Anda di halaman 1dari 8

KASUS MATI

dr. Lenny Puspa Sari


PEMBAHASAN KASUS KEMATIAN

I. Identitas Pasien

Nama : ITN
No RM : 01.99.27.xx
Tanggal lahir : 3 Desember 2016
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Magelang, Jawa Tengah
Waktu masuk RS : 22 November 2020 pukul 16:00 WIB
Diagnosis masuk RS : NHL relaps dalam protokol fase maintenance minggu 30, Heart
failure Ross IV, susp penyakit jantung akuisita ec susp ESO
kemoterapi
Tanggal meninggal : 24 Desember 2020 pukul 01:41 WIB
Tempat meninggal : Estella 2, RSUP DR. Sardjito

II. Riwayat Singkat Perjalanan Penyakit

Pasien anak laki-laki usia 4 tahun, berawal muncul benjolan di selangkangan


kanan dan kiri sejak usia 2 tahun, tidak dilakukan pemeriksaan atau pengobatan. Satu
tahun kemudian pada Juni 2019 benjolan bertambah banyak dan meluas hingga ke
leher, tidak ada demam. Pasien dibawa periksa ke poli ICC dan dilakukan biopsi.
Hasil patologi anatomi Non Hodgkin Limfoma small to medium cell size. CT Scan
Thorax bulan Juni 2019 didapatkan limfadenopati submandibula, axilla bilateral,
supraclavicula sinistra. CT Scan Abdomen ditemukan hepatosplenomegali, multipel
limfadenopati. Hasil BMP Juni 2019 limfoblas 21% dan sel limfoma 69%. Pasien
menjalani protokol NHL 2003 dengan kemoterapi CHOP tanpa rituximab.
Pada November 2019 pasien selesai protokol 8 siklus dengan Cyclophosphamid
Mesna, Doxorubicin, Vincristin, Prednison. Bulan Desember 2019 dilakukan evaluasi
CT Scan Abdomen sudah tak tampak hepatosplenomegaly, limfadenopati berkurang.
CT Scan Thoraks tak tampak limfadenopati axilla dan supraclavicula.
Pada Maret 2020 benjolan leher kembali membesar, terjadi peningkatan LDH.
Pasien pindah ke Tangerang dan dilakukan biopsi dengan hasil lesi limfoproliferatif
mengarah Limfoma Maligna Non Hodgkin, pasien dinyatakan relaps. Pasien pada

Bahan pendidikan
KASUS MATI

dr. Lenny Puspa Sari


bulan April 2020 mulai protokol NHL stadium IV: Vincristin, Cyclophosphamid
Mesna, MTX+Ara C + Dexa IT, Prednisone, Adriamisin. Sitologi LCS tidak
ditemukan sel ganas.
Pada April hingga November 2020 pasien melanjutkan kemoterapi fase induksi,
maintenance hingga reinduksi. Pada 5 Oktober 20: pasien pindah ke Yogyakarta
melanjutkan kemoterapi. Hasil evaluasi morfologi darah tepi 16 Oktober 2020 tidak
ditemukan sel blast maupun limfoma. Dilakukan BMP ulang pada 16 Oktober 2020
ditemukan limfoma 2% (adakah kesulitan pengambilan sampel?).
Pada Desember 2020, dua minggu sebelum masuk rumah sakit, saat pasien dalam
protokol fase maintenance minggu 10, pasien mulai mengalami mulai nafas cepat,
tidak ada batuk maupun demam, intake berkurang. Pasien masih mendapat
kemoterapi 6MP dan methotrexate per oral. Pada 18 Desember 20 (4 Hari SMRS)
nafas pasien bertambah cepat, sering terbangun saat tidur karena sesak. Pasien kontrol
ke Poli ICC. Dilakukan rontgen thoraks dengan hasil corakan vaskuler meningkat, tak
tampak pulmonal metastasis, kardiomegaly, hipertrofi atrium kiri, hipertrofi ventrikel
kanan dan kiri, tak tampak skeletal metastasis. Hasil swab PCR Covid: negatif. Hari
masuk rumah sakit pada 22 Desember 2020 anak masih nafas cepat, demam subfebris,
intake menurun, pasien dirawat inap ke Estella 2.
Selama perawatan anak tampak sesak, tekanan darah di persentil 50, takipneu
47x/menit, saturasi 98% dengan oksigen udara ruang. Tidak ada edema palpebra, ada
nafas cuping hidung, tekanan vena jugular meningkat, retraksi subcostal minimal.
Pasien ditemukan gallop. Perut distensi, hepatomegali teraba 3cm bawah arcus costa
dextra dan lien shuffner 2, dengan kesan ascites, dan oedem tidak pitting pada kedua
kaki. Hasil laboratorium darah rutin masih dalam batas normal. Pada 18 Desember 20
terdapat peningkatan LDH dan CRP. Hasil lab CK dan CKMB terakhir pada 5
Oktober 2020, hanya ditemukan sedikit peningkatan CKMB.
Pada 23 Desember 2020 dilakukan echocardiografi dengan hasil Dilated
Cardiomyopathy, LVEF 30-33%, mild pericardial effusion. Disarankan evaluasi
echocardiografi dalam 2 minggu, diberikan Captopril 0.3mg/kgbb/12jam PO,
Furosemid 0.5mg/kgbb/12jam PO, Dobutamin 5mcg/kgbb/menit. Pasien didiagnosis
dengan NHL relaps fase maintenance minggu 12, DF: HF ross III-IV, DE : penyakit
jantung akuisita karena efek samping obat kemoterapi, DA: Cardiomyopathy dilatasi,
mild pericardial effusion, EF 30-33%.

Bahan pendidikan
KASUS MATI

dr. Lenny Puspa Sari


Pasien ditatalaksana dengan oksigenasi nasal kanul 2liter per menit, 6MP 1x3/4
tablet, MTX 6 tab/minggu, Cotrimoxazole 3x7,5 mL, Captopril 4mg/12jam PO,
Furosemid 7mg/12jam IV, Dobutamin 5mcg/kg/menit ~ 1cc/jam, disarankan istirahat
total dan edukasi hingga resiko kematian mendadak. Dilakukan restriksi cairan hingga
75% kebutuhna holiday segar. Karena obat kemoterapi saat ini tidak ada yg
karditoksik disarankan melanjutkan obat kemo.
Pada 24 Desember 2020 jam 23:00 pasien tidur dengan minum susu dot. Pada
pukul 00:40 ibu pasien memanggil dokter karena anak tiba-tiba tidak berespon dan
tampak kaku. Pasien ditemukan dalam keadaan gagal kardiorespirasi, tampak susu
pada rongga mulut dilakukan isap lendir, jalan nafas bersih. Didapatkan anak
bradicardia, nafas satu-satu, dilakukan manual bagging dan persiapan intubasi.
Setelah terintubasi, jam 01:05 pasien didapatkan kejang seluruh tubuh dan diberikan
diazepam 0.3mg/kgbb IV bolus pelan, dikonsul PICU namun semua ventilator sedang
terpakai, sehingga dilanjutkan bagging manual dan edukasi orang tua.
Jam 01:15 pasien bradicardia 40x/menit, dilakukan resusitasi jantung paru dan
pemberian epinefrin 1:10.000 1.2ml IV. Evaluasi denyut nadi 105x/menit (ROSC 1x).
Rencana lanjutkan bagging manual, edukasi orang tua terkait kondisi dan perburukan
pasien. Jam 01:20 ditemukan denyut nadi 30x/menit, laju nafas 40-60x/menit dengan
bagging, saturasi oksigen 87%, sianosis, di assess cardiorespiratory failure.
Dilakukan RJP, masuk epinefrin 3x. Evaluasi jam 01:41, denyut nadi 0, laju nafas 0,
EKG asistol, pupil midriasis maksimal, pasien dinyatakan meninggal.

III. Sebab kematian

1. Penyakit- penyakit yang perjalanannya berhubungan langsung dengan sebab


kematian.
a. Penyebab kematian langsung ( penyakit yang secara langsung
menyebabkan kematian) SUDDEN DEATH
b. Penyebab perantara ( penyakit yang menyebabkan terjadinya penyakit yang
disebabkan pada a) CARDIOMYOPATHY DILATASI
c. Penyebab perantara (penyakit yang menyebabkan terjadinya penyakit yang
disebutkan pada b) EFEK SAMPING OBAT KEMOTERAPI

Bahan pendidikan
KASUS MATI

dr. Lenny Puspa Sari


d. Penyebab utama ( penyakit atau cedera yang merupakan awal dimulainya
perjalanan penyakit menuju kematian) c) NON HODGKIN LYMPHOMA
RELAPS
2. Penyakit/keadaan lain yang berperan terhadap kematian tetapi tidak
berhubungan dengan urutan/ peristiwa penyakit pada bagian MILD
PERICARDIAL EFFUSION, ASPIRASI, GIZI KURANG, HEART
FAILURE ROSS IV

IV.Analisis Penyebab Kematian

Anak laki-laki usia 4 tahun dengan tumor primer di leher, dinyatakan NHL relaps
setelah 5 bulan selesai kemoterapi pertama. Pasien dengan riwayat kemoterapi
menggunakan Vincristin, Cyclophosphamid Mesna, MTX + Ara C + Dexa IT,
Prednisone, Docorubicin. Sebelum meninggal pasien dalam protokol NHL stadium
IV: fase maintenance minggu 12. Hasil lab didapatkan peningkatan LDH. Setelah
mejalani kemoterapi relaps selama 8 bulan, pasien ditemukan dalam kondisi gagal
jantung. Gejala klinis takikardia, takipneu, ortopneu, dyspneu, gallop. Hasil rontgen
thoraks didapatkan kardiomegali. Hasil echocardiografi dengan cardiomyopathy
dilatasi, mild pericardial effusion, LVEF 30-33% (normal >60%).
Relaps pada NHL dapat terjadi dalam 2 tahun pertama selesai terapi, dengan
angka keselamatan dalam 5 tahun adalah 55%. Dikatakan prognosis buruk bila sudah
berada di stage III atau IV, Hemoglobin <12, lebih dari 4 area limfonodi dan LDH
tinggi, sehingga pasien ini memenuhi untuk prognosis yang buruk.
Pada pemberian kemoterapi dengan golongan antrasiklin (doxorubicin,
daunorubicin) merupakan agen kemoterapi yang menyebabkan kardiotoksisitas.
Terapi antrasiklin dikaitkan dengan peningkatan risiko gagal jantung, dengan
morbiditas dan mortalitas terkait yang signifikan
Antrasiklin mempengaruhi fungsi jantung terutama melalui mekanisme yang
melibatkan pembentukan spesies oksigen reaktif, induksi apoptosis, kerusakan DNA
melalui interaksi dengan topoisomerase II, dan penghambatan sintesis protein.
Kerusakan miosit dikaitkan dengan produksi spesies oksigen reaktif beracun (ROS)
dan peningkatan stres oksidatif, yang menyebabkan peroksidasi lipid pada membran,
yang menyebabkan vakuolisasi, kerusakan ireversibel, dan penggantian miosit oleh
jaringan fibrosa.

Bahan pendidikan
KASUS MATI

dr. Lenny Puspa Sari


Fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) adalah ukuran paling umum yang digunakan
untuk mendeteksi kardiotoksisitas. Faktor risiko toksisitas jantung antrasiklin
termasuk usia yang lebih tua (yaitu, usia> 65 tahun) atau usia yang sangat muda
(yaitu, usia <4 tahun), jenis kelamin wanita, gangguan kardiovaskular yang sudah ada
sebelumnya (misalnya, fraksi ejeksi ventrikel kiri [LVEF] ≤50 persen ), hipertensi,
merokok, hiperlipidemia, obesitas, diabetes, dan paparan antrasiklin kumulatif yang
tinggi.
Paparan antrasiklin kumulatif merupakan faktor risiko yang konsisten. Risiko
gagal jantung terkait doksorubisin berkisar antara 0,2 hingga 100% untuk dosis
kumulatif mulai dari 150 hingga 850 mg/m2. Pada pasien ini mendapat total dosis
akumulai doxorubicin sebanyak 805mg/m2 sehingga resiko kardiotoksisitasnya
hampir 100%. Dalam satu penelitian, tingkat disfungsi jantung yang diinduksi
doxorubicin (baik simtomatik atau asimtomatik tetapi dengan penurunan EF) adalah
6,5%, 8,8%, 17,9%, dan 32,4% pada dosis kumulatif 150, 250, 350, dan 400 mg / m2.
Manifestasi klinis lanjut dari kardiotoksisitas antrasiklin meliputi gejala dan tanda
gagal jantung seperti dispnea, kelelahan, edema, dan ortopnea. LVEF yang menurun
dapat dideteksi dengan atau tanpa HF.
Kemoterapi yang didapat pasien ini juga berefek kardiotoksik adalah
cylphosphamid, yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel kiri. Untuk
Cyclophosphamid sebesar 2-38% dapat menyebabkan kardiotoksisitas, bila mendapat
dosis 1.500mg/m2/hari. Pada pasien ini mendapat dosis cyclophosphamid 750-
1200mg/m2. Angka kejadian efek samping obat kemoterapi cylophosphamid dan
doxorubicin dapat menyebabkan kondisi gagal jantung adalah 11.72%. Menurut orang
tua pasien sudah pernah di echocardiografi di jakarta sebelum memulai protokol yang
kedua pada April 2020 (hasil tidak dibawa), dikatakan jantung masih dalam keadaan
normal sehingga dilakukan pemberian kemoterapi relaps yang mengandung
doxorubicin dan cyclophosphamid, namun belum ada pemantauan efek kardiotoksik
lagi hingga anak mengalami kondisi gagal jantung
Kardiomiopati merupakan penyebab kedua kematian mendadak setelah penyakit
arteri koroner, yakni sekitar 10-15% dari kematian mendadak yang disebabkan oleh
penyakit jantung. Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit progresif yang ditandai
dengan pembesaran ruang ventrikel dan disfungsi kontraktil dengan ketebalan
dinding. Kardiomiopati dilatasi dapat tidak menimbulkan gejala, tetapi untuk sebagian

Bahan pendidikan
KASUS MATI

dr. Lenny Puspa Sari


orang dapat membahayakan nyawa. Kardiomiopati dilatasi juga dapat menyebabkan
irama jantung yang ireguler (aritmia), kegagalan pembekuan darah, atau kematian
mendadak.
Seseorang yang sehat bila terjadi mikroaspirasi dengan fungsi jantung yang baik
masih dapat mengkompensasinya. Saat ditemukan pada kondisi cardiorespiratory
failure, pasien meminum susu dengan dot pada jam 23:00 dengan posisi head up 30
derajat, anak tidur di ranjang, dan ibu tidur di lantai, kemudian orang tua baru
menyadari anak kaku dan tidak berespon pada jam 00:40 dan memanggil dokter, tidak
ada yang mengetahui pasti apakah anak benar-benar tersedak atau tidak, kejang atau
tidak. Ditemukannya susu pada rongga mulut volume sekitar 100cc, kemungkinan
aspirasi belum dapat disingkirkan.
Pada kondisi aspirasi susu dapat terjadi kondisi iritatif airway sehingga
menyebabkan takikardia, takipneu dan akan menambah beban kerja jantung. Terdapat
deviasi belum terpasang NGT. Namun dengan kondisi yang tidak berubah dalam 4
hari semenjak anak bernafas cepat, anak tetap dapat minum dan makan dengan baik,
dan minum susu via dot seperti biasa. Saat tim jaga berkeliling melihat pasien ini,
anak dalam kondisi stabil dengan laju nafas 36x/menit untuk anak usia 4 tahun.
Seseorang dengan kardiomiopati mungkin memiliki disfungsi sistolik ventrikel
kiri, disfungsi diastolik ventrikel kiri, atau keduanya. Saat mekanisme kompensasi
tidak dapat lagi mempertahankan curah jantung tetap pada tekanan pengisian ventrikel
kiri yang normal, proses penyakit ini menciptakan gagal jantung kronik dan dapat
berujung kematian mendadak yang kami duga menjadi penyebab kematian pada
pasien ini.

V. Analisis Deviasi

1. Deviasi: Pasien belum terpasang NGT

2. Deviasi: Belum ada pemantauan efek kardiotoksik pada pemberian kemoterapi


relaps.

VI. Rekomendasi

Bahan pendidikan
KASUS MATI

dr. Lenny Puspa Sari


1. Dilakukan pemasangan NGT pada kondisi pasien takipneu untuk menghindari
resiko aspirasi

2. Dilakukan pemantauan berkala efek kardiotoksik pada pasien yang mendapat


dosis akumulasi antrasikilin dan cyclophosphamid yang tinggi, sehingga bila mulai
ditemukan tanda gagal jantung sudah dapat dimulai pemberian anti kongestif lebih
dini

E. KODE AREA KEJADIAN DEFISIENSI

1 Administasi/manajemen RS (Fasilitas, peralatan, kebijakan) þ


2 Staf/unit pelayanan medik
3. Anggota SMF/individual þ
4. Pelayanan klinik khusus (laboratorium, radiologi, anesthesia,
dsb)
5. Unit/pelayanan keperawatan
6. Perawatan/individual
7. Pelayanan terapi bukan oleh dokter (fisioterapis, nutrisionis,
dsb)
8. Kondisi atau ketidaktaatan pasien þ
9. Faktor masyarakat (penolakan kepercayaan, dsb)
10. Perlu penyelidikan lebih lanjt

G. Daftar Pustaka

1. Armitage JO, Gascoyne RD, Lunning MA, Cavalli F. Non-Hodgkin


lymphoma. Lancet. 2017 Jul 15;390(10091):298-310. doi: 10.1016/S0140-
6736(16)32407-2. Epub 2017 Jan 31. PMID: 28153383.
2. Non-Hodgkin Lymphoma Early Detection, Diagnosis, and Staging. America
Cancer Society. 2020. www.cancer.org. 1.800.227.2345
3. Watanabe H, Taniguchi A, Yamamoto C, Odagiri T, Asai Y. Adverse Events
Caused by Aspiration Implemented for Death Rattle in Patients in the
Terminal Stage of Cancer: A Retrospective Observational Study. J Pain
Symptom Manage. 2018;56(1):e6-e8. doi:10.1016/j.jpainsymman.2018.04.001
4. Lanzkowsky, Philip. (2005). Manual of Pediatric Hematology and Oncology.
London: Academic Press.
5. Linschoten, M., Kamphuis, J., van Rhenen, A., Bosman, L. P., Cramer, M. J.,
Doevendans, P. A., Teske, A. J., & Asselbergs, F. W. (2020). Cardiovascular

Bahan pendidikan
KASUS MATI

dr. Lenny Puspa Sari


adverse events in patients with non-Hodgkin lymphoma treated with first-line
cyclophosphamide, doxorubicin, vincristine, and prednisone (CHOP) or
CHOP with rituximab (R-CHOP): a systematic review and meta-analysis. The
Lancet. Haematology, 7(4), e295–e308. https://doi.org/10.1016/S2352-
3026(20)30031-4
6. Myung K. Park. Park’s pediatric cardiology for practitioners, Sixth edition.
Philadelphia: Elsevier. 2014
7. Maron BJ, Rowin EJ, Maron MS. Paradigm of Sudden Death Prevention in
Hypertrophic Cardiomyopathy. Circ Res. 2019;125(4):370-378.
doi:10.1161/CIRCRESAHA.119.315159

Bahan pendidikan

Anda mungkin juga menyukai