Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom aspirasi mekonium (SAM) pada neonatus merupakan penyakit pada


saluran napas bayi cukup bulan yang ditandai dengan gejala hipoksia, hiperkapnia,
dan asidosis.1,2 Penyakit ini masih merupakan salah satu masalah utama pada
neonatus cukup bulan yang memberikan dampak mortalitas dan morbiditas. 3 Insiden
terdapatnya cairan amnion yang bercampur mekonium bervariasi pada populasi.1
Sekitar 5% dari neonatus cukup bulan di Eropa lahir dengan cairan ketuban
bercampur mekonium. Distres napas akibat SAM terjadi pada 1 sampai 2 dari 1000
kelahiran hidup. Walaupun tidak diketahui secara pasti, angka kejadian SAM lebih
tinggi pada negara berkembang. 4 Mekonium merupakan substansi yang terdiri dari
air, lanugo, sel yang berdeskuamasi, verniks, cairan amnion, enzim pankreas, dan
pigmen empedu.1 Aspirasi mekonium pada jalan napas dapat menyebabkan
obstruksi, vasokonstriksi pembuluh darah paru, hipertensi paru, disfungsi surfaktan,
infeksi, dan pneumonitis.1 Sindrom SAM merupakan kumpulan berbagai gejala klinis
dan radiologis akibat janin atau neonatus tidak sengaja menghirup atau
mengaspirasi mekonium.5

Tatalaksana dari SAM umumnya bersifat suportif. Prinsip utama dari


tatalaksana pada SAM adalah mempertahankan oksigenasi adekuat, tekanan darah
yang optimal, dan koreksi dari kelainan metabolik yang menyertai seperti asidosis
dan hipoglikemia.1 Mekonium dapat menghambat aktivitas dari komponen surfaktan
endogen sehingga menurunkan efektivitas kerja surfaktan. Surfaktan adalah
campuran dari fosfolipid, lipid, dan protein yang berperan dalam menurunkan
tekanan permukaan pada alveolus.6 Studi pada hewan coba menunjukkan bahwa
bilas surfaktan pada jalan napas dapat mengeluarkan mekonium dari paru yang
berakibat pada perbaikan fungsi paru.7 Surfaktan dapat diberikan melalui intratrakeal
secara bolus atau bentuk diencerkan yang berfungsi sebagai bilas paru pada
neonatus dengan SAM. Pemberian secara bolus dipikirkan dapat mengganti
surfaktan endogen yang telah terinaktivasi oleh asam lemak yang terdapat pada
mekonium, sedangkan bilas paru dengan surfaktan dipercaya dapat membuang
8
mekonium yang tersisa di jalan napas.
Pada kasus ini akan dibahas seorang bayi aterm 41 minggu yang gangguan
nafas berat, gagal CPAP karena sindrom aspirasi mekonium dan mendapatkan
terapi surfaktan. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mempelajari penegakan
diagnosis, tata laksana manajemen, prognosis penyakit pada kasus ini.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

Kasus adalah seorang bayi aterm (40 minggu), berat lahir 3042 gram, gangguan
nafas sedang, suspek sindrom aspirasi mekonium lahir secara spontan, rujukan dari
RS Hermina Semarang.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pukul 14.55 lahir bayi perempuan dari ibu G1P0A0 usia 26 tahun hamil 40 minggu,
lahir spontan, air ketuban warna hijau kental, menangis merintih. APGAR score 8 - 9
– 10, evaluasi di kamar bersalin didapatkan adanya dispneu, sianosis, retraksi,
SpO2 93%, RR68x/ menit. Bayi dipindahkan ke NICU menggunakan CPAP (RR 80x/
menit, SpO2 80% bila menangis), BBL 3042 gram. BAK (+), mekoneum (+). Bayi lalu
dirujuk ke RSDK. Pasien dirawat di NRT dan mendapatkan O2 CPAP Peep 7 Flow 6
FiO2 60%. Akan tetapi pasien masih didapatkan adanya sesak, retraksi (+)
epigastrial, nafas cuping hidung, takipnea, sehingga diberikan CPAP Peep 7 Flow 7
FiO2 65%. Evaluasi selama 1 jam keluhan sesak tidak mengalami perbaikan
sehingga bayi dipindahkan ke NICU untuk mendapatkan terapi surfaktan dan
ventilasi mekanik menggunakan non invasive ventilation (NIV)

Pada pemeriksaan kepala didapatkan UUB datar, tidak menonjol, caput


suksedanum (-), sefal hematom (-). Pada pemeriksaan wajah tidak tampak
dismorfik, mata tidak anemis, sklera tidak ikterik, konjungtiva palpebra tidak pucat,
hidung didapatkan nafas cuping, mulut tidak sianosis, telinga tidak didapatkan
discharge, leher simetris. Pemeriksaan dada didapatkan retraksi epigastrial, suara
kedua paru vesikuler, tidak didapatkan suara tambahan, suara jantung normal, tidak
terdengar bising jantung maupun gallop. Pemeriksaan perut tampak cembung, tidak
didapatkan pembesaran organ, bising usus terdengar jarang. Pemeriksaan genitalia
didapatkan jenis kelamin perempuan, labia mayora menutupi labia minor.
Pemeriksaan anus (+). Akral teraba hangat, tidak didapatkan sianosis, tidak
didapatkan pemanjangan CRT.
3
Hasil babygram 10/2/21 : bentuk dan letak jantung normal, cenderung gambaran
meconium aspiration syndrome dd/ Neonatal pneumonia, distribusi udara usus pada
cavum abdomen dalam batas normal, belum tampak distribusi udara usus pada
cavum

Gambar 1. Kurva Lubchenco pasien

4
Gambar 2. Babygram tanggal 10/2/21
Tabel 1 Hasil laboratorium darah
Rujukan Satuan 11/2/21
Hb 13,60-19,60 g/dl 16,4
Ht 44-62 % 48,5
Eritrosit 4,4-5,9 106/ ul 4,83
MCH 24,00-34,00 pg 38,5
MCV 83-110 Fl 109,3
MCHC 29,00-36,00 g/dl 35,2
Leukosit 6-17,5 103/ ul 11,1
Trombosit 150-400 ribu/ mmk 291
RDW 11.60 – 14.80 % 14,8
CRP Kuantitatif 0-0.30 mg/dl 1,13
GDS 80-160 mg/dl 201
Bilirubin Total 0-1 mg/dl 3
Bilirubin Direk 0-0,3 mg/dl 1
Bilirubin Indirek 0,1-0,5 mg/dl 2
Ureum 15-39 mg/dl 15
Kreatinin 0,6-1,3 mg/dl 1,2
Calcium 2,12-2,52 mmol/L 1,93
Natrium 136-145 mmol/L 135
Kalium 3.5-5 mmol/L 3,8
Chlorida 95-105 mmol/L 94

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pada tanggal


11/2/2021, bayi didiagnosis :
1. Neonatus aterm (40 minggu)
2. BBLN (3042 gr)

5
3. Gangguan napas berat
4. Sindrom aspirasi meconium
5. Gagal CPAP

Diberikan O2 O2 VM NIV PC CMV FiO2 50% Pinsp 20 TI 0,45 RR 40 Peep 6 Slope


0,08, Infus D10%+NaCl 0,9% (2 meq) 10ml + KCl otsu (2 meq) 5 ml + Ca (0,5 meq)
3 ml dalam 250ml jalan 240/10 ml/jam, inj. Cefotaxim 150 mg/12 jam, inj. Gentamisin
12 mg/24 jam, inj. Ca Gluconas 1.5 ml/ 12 jam bolus iv pelan. Pasien kemudian
diberikan bolus surfaktan 4ml/kgBB menggunakan teknik INSURE pada pukul 12.00
WIB. Pasien kemudian diprogram kan untuk evaluasi BGA 2 jam post pemberian
surfaktan dan babygram evaluasi 6 jam post pemberian surfaktan. Kondisi pasien
setelah pemberian surfaktan sesak (+) berkurang, retraksi (+) berkurang, HR
127x/menit, RR 40-50x/menit, Nadi teraba kuat, TD 70/42 mmHg, SpO2 98-100%.
Hasil BGA evaluasi 2 jam post surfaktan tanggal 11/2/21 : pH 7,3 pCO2 23,7 pO2
55,3 HCO3- 11,5 BE -13 AaDO2 236, kesan Asidosis metabolik terkompensasi
respiratorik. Hasil babygram evaluasi post surfaktan kesan cor tak membesar,
gambaran neonatal pneumonia, gambaran meteorismus. Program terapi dilanjutkan.

Gambar 3. Babygram evaluasi post surfaktan 11/2/21

6
Hari Perawatan ke-2 (12-2-2021 / usia 2 hari) pkl 07.00 WIB
Bayi aktif, menangis. Frekuensi jantung : 110 x/menit, frekuensi napas : 60 x/menit,
nadi : reguler isi dan tegangan cukup, suhu : 370 C, SpO2 : 97%. Demam (-), muntah
(-), OGT jernih, sesak (+) berkurang, tampak ikterik di bagian wajah. Berat badan
sekarang : 3140 gr.
Bayi didiagnosis dengan neonatus aterm (40 minggu), BBLN (3042 gr), Gangguan
napas berat, sindrom aspirasi meconium, riwayat gagal CPAP.

Diberikan O2 NIV dengan nasal modifikasi modus PC CMV FiO2 50% Pinsp 20 TI
0,45 RR 40 Peep 6 Slope 0,08, Infus D10%+NaCl 0,9% (2 meq) 10ml + KCl otsu (2
meq) 5 ml + Ca (0,5 meq) 3 ml dalam 250ml jalan 312/13ml/jam. inj. Cefotaxim 150
mg/12 jam, inj. Gentamisin 12 mg/24 jam, inj. Ca Gluconas 1.5 ml/ 12 jam bolus iv
pelan. Diet ASI 8x5-10 ml. Program menunggu hasil kultur darah.

Hari Perawatan ke-3 (13-2-2021 / usia 3 hari) pkl 07.00 WIB


Bayi aktif, menangis. Frekuensi jantung : 110 x/menit, frekuensi napas : 55 x/menit,
nadi : reguler isi dan tegangan cukup, suhu : 370 C, SpO2 : 99%. Demam (-), muntah
(-), OGT jernih, diet masuk 5 ml/3 jam, sesak (+) berkurang, tampak ikterik di bagian
wajah. Berat badan sekarang : 2975 gr.
Bayi didiagnosis dengan neonatus aterm (40 minggu), BBLN (3042 gr), Gangguan
napas berat, sindrom aspirasi meconium, riwayat gagal CPAP.

Diberikan O2 NIV dengan nasal modifikasi modus SPN CPAP FiO2 40% Pinsp 20
Peep 5 Slope 0,08, Infus D10%+NaCl 0,9% (2 meq) 10ml + KCl otsu (2 meq) 5 ml +
Ca (0,5 meq) 3 ml dalam 250ml jalan 312/13ml/jam. inj. Cefotaxim 150 mg/12 jam,
inj. Ca Gluconas 1.5 ml/ 12 jam bolus iv pelan. Diet ASI 8x5-10 ml. Program
menunggu hasil kultur darah dan echocardiografi.

Hari Perawatan ke-4 (14-2-2021 / usia 4 hari) pkl 07.00 WIB

7
Bayi aktif, menangis. Frekuensi jantung : 110 x/menit, frekuensi napas : 60 x/menit,
nadi : reguler isi dan tegangan cukup, suhu : 370 C, SpO2 : 97%. Demam (-), muntah
(-), OGT jernih, diet masuk 15 ml/3 jam, sesak (+) berkurang, tampak ikterik di
bagian wajah. Berat badan sekarang : 2975 gr.
Bayi didiagnosis dengan neonatus aterm (40 minggu), BBLN (3042 gr), Gangguan
napas berat, sindrom aspirasi meconium, riwayat gagal CPAP.

Diberikan O2 NIV dengan nasal modifikasi modus SPN CPAP FiO2 40% Pinsp 20
Peep 5 Slope 0,08, Infus D10%+NaCl 0,9% (2 meq) 10ml + KCl otsu (2 meq) 5 ml +
Ca (0,5 meq) 3 ml dalam 250ml jalan 312/13ml/jam. inj. Cefotaxim 150 mg/12 jam,
inj. Ca Gluconas 1.5 ml/ 12 jam bolus iv pelan. Diet ASI 8x15-20 ml. Program
menunggu hasil kultur darah dan echocardiografi.

Hari Perawatan ke-5 (15-2-2021 / usia 5 hari) pkl 07.00 WIB


Bayi aktif, menangis. Frekuensi jantung : 110 x/menit, frekuensi napas : 60 x/menit,
nadi : reguler isi dan tegangan cukup, suhu : 370 C, SpO2 : 99%. Demam (-), muntah
(-), OGT jernih, diet masuk 25 ml/3 jam, sesak (-), tampak ikterik di bagian wajah.
Berat badan sekarang : 2975 gr. Hasil kultur darah steril, Echocardiografi struktur
dan fungsi jantung dalam batas normal.
Bayi didiagnosis dengan neonatus aterm (40 minggu), BBLN (3042 gr), Gangguan
napas berat, sindrom aspirasi meconium, riwayat gagal CPAP.

Diberikan O2 NIV O2 therapy FiO2 45% flow 3, Infus D10%+NaCl 0,9% (2 meq)
10ml + KCl otsu (2 meq) 5 ml + Ca (0,5 meq) 3 ml dalam 250ml jalan 216/9 ml/jam.
inj. Cefotaxim 150 mg/12 jam, inj. Ca Gluconas 1.5 ml/ 12 jam bolus iv pelan . Diet
ASI 8x30-40 ml. Pasien pindah ke NRT dan pada hari perawatan ke 7 pasien
diprogramkan untuk rawat jalan.

Prognosis
Quo ad vitam ad bonam
Quo ad functionam ad bonam
8
Quo ad sanationam ad bonam

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI DAN INSIDENSI

Sindroma aspirasi mekonium (SAM) merupakan sekumpulan gejala yang


diakibatkan oleh terhisapnya cairan amnion mekonial ke dalam saluran
pernafasan bayi. Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah salah satu
penyebab yang paling sering menyebabkan kegagalan pernapasan pada bayi
bam lahir aterm maupun post- term. Kandungan mekonium antara lain adalah
sekresi gastrointestinal, hepar, dan pancreas janin, debris seluler, cairan
amnion, serta lanugo. Cairan amnion mekonial terdapat sekitar 10-15% dari
semua jumlah kelahiran cukup bulan (atenn), tetapi SAM terjadi pada 4-10%
dari bayi-bayi ini, dan sepertiga diantara membutuhkan bantuan ventilator.
Adanya mekonium pada cairan amnion jarang dijumpai pada kelahiran
pretenn. Resiko SAM dan kegagalan pernapasan yang terkait, meningkat
ketika mekoniumnya kental dan apabila diikuti dengan asfiksia perinatal.
Beberapa bayi yang dilahirkan dengan cairan amnion yang mekonial
memperlihatkan distres pernapasan walaupun tidak ada mekonium yang

9
terlihat dibawah korda vokalis setelah kelahiran. Pada beberapa bayi, aspirasi
mungkin terjadi intrauterine, sebelum dilahirkan.

ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

Etiologi terjadinya sindrom aspirasi mekonium adalah cairan amnion yang


mengandung mekonium terinhalasi oleh bayi. Mekonium dapat keluar (intrauterin)
bila terjadi stres / kegawatan intrauterin. Mekonium yang terhirup bisa
menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada saluran pernafasan,
sehingga terjadi gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-paru.
Selain itu, mekonium juga berakibat pada iritasi dan peradangan pada
saluran udara, menyebabkan suatu pneumonia kimiawi.

Faktor resiko yang terkait kejadian SAM antara lain adalah kehamilan post-
term, pre-eklampsia, eklampsia, hipertensi pada ibu, diabetes mellitus pada
ibu, bayi kecil masa kehamilan (KMK) , ibu yang perokok berat, penderita
penyakit paru kronik, atau penyakit kardiovaskular.

10
Gambar . Etiologi Sindrom Aspirasi Mekonium

PATOFISIOLOGI

Keluamya mekonium intrauterine terjadi akibat dari stimulasi saraf saluran


pencernaan yang sudah matur dan biasanya akibat dari shoes hipoksia
pada fetus, Fetus yang mencapai masa matur, saluran gastrointestinalnya
juga matur, sehingga stimulasi vagal dari kepala atau penekanan pusat
menyebabkan peristalsis dan relaksasi sfingter ani, sehingga
menyebabkan keluamya mekonium. Mekonium secara lang sung mengubah
cairan amniotik, menurunkan aktivitas anti-bakterial dan setelah itu
meningkatkan resiko infeksi bakteri perinatal. Selain itu, mekonium dapat
11
mengiritasi kulit fetus, kemudian meningkatkan insiden eritema toksikum.
Bagaimanapun, komplikasi yang paling berat dari keluamya mekonium dalam
uterus adalah aspirasi cairan amnion yang tercemar mekonium sebelum,
selama, maupun setelah kelahiran. Aspirasi cairan amnion mekonial ini akan
menyebabkan hipoksia melalui 4 efek utama pada paru, yaitu: obstruksi jalan
nafas (total maupun parsial), disfungsi surfaktan, pneumonitis kimia dan
hipertensi pulmonal.

Obstruksi jalan nafas


Obstruksi total jalan nafas oleh mekonium menyebabkan atelektasis.
Obstruksi parsial menyebabkan udara terperangkap dan hiperdistensi alveoli,
biasanya tennasuk efek fenomena ball-valve. Hiperdistensi alveoli
menyebabkan ekspansi jalan nafas selama inhalasi dan kolaps jalan nafas di
sekitar mekonium yang terinspirasi di jalan nafas, menyebabkan
peningkatan resistensi selama ekshalasi. Udara yang terperangkap
(hiperinflasi paru) dapat menyebabkan ruptur pleura (pneumotoraks),
mediastinum (pneumomediastinum), dan perikardium (pneumoperikardium).

Disfungsi surfaktan
Mekonium menonaktifkan surfaktan dan juga menghambat sintesis
surfaktan. Beberapa unsur mekonium, terutama asam lemak bebas (seperti
asam palmitat, asam oleat), memiliki tekanan permukaan minimal yang lebih
tinggi dari pada surfaktan dan melepaskannya dari pennukaan alveolar,
menyebabkan atelektasis yang luas.

Pneumonitis kimia
Mekonium mengandung enzim, garam empedu, dan lemak yang dapat
mengiritasi jalan nafas dan parenkim, mengakibatkan pelepasan sitokin
(termasuk tumor necrosis factor (TNF)-Q, interleukin (IL)-lJ3, I-L6, IL-8, IL-13) dan
menyebabkan pneumonitis luas yang dimulai dalam beberapa jam setelah

12
aspirasi. Semua efek pulmonal llll dapat menimbulkan gross ventilation-
perfusion (V/Q) mismatch.

Hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru Iahir


Beberapa bayi dengan sindroma aspirasi mekonium mengalami hipertensi
pulmonal persisten pada bayi baru lahir (persistent pulmonary hypertension
of the newborn [PPHN]) primer atau sekunder sebagai akibat dari stres
intrauterin yang kronik dan penebalan pembuluh pulmonal. PPHN lebih
lanjut berperan dalam terjadinya hipoksemia akibat sindrom aspirasi
mekonium.

Gambar . Patofisiologi Sindrom Aspirasi Mekonium

MANIFESTASI KLINIS

Di dalam uterus, atau lebih sering, pada pernapasan pertama, mekonium yang
kental teraspirasi ke dalam paru, mengakibatkan obstruksi jalan napas kecil

13
yang dapat menimbulkan kegawatan pernapasan dalam beberapa jam
pertama setelah kelahiran dengan gejala takipnea, retraksi, stridor, dan
sianosis pada bayi dengan kasus berat. Obstruksi parsial pada beberapa
jalan napas dapat menimbulkan pneumothoraks atau pneumomediastinum,
atau keduanya. Pengobatan tepat dapat mencegah kegawatan pernapasan,
yang dapat hanya ditandai oleh takikardia tanpa retraksi. Pada kondisi
gawat nafas, dapat terjadi distensi dada yang berat yang membaik dalam
72 jam. Akan tetapi bila dalam perjalanan penyakitnya bayi memerlukan
bantuan ventilasi, keadaan ini dapat menjadi berat dan kemungkinan
mortalitasnya tinggi.

Takipnea dapat menetap selama beberapa hari atau bahkan beberapa minggu.
Foto radiografi dada bersifat khas ditandai dengan bercak-bercak infiltrat,
corakan kedua lapangan pam kasar, diameter anteroposterior bertambah,
dan diafragma mendatar. Foto x-ray dada normal pada bayi dengan hipoksia
berat dan tidak adanya malformasi jantung mengesankan diagnosis sirkulasi
jantung persisten. P02 arteri dapat rendah pada penyakit lain, dan jika
terjadi hipoksia, biasanya ada asidosis metabolik.

PENEGAKKAN DIAGNOSIS

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Analisa gas darah dapat memperlihatkan adanya hipoksemia. Pada
kasus yang ringan, adanya hiperventilasi akan mengakibatkan alkalosis respiratorik.
Bayi dengan kondisi yang berat akan mengalami asidosis respiratorik akibat adanya
obstruksi jalan nafas, atelectasis, dan pneumonitis. Pada kasus yang juga
mengalami asfiksia perinatal, dapat terjadi kombinasi asidosis metabolik dan
respiratorik
Pencitraan

14
Rontgen thoraks akan memperlihatkan hiperinflasi dengan perselubungan yang
merata. Hasil temuan menunjukkan area atelectasis dengan area udara
terperangkap. Kebocoran udara sering terjadi dan menyebabkan terjadinya
pneumothoraks, pneumomediastinum, pneumopericardium, dan atau pulmonary
interstitial emphysema. Efusi pleura juga bisa terjadi. Derajat keparahan dari
rontgen thoraks tidak berkorelasi dengan beratnya penyakit secara klinis.

Gambar x. Radiografi dada SAM. A). Infiltrat linear sedang, menandakan aspirasi
mekonium encer dalam jumlah kecil. B). Infiltrat linear bilateral dan tidak merata,
menandakan aspirasi mekonium encer dalam jumlah sedang. C). Infiltrasi
menyeluruh pada lapang paru yang tersebar tidak merata, menandakan aspirasi
mekonium encer dalam jumlah yang lebih besar. 0). Atelektasis sebagian lobus kiri
atas dengan hiperaerasi paru kanan, menandakan aspirasi mekonium partikel
15
besar dan kental. Bayi sering mengalami kegagalan perkembangan pernapasan
dan membutuhkan terapi pernapasan yang luas

Echocardiogram
Ekokardiografi dapat dilakukan untuk memastikan struktur jantung yang normal
serta memeriksa fungsi jantung, juga tingkat keparahan hipertensi pulmonal
dan shunting dari kanan ke kiri.

TATA LAKSANA

Penatalaksaanaan Prenatal
Kunci penatalaksanaan aspirasi mekonium adalah pencegahan selama
masa prenatal :
1. Identifikasi kehamilan beresiko tinggi. Pencegahan dimuai dengan
mengenali faktor predisposisi maternal yang dapat menyebabkan
insufisiensi uteropasental yang berujung pada hipoksia fetus selama
proses kelahiran. Pada kehamilan yang berlangsung sampai
melewati waktu perkiraan kelahiran, induksi yang dilakukan secepatnya
pada minggu ke-41 dapat membantu pencegahan aspirasi mekonium.
2. Pemantauan. Selama kelahiran, observasi dan pemantauan yang
seksama perlu dilakukan. Tanda kegawatan janin apapun (misal:
adanya cairan mekonial dan ruptur membran, takikardi fetus, atau pola
deselerasi) mengharuskan penilaian kesejahteraan janin dengan cennat,
meliputi detak jantung fetus dan pH kulit kepala fetus. Jika penilaian
menunjukkan adanya fetal kompromi, tindakan korektif diperlukan atau
fetus hams dilahirkan tepat pada waktunya.
3. Amnioifusion. Pada ibu-ibu dengan cairan amnion mekonial yang sangat
kental maupun cukup kental, amnioinfusi efektif dalam menurunkan angka
kejadian deselerasi kecepatan denyut jantung fetus yang bervariasi dengan
melepaskan kompresi pada korda umbilikalis selama persalinan.

16
Akan tetapi, efisiensinya dalam menurunkan resiko dan tingkat keparahan
aspirasi mekonium belum dapat dibuktikan.

Penatalaksanaan di Kamar Bersalin


Intervensi pediatrik yang sesuai untuk neonatus yang lahir dengan cairan
anmion mekonial tergantung pada bugar tidaknya bayi. Hal ini dapat dinilai
dengan adanya pernapasan spontan, denyut jantung > 100 ximenit, gerakan
spontan, atau ekstrimitas yang berada dalam posisi fleksi. Bagi bayi-bayi
bugar ini, hanya penanganan rutin yang diperbolehkan, tanpa melihat
konsistensi mekoniumnya. Sedangkan bagi bayi-bayi dengan distres, intubasi
secepat mungkin dan pip a endotrakea1nya hams dihubungkan dengan
alat penghisap mekonium pada tekanan 100 mmHg. Ventilasi tekanan positif
hams dihindari jika memungkinkan, hingga pengisapan trakea dilakukan.

Penatalaksanaan Neoatus dengan SAM


Neonatus dengan mekonium yang terdapat di bawah korda vokalis berpotensi
mengalami hipertensi pulmonal, sindrom kebocoran udara, dan pneumonitis
serta harus diobservasi secara ketat untuk melihat adanya tanda-tanda distres
pernapasan.
1. Penatalaksanaan respirasi
a. Pembersihan paru (pulmonary toilet). Jika pengisapan trakea be1um
mampu membersihkan sekret secara maksima1, dapat disarankan untuk
membiarkan pipa endotrakeal tetap terpasang untuk pembersihan pam
pada neonatus dengan kasus simtomatik. Fisioterapi dada setiap 30-60
menit, semampunya, dapat membantu membersihkan jalan napas.
Fisioterapi dada dikontraindikasikan pada neonatus dengan kondisi 1abi1
jika diduga ada keterlibatan PPHN.
b. Pemeriksaan kadar gas darah arteri. Pengukuran kadar gas darah arteri
dibutuhkan untuk meni1ai kebutuhan venti1asi dan oksigen tambahan.
c. Pemantauan kadar oksigen. Pulse oxymeter dapat memberi informasi
penting mengenai status respirasi dan memantu mencegah hipoksemi.
17
Membandingkan saturasi oksigen pada tangan kanan dengan ekstrimitas
bawah membantu mengidentifikasi bayi dengan pirau dari kanan ke kiri
akibat hipertensi pulmonal.
d. Radiografi thoraks. Radiografi thoraks sebaiknya diambil setelah
kelahiran jika neonatus dalam kondisi distres. Radiografi thoraks juga
dapat membantu menentukan pasien mana yang berpotensi mengalami
distres napas. Akan tetapi, gambaran radiografi sering tidak sebanding
dengan presentasi klinis.
e. Pemakaian antibiotik. Mekonium menghambat potensi bakteriostatik
pada cairan mekonium normal. Karena susahnya membedakan aspirasi
mekonium dari pneumoni secara radiologis, neonatus dengan gambaran
infiltrate pada radiografi toraks, sebaiknya mulai diberi antibiotik
spektrum luas (ampisilin dan gentamisin), setelah sampel untuk kultur
telah diperoleh.
f. Oksigen tambahan. Salah satu tujuan utama pada kasus-kasus SAM
adalah mencegah episode hipoksia alveolar yang akan mengarah pada
vasokonstriksi pulmonal dan menjadi PPHN. Oleh karena itu, oksigen
tambahan diberikan sebanyak-banyaknya dengan tujuan
mempertahankan tekanan parsial 02 sebesar 80-90 mmHg, bahkan lebih
tinggi karena resiko retinopati seharusnya kecil pada bayi-bayi aterm.
Pencegahan hipoksia alveolar juga dicapai dengan penyapihan bayi-bayi
ini secara hati-hati dari terapi oksigen. Kebanyakan pasien masih labil,
sehingga penyapihan harus dilakukan secara perlahan, terkadang dengan
penurunan 1% setiap kali. Pencegahan hipoksia alveolar juga meliputi
kewaspadaan terhadap terjadinya kebocoran udara dan meminimalisir
intervensi pasien.
g. Ventilasi mekanik. Pasien pada kasus-kasus berat yang terancam gagal
napas yang disertai hiperkapnia dan hipoksemia persisten membutuhkan
ventilasi mekanik. Neonatus yang tidak membaik dengan ventilasi

18
konvensional harus diuji coba menggunakan ventilasi berfrekuensi
tinggi (HFV = high frequency ventilation).
i. Pengaturan kecepatan. Ventilasi harus disesuaikan dengan individu
masing-masing pasien. Pasien-pasien SAM umumnya membutuhkan
tekanan inspirasi dan kecepatan yang lebih tinggi dibanding pasien
dengan HMD (hyaline membrane disease). Lebih diutamakan
menggunakan model ventilasi yang memungkinkan pasien mengatur
frekuensi napasnya (ventilasi yang hanya mendampingi atau
menyokong tekanan). Masa inspirasi yang relative singkat
memungkinkan ekspirasi yang adekuat pada pasien yang rentan
mengalami terperangkapnya udara dalam pam (air trapping).
ii. Komplikasi pulmonal. Kebocoran udara hams selalu diwaspadai.
Untuk setiap penurunan kondisi klinis yang tidak jelas penyebabnya,
kemungkinan pneumotoraks hams selalu dipikirkan. Dengan
timbulnya atelektasis, perangkap udara, dan penurunan kompliansi
pam, pasien yang beresiko mengalami kebocoran udara mungkin
membutuhkan tekanan saluran napas rata-rata yang tinggi. Ventilasi
ditujukan untuk mencegah hipoksemia dan menyediakan ventilasi
yang adekuat pada tekanan saluran napas yang serendah-rendahnya
untuk menurunkan resiko kebocoran udara.
h. Ventilasi berfrekuensi tinggi (HFV = high frequency ventilation).
Ventilasi jet berfrekuensi tinggi dan ventilasi osilasi berfrekuensi tinggi.cukup
efisien bagi pasien yang gagal mencapai ventilasi adekuat dengan metode
konvensional. HFV juga telah digunakan untuk memaksimalkan keuntungan
inhalasi nitrit oksida.
i. Surfaktan. Neonatus dengan sindroma aspirasi mekonium yang berat
dan membutuhkan ventilasi mekanik, serta tampak secara radiologis
adanya kelainan parenkim pam, kemungkinan besar akan mendapat efek
positif dari terapi surfaktan yang dini. Karena adanya keterkaitan
hipertensi pulmonal, pemantauan ketat saat terapi surfaktan dibutuhkan

19
untuk mencegah obstruksi transien jalan napas yang dapat terjadi selama
penyulingan surfaktan.
j. Nitrit oksida inhalasi. Hipertensi pulmonal dapat diterapi secara efektif
dengan inhalasi nitrit oksida. Terjadi vasodilatasi arteriol pulmonal yang
selektif akibat nitrit oks ida yang bekerja langsung pada otot polos
vascular, yaitu dengan mengaktivasi guanilat siklase, sehingga
meningkatkan siklik guano sin mono fosfat. Karena diberi per inhalasi, efek
yang timbul hanya bersifat 10ka1.Hal ini terjadi karena nitrir oksida akan
diinaktivasi oleh hemoglobin begitu mencapai pembuluh darah. Oleh
karena itu, pengaruhnya pada sistem-sistem lain dalam tubuh cukup
minimal, akan tetapi, kadar methemoglobin hams terus dipantau.
k. Oksigenasi membran ekstra korporeal (ECMO = extracorporeal membrane
oxygenation). Pasien yang gagal dengan terapi-terapi sebelumnya dapat
diusulkan untuk dilakukan oksigenasi membran ekstra korporeal. Index
oksigenasi (FI0x Paw x 100 x PaOz)>40, dengan Paw (tekanan rata-rata
jalan napas) 2:20 cmH20, dapat memprediksi neonatus yang
membutuhkan EeMO. Dibandingkan dengan kelompok populasi lain
yang membutuhkan EeMO, bayi dengan SAM memiliki angka
kelangsungan hidup yang tinggi, yaitu sebesar 93-100%.
2. Penatalaksanaan umum
Neonatus dengan aspirasi mekonium yang membutuhkan resusitasi
sering kali juga mengalami kelainan metabolik, seperti hipoksia, asidosis,
hipoglikemia, dan hipokalsemia. Pasien-pasien ini kemungkinan telah
mengalami asfiksia perinatal, sehingga diperlukan pemantauan adanya
kerusakan organ.

Pedoman penatalaksanaan bayi yang terpapar mekonium menurut The


American Academy of Pediatrics Neonatal Resuscitation Program (NRP)
Steering Committee adalah sebagai berikut:

20
• Jika bayi tidak bugar (didefinisikan sebagai kondisi tonus otot yang
lemah dan usaha napas yang kurang maupun tidak ada): suction trakea
langsung setelah

kelahiran. Suction dilakukan selama tidak lebih dari 5 detik. Jika tidak
didapatkan cairan mekonial, jangan ulangi intubasi dan suction. Sebaliknya,
jika didapatkan cairan mekonial tanpa adanya bradikardi, lakukan reintubasi
dan suction. Jika bradikardi, lakukan ventilasi tekanan positif dan rencanakan
suction ulang setelah beberapa waktu.
• Jika bayi bugar (didefinisikan sebagai kondisi usaha nap as
yang cukup, menangis, tonus otot cukup, dan wama kulit yang baik): bersihkan
sekresi dan mekonium dari mulut lalu hidung menggunakan bulb syringe
atau selang suction yang besar. Pada kondisi apapun, langkah-langkah
resusitasi berikutnya hams mencakup: pengeringan, reposisi, dan pemberian
oksigen sesuai kebutuhan.
• Pedoman ini terus diperbaharui sesuai evidence-base terbaru. Diet bayi
dengan SAM: 8
• Distres perinatal dan distres nap as yang berat merupakan halangan
untuk pemberian makanan.
• Terapi cairan intravena dimulai dengan infuse dekstrosa yang adekuat
untuk mencegah hipoglikemi.
• Beri tambahan elektrolit, lipid, dan vitamin secara progresif
untuk memastikan asupan nutrisi yang adekuat serta untuk mencegah
defisiensi asam amino esensial dan asam lemak.

PROGNOSIS
21
Diperkirakan bahwa bayi yang teraspirasi mekonium memiliki mortalitas
yang lebih tinggi daripada mortalitas bayi yang tidak teraspirasi, dan
aspirasi mekonium biasanya menyebabkan proporsi kematian neonatus yang
bermakna. Sisa masalah pada pam jarang dijumpai, tetapi meliputi batuk
bergejala, mengi, dan hiperinflasi persisten selama 5-10 tahun. Prognosis
akhir bergantung pada luasnya jejas sistem saraf pusat akibat asfiksia, dan
adanya masalah-masalah terkait seperi adanya sirkulasi janin.

22
23

Anda mungkin juga menyukai