Anda di halaman 1dari 6

PURPURA TROMBOSITOPENIA IDIOPATIK

1. Definisi
Purpura trombositopenia idiopatik (PTI) adalah suatu kelainan perdarahan yang
didapat berupa autoimun yaitu adanya autoantibodi terhadap trombosit, biasanya berasal dari
imunoglobulin G, dan menyebabkan destruksi trombosit secara dini dalam sistem
retikuloendotelial yang umumnya terjadi di limpa sehingga mengakibatkan trombositopenia
yang menetap dimana trombosit darah perifer <100.000/mm 2. Adanya trombositopenia ini
akan mengakibatkan gangguan pada sistem hemostasis. PTI ditandai dengan
trombositopenia, purpura, gambaran darah tepi yang umumnya normal, dan tidak ditemukan
penyebab trombositopeni yang lainnya.

2. Epidemiologi
Berdasarkan etiologi, PTI dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder.
Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama dengan
6 bulan dan kronik bila lebih dari 6 bulan. Diperkirakan insidensi PTI terjadi pada 100 kasus
per 1 juta penduduk per tahun, dan kira-kira setengahnya terjadi pada anak-anak dengan usia
2-6 tahun, puncak 5 tahun, dimana jumlah kasus pada anak laki-laki dan perempuan sama
perbandingannya. 7-8 kasus pada anak berkembang menjadi PTI kronis. Pada anak-anak itu
biasanya merupakan tipe akut yang sering mengikuti suatu infeksi, dan sembuh dengan
sendirinya (self limited).
Insidensi PTI kronis pada dewasa sekitar 58-66 kasus baru per satu juta populasi
pertahun di AS dan inggris dengan rata-rata usia 40-45 tahun. rasio antara perempuan dan
laki-laki pada PTI akut yaitu 1:1 sedangkan PTI kronik yaitu 2-3:1. Pasien PTI refrakter (PTI
gagal terapi dengan kortikosteroid dan splenektomi yang selanjutnya mendapat terapi karena
angka trombosit di bawah normal atau ada perdarahan) ditemukan kira-kira 25-30 % dengan
mortalitas sekitar 16%.

3. Etiologi
a. Primer
Disebabkan oleh reaksi imun (abnormal autoantibodi, umumnya IgG) terhadap
glikoprotein membran trombosit.
b. Sekunder
- Infeksi HIV
- SLE
- Gangguan limfoproliferatif, seperti leukimia limfositik kronis
- Drug induced : heparin, quinine/quinidin, sulfonamid
- Infeksi Helicobacter pylori
- Toksin : etanol
- Infeksi virus herpes
- Hepatitis akut
- Tuberkulosis
- Penyakit hodgkin

4. Patogenesis
secara fisiologis, trombosit berada dalam keadaan seimbang mulai dari produksi oleh
megakariosit di sumsum tulang, lalu bertahan di sirkulasi selama 10 hari, hingga akhirnya
trombosit tua akan dibuang oleh makrofag di limpa dan hati. Sepertiga dari jumlah trombosit
akan tersekuestrasi di limpa.
Kerusakan trombosit pada PTI melibatkan autoantibodi terhadap glikoprotein yang
terdapat pada membran trombosit. Penghancuran terjadi terhadap trombosit yang diselimuti
antibodi (antibody-coated platelets) tersebut dilakukan oleh makrofag yang terdapat pada
limpa dan organ retikuloendotelial lainnya.
Megakariosit dalam sumsum tulang bisa normal atau meningkat pada PTI. Sedangkan
kadar trombopoitin dalam plasma, yang merupakan progenitor proliferasi dan maturasi dari
trommbosit mengalami penurunan yang berarti, terutama pada PTI kronik.
Pada PTI akut diduga penghancuran trombosit meningkat karena adanya antibodi
yang dibentuk saat terjadi respon imun terhadap infeksi bakteri/virus, yang bereaksi silang
dengan antigen dari trombosit. Mediator-mediator lain yang meningkat selama terjadinya
respon imun terhadap infeksi, dapat berperan dalam terjadinya penekanan terhadap produksi
trombosit. Sedangkan pada PTI kronik diduga telah terjadi gangguan dalam regulasi sistem
imun seperti pada penyakit autoimun lainnya, yang berakibat terbentuknya antibodi spesifik
terhadap trombosit.
Saat ini telah diidentifikasi beberapa jenis glikoprotein (GP) permukaan trombosit
pada PTI diantaranya GP Iib-Iia, GP Ib, dan GP V. PTI berawal dari kelainan sel limfosit T-
regulator (T-reg) sehingga fungsi toleransi terhadap diri sendiri menjadi hilang dan menjadi
suatu autoimun. Oleh sebab itu, autoantibodi (paling sering berupa IgG) akan menempel pada
antigen trombosit (GpIIb/IIIa dan/atau Gp1b-IX). Hal tersebut berdampak pada peningkatan
destruksi trombosit oleh makrofag di hepar dan limpa, sekaligus penurunan respon
kompensasi megakariosit (produksi menurun) akibat autoantibodi. Akan tetapi, autoantibodi
hanya dapat dideteksi pada 40-80 % kasus sedangkan bagaimana antibodi antitrombosit
meningkat pada PTI, perbedaan secara pasti patofisiologi PTI akut dan kronis, serta
komponen yang terlibat dalam regulasinya masih belum diketahui.

5. Klasifikasi dan manifestasi klinis


a. PTI akut
Lebih sering dijumpai pada anak. Awitan (onset) mendadak, riwayat infeksi
mendahului perdarahan berulang, sering dijumpai eksantema pada anak (rubeola dan
rubella) dan penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh virus merupakan 90% kasus
pediatrik. Virus yang paling banyak diidetntifikasi ialah varisela zoster dan epstein-
barr virus. Perdarahan umumnya ringan, self-limiting, remisi spontan pada 90%
kasus, 60% sembuh dalam 4-6 minggu. Lebih dari 90% sembuh dalam 3-6 bulan. PTI
akut dewasa jarang terjadi namun dapat menyebabkan perdarahan dan perjalanan
penyakit lebih fulminan.
b. PTI kronis
Awitan tidak menentu, perjalanan klinis fluktuatif, episode perdarahan dapat
berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, dapat intermiten atau terus-
menerus. Perdarahn gusi, dan epistaksis juga sering terjadi. Traktus genitourinarius
merupakan tempat perdarahan yang paling sering. Manifestasi perdarahan berupa
ekimosis, ptekie, purpura. Perdarahan dapat ringan, sedang, hingga berat dan
frekuensinya berkorelasi dengan jumlah trombosit, sebagai berikut :
- Trombosit >50.000/mm3 : asimtomatik
- Trombosit 30.000 – 50.000/mm3 : luka memar atau hematom
- Trombosit 10.000 – 30.000/mm3 : perdarahan spontan, menoragi, perdarahan
memanjang
- Trombosit <10.000/mm3 : perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan
gastrointestinal dan genitourinaria), risiko perdarahan SSP (umumnya
subarakhnoid).
Pada PTI kronis jarang terjadi infeksi atau pembesaran limpa. Remisi spontan juga
jarang terjadi dan remisinya tidak lengkap.

6. Diagnosis
- Dari anamnesis, lama perdarahan dapat membedakan PTI kronik dan akut,
tidak terdapatnya gejala sistemik menyingkirkan bentuk sekunder dan
diagnosis lain. Riwayat penggunaan obat-obatan yang menyebabkan
trombositopenia juga perlu ditanyakan.
- Pemeriksaan fisik hanya didapatkan perdarahan karena trombosit yang rendah
(ptekie, purpura, perdarahan konjungtiva, perdarahan selaput lendir lain),
splenomegali ringan, tidak ada limfadenopati.
- Pemeriksaan darah perifer menunjukkan adanya trombositopenia tanpa adanya
sitopenia yang lain.
- Apusan darah tepi dijumpai megatrombosit
- Pada sumsum tulang dijumpai banyak megakariosit dan agranuler, atau tidak
mengandung trombosit.
- Selularitas sumsum tulang normal

7. Diagnosis banding
- Mielodisplatik sindrom : selularitas sumsum tulang umumnya meningkat
karena hematopoiesis yang tidak efektif
- Gangguan distribusi trombosit (hipersplenisme, hipotermia)
- Peningkatan penghancuran trombosit (ITP sekunder : SLE, HIV, LLK)
- Pseudotrombositopenia akibat terlalu banyak EDTA pada spesimen darah tepi,
obat-obatan
- Anemia aplastik
- Leukimia akut
- Disseminated intravascular coagulation (DIC)
- Thrombotic trombositopenic purpura – hemolytic uremic syndrome (TTP-
HUS)

8. Tatalaksana
a. Terapi umum
Yaitu menghindari aktivitas fisik yang berlebihan untuk mecegah trauma, terutama
trauma kepala dan menghindari penggunaan obat-obatan yang mempengaruhi fungsi
trombosit.
b. Terapi medikamentosa (lini pertama)
- Prednison dosis 1-1,5 mg/KgBB/hari per oral selama 2 minggu. Tanda adanya
respon baik ialah peningkatan trombosit >30.000/mm3, trombosit
>50.000/mm3 setelah 10 hari terapi awal, dan terhentinya perdarahan. Apabila
berespon baik, terapi dilanjutkan sampai 1 bulan kemudian tapering off.
- Imunoglobulin intravena, guna menghambat ikatan autoantibodi dengan
trombosit yang bersirkulasi. Diberikan dosis 1 g/KgBB/hari selama 2-3 hari
berturut-turut. Imunoglobin digunakan bila terjadi perdarahan internal, adanya
purpura yang progresif, serta kadar trombosit <5000/mm3 walaupun sudah
mendapat terapi kortikosteroid dalam beberapa hari.
c. Splenektomi
Dipertimbangkan pada pasien yang simtomatik persisten dan trombositopenia berat
(trombosit <10.000/mm3) setelah mendapat terapi prednison. Respon bervariasi antara
50-80%
d. Terapi lini kedua
Diberikan pada pasien yang tidak membaik dengan terapi standar kortikosteroid.
Diberikan pilihan steroid dosis tinggi, imunoglobulin intravena dosis tinggi, anti-D
intravena, alkaloid vinka (vinkristin, vinblastin), danazol, obat imunosupresif
(azatriopin, siklosfonamid), dapson, serta golongan agonis reseptor
trombositopoietin/TPO (romiplastim, eltrombopag)
9. Komplikasi
Komplikasi dapat berupa infeksi, imunokompromise, DM induced steroid, dan hipertensi

10. Prognosis
Respon terapi standar kortikosteroid berkisar antara 50-70% namun pada PTI kronis
hanya sebagian kecil yang mengalami remisi spontan. Perdarahan intrakranial umumnya
merupakan penyebab kematian pada PTI.

Anda mungkin juga menyukai