40 mg/24jam), fentanyl kontinu (0,5 mcg/kg/jam)
pO2 : 95,9; pCO2 : 66,7; HCO3 : 16,6; BE : -24; SO2 dan norepinefrin dosis titrasi. Pasien direncanakan
: 99,8; AaDO2 : 398,8). Dari pemeriksaan CT scan untuk monitoring dan stabilisasi kardiorespirasi.
kepala didapatkan edema serebri difus dan tidak Selain perawatan oleh dokter ICU, pasien juga
tampak perdarahan atau massa intrakranial. dirawat bersama dengan dokter saraf, bedah saraf
Pasien kemudian dipindahkan ke ICU dengan dan penyakit dalam.
kesadaran koma, tekanan darah 130/70 mmHg, Keluarga pasien diberikan edukasi oleh dokter
laju nadi 116 x/mnt, kecepatan respirasi 14 x/mnt ICU tentang penyakit yang diderita pasien meliputi
on bagging dan suhu tubuh 36,7 C. Pemeriksaan penyebab, tanda, gejala, indikasi perawatan
kepala didapatkan konjunctiva anemis, pupil ICU dan prognosis. Keluarga juga dijelaskan
isokor diameter 3/3 mm, refleks cahaya +/+, refleks tentang tindakan medis yang akan dilakukan dan
kornea +/+. Pemeriksaan thoraks didapatkan komplikasi yang mungkin akan terjadi.
vesikuler ka=ki, rhonki -/- , wheezing -/-. Abdomen Pada perawatan hari ke-3 didapatkan
dan ekstremitas tidak didapatkan kelainan. Pasien hilangnya refleks batang otak. Kesadaran pasien
dirawat dengan masalah aktif ROSC pascahenti koma dengan GCS E1M1VT, pupil isokor diameter
jantung, edema serebri difus, anemia, leukositosis, 4/4 mm, refleks kornea -/-, refleks cahaya -/-,
hipoalbuminemi dan asidosis metabolik berat. gag reflex (-), doll’s eye (-). Dilakukan edukasi
Pasien dipasang monitor EKG, pengukur tentang tanda-tanda kematian batang otak
tekanan darah non invasif dan pulse oxymetri. kepada keluarga, prognosis dan keputusan yang
Pasien diposisikan supine head up 30 derajat, harus diambil. Setelah melakukan rapat internal,
pemasangan ventilator dengan mode PSIMV keluarga memutuskan menerima kondisi pasien,
(FiO2 50%, Pc 15, RR 14, PEEP 5), terapi cairan meminta untuk meneruskan bantuan hidup
maintenans dan pemasangan NGT. Dilakukan yang sudah diberikan namun menolak untuk
pemeriksaan laboratorium lengkap, AGD dan foto dilakukannya pertolongan lanjut jika kondisi
ronsen. Terapi medikamentosa yang diberikan memburuk mendekati kematian.
adalah cefotaxim (1 gr/12jam), citicholin (250

Gambar 1. Diagram status pasien selama perawatan di ICU

53
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 2 Nomor 2, Maret 2015

Pada perawatan hari ke-4 kondisi pasien penyakit atau kegagalan fungsional yang menetap
semakin memburuk. Dilakukan edukasi akhir dan fluktuatif, 2) gejala tersebut didasari oleh
hayat pada keluarga berupa penjelasan tentang penyakit yang ireversibel dan dapat menyebabkan
kondisi hemodinamik yang turun, kesempatan kematian.2, 10
untuk mendoakan dan penawaran pendampingan Pada pasien ini keadaan akhir hayat
rohaniawan. Rohaniawan melakukan pendam- ditunjukkan dengan hilangnya refleks batang
pingan berupa bimbingan rohani, konseling otak pada hari ke-3 perawatan. Terjadi kegagalan
spiritual akhir hayat, bimbingan ibadah dan doa fungional berupa kegagalan usaha nafas yang
kepada pasien. menetap pada pasien yang dapat menyebabkan
Pukul 10.00 hemodinamik pasien tidak stabil kematian.
dengan bradikardi 38 x/mnt, tekanan darah tidak
terukur, SpO2 tidak terbaca. Atas kesepakatan
dengan keluarga, tidak dilakukan resusitasi lebih 2. Pengelolaan Gejala dan Pelayanan Paliatif
lanjut pada pasien. Pasien kemudian dinyatakan Banyak gejala nyata yang dapat terlihat pada
meninggal di hadapan keluarga. kondisi akhir hayat, dan gejala tersebut harus
cepat dikenali. Gejala nyata tersebut meliputi,
C. PEMBAHASAN namun tidak terbatas pada : nyeri, sesak nafas,
1. Mengenali Kondisi Akhir Hayat sekresi berlebihan, depresi dan dimensia. Nyeri
Penting bagi seorang dokter ICU untuk merupakan gejala yang ditakutkan pasien,
mengenali kondisi akhir hayat pada pasien. Hal sehingga manajemen nyeri yang baik dan agresif
ini menjadi penting bukan hanya karena dokter akan memberikan ketenangan. Lebih dari
harus terlibat dalam rencana akhir hayat, namun 50% pasien dengan sakit kritis di rumah sakit
juga karena hanya sekitar 45% pasien yang dapat mengeluhkan berbagai derajat nyeri. Nyeri di ICU
dikenali bahwa mereka sedang dalam kondisi biasanya berhubungan dengan sebab iatrogenik,
akhir hayat. Meskipun sebagian besar orang prosedur dan intervensi. Prosedur yang biasanya
tidak ingin meninggal di rumah sakit, nyatanya memberikan ketidaknyamanan di ICU misalnya
lebih dari setengah populasi meninggal di rumah suctioning, insersi kateter, perawatan luka dan
sakit. Dokter biasanya menaruh harapan berlebih terpasangnya pipa ET. Meminimalkan atau
terhadap kehidupan pasien, sehingga pergeseran menghilangkan nyeri sumber iatrogenik hendaknya
pelayanan dari pemberian bantuan hidup menuju menjadi bagian dari perencanaan pengelolaan
perawatan paliatif menjadi tantangan intelektual nyeri. Saat pasien tidak dapat mengeluhkan sendiri
tersendiri. Kemampuan dokter untuk membuat derajat nyerinya, sistem penskoran berdasarkan
prognosis yang akurat juga seringkali terpengaruh variabel fisiologis dan behavioral dapat menjadi
oleh keputusan pasien atau keluarganya tentang dasar objektif bagi penilaian nyeri. Nyeri
keadaan akhir hayat, terutama pada pasien non- hendaknya dinilai dengan sungguh-sungguh. Dosis
kanker.5 obat anti nyeri harus terjadwal dan diresepkan
Tidak ada bukti ilmiah yang mendukung sesuai dengan kebutuhan pasien.5
definisi yang tepat dari keadaan akhir hayat. Sesak nafas dan distres respirasi adalah gejala
Keadaan akhir hayat biasanya lebih didasarkan yang umum pada pasien yang masuk ICU. Data
pada definisi aturan lingkungan setempat menunjukkan bahwa terapi pada sesak nafas di
daripada data ilmiah. Definisi setempat inilah yang masa akhir hayat cenderung tidak sempurna.
menjadi penghalang bagi peningkatan kualitas Pendekatan terbaik adalah dengan melacak
pelayanan dan penelitian tentang kondisi akhir sumber sesak nafas, tingkat kesadaran pasien dan
hayat. Meskipun demikian, beberapa keadaan kebutuhan pasien. Beberapa pendekatan dapat
yang diyakini menjadi petunjuk proses akhir hayat mengobati gejala secara langsung sehingga dapat
diantaranya : 1) adanya penyakit kronis atau gejala memperpanjang hidup, seperti suplementasi

54
Manajemen Akhir Hayat pada Pasien Kritis dI ICU

oksigen, kortikosteroid, diuretik dan bronkodilator. harus dipahami adalah bahwa penarikan terapi
Dokter harus bekerja sama dengan pasien dan penopang hidup merupakan salah satu prosedur
keluarganya untuk menentukan pendekatan paling standar dalam pengelolaan pasien kritis. Dokter
optimal untuk pasien secara individual.5 hendaknya mengikuti langkah-langkah prosedur
Delirium adalah gejala yang umum dalam ini seperti halnya mengikuti prosedur lain seperti
keadaan akhir hayat. Gejala distres seperti intubasi endotrakea atau kateterisasi vena sentral.
nyeri atau sesak nafas dapat berkontribusi Komunikasi dengan keluarga dan mempersiapkan
menyebabkan delirium. Gejala ini harus diatasi mereka untuk proses penarikan terapi merupakan
terlebih dahulu dengan analgesia dan terapi lain langkah penting. Misalnya, dokter memberi
sebelum pemberian obat sedatif. Melepas ikatan pengertian tentang pola nafas normal pada
pasien, menginduksi tidur, mengurangi suara dan pasien yang akan mengalami kematian, dan tidak
cahaya dan mengijinkan pendampingan keluarga menyebutnya sebagai nafas agonal. Hal ini akan
adalah beberapa usaha untuk mengurangi efek memberikan kecemasan kepada keluarga pasien.5
negatif delirium dan meminimalkan penggunaan Sama seperti prosedur klinis lainnya,
obat sedatif. Saat penggunaan obat sedatif perencanaan yang jelas dalam prosedur penarikan
menjadi terapi utama untuk agitasi di akhir hayat, terapi membantu memastikan tidak ada hal yang
penggunaannya dapat menghilangkan interaksi terlewat, misalnya menghentikan terapi rutin
yang berharga antara pasien dan keluarganya yang membuat pasien tidak nyaman (seperti
sebelum meninggal, sehingga hendaknya foto ronsen dan pengambilan sampel darah).
digunakan sebagai usaha terakhir. Perencanaan yang baik juga memungkinkan
Pada pasien ini tidak didapatkan gejala nyeri, dokter untuk mengadakan kontak dengan
sesak nafas, depresi atau dimensia. Sejak pertama pekerja sosial, pemuka agama dan koordinator
kali masuk, pasien dalam keadaan koma dengan donor organ. Dokter harus membantu keluarga
GCS E1M1VT dan tidak ada perbaikan tingkat menghadapi proses kematian. Targetnya adalah
kesadaran selama perawatan. Meskipun demikian, memberikan pasien dan keluarganya cukup ruang
pasien masih mendapatkan terapi analgesia berupa dan kesempatan untuk menghadapi kematian
fentanyl kontinu dengan dosis 0,5 mcg/kg/jam. dengan tenang. Jika proses kematian berangsung
Pelayanan paliatif berhubungan dengan lama dan tempat di ICU tidak memungkinkan
pengurangan penderitaan. Pengurangan terjadinya proses kematian seperti ini, pasien bisa
penderitaan bukan saja meringankan gejala dipindahkan ke tempat lain di rumah sakit.5
fisik seperti nyeri, namun juga mengurangi stres Saat sudah dibuat keputusan untuk
psikologi, sosial dan spiritual. Meskipun target mengalihkan strategi dari pengobatan menuju
pelayanan medik sangat penting, pengurangan kenyamanan pasien, semua terapi di ICU hendaknya
penderitaan pada pasien juga sama pentingnya dievaluasi apakah terapi tersebut memberikan
Untuk itu, melibatkan tim pelayanan paliatif sejak kontribusi positif bagi kenyamanan pasien.
awal pada pelayanan pasien sakit kritis tidak Pengobatan seperti antibiotik, obat vasoaktif,
hanya dapat membantu pasien, namun juga dapat hemodialisis dan nutrisi intravena biasanya tidak
membantu keluarga pasien memahami penyakit memberikan kenyamanan pada pasien dan dapat
yang diderita pasien, baik sebelum dan sesudah dihentikan selama proses penarikan terapi. Dokter
kematiannya. juga biasa menentukan batas terapi yang tidak
diindikasikan seperti resusitasi jantung paru,
3. Penarikan Terapi Penopang Hidup sembari melanjutkan terapi agresif lain.5
Praktik klinis seputar penarikan terapi Keputusan untuk menghentikan terapi
penopang hidup merupakan kombinasi dari idealnya melibatkan pasien sebelum dia tidak
pertimbangan teoritis, data empirik dan bisa berkomunikasi dan melalui komunikasi
pengalaman klinis. Salah satu konsep penting yang dengan keluarganya. Komunikasi ini paling baik

55
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 2 Nomor 2, Maret 2015

dilakukan di awal masa perawatan pada penyakit prognosis penyakit, menjelaskan kemungkinan
tahap terminal. Sayangnya, pada unit perawatan hasil dari keputusan yang diambil, memastikan
modern, hubungan dokter-pasien seperti ini jarang pasien memahami penjelasan yang diberikan,
terjadi. Jika pasien tidak memiliki kapasitas untuk mendiskusikan keinginan pasien dan mencapai
membut keputusan, maka keluarga atau orang- kesepakatan tentang program terapi yang paling
orang di sekitarnyalah yang mengambil keputusan sesuai dengan pasien.8
dengan mempertimbangkan harapan pasien Pada prinsip otonomi, pasien yang masih
sebelumnya. Keputusan penghentian pengobatan mampu membuat keputusan sendiri berhak
dibagi menjadi dua bagian : pasien dengan ventilasi menolak semua pengobatan termasuk terapi
mekanik atau pasien tanpa ventilasi mekanik. yang menunjang kehidupannya. Standar ini
Saat pasien menggunakan ventilasi mekanik, menjadi masalah di ICU karena 95% pasien di ICU
tim pelayanan kesehatan dapat memper- tidak mampu membuat keputusan sendiri akibat
timbangkan penghentian pengobatan saat penyakit yang diderita maupun karena sedasi yang
ventilasi mekanik tidak lagi bermanfaat dan tidak diberikan.
lagi memberikan tujuan terapi yang diharapkan. Penyakit yang menimpa pada pasien ini
Tentu saja, kebutuhan kultural dan spiritual harus datang dengan tiba-tiba dan kondisi pasien
selalu dipertimbangkan, mencakup kapan, dimana segera memburuk sampai koma. Pada keadaan
dan siapa yang harus menyaksikan penghentian seperti ini tidak memungkinan bagi pasien untuk
ventilasi mekanik. Pasien dan keluarganya harus memutuskan sendiri nasib mereka.
tetap dibuat nyaman, sehingga penting untuk Saat pasien tidak mampu membuat keputusan
melakukan dialog dan komunikasi dengan keluarga sendiri, keputusan dibuat oleh orang-orang di
secara terus menerus. sekitarnya. Penelitian yang melibatkan keluarga
Atas permintaan keluarga, pada pasien ini pasien dengan penyakit terminal menunjukkan
tidak dilakukan penarikan terapi penopang hidup. bahwa keputusan yang dibuat oleh orang-orang di
Saat ditemukan hilangnya refleks batang otak, sekitar pasien cenderung sejalan dengan keinginan
terapi pendukung seperti obat vasokonstriktor dan pasien, terutama jika orang-orang tersebut
ventilasi mekanik tetap dilanjutkan. sebelumnya telah berdiskusi dengan pasien tentang
keadaan akhir hayat. Sebagian besar pasien yang
Pembuatan Keputusan diteliti juga menyatakan kecenderungan untuk
Dokter pada masa-masa awal ICU memberikan hak kepada keluarga dalam membuat
seringkali bekerja dalam pola paternalistik yang keputusan medis bagi dirinya di saat mereka sendiri
memungkinkan mereka untuk menentukan pasien tidak mampu membuat keputusan.7,8
mana yang akan menerima manfaat tindakan Pelayanan yang berpusat pada keluarga dan
intervensi medis serta melaksanakan intervensi melihat pasien sebagai manusia yang terikat
tersebut dengan sesuai. Pola ini didukung oleh dengan struktur sosial dan hubungan kekerabatan
asumsi bahwa dokter lebih memiliki kualifikasi menjadi metode pelayanan akhir hayat yang
dibandingkan pasien untuk membuat keputusan ideal. Pendekatan ini berimplikasi penting dalam
karena memiliki pengetahuan dan pengalaman pembuatan keputusan.
yang lebih banyak. Pola seperti ini sampai sekarang Pelayanan terhadap anggota keluarga pasien
masih digunakan dokter, terutama dalam situasi merupakan bagian penting dari pelayanan pasien
gawat darurat.8 kritis. Pelayanan yang berpusat pada keluarga
Pada saat ini, prinsip penghormatan kepada menghargai nilai, tujuan dan kebutuhan pasien
otonomi pasien telah mendominasi pembuatan dan keluarganya, termasuk memahamkan
keputusan. Pada model ini, pasien berhak kepada mereka tentang penyakit yang diderita
menentukan sendiri nasib mereka, sedangkan pasien, prognosis dan pilihan terapi yang akan
dokter berperan mendiskusikan proses alami dan diberikan. Dukungan kepada keluarga juga

56
Manajemen Akhir Hayat pada Pasien Kritis dI ICU

termasuk membimbing mereka untuk ‘berharap dengan mempertimbangkan kebutuhan kultural


yang terbaik dan siap untuk yang terburuk’. Rasa dan keagamaan pasien. Dokter hendaknya
haru ditunjukkan dengan menghargai harapan bertanggung jawab penuh memberikan
keluarga sekaligus mempersiapkan mereka pada rekomendasi dan informasi yang benar tentang
kemungkinan kematian. konsekuensi dari setiap keputusan yang diambil.
Pertemuan dengan keluarga seharusnya Dokter memberikan terapi alternatif dan meminta
dilakukan sesaat setelah pasien masuk ICU dan pasien dan keluarganya untuk memilih berbagai
tidak menunggu sampai keadaan mendesak. Sama alternatif tersebut.
seperti prosedur medis lain, kesuksesan pertemuan Pada pasien yang tidak memiliki keluarga
keluarga melibatkan beberapa komponen, atau orang-orang yang peduli di sekitarnya seperti
diantaranya penjelasan ang jelas tentang fakta pada gelandangan, dokter biasanya membuat
medis pasien, diskusi tentang tujuan dan pilihan keputusan untuk membatasi bantuan hidup
terapi dan pembuatan keputusan. Pertemuan setelah berkonsultasi dengan dokter lain, dengan
hendaknya dilakukan di tempat khusus yang tenang komite etik rumah sakit atau dengan pengadilan.
untuk meminimalkan gangguan. Pertemuan juga Pasien yang diputuskan demikian biasanya dalam
dihadiri oleh dokter, perawat, pekerja sosial dan keadaan prognosis yang jelek, prognosis kualitas
pemuka agama jika memungkinkan.4 kehidupan yang jelek dan keyakinan bahwa
Pertemuan dengan keluarga untuk pengobatan bukan merupakan pilihan yang sesuai
memberikan edukasi awal, dilakukan segera dengan keinginan pasien.8,9
setelah pasien masuk ICU. Pertemuan dilakukan
di ruang dokter yang dipersiapkan khusus sebagai 4. Agama dan Spiritualitas
tempat pemberian edukasi kepada keluarga Agama dan spiritualitas memiliki kedudukan
pasien. Dokter menjelaskan tentang penyakit yang penting pada 88% pasien dengan kanker tingkat
diderita pasien meliputi penyebab, tanda, gejala, lanjut. Meskipun begitu, dua hal tersebut
prognosis dan indikasi perawatan ICU. Keluarga merupakan sesuatu yang berbeda. Memahami
juga dijelaskan tentang tindakan medis yang akan apa itu spiritualitas khususnya berkaitan dengan
dilakukan dan komplikasi yang mungkin akan kepercayaan agama masih menjadi masalah
terjadi. karena memiliki banyak definisi yang berbeda.
Saat ditemukan hilangnya refleks batang otak Spiritualitas adalah kebutuhan untuk dihargai,
pada pasien, pertemuan kembali dilakukan untuk untuk bertaubat dan dimaafkan, untuk mencapai
menjelaskan kondisi terkini dari pasien. Dokter intregitas diri serta utuk menghadapi dan
menjelaskan tentang kondisi akhir hayat pasien menerima kematian.
berupa hilangnya refleks batang otak, prognosis Dalam agama, pasien menggunakan sistem
dan kemungkinan yang akan terjadi dan keputusan kepercayaan mereka untuk memahami dan
yang harus diambil keluarga mengenai keadaan menerima situasi yang mereka hadapi melalui
akhir hayat pada pasien. ibadah, meditasi dan keilmuan dalam masing-
Keluarga kemudian meminta waktu untuk masing agama. Dokter ICU harus mengetahui
melakukan rapat internal dalam mengambil bahwa sikap keagamaan yang positif berhubungan
keputusan. Dari hasil rapat, keluarga memutuskan dengan penggunaan alat bantu kehidupan yang
menerima kondisi pasien, meminta untuk lebih intens seperti resusitasi, ventilasi mekanik
meneruskan bantuan yang sekarang diberikan dan perawatan rumah sakit.10
namun menolak pertolongan lanjut jika kondisi Pada pasien ini, tindakan yang berhubungan
memburuk. dengan agama dan spiritualitas dilakukan
Pasien dan keluarganya harus diberikan oleh seorang rohaniwan. Langkah pertama
cukup waktu untuk mengambil keputusan perihal yang dilakukan adalah dengan menawarkan
akhir hayatnya. Informasi harus disampaikan pendampingan rohaniwan saat edukasi akhir

57
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 2 Nomor 2, Maret 2015

hayat. Setelah keluarga menyetujui pendampingan oleh tim dokter yang terdiri atas 3 (tiga) orang
rohaniwan, petugas ICU kemudian menghubungi dokter yang kompeten. Anggota tim tersebut
seorang rohaniwan sesuai agama pasien. harus melibatkan dokter spesialis anestesi dan
Rohaniwan melakukan pendampingan berupa dokter spesialis syaraf. Dalam hal penentuan mati
bimbingan rohani, onseling spiritual akhir hayat, batang otak dilakukan pada calon donor organ,
bimbingan ibadah dan doa untuk pasien. maka tim dokter bukan merupakan dokter yang
Kemampuan tim medis di ICU untuk terlibat dalam tindakan transplantasi. Meskipun
mendukung nilai-nilai spiritualitas pasien menjadi keputusan dibuat oleh tim dokter, namun masing-
salah satu indikator kualitas pelayanan akhir hayat masing anggota tim melakukan pemeriksaan
pada rumah sakit. Dokter juga harus memahami secara mandiri dan terpisah.11
dan sensitif pada pengaruh agama dan spiritualitas
dalam pengambilan keputusan pasien dan 6. Saat Kematian
keluarganya di saat akhir hayat.7 Pernyataan kematian adalah saat yang sangat
serius dan kompetensi yang sangat penting dalam
5. Komunikasi diantara Tim Medis pelayanan akhir hayat. Pada saat ini dibutuhkan
Komunikasi diantara tim medis di ICU meliputi kepemimpinan seorang dokter dan keterlibatan
tim pelayanan primer, tim bedah dan perawat profesional lain seperti perawat, pemuka agama
ICU merupakan hal yang sangat penting dalam atau pekerja sosial. Komunikasi yang terjalin
pelayanan akhir hayat. Komunikasi yang tepat dan harus menghindari bahasa perumpamaan
inklusif terbukti dapat meningkatkan pemahaman dan menggunakan bahasa lugas secara halus
tentang rencana pengelolaan pasien pada semua dan empatik yang mudah dimengerti seperti :
tim pelayanan. Dalam komunikasi tersebut bisa kematian, meninggal. Sebagian besar keluarga
muncul perbedaan pendapat tentang kapan pasien memerlukan jaminan bahwa semua yang perlu
diputuskan dalam keadaan akhir hayat, atau sudah dilakukan untuk membantu pasien. Kabar
kapan merekomendasikan penarikan pengobatan kematian hendaknya disampaikan langsung secara
kepada keluarga pasien. Meskipun demikian, personal.12
setiap anggota tim harus belajar untuk tetap Saat kondisi pasien terus memburuk
berkomunikasi secara efektif karena keterbukaan mendekati kematian, keluarga diundang untuk
komunikasi berhubungan dengan derajat mendampingi pasien. Atas permintaan keluarga,
pemahaman mereka tentang tujuan pelayanan pasien tidak dilakukan resusitasi jantung paru saat
pada pasien.7 terjadi henti jantung. Saat sudah terjadi kematian
Kekurangan dari pelayanan akhir hayat pada klinis, dokter menyatakan kematian pasien di
pasien ini adalah belum dilakukannya komunikasi hadapan keluarga.
yang intensif antara tim medis tentang kondisi akhir
hayat pada pasien. Meskipun terdapat hilangnya D. SIMPULAN
refleks batang otak, namun diagnosis definitif Telah dilakukan manajemen akhir hayat pada
mati batang otak belum bisa ditegakkan karena pada seorang perempuan usia 63 tahun, berat
diagnosis definitif membutuhkan pemeriksaan badan 55 kg, dengan diagnosis ROSC pascahenti
oleh tiga orang dokter ahli anestesi dan atau saraf. jantung, edema serebri difus, perdarahan intra
Meskipun pasien dikelola bersama oleh dokter ahli ventrikel, asidosis metabolik, anemia, hipoalbumin
saraf, bedah saraf dan penyakit dalam, namun yang dirawat di ICU.
tidak ada pertemuan khusus untuk membahas Pada pasien ini keadaan akhir hayat ditunjukkan
kondisi ini. dengan adanya tanda-tanda kematian batang otak
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan nomor pada hari ke-3 perawatan dan kegagalan fungional
37 tahun 2014 disebutkan bahwa penentuan berupa kegagalan usaha nafas yang menetap pada
seseorang mati batang otak hanya dapat dilakukan pasien yang dapat menyebabkan kematian. Tidak

58
Manajemen Akhir Hayat pada Pasien Kritis dI ICU

didapatkan gejala nyeri, sesak nafas, depresi atau 4. Siegel MD, End-of-life decision making in the
dimensia. ICU. Clin Chest Med. 2009; 30. p.181–194
Dokter menjelaskan tentang kondisi akhir 5. Papadimos TJ, Maldonado Y, Tripathi RS, et al.
hayat pasien berupa tanda-tanda kematian An overview of end-of-life issues in the inten-
batang otak, prognosis dan kemungkinan yang sive care unit. International Journal of Critical
akan terjadi dan keputusan yang harus diambil Illness and Injury Science. 2011; 1. p.
keluarga mengenai keadaan akhir hayat pada 6. Ward NS, Levy MM. End-of-life issues in the
pasien. Keluarga memutuskan menerima kondisi Intensive Care Unit. In : Fink MP, Abraham E,
pasien, meminta untuk meneruskan bantuan Vincent JL, Kochanek PM, eds. Textbook of
yang sekarang diberikan namun tidak melakukan Critical Care. 5th ed. Philadelphia : Elsevier
pertolongan lanjut jika kondisi memburuk. Saunders; 2005. p. 2169-72
Rohaniwan melakukan pendampingan berupa 7. Truog RD, Campbell ML, Curtis JR, et al. Rec-
bimbingan rohani, konseling spiritual akhir ommendations for end-of-life care in the in-
hayat, bimbingan ibadah dan doa untuk pasien. tensive care unit: A consensus statement by
Sayangnya belum ada komunikasi yang intensif the American College of Critical Care Medicine.
antara tim medis tentang kondisi akhir hayat pada Crit Care Med. 2008; 369(3). p. 953-63
pasien. 8. Luce JM. End-of-life decision making in the
Pendampingan dilakukan sampai saat Intensive Care Unit. Am J Respir Crit Care Med.
kematian dengan mengundang keluarga, 2010; 182. p. 6–11
tidak melakukan resusitasi jantung paru sesuai 9. Lautrette A, Darmon M, Megarbane B, et al.
permintaan keluarga dan menyatakan kematian A communication strategy and brochure for
pasien di hadapan keluarga. relatives of patients dying in the ICU. N Engl J
Med. 2007; 356(5). p.
DAFTAR PUSTAKA 10. Todi S, Chawla R. Ethical principles in end-of-
1. Angus DC, Barnato AE, Linde-Zwirble WT, et life care. In : Todi S, Chawla R, eds. ICU Proto-
al. Use of intensive care at the end of life in cols. New York : Springer; 2012. p. 655-60
the United States: An epidemiologic study. Crit 11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indo-
Care Med. 2004; 32. p.638–643 nesia nomor 37 tahun 2014 Tentang Penentuan
2. National Institute of Health. NIH State-of-the- Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor.
Science Conference Statement on Improving 12. Singer M, Webb AR. Oxford Handbook of Criti-
End-of-Life Care. NIH; 2004 cal Care, 2nd ed. London : Oxford University
3. Thelen M. End-of-life decision making in inten- Press Inc; 2005. p.
sive care. Crit Care Nurse. 2005; 25. p.28-37.

59

Anda mungkin juga menyukai