Terjemah Kitab Durusul Balaghoh
Terjemah Kitab Durusul Balaghoh
HUSNUS SIYAGHOH
PENDAHULUAN
FASHOHAH DAN BALAGHOH
1. FASHOHAH
A. Fashohatul Kalimah .
Fashohatul Kalimah adalah : Terhindarnya suatu kalimah dari Tanafur Huruf,
Mukholafatul Qiyas, dan Ghorobah.
Tanafur huruf adalah: Suatu sifat pada kalimah yang menyebabkan
beratnya kalimah pada lidah dan sulit mengucapkannya.
Contoh :
ُّظش َ ال : tempat yang kasar.
ال ِه ْع ِخ ُّْع : tanaman hitam, untuk penggembalaan unta
ُّ َالنق
ِاح : air tawar yang jernih
ال ُم ْستَس ِْز ُِّر : benang yang tepintal
Penjelasan :
Tanafur terbagi mejadi 2 yaitu :
Contoh lain :
ُّال ُم ْست َ ْش ِز ِر
: benang yang tepintal
Lafadz ini dikatakan tanafur karena Huruf Syin (bersifat Hams dan Rokhwah)
menengahi antara huruf ta' (bersifat Hams dan Syadidah) dan huruf za' (bersifat
Jahr).
Mukholafah Qiyas adalah : kalimah yang tidak sesuai dengan prosedur kaidah
ilmu shorof.
Contoh : lafadz بُوقdijama’kan menjadi ُّ ُّ بُوقَاتseperti dalam Syairnya Abu toyyib
Ahmad bin Husain Al-Ju’fiy al-Kandy Al-Kufy Al-Mutanabby yang sedang memuji
pemimpin tentara Daulat Ibnu hamdan Raja Aleppo Syiria :
ُ اُّو
ُّطب ُْو ُل َ اسُّب ُْوقَاتُّلَ َه
ِ َُُّّّفَ ِف ْيُّالن-ٍُُّّس ْيفًاُّ ِلدَ ْولَة
َ ُّاس ُ فإ ِ ْنُّيَ ُك ْنُّبَ ْع
ِ َّضُُّّالن
"Jika sebagian manusia itu seperti tentara dalam pemerintahan ( ibnu Hamdan Raja
Aleppo; Syiria ), maka dalam manusia akan terdapat terompet dan gendang untuk
pemerintahan itu".
Karena menurut Qiyas dalam jama’ qillahnya adalah ُّأَب َْواق
Dan juga seperti lafadz ُُّّ َم ْودَدَةdalam ucapannya :
Menurut Qiyas ilmu shorof adalah dengan mengidghomkan lafadz ٍُُّّ َم ْودَدَةmenjadi َُّم َود َّة
karena ada dua huruf sama, serta huruf yang kedua berharokat.
Ghorobah adalah: adanya kalimah itu tidak jelas artinya.
Contoh :
َُّت َ َكأ ْ َكأ bermakna seperti lafadz إجتمعyaitu berkumpul.
ُّإ ْف َر ْنقَ َع bermakna seperti lafadz إنصرفyaitu bubar.
ط َخ َُّّمَ ْإل bermakna seperti lafadz َّ إشت ُّدyaitu berat dan
besar
Keterangan :
Ghorobah terbagi menjadi 2 yaitu :
1. Kata yang bisa diketahui maknanya dengan seringnya meneliti pada kitab
bahasa Ajam karena tidak biasa digunakan pada bahasa murni arab.
Contoh:
َُّت َ َكأ ْ َكأ bermakna seperti lafadz إجتمعyaitu berkumpul.
ُّإ ْف َر ْنقَ َع
bermakna seperti lafadz إنصرفyaitu bubar.
ط َخ َُّّمَ ْإل
bermakna seperti lafadz َّ إشت ُّدyaitu berat dan besar.
2. Kata yang tidak diketahui maknanya pada kitab bahasa karena tidak
digunakan bagi orang Arab, dan tidak berlakunya bahasa pembanding maka
membutuhkan usaha keras untuk mengartikannya yang menyebabkan sulitnya
memahami dan masih ada kesamaran.
Contoh :
س ّرج
َ ُم bermakna pedang suraij daerah Qin dan ada yang
mengatakan bermakna : Lampu.
B. Fashohatul Kalam.
Fashohatul Kalam adalah : Terhindarnya beberapa kalimah dari tanafur pada
kumpulan kalimah (kalam), Dho'fu Ta'lif, Ta'kid, serta fashohahnya beberapa
kalimah itu.
Tanafur pada Kalam adalah : Suatu sifat dalam Kalam yang menyebabkan
beratnya kalam pada lisan dan sulit mengucapkannya.
Contoh dalam ucapan Penyair :
ُ ُّمثلُ َكُّيَ ْش َر
ُّع ِ ِش ْرع َ ُُِّّر ْفع
َّ ع ْر ِشُّال َ فِ ْي
“pada keluhuran Arasynya Syara’, Orang sepertimu bisa mengambil”
Contoh lain:
ُّبُّقَب ُْر َ ْسُّقُ ْر
ٍ بُّقَب ِْرُّ َح ْر َ ُُّّ َولَي-ُّانُّقَ ْف ٍر ٍ ُُّّ َو َقب ُْرُّ َح ْر
ٍ بُّ ِب َم َك
" kuburan musuh harus ditempat yang sunyi, dan tiada
kuburan lain dekat kuburan itu"
Seperti Ucapan Abu tamam Habib bin A'us:
Penjelasan :
Tanafur ini juga terbagi mejadi 2 yaitu :
Dho'fu Ta'lif adalah : adanya kalam itu tidak sesuai dengan prosedur kaidah
ilmu Nahwu yang masyhur.
Seperti membuat Dhomir sebelum menuturkan Marji'nya dalam lafadz dan
ma'nanya, dalam ucapan Penyair :
Ta'qid adalah : adanya kalam itu tidak jelas (masih samar) pada makna yang
dikehendaki.
Dan kesamaran itu adakalanya dari aspek lafadz yang disebabkan mendahulukan
(taqdim), mengakhirkan (ta'khir) atau memisah (Fashol). hal ini disebut Ta'kid
Lafdhy.
َ بُّاألَغ ِ َّر
ُُُُّّّّو ُه ْمُّالَُّيَجْ فَ ُخ ْونَ ُّبِ َها َ علَىُّال َح
ِ س َ َُُّتُّبِ ِه ْمُّ ِشيَمُّدَالَئِل
ْ َجفَخ
Penjelasan :
Pada syair tersebut, dikatakan Ta'kid lafdhy karena :
1. Memisah antara fi'il dan lafad yang berta'alluq padanya (muta'alliq) ُّخَتُّ ِب ِهم ْ َ( َجف
ُّ dengan lafadz lain yaitu : َو ُه ْمُّالَُّيَجْ فَ ُخ ْونَ ُّ ِب َها.
2. Mengakhirkan lafadz ُّل ُُّ ِدَالَئdari lafadz yang berta'alluq padanya :
ُّّ ِ بُّاألَغ
َر س
ِ َ َ ح ىُّال َ ل ع
َ
3. Memisah antara Na'at dan man'utnya : ل ُُّ ِش َيمُّدَالَ ِئdengan lafadz :
َ
ُّّ ِ بُّاألغ
َر ِ سَ َعلَىُّال َح
Dan adakalanya dari aspek makna disebabkan adanya penggunaan majaz dan Kinayah
yang Murodnya tidak bisa dipahami. hal ini disebut Ta'kid Ma'nawy.
ْ ِنَش ََرُّال َم ِلكُ ُّأ َ ْل ِسنَتهُُّف
Seperti Ucapanmu : يُّال َم ِد ْينَ ُِّة
C. Fashohatul Mutakallim.
Fashohatul Mutakallim Adalah: Suatu sifat yang melekat pada seseorang
(bakat) yang bisa menyampaikan suatu maksud dengan perkataan yang fashih pada
semua tujuan yang ada (seperti memuji atau menghina).
2. BALAGHOH
a. Balaghotul Kalam
Balaghotul Kalam adalah : Kesesuaian suatu kalam pada Muqtadhol Hal
(tuntutan keadaan) serta fashohahnya kalam itu.
Hal disebut juga Maqom adalah : Perkara yang mendorong Mutakkalim untuk
mendatangkan perkataan pada bentuk tertentu.
Al-Muqtadho disebut juga I'tibar Munasib adalah : suatu bentuk tertentu yang
didatangkan suatu ibarat untuk menyampaikannya.
Seperti :
Pujian : Suatu keadaan yang mendorong untuk mendatangkan
ibarat dengan bentuk Ithnab (memanjangkan kalimat).
Cerdasnya Mukhotob : Suatu keadaan yang mendorong untuk mendatangkan
ibarat dengan bentuk Ijaz (menyingkat kalimat).
Pujian dan Cerdasnya Mukhotob disebut Hal,
sedangkan Ithnab dan Ijaz disebut Muqtadho.
sedangkan mendatangkan kalam dalam bentuk Ithnab dan Ijaz dinamakan
menyesuaikan pada Al-Muqtadho (tuntutan).
b. Balaghotul Mutakallim
Balaghotul Mutakallim adalah : Suatu sifat yang melekat (bakat) pada
sesorang yang bisa menyampaikan suatu maksud dengan Kalam yang Baligh
pada semua tujuan apapun.
maka bagi seorang pelajar balaghoh harus mengetahui ilmu bahasa, shorof, nahwu,
Ma'any dan bayan serta memiliki Dzauq yang salim dan memperbanyak mempelajari
kalam Arab.
ILMU MA'ANI
Ilmu Ma'ani adalah : Suatu Ilmu untuk mengetahui keadaan lafadz Arab yang bisa
menyesuaikan dengan tuntutan keadaan.
Maka bentuk kalam akan menjadi berbeda-beda karena adanya perbedaan
kondisi.
Seperti Firman Allah SWT :
"شدًا
َ ُّر
َ ُّرب ُه ْم ِ يُّأَش ٌَّرُّأ ُ ِر ْيدَُّبِ َم ْنُّفِ ْيُّاأل َ ْر
َ ضُّأ َ ْمُّأ َ َرادَُّبِ ِه ْم ْ "وأ َ َّنََ اُّالَُّنَد ِْر
َ
"Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu)
apakahkeburukan yang dikehendaki bagi orang yang dibumi ataukah Tuhan mereka
menghendaki kebaikan bagi mereka" (QS. Al-Jin :10)
Lafadz sebelum ُّ أ ْمmerupakan bentuk kalam yang berbeda dengan bentuk kalam
sesudahnya, karena Kalam yang pertama itu berupa fi'il mabni majhul, sedangkan
yang kedua berupa Fi'il mabni ma'lum.
Kondisi yang menuntut seperti itu adalah menisbatkan semua kebaikan kepada Allah
SWT pada kalam yang kedua, dan mecegah meninsbatkan keburukan kepada Allah
pada kalam yang pertama.
Pembahasan pada Ilmu Ma'ani teringkas dalam 6 bab yaitu :
BAB I
KHOBAR DAN INSYA'
Setiap kalam itu adakalanya berupa kalam Khobar dan adakalanya berupa kalam
Insya'.
Kalam Khobar adalah : Kalam yang sah (secara logika) untuk dikatakan pada
Pengucapnya bahwa Ia adalah Orang yang benar atau Dusta. Seperti Ucapan
Seseorang :
ُّسافَ َرُّزَ يْد َ = Zaid telah bepergian.
ُُّّيُّ ُم ِقيْم
ٌّ ع ِل
َ ُّ= Ali itu orang yang bermukim
Si Pengucap tersebut bisa dikatakan Orang yang benar perkataannya, jika memang
perkataannya sesuai dengan faktanya, dan bisa dikatakan Orang yang Dusta, jika
memang perkataannya tidak sesuai dengan faktanya.
Kalam Insya' adalah : Kalam yang tidak sah secara logika untuk dikatakan pada
Pengucapnya bahwa Ia adalah Orang yang benar atau Dusta. Seperti Ucapan
Seseorang :
ُُّسافِ ْرُّيَازَ ْيد
َ = Pergilah hai Zaid !
َ ُّأَقِ ْمُّ َيا
ُّع ِلي = Tinggallah hai Ali !
Si Pengucap tersebut tidak bisa dikatakan sebagai Orang Jujur atau Orang yang
Dusta karena ia hanya memerintahkan pada zaid atau ali.
Yang dimaksud dari Kebenaran Khobar adalah : Kesesuaian Khobar pada Faktanya.
Sedangkan Kedustaan khobar adalah : tidak sesuainya Khobar pada Faktanya.
Pada Jumlah ُّ ُّي ُّ ُم ِقيْم َ , itu jika nisbat kalam yang dipahami (tetapnya Sifat Muqim
ٌّ ع ِل
bagi Ali) dari jumlah itu sesuai dengan kenyataannya maka dikatakan Khobar yang
Benar, jika tidak benar maka dikatakan Khobar yang dusta.
Kalam Khobar
Khobar itu adakalanya berupa Jumlah Fi'liyyah dan adakalanya berupa Jumlah
Ismiyyah.
Jumlah Fi'liyyah adalah : Jumlah yang difungsikan untuk memberikan faidah suatu
kejadian pada zaman tertentu serta ringkas (tidak butuk Qorinah seperti :
Sekarang, Kemarin, atau besok).
dan terkadang berfaidah Istimror tajaddudy (Berlansung terus menerus secara
bertahap) disebabkan adanya indikasi (qorinah) dengan syarat jika berupa Fi'il
Mudhori' seperti ucapan Thorif bin Tamim Al-Anbary yang menyifati dirinya sendiri
dengan seorang pemberani.
َ أ َ َو ُكلَّ َم
َّ اُّو َردَ ْتُّ ُع َكا ُظُّقَبِ ْيلَةُُُُّّّّبَعَث ُ ْواُّإِلَ َّيُّ َع ِر ْيفَ ُه ُّْمُّيَت َ َو
ُّس ُم
"Apakah (orang Arab telah mendatangi pasar Ukadz), bilamana suatu Qobilah dari
mereka sampai dipasar Ukadz, Maka mereka mengirimkan pemimpin mereka padaku
untuk meneliti satu persatu (apakah aku ikut bersama mereka atau tidak?) ".
Jumlah Ismiyah adalah : Jumlah yang difungsikan hanya murni menetapkan hukum
musnad pada musnad ilaih. seperti :
ُُّّض ْيئَة
ِ سُّ ُم َّ ال
ُ ش ْم
= Matahari itu menerangi.
dan terkadang berfaidah Istimror (terus menerus) sebab adanya indikasi (qorinah),
jika khobarnya tidak berupa kalimah fi'il. contoh :
ُّال ِع ْل ُمُّنَا ِفع = Ilmu itu bermanfaat.
Macam-macam Khobar.
Sekiranya tujuan Mukhbir (orang yang menyampaikan berita) itu memberi faidah
pada Mukhotob, maka sebaiknya kalam itu diringkas menurut kadar kebutuhan
karena dikhawatirkan adanya Al-Laghwu (Ucapan yang sia-sia).
Jika Mukhotob merupakan Kholi Dzihny (orang yang hatinya sepi dari membenarkan
atau mendustakan khobar/ belum tahu sama sekali tentang khobar) dari hukum,
maka khobar disampaikan tanpa menggunakan taukid (kata penguat).
contoh :
ُّ = أ َ ُخ ْو َكُّقَادِمSaudaramu (lk) datang.
Jika Mukhotob merupakan orang yang ragu-ragu serta berusaha untuk mengetahui
khobar, maka sebaiknya menguatkan khobar. seperti :
َ ِإ َّنُّأَخ
َُّاكُّقَادِم = Sesungguhnya Saudaramu (lk) datang.
Jika Mukhotob merupakan orang yang mengingkari khobar (berkeyakinan
sebaliknya), maka harus mendatangkan khobar dengan satu penguat atau dua
penguat atau lebih dengan melihat tingkatan ingkarnya.
seperti :
َ ِإ َّنُّأَخ
َُّاكُّقَادِم = Sesungguhnya Saudaramu (lk) datang.
َ ِإ َّنُّأَخ
َُّاكُّلَقَادِم = Sesungguhnya Saudaramu (lk) benar-benar datang.
َ ُّ ِإ َّنُّأَخ،َِوهللا
َُّاكُّلَقَادِم = Demi Allah, Sesungguhnya Saudaramu (lk) benar-benar
datang.
Dengan menisbatkan pada sepinya khobar dari taukid dan adanya taukid pada
khobar, maka Khobar terbagi menjadi tiga macam seperti yang telah kamu ketahui.
Bentuk yang pertama (sepinya khobar dari taukid) disebut : Ibtida'i.
Bentuk ke 2 (mendatangkan khobar dengan satu taukid) disebut : Tholaby.
Bentuk ke 3 (kewajiban mendatangkan khobar dengan satu taukid atau lebih)
disebut : Inkary.
Kalam Insya'
Kalam Insya' itu adakalanya Tholaby atau Ghoiru Tholaby.
Insya' tholaby adalah : Kalam yang menuntut pada sesuatu yang dituju yang belum
didapatkan saat penuntutan.
Insya' Ghoiru Tholaby adalah : Kalam yang tidak menuntut pada sesuatu yang
dituju yang belum didapatkan saat penuntutan.
Insya' Tholaby, terdapat 5 macam : Amar(perintah), Nahy (larangan), Istifham
(bertanya), Tamanni (berharap), Nida' (kata seru).
Amar (Perintah).
yaitu : Menuntut suatu pekerjaan dengan ucapan tertentu secara Isti'la' (merasa
tinggi derajatnya).
amar memiliki 4 macam Shigot (bentuk kalimat) yaitu :
a. Fi'il Amar, Contoh =
ٍُُّّابُّ ِبقُ َّوة
َ َ = ُخذُِّال ِكتAmbilah Kitab itu (Taurot) dengan sungguh-
sungguh. (Surat Maryam : 12)
b. Fi'il Mudhori yang bersamaan dengan Lam amar, Contoh :
س َعتِ ُِّه َ ٍُُّّم ْن
ِ س َعة َ = ِليُ ْن ِف ْقُّذ ُ ْوHendaklah orang yang mampu itu
menafkahkan menurut kemampuannya . (Surat Ath-Tholaq : 7)
c. Isim Fi'il Amar, Contoh :
ُّحُّْ َعلَىُّالفَال َ ُّيَّ = َحmarilah menuju kebahagiaan.
d. Isim Masdar yang menjadi pengganti dari Fi'il Amar, contoh :
ُِّ س ْعيًاُّفِ ْيُّال َخي
ْر َ = Sungguh berusahalah dalam melakukan
kebaikan
Dan terkadang Sighot Amar itu keluar dari arti aslinya menjadi arti yang lain yang
bisa dipahami dengan alur pembicaraan (Siyaqul kalam) dan Indikasi keadaan.
seperti :
a. Do'a, (yaitu : menuntut suatu pekerjaan dengan cara merendah atau sopan, baik
orang yang menuntut itu rendah atau tinggi ataupun sama derajatnya) contoh :
َُّ َ = أ َ ْو ِز ْع ِن ْيُّأ َ ْنُّأ َ ْش ُك َرُّنِ ْع َمتmohon Berikan Ilham padaku untuk
ُّك
mensyukuri nikmat-Mu (Surat An-Naml : 19) .
b. Iltimas (yaitu : menuntut suatu pekerjaan secara halus tanpa adanya Isti’la’ atau
merendahkan diri baik orang yang memerintah itu lebih tinggi derajatnya, atau
lebih rendah atau sama). seperti ucapanmu terdapap teman sebayamu :
َُّ َ ْطنِ ْيُّال ِكت
ُّاب ِ أَع = berikan padaku kitab itu.
c. Tamanni (yaitu : Perintah suatu perkara yang disenangi tanpa adanya sifat toma'),
contoh :
ُُّّم ْن َكُّ ِبأ َ ْمثَ ِل
ِ صبَا ُح
ْ ُّو َماُّاإل ُ ُُّالط ِو ْيلُُّأَالَُّا ْن َج ِل ْيُُُُّّّّ ِب
َ ٍصبْح ّ أَالَُّأَي َهاُّاللَّ ْيل
Ingatlah, wahai Sang malam yang panjang!, tampakkanlah dengan waktu shubuh, dan
tiadalah kenampakan waktu shubuh darimu itu lebih utama (disisiku).
d. Tahdid (Mengancam), contoh :
ُِّإ ْع َملُ ْواُّ َماُّ ِشئت ْم
= Kerjakanlah sesuka hati kalian ! (Maka
kalian akan melihat balasannya dihadapan kalian ) . (Surat
Fushilat : 40)
Karena terkadang disalah persepsikan bahwa sabar itu bermanfaat, maka hal itu
mendorong untuk menyamakan bagi mereka antara sabar dan tidak dalam hal sama-
sama tiada bermanfaat.
Nahi (Larangan)
Adalah : tuntutan meninggalkan suatu pekerjaan secara Isti'la' (merasa tinggi
derajatnya).
Nahi memiliki 1 macam Shigot (bentuk kalimat) yaitu : Fi'il Mudhori' yang
bersamaan dengan La nahi.
Dan terkadang Sighot Nahi itu keluar dari arti aslinya menjadi arti yang lain yang
bisa dipahami dari maqom/Keadaan dan alur pembicaraan (Siyaqul kalam). seperti :
a. Do'a, (yaitu : tuntutan untuk meninggalkan suatu pekerjaan dengan cara merendah
atau sopan) contoh pada Firman Allah :
َُّ يُّاأل َ ْعدَا
ُّء ْ فَالَُّت ُ ْش ِم
َ تُّ ِب = Mohon Janganlah kau membuat gembira para
musuh dengan melihatku (Surat Al-A’rof : 150).
b. Iltimas (yaitu : Tuntutan meninggalkan suatu pekerjaan tanpa adanya Isti'la' atau
merendahkan diri). seperti ucapanmu terdapap teman sebayamu :
َُّ تىُّأر ِج َعُّإلَي
ُّْك ْ ِ ْالَتَب َْرح
ُّم ْنُّ َم َكا ِن َكُّ َح = Janganlah kau pindah dari tempatmu,
sampai aku kembali padamu.
c. Tamanni, contoh :
ْ َفُّالَُّت
ُّطلُ ْع ُ َُُّياُّلَ ْيل
ُ ط ْلُّ َياُّن َْو ُم
ُ ُُّّز ْلُُُُّّّّ َيا
ْ ص ْب ُحُّ ِق
Wahai Malam, panjangkan waktumu, wahai tidur hilanglah, wahai Waktu subuh
berhentilah, janganlah kau nampak.
d. Tahdid (Mengancam), Seperti ucapanmu kepada pelayanmu :
ُّْ الَُّت ُ ِط ْعُّأ َ ْم ِر
ُّي = Jangan kau patuhi perintahku !,
(Maka akan kau rasakan akibatnya).
Istifham (Bertanya)
Adalah : Menuntut suatu informasi atau pengetahuan atas terjadinya sesuatu
dengan alat tertentu.
Alat untuk bertanya :
ّ ُّأ،ُّ َك ْم،ُّأَنى،ُّ َُّأَيْن،ْف
ُّي َ ُّ َكي،ُّ َُّأَيَّان،ُّ َمتى،ُُّّ َم ْن،ُّ َما،ُّه َْل،الهمزة
Hamzah ()أ
Hamzah berfungsi untuk menuntut Tashowwur atau Tasdhiq.
Tashowwur adalah : mengetahui mufrod (sesuatu selain terjadinya penisbatan atau
tidak)
Seperti Ucapanmu :
ُّسافِرُّأ َ ْمُّخَا ِلد
َ يُّ ُم َ َ = أApakah Ali itu Orang yang pergi ataukah Kholid ?.
ٌّ ع ِل
dengan berkeyakinan bahwa bepergian itu dilakukan oleh salah satu dari keduanya,
tetapi engkau menuntut kejelasannya, maka dari itu dijawab dengan menentukan
salah satunya, semisal dijawab : “Ali”.
Tasdhiq yaitu mengetahui bahwa penisbatan antara dua perkara itu terjadi sesuai
dengan fakta atau tidak.
Contoh :
ُّي
ٌّ ع ِل َ َأ
َ ُّسافَ َر
= Apakah Ali telah pergi?.
engkau bertanya tentang terjadinya pekerjaan"bepergian" atau tidak ? maka
dijawab dengan : ya atau tidak.
Sesuatu yang ditanyakan dalam Tashowwur itu Lafadz yang bersanding dengan
hamzah dan adanya kata pembanding yang disebutkan setelah Am. Kata Am disini
disebut : Am Muttasil. maka kamu akan mengucapkan ketika bertanya tentang
Musnad ilaih : "
ُّفُّ؟
ُ س َ تُّفَعَ ْل
ُ تُّ َهذَاُّأ َ ْمُّي ُْو َ أَأ َ ْن = Apakah kamu telah mengerjakan ini
ataukah Yusuf?.
dan bertanya tentang Musnad :
َ ُّاألم ِرُّأ َ ْم
ُُّّرا ِغبُّفِ ْي ِه ْ ع ِن َ ُّرا ِغبُّأ َ ْن
َ ُّت َ َأ = Apakah Kamu membenci perkara ini
ataukah kamu menyukainya?.
dan bertanya tentang Maf'ul bih :
صدُُّأ َ ْمُّخَا ِلدًاُّ؟ َ أَُّإِي
ِ َّايُّت َ ْق = Apakah aku yang engkau tuju
ataukah kholid ?.
dan bertanya tentang Hal :
ئتُّأ َ ْمُّ َما ِشيًاُّ؟
َ ًاُّج َ َأ
ِ ُّرا ِكب =Apakah dengan berkendaraan engkau
datang ataukah dengan berjalan kaki?.
dan bertanya tentang Dhorof :
تُّأ َ ْمُّ َي ْو َمُّال ُج ْمعَ ِةُّ؟
َ أَُّيَ ْو َمُّالخ َِمي ِْسُّقَد ِْم = Apakah pada hari kamis engkau
datang ataukah pada hari jum'at?. dan
begitu seterusnya.
ُّ
ُّه َْل
berfungsi untuk menuntut Tasdhiq saja.
Contoh :
ص ِد ْيقُ َكُّ؟
َ ُّه َْلُّ َجا َء = Apakah temanmu telah datang?.
jawabnya adalah ya atau tidak.
maka dari itu tidak perlu menyebutkan Lafadz pembanding. maka tidak boleh
diucapkan :
ُّكُّ؟ َ ُّص ِد ْيقُ َكُّأ َ ْم
َ عدُو َ ُّ = ه َْلُّ َجا َءApakah temanmu telah datang ataukah musuhmu?.
ُّْ هitu disebut Bashithoh, jika yang ditanyakan mengenai wujudnya sesuatu pada
ُّ َل
dzatnya. contoh :
ُ ه َْلُّالعَ ْنقَا ُءُّ َم ْو
ُّج ْودَةُُّّ؟ = Apakah burung Anqo' itu ada?.
dan disebut Murokkabah, jika yang ditanyakan mengenai wujudnya sesuatu pada
sesuatu yang lain. Contoh :
ُ ُّوت ُ ْف ِر
ُّخُّ؟ َ ْضُّال َع ْنقَا ُء
ُ = ه َْلُّتَ ِبيApakah burung Anqo'itu bertelur dan menetas ?
َما
berfungsi untuk menuntut penjelasan suatu nama.
Contoh :
ُّجد ُُّ؟
َ َماُّال َع ْس = Apa ‘asjad itu?. (Maka dijawab : itu adalah emas)
ُ َماُّالل َجي
ُّْنُّ؟ = Apa Lujain itu?. (Maka dijawab : itu adalah perak)
َ َّأَي
ان
berfungsi khusus untuk menuntut kejelasan masa yang akan datang. dan Lafadz َ أ َ َّي
ان
digunakan pada tujuan Tahwil (memandang besar suatu perkara).
Seperti Firman Allah :
َُّيسْألُُّأَيَّانَ ُّ َي ْو ُمُّال ِق َيا َم ِةُّ؟ = Ia bertanya : kapankah Hari kiamat itu ?.
ف
َ كَي
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu keadaan.
Contoh :
َ ْفُّأَ ْن
ُّتُّ؟ َ َكي = Bagaimana keadaanmu?.
أَي َن
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu tempat.
Contoh :
ُ أَيْنَ ُّت َ ْذه
َُّبُّ؟ = ke mana engkau akan pergi?.
أَنى
berfungsi seperti Kaifa contoh :
أنىُّي ُْحيُِّهذهُّهللاُُّبَ ْعدَُّ َم ْو ِت َهاُّ؟
= Bagaimana Allah menghidupakan negeri ini setelah
matinya (Ahli Qoryah) ?. (Surat Al-Baqoroh : 259).
berfungsi seperti Min Aina contoh (dalam Surat Ali Imron : 37) =
َ ُّيَاُّمريمُّأَنىُّلَ ِك
ُّهذَاُّ؟ = Hai Maryam, Dari manakah makanan ini?.
أَي
berfungsi untuk menuntut perbedaan salah satu dari dua perkara yang berkumpul
dalam satu perkara yang mencakup keduanya.
Contoh :
َ ُّ = أَيُّالفَ ِر ْيقَي ِْنManakah Dua kelompok (Kafir dan Mu’min) yang lebih
ُّخيْرُّ َمقَا ًماُّ؟
baik tempat tinggalnya ?. (Surat Maryam : 73)
Berfungsi juga untuk menanyakan tentang waktu, tempat, keadaan, hitungan orang
yang berakal, dll dengan memandang pada lafadz yang disandarkan.
Dan terkadang Lafadz-lafadz Istifham itu keluar dari arti aslinya menjadi arti
yang lain, yang bisa dipahami dari alur pembicaraan (Siyaqul kalam). seperti :
a. Taswiyah (menyamakan), contoh :
ُ علَ ْي ِه ْمُّأَأ ْنذَ ْرتَ ُه ْمُّأمُّ َل ْمُّت ُ ْنذ ِْرء
ُّه ُّْم َ ُّس َواء
َ = sama saja apakah kamu memperingatkan mereka
atau tidak ? (Surat Al-Baqoroh :6) .
b. Nafi (Meniadakan). seperti:
ُُّ س
ان َ ُّاإلح
ْ ان ُّإال ِ س َ = ه َْل ُّ َجزَ ا ُء ُّاإلحTiadalah Balasan untuk berbuat kebaikan kecuali
dengan berbuat kebaikan (Surat Ar-Rohman : 60).
c. Ingkar (Mengingkari), contoh :
َ َأ
ُ غي َْرُّهللاُِّت َ ْد
ع ْونَ ُّ؟
Apakah pada selain Allah kalian menyembah ? (Surat Al-An’am :40)
َ ُّأَلَي
ْسُّهللاُُّبِ َكافٍ ُّ َع ْبدَهُُّ؟
Bukankah Allah itu mencukupi Hamba-Nya ? (Surat Az-Zumar :36)
Tamanni (Berharap)
Adalah : Menuntut sesuatu yang disukai yang tidak bisa diharapkan terwujudnya
karena merupakan hal yang mustahil atau sulit terjadinya.
Contoh ucapan Penyair :
ُ ابُّ َيعُ ْودُُّ َي ْو ًماُُُُّّّّفَا ُ ْخ ِب ُرهُُّ ِب َماُّفَ َع َلُّال َم ِشي
ُّْب َ أَالَُّلَي
َّ ْتُّال
َ ش َب
Ingatlah, seandainya pada suatu hari masa muda itu kembali, maka akan aku
ceritakan padanya atas sesuatu yang telah dilakukan oleh masa tua.
Dan seperti ucapan orang miskin :
َُّار َ ْتُّ ِل ْيُّأ َ ْل
ٍ فُّ ِد ْين َ لَي
Seandainya aku mempunyai uang seribu dinar !
1. َ لَي
ُّْت
Sedangkan yang tiga adalah Kata tidak Ashli yaitu :
ُُُّّّلَ َع ِلّ ْيُّ ِإلَىُّ َم ْنُّقَدُّْه ََويْتُ ُّأ َ ِطي ُْر-ُُّطاُّ َم ْنُّيُ ِعي ُْرُّ َجنَا َحه َ أَس ِْر
َ َبُّالق
Wahai Segerombol burung Qotho’, Siapakah yang mau meminjamkan sayapnya?,
Seandainya aku bisa terbang menuju orang yang aku cintai
Karena menggunakan adat ini dalam Tamanni, maka fi’il mudhori’ yang jatuh
setelahnya itu dinashobkan sebagai jawabnya.
ُ ُُّّربْعٍُّقَ ْل ِب ْي
ُ س َّك
ُُّّان َ اكُّتَيَقَّنُ ْواُُُُُّّّّّ ِبأَنَّ ُك ْمُّفِ ْي ُ َأ
ِ س َّكانَ ُّنَ ْع َمانَ ُّاأل َ َر
Wahai Penduduk Na’man Arok (Lembah antara makkah dan Thoif), percayalah kalian
bahwa kalian itu berada pada tempat hatiku.
BAB II
DZIKR (PENYEBUTAN KATA) DAN HADZFU (PEMBUANGAN KATA)
Penjelasan :
Pada ayat diatas disebutkan Isim Isyaroh yang kedua karena adanya tujuan
tersebut dengan memberi faidah tentang keistimewaan mereka sebagai masing-
masing dari keberuntungan diakhirot, dan mendapat petunjuk didunia, Seandainya
tidak disebutkan maka akan menimbulkan persepsi bahwa keistimewaan mereka itu
secara kompleks.
BAB III
TAQDIM (MENDAHULUKAN LAFADZ) DAN
TA'KHIR (MENGAKHIRKAN LAFADZ)
Salbil Umum, adalah meniadakan hukum umum (keseluruhan) dari beberapa bagian
yang masih global yang tidak diperinci dan tidak ditentukan apakah itu keseluruhan
atau sebagian, tetapi tetap mencakup pada dua perkara.
itu terjadi dengan mendahulukan Adat Nafi dari pada Adat Umum.
Contoh :
لَ ْمُّيَ ُك ْنُّ ُكلُّذلك
Semuanya itu (Lupa dan Qoshor) tidak terjadi.
Keterangan : bisa dipersepsikan dengan tetapnya sebagian dan ternafikan sebagian
yang lain. atau bisa dipersepsikan dengan meniadakan kesemua bagian .
Untuk Taqdim dan Ta'khir, tidak disebutkan Faktor-faktor khusus karena jika salah
satu dari dua rukun jumlah itu didahulukan maka yang satunya pasti menjadi akhir.
karena keduanya itu saling melengkapi.
BAB IV
QOSHOR
Qoshor adalah : Mengkhususkan suatu perkara dengan perkara yang lain dengan
menggunakan metode / cara tertentu.
Qoshor terbagi menjadi 2 bagian : Qoshor Haqiqi dan Qoshor Idhofy.
Qoshor hakiki
adalah : Qoshor yang cara pengkhususannya dengan memandang pada fakta
dan hakikatnya, tidak memandang pada keterkaitan dengan sesuatu yang lain.
Contoh :
ُّي
ٌّ ع ِل َ ِالَُّ َكات
َ ُّبُّفِ ْيُّال َم ِد ْينَةُُِّّإال
tidak ada Seorang Penulisspun di Madinah kecuali Ali.
Jika memang faktanya Di Madinah hanyalah Ali saja yang menjadi seorang penulis.
Qoshor Idhofy
adalah : Qoshor yang cara pengkhususannya dengan memandang pada keterkaitan
(hubungan) dengan sesuatu yang lain .
Contoh :
َُُّّماُّ َع ِل ّيُّإالُّقَائِم
tidalah ali kecuali orang yang berdiri.
artinya Ali itu Orang yang berdiri bukan duduk. Serta tidak ada tujuan meniadakan
semua sifat yang dimiliki Ali selain berdiri, seperti membaca, menulis dll. tetapi
tujuannya hanyalah meniadakan sifat duduk saja.
Dari masing-masing qoshor Hakiki maupun Idhofi dengan memandang pada fakta dan
hakikatnya maka terbagi menjadi 2 macam yaitu :
-Qoshor Sifat ala Maushuf
-Qoshor maushuf ala Sifat.
Qoshor Sifat ala Maushuf jika dinisbatkan pada Qoshor Idhofy adalah :
menghukumi bahwa Sifat itu hanya dimiliki oleh maushuf dan tidak menjalar pada
maushuf lain ditentukan baik satu orang atau lebih, walupun kenyataannya dimiliki
oleh maushuf lain yang tidak ditentukan.
Contoh :
Seperti Mukhotob meyakini bahwa Ahli Penunggang kuda di Tuban adalah Ali,
Ahmad, Karim, dan Abdulloh. Lalu Mutakallim mengatakan :
ُّي
ّ ع ِل
َ ُّسُّإال ِ َالَُّف
َ ار = Tidak ada Ahli Penunggang kuda kecuali Ali.
Sifat tersebut dikhususkan hanya kepada Ali, dan menafikan Ahmad, karim dan
Abdulloh. Walaupun dalam kenyataanya Ahli Penunggang kuda juga dimiliki oleh
orang lain Misalnya Zaid.
Maushuf dikhususkan pada satu sifat, dan menafikan sifat lain yang disangka oleh
mukhotob
Hal ini Ketika Orang-orang meyakini bahwa Nabi Muhammad memiliki 2 sifat yaitu :
Sebagai Rosul dan Tidak mungkin wafat. Lalu Diqoshor dengan ucapan Bahwa Beliau
adalah hanya Seorang Rosul. walaupun kenyataannya Sifat Kerosulan juga dimiliki
oleh selainnya seperti Nabi Nuh AS.
Dan sekiranya dengan pemahaman adanya pengqosoran tersebut itu menunjukkan
peniadaan sifat lain (tidak mungkin wafat), maka berarti Kematian itu berhak bagi
Beliau.
Contoh Maushuf ala Sifat : ketika Mukhotob merasa ragu bahwa Penyair itu adalah
Zaid ataukah Kholid, lalu diucapkan :
َُّماُّشَا ِعرُّإالُّّزَ يد = Tiada Penyair kecuali Zaid.
BAB V
WASHOL DAN FASHOL
Washol adalah : Mengathofkan Jumlah pada jumlah yang lain. Sedangkan Fashol
adalah Tidak Mengathofkan Jumlah pada jumlah yang lain.
Pembahasan pada bab ini hanya terbatas pada penggunaan athof dengan wawu,
karena Athof dengan selain wawu itu tidak terjadi keserupaan.
dari masing-masing Washol dan Fashol itu memiliki beberapa tempat.
Dari kedua Jumlah tersebut sama-sama berupa kalam Khobar secara lafadz dan
makna. dan sisi persamaannya yang berkumul adalah berlawanannya antara Orang
baik dan orang jelek yang keduanya menjdi Musnad Ilaih dan antara menetapi Surga
Na'im dan Neraka Jahim yang keduanya menjadi Musnad.
Dari kedua Jumlah tersebut sama-sama berupa kalam Insya' secara lafadz dan
makna. dan sisi persamaannya yang berkumul adalah kedua Dhomir jumlah tersebut
menjadi Musnad Ilaih dan antara Sifat menangis dan tertawa.
Atau Jumlah kedua menjadi Bayan (Penjelas) pada Jumlah pertama. Contoh:
ُّش َج َرةُِّال ُخ ْل ِد َ ُّ ََلُّأَدُلك
َ ُّعلَى ُّْ ُّقَالَُّيَاآدَ ُمُّه،ان
ُ طَ ش ْي
َّ سُّإِلَ ْي ِهُّال
َ فَ َوس َْو
Maka Syaitan telah menggodanya (Nabi Adam), Ia mengatakan :"Hai Adam ! Apakah
mau aku tunjukkan padamu Pohon kekekalan". (Surat Toha : 120)
Atau Jumlah kedua menjadi Taukid (Penguat) pada Jumlah pertama. Contoh:
ُ فَ َم ِ ُّّه ِلُّال َكافِ ِريْنَ ُّأ َ ْم ِه ْل ُم ْم
ُّر َو ْيدًا
"maka biarkanlah orang-orang kafir, biarkanlah mereka sebentar” (Surat Ath-
Thoriq : 17).
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Kamal
ittishol (Kesempurnaan dalam kesinambungan).
2. Jika diantara dua Jumlah terdapat Perbedaan yang sempurna dalam ma'na artinya
berbeda dalam hal berupa kalam khobar maupun kalam Insya'.
Seperti Ucapan Penyair :
ُُّّمنَ ُّال َخ َب ِر
ِ ُّوجْ ِه ِهُّشَاهِد َ َُّالَُّتَسْأ َ ِلُّال َم ْرا
َ ع ْنُّ َخالَ ِئ ِق ِهُُّّ ِف ْي
Jangan kau Tanya Seseorang tentang perilakunya.
Didalam wajahnya terdapat Bukti adanya berita .
Atau Diantara kedua jumlah tidak ada kesesuaian dalam ma'na. Contoh:
َ ُُّّال َح َما ُم،ُّيُّ َكاتِب
ُّطائِر َ = "Ali itu seorang Penulis. Burung dara itu terbang"
ٌّ ع ِل
Pada contoh tersebut tidak ada kesesuaian makna antara : menulisnya Ali dan
terbangnya burung dara.
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Kamal
Inqitho' ().
3. Jika diantara Jumlah yang kedua menjadi sebuah jawaban yang timbul dari jumlah
pertama.
Seperti Firman Allah SWT :
َ سُّأل َ َّم
ُّارةُّبِالس ْو ِء َ ُّإنُّالنَّ ْف،ُّ
َّ ِي ْ َو َماُّأُبَ ِ ّرئُُّنَ ْفس
Dan Aku tidak membebaskan Nafsuku.
Sesungguhnya Nafsu itu banyak memerintah kepada kejelekan
( Surat Yusuf : 53) .
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Syibhu
Kamal Inqitho' ().
4. Jika ada jumlah yang didahului dua jumlah yang sah untuk diathofkan pada salah
satu dari dua jumlah itu karena adanya kecocokan, dan tidak sah diathofkan pada
jumlah yang satunya.
Seperti Ucapan Penyair:
َّ س ْل َمىُّأَنَّنِ ْيُّأَبْغُِّبِ َهاُُُُّّّّبَدَالًُّأ ُ َراهَاُّفِ ْيُّال
ُّضالَ ِلُّت َ ِه ْي ُم ُ َ َوت
َ ُّظن
Dan Salma menyangka bahwa aku mencari penggantinya.
Saya menyangka bahwa Ia sedang bingung dalam kesesatan.
pada Jumlah ُّ أ ُ َراهَاsah diathofkan pada jumlah :ُّظن ُ َ ُّت, tetapi ini tercegah untuk
diathofkan karena khawatir menimbulkan kesalah pahaman bahwa lafadz أ ُ َراهَا
َّ أ ُ َراهَاُّفِ ْي ُّال
diathofkan pada jumlah أَبْغِ ُّبِ َهاsehingga diartikan Jumlah ketiga ُّ ضالَ ِل ُّت َ ِه ْي ُُّم
merupakan isi dari Persangkaan Salma .
Kesalahpahaman yang timbul jika diathofkan : Dan Salma menyangka bahwa : "
aku mencari penggantinya dan Saya menyangkanya bahwa Ia sedang bingung dalam
kesesatan".
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Syibhu
Kamal Inqitho' ().
5. Jika tidak ada tujuan menyamakan dua jumlah dalam satu hukum karena adanya
faktor pencegah.
Seperti Firman Allah :
ُُّّهللاُُّيَ ْست َ ْه ِزئُُّ ِب ِه ْم. َُّقَالُ ْواُّ ِإ َّنُّ َم َع ُك ْمُّإنَّ َماُّنَحْ ُنُّ ُم ْست َ ْه ِزئ ُ ْون،ُّاط ْينِ ِه ْم َ َُّوُّ ِإذَاُّ َخلَُّ ْواُّ ِإلَى
ِ َشي
Dan ketika Mereka (Orang Munafiq) kembali pada Pemimipin mereka, mereka
mengatakan Sesunggugnya kami orang yang menertawakan. Allah menertawakan
mereka" (Surat Al-Baqoroh :14-15)
ُ هللاُ ُّيَ ْست َ ْه ِزtidak sah diathofkan pada jumlah : ُّإِ َّن ُّ َمعَ ُك ُّْم, karena akan
pada Jumlah ُّ ئ ُّبِ ِه ُّْم
memberikan statement bahwa lafadz ئ ُّبِ ِه ُّْم ُ هللاُ ُّيَ ْست َ ْه ِزmerupakan isi dari ucapan
mereka.
dan juga tidak sah diathofkan pada jumlah قَالُ ْواkarena memberikan pemahaman
bahwa Penghinaan Allah kepada orang Munafiq hanya terbatas ketika mereka
kembali pada Pemimipin mereka saja.
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Tawashuth
baina Kamalaini ().
BAB VI
IJAZ, ITHNAB, DAN MUSAWAH
Sesuatu yang terbesit dalam hati dari suatu tujuan, maka memungkinkan
untuk diungkapkan dengan tiga cara :
1. Musawah
Adalah : Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan suatu ungkapan yang sama,
artinya ungkapan tersebut menurut batas kebiasaan manusia pada umumnya, yang
mereka itu tidak sampai pada tingkatan Sastrawan dan tidak pada tingkatan Orang
yang lemah dalam penyampaian.
Contoh :
ْ ض ْونَ ُّفِ ْيُّآيَا ِتنَاُّفَأَع ِْر
ُّضُّ َع ْن ُه ْم َ َ اُّرأ
ُ يتُّال ِذيْنَ ُّيَ ُخ ْو َ ََوإذ
Dan ketika Engkau melihat Orang yang mendalami (S. Al-An’am : 68)
2. Ijaz
Adalah : Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan suatu ungkapan yang
kurang, serta ungkapan itu sudah menepati pada tujuan.
Contoh :
ِ إِنَّ َماُّاأل َ ْع َمالُُّبِال ِنّيَّا
ُّت
Sesungguhnya Pekerjaan itu hanya sah dengan adanya niat.
dan :
ُِّ ُّو َم ْن ِز
ُّل َ ب ٍ ُّم ْنُّ ِذ ْك َرىُّ َحبِ ْي
ِ قِفَاُّنَب ِْك
"Sungguh Berhentilah ! kami menangis karena ingat sang kekasih dan rumahnya"
Apabila tidak mencapai pada Tujuan, maka dikatakan sebagai Ihlal. seperti ucapan
Penyair :
ُّاشُّ َكد َّا
َ ع ِ ُّظالَُُُُّّّّ ِلُّالن ْو ِك
َ ُُّّم َّم ْن ِ ْشُّ َخيْرُّ ِف ْي
ُ َوالعَي
"Kehidupan didalam naungan kebodohan itu lebih baik dari pada
kehidupan susah "
yang dikehendaki Penyair adalah :
ُُّّضالَ ِلُّالعَ ْق ِل ِ ُّظالَ ِلُّالن ْو ِكُّ َخيْر
ِ ُّمنَ ُّال َع ْيثُِّالشاقُّفِ ْي ِ ْشُّالرغدَُّفِ ْي ّ
َ أنُّالعَي
"Kehidupan yang Sejahtera didalam naungan kebodohan itu lebih baik dari pada
kehidupan susah dalam naungan akal "
Bait diatas dikatakan tidak mencapai tujuan yang dikehendaki, karena Kata ُّ)(الرغد
"Sejahtera" pada Bagian pertama bait dan kata ُّ)لِ ُّضالَ ِلُّال َع ْق
ِ "( ِف ْيdalam naungan
Akal" pada bagian kedua bait tidak bisa diketahui dari kalam.
3. Ithnab.
Adalah : Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan suatu ungkapan yang
panjang, serta adanya faidah.
Contoh :
ش ْيبًا ُ ُّْالرأ
َ ُّس َّ ُّوا ْشت َ َع َل
َ ُّم ِنّ ْي ْ يُّوهَنَ ُّال َع
ِ ظ ُم َ َّربّ ُِّ ِإ ِن
Wahai Tuhanku, sesungguhnya Aku telah Lemah tulangku, dan telah penuh ubanku.
artinya : Saya sudah tua.
Apabila dalam penambahan kalimat tersebut, tidak terdapat faidah, serta Ziyadah
itu tidak menjadi kebutuhan dalam tujuan, maka dikatakan sebagai Tathwil.
Seperti ucapan Ady bin Zaid Al-Ubbady mengatakan kepada Nu'man bin Mundir
sambil mengingatkan Musibah yang terjadi pada Judzaimah Al-Abrosy dan Zaba':
َ ُُُّّّوألفَىُّقَ ْولَ َهاُّ َك ِذب
ًاُّو َم ْينًا ْ ََوقَدَّد
َ تُّاأل ِدي َْمُّ ِل َرا ِه ْي ِش ِه
Dan Dia (Zaba') telah memotong kulit pada urat nadinya (Judzaimah), dan Dia
(Judzaimah) mendapatkan Ucapannya (zaba') itu Dusta dan Bohong
lafadz َُُّّك ِذبًا dan َ َم ْينًا
َ memiliki arti yang sama, maka menggunakan salahsatunya
sudah cukup. dan tambahan kata tersebut juga tidak dibutuhkan karena tujuannya
sudah sah dengan menggunakan salah satunya . maka adanya penambahan lafadz
tersebut dikatakan sebagai Tathwil yang tanpa faidah.
Apabila dalam penambahan kalimat tersebut, tidak terdapat faidah, tetapi Ziyadah
itu menjadi ketentuan, maka dikatakan sebagai Hasywu.
Seperti ucapan Zuhair bin Abi Salma yang ia ucapkan pada Perdamaian yang terjadi
antara Qois dan Dzibyan :
ُّع ِم ْي َ ُّع ْنُّ ِع ْل ِمُّ َماُّفِ ْي
َ ٍُّغد َ ُُُُُُّّّّّولَ ِكنَّنِ ْي
َ األم ِسُّقَ ْبلَه
ْ ُّوَ َوأ َ ْعلَ ُمُّ ِع ْل َمُّاليَ ْو ِم
Dan Saya mengetahui seperti pengetahuan hari ini dan kemarin, sebelum hari ini,
dan Tetapi saya tidak tahu akan pengetahuan dihari besok"
lafadz ُُُّّقَ ْبلَه menunjukkan arti yang sama dengan =ُّ س
ُّ ِ األم
ْ ( kemarin), dan tambahan
itu nyata sebagai tambahan karena tidak sah mengathofkannya pada lafadz ُّ اليَ ْو ُِّم.
KLASIFIKASI IJAZ
Ijaz itu adakalanya dengan Ibarot yang ringkas tapi mengandung arti yang luas, dan
ini merupakan Sasaran Ahli Sastra (Balaghoh) dan dengan inilah tingkatan
kemampuan mereka menjadi terpaut.
Ijaz ini disebut : Ijaz Qoshor.
Contoh :
ُّاصُّحيَاة
ِ صَ َولَ ُك ْمُّفِ ْيُّال ِق
"Dan bagi kalian dalam Qishos ada Kehidupan" (S. Al-Baqoroh :179).
dan adakalanya membuang satu kalimat atau satu jumlah atau lebih serta adanya
qorinah yang menunjukkan lafadz yang terbuang.
Ijaz ini disebut : Ijaz Hadzfu.
Contoh membuang satu kalimah la (َُّ)ال:
ُّصا ِل ْي َ ُّرأْ ِس ْيُّلَدَي ِْك
َ ُّوأ َ ْو َ فَقُ ْلتُ ُّيَ ِميْنَ ُّهللاُِّأَب َْر ُحُّقَا ِعد
َّ ًَاُُُُّّّّولَ ْوُّق
َ طعُ ْو
Maka saya mengatakan : "Demi Allah, Saya akan senantiasa duduk, walaupun mereka
memotong-motong kepalaku dan sendi-sendiku dihadapanmu"
Contoh membuang satu Jumlah :
ُّأيُّفتأسُّواصبر
ّ ُّم ْنُّقَ ْب ِل َك
ِ سلُ ُّر
ُ ت ْ َو ِإ ْنُّيُ َك ِذّب ُْو َكُّفَقَدُّْ ُك ِذّ َب
Dan ketika mereka mendustakanmu, maka sungguh Para Rosul sebelum kamu juga
didustakan (Maka ta'atlah dan sabarlah)"
KLASIFIKASI ITHNAB
Ith nab itu bisa terjadi dengan beberapa perkara yaitu :
1. Menyebutkan Lafadz khusus setelah lafadz umum.
Contoh :
َ إجْ ت َ ِهد ُْواُّفِ ْيُّد ُُر ْو ِس ُك ْم
.ُّواللغَ ِةُّال َع َر ِبيَّ ِة
Bersungguh-sungguhlah pada pelajaran kalian dan bahasa arab.
Faidahnya : Mengingatkan atas keutamaan lafadz khusus itu, seolah-olah karena
keutamaannya ia seperti jenis yang berbeda pada lafadz sebelumnya.
ILMU BAYAN
Definisi
Ilmu Bayan adalah : Ilmu yang membahas tentang Tasybih (penyerupaan), Majaz,
dan kinayah (konotasi).
TASYBIH
Adalah : Menyerupakan suatu perkara dengan perkara yang lain dalam satu
sifat dengan menggunakan alat penyerupaan, karena adanya suatu tujuan.
Perkara yang pertama (Kata yang diserupakan) disebut Musyabbah, sedangkan
perkara yang kedua (Kata yang digunakan untuk menyerupakan) disebut Musyabbah
bih, Sifat disebut Wajah Syabah (Sisi Persamaan), dan Alat penyerupaan itu berupa
huruf Kaf dan lain-lain.
Contoh :
ِ ال ِعل ُمُّ َك
النورُّفِ ْيُّال ِهدَايَ ُِّة = "Ilmu itu seperti Cahaya dalam memberi
petunjuk"
ُّالعل ُُّم = Musyabbah
ُّالنور
ِ = Musyabbah Bih,
فِ ْيُّال ِهدَايَ ُِّة = Wajah Syabah
كاف = Adat Tasybih
Dalam Tasybih (Penyerupaan) itu berhubungan dengan tiga pembahasan yaitu :
1. Rukun tasybih.
2. Pembagian tasybih.
3. Tujuan dari Tasybih.
Pembahasan pertama
RUKUN TASYBIH
Rukun Tasybih ada 4 yaitu :
1. Musyabbah (Lafadz yang diserupakan dengan perkara lain)
2. Musyabbah bih (Lafadz yang digunakan untuk menyerupakan)
keduanya disebut dua sisi tasybih,
3. Wajah syabah (Sisi Persamaan).
4. Adat Tasybih.
Keterangan :
Wajah Syabah adalah : Sifat tertentu yang digunakan untuk menyamakan antara
Musyabbah dan Musyabbah bih. Seperti Hidayah (Memberi petunjuk) merupakan
sifat yang terdapat dalam ilmu dan cahaya.
Adat Tasybih adalah : Lafadz yang menunjukkan arti penyerupaan seperti lafadz
َكاف ُّّ (Seolah-olah), dan lafadz lain yang searti dengan keduanya.
(Seperti), ُّكأن
ُّّ , yang
Lafadz كافterletak menyandingi Musyabbah bih, berbeda dengan ُّكأن
menyandingi musyabbah. Seperti Ucapan Penyair :
َ طا َلُّاللَّ ْيلُُّأ َ ْمُّقَدُّْت َ َع َّر
ضا ُ اُّرا َحةُّت َ ْشب ُُرُّالد َجاُُُُّّّّ ِلت َ ْن
َ ُّظ َر َ َكأ َ َّن
َ َُّالثراي
Seolah-olah bintang Tsuroya (Kumpulan bintang pada buruj Tsur) itu Angin malam
yang mengira-ngirakan gelapnya malam, supaya engkau melihat apakah malam itu
masih lama atau sudah tampak.
Lafadz كأنُّّ itu berfaidah Tasybih, jika khobarnya berupa Isim Jamid,
Contoh :
َ َ أنُّخَا ِلدًاُّأ
ُّسد ّ َك = Kholid itu seperti Harimau.
dan Berfaidah Syak (ragu-ragu) jika khobarnya berupa Lafadz Musytaq.
contoh :
ُّأنكُّفَا ِهم
َ َك = Seolah-olah kamu itu faham.
Dan terkadang disebutkan Fi'il yang mempunyai arti Tasybih, seperti Firman Allah
pada surat Ad-Dahr : 19
اُّرأ ْيتَ ُه ْمُّ َح ِس ْبت َ ُه ْمُّلُؤْ لُؤً اُّ َم ْنث ُ ْو ًرا
َ ََوإذ
dan Ketika kamu melihat mereka (Bidadari di syurga), maka engkau akan mengira
mereka Mutiara yang tersebar.
dan Ketika Adat Tasybih dan Wajah Syabah itu dibuang, maka disebut : Tasybih
Baligh,
Contoh pada Firman Allah surat An-Naba’ : 10
ً َو َج َع ْلنَاُّاللّ ْي َلُّ ِلبَا
ُّساُّأيُّكاللباسُّفيُّالستر
"Dan Kami (Allah) telah menjadikan malam sebagai selimut (Seperti selimut dalam
menutupi)"
PEMBAHASAN KEDUA
PEMBAGIAN TASYBIH
Dengan memandang pengambilan Wajah Syabah, maka Tasybih terbagi menjadi dua
macam yaitu : Tasybih Tamtsil dan Ghoiru Tamtsil.
A. Tasybih Tamtsil
Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya diambil dari lafadz yang banyak.
Seperti : menyerupakan Bintang Tsuroya (kumpulan beberapa bintang pada Buruj
Tsur) dengan Sedompol buah Anggur yang berbunga, dengan wajah syabahnya :
sama dalam keadaannya yang tampak ketika berkumpulnya benda putih yang bundar,
yang kecil ukurannya).
dan Dengan memandang wujud dan tidaknya Wajah Syabah, tasybih terbagi
menjadi dua yaitu : Tasybih Mufassol dan Mujmal.
A. Tasybih Mufashol
Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya disebutkan.
Seperti Ucapan Penyair :
ُّصفَاءٍ ُُُُُّّّّّ َوأ َ ْد ُم ِع ْيُّ َكالأل ِل ْي
َ َُّوثَ ْغ ُرهُُّفِ ْي
" Gigi serinya dan Air mataku bagaikan Mutiara
dalam hal sama jernihnya"
Kata "Gigi seri" dan "Air mata" diserupakan dengan "Mutiara" dengan sisi persamaan
: "Sama-sama jernihnya"
B. Tasybih Mujmal
Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya tidak disebutkan.
Seperti :
َّ الم ْلحُِّفِ ْي
ُُّّالط َع ِام ِ النحوُّ ِف ْيُّال َكالَ ِمُّ َك
ُ
"Ilmu Nahwu pada Kalam itu seperti Garam pada makanan"
Kata " Ilmu Nahwu pada Kalam" diserupakan dengan kata "garam" dengan sisi
persamaan : "Sama-sama merupakan perkara yang pokok untuk menjadikan
kesempurnaan".
Dengan memandang Adat Tasybih, maka Tasybih terbagi menjadi dua yaitu
Mua'kkad dan Mursal.
A. Tasybih Mu'akkad
Adalah : Tasybih yang Adat tasybihnya dibuang. Seperti :
ُه َوُّبَ ْحرُّفِ ْيُّالجو ُِّد = Dia itu Lautan dalam kedermawanannya.
B. Tasybih Mursal
Adalah : Tasybih yang Adat tasybihnya disebutkan. Seperti :
ُه َوُّ َكالبَ ْح ِرُّ َك َر ًما = Dia itu bagai Lautan dalam kedermawanannya.
PEMBAHASAN KETIGA
TUJUAN TASYBIH
dan menyerupakan Para raja seperti bintang karena menjelaskan keadaanya yang
tidak terlihat saat berada disisi Mukhotob.
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama keadannya tidak terlihat ketika berada
disisinya.
Penyair menyerupakan 42 unta yang hitam seperti Bulu sayap Burung gagak karena
menjelaskan kadar warna hitamnya, ketika pendengar hanya mengetahui kadar
keadaan musyabbah bih (sayap burung gagak)
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama terdapat warna hitam.
Penyair menyerupakan Hilangnya cinta di hati seperti pecahnya kaca dengan tujuan
mengukuhkan sebab sulitnya rasa cinta itu kembali seperti semula.
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama sulit kembali pada keadaan semula.
5. Menghiasi Musyabbah. Contoh :
َّ ـنُّ َك ُم ْقلَ ِة
ُُّّالظ ْبيُِّالغ َِري ِْر ِ ُّواض َحةُُّالجيْـث
ِ سودَا ُء
َ
Wanita yang hitam yang terlihat dahinya,
bagai biji mata biawak yang indah.
Penyair menyerupakan Hitamnya wanita seperti biji mata biawak dengan tujuan
memujinya, sebab warna biji mata merupakan keindahan.
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama memiliki keindahan.
Dan terkadang tujuan itu kembali pada Musyabbah bih jika antara musyabbah dan
Musyabbah bih di balik, contoh :
ِ ُُُُّّّو ْجهُُّال َخ ِل ْيفَ ِة
ُُّّحيْنَ ُّي ُْمتَدَ ُح ُ ُّأن
َ غ َّرتَه ّ ص َبا ُحُّ َك
َّ َو َبدَاُّال
Dan telah tampak waktu pagi, Seolah-olah Cahayanya bagaikan wajah Kholifah (Al-
Makmun bin Harun Ar-Rosyid) saat Ia dipuji.
MAJAZ
Majaz adalah : Lafadz yang digunakan pada selain makna aslinya, karena
adanya keterkaitan makna disertai Indikator yang mencegah dari pemahaman arti
aslinya.
Seperti :
Lafadz ُّ الد َر ِرdiartikan sebagai : "Beberapa kalimah Fashihah" dalam ucapanmu :
فُالنُّيَتَ َكلَّ ُمُّبِالد َر ُِّر = Dia sedang berbicara dengan Kata-kata fasih .
lafadz itu digunakan pada selain arti aslinya, karena Arti aslinya adalah Beberapa
Mutiara, lalu dirubah menjadi arti " Beberapa kalimah Fashihah" sebab diantara arti
keduanya masih ada kaitan dalam hal keindahan.
dan Perkara yang mencegah dalam mengartikan makna aslinya adalah Qorinah
Lafadziyah : ُّيَت َ َكلَّ ُم (Berbicara).
dan Lafadz ع
ُُّ أصاب diartikan sebagai : "Beberapa ujung jari" dalam Firman Allah
SWT :
َ َي ْج َعلُ ْونَ ُّأ
ُّصاب َع ُه ْمُّ ِف ْيُّآذا ِن ِه ْم = Mereka menjadikan Ujung jari mereka pada
telinga mereka.
lafadz itu digunakan pada selain arti aslinya, karena Arti aslinya adalah Beberapa
Jari tangan, lalu dirubah menjadi arti " Beberapa Ujung jari tangan" sebab diantara
arti keduanya masih ada kaitan bahwa Ujung jari merupakan bagian dari jari.
Kemudian Kull (keseluruhan jari) digunakan untuk arti Juz (Sebagian jari).
dan Qorinah yang mencegah dalam mengartikan makna aslinya adalah tidak
memungkinkannya memasukkan keseluruhan jari pada telinga.
Dalam Majaz, apabila kaitan antara ma'na majazi dan ma'na asli ada
keserupaan, seperti pada contoh pertama, maka disebut : Majaz isti'aroh. Jika
tidak ada keserupaan, seperti pada contoh kedua maka disebut Majaz mursal.
Majaz Isti'aroh
Adalah : Majaz yang keterkaitan makna Aslinya dengan makna yang digunakan, itu
ada keserupaan.
Seperti Firman Allah SWT :
ُُّّمنَ ُّالظلُ َماتُِّ ِإلَىُّالن ْو ِر
ِ اس ْ ِكتَابُّأ ْنزَ ْلنَاهُُّإلَي َْكُّ ِل
َ َّتخ ِر َجُّالن
"Ini adalah Kitab yang telah Kami turunkan kepadamu supaya engkau mengeluarkan
manusia dari kegelapan (Kesesatan) menuju Cahaya (Hidayah) .( S. Ibrahim : 1)
Arti Asli Lafadz ِ ُّالظلُ َماdan ُُّّ الن ْو ُِّرadalah Gelap dan Terang.
ُّت
Arti Majaz Lafadz ت ُِّ ُّالظلُ َماdan ُّ ُّ الن ْو ُِّرadalah ُّ ( الضاللKesesatan)
dan ُّ ُّ ال ُهدَى
(petunjuk ).
ُِّ ُّالظلُ َماdan ُُّّالن ْو ُِّرpada ayat tersebut digunakan pada selain arti aslinya
Lafadz ت
(makna Majaz).
dan kaitan antara makna keduanya adalah adanya keserupaan antara "Arti
Kesesatan dan kegelapan" dengan wajah syabah : "sama-sama tidak mengetahui
sesuatu", atau "Hidayah dan Cahaya" dengan wajah syabah: "sama-sama mengetahui
sesuatu".
dan Qorinah yang mencegah untuk mengartikan pada makna aslinya adalah Lafadz :
ُّاس ْ ِكتَابُّأ ْنزَ ْلنَاهُُّإلَي َْكُّ ِل
َ َّتخ ِر َجُّالن .
Asal dari majaz isti'aroh adalah : Tasybih yang dibuang salah satu dari Musyabbah
atau Musyabbah bih, wajah syabahnya, dan adat tasybihnya.
Musyabbah disebut : Musta'ar Lah, dan Musyabbah bih disebut : Musta'ar Minhu.
Maksudnya adalah : Dia (Seorang wanita) telah meneteskan Air mata bak Mutiara
dari matanya bak Bunga narsis, dan menyirami pipinya laksana bunga mawar, dan
menggigit ujung jarinya laksana buah anggur dengan giginya laksana Hujan es.
ُّفيُّبياضُّكلُّمع
Gigi األسنان Hujan Es البرد sama putih bersihnya
النصاعة
b. Isti'aroh Makniyyah.
Adalah : Majaz yang Musyabbah bihnya dibuang dan ditunjukkan dengan sesuatu
dari perkara Lazimnya (Perkara yang menetapinya).
Seperti Firman Allah :
ُّالر ْح َمة ِ ضُّلَ ُه َماُّ َجنَا َحُّالذ ِّل
َّ َُّمن ْ َو
ْ اخ ِف
Dan Rendahkan sayap burung pada Kedua orangtuamu dengan kasih sayang. (Surat
Al-Isro’ : 24)
Allah membuat majaz isti'aroh Lafadz ُّالطائر (Burung) untuk lafadz ُّ (الذ ِّلtunduk)
kemudian membuang Lafadz ُّ( الطائرBurung) dan menunjukkan lafadz yang dibuang
dengan sesuatu lazimnya yaitu Lafadz : ( الجناحSayap).
Ijro'nya adalah :
Kata "ُّ الذل: tunduk" (Sebagai Musyabah) diserupakan dengan kata " ُّالطائر: Burung"
(Sebagai Musyabah bih), kemudian menggunakan arti lafadz Musyabbah bih
(Burung) untuk arti lafadz Musyabbah ()الذل. lalu kata Burung itu dibuang, dan Kata
"Burung" yang terbuang ditunjukkan dengan sesuatu yang menetap padanya yaitu
Sayap, dengan cara isti’aroh makniyyah.
Adapun Penetapan lafadz الجناحpada lafadz ل ُِّّ الذ. , ini oleh Ulama' Ahli Balaghoh
Salaf dan Al-Khotib dikatakan sebagai Isti'aroh Tahyiliyyah.
Perbandingan
Contoh lain :
Seperti Ucapan Al-Hajjaj pada salah satu khutbahnya :
ْ ساُّقَدُّْأ َُّْينَ َع
ُّت ُ إ ِنّ ْيُّأل َ َر
ً ىُّرؤُ و
Sesungguhnya aku benar-benar melihat buah (arti asli : kepala)
yang sudah matang.
Ijro'nya adalah :
Kata "رؤوسا: kepala " (Sebagai Musyabah) diserupakan dengan kata "ُّ ثمرات: buah"
(Sebagai Musyabah bih), asalnya :
ْ ساُّكالثّمراتُِّقَدُّْأ َ ْينَ َع
ُّت ُ إ ِنّ ْيُّأل َ َر
ً ىُّرؤُ و
kemudian menggunakan arti lafadz Musyabbah bih (yaitu buah) untuk arti lafadz
Musyabbah (سا ِ الثّمراitu dibuang, dan ditunjukkan dengan sesuatu
ُ . lalu kata ُّ ت
ً )رؤُ و
yang menetap padanya yaitu matang, dengan cara isti’aroh makniyyah.
Majaz Isti'aroh dengan memandang lafadz yang digunakan sebagai majaz (Al-
Musta’ar) , terbagi menjadi 2 macam yaitu :
1. Isti'aroh Ashliyyah
Adalah Majaz yang lafadz Musta'arnya berupa selain Isim Mustaq , baik berupa isim
a'in (dzat) atau Isim ma'na.
Contoh Isim A'in (Dzat) : Seperti menggunakan Lafadz الظالمuntuk arti ُّ الضالل
(kesesatan) dan Lafadz ُّ النورuntuk arti ( الهدىpetunjuk).
2. Isti'aroh Mujarodah.
Adalah : Majaz yang disebutkan lafadz yang berekaitan dengan Musyabbah.
Contoh : ف َ َفَأذَاقَهاُّهللاُُّ ِلب
ُِّ اسُّال ُج ْوعُِّوالخ َْو
"maka Allah mencicipkan mereka dengan pakaian kelaparan dan ketakutan".(S. An-
Nahl :112)
Lafadz ُّ اللباسdigunakan untuk arti sesuatu yang meliputi manusia ketika lapar dan
takut dari bahaya.
Ijro'nya : Kata " sesuatu yang meliputi manusia ketika lapar dan takut dari
bahaya" itu diserupakan dengan kata : "Pakaian" dengan wajah syabah : sama-sama
tercakup dalam sesuatu. Kata pakaian terdapat pada Orang yang memakai,
sedangkan Lapar dan takut terdapat pada orang yang merasakannya.
Menyebut Lafadz ُّ اإلذاقةdisebut Tajrid pada Istiaroh Tasyrihiyyah. karena yang
dikehendaki adalah : ( اإلصابةmenimpakan).
Lafadz ُّ اإلذاقةmerupakan lafadz yang menyesuaikan dengan Musyabbah yaitu :
kelaparan dan pucat.
3. Isti'aroh Muthlaqoh.
Adalah : Majaz yang tidak disebutkan Mula'im (lafadz yang berkaitan) pada salah
satu dari musyabbah atau Musyabbah bih.
Contoh :
ُ ُيَ ْنق
ض ْونَ ُّ َع ْهدَُّهللا
"Mereka (orang-orang kafir) telah membatalkan janji Allah ".
(S. Ar-Ro'du:25)
Ijro'nya : Kata " (ُّ ) إبطالُّالعهدMembatalkan Janji " itu diserupakan dengan kata :
"( ) فك ُّطاقات ُّالحبلmerusak Ikatan tali " dengan wajah syabah : sama-sama tidak
memberi manfaat. Lalu kata yang menunjukkan Arti Musyabbah bih (merusak Ikatan
tali) yaitu: (ُّ )النقضdigunakan untuk Arti Musyabbah yaitu : membatalkan janji.
Catatan : Tidak bisa dikategorikan sebagai Tarsyih dan Tajrid kecuali setelah
sempurnanya Majaz isti'aroh dengan adanya Qorinah.
MAJAZ MURSAL
Majas Mursal adalah : Majaz yang hubungan ma'nanya tidak ada keserupaan.
Alaqoh dalam Majaz mursal ada 8 perkara yaitu :
1. Sababiyah (Sebab).
Contoh :
ُِّي ٍ ُتُّيَدُُّف
ْ النُّ ِع ْند ُ ع
ْ ظ َم َ
"Tangan Si Fulan besar Disisiku ".(Ni'mat yang sebab mendapatkannya dengan
tangan)
Mengucapkan kata Tangan dengan arti Ni'mat dikatakan sebagai Majaz Mursal dari
Mengucapkan penyebab dengan menghendaki arti akibatnya
ُّ}{إطالقُّالسببُّعلىُّأرادةُّالمسبب
2. Musabbabiyyah (akibat)
Contoh :
س َما ُءُّ َنبَاتًا َ أ َ ْم
ْ ط َر
َّ تُّال
"Langit itu memberi curah hujan" (hujan yang mengakibatkan timbulnya tanaman)
Mengucapkan kata ( نَ َباتًاTanaman) dengan arti Hujan dikatakan sebagai Majaz
Mursal dari Mengucapkan Akibat dengan menghendaki arti penyebabnya
}{إطالقُّالمسببُّعلىُّأرادةُّالسبب
3. Juz'iyyah (Sebagian)
Contoh :
ْ َعل
ُّىُّأح َوا ِلُّالعَد ّ ُِو َّ َس ْلتُ ُّالعُي ُْونَ ُّ ِلت
َ ُّط ِل َع َ أر
ْ
"Saya mengutus Intel, supaya mengawasi gerak-gerik musuh"
Mengucapkan kata ن َُّ ( العُي ُْوbeberapa mata) dengan arti Intel (mata-mata) dikatakan
sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan sebagian dengan menghendaki arti
keseluruhan }{إطالقُّالجزءُّعلىُّأرادةُّالك ّل
Karena Mata merupakan bagian dari Seseorang.
4. Kulliyah (Keseluruhan)
Contoh :
َ َ َو َي ْج َعلُ ْونَ ُّأ
ُّصا ِب َع ُه ْمُّفِ ْيُّآذانِ ِه ْم
"Mereka menjadikan jari-jari mereka (ujung jari) pada telinganya "
Mengucapkan kata ُّ( األصابعJari tangan) dengan arti ُّ( األناملUjung jari) dikatakan
sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan keseluruhan dengan menghendaki
artisebgian }{إطالقُّالكلُّعلىُّأرادةُّالجزء
Karena Ujung jari merupakan bagian dari Jari.
MAJAZ MUROKKAB
Majaz Murokkab
adalah Lafadz yang tersusun, yang digunakan bukan pada arti aslinya, dengan
disebabkan adanya hubungan makna dengan tidak adanya penyerupaan.
Seperti Jumlah Khobariyyah digunakan sebagai jumlah Insya' dalam ucapan Penyair
:
Contoh :
ُُّّو ُجثْ َما ِن ْيُّ ِب َم َّكةَُّ ُم ْوثَ ُق
َ ص ِعدُُُُُّّّّ َج ِنيْب ِ ُّالر ْك
ْ بُّال َي َما ِنيْنَ ُّ ُم َّ ه ََوا َياُّ َم َع
"Kekasihku beserta Rombongan Orang yaman itu menjauh. Dan Ragaku di Makkah itu
terikat ".
Tujuan pada bait ini bukanlah menceritakan, tetapi memperlihatkan kesusahan dan
kesengsaraan.
MAJAZ AQLI
Majaz Aqli
Adalah : Mengisnadkan Lafadz Fi'il atau yang bermakna fi'il pada selain Lafadz yang
menjadi Ma'mulnya menurut keinginan Mutakalim secara Dhohir karena adanya
hubungan makna.
Seperti ucapan penyair :
ِي
ُّّ ُّو َمرُّال َع ِش َ ُّوأ َ ْفنَىُّال َك ِبي
َ ْـُُُُّّّّـرُّ َكرُّالغَدَا ِة َ ص ِغي َْر َ أَش
َّ َابُّال
"Berjalannya siang dan malam telah membuat Anak kecil menjadi tua, dan Orang tua
menjadi mati".
Mengisnadkan kata Tua (beruban) dan Mati pada Kata "Berjalannya siang dan
malam" merupakan Isnad pada selain Ma'mulnya. Karena Dzat yang menjadikan tua
(beruban) dan Dzat yang menjadikan mati secara hakikatnya adalah Allah SWT.
Dan termasuk Majaz Aqli yaitu
a. Mengisnadkan Lafadz Mabni Ma'lum kepada maf'ulnya.
Contoh :
ُّاضيَة
ِ ُّر
َ ِع ْيشَة
"Kehidupan yang diridhoi".
kata "ُّاض َية
ِ "ُّ َرyang merupakan Lafadz mabni ma'lum, di isnadkan pada Dhomir yang
kembali pada lafadz "ُّع ْيشَة
ِ ُّ" dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : ُّاض
ٍ ُّر
َ ِع ْيشَة
ُّاحبُ َهاُّإيَّ َها
ِ صَ (Kehidupan yang Pemiliknya meridhoinya).
b. Mengisnadkan Lafadz Mabni Majhul kepada Failnya.
Contoh :
سيْلُّ ُم ْفعَ ُّم
َ = "Banjir yang diluapkan".
kata "ُّعمَ " ُم ْفyang merupakan Lafadz mabni Majhul, di isnadkan pada Dhomir yang
kembali pada lafadz "ُّسيْل
َ " dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : ُّ ِي َ سيْل ُّ ُم ْف ِعم
َ ُّالواد َ
(Banjir yang memenuhi lembah).
Dari keterangan tersebut, Bisa disimpulkan bahwa Majaz Lughowi terjadi pada
Lafadz yang digunakan pada selain arti aslinya, sedangkan Majaz Aqli terjadi dengan
adanya mengisnadkan pada selain ma'mul aslinya.
KINAYAH
Kinayah
adalah : Lafadz yang dikehendaki kelaziman makna aslinya, serta bisa diartikan
dengan makna yang lain.
Contoh :
َ
ُّط ِو ْيلُُّالنَّ َجا ِد
= "Panjang Sarung pedangnya"
maksudnya adalah Dia itu Panjang postur tubuhnya.
َ adalah bisa diartikan dengan Makna hakiki
َ َّط ِو ْي ُل ُّالن
Yang dikehendaki dari lafadz ُّ جا ُِّد
(Panjang Sarung pedangnya) dan Makna Lain (Panjang postur tubuhnya), karena
tidak adanya Qorinah yang mencegah untuk mengartikan pada makna Hakiki,
berbeda dengan Majaz. karena pada Majaz itu tidak boleh diartikan dengan Makna
asli beserta Makna majaz, karena tujuan yang diharapkan adalah makna Majaz saja
dengan adanya Qorinah yang mencegah mengartikan pada makna Asli.
Dan inilah perbedaan antara Kinayah dan Majaz.
Kinayah, dengan memandang Makni alaih ( Lafadz yang digunakan sebagai kinayah)
terbagi menjadi 3 macam :
1. Kinayah yang Makni alaihnya berupa isim sifat.
Contoh :
Ia menghendaki bahwa Saudaranya itu postur tubuhnya Tinggi, Seorang Tuan, Yang
Dermawan.
Tinggi sarung pedangnya diartikan sebagai : "Tinggi postur tubuhnya"
Luhur Tiangnya diartikan sebagai : "Seorang Tuan (Sayyid)"
dari keduanya digunakan sebagai kinayah yang dekat dengan makna aslinya.
Banyak debunya diartikan sebagai : "Dermawan"
Kata ini digunakan sebagai kinayah yang Jauh dari makna aslinya, karena : Banyak
debunya berarti Banyak masaknya, Banyak masaknya berarti banyak makanannya,
banyak makanannya berarti banyak Orang yang memakannya, banyak Orang yang
memakannya berarti Banyak tamunya, Banyak tamunya berarti banyak sedekahnya
(Dermawan).
Pada contoh tersebut, Tetapnya kemulyaan dan kederwanan seseorang itu dijadikan
kinayah dengan kata-kata diatas karena Wujudnya dua sifat tersebut tidak telepas
dari Orang yang disifati, dan tidak ada Orang yang disifati kecuali Orang yang
memiliki dua pakaian dan selendang itu.
Maka dari itu Contoh diatas memberikan faidah Nisbat tetapnya sifat kemulyaan
dan kedermawanan pada Orang yang disifati sebagaimana Tetapnya Dua pakaian dan
selendang pada Pemiliknya.
Penyair membuat kinayah dengan kata " Tempat berkumpulnya sifat kebencian"
yang berarti Hati. Seolah-olah ia mengatakan : "dan Orang-orang yang menusuk
hati lawan" karena menghilangkan nyawa dengan cepat.
Kata " Hati" itu bukan merupakan sifat dan Nisbat, tetapi Kata yang disifati.
Pada Kinayah, Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu Penghubungnya
Banyak, maka Disebut Talwikh.
Seperti Contoh diatas : Banyak debunya berarti Banyak masaknya, Banyak
masaknya berarti banyak makanannya, banyak makanannya berarti banyak Orang
yang memakannya, banyak Orang yang memakannya berarti Banyak tamunya, Banyak
tamunya berarti banyak sedekahnya (Dermawan).
Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu Penghubungnya Sedikit dan Masih
samar, maka Disebut Ar-Romzu.
Contoh :
ُُّّر ْخو َ ُُّهو
ِ س ِميْن = "Dia itu orang yang gendut yang Lembek"
Maksudnya adalah Dia itu Orang yang Bodoh dan Idiot.
Arti kinayah ini penguhubungnya yaitu : Gemuk dan lembek berarti Lebar
Tengkuknya (Jithok: Jawa), dan Lebar tengkuknya berarti Bodoh dan Idiot.
Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu Penghubungnya Sedikit atau
memang tidak ada dan Jelas, maka Disebut Ima' dan Isyaroh.
Contoh Penghubungnya sedikit dan jelas :
ُّط ْل َحةَُّث ُ َّمُّلَ ْمُّيَـت َح َّو ِل َ َْتُّال َم ْجدَُّأ َ ْلق
َ ُّىُّر ْحلَهُُُُُّّّّفِ ْيُّآ ِل َ اُّرأَي
َ َأوُّ َم
"Apakah Engkau tidak melihat kemulyaan yang menempati rumahnya pada keluarga
Tholhah, lalu kemulyaan itu tidak berpindah (dari mereka)"
Penjelasan :
Pada bait tersebut dibuat kinayah tentang keberadaan mereka itu mulia, dengan
satu penghubung serta jelas.
Karena bertempatnya kemuliaan ditumahnya serta tidak berpindah itu merupakan
makna majazi, dengan menyerupakan “kemuliaan” dengan “seorang laki-laki yang
mulia yang memiliki tempat yang ia khususkan bagi seseorang yang ia kehendaki”
dengan wajah syabah sama –sama adanya rasa senang bertemu.
Lalu Lafadz musyabbah bih digunakan untuk musyabbah, lalu musyabbah bih dibuah
dan ditunjukkan sesuatu kelazimannya yaitu menempati rumah, dengan menjadikan
majaz Tahyiliyah.
Penghubung makna kinayahnya adalah : Kemulyaan yang diserupakan dengan
seseorang yang memiliki rumah merupakan sifat yang sudah pasti adanya orang yang
disifati dan tempat, dan perantara inilah dikatakan jelas.
Contoh yang tidak adanya Penghubungnya tapi jelas :
ْضُّالقَفَا
ُ ع ِري
َ = "Lebar tengkuknya (Jithok : Jawa)"
Kinayah untuk arti Bodoh, karena lebar tengkuknya sudah jelas menunjukkan arti
bodoh menurut adat.
Disini ada jenis dari kinayah yang dituju pemahamannya pada runtutan kalam
(siyaqul Kalam), yang disebut : Ta'ridh, yaitu : mengarahkan kalam pada satu sisi
makna.
Seperti Ucapanmu terhadap Orang membuat dhoror pada Manusia.
ُّاسُّ َم ْنُّ َي ْن َفعُ ُه ْم
ِ ََّخي ُْرُّالن
"Sebaik-baiknya manusia adalah Orang yang memberikan kemanfaatan Terhadap
Mereka."
ILMU BADI'
Ilmu Badi'
adalah : ilmu untuk mengetahui metode memperindah kalam yang sesuai dengan
tuntutan keadaan.
Aspek ini, jika terarah pada membuat indahnya makna disebut dengan : Muhassinat
Al-Ma'nawiyyah.
Jika terarah pada membuat indahnya Lafadz disebut dengan : Muhassinat Al-
Lafdziyah.
Muhassinat Al-Ma'nawiyyah.
1. Tauriyyah; yaitu menyebutkan lafadz yang mempunyai arti dua yaitu Makna Dekat
yang langsung dipaham dari kalam (karena seringnya digunakan) dan Ma'na Jauh,
sebagai Arti yang diharapkan, dengan adanya faidah sebab ada Qorinah yang masih
samar.
3. Muqobalah; yaitu : Mendatangkan dengan dua makna atau lebih lalu mendatangkan
dengan kata yang berlawanan ma'na tersebut secara urut.
Contoh pada Firman Allah :
ْ فَ ْل َي
َ ًض َح ُك ْواُّقَ ِل ْيال
ُّول َي ْب ُك ْواُّ َك ِثي ًْرا
Maka sebaiknya mereka sebaiknya tertawa dengan sedikit dan menangis dengan
banyak (Surat Al-Baqoroh : 83).
Pada ayat tersebut, Lafadz ُّ ( الضحكtertawa) berlawanan dengan kata ُّ البكاء
(menangis) dan Lafadz ُّ( القليلsedikit) berlawanan dengan kata ُّ( الكثيرbanyak).
Begitu juga Pada Bait kedua terkumpul lafadz ُّالغمام،ُّالريح،ُّالغدير،الطير, kesemuanya juga
merupakan lafadz yang saling berhubungan.
dan juga lafadz ُّالنقط،ُّالكتابة،ُّالصحيفة،القراءة, kesemuanya juga merupakan lafadz yang
saling berhubungan.
Lafadz ُّ الشهرmemiliki dua arti yaitu arti hakiki (Bulan) dan arti Majaz (hilal). Pada
ayat tersebut Lafadz ُّ الشهرdiartikan dengan makna majazi (hilal), lalu dhomir pada
ُ َفَ ْليitu di kembalikan pada Lafadz ُّ الشهرyang diartikan dengan makna hakiki
ُّ ُص ْمه
(bulan).
Contoh kedua :
ُّضلُ ْو ِع ْي َ ُّو ِإ ْنُّ ُه ُم ْوُُُّّّشَب ْوهُُّبَيْنَ ُّ َج َوا ِن ِح ْي
ُ ُّو َ سا ِكنِ ْي ِه
َّ اُّوال
َ ض َ َسقَىُّالغ
َ َف
Maka Allah menyirami Pohon Godho dan orang-orang yang menempatinya (Tempat
yang ditumbuhi pohon Godho), walaupun mereka menyalakannya (Api) diantara tulang
dadaku (hati) dan tulang punggungku.
Lafadz ُّ الغضاmemiliki 2 arti yaitu arti hakiki (Sejenis Pohon) dan arti Majaz Mursal
(tempat) dan arti majaz isti'aroh (Api).
Pada syair tersebut Lafadz ُّ الغضاdiartikan dengan makna hakiki (pohon), lalu dhomir
pada ُّ الساكنيهitu di kembalikan pada Lafadz ُّ الغضاyang diartikan dengan makna majaz
mursal (tempat) dan dhomir pada ُّ شبّوهitu di kembalikan pada Lafadz ُّ الغضاyang
diartikan dengan makna majaz Istia'roh (Api) .
6. Al-Jam'u; yaitu : Mengumpulkan dua lafadz atau lebih pada satu hukum. Seperti
Ucapan Penyair :
ْسدَُّة َّ َ سدَةُّ ِل ْل َم ْر ِءُّأ
َ يُّ َم ْف َ الجد ْهُُُّّّ َم ْف
ِ ُّو َ ُّوالفَ َرا
َ غ َ اب َّ إِ َّنُّال
َ َشب
Sesungguhnya sifat muda, pengangguran, merasa cukup itu penyebab berbagai
kerusakan pada seseorang.
Penyair mengumpulkan sifat-sifat tersebut dalam satu hukum.
7. Tafriq; yaitu : Memisahkan antara dua perkara yang sama dari satu jenis. Contoh
pada ucapan Penyair (wathwath):
َُّاء
ٍ سخ ِ ُّر ِبي ٍْعُُّّ َكن ََوا ِل
َ ُُّّاألمي ِْرُّ َي ْو َم َ ت َ ُّو ْق
َ َماُّنوالُُّالغَ َم ِام
Tiada pemberian hujan pada musim semi itu seperti pemberian Pemerintah pada
waktu makmur.
8. Taqsim; (mengklasifikasikan)
Pada Taqsim itu adakalanya Menyempurnakan klasifikasi suatu perkara
Seperti ucapan Zuhair bin Abi Salma yang ia ucapkan pada Perdamaian yang terjadi
antara Qois dan Dzibyan :
َ ُّع ْنُّ ِع ْل ِمُّ َماُّفِ ْي
ُّغدٍُّ َع ِم ْي َ ُُُُُُّّّّّولَ ِكنَّ ِن ْي
َ األم ِسُّقَ ْبلَه
ْ ُّوَ َوأ َ ْعُّلَ ُمُّ ِع ْل َمُّاليَ ْو ِم
“Dan Saya mengetahui pengetahuan hari ini dan kemarin, sebelum hari ini, dan
Tetapi saya tidak tahu akan pengetahuan dihari besok"
Pada syair ini terkandung bahwa ilmu itu terbagi menjadi Ilmu hari ini, ilmu hari
kemarin dan ilmu hari yang akan datang.
Inilah yang dikatakan Taqsim yang menyempurnakan pembagiannya.
dan adakalanya menyebutkan dua perkara atau lebih dan kembali pada masing-
masing perkara itu dengan menjelaskan.
Seperti ucapan Al-Multamis Jarir bin Abdul Masih :
ُالوت َ ُّد
َ ُّو َ ِيّ عي ُْرُّال َح َ ُّضي ٍْمُّي َُراد ُُّ ِب ِهُُُّّّإِالَُّّاألَذَالَّ ِن
َ ُّعلَى
َ َُّوالَُّيُ ِق ْي ُم
ُّ ُُّ حد َ َ ُُُّّّوذَاُّيُشَجُّفَالَُّ َي ْر ِث ْيُّلَهُُّأ
َ ْفُّ َم ْرب ُْوطُّ ِب ُر َّمتِ ِه ِ علَىُّال َخس َ َُّهذَا
Tidak akan bermukim pada kedholiman yang diarah padanya kecuali Dua Makhluk
yang Hina yaitu Keledai perumahan dan pasak.
Ini (keledai perumahan) diikat dengan talinya serta hina, dan yang ini (pasak)
ditancapkan, lalu tiada satu orangpun yang menyayanginya.
Penyair menuturkan kata “keledai dan pasak” lalu kembali dengan menyatakan
sesuatu yang berhubungan pada kata yang pertama yaitu : “diikat serta hina” lalu
pada kata yang kedua yaitu “ditancapkan”.
10. Bagusnya alasan; yaitu : Menggunakan suatu alasan yang bukan sebenarnya, yang
terdapat perkara yang langka untuk sifat.
Seperti Ucapan Al-Khotib Al-Qozuwaini :
ُّق َ َعلَ ْي َهاُّ ِع ْقدَُّ ُم ْنت
ِ ط َ ُّْت َ ُّخ ْذ َمتَهُُُُّّّلَ َم
َ اُّرأي ِ اءِ َلَ ْوُّلَ ْمُّتَ ُك ْنُّنِيَّةُُّال َج ْوز
“Seandainya tidak ada keinginan bintang Jauza' itu melayaninya, maka engkau tidak
akan melihat padanya ikatan yang melingkar”.
11. Kesesuaian ladadz serta ma'na; yaitu Lafadz-lafadz yang sesuai dengan maknanya,
maka dipilihlah lafadz yang Agung dan Ibarot yang sangat keras logatnya untuk
kebanggaan dan keberanian, atau kalimat yang lembut dan halus untuk bahasa
kawula muda, dll.
Seperti Ucapan Penyair yang menunjukkan Kebanggaan dan keberanian:
تُّدَ ًما ْ ط َر َ َش ْم ِسُّأ َ ْوُّق
َّ ابُّال
َ َاُّح َجِ ض ِ ّريَةًُُُّّّ َهتَ ْكن
َ ضبَةًُّ ُم
ْ غ َ َُّض ْبنَا
ِ إذاُّ َماُّغ
ُّ ســلَّ َما َ علَ ْين
َ َاُّو َ ُّصـلَّى ِ ًاُّم ْنُّقَبِ ْي َلةٍُُُّّّذ ُ َر
َ ُّىُّم ْنبَ ٍر ِ س ِيّد َ َ إذَاُّ َماُّأ
َ ُّع ْرنَا
Ketika kami marah seperti marahnya Mudhor, maka kami merusak penghalang
matahari (perkara haq) sampai meneteskan warna darah.
Ketika kami mencela pimpinan suatu qobilah diatas mimbar, maka Ia mendo'akan
kami dan menyebut (nama kami pada qoumnya).
12. Uslubul Hakim; yaitu : menyampaikan kepada mukhotob dengan selain kata yang
dinantinya atau menyampaikan kepada orang yang bertanya dengan selain jawaban
yang diinginkan karena mengingatkan bahwa jawaban itu lebih layak pada pertanyaan
yang diharapkan.
Hajjaj menghendaki dengan kata "adham" sebagai terali besi, dan kata "Hadid"
sebagai Tempat yang khusus. sedangkan Qoba'tsaro menggambarkan pemahaman
keduanya sebagai "Kuda hitam yang tidak bodoh"
Tujuan hal ini adalah menyalahkan Hajjaj, bahwa yang lebih layak itu janji
membawanya dengan kuda hitam yang tidak bodoh, bukan ancaman untuk
membawanya ke terali besi.
1. Jinas; yaitu keserupaan dua lafadz dalam ucapan bukan pada makna.
Jinas itu ada yang Tamm (sempurna) dan Ghoiru Tamm (tidak sempurna).
Jinas Tamm; yaitu : Lafadz yang hurufnya sama dalam keadaannya (ha’iat), jenis,
hitungan dan urutannya.
Contoh :
َ تُّ ِل َعي ِْنُّالدَّ ْه ِرُّ ِإ ْن
.سانًا َ لَ ْمُّن َْلقَ ُّ َغي َْر َكُّإ ْن
َ سانًاُّيُالذُُّ ِب ِهُُُُُّّّّّفَالُّ َب ِر ْح
Kami belum pernah bertemu manusia yang bisa dibuat perlindungan selain engkau,
maka engkau senantiasa pada masa ini sebagai biji mata.
Contoh lain :
.ُّأرض ِه ْم
ِ تُّ ِف ْي
َ ض ِه ْمُّ َماُّد ُْم
ِ أر
ْ ُُُُّّّّو َ فَدَ ِار ِه ْمُّ َماُّد ُْم
َ تُّفِ ْيُّدَ ِار ِه ْم
Maka kelilingilah mereka, selama engkau tetap dirumahnya. dan senangkanlah
mereka selama engkau tetap berada di tanahnya.
Jinas Ghoiru Tamm; yaitu Lafadz yang hurufnya berbeda pada salah satu dari
keadaan, jenis, hitungan dan urutan.
Contoh :
.ب ِ اضُّقَ َو
ُِّ اص ٍ صولُُّبأ ْس َيافٍ ُّقَ َو
ُ َ اص ٍمُُُُّّّّت
ِ اصُّ َع َو َ ٍُُّّم ْنُّأ ْيد
ِ ع َو ِ ََي ُمد ْون
Mereka sedang menjulurkan (lengan mereka) dari tangan orang yang memukul
dengan tongkat, yang selalu menjaga (dari kerusakan) yang menyerang dengan
pedang yang mematikan, yang memotong.
2. Saja'; yaitu : adanya kesamaan pada huruf terakhir antara dua kalimat Natsar
yang terpisah.
Contoh :
َ انُّبآدا ِب ِهُّالَُّ ِب ِز ِيّ ِه
.ُّو ِث َيا ِب ِه ُ سَ اإل ْن
Manusia mulya itu dengan perilakunya, bukan perhiasannya dan pakiannya.
Contoh :
.ْظ ِه
ِ ُّوع
َ اج ِر َ ُّو َي ْق َرعُُّاأل ْس َما
ِ عُّ ِبزَ َو َ عُّ ِب َج َوا ِه ِرُّ َل ْف ِظ ِه ْ َي
َ ط َب ُعُّاأل ْس َجا
Orang menghiasi Beberapa sajak dengan keindahan lafadznya, dan mempengaruhi
pendengaran dengan Larangan-larangan nasehatnya.
3. Iqtibas; yaitu : Suatu kalam yang mengandung sesuatu dari Al-Qur;an dan Hadits
bukan merupakn Lafadz salah satunya.
Seperti ucapan Penyair :
َ َ ُّوأ ْن ِك ْرُّ ِب ُك ِّلُّ َماُّيُ ْست
ُّ طا
ُع َ ِـم ظ ْلـ
ُ ضُّ ِبالَ اُّوالَُّت َ ْر َ ُّالَُّتَ ُك ْن
َ ظا ِل ًم
ُُّ طا
ع َ ُش ِفيْعٍُّي
َ َُُّّوال َ ِم ْنُّ َح ِـمي ٍْم ٍُّ ُظــل
وم َ ابُّ َماُّ ِل
ُ س ِ يَ ْو َمُّيَأ ْ ِت ْي
َ ُّالح
Janganlah kamu menjadi orang dholim, dan janganlah rela dengan kedholiman, dan
ingkarilah sesuai dengan kemampuan.
Pada hari datangnya Hisab bagi orang yang sangat Dholim itu tiada seorang sahabat,
dan orang yang menolongnya yang diikuti.
PENUTUP