Anda di halaman 1dari 67

TERJEMAH KITAB DURUSUL BALAGHOH

HUSNUS SIYAGHOH

PENDAHULUAN
FASHOHAH DAN BALAGHOH

1. FASHOHAH

Fashohah menurut bahasa adalah : kalimat yang menunjukkan arti jelas.


Dikatakan : "Seorang anak telah fasih dalam perkataannya" jika memang ucapannya
sudah jelas.
Fashohah dalam istilah, itu menjadi sifat pada kalimah, kalam, dan mutakallim.

A. Fashohatul Kalimah .
Fashohatul Kalimah adalah : Terhindarnya suatu kalimah dari Tanafur Huruf,
Mukholafatul Qiyas, dan Ghorobah.
Tanafur huruf adalah: Suatu sifat pada kalimah yang menyebabkan
beratnya kalimah pada lidah dan sulit mengucapkannya.
Contoh :
ُّ‫ظش‬ َ ‫ال‬ : tempat yang kasar.
‫ال ِه ْع ِخ ُّْع‬ : tanaman hitam, untuk penggembalaan unta
ُّ َ‫النق‬
ِ‫اح‬ : air tawar yang jernih
‫ال ُم ْستَس ِْز ُِّر‬ : benang yang tepintal

Penjelasan :
Tanafur terbagi mejadi 2 yaitu :

1. Tanafur yang sangat berat terbatas.


Contoh :
ُّ‫ظش‬ َ ‫ال‬ : tempat yang kasar.
‫ال ِه ْع ِخ ُّْع‬ : tanaman hitam, untuk penggembalaan unta
Lafadz ُّ‫ ال ِه ْع ِخ ْع‬ini dikatakan tanafur karena kesemuanya huruf berasal dari satu
makhroj yaitu huruf halaq.

2. Tanafur yang berat tak terbatas.


Contoh :
ُّ َ‫النق‬
ِ‫اح‬ : air tawar yang jernih
Pada Ucapan Penyair :
ْ
ُّ‫ُّممنُّيلعَقُّالما َءُّقالُّليُُُُُّّّّّدعُّالخمرُّوا ْش َربْ ُّمنُُّّنُقاخُّ ُمبَ َّر ِد‬ َ‫وأَحْ َمق‬
Dan itu lebih bodoh lagi dari pada orang yang minum air lalu mengatakan padaku :
“tinggalkan arak, dan minumlah dari air tawar yang jernih yang dingin.

Contoh lain :
ُّ‫ال ُم ْست َ ْش ِز ِر‬
: benang yang tepintal
Lafadz ini dikatakan tanafur karena Huruf Syin (bersifat Hams dan Rokhwah)
menengahi antara huruf ta' (bersifat Hams dan Syadidah) dan huruf za' (bersifat
Jahr).

Untuk membedakan antara kedua tanafur tersebut yaitu dengan menggunakan


perasaan yang sehat (Dzauq Salim) yang diperoleh dengan mengkaji kalam Para ahli
Balaghoh dan mendalami metode-metodenya baik dari sisi kedekatan antara
makhroj hurufnya atau dari jauhnya.

Mukholafah Qiyas adalah : kalimah yang tidak sesuai dengan prosedur kaidah
ilmu shorof.
Contoh : lafadz ‫ بُوق‬dijama’kan menjadi ُّ ُّ‫ بُوقَات‬seperti dalam Syairnya Abu toyyib
Ahmad bin Husain Al-Ju’fiy al-Kandy Al-Kufy Al-Mutanabby yang sedang memuji
pemimpin tentara Daulat Ibnu hamdan Raja Aleppo Syiria :

ُ ‫اُّو‬
ُّ‫طب ُْو ُل‬ َ ‫اسُّب ُْوقَاتُّلَ َه‬
ِ َّ‫ُُّّفَ ِف ْيُّالن‬-ٍُُّّ‫س ْيفًاُّ ِلدَ ْولَة‬
َ ُّ‫اس‬ ُ ‫فإ ِ ْنُّيَ ُك ْنُّبَ ْع‬
ِ َّ‫ضُُّّالن‬
"Jika sebagian manusia itu seperti tentara dalam pemerintahan ( ibnu Hamdan Raja
Aleppo; Syiria ), maka dalam manusia akan terdapat terompet dan gendang untuk
pemerintahan itu".
Karena menurut Qiyas dalam jama’ qillahnya adalah ُّ‫أَب َْواق‬
Dan juga seperti lafadz ُُّّ‫ َم ْودَدَة‬dalam ucapannya :

ٍُّ‫ُّم ْنُّ َم ْودَدَة‬


ِ ‫صد ُْو ِر ِه ْم‬ َ ‫ُُّّ َما ِل‬-ُُّ‫يُّلَ ِلئَاَمُّزَ هَــدَه‬
ُ ُّ‫يُّفِ ْي‬ َّ ‫إِ َّنُّبَنِـــ‬
"Sesungguhnya Anak-anakku memang orang yang hina yang tidak perhatian, tiada
dihatinya ada rasa cinta padaku "

Menurut Qiyas ilmu shorof adalah dengan mengidghomkan lafadz ٍُُّّ‫ َم ْودَدَة‬menjadi ُّ‫َم َود َّة‬
karena ada dua huruf sama, serta huruf yang kedua berharokat.
Ghorobah adalah: adanya kalimah itu tidak jelas artinya.
Contoh :
َُّ‫ت َ َكأ ْ َكأ‬ bermakna seperti lafadz ‫ إجتمع‬yaitu berkumpul.
ُّ‫إ ْف َر ْنقَ َع‬ bermakna seperti lafadz ‫ إنصرف‬yaitu bubar.
‫ط َخ َُّّم‬َ ‫ْإل‬ bermakna seperti lafadz َّ ‫ إشت ُّد‬yaitu berat dan
besar
Keterangan :
Ghorobah terbagi menjadi 2 yaitu :
1. Kata yang bisa diketahui maknanya dengan seringnya meneliti pada kitab
bahasa Ajam karena tidak biasa digunakan pada bahasa murni arab.
Contoh:
َُّ‫ت َ َكأ ْ َكأ‬ bermakna seperti lafadz ‫ إجتمع‬yaitu berkumpul.
ُّ‫إ ْف َر ْنقَ َع‬
bermakna seperti lafadz ‫ إنصرف‬yaitu bubar.
‫ط َخ َُّّم‬َ ‫ْإل‬
bermakna seperti lafadz َّ ‫ إشت ُّد‬yaitu berat dan besar.
2. Kata yang tidak diketahui maknanya pada kitab bahasa karena tidak
digunakan bagi orang Arab, dan tidak berlakunya bahasa pembanding maka
membutuhkan usaha keras untuk mengartikannya yang menyebabkan sulitnya
memahami dan masih ada kesamaran.
Contoh :
‫س ّرج‬
َ ‫ُم‬ bermakna pedang suraij daerah Qin dan ada yang
mengatakan bermakna : Lampu.

B. Fashohatul Kalam.
Fashohatul Kalam adalah : Terhindarnya beberapa kalimah dari tanafur pada
kumpulan kalimah (kalam), Dho'fu Ta'lif, Ta'kid, serta fashohahnya beberapa
kalimah itu.

Tanafur pada Kalam adalah : Suatu sifat dalam Kalam yang menyebabkan
beratnya kalam pada lisan dan sulit mengucapkannya.
Contoh dalam ucapan Penyair :
ُ ‫ُّمثلُ َكُّيَ ْش َر‬
ُّ‫ع‬ ِ ِ‫ش ْرع‬ َ ُِّ‫ُّر ْفع‬
َّ ‫ع ْر ِشُّال‬ َ ‫فِ ْي‬
“pada keluhuran Arasynya Syara’, Orang sepertimu bisa mengambil”

Contoh lain:
ُّ‫بُّقَب ُْر‬ َ ‫ْسُّقُ ْر‬
ٍ ‫بُّقَب ِْرُّ َح ْر‬ َ ‫ُُّّ َولَي‬-ُّ‫انُّقَ ْف ٍر‬ ٍ ‫ُُّّ َو َقب ُْرُّ َح ْر‬
ٍ ‫بُّ ِب َم َك‬
" kuburan musuh harus ditempat yang sunyi, dan tiada
kuburan lain dekat kuburan itu"
Seperti Ucapan Abu tamam Habib bin A'us:

ْ ‫ُّوإذَاُّ َمالُ ْمتُهُُّلُ ْمتُه َُُّو ْحد‬


ُّ ُّ‫ِي‬ َ ‫الو َرىُُُّّّ َم ِع ْي‬
َ ‫ُُّأمدَ ْحه َُُّو‬ ْ َ‫ُُّّ َك ِريْمُّ َمت‬
ْ ‫ىُّأمدَ ْحه‬
"Dia (Abu Ghoits Musa Bin Ibrahim Ar-Rofi'i) adalah orang yang mulia, jika aku
memujinya maka aku memujinya beserta orang-orang yang bersamaku. Jika aku
menghinanya, maka aku menginanya sendirian"

Penjelasan :
Tanafur ini juga terbagi mejadi 2 yaitu :

1. Tanafur Syadid / A'la; yang sangat berat pengucapannya

Contoh dalam ucapan Penyair :


ُ ‫ُّمثلُ َكُّيَ ْش َر‬
ُّ‫ع‬ ِ ِ‫ش ْرع‬ َ ُِّ‫ُّر ْفع‬
َّ ‫ع ْر ِشُّال‬ َ ‫فِ ْي‬
Pada kalam tersebut dikatakan tidak fasih, karena sulit mengucapkannya disebabkan
adanya pengulangan 3 huruf yaitu ro', a'in, dan syin".
Contoh lain:
ُّ‫بُّقَب ُْر‬ َ ‫ْسُّقُ ْر‬
ٍ ‫بُّقَب ِْرُّ َح ْر‬ َ ‫ُُّّ َولَي‬-ُّ‫انُّقَ ْف ٍر‬ ٍ ‫ُُّّ َو َقب ُْرُّ َح ْر‬
ٍ ‫بُّبِ َم َك‬
Pada syair tersebut dikatakan tidak fasih, karena sulit mengucapkannya disebabkan
adanya beberapa huruf yang sama serta diulang-ulang.

2. Tanafur Khofif/ Adna; yang tidak berat pengucapannya,

Seperti Ucapan Abu tamam Habib bin A'us:


ْ ‫ُّوإذَاُّ َمالُ ْمتُهُُّلُ ْمتُه َُُّو ْحد‬
ُّ ُّ‫ِي‬ َ ‫الو َرىُُُّّّ َم ِع ْي‬
َ ‫ُُّأمدَ ْحه َُُّو‬ ْ َ‫ُُّّ َك ِريْمُّ َمت‬
ْ ‫ىُّأمدَ ْحه‬
Pada kalam tersebut dikatakan tidak fasih, karena sulit mengucapkannya disebabkan
adanya pengulangan 2 huruf yaitu ‫ هاء‬dan ‫"حاء‬.

Dho'fu Ta'lif adalah : adanya kalam itu tidak sesuai dengan prosedur kaidah
ilmu Nahwu yang masyhur.
Seperti membuat Dhomir sebelum menuturkan Marji'nya dalam lafadz dan
ma'nanya, dalam ucapan Penyair :

ُ ‫رُُُّّّو ُحس ِْنُّفَ ْع ٍلُّ َك َماُّي ُْجزَ ىُّ ِس ِن َّم‬


ُّ‫ار‬ َ ‫َجزَ ىُّ َبنُ ْوهُُّأ َ َباُّال ِغ ْيالَ ِنُّ َع ْنُّ ِك َب‬
"Anak-anaknya telah membalas kebaikan Abu Ghilan diusia tua seperti yang
dilakukan oleh Sinimmaru (Arsitektur Negara rum)"
Penjelasan :
Kecacatan pada syair tersebut itu dari sisi Dhomirnya lafadz ُ‫ بَنُ ْوه‬yang kembali
ُِّ َ‫ أ َ َبا ُّال ِغ ْيال‬yang merupakan lafadz yang diakhirkan secara Lafadz dan
pada lafadz ُّ ‫ن‬
tingkatan.

Ta'qid adalah : adanya kalam itu tidak jelas (masih samar) pada makna yang
dikehendaki.
Dan kesamaran itu adakalanya dari aspek lafadz yang disebabkan mendahulukan
(taqdim), mengakhirkan (ta'khir) atau memisah (Fashol). hal ini disebut Ta'kid
Lafdhy.

Seperti Ucapan Al-Mutanabby :

ُّ‫بُّاألَغ ِ َّرُّدَالَ ِئ ُل‬ َ ‫علَىُّال َح‬


ِ ‫س‬ َ ُّ‫ُُّّو ُه ْمُّالَُّيَجْ فَ ُخ ْونَ ُّ ِب َهاُّ ِب ِه ْمُُُّّّ ِشيَم‬
َ ‫َت‬ ْ ‫َجفَخ‬
"Suatu Kebiasaan (watak) yang menunjukkan atas keturunan yang baik merupakan
Kebanggaan, dan mereka itu tidak bangga dengan itu".
Pentakdirannya adalah :

َ ‫بُّاألَغ ِ َّر‬
ُُُّّّ‫ُّو ُه ْمُّالَُّيَجْ فَ ُخ ْونَ ُّبِ َها‬ َ ‫علَىُّال َح‬
ِ ‫س‬ َ ُُّ‫َتُّبِ ِه ْمُّ ِشيَمُّدَالَئِل‬
ْ ‫َجفَخ‬

Penjelasan :
Pada syair tersebut, dikatakan Ta'kid lafdhy karena :
1. Memisah antara fi'il dan lafad yang berta'alluq padanya (muta'alliq) ُّ‫خَتُّ ِب ِهم‬ ْ َ‫( َجف‬
ُّ dengan lafadz lain yaitu : ‫ َو ُه ْمُّالَُّيَجْ فَ ُخ ْونَ ُّ ِب َها‬.
2. Mengakhirkan lafadz ُّ‫ل‬ ُُّ ِ‫دَالَئ‬dari lafadz yang berta'alluq padanya :
ُّّ ِ ‫بُّاألَغ‬
‫َر‬ ‫س‬
ِ َ َ ‫ح‬ ‫ىُّال‬ َ ‫ل‬ ‫ع‬
َ
3. Memisah antara Na'at dan man'utnya : ‫ل‬ ُُّ ‫ ِش َيمُّدَالَ ِئ‬dengan lafadz :
َ
ُّّ ِ ‫بُّاألغ‬
‫َر‬ ِ ‫س‬َ ‫َعلَىُّال َح‬

Dan adakalanya dari aspek makna disebabkan adanya penggunaan majaz dan Kinayah
yang Murodnya tidak bisa dipahami. hal ini disebut Ta'kid Ma'nawy.
ْ ِ‫نَش ََرُّال َم ِلكُ ُّأ َ ْل ِسنَتهُُّف‬
Seperti Ucapanmu : ‫يُّال َم ِد ْينَ ُِّة‬

ِ ‫ ُّأ َ ْل‬sebagai "Mata-mata". dan yang benar adalah


Dengan menghendaki arti dari:ُُّ‫سنَته‬
menggunakan lafadz : ُ ‫عي ُْون ُّه‬
ُ
dan Seperti juga Ucapan dari Penyair ( Abbas bin Ahnaf ) :
َ‫عُّ ِلتَ ْج ُم ُّد‬
َ ‫َايُّالد ُم ْو‬
َ ‫ع ْين‬
َ ُّ‫ب‬ َ ‫ع ْن ُك ْمُّ ِلتَ ْق ُرب ُْو‬
ُ ‫اُُّّوت َ ْس ُك‬ َ ُّ‫بُّبُ ْعدَُّالد َِّار‬ ْ َ ‫سأ‬
ُ ُ ‫طل‬ َ
"Aku mencari tempat tinggal jauh dari kalian, agar kalian kelak menjadi dekat
denganku, dan kedua mataku mencucurkan air mata karena bahagia".
Penyair membuat kinayah (kata konotasi) pada lafad ُّ ‫ الجمود‬dengan arti bahagia,
padahal lafadz tersebut biasa digunakan untuk sebuah kinayah (kata konotasi) untuk
arti: "sulit meneteskan air mata pada saat menangis (susah)". Yaitu waktu susah
ketika berpisah dengan kekasih, dan inilah yang seketika dipaham dari lafad ‫ الجمود‬,
bukan kebahagiaan seperti yang dikehendaki oleh Penyair,
Untuk mengartikan sesuai yang dikehendaki Penyair itu membutuhkan perantara
yang banyak yaitu : lafad ‫ الجمود‬diartikan dengan : keringnya mata dari air mata,
lalu diganti dengan arti : tidak ada air mata ketika menangis, lalu diartikan : tidak
adanya air mata secara muthlaq, lalu diartikan : tidak adanya kesusahan, lalu baru
diartikan dengan : kebahagiaan. Oleh sebab itu dikatakan sebagai Ta’kid.

C. Fashohatul Mutakallim.
Fashohatul Mutakallim Adalah: Suatu sifat yang melekat pada seseorang
(bakat) yang bisa menyampaikan suatu maksud dengan perkataan yang fashih pada
semua tujuan yang ada (seperti memuji atau menghina).

2. BALAGHOH

Balaghoh menurut bahasa : Sampai , Tuntas.


Menurut Istilah itu menjadi sifat pada kalam dan Mutakallim.

a. Balaghotul Kalam
Balaghotul Kalam adalah : Kesesuaian suatu kalam pada Muqtadhol Hal
(tuntutan keadaan) serta fashohahnya kalam itu.
Hal disebut juga Maqom adalah : Perkara yang mendorong Mutakkalim untuk
mendatangkan perkataan pada bentuk tertentu.
Al-Muqtadho disebut juga I'tibar Munasib adalah : suatu bentuk tertentu yang
didatangkan suatu ibarat untuk menyampaikannya.
Seperti :
Pujian : Suatu keadaan yang mendorong untuk mendatangkan
ibarat dengan bentuk Ithnab (memanjangkan kalimat).
Cerdasnya Mukhotob : Suatu keadaan yang mendorong untuk mendatangkan
ibarat dengan bentuk Ijaz (menyingkat kalimat).
Pujian dan Cerdasnya Mukhotob disebut Hal,
sedangkan Ithnab dan Ijaz disebut Muqtadho.
sedangkan mendatangkan kalam dalam bentuk Ithnab dan Ijaz dinamakan
menyesuaikan pada Al-Muqtadho (tuntutan).
b. Balaghotul Mutakallim
Balaghotul Mutakallim adalah : Suatu sifat yang melekat (bakat) pada
sesorang yang bisa menyampaikan suatu maksud dengan Kalam yang Baligh
pada semua tujuan apapun.

Tanafur itu bisa diketahui dengan Dzauq Shohih (Kemampuan batin/perasaan


yang sehat).
Mukholafatul Qiyas dengan Ilmu Shorof, dan Dho'fu Ta'lif dan Ta'qid
Lafdhy dengan Ilmu nahwu,
Ghorobah dengan seringnya mempelajari kalam Arab, Ta'kid Ma'nawi dengan
Ilmu Bayan, dan Hal dan Muqtadhol hal dengan Ilmu ma'any.

maka bagi seorang pelajar balaghoh harus mengetahui ilmu bahasa, shorof, nahwu,
Ma'any dan bayan serta memiliki Dzauq yang salim dan memperbanyak mempelajari
kalam Arab.
ILMU MA'ANI

Ilmu Ma'ani adalah : Suatu Ilmu untuk mengetahui keadaan lafadz Arab yang bisa
menyesuaikan dengan tuntutan keadaan.
Maka bentuk kalam akan menjadi berbeda-beda karena adanya perbedaan
kondisi.
Seperti Firman Allah SWT :
"‫شدًا‬
َ ‫ُّر‬
َ ‫ُّرب ُه ْم‬ ِ ‫يُّأَش ٌَّرُّأ ُ ِر ْيدَُّبِ َم ْنُّفِ ْيُّاأل َ ْر‬
َ ‫ضُّأ َ ْمُّأ َ َرادَُّبِ ِه ْم‬ ْ ‫"وأ َ َّنََ اُّالَُّنَد ِْر‬
َ
"Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu)
apakahkeburukan yang dikehendaki bagi orang yang dibumi ataukah Tuhan mereka
menghendaki kebaikan bagi mereka" (QS. Al-Jin :10)

Lafadz sebelum ُّ ‫ أ ْم‬merupakan bentuk kalam yang berbeda dengan bentuk kalam
sesudahnya, karena Kalam yang pertama itu berupa fi'il mabni majhul, sedangkan
yang kedua berupa Fi'il mabni ma'lum.

Kondisi yang menuntut seperti itu adalah menisbatkan semua kebaikan kepada Allah
SWT pada kalam yang kedua, dan mecegah meninsbatkan keburukan kepada Allah
pada kalam yang pertama.
Pembahasan pada Ilmu Ma'ani teringkas dalam 6 bab yaitu :

BAB I
KHOBAR DAN INSYA'

Setiap kalam itu adakalanya berupa kalam Khobar dan adakalanya berupa kalam
Insya'.
Kalam Khobar adalah : Kalam yang sah (secara logika) untuk dikatakan pada
Pengucapnya bahwa Ia adalah Orang yang benar atau Dusta. Seperti Ucapan
Seseorang :
ُّ‫سافَ َرُّزَ يْد‬ َ = Zaid telah bepergian.
ُُّّ‫يُّ ُم ِقيْم‬
ٌّ ‫ع ِل‬
َ ُّ= Ali itu orang yang bermukim
Si Pengucap tersebut bisa dikatakan Orang yang benar perkataannya, jika memang
perkataannya sesuai dengan faktanya, dan bisa dikatakan Orang yang Dusta, jika
memang perkataannya tidak sesuai dengan faktanya.
Kalam Insya' adalah : Kalam yang tidak sah secara logika untuk dikatakan pada
Pengucapnya bahwa Ia adalah Orang yang benar atau Dusta. Seperti Ucapan
Seseorang :
ُُّ‫سافِ ْرُّيَازَ ْيد‬
َ = Pergilah hai Zaid !
َ ‫ُّأَقِ ْمُّ َيا‬
ُّ‫ع ِلي‬ = Tinggallah hai Ali !
Si Pengucap tersebut tidak bisa dikatakan sebagai Orang Jujur atau Orang yang
Dusta karena ia hanya memerintahkan pada zaid atau ali.

Yang dimaksud dari Kebenaran Khobar adalah : Kesesuaian Khobar pada Faktanya.
Sedangkan Kedustaan khobar adalah : tidak sesuainya Khobar pada Faktanya.

Pada Jumlah ُّ ُّ‫ي ُّ ُم ِقيْم‬ َ , itu jika nisbat kalam yang dipahami (tetapnya Sifat Muqim
ٌّ ‫ع ِل‬
bagi Ali) dari jumlah itu sesuai dengan kenyataannya maka dikatakan Khobar yang
Benar, jika tidak benar maka dikatakan Khobar yang dusta.

Pada masing-masing Jumlah itu memiliki dua rukun yaitu :


Mahkum Alaih, disebut juga sebagai Musnad Ilaih seperti Fa'il, Na'ibul Fail,
Mubtada' yang memiliki khobar.
Mahkum Bih, disebut juga sebagai Musnad seperti Fi'il, dan Mubtada' yang cukup
dengan fa'il yang dirofa'kan.

Kalam Khobar
Khobar itu adakalanya berupa Jumlah Fi'liyyah dan adakalanya berupa Jumlah
Ismiyyah.
Jumlah Fi'liyyah adalah : Jumlah yang difungsikan untuk memberikan faidah suatu
kejadian pada zaman tertentu serta ringkas (tidak butuk Qorinah seperti :
Sekarang, Kemarin, atau besok).
dan terkadang berfaidah Istimror tajaddudy (Berlansung terus menerus secara
bertahap) disebabkan adanya indikasi (qorinah) dengan syarat jika berupa Fi'il
Mudhori' seperti ucapan Thorif bin Tamim Al-Anbary yang menyifati dirinya sendiri
dengan seorang pemberani.
َ ‫أ َ َو ُكلَّ َم‬
َّ ‫اُّو َردَ ْتُّ ُع َكا ُظُّقَبِ ْيلَةُُُُّّّّبَعَث ُ ْواُّإِلَ َّيُّ َع ِر ْيفَ ُه ُّْمُّيَت َ َو‬
ُّ‫س ُم‬
"Apakah (orang Arab telah mendatangi pasar Ukadz), bilamana suatu Qobilah dari
mereka sampai dipasar Ukadz, Maka mereka mengirimkan pemimpin mereka padaku
untuk meneliti satu persatu (apakah aku ikut bersama mereka atau tidak?) ".
Jumlah Ismiyah adalah : Jumlah yang difungsikan hanya murni menetapkan hukum
musnad pada musnad ilaih. seperti :
ُُّّ‫ض ْيئَة‬
ِ ‫سُّ ُم‬ َّ ‫ال‬
ُ ‫ش ْم‬
= Matahari itu menerangi.
dan terkadang berfaidah Istimror (terus menerus) sebab adanya indikasi (qorinah),
jika khobarnya tidak berupa kalimah fi'il. contoh :
ُّ‫ال ِع ْل ُمُّنَا ِفع‬ = Ilmu itu bermanfaat.

Secara asal, Khobar itu disampaikan dengan bertujuan :


1. Memberi faidah kepada Mukhotob tentang hukum yang terkandung dalam jumlah
itu. seperti dalam perkataan kita :
ُّ‫ض َرُّاأل َ ِمي ُْر‬
َ ‫َح‬
= Pemimpin itu telah hadir.
karena kita bertujuan menyampaikan kepada Mukhotob bahwa tetapnya kehadiran
pemimpin itu telah terwujud dan nyata sesuai faktanya.
2. Memberikan faidah bahwa Mutakallim itu mengetahui khobar itu. contoh :
ُّ‫تُّأ َ ْم ِس‬
َ ‫ض ْر‬ َ ‫أ َ ْن‬
َ ‫تُّ َح‬
= engkau telah hadir kemarin.
Karena kehadirannya itu telah diketahui oleh Mutakallim sendiri sebelum diberitahu.

Hukum yang dituju pada khobar disebut : Faidah Khobar.


Mutakallim yang mengetahui tentang khobar disebut Lazim Faidah.

Macam-macam Khobar.
Sekiranya tujuan Mukhbir (orang yang menyampaikan berita) itu memberi faidah
pada Mukhotob, maka sebaiknya kalam itu diringkas menurut kadar kebutuhan
karena dikhawatirkan adanya Al-Laghwu (Ucapan yang sia-sia).
Jika Mukhotob merupakan Kholi Dzihny (orang yang hatinya sepi dari membenarkan
atau mendustakan khobar/ belum tahu sama sekali tentang khobar) dari hukum,
maka khobar disampaikan tanpa menggunakan taukid (kata penguat).
contoh :
ُّ‫ = أ َ ُخ ْو َكُّقَادِم‬Saudaramu (lk) datang.

Jika Mukhotob merupakan orang yang ragu-ragu serta berusaha untuk mengetahui
khobar, maka sebaiknya menguatkan khobar. seperti :
َ ‫ِإ َّنُّأَخ‬
ُّ‫َاكُّقَادِم‬ = Sesungguhnya Saudaramu (lk) datang.
Jika Mukhotob merupakan orang yang mengingkari khobar (berkeyakinan
sebaliknya), maka harus mendatangkan khobar dengan satu penguat atau dua
penguat atau lebih dengan melihat tingkatan ingkarnya.
seperti :
َ ‫ِإ َّنُّأَخ‬
ُّ‫َاكُّقَادِم‬ = Sesungguhnya Saudaramu (lk) datang.
َ ‫ِإ َّنُّأَخ‬
ُّ‫َاكُّلَقَادِم‬ = Sesungguhnya Saudaramu (lk) benar-benar datang.
َ ‫ُّ ِإ َّنُّأَخ‬،ِ‫َوهللا‬
ُّ‫َاكُّلَقَادِم‬ = Demi Allah, Sesungguhnya Saudaramu (lk) benar-benar
datang.

Dengan menisbatkan pada sepinya khobar dari taukid dan adanya taukid pada
khobar, maka Khobar terbagi menjadi tiga macam seperti yang telah kamu ketahui.
Bentuk yang pertama (sepinya khobar dari taukid) disebut : Ibtida'i.
Bentuk ke 2 (mendatangkan khobar dengan satu taukid) disebut : Tholaby.
Bentuk ke 3 (kewajiban mendatangkan khobar dengan satu taukid atau lebih)
disebut : Inkary.

Lafadz Taukid (penguat) dengan menggunakan lafadz :

َُّّ َ ‫ُّأ‬،‫ِإ َّن‬


1. ُّ‫ن‬ = Sesungguhnya
ُّْ ‫الَ ْمُّإ ْبتِدَا‬
2. ُّ‫ء‬ = Sungguh
3. Huruf Tanbih (Peringatan) seperti : ُّ‫ُُّّأ َ َما‬،َ‫(أَال‬ingatlah).
4. Huruf Qosam (sumpah).
5. Huruf Zaidah (tambahan).seperti ba' zaidah.
6. Pengulangan lafadz (takrir).
7. ُّ‫قَ ُّْد‬ = Sungguh, benar-benar.
8. ‫أ َ َّما‬ yang menjadi Syarat.

Dan termasuk juga :


a. Menggunakan Jumlah ismiyah, karena itu lebih kuat dari pada jumlah Fi’liyyah.
b. Mendahulukan Fa’il maknawi contoh : ‫ر‬ َُّ ‫ض‬
َ ‫األميرُّح‬
ُ
c. Lafadz ُّ‫إنَّ َما‬contoh : ُّ‫إنَّ َماُّخا َ ِلدُّقَائِم‬
d. ُ ُّ‫زَ يْد‬
Dhomir Fashol Contoh : ‫ه َوُّالقَائِ ُُّم‬

Kalam Insya'
Kalam Insya' itu adakalanya Tholaby atau Ghoiru Tholaby.
Insya' tholaby adalah : Kalam yang menuntut pada sesuatu yang dituju yang belum
didapatkan saat penuntutan.
Insya' Ghoiru Tholaby adalah : Kalam yang tidak menuntut pada sesuatu yang
dituju yang belum didapatkan saat penuntutan.
Insya' Tholaby, terdapat 5 macam : Amar(perintah), Nahy (larangan), Istifham
(bertanya), Tamanni (berharap), Nida' (kata seru).

Amar (Perintah).
yaitu : Menuntut suatu pekerjaan dengan ucapan tertentu secara Isti'la' (merasa
tinggi derajatnya).
amar memiliki 4 macam Shigot (bentuk kalimat) yaitu :
a. Fi'il Amar, Contoh =
ٍُُّّ‫ابُّ ِبقُ َّوة‬
َ َ ‫ = ُخذُِّال ِكت‬Ambilah Kitab itu (Taurot) dengan sungguh-
sungguh. (Surat Maryam : 12)
b. Fi'il Mudhori yang bersamaan dengan Lam amar, Contoh :
‫س َعتِ ُِّه‬ َ ُّ‫ٍُّم ْن‬
ِ ‫س َعة‬ َ ‫ = ِليُ ْن ِف ْقُّذ ُ ْو‬Hendaklah orang yang mampu itu
menafkahkan menurut kemampuannya . (Surat Ath-Tholaq : 7)
c. Isim Fi'il Amar, Contoh :
ُّ‫ح‬ُّْ َ‫علَىُّالفَال‬ َ ُّ‫ي‬َّ ‫ = َح‬marilah menuju kebahagiaan.
d. Isim Masdar yang menjadi pengganti dari Fi'il Amar, contoh :
ُِّ ‫س ْعيًاُّفِ ْيُّال َخي‬
‫ْر‬ َ = Sungguh berusahalah dalam melakukan
kebaikan

Dan terkadang Sighot Amar itu keluar dari arti aslinya menjadi arti yang lain yang
bisa dipahami dengan alur pembicaraan (Siyaqul kalam) dan Indikasi keadaan.
seperti :
a. Do'a, (yaitu : menuntut suatu pekerjaan dengan cara merendah atau sopan, baik
orang yang menuntut itu rendah atau tinggi ataupun sama derajatnya) contoh :
َُّ َ ‫ = أ َ ْو ِز ْع ِن ْيُّأ َ ْنُّأ َ ْش ُك َرُّنِ ْع َمت‬mohon Berikan Ilham padaku untuk
ُّ‫ك‬
mensyukuri nikmat-Mu (Surat An-Naml : 19) .
b. Iltimas (yaitu : menuntut suatu pekerjaan secara halus tanpa adanya Isti’la’ atau
merendahkan diri baik orang yang memerintah itu lebih tinggi derajatnya, atau
lebih rendah atau sama). seperti ucapanmu terdapap teman sebayamu :
َُّ َ ‫ْطنِ ْيُّال ِكت‬
ُّ‫اب‬ ِ ‫أَع‬ = berikan padaku kitab itu.
c. Tamanni (yaitu : Perintah suatu perkara yang disenangi tanpa adanya sifat toma'),
contoh :
ُّ‫ُّم ْن َكُّ ِبأ َ ْمثَ ِل‬
ِ ‫صبَا ُح‬
ْ ‫ُّو َماُّاإل‬ ُ ‫ُُّالط ِو ْيلُُّأَالَُّا ْن َج ِل ْيُُُُّّّّ ِب‬
َ ٍ‫صبْح‬ ّ ‫أَالَُّأَي َهاُّاللَّ ْيل‬
Ingatlah, wahai Sang malam yang panjang!, tampakkanlah dengan waktu shubuh, dan
tiadalah kenampakan waktu shubuh darimu itu lebih utama (disisiku).
d. Tahdid (Mengancam), contoh :
ُّ‫ِإ ْع َملُ ْواُّ َماُّ ِشئت ْم‬
= Kerjakanlah sesuka hati kalian ! (Maka
kalian akan melihat balasannya dihadapan kalian ) . (Surat
Fushilat : 40)

e. Ta'jiz (melemahkan), Contoh :


ُ ‫يَاُّلَبَ ْك ٍرُّأ َ ْنش ُِر ْواُّ ِل ْيُّ ُكلَ ْيبَاُُُُّّّّيَالَ َب ْك ٍرُّأَيْنَ ُّاَيْنَ ُّال ِف َر‬
ُّ‫ار‬
Wahai Bakar, hidupkanlah kembali Kulaib, Hai Bakar dimana? dimana engkau akan
lari?

f. Taswiyyah (menyamakan), Seperti Firman Allah :


ُّ‫علَ ْي ُك ْم‬
َ ُّ‫س َواء‬ ْ َ‫ص ِب ُر ْواُّأ َ ْوُّالَُّت‬
َ ُّ‫ص ِب ُر ْوا‬ ْ ‫صلَ ْوهَاُّ ِإ‬
ْ ‫إ‬
Masuklah kalian ke dalamnya (rasakanlah panas apinya), Bersabarlah kalian ataukah
janganlah sabar kalian, sama saja bagi kalian. (Surat At-Thur : 16)

Karena terkadang disalah persepsikan bahwa sabar itu bermanfaat, maka hal itu
mendorong untuk menyamakan bagi mereka antara sabar dan tidak dalam hal sama-
sama tiada bermanfaat.

Nahi (Larangan)
Adalah : tuntutan meninggalkan suatu pekerjaan secara Isti'la' (merasa tinggi
derajatnya).
Nahi memiliki 1 macam Shigot (bentuk kalimat) yaitu : Fi'il Mudhori' yang
bersamaan dengan La nahi.

Seperti Firman Allah :


.‫صالَ ِح َها‬
ْ ‫ضُّ َب ْعدَُّإ‬ ْ ُّ‫َوالَُّت ُ ْف ِسد ُْواُّ ِف ْي‬
ِ ‫األر‬
“Janganlah kalian berbuat kerusakan di bumi setelah memperbaikinya” (Surat Al-
A’rof : 56)

Dan terkadang Sighot Nahi itu keluar dari arti aslinya menjadi arti yang lain yang
bisa dipahami dari maqom/Keadaan dan alur pembicaraan (Siyaqul kalam). seperti :
a. Do'a, (yaitu : tuntutan untuk meninggalkan suatu pekerjaan dengan cara merendah
atau sopan) contoh pada Firman Allah :
َُّ ‫يُّاأل َ ْعدَا‬
ُّ‫ء‬ ْ ‫فَالَُّت ُ ْش ِم‬
َ ‫تُّ ِب‬ = Mohon Janganlah kau membuat gembira para
musuh dengan melihatku (Surat Al-A’rof : 150).
b. Iltimas (yaitu : Tuntutan meninggalkan suatu pekerjaan tanpa adanya Isti'la' atau
merendahkan diri). seperti ucapanmu terdapap teman sebayamu :
َُّ ‫تىُّأر ِج َعُّإلَي‬
ُّ‫ْك‬ ْ ِ ْ‫الَتَب َْرح‬
‫ُّم ْنُّ َم َكا ِن َكُّ َح‬ = Janganlah kau pindah dari tempatmu,
sampai aku kembali padamu.
c. Tamanni, contoh :
ْ َ‫فُّالَُّت‬
ُّ‫طلُ ْع‬ ُ ُُّ‫َياُّلَ ْيل‬
ُ ‫ط ْلُّ َياُّن َْو ُم‬
ُ ُّ‫ُّز ْلُُُُّّّّ َيا‬
ْ ‫ص ْب ُحُّ ِق‬
Wahai Malam, panjangkan waktumu, wahai tidur hilanglah, wahai Waktu subuh
berhentilah, janganlah kau nampak.
d. Tahdid (Mengancam), Seperti ucapanmu kepada pelayanmu :
ُّْ ‫الَُّت ُ ِط ْعُّأ َ ْم ِر‬
ُّ‫ي‬ = Jangan kau patuhi perintahku !,
(Maka akan kau rasakan akibatnya).

Istifham (Bertanya)
Adalah : Menuntut suatu informasi atau pengetahuan atas terjadinya sesuatu
dengan alat tertentu.
Alat untuk bertanya :
ّ ‫ُّأ‬،‫ُّ َك ْم‬،‫ُّأَنى‬،ُّ َ‫ُّأَيْن‬،‫ْف‬
ُّ‫ي‬ َ ‫ُّ َكي‬،ُّ َ‫ُّأَيَّان‬،‫ُّ َمتى‬،ُّ‫ُّ َم ْن‬،‫ُّ َما‬،‫ُّه َْل‬،‫الهمزة‬
Hamzah (‫)أ‬
Hamzah berfungsi untuk menuntut Tashowwur atau Tasdhiq.
Tashowwur adalah : mengetahui mufrod (sesuatu selain terjadinya penisbatan atau
tidak)
Seperti Ucapanmu :
ُّ‫سافِرُّأ َ ْمُّخَا ِلد‬
َ ‫يُّ ُم‬ َ َ ‫ = أ‬Apakah Ali itu Orang yang pergi ataukah Kholid ?.
ٌّ ‫ع ِل‬
dengan berkeyakinan bahwa bepergian itu dilakukan oleh salah satu dari keduanya,
tetapi engkau menuntut kejelasannya, maka dari itu dijawab dengan menentukan
salah satunya, semisal dijawab : “Ali”.
Tasdhiq yaitu mengetahui bahwa penisbatan antara dua perkara itu terjadi sesuai
dengan fakta atau tidak.
Contoh :
ُّ‫ي‬
ٌّ ‫ع ِل‬ َ َ‫أ‬
َ ُّ‫سافَ َر‬
= Apakah Ali telah pergi?.
engkau bertanya tentang terjadinya pekerjaan"bepergian" atau tidak ? maka
dijawab dengan : ya atau tidak.
Sesuatu yang ditanyakan dalam Tashowwur itu Lafadz yang bersanding dengan
hamzah dan adanya kata pembanding yang disebutkan setelah Am. Kata Am disini
disebut : Am Muttasil. maka kamu akan mengucapkan ketika bertanya tentang
Musnad ilaih : "
ُّ‫فُّ؟‬
ُ ‫س‬ َ ‫تُّفَعَ ْل‬
ُ ‫تُّ َهذَاُّأ َ ْمُّي ُْو‬ َ ‫أَأ َ ْن‬ = Apakah kamu telah mengerjakan ini
ataukah Yusuf?.
dan bertanya tentang Musnad :
َ ‫ُّاألم ِرُّأ َ ْم‬
ُّ‫ُّرا ِغبُّفِ ْي ِه‬ ْ ‫ع ِن‬ َ ‫ُّرا ِغبُّأ َ ْن‬
َ ُّ‫ت‬ َ َ‫أ‬ = Apakah Kamu membenci perkara ini
ataukah kamu menyukainya?.
dan bertanya tentang Maf'ul bih :
‫صدُُّأ َ ْمُّخَا ِلدًاُّ؟‬ َ ‫أَُّإِي‬
ِ ‫َّايُّت َ ْق‬ = Apakah aku yang engkau tuju
ataukah kholid ?.
dan bertanya tentang Hal :
‫ئتُّأ َ ْمُّ َما ِشيًاُّ؟‬
َ ‫ًاُّج‬ َ َ‫أ‬
ِ ‫ُّرا ِكب‬ =Apakah dengan berkendaraan engkau
datang ataukah dengan berjalan kaki?.
dan bertanya tentang Dhorof :
‫تُّأ َ ْمُّ َي ْو َمُّال ُج ْمعَ ِةُّ؟‬
َ ‫أَُّيَ ْو َمُّالخ َِمي ِْسُّقَد ِْم‬ = Apakah pada hari kamis engkau
datang ataukah pada hari jum'at?. dan
begitu seterusnya.

dan terkadang tidak disebutkan kata pembandingnya. contoh :


ُّ‫تُّ َكذَاُّ؟‬ َ ‫تُّفَ َع ْل‬
َ ‫أَُّأ َ ْن‬ = Apakah Kamu telah melakukan ini?.
ُّ‫ُّاألم ِرُّ؟‬
ْ ‫ع ِن‬ َ ُّ‫ت‬َ ‫ُّرا ِغبُّأ َ ْن‬
َ َ‫أ‬ = Apakah Kamu benci perkara ini?.
‫صدُُّ؟‬ َ ‫أَُّ ِإي‬
ِ ‫َّايُّت َ ْق‬ = Apakah aku yang engkau tuju?.
‫ئتُّ؟‬
َ ‫ًاُّج‬ِ ‫ُّرا ِكب‬ َ َ‫أ‬ = Apakah dengan berkendaraan kau datang?.
‫تُّ؟‬ َ ‫أَُّيَ ْو َمُّالخ َِمي ِْسُّقَد ِْم‬ = Apakah pada hari kamis engkau datang?.

Sedangkan Sesuatu yang ditanyakan dalam Tashdiq adalah Nisbat (keadaannya


dalam aspek terjadinya sesuatu atau tidak) serta tidak adanya Lafadz pembanding.
maka apabila Am terletak setelah Jumlah yang menunjukkan suatu nisbat, maka am
itu dikira-kirakan sebagai Am Munqoti' (terputus) dan bermakna seperti Bal
(bahkan).

ُّ
ُّ‫ه َْل‬
berfungsi untuk menuntut Tasdhiq saja.
Contoh :
‫ص ِد ْيقُ َكُّ؟‬
َ ُّ‫ه َْلُّ َجا َء‬ = Apakah temanmu telah datang?.
jawabnya adalah ya atau tidak.
maka dari itu tidak perlu menyebutkan Lafadz pembanding. maka tidak boleh
diucapkan :
ُّ‫كُّ؟‬ َ ُّ‫ص ِد ْيقُ َكُّأ َ ْم‬
َ ‫عدُو‬ َ ُّ‫ = ه َْلُّ َجا َء‬Apakah temanmu telah datang ataukah musuhmu?.
ُّْ ‫ه‬itu disebut Bashithoh, jika yang ditanyakan mengenai wujudnya sesuatu pada
ُّ ‫َل‬
dzatnya. contoh :
ُ ‫ه َْلُّالعَ ْنقَا ُءُّ َم ْو‬
ُّ‫ج ْودَةُُّّ؟‬ = Apakah burung Anqo' itu ada?.
dan disebut Murokkabah, jika yang ditanyakan mengenai wujudnya sesuatu pada
sesuatu yang lain. Contoh :
ُ ‫ُّوت ُ ْف ِر‬
ُّ‫خُّ؟‬ َ ‫ْضُّال َع ْنقَا ُء‬
ُ ‫ = ه َْلُّتَ ِبي‬Apakah burung Anqo'itu bertelur dan menetas ?

‫َما‬
berfungsi untuk menuntut penjelasan suatu nama.
Contoh :
ُّ‫جد ُُّ؟‬
َ ‫َماُّال َع ْس‬ = Apa ‘asjad itu?. (Maka dijawab : itu adalah emas)
ُ ‫َماُّالل َجي‬
ُّ‫ْنُّ؟‬ = Apa Lujain itu?. (Maka dijawab : itu adalah perak)

atau berfungsi untuk menanyakan tentang hakikat suatu nama benda.


Contoh :
ُ ‫س‬
ُّ‫انُّ؟‬ َ ‫َماُّاإل ْن‬ = Apa hakikat Manusia itu? (dengan menanyakan hakikat
perorangan pada manusia, maka dijawab : bahwa perorangan manusia tidak bisa
bertambah pada hakikatnya kecuali adanya hal-hal yang baru) .

atau berfungsi untuk menanyakan tentang keadaan(sifat) perkara yang disebutkan


beserta ma. seperti ucapanmu kepada orang yang mendatangimu :
َ ‫َماُّأ َ ْن‬
ُّ‫تُّ؟‬ = Apa keperluanmu? (maka dijawab :”Aku berziaroh atau aku
utusan dari Kholid”.
‫َمن‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang orang-orang yang berakal.
Contoh :
ُّ‫ص َرُّ؟‬ ِ ‫َم ْنُّفَت َ َح‬
ْ ‫ُّم‬ = Siapa Orang yang menahklukan Mesir? (maka dijawab : Amr bin
Ash pada zaman pemerintahan Kholifah Umar bin Khotob).
‫َمتَى‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang waktu yang telah lewat atau yang akan
datang (atau yang terjadi sekarang).
Contoh :
ُّ‫ئت‬
َ ‫تىُّج‬
ِ ‫َم‬ = Kapan Engkau datang ? (maka dijawab : Waktu sahur)
ُ ‫ََ َمتىُّتَذه‬
‫َبُّ؟‬ = Kapan kamu akan pergi?(maka dijawab : sekarang atau
besok).

َ َّ‫أَي‬
‫ان‬
berfungsi khusus untuk menuntut kejelasan masa yang akan datang. dan Lafadz َ ‫أ َ َّي‬
‫ان‬
digunakan pada tujuan Tahwil (memandang besar suatu perkara).
Seperti Firman Allah :
ُّ‫َيسْألُُّأَيَّانَ ُّ َي ْو ُمُّال ِق َيا َم ِةُّ؟‬ = Ia bertanya : kapankah Hari kiamat itu ?.

‫ف‬
َ ‫كَي‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu keadaan.
Contoh :
َ ‫ْفُّأَ ْن‬
ُّ‫تُّ؟‬ َ ‫َكي‬ = Bagaimana keadaanmu?.

‫أَي َن‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu tempat.
Contoh :
ُ ‫أَيْنَ ُّت َ ْذه‬
ُّ‫َبُّ؟‬ = ke mana engkau akan pergi?.

‫أَنى‬
berfungsi seperti Kaifa contoh :
‫أنىُّي ُْحيُِّهذهُّهللاُُّبَ ْعدَُّ َم ْو ِت َهاُّ؟‬
= Bagaimana Allah menghidupakan negeri ini setelah
matinya (Ahli Qoryah) ?. (Surat Al-Baqoroh : 259).

berfungsi seperti Min Aina contoh (dalam Surat Ali Imron : 37) =
َ ُّ‫يَاُّمريمُّأَنىُّلَ ِك‬
ُّ‫هذَاُّ؟‬ = Hai Maryam, Dari manakah makanan ini?.

berfungsi seperti Mata contoh :


ِ ‫ُّزيَادَةُُّالنَّ ْي‬
ُّ‫ل؟‬ ِ ‫ون‬ُ ‫أنىُّتَ ُك‬ = Kapan bertambahnya sungai Nil?.
‫كَم‬
berfungsi untuk menuntut kejelasan tentang suatu hitungan yang samar.
Contoh :
ُّ‫َك ْمُّلَ ِبثت ْمُّ؟‬ = Berapa lama kalian berdiam diri?. (Surat Al-kahfi :19)

‫أَي‬
berfungsi untuk menuntut perbedaan salah satu dari dua perkara yang berkumpul
dalam satu perkara yang mencakup keduanya.
Contoh :
َ ُّ‫ = أَيُّالفَ ِر ْيقَي ِْن‬Manakah Dua kelompok (Kafir dan Mu’min) yang lebih
ُّ‫خيْرُّ َمقَا ًماُّ؟‬
baik tempat tinggalnya ?. (Surat Maryam : 73)

Berfungsi juga untuk menanyakan tentang waktu, tempat, keadaan, hitungan orang
yang berakal, dll dengan memandang pada lafadz yang disandarkan.

Dan terkadang Lafadz-lafadz Istifham itu keluar dari arti aslinya menjadi arti
yang lain, yang bisa dipahami dari alur pembicaraan (Siyaqul kalam). seperti :
a. Taswiyah (menyamakan), contoh :
ُ ‫علَ ْي ِه ْمُّأَأ ْنذَ ْرتَ ُه ْمُّأمُّ َل ْمُّت ُ ْنذ ِْرء‬
ُّ‫ه ُّْم‬ َ ُّ‫س َواء‬
َ = sama saja apakah kamu memperingatkan mereka
atau tidak ? (Surat Al-Baqoroh :6) .
b. Nafi (Meniadakan). seperti:
ُُّ ‫س‬
‫ان‬ َ ‫ُّاإلح‬
ْ ‫ان ُّإال‬ ِ ‫س‬ َ ‫ = ه َْل ُّ َجزَ ا ُء ُّاإلح‬Tiadalah Balasan untuk berbuat kebaikan kecuali
dengan berbuat kebaikan (Surat Ar-Rohman : 60).
c. Ingkar (Mengingkari), contoh :
َ َ‫أ‬
ُ ‫غي َْرُّهللاُِّت َ ْد‬
‫ع ْونَ ُّ؟‬
Apakah pada selain Allah kalian menyembah ? (Surat Al-An’am :40)
َ ‫ُّأَلَي‬
‫ْسُّهللاُُّبِ َكافٍ ُّ َع ْبدَهُُّ؟‬
Bukankah Allah itu mencukupi Hamba-Nya ? (Surat Az-Zumar :36)

d. Amar (Perintah), contoh :


ُّ‫لُّأَنتمُّ ُم ْنت َ ُه ْونَ ُّ؟‬
ْ ‫فَ َه‬ = maka Berhentilah !. (surat Al-Maidah : 91)
ْ َ ‫أَأ‬
ُّ‫سلَ ْمت ْم؟‬ = maukah masuk islam ? !. (Surat Ali Imron : 20)

e. Nahi (Larangan), Contoh :


ْ َ‫أَت َ ْخش َْونه ْمُّفَاهللُُّأ َ َحقُّأ َ ْنُّت‬
ُّ‫خش َْوهُُّ؟‬
= Apakah kalian takut pada mereka? Padahal Allah itu lebih berhak kalian takuti.
(Surat At-taubah : 13)
f. Tasywiq (Memotifasi), contoh :
‫بُّأ َ ِلي ٍْمُّ؟‬
ٍ ‫عذَا‬ ِ ‫ارةٍُّت ُ ْن ِج ْي ُك ْم‬
َ ُّ‫ُّم ْن‬ َ ُّ‫ه َْلُّأَد ُل ُك ْم‬
َ ‫علَىُّ ِت َج‬
Apakah Aku tunjukkan pada perdagangan yang menyelamatkan kalian dari siksa yang
pedih ? (Surat Ash-Shof : 10).
g. Ta'dhim (Mengagungkan), contoh :
ُّ‫ع ْندَهُُّ ِإالَُّّ ِبإ ِ ْذ ِن ِهُّ؟‬ ْ ‫َم ْنُّذَاُّالَّذ‬
ِ ُّ‫ِيُّ َي ْشفَ ُع‬
Siapakah yang bisa memberi syafa’at disisi Allah tanpa Idzin-Nya ? (Surat Al-
Baqoroh : 255)
h. Tahkir (Menghina), contoh :
ً ِ‫اُّالذيُّ َمدَ ْحتَهُُّ َكث‬
‫يراُّ؟‬ ْ َ‫أَُّ َهذ‬
Apakah hanya pada orang ini engkau sering memujinya ?.

Tamanni (Berharap)
Adalah : Menuntut sesuatu yang disukai yang tidak bisa diharapkan terwujudnya
karena merupakan hal yang mustahil atau sulit terjadinya.
Contoh ucapan Penyair :
ُ ‫ابُّ َيعُ ْودُُّ َي ْو ًماُُُُّّّّفَا ُ ْخ ِب ُرهُُّ ِب َماُّفَ َع َلُّال َم ِشي‬
ُّ‫ْب‬ َ ‫أَالَُّلَي‬
َّ ‫ْتُّال‬
َ ‫ش َب‬
Ingatlah, seandainya pada suatu hari masa muda itu kembali, maka akan aku
ceritakan padanya atas sesuatu yang telah dilakukan oleh masa tua.
Dan seperti ucapan orang miskin :
ُّ‫َار‬ َ ‫ْتُّ ِل ْيُّأ َ ْل‬
ٍ ‫فُّ ِد ْين‬ َ ‫لَي‬
Seandainya aku mempunyai uang seribu dinar !

Dan jika Perkara tersebut bisa diharapkan terwujudnya, maka mengandai-andai


perkara tersebut disebut : Tarojji.
Contoh :
‫ِثُّ َب ْعدَُّذَ ِل َكُّأَ ْم ًرا‬
ُ ‫لَ َع َّلُّهللاُُّي ُْحد‬
Semoga Allah menjadikan setelahnya perkara lain (yang menyenangkan).

Tamanni itu memiliki 4 alat :


Yang satu merupakan Kata Ashli yaitu :

1. َ ‫لَي‬
ُّ‫ْت‬
Sedangkan yang tiga adalah Kata tidak Ashli yaitu :

2. ُّ‫ه َْل‬ , Contoh :


‫شفَ َعا َءُّفَيَ ْشفَعُ ْواُّلَنَا‬ ِ ‫فَ َه ْلُّلَن‬
ُ ُّ‫َاُّم ْن‬
Adakah bagi kami orang-orang yang menolong, sehingga menolong kami.
(S. Al-A’rof : 52).

3. ُّ‫لَ ْو‬ , Contoh :

ِ َ‫فَلَ ْوُّأ َ َّنُّلَنَاُّ َك َّرةًُّفَ َن ُك ْون‬


ُّ‫ُّمنَ ُّال ُمؤْ ِمنِي َْن‬
Seandainya bagi kami bisa kembali ke dunia, maka kami akan beriman. (Surat Al-
Baqoroh : 167).

4. ُّ‫لَ َع َّل‬ , Contoh ucapan penyair (Abbas bin Ahnaf) :

ُّ‫ُُّّلَ َع ِلّ ْيُّ ِإلَىُّ َم ْنُّقَدُّْه ََويْتُ ُّأ َ ِطي ُْر‬-ُُّ‫طاُّ َم ْنُّيُ ِعي ُْرُّ َجنَا َحه‬ َ ‫أَس ِْر‬
َ َ‫بُّالق‬
Wahai Segerombol burung Qotho’, Siapakah yang mau meminjamkan sayapnya?,
Seandainya aku bisa terbang menuju orang yang aku cintai

Karena menggunakan adat ini dalam Tamanni, maka fi’il mudhori’ yang jatuh
setelahnya itu dinashobkan sebagai jawabnya.

Nida’ (kata Seru)


Adalah : Menuntut menghadapnya mukhotob, dengan menggunakan huruf yang
mengganti kedudukan arti “aku memanggil”
Adat yang digunakan ada 8 yaitu :
‫ُّوا‬،‫ا‬
َ ‫ُّأ َي‬،ُّ‫ُّآي‬،‫ُّآ‬،
ْ ‫أي‬
ْ ُّ،‫الهمزة‬
Hamzah (‫ )أ‬dan ُّ ‫أي‬untuk
ْ panggilan jarak dekat, sedangkan yang lainnya untuk
panggilan jarak jauh. Dan terkadang Panggilan jarak jauh diposisikan untuk panggilan
jarak dekat, maka memanggil dengan Hamzah (‫ )أ‬dan ُّ ‫ي‬ْ ‫أ‬untuk mengisarohkan bahwa
karena sangat menginginkan kehadiran mukhotob dihati Mutakallim, maka seolah-
olah mukhotob seperti orang yang hadir bersamanya, seperti ucapan Penyair

ُ ُّ‫ُّربْعٍُّقَ ْل ِب ْي‬
ُ ‫س َّك‬
ُُّّ‫ان‬ َ ‫اكُّتَيَقَّنُ ْواُُُُُّّّّّ ِبأَنَّ ُك ْمُّفِ ْي‬ ُ َ‫أ‬
ِ ‫س َّكانَ ُّنَ ْع َمانَ ُّاأل َ َر‬
Wahai Penduduk Na’man Arok (Lembah antara makkah dan Thoif), percayalah kalian
bahwa kalian itu berada pada tempat hatiku.
BAB II
DZIKR (PENYEBUTAN KATA) DAN HADZFU (PEMBUANGAN KATA)

Ketika diharapkan memberi faidah kepada Pendengar tentang hukum yang


terkandung pada suatu lafadz, maka Lafadz manapun yang menunjukkan Arti, maka
secara hukum asal adalah dengan menyebutkan lafadz itu.
dan lafadz manapun yang sudah diketahui dalam kalam, karena adanya petunjuk dari
kalam lain pada lafadz tersebut maka secara hukum asal adalah membuang lafadz
itu.
Apabila bertentangan antara dua hukum asal diatas, maka tidak diganti dari
tuntutan salah satunya pada tuntuan yang lain kecuali karena faktor penyebab.

Faktor Penyebab Penyebutan Lafadz :


1. Menambah kemantapan (menjadikan pengakuan bagi mukhotob) dan penjelasan pada
pemahaman pendengar, Contoh :
َُّ ِ‫ُّوُّأُولئ‬
ُّ‫كُّ ُه ُمُّال ُم ْف ِل ُح ْو َن‬ َ ُّ‫أُولَئِ َك‬
ِ ‫علَىُّ ُهد‬
َ ‫ًىُّم ْن‬
َ ‫ُّر ِبّ ِه ْم‬
Mereka adalah orang yang mendapat petunjuk dari Tuhan mereka dan Mereka
adalah orang yang bahagia.

Penjelasan :
Pada ayat diatas disebutkan Isim Isyaroh yang kedua karena adanya tujuan
tersebut dengan memberi faidah tentang keistimewaan mereka sebagai masing-
masing dari keberuntungan diakhirot, dan mendapat petunjuk didunia, Seandainya
tidak disebutkan maka akan menimbulkan persepsi bahwa keistimewaan mereka itu
secara kompleks.

2. Tasjil (memberi catatan hukum/ laporan) pada pendengar hingga tidak


dimungkinkan adanya pengingkaran. seperti ketika hakim berkata kapada Saksi :
"Apakah Zaid ini mengakui bahwa ia mempunyai kewajiban begini ?" lalu saksi
menjawab :
َ ُّ‫ُّزَ يْدُّهذاُّأقَ َّرُّبأ َ َّن‬،ُّ‫نَ َع ْم‬
.‫ع َل ْي ِهُّ َكذَا‬
Ya, Zaid ini telah mengakui bahwa ia mempunyai kewajiban begini.

Faktor Penyebab Pembuangan Lafadz :


1. Menyamarkan suatu perkara pada selain mukhootob, Contoh :
َُّ‫أ َ ْقبَل‬ = Dia telah datang (dengan menghendaki Ali misalnya).
Kalau seumpama disebutkan : ُّ ‫ي‬ َ ُّ ‫أ َ ْق َب َل‬, maka orang yang duduk disekitarnya (selain
ُّّ ‫ع ِل‬
Mukhotob) akan mencari sehingga jelas tidak ada tujuan menyamarkan.
2. Sempitnya kesempatan, disebabkan adakalanya karena merasa susah atau bosan,
Contoh :
َ ُّ‫ُّو ُح ْزن‬
ُّ‫ط ِو ْي ُل‬ َ ‫س ْهرُّدَائِم‬ َ ُّ ُ‫ْفُّأ َ ْنتَ ُّقُ ْلت‬
َ ُُُُُُُّّّّّّ‫ع ِل ْيل‬ َ ‫قَالَُّ ِل ْيُّ َكي‬
Dia berkata padaku : "Bagaimana kabarmu ? lalu aku menjawab : "Sakit, selalu tidak
tidur malam, dan susah terus"
membuang Musnad Ilaih yaitu : ُّ‫(أَنَا‬saya), karena merasa susah.

Dan adakalanya karena takut kehilangan kesempatan, seperti ucapan seorang


pemburu ketika melihat Kijang :
ُّ‫ = غَزَ ال‬Kijang ! (ini Kijang).
Membuang Musnad Ilaih yaitu : ُّ‫هذَا‬
َ (ini), karena khawatir kehilangan buruan).
3. Menjadikan Umum serta meringkas, contoh :
ُّ‫الم‬
ِ ‫س‬ ُ ‫َوُّهللاُُّ َي ْد‬
َّ ‫عوُّ ِإلىُّدَ ِارُّال‬
Dan Allah mengajak menuju tempat keselamatan (pada semua Hamba-Nya).
Membuang Maf'ul Bih yaitu : ُّ ‫جميع ُّعباده‬
َ (Semua hamba-Nya), karena dengan
Pembuangan tersebut itu menunjukkan keumuman.
4. Memposisikan Fi'il Muta'adi sebagai Fi'il Lazim karena tidak adanya hubungan
tujuan dengan Ma'mul,
Contoh :
‫ونُّوُّال ِذيْنَ ُّالَُّيَ ْعلَ ُمونُّايُّالدين‬
َ ‫يُّال ِذيْنَ ُّيَ ْعلَ ُم‬
ْ ‫ه َْلُّيَ ْست َ ِو‬
“apakah sama orang yang mengetahui dan tidak mengetahui (agama)”
Membuang Maf'ul Bih yaitu : ُّ ‫( الدين‬Agama), lalu pembuangan itu memposisikan
fiilnya sebagai Fi'il lazim dengan tujuan murni menetapkan fi’il pada fa’ilnya tanpa
memperhatikan keumuman atau kekhususan.

Dan dikategorikan sebagai pembuangan, dengan menyandarkan fi'il pada na'ibul


fa'il,
maka dikatakan : Fa'il dibuang dengan alasan karena takut pada Fa'il (pelaku)
Contoh :
ُّ‫قُتِلَُّقَتِيْل‬ = Korban itu telah dibunuh.
atau ada kekhawatiran buruk pada Fa'il (pelaku) nya,
Contoh :
ُُّ ‫ُّاألمي‬
‫ْر‬ ِ ‫شتِ َم‬ ُ = Pemimpin itu telah dihina.
atau karena sudah mengetahui Fa'il (pelaku) nya,
Contoh :
‫ض ِع ْيفًا‬
َ ُّ‫ان‬ ُ ‫س‬ َ ‫َو ُخلِقَ ُّاإل ْن‬ = Manusia itu dicipatakan dalam keadaan lemah.
atau karena belum mengetahui Fa'il (pelaku) nya,
Contoh :
ُُّ‫س ِرقَ ُّال َمت َاع‬ ُ = harta itu telah dicuri.
Atau untuk menjaga sajak,
contoh :
ُ‫تُّ ِسي َْرت ُ ُّه‬ ْ َ‫س ِري َْرتُهُُّ ُح ِمد‬ َ ُّ‫من‬
ْ َ‫طاب‬
َ ُّ‫ت‬ ْ = barang siapa yang baik hatinya, maka akan dipuji
perilakunya.
Atau menghormati pelaku, jika pekerjaannya itu hina,
contoh :
ُُّ ‫ت َ َكلَّ َمُّ ِب َماُّالَُّ َي ِلي‬
‫ْق‬ = Ia telah berbicara dengan kata yang tidak pantas.
Atau menghina pelaku dengan menjaga lisan dari menyebutkannya,
contoh :
َُّ ‫قَدُّْقِ ْيلَُّ َماُّقِ ْي‬
‫ل‬ = Telah diucapkan sesuatu yang telah diucapkan.

BAB III
TAQDIM (MENDAHULUKAN LAFADZ) DAN
TA'KHIR (MENGAKHIRKAN LAFADZ)

Seperti telah diketahui, bahwasanya tidaklah mungkin mengucapkan kalam


dengan sekali ucapan, tetapi haruslah mendahulukan sebagian juz dan mengakhirkan
sebagian juz yang lain.
dan Sebagian juz itu tidaklah dikatakan lebih tepat untuk didahulukan daripada yang
lain, yang disebabkan adanya kesamaan pada semua lafadz dengan memandang dari
sisi tingkatan I'tibar.
Maka wajib mendahulukan Lafadz karena adanya Faktor penyebab taqdim.
diantaranya adalah :
1. Menimbulkan rasa ingin tahu pendengar pada Lafadz yang diakhirkan, jika Lafadz
yang didahulukan menunjukkan sesuatu yang langka. Contoh pada :
ُّ‫ي‬
ْ ‫ُّوُّهَا ِد‬ َ ُّ‫اُُُّّّسُّفَدَاعٍُّإلَى‬
َ ‫ضالَ ٍل‬ ُ َّ‫فُّالن‬ َ َ‫اختَل‬ َ ‫ُّأم ُرُّاإللَ ِه‬
ْ ‫ُّو‬ ْ َ‫َبان‬
ُّ ‫ج َما ٍُّد‬ ِ ‫تُّال َب ِريَّةُُّفِ ْي ِهُُُُّّّّ َح َي َوانُّ ُم ْستَحْ دَث‬
َ ُّ‫ُّم ْن‬ ْ ‫ار‬َ ‫ِيُّ َح‬ْ ‫والذ‬
Perkara Tuhan telah jelas, sedangkan manusia itu berbeda pendapat. Maka ada yang
mengajak pada kesesatan dan ada orang yang mendapat petunjuk.
“Suatu makhluk yang menjadikan Manusia itu bingung (berbeda pendapat apakah ia
dibangkitkan pada hari kiamat atau tidak?) itu termasuk hewan yang diciptakan dari
sperma”
2. Mempercepat kabar bahagia atau kesusahan.
Contoh :
ُُّّ‫صدَ َرُّ ِب ِهُّاأل َ ْم ُر‬ َ ُّ‫ال َع ْف ُو‬
َ ُّ َ‫ع ْنك‬ = Pengampunan darimu itu berujung pada perkara
yang baik.
Dengan ini Pendengar akan cepat memahami bahwa ucapan itu khobar yang
menyenangkan.
ُّ‫اض ْي‬ ِ َ‫اصُّ َح َُّك َمُّبِ ِهُّالق‬
ُ ‫ص‬ َ ‫ال ِق‬ = Hukum Ekskusi itu telah diputuskan oleh Bapak
Hakim.
Dengan ini Pendengar akan cepat memahami bahwa ucapan itu khobar yang
menyusahkan.
3. Lafad yang didahulukan merupakan perkara yang menimbulkan pengingkaran atau
rasa heran.
Contoh :
ُّ‫ف‬
ِ ‫َار‬
ِ ‫ُِّالزخ‬ ُ َُّ‫أَبَ ْعد‬
َّ ‫ط ْو ِلُّالتَجْ ِربَ ِةُّت َ ْن َخ ِدعُُّ ِب َه ِذه‬
Apakah setelah lamanya melakukan percobaan, engkau merasa tertipu dengan
perhiasan dunia ini.?
4. Mencetuskan Umumus Salbi (‫ )عمومُّالسلب‬atau Salbil Umum (‫)سلبُّالعموم‬.
Umumus Salbi, adalah mejadikan secara umum dalam meniadakan hukum pada
masing-masing bagian lafadz yang menjadi sasaran hukum.
itu terjadi dengan mendahulukan Adat Umum (lafadz yang menunjukkan makna
Umum) dari pada Adat Nafi (lafadz yang menunjukkan peniadaan).
Seperti Sabda Nabi SAW ketika menjawab pertanyaan Dzul Yadain " apakah Anda
mengqoshor Sholat ataukah Anda lupa, Hai Rosulullah" lalu Beliau SaW menjawab :
ُّ‫ُكلُّذلكُّلَ ْمُّيَ ُك ْن‬
Semuanya itu (Lupa dan Qoshor) itu tidak ada.
Artinya : Secara keseluruhan baik qoshor maupun Lupa (secara bersamaan) itu tidak
terjadi.

Umumus Salbi itu terjadi dengan tiga syarat :

a. Lafadz yang pertama bersamaan dengan adat umum.


b. Lafadz yang kedua bersamaan dengan adat nafi.
c. Lafadz yang pertama itu jika diakhirkan maka akan menjadi fail.

Salbil Umum, adalah meniadakan hukum umum (keseluruhan) dari beberapa bagian
yang masih global yang tidak diperinci dan tidak ditentukan apakah itu keseluruhan
atau sebagian, tetapi tetap mencakup pada dua perkara.
itu terjadi dengan mendahulukan Adat Nafi dari pada Adat Umum.
Contoh :
‫لَ ْمُّيَ ُك ْنُّ ُكلُّذلك‬
Semuanya itu (Lupa dan Qoshor) tidak terjadi.
Keterangan : bisa dipersepsikan dengan tetapnya sebagian dan ternafikan sebagian
yang lain. atau bisa dipersepsikan dengan meniadakan kesemua bagian .

5. Menspesifikkan (takhsis), Contoh :


Contoh :
ُُّّ ُ‫َماُّأَنَاُّقُ ْلت‬ = Aku tidak berkata.
ُُُّّ‫ِإيَّاكَ ُّنَ ْعبُد‬ = Hanya kepada Engkau (Allah) kami menyembah.

Untuk Taqdim dan Ta'khir, tidak disebutkan Faktor-faktor khusus karena jika salah
satu dari dua rukun jumlah itu didahulukan maka yang satunya pasti menjadi akhir.
karena keduanya itu saling melengkapi.

BAB IV
QOSHOR

Qoshor adalah : Mengkhususkan suatu perkara dengan perkara yang lain dengan
menggunakan metode / cara tertentu.
Qoshor terbagi menjadi 2 bagian : Qoshor Haqiqi dan Qoshor Idhofy.

Qoshor hakiki
adalah : Qoshor yang cara pengkhususannya dengan memandang pada fakta
dan hakikatnya, tidak memandang pada keterkaitan dengan sesuatu yang lain.
Contoh :
ُّ‫ي‬
ٌّ ‫ع ِل‬ َ ِ‫الَُّ َكات‬
َ ُّ‫بُّفِ ْيُّال َم ِد ْينَةُُِّّإال‬
tidak ada Seorang Penulisspun di Madinah kecuali Ali.
Jika memang faktanya Di Madinah hanyalah Ali saja yang menjadi seorang penulis.
Qoshor Idhofy
adalah : Qoshor yang cara pengkhususannya dengan memandang pada keterkaitan
(hubungan) dengan sesuatu yang lain .
Contoh :
ُُّّ‫َماُّ َع ِل ّيُّإالُّقَائِم‬
tidalah ali kecuali orang yang berdiri.
artinya Ali itu Orang yang berdiri bukan duduk. Serta tidak ada tujuan meniadakan
semua sifat yang dimiliki Ali selain berdiri, seperti membaca, menulis dll. tetapi
tujuannya hanyalah meniadakan sifat duduk saja.
Dari masing-masing qoshor Hakiki maupun Idhofi dengan memandang pada fakta dan
hakikatnya maka terbagi menjadi 2 macam yaitu :
-Qoshor Sifat ala Maushuf
-Qoshor maushuf ala Sifat.

Qoshor Sifat Ala Maushuf


Qoshor Sifat ala Maushuf jika dinisbatkan pada Qoshor hakiki adalah : menghukumi
bahwa Sifat itu hanya dimiliki oleh maushuf dan tidak menjalar pada Semua
maushuf yang lain.
Contoh :
ُّ‫ي‬
ّ ‫ع ِل‬
َ ُّ‫سُّإال‬ ِ َ‫الَُّف‬
َ ‫ار‬ = Tidak ada Penunggang kuda kecuali Ali.
Jika memang secara faktanya Ahli penunggang kuda hanya dimiliki Ali saja.

Qoshor Sifat ala Maushuf jika dinisbatkan pada Qoshor Idhofy adalah :
menghukumi bahwa Sifat itu hanya dimiliki oleh maushuf dan tidak menjalar pada
maushuf lain ditentukan baik satu orang atau lebih, walupun kenyataannya dimiliki
oleh maushuf lain yang tidak ditentukan.
Contoh :
Seperti Mukhotob meyakini bahwa Ahli Penunggang kuda di Tuban adalah Ali,
Ahmad, Karim, dan Abdulloh. Lalu Mutakallim mengatakan :
ُّ‫ي‬
ّ ‫ع ِل‬
َ ُّ‫سُّإال‬ ِ َ‫الَُّف‬
َ ‫ار‬ = Tidak ada Ahli Penunggang kuda kecuali Ali.
Sifat tersebut dikhususkan hanya kepada Ali, dan menafikan Ahmad, karim dan
Abdulloh. Walaupun dalam kenyataanya Ahli Penunggang kuda juga dimiliki oleh
orang lain Misalnya Zaid.

Qoshor Maushuf Ala Shifat


Qoshor Maushuf ala Sifat jika dinisbatkan pada Qoshor Hakiqi adalah :
menghukumi bahwa Maushuf itu hanya Memiliki satu sifat.
Contoh :
ُّ‫َماُّزَ يْدُّإالُّ َكاتِب‬ = Tiadalah Zaid kecuali Seorang Penulis .
Hal ini Jika dikehendaki bahwa Zaid tidak memiliki Sifat yang lain selain penulis.
Jika tidak begitu maka hal semacam ini mustahil terjadi karena mutakalim kesulitan
menemukan beberapa sifat, sehingga memungkinkan ia menetapkan satu sifat, dan
meniadakan sifat lain secara keseluruhan.
Qoshor Maushuf ala Shifat jika dinisbatkan pada Qoshor Idhofi adalah :
menghukumi bahwa Maushuf hanya itu memiliki sifat itu, dan tidak memiliki sifat
lain atau beberapa sifat yang ditentukan.
Contoh :
ُُّّ‫ُّإالُّر ُس ْول‬
َ ‫= َو َماُّ ُم َح َّمد‬Tiadalah Nabi Muhammad kecuali Seorang Rosul.

Maushuf dikhususkan pada satu sifat, dan menafikan sifat lain yang disangka oleh
mukhotob
Hal ini Ketika Orang-orang meyakini bahwa Nabi Muhammad memiliki 2 sifat yaitu :
Sebagai Rosul dan Tidak mungkin wafat. Lalu Diqoshor dengan ucapan Bahwa Beliau
adalah hanya Seorang Rosul. walaupun kenyataannya Sifat Kerosulan juga dimiliki
oleh selainnya seperti Nabi Nuh AS.
Dan sekiranya dengan pemahaman adanya pengqosoran tersebut itu menunjukkan
peniadaan sifat lain (tidak mungkin wafat), maka berarti Kematian itu berhak bagi
Beliau.

Macam-Macam Qoshor Idhofy


dengan memandang Keadaan Mukhotob, maka Qoshor Idhofy terbagi menjadi tiga
yaitu :
1. Qoshor Ifrod
Adalah : Qoshor yang diucapkan kepada Mukhotob yang menyangka bahwa satu
Maushuf memiliki beberapa sifat atau Satu sifat dimiliki oleh beberapa Maushuf.
Contoh Maushuf Ala Sifat : ketika mukhotob menyangka bahwa Ahmad memiliki
keahlian Penulis dan Penyair, lalu mutakalim mengucapkan :
ُّ‫َماُّزَ يدُّإالُّشَا ِعر‬ = Tiadalah Zaid kecuali Seorang Penyair.
Contoh Sifat Ala Maushuf : ketika mukhotob menyangka bahwa yang bepergian
adalah Ahmad , Amin, dan Zaid. Lalu mutakalim mengucapkan :
َ ُّّ‫سافِرُّإال‬
ُّّ ‫ع ِل‬
‫ي‬ َ ‫َماُّ ُم‬ = Tiada Orang yang bepergian kecuali Ali.
2. Qoshor Qolab
Adalah : Qoshor yang diucapkan kepada Mukhotob yang menyangka kebalikan dari
hukum yang ditetapkan.
Contoh Maushuf ala Sifat : ketika mukhotob menyangka bahwa Penyair itu adalah
Ahmad bukan Zaid,lalu mutakalim mengucapkan :
ُّ‫َماُّزَ يدُّإالُّشَا ِعر‬ = Tiada Zaid kecuali Seorang Penyair
Contoh Sifat ala Maushuf : ketika mukhotob menyangka bahwa Zaid itu Bodoh
bukan Orang Alim., lalu mutakalim mengucapkan :
ُّ‫عا ِلمُُّّإالُّزَ يد‬
َ ُّ‫َما‬ = Tiada Orang Alim kecuali Zaid.
3. Qoshor Ta'yin
Adalah : Qoshor yang diucapkan kepada Mukhotob yang menyangka salah satu
perkara yang tidak ditentukan dari dua perkara atau lebih.
Contoh Maushuf ala Sifat : ketika mukhotob merasa ragu dan menyangka bahwa
Bumi itu memiliki dua sifat yaitu Bergerak dan diam, tanpa menentukan salah
satunya. Lalu Mutakalim mengucapkan
َ َُّ‫ح ِ ّر َكةُّال‬
ُّ‫سا ِكنَة‬ َُّ َ ‫ضُّ ُمت‬
ُ ‫األر‬
ْ = Bumi itu bergerak bukan diam.

Contoh Maushuf ala Sifat : ketika Mukhotob merasa ragu bahwa Penyair itu adalah
Zaid ataukah Kholid, lalu diucapkan :
ُّ‫َماُّشَا ِعرُّإالُّّزَ يد‬ = Tiada Penyair kecuali Zaid.

Dalam Penggunaan Qoshor itu memiliki beberapa metode :


1. Menggunakan adat Nafi dan Istitsna'. Contoh :
ُّ‫إنُّهذاُّإالُّّ َملَكُّ َك ِريْم‬
ْ = Tiada Orang Ini (Nabi Yusuf) kecuali Malaikat yang
mulia.
2. Menggunakan lafadz ُّ‫ إنّما‬. Contoh :
ُّ‫ي‬ َ ُّ‫ِإنَّ َماُّالفَا ِه ُم‬
ٌّ ‫ع ِل‬ = Hanyalah Orang yang faham itu Ali.
3. Menggunakan huruf Athof : َُّ‫ُّال‬،ُّ‫ُّبَ ْل‬،ُّ‫ لَ ِك ْن‬. Contoh :
ِ ‫أَنَاُّنَاثِرُّالَُّن‬
ُّ‫َاظم‬ = Saya itu Ahli kalam Natsar bukan Ahli Nadhom.
4. Mendahulukan Lafadz yang asal haknya diakhirkan. Seperti mendahulukan Maf'ul
bih :
ُ ‫ِإيَّاكَ ُّنَ ْعبُ ُّد‬ = Hanya kepada Engkau (Allah) kami menyembah.

BAB V
WASHOL DAN FASHOL

Washol adalah : Mengathofkan Jumlah pada jumlah yang lain. Sedangkan Fashol
adalah Tidak Mengathofkan Jumlah pada jumlah yang lain.
Pembahasan pada bab ini hanya terbatas pada penggunaan athof dengan wawu,
karena Athof dengan selain wawu itu tidak terjadi keserupaan.
dari masing-masing Washol dan Fashol itu memiliki beberapa tempat.

Tempat-Tempat yang harus di Washolkan dengan huruf Athof Wawu.


Wajib menyambung (Washol) pada dua tempat yaitu :
1. Apabila ada dua jumlah yang sama dalam hall Jumlah Khobar atau Jumlah Insya'
dan diantara keduanya ada sisi persamaan yang berkumpul artinya kesesuaian yang
sempurna dan tidak ada perkara yang mencegah dari Athof.
Contoh Kalam Khobar :
ُّ‫ارُّلَ ِف ْيُّ َج ِحي ٍْم‬
َ ‫ُّإنُّالفُ َّج‬ َ ‫ارُّلَ ِف ْيُّنَ ِعي ٍْم‬
َّ ‫ُّو‬ َ ‫ِإ َّنُّاألب َْر‬
Sesungguhnya orang yang Suka berbuat kebajikan, niscaya berada di Surga Na'im
dan Orang yang suka berbuat kejelekan niscaya berada di Neraka Jahim.

Dari kedua Jumlah tersebut sama-sama berupa kalam Khobar secara lafadz dan
makna. dan sisi persamaannya yang berkumul adalah berlawanannya antara Orang
baik dan orang jelek yang keduanya menjdi Musnad Ilaih dan antara menetapi Surga
Na'im dan Neraka Jahim yang keduanya menjadi Musnad.

Contoh Kalam Insya' :


ً ِ‫ُّو ْليَ ْب ُك ْواُّ َكث‬
‫يرا‬ ْ َ‫فَ ْلي‬
َ ً‫ض َح ُك ْواُّقَ ِل ْيال‬
Maka sebaiknya Manusia itu sedikit tertawa dan banyak menangis.

Dari kedua Jumlah tersebut sama-sama berupa kalam Insya' secara lafadz dan
makna. dan sisi persamaannya yang berkumul adalah kedua Dhomir jumlah tersebut
menjadi Musnad Ilaih dan antara Sifat menangis dan tertawa.

2. Jika meninggalkan Athof, maka akan menimbulkan persepsi salah yang


bertentangan dengan tujuannya.
Seperti Ucapanmu :
ُّ ُُّ‫شفَاه‬
ُ‫هللا‬ َ َ‫ال‬
َ ‫ُّو‬ = Tidak (Belum Sembuh), dan Semoga Allah Menyembuhkannya.
sebagai jawaban kepada orang yang bertanya :"Apalkah Ali Sudah Sembuh dari
sakit?"
maka jika tidak diathofkan dengan wawu, maka akan menimbulkan persepsi dengan
mendo'akan jelek kepada Ali, padahal tujuannya adalah mendoakan kebaikan.
Sehinga kalau tidak diathofkan menjadi :
ُّ ُُّ‫شفَاه‬
ُ‫هللا‬ َ َُّ‫ال‬ = Semoga Allah tidak Menyembuhkannya.

Tempat-Tempat yang harus dipisah (Fashol).


Wajib memisah (Fashol) pada 5 tempat yaitu :
1. Apabila diantara dua jumlah ada sisi persamaan yang sempurna artinya Jumlah
Kedua menjadi Badal dari jumlah pertama .
Contoh :
َ ‫أ َ َمدَّ ُك ْمُّبِ َماُّت َ ْع َملُ ْونَ ُّأ َ َمدّ ُك ْمُّبِأ َ ْنعَ ٍام‬
ُّ‫ُّوبَنِي َْن‬
Beliau (Allah) telah membantu kalian dengan sesuatu yang kalian kerjakan, Beliau
(Allah) telah membantu kalian dengan Beberapa Hewan ternak dan Anak Laki-laki.
(Surat Asy-Syuaro’ : 132).

Atau Jumlah kedua menjadi Bayan (Penjelas) pada Jumlah pertama. Contoh:
ُّ‫ش َج َرةُِّال ُخ ْل ِد‬ َ ُّ َ‫َلُّأَدُلك‬
َ ُّ‫علَى‬ ُّْ ‫ُّقَالَُّيَاآدَ ُمُّه‬،‫ان‬
ُ ‫ط‬َ ‫ش ْي‬
َّ ‫سُّإِلَ ْي ِهُّال‬
َ ‫فَ َوس َْو‬
Maka Syaitan telah menggodanya (Nabi Adam), Ia mengatakan :"Hai Adam ! Apakah
mau aku tunjukkan padamu Pohon kekekalan". (Surat Toha : 120)

Atau Jumlah kedua menjadi Taukid (Penguat) pada Jumlah pertama. Contoh:
ُ ‫فَ َم ِ ُّّه ِلُّال َكافِ ِريْنَ ُّأ َ ْم ِه ْل ُم ْم‬
‫ُّر َو ْيدًا‬
"maka biarkanlah orang-orang kafir, biarkanlah mereka sebentar” (Surat Ath-
Thoriq : 17).

Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Kamal
ittishol (Kesempurnaan dalam kesinambungan).

2. Jika diantara dua Jumlah terdapat Perbedaan yang sempurna dalam ma'na artinya
berbeda dalam hal berupa kalam khobar maupun kalam Insya'.
Seperti Ucapan Penyair :
ُّ‫ُّمنَ ُّال َخ َب ِر‬
ِ ‫ُّوجْ ِه ِهُّشَاهِد‬ َ َُّ‫الَُّتَسْأ َ ِلُّال َم ْرا‬
َ ‫ع ْنُّ َخالَ ِئ ِق ِهُُّّ ِف ْي‬
Jangan kau Tanya Seseorang tentang perilakunya.
Didalam wajahnya terdapat Bukti adanya berita .

Seperti Ucapan Penyair lain :


ُّ‫يُّبِ ِم ْقدَ ِار‬
ْ ‫ئُّيَجْ ِر‬ ْ ‫فُّ ُك ِّل‬
ٍ ‫ُّام ِر‬ ُ ‫َُّرائِدُ ُه ْمُّأ َ ْر‬
ُ ْ‫س ْواُّنُزَ ا ِولُ َهاُُُُُّّّّّفَ َحت‬ َ ‫َوقَال‬
Pemimpin Mereka mengatakan : Bermukimlah (ditempat ini), maka kami akan
mengupayakan urusan perang. Kematian seseorang itu berjalan sesuai Takdirnya ".

Atau Diantara kedua jumlah tidak ada kesesuaian dalam ma'na. Contoh:
َ ُّ‫ُّال َح َما ُم‬،ُّ‫يُّ َكاتِب‬
ُّ‫طائِر‬ َ = "Ali itu seorang Penulis. Burung dara itu terbang"
ٌّ ‫ع ِل‬

Pada contoh tersebut tidak ada kesesuaian makna antara : menulisnya Ali dan
terbangnya burung dara.
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Kamal
Inqitho' ().

3. Jika diantara Jumlah yang kedua menjadi sebuah jawaban yang timbul dari jumlah
pertama.
Seperti Firman Allah SWT :
َ ‫سُّأل َ َّم‬
ُّ‫ارةُّبِالس ْو ِء‬ َ ‫ُّإنُّالنَّ ْف‬،ُّ
َّ ‫ِي‬ ْ ‫َو َماُّأُبَ ِ ّرئُُّنَ ْفس‬
Dan Aku tidak membebaskan Nafsuku.
Sesungguhnya Nafsu itu banyak memerintah kepada kejelekan
( Surat Yusuf : 53) .

Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Syibhu
Kamal Inqitho' ().

4. Jika ada jumlah yang didahului dua jumlah yang sah untuk diathofkan pada salah
satu dari dua jumlah itu karena adanya kecocokan, dan tidak sah diathofkan pada
jumlah yang satunya.
Seperti Ucapan Penyair:
َّ ‫س ْل َمىُّأَنَّنِ ْيُّأَبْغُِّبِ َهاُُُُّّّّبَدَالًُّأ ُ َراهَاُّفِ ْيُّال‬
ُّ‫ضالَ ِلُّت َ ِه ْي ُم‬ ُ َ ‫َوت‬
َ ُّ‫ظن‬
Dan Salma menyangka bahwa aku mencari penggantinya.
Saya menyangka bahwa Ia sedang bingung dalam kesesatan.

pada Jumlah ُّ ‫أ ُ َراهَا‬sah diathofkan pada jumlah :ُّ‫ظن‬ ُ َ ‫ ُّت‬, tetapi ini tercegah untuk
diathofkan karena khawatir menimbulkan kesalah pahaman bahwa lafadz ‫أ ُ َراهَا‬
َّ ‫أ ُ َراهَاُّفِ ْي ُّال‬
diathofkan pada jumlah ‫ أَبْغِ ُّبِ َها‬sehingga diartikan Jumlah ketiga ُّ ‫ضالَ ِل ُّت َ ِه ْي ُُّم‬
merupakan isi dari Persangkaan Salma .

Kesalahpahaman yang timbul jika diathofkan : Dan Salma menyangka bahwa : "
aku mencari penggantinya dan Saya menyangkanya bahwa Ia sedang bingung dalam
kesesatan".

Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Syibhu
Kamal Inqitho' ().

5. Jika tidak ada tujuan menyamakan dua jumlah dalam satu hukum karena adanya
faktor pencegah.
Seperti Firman Allah :
ُّ‫ُّهللاُُّيَ ْست َ ْه ِزئُُّ ِب ِه ْم‬. َ‫ُّقَالُ ْواُّ ِإ َّنُّ َم َع ُك ْمُّإنَّ َماُّنَحْ ُنُّ ُم ْست َ ْه ِزئ ُ ْون‬،ُّ‫اط ْينِ ِه ْم‬ َ ُّ‫َوُّ ِإذَاُّ َخلَُّ ْواُّ ِإلَى‬
ِ َ‫شي‬
Dan ketika Mereka (Orang Munafiq) kembali pada Pemimipin mereka, mereka
mengatakan Sesunggugnya kami orang yang menertawakan. Allah menertawakan
mereka" (Surat Al-Baqoroh :14-15)

ُ ‫ هللاُ ُّيَ ْست َ ْه ِز‬tidak sah diathofkan pada jumlah : ‫ ُّإِ َّن ُّ َمعَ ُك ُّْم‬, karena akan
pada Jumlah ُّ ‫ئ ُّبِ ِه ُّْم‬
memberikan statement bahwa lafadz ‫ئ ُّبِ ِه ُّْم‬ ُ ‫ هللاُ ُّيَ ْست َ ْه ِز‬merupakan isi dari ucapan
mereka.
dan juga tidak sah diathofkan pada jumlah ‫ قَالُ ْوا‬karena memberikan pemahaman
bahwa Penghinaan Allah kepada orang Munafiq hanya terbatas ketika mereka
kembali pada Pemimipin mereka saja.
Pada pembahasan ini, dikatakan bahwa antara dua jumlah tersebut ada Tawashuth
baina Kamalaini ().

BAB VI
IJAZ, ITHNAB, DAN MUSAWAH

Sesuatu yang terbesit dalam hati dari suatu tujuan, maka memungkinkan
untuk diungkapkan dengan tiga cara :
1. Musawah
Adalah : Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan suatu ungkapan yang sama,
artinya ungkapan tersebut menurut batas kebiasaan manusia pada umumnya, yang
mereka itu tidak sampai pada tingkatan Sastrawan dan tidak pada tingkatan Orang
yang lemah dalam penyampaian.
Contoh :
ْ ‫ض ْونَ ُّفِ ْيُّآيَا ِتنَاُّفَأَع ِْر‬
ُّ‫ضُّ َع ْن ُه ْم‬ َ َ ‫اُّرأ‬
ُ ‫يتُّال ِذيْنَ ُّيَ ُخ ْو‬ َ َ‫َوإذ‬
Dan ketika Engkau melihat Orang yang mendalami (S. Al-An’am : 68)

2. Ijaz
Adalah : Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan suatu ungkapan yang
kurang, serta ungkapan itu sudah menepati pada tujuan.
Contoh :
ِ ‫إِنَّ َماُّاأل َ ْع َمالُُّبِال ِنّيَّا‬
ُّ‫ت‬
Sesungguhnya Pekerjaan itu hanya sah dengan adanya niat.
dan :
ُِّ ‫ُّو َم ْن ِز‬
ُّ‫ل‬ َ ‫ب‬ ٍ ‫ُّم ْنُّ ِذ ْك َرىُّ َحبِ ْي‬
ِ ‫قِفَاُّنَب ِْك‬
"Sungguh Berhentilah ! kami menangis karena ingat sang kekasih dan rumahnya"
Apabila tidak mencapai pada Tujuan, maka dikatakan sebagai Ihlal. seperti ucapan
Penyair :
ُّ‫اشُّ َكد َّا‬
َ ‫ع‬ ِ ‫ُّظالَُُُُّّّّ ِلُّالن ْو ِك‬
َ ُّ‫ُّم َّم ْن‬ ِ ‫ْشُّ َخيْرُّ ِف ْي‬
ُ ‫َوالعَي‬
"Kehidupan didalam naungan kebodohan itu lebih baik dari pada
kehidupan susah "
yang dikehendaki Penyair adalah :
ُّ‫ُّضالَ ِلُّالعَ ْق ِل‬ ِ ‫ُّظالَ ِلُّالن ْو ِكُّ َخيْر‬
ِ ‫ُّمنَ ُّال َع ْيثُِّالشاقُّفِ ْي‬ ِ ‫ْشُّالرغدَُّفِ ْي‬ ّ
َ ‫أنُّالعَي‬
"Kehidupan yang Sejahtera didalam naungan kebodohan itu lebih baik dari pada
kehidupan susah dalam naungan akal "

Bait diatas dikatakan tidak mencapai tujuan yang dikehendaki, karena Kata ُّ)‫(الرغد‬
"Sejahtera" pada Bagian pertama bait dan kata ُّ)‫ل‬ِ ‫ُّضالَ ِلُّال َع ْق‬
ِ ‫"( ِف ْي‬dalam naungan
Akal" pada bagian kedua bait tidak bisa diketahui dari kalam.

3. Ithnab.
Adalah : Menyampaikan tujuan yang dikehendaki dengan suatu ungkapan yang
panjang, serta adanya faidah.
Contoh :
‫ش ْيبًا‬ ُ ْ‫ُّالرأ‬
َ ُّ‫س‬ َّ ‫ُّوا ْشت َ َع َل‬
َ ‫ُّم ِنّ ْي‬ ْ ‫يُّوهَنَ ُّال َع‬
ِ ‫ظ ُم‬ َ ّ‫َربّ ُِّ ِإ ِن‬
Wahai Tuhanku, sesungguhnya Aku telah Lemah tulangku, dan telah penuh ubanku.
artinya : Saya sudah tua.
Apabila dalam penambahan kalimat tersebut, tidak terdapat faidah, serta Ziyadah
itu tidak menjadi kebutuhan dalam tujuan, maka dikatakan sebagai Tathwil.
Seperti ucapan Ady bin Zaid Al-Ubbady mengatakan kepada Nu'man bin Mundir
sambil mengingatkan Musibah yang terjadi pada Judzaimah Al-Abrosy dan Zaba':
َ ‫ُُُّّّوألفَىُّقَ ْولَ َهاُّ َك ِذب‬
‫ًاُّو َم ْينًا‬ ْ َ‫َوقَدَّد‬
َ ‫تُّاأل ِدي َْمُّ ِل َرا ِه ْي ِش ِه‬
Dan Dia (Zaba') telah memotong kulit pada urat nadinya (Judzaimah), dan Dia
(Judzaimah) mendapatkan Ucapannya (zaba') itu Dusta dan Bohong
lafadz ُُّّ‫َك ِذبًا‬ dan ‫َ َم ْينًا‬
َ memiliki arti yang sama, maka menggunakan salahsatunya
sudah cukup. dan tambahan kata tersebut juga tidak dibutuhkan karena tujuannya
sudah sah dengan menggunakan salah satunya . maka adanya penambahan lafadz
tersebut dikatakan sebagai Tathwil yang tanpa faidah.

Apabila dalam penambahan kalimat tersebut, tidak terdapat faidah, tetapi Ziyadah
itu menjadi ketentuan, maka dikatakan sebagai Hasywu.
Seperti ucapan Zuhair bin Abi Salma yang ia ucapkan pada Perdamaian yang terjadi
antara Qois dan Dzibyan :
ُّ‫ع ِم ْي‬ َ ُّ‫ع ْنُّ ِع ْل ِمُّ َماُّفِ ْي‬
َ ٍُّ‫غد‬ َ ُّ‫ُُُُُّّّّولَ ِكنَّنِ ْي‬
َ ‫األم ِسُّقَ ْبلَه‬
ْ ‫ُّو‬َ ‫َوأ َ ْعلَ ُمُّ ِع ْل َمُّاليَ ْو ِم‬
Dan Saya mengetahui seperti pengetahuan hari ini dan kemarin, sebelum hari ini,
dan Tetapi saya tidak tahu akan pengetahuan dihari besok"

lafadz ُُُّّ‫قَ ْبلَه‬ menunjukkan arti yang sama dengan =ُّ ‫س‬
ُّ ِ ‫األم‬
ْ ( kemarin), dan tambahan
itu nyata sebagai tambahan karena tidak sah mengathofkannya pada lafadz ُّ‫ اليَ ْو ُِّم‬.

Faktor penyebab adanya Ijaz adalah :


1. Mempermudah hafalan.
2. Mempercepat pemahaman.
3. Terbatasnya tempat.
4. Menyamarkan
5. merasa bosan mengucapkan.

Faktor penyebab Ithnab adalah :


1. Memantapkan tujuan atau makna.
2. Menjelaskan perkara yang dikehendaki.
3. Menguatkan.
4. Menolak salah persepsi.

KLASIFIKASI IJAZ
Ijaz itu adakalanya dengan Ibarot yang ringkas tapi mengandung arti yang luas, dan
ini merupakan Sasaran Ahli Sastra (Balaghoh) dan dengan inilah tingkatan
kemampuan mereka menjadi terpaut.
Ijaz ini disebut : Ijaz Qoshor.
Contoh :
ُّ‫اصُّحيَاة‬
ِ ‫ص‬َ ‫َولَ ُك ْمُّفِ ْيُّال ِق‬
"Dan bagi kalian dalam Qishos ada Kehidupan" (S. Al-Baqoroh :179).

dan adakalanya membuang satu kalimat atau satu jumlah atau lebih serta adanya
qorinah yang menunjukkan lafadz yang terbuang.
Ijaz ini disebut : Ijaz Hadzfu.
Contoh membuang satu kalimah la (َُّ‫)ال‬:
ُّ‫صا ِل ْي‬ َ ‫ُّرأْ ِس ْيُّلَدَي ِْك‬
َ ‫ُّوأ َ ْو‬ َ ‫فَقُ ْلتُ ُّيَ ِميْنَ ُّهللاُِّأَب َْر ُحُّقَا ِعد‬
َّ َ‫ًاُُُُّّّّولَ ْوُّق‬
َ ‫طعُ ْو‬
Maka saya mengatakan : "Demi Allah, Saya akan senantiasa duduk, walaupun mereka
memotong-motong kepalaku dan sendi-sendiku dihadapanmu"
Contoh membuang satu Jumlah :
‫ُّأيُّفتأسُّواصبر‬
ّ ‫ُّم ْنُّقَ ْب ِل َك‬
ِ ‫سل‬ُ ‫ُّر‬
ُ ‫ت‬ ْ ‫َو ِإ ْنُّيُ َك ِذّب ُْو َكُّفَقَدُّْ ُك ِذّ َب‬
Dan ketika mereka mendustakanmu, maka sungguh Para Rosul sebelum kamu juga
didustakan (Maka ta'atlah dan sabarlah)"

Contoh membuang lebih dari satu jumlah.


ُ ّ ‫صد‬
"‫ِيق‬ ّ ِ ‫فُّأي َهاُّال‬ ُ ‫ُّي ُْو‬.ُّ‫ُّفَأ َ ْر ِسلُ ْو ِن‬
ُ ‫س‬
Maka Utuslah aku (kepadanya). Yusuf, hai orang yang amat dipercaya"
(S. Yusuf : 45 – 46)
Pada ayat tersebut membuang Jumlah :
ُّ‫ف‬
ُ ‫س‬ َ ُ‫فُّأل ْست َ ْعبِ َرهُُّالرؤْ يَاُّفَ َفعَلُ ْواُّفَأتَاه‬
ُ ‫ُّوقَا َلُُّّلَهُُّي ُْو‬ ُ ‫أر ِسلُ ْونِ ْيُّإلَىُّي ُْو‬
َ ‫س‬ ْ
Utuslah aku kepada Yusuf, supaya aku meminta ta’bir mimpi itu. Lalu mereka
mengerjakannya, lalu pelayan itu mendatanginya dan berkata : “Hai Yusuf”

KLASIFIKASI ITHNAB
Ith nab itu bisa terjadi dengan beberapa perkara yaitu :
1. Menyebutkan Lafadz khusus setelah lafadz umum.
Contoh :
َ ‫إجْ ت َ ِهد ُْواُّفِ ْيُّد ُُر ْو ِس ُك ْم‬
.‫ُّواللغَ ِةُّال َع َر ِبيَّ ِة‬
Bersungguh-sungguhlah pada pelajaran kalian dan bahasa arab.
Faidahnya : Mengingatkan atas keutamaan lafadz khusus itu, seolah-olah karena
keutamaannya ia seperti jenis yang berbeda pada lafadz sebelumnya.

2. Menyebutkan lafadz Umum setelah lafadz khusus.


Contoh :
ُّ‫ت‬ َ َ‫اُّو ِل ْل ُم ْو ِمنِيْن‬
ِ ‫ُّوال ُم ْو ِمنَا‬ َ ِ‫ُّو ِل َم ْنُّدَ َخلَُّ َب ْيت‬
َ ً‫يُّ ُم ْو ِمن‬ َ ‫ي‬ َ ‫َربّ ُِّا ْغ ِف ْر ِل ْي‬
َّ َ‫ُّو ِل َوا ِلد‬
Wahai tuhanku, ampunilah aku, kedua orang tuaku, orang yang masuk rumahku
dengan beriman, dan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. (S. Nuh : 28)

3. Menjelaskan setelah menyamarkan.


Contoh :
َ ‫ُّأ َ َمدَّ ُك ْمُّ ِب َماُّتَ ْع َملُ ْونَ ُّأ َ َمدّ ُك ْمُّبِأ َ ْنعَ ٍام‬.‫أ‬
ُّ‫ُّوبَ ِني َْن‬
Beliau (Allah) telah membantu kalian dengan sesuatu yang kalian kerjakan, Beliau
(Allah) telah membantu kalian dengan Beberapa Hewan ternak dan Anak Laki-laki.
(Surat Asy-Syuaro’ : 132).
4. Mengulangi lafadz karena adanya tujuan, seperti panjangnya pemisah.
Contoh Ucapan Penyair :
ُّ‫ىُّمثْ ِلُّ َهذَاُّإِنَّهُُّلَ َك ِريْم‬
ِ َ‫عل‬ ْ ‫ُّام َرأًُّدَا َم‬
َ ُّ‫تُّ َم َوا ِث ُق‬
َ ُُُِّّّ‫ع ْه ِده‬ ْ ‫َوُّإِ َّن‬
Sesungguhnya seseorang yang jaminan perjanjiannya itu tetap seperti ini, maka
sesungguhnya ia orang yang mulia”
َّ ‫ ِإ‬diulang diawal dan diakhir bait, supaya kalam tidak
Pada bait tersebut lafadz ُّ ‫ن‬
kelihatan terputus.
5. I'tirodh (yaitu : Menyisipkan lafadz antara bagian-bagian satu jumlah atau antara
dua jumlah yang masih berkaitan ma’na, dikarenakan adanya sebuah tujuan).
Contoh Ucapan Penyair (A’uf bin Mahlam Asy-Syaibany yang mengadukan
kelemahannya):
ِ ‫س ْم ِع ْيُّ ِإلَىُّت ُ ْر ُج َم‬
ُّ‫ان‬ ْ ‫ِإ َّنُّالث َّ َمانِيْنَ ُّ َوب ُِلّ ْغتَ َهاُّقَدُُُّّّْأ َ ْح َو َج‬
َ ُّ‫ت‬
Sesungguhnya 80 tahun usiaku, dan engkau telah berusia segitu pendengaranku
membutuhkan orang yang menjelaskan”.
Lafadz ُّ‫ َوب ُِلّ ْغت َ َها‬dikatakan Jumlah I’tirodhiyyah.
6. Tadzyil (Mengiringi suatu jumlah dengan jumlah yang lain yang mengandung pada
ma’nanya dengan tujuan menguatkannya.
Tadzyil itu adakalanya berlaku seperti periahasa, karena berbedanya makna dan
tidak membutuhkan pada kalam sebelumnya.
Contoh Firman Allah :
‫اط َلُّ َكانَ ُّزَ ُه ْوقًا‬ َّ ‫اطل‬
ِ ‫ُّإنُّال َب‬،ُُّ َ ‫قُ ْلُّ َجا َءُّال َحق‬
ِ ‫ُّوزَ هَقَ ُّال َب‬
Katakanlah (Hai Muhammad) telah datang perkara hak (Islam), dan telah hancur
perkara bathil (kekufuran), dan sesungguhnya kebathilan itu pasti akan binasa
(S. An-Nahl : 57).
adakalanya tidak berlaku seperti periahasa, karena membutuhkan pada kalam
sebelumnya.
Contoh Firman Allah :
ُّ‫يُّإالَُّّال َكفُ ْو َر‬ َ ‫ذَ ِل َكُّ َجزَ ْينَا ُه ْمُّ ِب َماُّ َكفَ ُر ْو‬
ِ ‫اُّوه َْلُّنُ َج‬
ْ ‫از‬
Itu (banjir bandang) kami balas mereka atas sesuatu yang telah mereka kufuri. Dan
kami tidak membalas (siksa) kecuali pada kekufuran.
(Surat As-Saba’ : 17)
7. Ihtiros yaitu : mendatangkan pada kalam yang memberi persepsi berbeda dari
tujuan, dengan kalam lain yang menolak keslah pahaman itu.
Contoh Ucapan Penyair (Torfah bin Abd) :
ُّ‫ُّو ِد ْي َمةُّتَ ْه ِم ْي‬
َ ِ‫ُّالربِيْع‬
َّ ‫ب‬ َ ُُُّّّ‫ار َكُّ َغي َْرُّ ُم ْف ِس ِدهَا‬
ُ ‫ص ْو‬ َ َ‫سقَىُّ ِدي‬
َ َ‫ف‬
Hujan pada musim semi menyirami rumahmu tanpa merusakkan dan Hujan terus
menerus itu membanjiri.
ِ ‫غي َْرُّ ُم ْف‬
Jika tidak disebutkan lafadz ُّ‫س ِدهَا‬ َ maka secara muthlaq akan dipahami lebih
umum atau mendo’akan kejelekan dengan robohnya rumah, lalu didatangkanlah
lafadz tersebut untuk menolak pehaman yang salah.

ILMU BAYAN

Definisi
Ilmu Bayan adalah : Ilmu yang membahas tentang Tasybih (penyerupaan), Majaz,
dan kinayah (konotasi).

TASYBIH

Adalah : Menyerupakan suatu perkara dengan perkara yang lain dalam satu
sifat dengan menggunakan alat penyerupaan, karena adanya suatu tujuan.
Perkara yang pertama (Kata yang diserupakan) disebut Musyabbah, sedangkan
perkara yang kedua (Kata yang digunakan untuk menyerupakan) disebut Musyabbah
bih, Sifat disebut Wajah Syabah (Sisi Persamaan), dan Alat penyerupaan itu berupa
huruf Kaf dan lain-lain.
Contoh :
ِ ‫ال ِعل ُمُّ َك‬
‫النورُّفِ ْيُّال ِهدَايَ ُِّة‬ = "Ilmu itu seperti Cahaya dalam memberi
petunjuk"
ُّ‫العل ُُّم‬ = Musyabbah
ُّ‫النور‬
ِ = Musyabbah Bih,
‫فِ ْيُّال ِهدَايَ ُِّة‬ = Wajah Syabah
‫كاف‬ = Adat Tasybih
Dalam Tasybih (Penyerupaan) itu berhubungan dengan tiga pembahasan yaitu :

1. Rukun tasybih.
2. Pembagian tasybih.
3. Tujuan dari Tasybih.
Pembahasan pertama
RUKUN TASYBIH
Rukun Tasybih ada 4 yaitu :
1. Musyabbah (Lafadz yang diserupakan dengan perkara lain)
2. Musyabbah bih (Lafadz yang digunakan untuk menyerupakan)
keduanya disebut dua sisi tasybih,
3. Wajah syabah (Sisi Persamaan).
4. Adat Tasybih.

Keterangan :
Wajah Syabah adalah : Sifat tertentu yang digunakan untuk menyamakan antara
Musyabbah dan Musyabbah bih. Seperti Hidayah (Memberi petunjuk) merupakan
sifat yang terdapat dalam ilmu dan cahaya.
Adat Tasybih adalah : Lafadz yang menunjukkan arti penyerupaan seperti lafadz
‫َكاف‬ ُّّ (Seolah-olah), dan lafadz lain yang searti dengan keduanya.
(Seperti), ُّ‫كأن‬
ُّّ , yang
Lafadz ‫ كاف‬terletak menyandingi Musyabbah bih, berbeda dengan ُّ‫كأن‬
menyandingi musyabbah. Seperti Ucapan Penyair :
َ ‫طا َلُّاللَّ ْيلُُّأ َ ْمُّقَدُّْت َ َع َّر‬
‫ضا‬ ُ ‫اُّرا َحةُّت َ ْشب ُُرُّالد َجاُُُُّّّّ ِلت َ ْن‬
َ ُّ‫ظ َر‬ َ ‫َكأ َ َّن‬
َ َ‫ُّالثراي‬
Seolah-olah bintang Tsuroya (Kumpulan bintang pada buruj Tsur) itu Angin malam
yang mengira-ngirakan gelapnya malam, supaya engkau melihat apakah malam itu
masih lama atau sudah tampak.

Lafadz ‫كأن‬ُّّ itu berfaidah Tasybih, jika khobarnya berupa Isim Jamid,
Contoh :
َ َ ‫أنُّخَا ِلدًاُّأ‬
ُّ‫سد‬ ّ ‫َك‬ = Kholid itu seperti Harimau.
dan Berfaidah Syak (ragu-ragu) jika khobarnya berupa Lafadz Musytaq.
contoh :
ُّ‫أنكُّفَا ِهم‬
َ ‫َك‬ = Seolah-olah kamu itu faham.
Dan terkadang disebutkan Fi'il yang mempunyai arti Tasybih, seperti Firman Allah
pada surat Ad-Dahr : 19
‫اُّرأ ْيتَ ُه ْمُّ َح ِس ْبت َ ُه ْمُّلُؤْ لُؤً اُّ َم ْنث ُ ْو ًرا‬
َ َ‫َوإذ‬
dan Ketika kamu melihat mereka (Bidadari di syurga), maka engkau akan mengira
mereka Mutiara yang tersebar.

dan Ketika Adat Tasybih dan Wajah Syabah itu dibuang, maka disebut : Tasybih
Baligh,
Contoh pada Firman Allah surat An-Naba’ : 10
ً ‫َو َج َع ْلنَاُّاللّ ْي َلُّ ِلبَا‬
ُّ‫ساُّأيُّكاللباسُّفيُّالستر‬
"Dan Kami (Allah) telah menjadikan malam sebagai selimut (Seperti selimut dalam
menutupi)"

PEMBAHASAN KEDUA
PEMBAGIAN TASYBIH

Dengan memandang pengambilan Wajah Syabah, maka Tasybih terbagi menjadi dua
macam yaitu : Tasybih Tamtsil dan Ghoiru Tamtsil.

A. Tasybih Tamtsil
Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya diambil dari lafadz yang banyak.
Seperti : menyerupakan Bintang Tsuroya (kumpulan beberapa bintang pada Buruj
Tsur) dengan Sedompol buah Anggur yang berbunga, dengan wajah syabahnya :
sama dalam keadaannya yang tampak ketika berkumpulnya benda putih yang bundar,
yang kecil ukurannya).

B. Tasybih Ghoiru Tamtsil


Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya tidak diambil dari lafadz yang banyak.
Seperti : menyerupakan Sebuah bintang dengan Uang dirham ( dengan wajah
syabahnya : sama dalam bentuk bundarnya)

dan Dengan memandang wujud dan tidaknya Wajah Syabah, tasybih terbagi
menjadi dua yaitu : Tasybih Mufassol dan Mujmal.
A. Tasybih Mufashol
Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya disebutkan.
Seperti Ucapan Penyair :
ُّ‫صفَاءٍ ُُُُُّّّّّ َوأ َ ْد ُم ِع ْيُّ َكالأل ِل ْي‬
َ ُّ‫َوثَ ْغ ُرهُُّفِ ْي‬
" Gigi serinya dan Air mataku bagaikan Mutiara
dalam hal sama jernihnya"

Kata "Gigi seri" dan "Air mata" diserupakan dengan "Mutiara" dengan sisi persamaan
: "Sama-sama jernihnya"

B. Tasybih Mujmal
Adalah : Tasybih yang wajah syabahnya tidak disebutkan.
Seperti :
َّ ‫الم ْلحُِّفِ ْي‬
ُّ‫ُّالط َع ِام‬ ِ ‫النحوُّ ِف ْيُّال َكالَ ِمُّ َك‬
ُ
"Ilmu Nahwu pada Kalam itu seperti Garam pada makanan"
Kata " Ilmu Nahwu pada Kalam" diserupakan dengan kata "garam" dengan sisi
persamaan : "Sama-sama merupakan perkara yang pokok untuk menjadikan
kesempurnaan".

Dengan memandang Adat Tasybih, maka Tasybih terbagi menjadi dua yaitu
Mua'kkad dan Mursal.
A. Tasybih Mu'akkad
Adalah : Tasybih yang Adat tasybihnya dibuang. Seperti :
‫ُه َوُّبَ ْحرُّفِ ْيُّالجو ُِّد‬ = Dia itu Lautan dalam kedermawanannya.

B. Tasybih Mursal
Adalah : Tasybih yang Adat tasybihnya disebutkan. Seperti :
‫ُه َوُّ َكالبَ ْح ِرُّ َك َر ًما‬ = Dia itu bagai Lautan dalam kedermawanannya.

dan termasuk Tasybih Mu'akkad adalah Tasybih yang Musyabbah bihnya


disandarkan (Didhofahkan) pada Musyabbah. Contoh :
ِ ‫علَىُّلُ َجي ِْنُّال َم‬
ُِّ‫اء‬ ِ َ ‫َبُّاأل‬
َ ُُّ‫ص ْيل‬ ُ ‫ُّوقَدُّْ َج َرىُُُُّّّّذَه‬ ُ َ‫الر ْي ُحُّت َ ْبع‬
ُ ُ‫ثُّبِالغ‬
َ ‫ص ْو ِن‬ ّ ِ ‫َو‬
Angin itu menggerakkan cabang pepohonan, dan tampak
emasnya waktu sore pada peraknya air.
ِ َ ‫َبُّاأل‬
ُّ‫ص ْي ُل‬ ُ ‫ذَه‬ = Waktu sore yang diserupakan dengan emas, dengan
wajah syabah : sama warna kuningnya.
ِ ‫لُ َجي ِْنُّال َم‬
ُِّ ‫اء‬ = Air yang diserupakan dengan perak dengan wajah syabah
: sama dalam jernihnya.

PEMBAHASAN KETIGA
TUJUAN TASYBIH

Tujuan dari Tasybih itu adakalanya :


1. Menjelaskan kemungkinan wujudnya Musyabbah. Seperti Ucapan Abu Thoyyib Al-
Mutanabby :
ُّ‫ضُّدَ ِمُّالغَزَ ا ِل‬
ُ ‫ْكُّ َب ْع‬
َ ‫ُّالمس‬
ِ ‫إن‬ ّ َ‫ُّم ْن ُه ْمُُُُُّّّّّف‬
ِ ‫ت‬ َ ‫ُّوأ ْن‬
َ ‫َام‬ ِ ُ‫فإنُّتَف‬
َ ‫قُّاألن‬ ْ
Ketika kamu mengungguli kemuyaan semua Makhluk,
padahal kamu dari sebagian mereka maka Minyak misik itu sebagian dari darah
Kijang
Ketika Penyair mengklaim bahwa Orang yang dipuji itu berbeda dari asalnya sebab
adanya beberapa keistimewaan yang menjadikannya sebagai hakikat yang berbeda,
lalu penyair membuat Argumen/hujjah dengan menyerupakannya dengan Minyak
misik yang asalnya darah kijang untuk menolak adanya pengingkaran atas wujudnya
musyabbah tersebut karena merupakan hal yang langka.
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama keluar dari jenis asalnya.

2. Menjelaskan keadaan Musyabbah. Contoh :


ِ ‫تُّلَ ْمُّيَ ْبد‬
ُ ‫ُُّم ْن ُه َّنُّ َك ْو َك‬
ُّ‫ب‬ ْ َ‫طلَع‬ ُ ‫ُّوال ُملُ ْوكُ ُّ َك َوا ِك‬
َ ُّ‫بُُُُُُّّّّّّإذَا‬ َ ‫َكأنكُّش َْمس‬
Seolah-olah Engkau adalah Matahari, Dan Para Raja adalah bintangnya, Ketika
Matahari telah muncul, maka satu bintangpun tiada terlihat.

Penyair menyerupakan Mukhotob seperti Matahari, karena menjelaskan keadaan


mukhotob yang terlihat. Wajah syabahnya adalah : Sama-sama keadaanya terlihat.

dan menyerupakan Para raja seperti bintang karena menjelaskan keadaanya yang
tidak terlihat saat berada disisi Mukhotob.
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama keadannya tidak terlihat ketika berada
disisinya.

3. Menjelaskan Jumlah keadaan Musyabbah. Contoh :


ُ ًُُُُُُّّّّّّ‫ُّوأ َ ْر َبعُ ْونَ ُّ َحلُ ْو َبة‬
ِ ‫س ْودًاُّ َكخَا ِف َي ِةُّالغُ َرا‬
ُّ‫بُّاأل ْس َح ِم‬ َ ‫ان‬ِ َ ‫ِف ْي َهاُّاثْ َنت‬
Dalam Rombongan itu ada 42 ekor unta perah yang hitam,
Ia bagaikan Bulu sayap burung gagak yang hitam.

Penyair menyerupakan 42 unta yang hitam seperti Bulu sayap Burung gagak karena
menjelaskan kadar warna hitamnya, ketika pendengar hanya mengetahui kadar
keadaan musyabbah bih (sayap burung gagak)
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama terdapat warna hitam.

4. Menetapkan Keadaan Musyabbah. Contoh :


ُّ‫َاُُُُُّّّّّمثلُُّالز َجا َج ِةُّ َكس ُْرهَاُّالَُّي ُْجبَ ُر‬
ِ ‫ُّوده‬ َ ُ‫إنُّالقُل‬
ُ ‫وبُُّّإذَاُّتَنَافَ َر‬
Sesungguhnya Hati itu jika telah hilang rasa cintanya,
Maka bagai kaca yang saat pecah tiada bisa disambung lagi.

Penyair menyerupakan Hilangnya cinta di hati seperti pecahnya kaca dengan tujuan
mengukuhkan sebab sulitnya rasa cinta itu kembali seperti semula.
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama sulit kembali pada keadaan semula.
5. Menghiasi Musyabbah. Contoh :
َّ ‫ـنُّ َك ُم ْقلَ ِة‬
ُّ‫ُّالظ ْبيُِّالغ َِري ِْر‬ ِ ‫ُّواض َحةُُّالجيْـث‬
ِ ‫سودَا ُء‬
َ
Wanita yang hitam yang terlihat dahinya,
bagai biji mata biawak yang indah.

Penyair menyerupakan Hitamnya wanita seperti biji mata biawak dengan tujuan
memujinya, sebab warna biji mata merupakan keindahan.
Wajah syabahnya adalah : Sama-sama memiliki keindahan.

6. Menghina Musyabbah. Contoh :


ُّ‫َارُّ ُم َحدِّثاُّ َف َكأنهُُُُُُُُُِّّّّّّّّق ْردُّيُقَ ْه ِقهُُّأ َ ْوُّ َع ُج ْوزُّت َ ْل ِط ُم‬
َ ‫وإذاُّأش‬
Ketika Ia berisyarat sambil berbicara, maka ia seperti Kera yang
tertawa terbahak-bahak atau Nenek-nenek yang menampar pipinya.

Wajah Syabahnya adalah : Sama-sama memiliki perbuatan jelek.

Dan terkadang tujuan itu kembali pada Musyabbah bih jika antara musyabbah dan
Musyabbah bih di balik, contoh :
ِ ‫ُُُُّّّو ْجهُُّال َخ ِل ْيفَ ِة‬
ُّ‫ُّحيْنَ ُّي ُْمتَدَ ُح‬ ُ ُّ‫أن‬
َ ‫غ َّرتَه‬ ّ ‫ص َبا ُحُّ َك‬
َّ ‫َو َبدَاُّال‬
Dan telah tampak waktu pagi, Seolah-olah Cahayanya bagaikan wajah Kholifah (Al-
Makmun bin Harun Ar-Rosyid) saat Ia dipuji.

Wajah Syabahnya adalah : Sama-sama terangnya.

ُ sebagai Musyabbah bih dan lafadz ُّ ‫ َو ْجهُ ُّال َخ ِل ْيفَ ُِّة‬sebagai


Asalnya dari Lafadz ُّ ُ ‫غ َّرت َ ُّه‬
Musyabbah , karena secara asal Cahaya Waktu pagi itu lebih terang dari padawajah
Kholifah, lalu dibalik seolah-olah wajah kholifah lebih terang dari pada cahaya
waktu pagi.
Tasybih semacam ini disebut : Tasybih Maqlub.

MAJAZ

Majaz adalah : Lafadz yang digunakan pada selain makna aslinya, karena
adanya keterkaitan makna disertai Indikator yang mencegah dari pemahaman arti
aslinya.
Seperti :
Lafadz ُّ‫ الد َر ِر‬diartikan sebagai : "Beberapa kalimah Fashihah" dalam ucapanmu :
‫فُالنُّيَتَ َكلَّ ُمُّبِالد َر ُِّر‬ = Dia sedang berbicara dengan Kata-kata fasih .
lafadz itu digunakan pada selain arti aslinya, karena Arti aslinya adalah Beberapa
Mutiara, lalu dirubah menjadi arti " Beberapa kalimah Fashihah" sebab diantara arti
keduanya masih ada kaitan dalam hal keindahan.
dan Perkara yang mencegah dalam mengartikan makna aslinya adalah Qorinah
Lafadziyah : ُّ‫يَت َ َكلَّ ُم‬ (Berbicara).
dan Lafadz ‫ع‬
ُُّ ‫أصاب‬ diartikan sebagai : "Beberapa ujung jari" dalam Firman Allah
SWT :
َ ‫َي ْج َعلُ ْونَ ُّأ‬
ُّ‫صاب َع ُه ْمُّ ِف ْيُّآذا ِن ِه ْم‬ = Mereka menjadikan Ujung jari mereka pada
telinga mereka.
lafadz itu digunakan pada selain arti aslinya, karena Arti aslinya adalah Beberapa
Jari tangan, lalu dirubah menjadi arti " Beberapa Ujung jari tangan" sebab diantara
arti keduanya masih ada kaitan bahwa Ujung jari merupakan bagian dari jari.
Kemudian Kull (keseluruhan jari) digunakan untuk arti Juz (Sebagian jari).
dan Qorinah yang mencegah dalam mengartikan makna aslinya adalah tidak
memungkinkannya memasukkan keseluruhan jari pada telinga.

Dalam Majaz, apabila kaitan antara ma'na majazi dan ma'na asli ada
keserupaan, seperti pada contoh pertama, maka disebut : Majaz isti'aroh. Jika
tidak ada keserupaan, seperti pada contoh kedua maka disebut Majaz mursal.

Majaz Isti'aroh

Adalah : Majaz yang keterkaitan makna Aslinya dengan makna yang digunakan, itu
ada keserupaan.
Seperti Firman Allah SWT :
ُّ‫ُّمنَ ُّالظلُ َماتُِّ ِإلَىُّالن ْو ِر‬
ِ ‫اس‬ ْ ‫ِكتَابُّأ ْنزَ ْلنَاهُُّإلَي َْكُّ ِل‬
َ َّ‫تخ ِر َجُّالن‬
"Ini adalah Kitab yang telah Kami turunkan kepadamu supaya engkau mengeluarkan
manusia dari kegelapan (Kesesatan) menuju Cahaya (Hidayah) .( S. Ibrahim : 1)

Arti Asli Lafadz ِ ‫ُّالظلُ َما‬dan ُُّّ‫ الن ْو ُِّر‬adalah Gelap dan Terang.
ُّ‫ت‬
Arti Majaz Lafadz ‫ت‬ ُِّ ‫ ُّالظلُ َما‬dan ُّ ُّ ‫ الن ْو ُِّر‬adalah ُّ ‫( الضالل‬Kesesatan)
dan ُّ ُّ ‫ال ُهدَى‬
(petunjuk ).
ُِّ ‫ُّالظلُ َما‬dan ُُّّ‫الن ْو ُِّر‬pada ayat tersebut digunakan pada selain arti aslinya
Lafadz ‫ت‬
(makna Majaz).
dan kaitan antara makna keduanya adalah adanya keserupaan antara "Arti
Kesesatan dan kegelapan" dengan wajah syabah : "sama-sama tidak mengetahui
sesuatu", atau "Hidayah dan Cahaya" dengan wajah syabah: "sama-sama mengetahui
sesuatu".
dan Qorinah yang mencegah untuk mengartikan pada makna aslinya adalah Lafadz :
ُّ‫اس‬ ْ ‫ِكتَابُّأ ْنزَ ْلنَاهُُّإلَي َْكُّ ِل‬
َ َّ‫تخ ِر َجُّالن‬ .

Ijro' Isti'aroh pada Lafadz ‫ الظلمات‬adalah : Lafadz ُّ‫ الضاللة‬diserupakan dengan


lafadz ُّ ‫ الظلمات‬dengan wajah syabah : sama-sama tidak mendapat petunjuk pada
keduanya.
Ijro' Isti'aroh pada Lafadz ‫ النور‬adalah : Lafadz ُّ‫ الهدَى‬diserupakan dengan lafadz
ُّ‫ النور‬dengan wajah syabah : sama-sama mendapat petunjuk pada keduanya.

Asal dari majaz isti'aroh adalah : Tasybih yang dibuang salah satu dari Musyabbah
atau Musyabbah bih, wajah syabahnya, dan adat tasybihnya.
Musyabbah disebut : Musta'ar Lah, dan Musyabbah bih disebut : Musta'ar Minhu.

Pada Contoh diatas, dapat disimpulkan :


Musta'ar lah (Musyabbah) adalah : Lafadz ُّ‫ الضالل‬danُّ‫ ُّالهدى‬.
Musta'ar Minhu (musyabbah bih) adalah : Makna asli Lafadz ُّ‫ الظالم‬danُُّّ‫ُُّّالنور‬.
sedangkan lafadz ُّ‫ الظلمات‬danُّ‫ُّالنور‬disebut : Musta'ar (Lafadz yang digunakan
untuk Majaz Isti'aroh).

Pembagian Majaz Isti'aroh


Majaz Isti'aroh dengan memandang penyebutan Musyabbah atau Musyabbah bih,
terbagi menjadi dua macam yaitu :
a. Isti'aroh Musorrohah.
Adalah : Majaz yang dijelaskan dengan menyebut lafadz Musyabbah bih saja.
Seperti Ucapan Penyair :
ِ ‫علَىُّالعُنَّا‬
ُّ‫بُّ ِبالبَ َر ْد‬ ْ ‫عض‬
َ ُّ‫َّت‬ َ ‫ًاُّو‬
َ ‫ُُُُّّّّو ْرد‬
َ ‫ت‬ ْ َ‫سق‬
َ ‫ُّو‬ ِ ً‫تُّلُؤْ لُؤ‬
َ ‫اُّم ْنُّن َْر ِج ٍس‬ َ ‫فأم‬
ْ ‫ط َر‬
Dia (Seorang wanita) telah meneteskan Mutiara dari Bunga narsis, dan membasahi
bunga mawar, dan menggigit buah anggur dgn Hujan es.

Maksudnya adalah : Dia (Seorang wanita) telah meneteskan Air mata bak Mutiara
dari matanya bak Bunga narsis, dan menyirami pipinya laksana bunga mawar, dan
menggigit ujung jarinya laksana buah anggur dengan giginya laksana Hujan es.

Penyair menggunakan majaz isti'aroh pada Kata-kata tersebut :


Musyabbah Musyabbah Bih Wajah Syabah
Air ُّ ‫فيُّالصفاء‬
Mata
‫الدموع‬ Mutiara ‫اللؤلؤ‬ sama jernihnya

Bunga sama terkumpulnya ُّ‫فيُّأجتماعُّالسواد‬


Mata ‫العيون‬ Narsis
‫النرجس‬ warna hitam dan putih ‫والبياض‬
Bunga ‫فيُّالحمرة‬
Pipi ‫الخدود‬ Mawar
‫الورد‬ sama merahnya

Ujung Buah ‫فيُّالشكل‬


jari
‫األنامل‬ Anggur
‫العناب‬ sama bentuknya

ُّ‫فيُّبياضُّكلُّمع‬
Gigi ‫األسنان‬ Hujan Es ‫البرد‬ sama putih bersihnya
‫النصاعة‬

Majaz diatas dengan menyebutkan Musyabbah bihnya, maka disebut majaz


Isti'aroh Musorrohah.

b. Isti'aroh Makniyyah.
Adalah : Majaz yang Musyabbah bihnya dibuang dan ditunjukkan dengan sesuatu
dari perkara Lazimnya (Perkara yang menetapinya).
Seperti Firman Allah :
‫ُّالر ْح َمة‬ ِ ‫ضُّلَ ُه َماُّ َجنَا َحُّالذ ِّل‬
َّ َ‫ُّمن‬ ْ ‫َو‬
ْ ‫اخ ِف‬
Dan Rendahkan sayap burung pada Kedua orangtuamu dengan kasih sayang. (Surat
Al-Isro’ : 24)

Allah membuat majaz isti'aroh Lafadz ُّ‫الطائر‬ (Burung) untuk lafadz ُّ ‫(الذ ِّل‬tunduk)
kemudian membuang Lafadz ُّ‫( الطائر‬Burung) dan menunjukkan lafadz yang dibuang
dengan sesuatu lazimnya yaitu Lafadz : ‫( الجناح‬Sayap).
Ijro'nya adalah :
Kata "ُّ ‫الذل‬: tunduk" (Sebagai Musyabah) diserupakan dengan kata " ُّ‫الطائر‬: Burung"
(Sebagai Musyabah bih), kemudian menggunakan arti lafadz Musyabbah bih
(Burung) untuk arti lafadz Musyabbah (‫)الذل‬. lalu kata Burung itu dibuang, dan Kata
"Burung" yang terbuang ditunjukkan dengan sesuatu yang menetap padanya yaitu
Sayap, dengan cara isti’aroh makniyyah.

Adapun Penetapan lafadz ‫ الجناح‬pada lafadz ‫ل‬ ُِّّ ‫الذ‬. , ini oleh Ulama' Ahli Balaghoh
Salaf dan Al-Khotib dikatakan sebagai Isti'aroh Tahyiliyyah.
Perbandingan
Contoh lain :
Seperti Ucapan Al-Hajjaj pada salah satu khutbahnya :
ْ ‫ساُّقَدُّْأ َُّْينَ َع‬
ُّ‫ت‬ ُ ‫إ ِنّ ْيُّأل َ َر‬
ً ‫ىُّرؤُ و‬
Sesungguhnya aku benar-benar melihat buah (arti asli : kepala)
yang sudah matang.

Ijro'nya adalah :
Kata "‫رؤوسا‬: kepala " (Sebagai Musyabah) diserupakan dengan kata "ُّ ‫ثمرات‬: buah"
(Sebagai Musyabah bih), asalnya :
ْ ‫ساُّكالثّمراتُِّقَدُّْأ َ ْينَ َع‬
ُّ‫ت‬ ُ ‫إ ِنّ ْيُّأل َ َر‬
ً ‫ىُّرؤُ و‬
kemudian menggunakan arti lafadz Musyabbah bih (yaitu buah) untuk arti lafadz
Musyabbah (‫سا‬ ِ ‫الثّمرا‬itu dibuang, dan ditunjukkan dengan sesuatu
ُ . lalu kata ُّ ‫ت‬
ً ‫)رؤُ و‬
yang menetap padanya yaitu matang, dengan cara isti’aroh makniyyah.

Majaz Isti'aroh dengan memandang lafadz yang digunakan sebagai majaz (Al-
Musta’ar) , terbagi menjadi 2 macam yaitu :
1. Isti'aroh Ashliyyah
Adalah Majaz yang lafadz Musta'arnya berupa selain Isim Mustaq , baik berupa isim
a'in (dzat) atau Isim ma'na.
Contoh Isim A'in (Dzat) : Seperti menggunakan Lafadz ‫ الظالم‬untuk arti ُّ ‫الضالل‬
(kesesatan) dan Lafadz ُّ‫ النور‬untuk arti ‫( الهدى‬petunjuk).

Contoh Isim ma'na :


ُّ‫َهذَاُّقَتل‬ = Ini adalah pukulan keras.
Ijro'nya : Lafadz ُّ‫ قَتل‬diserupakan dengan ُُّّ‫ش ِديْد‬
َ ُّ‫ض ْرب‬
َُّ (pukulan keras) dengan wajah
syabah : sama-sama sangat menyakitkan.
Kemudian arti Musyabbah bih (pukulan keras) digunakan untuk Lafadz ُّ ُّ‫قَتل‬, karena
lafadz ُّ‫قَتل‬merupakan isim Jamid untuk suatu pekerjaan yang menghilangkan nyawa.
2. Isti'aroh Taba'iyyah
Adalah Majaz yang Musta'arnya berupa Kalimah Fi'il, Huruf dan Isim yang Mustaq.

Contoh kalimah Fi'il, Seperti :


‫بُّفُالنُّ َك ِتفَ ْيُّغ َِري ِْم ُِّه‬
َ ‫َر ِك‬ = Fulan menaiki dua Pundak orang yang dihutangi.
Maksudnya : Fulan sungguh menetapkan tanggungan kepada orang yang dihutangi.
Dikatakan sebagai isti’aroh taba’iyyah karena Must’arnya berupa fi’il madhi yaitu :
ُّ‫ب‬
َ ‫ر ِك‬.
َ
Ijro'nya :
Menurut Madzhab Salaf : Lafadz ‫( اللزوم‬Penetapan) diserupakan dengan ُّ ‫الركوب‬
(naik) dengan wajah syabah : sama-sama menguasai dan memaksa.
Kemudian Lafadz Musyabbah bih (menaiki) dijadikan majaz istiaroh dengan arti
Musyabbah ‫( اللزوم‬pemaksaan) lalu dari masdar ُّ ‫ ُّالركوب‬yang bermakna ‫اللزوم‬
dimustaqkan menjadi kalimah fi’il ُّ‫ب‬
َُّ ‫ َر ِك‬bermakna ‫لزم‬.

Menurut Madzhab Al-Ishom: Lafadz ‫( اللزوم‬Penetapan) diserupakan dengan ُّ ‫الركوب‬


(naik) dengan wajah syabah : sama-sama menguasai dan memaksa.
Kemudian Lafadz Musyabbah bih (menaiki) dijadikan majaz istiaroh dengan arti
Musyabbah ‫( اللزوم‬pemaksaan) lalu diberlakukan tasybih dari kedua masdar tersebut
yang berarti peristiwa muthlaq tanpa dibatasi dengan zaman menjadi kalimah fi’il
yang dibatasi dengan zaman lampau, lalu lafadz ُّ‫ب‬
َُّ ‫ َر ِك‬digunakan dengan makna ‫لزم‬.

Contoh Kalimah Huruf pada Firman Allah dalam Surat Al-Baqoroh : 5 =


ِ ‫علَىُّ ُهد‬
َ ‫ًىُّم ْن‬
‫ُّر ِبّ ِه ُّْم‬ َ ُّ‫ = أولَئك‬Mereka (Orang-Orang yang beriman) itu tetap atas
hidayah dari Tuhan mereka.

Maksudnya : Mereka itu menetapi dari mendapatkan hidayah yang sempurna.


Lafadz ُّ ‫على‬berfaidah Isti'la', maka Ijro'nya : Muthlaqnya Hubungan antara Orang
yang mendapat petunjuk dan Sebuah petunjuk diserupakan dengan Muthlaqnya
hubungan antara Lafadz ُّ ‫علَى‬ َ yang berfaidah Isti'la' dan lafadz yang diIsti'lai
dengan wajah syabah : sama-sama adanya ketetapan. lalu diberlakukan penyerupaan
dari arti keseluruhan (Kull) untuk arti sebagian(Juz) karena ُّ ‫علَى‬
َ memiliki arti yang
banyak. Kemudian Lafadz ُّ ‫على‬dari juz Musyabbah bih digunakan untuk arti juz
Musyabbah.

Dan Contoh Kalimah Isim seperti Ucapan Penyair :


َ ‫ش َكا َي ِةُّأ َ ْن‬
ُّ‫ط ُق‬ ّ ِ ‫انُّ َحا ِل ْيُّ ِبال‬
ُ ‫س‬َ ‫ص ًحاُُُُّّّّفَ ِل‬ ُ ‫ط ْقتُ ُّ ِب‬
ِ ‫ش ْك ِرُّ ِب ِ ّر َكُّ ُم ْف‬ َ َ‫َولَ ِئ ْنُّن‬
Jika aku berkata sambil menjelaskan dengan mensyukuri kebaikanmu, maka Lisan
keadaanku lebih mengucapkan (menunjukkan) dengan keluhan.
Maksudnya :
Ijro'nya : Lafadz ُّ‫( الداللةُّالواضحة‬petunjuk yang jelas) diserupakan dengan lafadz
ُّ‫( النطق‬Ucapan) dengan wajah syabah : sama-sama menjelaskan tujuan dan diterima
dalam hati. lalu lafadz ُّ‫( النطق‬Ucapan) digunakan untuk arti Lafadz ُّ‫الداللةُّالواضحة‬
(petunjuk yang jelas). Lalu dari masdar ُّ‫ النطق‬yang bermakna ُّ‫الداللةُّالواضحة‬itu
ُُّ ‫ط‬
dimustaqkan menjadi isim tafdhil yang berupa : ُّ‫ق‬ َ ‫ أ َ ْن‬bermakna ‫ل‬
ُّّ ‫أد‬.
Majaz Isti'aroh dengan memandang lafadz yang berkaitan dengandua sisi tasybih,
terbagi menjadi 3 macam
1. Isti'aroh Murosyahah.
Adalah : Majaz yang disebutkan Mulaim (lafadz yang berkaitan) dengan Musyabbah
bih.
Contoh : ‫ارت ُ ُه ُّْم‬ َ ‫ضالَلَةَُّ ِبال ُهدَىُّ َف َم‬
ْ ‫اُّر ِب َح‬
َ ‫تُّ ِت َج‬ َّ ‫أولَئِ َكُّال ِذيْنَ ُّا ْشت َ َر ُواُّال‬
Dan Mereka adalah orang yang mengganti kesesatan dengan petunjuk. maka
perdagangan mereka tidak akan mendapat keuntungan (surat Al-baqoroh : 16).

Lafadz ُّ‫ اإلشتراء‬digunakan untuk arti ُّ‫(اإلستبدال‬mengganti)


Ijro'nya : Mengganti perkara hak (hidayah) dengan perkara Bathil (kesesatan) dan
lebih memilih kesesatan, itu diserupakan dengan Lafadz ‫ اإلشتراء‬yaitu membeli
/mengganti harta dengan harta lain. dengan wajah syabah : meninggalkan perkara
yang dibenci (tidak dibutuhkan) dan mengganti perkara yang disenangi.
Lalu Lafadz ‫اإلشتراء‬ digunakan untuk arti musyyabah (Mengganti perkara).
Qorinahnya adalah mustahilnnya diartikan membeli kesesatan dengan petunjuk.
Dan menyebutkan lafadz ُّ‫(الربح‬keuntungan) dan lafadz ُّ‫(التجارة‬berdagang) yang
merupakan lafadz yang menyesuaikan dengan kata ُّ‫(اإلشتراء‬membeli) disebut sebagai
Tarsyih .

2. Isti'aroh Mujarodah.
Adalah : Majaz yang disebutkan lafadz yang berekaitan dengan Musyabbah.
Contoh : ‫ف‬ َ َ‫فَأذَاقَهاُّهللاُُّ ِلب‬
ُِّ ‫اسُّال ُج ْوعُِّوالخ َْو‬
"maka Allah mencicipkan mereka dengan pakaian kelaparan dan ketakutan".(S. An-
Nahl :112)
Lafadz ُّ ‫اللباس‬digunakan untuk arti sesuatu yang meliputi manusia ketika lapar dan
takut dari bahaya.

Ijro'nya : Kata " sesuatu yang meliputi manusia ketika lapar dan takut dari
bahaya" itu diserupakan dengan kata : "Pakaian" dengan wajah syabah : sama-sama
tercakup dalam sesuatu. Kata pakaian terdapat pada Orang yang memakai,
sedangkan Lapar dan takut terdapat pada orang yang merasakannya.
Menyebut Lafadz ُّ ‫ اإلذاقة‬disebut Tajrid pada Istiaroh Tasyrihiyyah. karena yang
dikehendaki adalah : ‫( اإلصابة‬menimpakan).
Lafadz ُّ ‫ اإلذاقة‬merupakan lafadz yang menyesuaikan dengan Musyabbah yaitu :
kelaparan dan pucat.
3. Isti'aroh Muthlaqoh.
Adalah : Majaz yang tidak disebutkan Mula'im (lafadz yang berkaitan) pada salah
satu dari musyabbah atau Musyabbah bih.
Contoh :
ُ ُ‫يَ ْنق‬
‫ض ْونَ ُّ َع ْهدَُّهللا‬
"Mereka (orang-orang kafir) telah membatalkan janji Allah ".
(S. Ar-Ro'du:25)
Ijro'nya : Kata " (ُّ‫ ) إبطالُّالعهد‬Membatalkan Janji " itu diserupakan dengan kata :
"(‫ ) فك ُّطاقات ُّالحبل‬merusak Ikatan tali " dengan wajah syabah : sama-sama tidak
memberi manfaat. Lalu kata yang menunjukkan Arti Musyabbah bih (merusak Ikatan
tali) yaitu: (ُّ‫ )النقض‬digunakan untuk Arti Musyabbah yaitu : membatalkan janji.

Catatan : Tidak bisa dikategorikan sebagai Tarsyih dan Tajrid kecuali setelah
sempurnanya Majaz isti'aroh dengan adanya Qorinah.

MAJAZ MURSAL

Majas Mursal adalah : Majaz yang hubungan ma'nanya tidak ada keserupaan.
Alaqoh dalam Majaz mursal ada 8 perkara yaitu :
1. Sababiyah (Sebab).
Contoh :
ُّ‫ِي‬ ٍ ُ‫تُّيَدُُّف‬
ْ ‫النُّ ِع ْند‬ ُ ‫ع‬
ْ ‫ظ َم‬ َ
"Tangan Si Fulan besar Disisiku ".(Ni'mat yang sebab mendapatkannya dengan
tangan)
Mengucapkan kata Tangan dengan arti Ni'mat dikatakan sebagai Majaz Mursal dari
Mengucapkan penyebab dengan menghendaki arti akibatnya
ُّ}‫{إطالقُّالسببُّعلىُّأرادةُّالمسبب‬

2. Musabbabiyyah (akibat)
Contoh :
‫س َما ُءُّ َنبَاتًا‬ َ ‫أ َ ْم‬
ْ ‫ط َر‬
َّ ‫تُّال‬
"Langit itu memberi curah hujan" (hujan yang mengakibatkan timbulnya tanaman)
Mengucapkan kata ‫( نَ َباتًا‬Tanaman) dengan arti Hujan dikatakan sebagai Majaz
Mursal dari Mengucapkan Akibat dengan menghendaki arti penyebabnya
}‫{إطالقُّالمسببُّعلىُّأرادةُّالسبب‬
3. Juz'iyyah (Sebagian)
Contoh :
ْ َ‫عل‬
ُّ‫ىُّأح َوا ِلُّالعَد ّ ُِو‬ َّ َ‫س ْلتُ ُّالعُي ُْونَ ُّ ِلت‬
َ ُّ‫ط ِل َع‬ َ ‫أر‬
ْ
"Saya mengutus Intel, supaya mengawasi gerak-gerik musuh"
Mengucapkan kata ‫ن‬ َُّ ‫( العُي ُْو‬beberapa mata) dengan arti Intel (mata-mata) dikatakan
sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan sebagian dengan menghendaki arti
keseluruhan }‫{إطالقُّالجزءُّعلىُّأرادةُّالك ّل‬
Karena Mata merupakan bagian dari Seseorang.

4. Kulliyah (Keseluruhan)
Contoh :
َ َ ‫َو َي ْج َعلُ ْونَ ُّأ‬
ُّ‫صا ِب َع ُه ْمُّفِ ْيُّآذانِ ِه ْم‬
"Mereka menjadikan jari-jari mereka (ujung jari) pada telinganya "
Mengucapkan kata ُّ‫( األصابع‬Jari tangan) dengan arti ُّ‫( األنامل‬Ujung jari) dikatakan
sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan keseluruhan dengan menghendaki
artisebgian }‫{إطالقُّالكلُّعلىُّأرادةُّالجزء‬
Karena Ujung jari merupakan bagian dari Jari.

5. Memandang Asalnya (pada masa sebelumnya).


Contoh :
‫َوآتُواُّال َيتَا َمىُّأموال ُه ْمُّأيُّال َبا ِل ِغيْن‬
"Dan berikanlah kepada Anak- anak yatim (Orang Baligh) atas beberapa hartanya"
Mengucapkan kata ُّ‫( اليتامى‬Anak-anak yatim) dengan arti ُّ‫( البالغين‬Orang Baligh)
dikatakan sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan Sifat sebelumnya dengan
menghendaki arti Sifat yang sedang terjadi }‫{إطالقُّإطالقُّماُّكانُّعلىُّأرادةُّماُّيكون‬
6. Memandang sesuatu yang akan terjadi.
Contoh :
‫إ ِنّ ْيُّأرانِ ْيُّأعصرُّخمراُّأيُّ ِعنبًا‬
"Saya meyakini bahwa saya sedang memeras arak (anggur)."
Mengucapkan kata ُّ‫( خمر‬arak) dengan arti ُّ ‫(عنب‬Anggur) dikatakan sebagai Majaz
Mursal dari Mengucapkan bentuk yang akan terjadi dengan menghendaki arti bentuk
sebelumnya
}‫{إطالقُّماُّيكونُّعلىُّأرادةُّماُّكان‬
7. Mahalliyah (tempat)
Contoh :
ُ‫سُّذالكُّأيُّأ ْهلُ ُّه‬
ُ ‫قَ َّر َرُّال َم ْج ِل‬
"Majlis (Ahli Majlis) itu telah menetapkan keputusan"
Mengucapkan kata ُّ‫( المجلس‬Majlis) dengan arti ُّ‫( اهلُّالمجلس‬Ahli Majlis) dikatakan
sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan tempat dengan menghendaki arti Orang
yang menempati
}‫{إطالقُّالمكانُّعلىُّأرادةُّالحا ّلُّفيه‬
8. Perkara yang menempati / Keadaan (Halliyah).
Contoh :
َ ‫فَ ِف‬
‫يُّر ْح َم ِةُّهللاُِّ ُه ْمُّفِ ْي َهاُّخَا ِلد ُْونُّأيُّجنته‬
"Dan dalam Rohmat Allah (Syurga-Nya), mereka kekal didalamnya"
Mengucapkan kata ُِّ‫هللا‬
ُّ ُّ‫( َر ْح َم ِة‬Rohmat Allah) dengan arti ‫( جنته‬Surga Allah)
dikatakan sebagai Majaz Mursal dari Mengucapkan Perkara yang menempati dengan
menghendaki arti Tempat.
}‫{إطالقُّالحا ّلُّعلىُّأرادةُّالمح ّل‬

MAJAZ MUROKKAB

Majaz Murokkab
adalah Lafadz yang tersusun, yang digunakan bukan pada arti aslinya, dengan
disebabkan adanya hubungan makna dengan tidak adanya penyerupaan.
Seperti Jumlah Khobariyyah digunakan sebagai jumlah Insya' dalam ucapan Penyair
:
Contoh :
ُّ‫ُّو ُجثْ َما ِن ْيُّ ِب َم َّكةَُّ ُم ْوثَ ُق‬
َ ‫ص ِعدُُُُُّّّّ َج ِنيْب‬ ِ ‫ُّالر ْك‬
ْ ‫بُّال َي َما ِنيْنَ ُّ ُم‬ َّ ‫ه ََوا َياُّ َم َع‬
"Kekasihku beserta Rombongan Orang yaman itu menjauh. Dan Ragaku di Makkah itu
terikat ".

Tujuan pada bait ini bukanlah menceritakan, tetapi memperlihatkan kesusahan dan
kesengsaraan.

Contoh lain dengan tujuan memperlihatkan kelemahan:


َ َ ‫ْفُّ َع ِنّ ْيُّ َياُّ َم ْنُّ َي ِق ْيلُُّال َعث‬
ُّ‫ار‬ ُ ‫اراُُُُُّّّّّفَاع‬ ْ ‫َربّ ُِّإُِّنّ ْيُّالَُّأ ْستَ ِط ْي ُعُّا‬
ً ‫صتِ َب‬
"Wahai Tuhanku, aku tidak mampu bersabar, maka ampunilah aku wahai Dzat yang
mengampuni kesalahan".

Contoh lain dengan tujuan memperlihatkan kebahagiaan :


َ ِ‫ُكت‬
ِ َّ‫بُّإس ِْم ْيُّبَُّْينَ ُّالن‬
ُّ‫اج ِحي َْن‬
"Namaku telah tertulis diantara orang-orang sukses".
Begitu juga Jumlah Isya’ yang digunakan untuk makna jumlah khobar, Contoh Sabda
Nabi SAW :
ِ ُ‫يُّفَ ْليَتَبَ َّوُّأُّْ َم ْع َعدَه‬
ِ َّ‫ُّمنَ ُّالن‬
ُّ‫ار‬ َّ َ‫عل‬ َ َّ‫َم ْنُّ َكذ‬
َ ُّ‫ب‬
“Barang siapa yang mendustakan aku, maka hendaklah ia menempati tempatnya dari
neraka”.
Karena ُّْ‫ فَ ْليَتَبَ َّوأ‬yang dkehendaki adalah lafadz ُ ‫يَتَبَ َّوُّأ‬

Apabila Hubungan maknanya ada keserupaan, maka dikatakan sebagai Majaz


Isti'aroh Tamtsiliyyah.
Seperti yang diucapkan kepada orang yang ragu-ragu terhadap suatu perkara.
Contoh :
‫ُّوتـ ُ َؤ ِ ّخ ُرُّأ ُ ْخ َرى‬
َ ً‫ُّر ْجال‬ َ ‫ِإ ِنّ ْيُّأ َ َر‬
ِ ‫اكُّتُقَ ِدّ ُم‬
"Saya melihatmu mendahulukan kaki yang satu sekali dan mengakhirkan kaki yang
lain sekali".

Ijro'nya : Ilustrasi keraguan terhadap suatu perkara itu diserupakan dengan


orang yang berdiri, lalu ingin pergi. pada satu kesempatan Ia ingin pergi dengan
mendahulukan kaki yang satu. dan pada kesempatan lain ia mengakhirkan kaki yang
lain.
ْ ُ ‫ُّوتـ ُ َؤ ِ ّخ ُُّرُّأ‬
Lalu menggunakan lafadz Musyabbah bih (‫خ َرى‬ َ ً‫ُّر ْجال‬
ِ ‫ )ت ُ َق ِدّ ُم‬untuk arti
musyabbah (Keraguan).

MAJAZ AQLI
Majaz Aqli
Adalah : Mengisnadkan Lafadz Fi'il atau yang bermakna fi'il pada selain Lafadz yang
menjadi Ma'mulnya menurut keinginan Mutakalim secara Dhohir karena adanya
hubungan makna.
Seperti ucapan penyair :
ِ‫ي‬
ُّّ ‫ُّو َمرُّال َع ِش‬ َ ‫ُّوأ َ ْفنَىُّال َك ِبي‬
َ ‫ْـُُُُّّّّـرُّ َكرُّالغَدَا ِة‬ َ ‫ص ِغي َْر‬ َ ‫أَش‬
َّ ‫َابُّال‬
"Berjalannya siang dan malam telah membuat Anak kecil menjadi tua, dan Orang tua
menjadi mati".

Mengisnadkan kata Tua (beruban) dan Mati pada Kata "Berjalannya siang dan
malam" merupakan Isnad pada selain Ma'mulnya. Karena Dzat yang menjadikan tua
(beruban) dan Dzat yang menjadikan mati secara hakikatnya adalah Allah SWT.
Dan termasuk Majaz Aqli yaitu
a. Mengisnadkan Lafadz Mabni Ma'lum kepada maf'ulnya.
Contoh :
ُّ‫اضيَة‬
ِ ‫ُّر‬
َ ‫ِع ْيشَة‬
"Kehidupan yang diridhoi".
kata "ُّ‫اض َية‬
ِ ‫ "ُّ َر‬yang merupakan Lafadz mabni ma'lum, di isnadkan pada Dhomir yang
kembali pada lafadz "ُّ‫ع ْيشَة‬
ِ ُّ" dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : ُّ‫اض‬
ٍ ‫ُّر‬
َ ‫ِع ْيشَة‬
ُّ‫احبُ َهاُّإيَّ َها‬
ِ ‫ص‬َ (Kehidupan yang Pemiliknya meridhoinya).
b. Mengisnadkan Lafadz Mabni Majhul kepada Failnya.
Contoh :
‫سيْلُّ ُم ْفعَ ُّم‬
َ = "Banjir yang diluapkan".
kata "ُّ‫عم‬َ ‫ " ُم ْف‬yang merupakan Lafadz mabni Majhul, di isnadkan pada Dhomir yang
kembali pada lafadz "ُّ‫سيْل‬
َ " dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : ُّ ‫ِي‬ َ ‫سيْل ُّ ُم ْف ِعم‬
َ ‫ُّالواد‬ َ
(Banjir yang memenuhi lembah).

c. Mengisnadkan kepada Masdhar.


Contoh :
ُ‫َُّّجد ُّه‬
ِ ‫َجد‬ = "Kesemangatannya itu sunguh-sungguh".
kata "َُّّ‫ج ُّد‬ َ " di isnadkan pada Masdhar (maf'ul Muthlaq ) dikatakan Majaz Aqli karena
Asalnya : ُّ‫ُّجدًّا‬ ِ ‫( َجدَُّّش َْخص‬Orang itu sunguh bersemangat).

d. Mengisnadkan kepada Isim Zaman.


Contoh :
ُّ‫صائِم‬َ ُُّ‫اره‬
ُ ‫" = نَ َه‬Waktu siangnya itu berpuasa".
kata "ُّ ُّ‫صائِم‬ َ " di isnadkan pada Isim Zaman dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : ُّ ‫ُه َو‬
ُُّ‫صائِمُّنَ َه َارُّه‬ َ (Dia berpuasa di siang harinya.)

e. Mengisnadkan kepada Isim Makan.


Contoh :
ُّ‫ار‬
ٍ ‫نَ ْهرُّ َج‬ = "Sungai itu mengalir".
kata "ُّ ‫ار‬ ٍُّ ‫ " َج‬di isnadkan pada Isim makan dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya : ُّ‫َما ُء‬
ٍ ‫( النَّ ْه ِرُّ َج‬Air bengawan itu mengalir.)
ُّ‫ار‬

f. Mengisnadkan kepada Sebab.


Contoh :
َ‫َىُّاألمي ُْرُّال َم ِد ْينَ ُّة‬
ِ ‫بَن‬ = "Gubernur itu membangun Kota".
kata "ُّ‫ "ُّبَنَى‬diisnadkan pada Sebab,dikatakan Majaz Aqli karena Asalnya: ُُّ‫بَنَىُّالعُمال‬
َ‫ُّأمرُّاألمي ِْرُّال َم ِد ْينَ ُّة‬
ِ ‫ب‬ِ ‫سب‬
َ ‫ب‬
(Para pegawai membangun kota sebab perintah Gubernur.)

Dari keterangan tersebut, Bisa disimpulkan bahwa Majaz Lughowi terjadi pada
Lafadz yang digunakan pada selain arti aslinya, sedangkan Majaz Aqli terjadi dengan
adanya mengisnadkan pada selain ma'mul aslinya.

KINAYAH

Kinayah
adalah : Lafadz yang dikehendaki kelaziman makna aslinya, serta bisa diartikan
dengan makna yang lain.
Contoh :
َ
ُّ‫ط ِو ْيلُُّالنَّ َجا ِد‬
= "Panjang Sarung pedangnya"
maksudnya adalah Dia itu Panjang postur tubuhnya.
َ adalah bisa diartikan dengan Makna hakiki
َ َّ‫ط ِو ْي ُل ُّالن‬
Yang dikehendaki dari lafadz ُّ ‫جا ُِّد‬
(Panjang Sarung pedangnya) dan Makna Lain (Panjang postur tubuhnya), karena
tidak adanya Qorinah yang mencegah untuk mengartikan pada makna Hakiki,
berbeda dengan Majaz. karena pada Majaz itu tidak boleh diartikan dengan Makna
asli beserta Makna majaz, karena tujuan yang diharapkan adalah makna Majaz saja
dengan adanya Qorinah yang mencegah mengartikan pada makna Asli.
Dan inilah perbedaan antara Kinayah dan Majaz.

Kinayah, dengan memandang Makni alaih ( Lafadz yang digunakan sebagai kinayah)
terbagi menjadi 3 macam :
1. Kinayah yang Makni alaihnya berupa isim sifat.
Contoh :

Seperti Ucapan Khonsya' (memuji saudaranya yang bernama Sokhr):


َ ُّ‫ُّالر َمادُِّإذَاُّ َما‬
‫شتَى‬ َ
َ ‫ط ِو ْيلُُّالنَّ َجاد‬
َّ ‫ُِّرفِ ْي ُعُّال ِع َمادُُُُُِّّّّّ َكثِي ُْر‬
"Dia(Saudara Laki-lakinya) itu Panjang sarung pedangnya, Luhur tiangnya, Banyak
debunya ketika Ia bersedekah"

Ia menghendaki bahwa Saudaranya itu postur tubuhnya Tinggi, Seorang Tuan, Yang
Dermawan.
Tinggi sarung pedangnya diartikan sebagai : "Tinggi postur tubuhnya"
Luhur Tiangnya diartikan sebagai : "Seorang Tuan (Sayyid)"
dari keduanya digunakan sebagai kinayah yang dekat dengan makna aslinya.
Banyak debunya diartikan sebagai : "Dermawan"
Kata ini digunakan sebagai kinayah yang Jauh dari makna aslinya, karena : Banyak
debunya berarti Banyak masaknya, Banyak masaknya berarti banyak makanannya,
banyak makanannya berarti banyak Orang yang memakannya, banyak Orang yang
memakannya berarti Banyak tamunya, Banyak tamunya berarti banyak sedekahnya
(Dermawan).

2. Kinayah yang Makni alaihnya berupa Nisbat.


Contoh :
ُّ‫ُّردَائِ ِه‬
ِ ‫ت‬ َ ‫ال َم ْجدُُّ َبيْنَ ُّث َ ْو َب ْي ِهُّوال َك َر ُمُّتَ ْح‬
"Kemulyaan itu diantara Dua bajunya, Kedermawanan itu dibawah selendangnya"

Pada contoh tersebut, Tetapnya kemulyaan dan kederwanan seseorang itu dijadikan
kinayah dengan kata-kata diatas karena Wujudnya dua sifat tersebut tidak telepas
dari Orang yang disifati, dan tidak ada Orang yang disifati kecuali Orang yang
memiliki dua pakaian dan selendang itu.
Maka dari itu Contoh diatas memberikan faidah Nisbat tetapnya sifat kemulyaan
dan kedermawanan pada Orang yang disifati sebagaimana Tetapnya Dua pakaian dan
selendang pada Pemiliknya.

3. Kinayah yang Makni alaihnya tidak berupa Sifat dan Nisbat.


Contoh : Seperti Ucapan Penyair :
ُّ‫َان‬
ِ ‫ضغ‬ْ َ ‫ام َعُّاأل‬ َّ ‫ُُُُّّّّو‬
ِ ‫الطا ِع ِنيْنَ ُّ َم َج‬ َ َ‫َّار ِبيْنَ ُّ ِب ُك ِّلُّاَ ْبي‬
َ ‫ضُّ ُم ْخدِم‬ ِ ‫الض‬
"(Saya memuji) Orang-orang yang memukul dengan setiap pedang putih mengkilat
yangTajam , dan Orang-orang yang menusuk dengan tombaknya di Beberapa tempat
kumpulnya sifat kebencian".

Penyair membuat kinayah dengan kata " Tempat berkumpulnya sifat kebencian"
yang berarti Hati. Seolah-olah ia mengatakan : "dan Orang-orang yang menusuk
hati lawan" karena menghilangkan nyawa dengan cepat.
Kata " Hati" itu bukan merupakan sifat dan Nisbat, tetapi Kata yang disifati.

Pada Kinayah, Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu Penghubungnya
Banyak, maka Disebut Talwikh.
Seperti Contoh diatas : Banyak debunya berarti Banyak masaknya, Banyak
masaknya berarti banyak makanannya, banyak makanannya berarti banyak Orang
yang memakannya, banyak Orang yang memakannya berarti Banyak tamunya, Banyak
tamunya berarti banyak sedekahnya (Dermawan).

Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu Penghubungnya Sedikit dan Masih
samar, maka Disebut Ar-Romzu.
Contoh :
ُّ‫ُّر ْخو‬ َ ُّ‫ُهو‬
ِ ‫س ِميْن‬ = "Dia itu orang yang gendut yang Lembek"
Maksudnya adalah Dia itu Orang yang Bodoh dan Idiot.
Arti kinayah ini penguhubungnya yaitu : Gemuk dan lembek berarti Lebar
Tengkuknya (Jithok: Jawa), dan Lebar tengkuknya berarti Bodoh dan Idiot.
Jika Antara makna Asli dengan Makna Kinayah itu Penghubungnya Sedikit atau
memang tidak ada dan Jelas, maka Disebut Ima' dan Isyaroh.
Contoh Penghubungnya sedikit dan jelas :
ُّ‫ط ْل َحةَُّث ُ َّمُّلَ ْمُّيَـت َح َّو ِل‬ َ َ‫ْتُّال َم ْجدَُّأ َ ْلق‬
َ ُّ‫ىُّر ْحلَهُُُُُّّّّفِ ْيُّآ ِل‬ َ ‫اُّرأَي‬
َ ‫َأوُّ َم‬
"Apakah Engkau tidak melihat kemulyaan yang menempati rumahnya pada keluarga
Tholhah, lalu kemulyaan itu tidak berpindah (dari mereka)"

Penjelasan :
Pada bait tersebut dibuat kinayah tentang keberadaan mereka itu mulia, dengan
satu penghubung serta jelas.
Karena bertempatnya kemuliaan ditumahnya serta tidak berpindah itu merupakan
makna majazi, dengan menyerupakan “kemuliaan” dengan “seorang laki-laki yang
mulia yang memiliki tempat yang ia khususkan bagi seseorang yang ia kehendaki”
dengan wajah syabah sama –sama adanya rasa senang bertemu.
Lalu Lafadz musyabbah bih digunakan untuk musyabbah, lalu musyabbah bih dibuah
dan ditunjukkan sesuatu kelazimannya yaitu menempati rumah, dengan menjadikan
majaz Tahyiliyah.
Penghubung makna kinayahnya adalah : Kemulyaan yang diserupakan dengan
seseorang yang memiliki rumah merupakan sifat yang sudah pasti adanya orang yang
disifati dan tempat, dan perantara inilah dikatakan jelas.
Contoh yang tidak adanya Penghubungnya tapi jelas :
‫ْضُّالقَفَا‬
ُ ‫ع ِري‬
َ = "Lebar tengkuknya (Jithok : Jawa)"
Kinayah untuk arti Bodoh, karena lebar tengkuknya sudah jelas menunjukkan arti
bodoh menurut adat.

Disini ada jenis dari kinayah yang dituju pemahamannya pada runtutan kalam
(siyaqul Kalam), yang disebut : Ta'ridh, yaitu : mengarahkan kalam pada satu sisi
makna.
Seperti Ucapanmu terhadap Orang membuat dhoror pada Manusia.
ُّ‫اسُّ َم ْنُّ َي ْن َفعُ ُه ْم‬
ِ َّ‫َخي ُْرُّالن‬
"Sebaik-baiknya manusia adalah Orang yang memberikan kemanfaatan Terhadap
Mereka."

ILMU BADI'

Ilmu Badi'
adalah : ilmu untuk mengetahui metode memperindah kalam yang sesuai dengan
tuntutan keadaan.
Aspek ini, jika terarah pada membuat indahnya makna disebut dengan : Muhassinat
Al-Ma'nawiyyah.
Jika terarah pada membuat indahnya Lafadz disebut dengan : Muhassinat Al-
Lafdziyah.

Muhassinat Al-Ma'nawiyyah.

1. Tauriyyah; yaitu menyebutkan lafadz yang mempunyai arti dua yaitu Makna Dekat
yang langsung dipaham dari kalam (karena seringnya digunakan) dan Ma'na Jauh,
sebagai Arti yang diharapkan, dengan adanya faidah sebab ada Qorinah yang masih
samar.

Seperti pada Firman Allah :


َ ‫ِيُّ َيتَ َوُّفَّا ُك ْمُّ ِبالَّ ْي ِل‬
ِ ‫ُّو َي ْعلَ ُمُّ َماُّ َج َر ْحت ُ ْمُّ ِبالنَّ َه‬
ُّ‫ار‬ ْ ‫َو ُه َوُّالَّذ‬
"Dan Allah Dzat yang mengambil ruh kalian dimalam hari (ketika tidur) dan
mengetahui dosa yang kalian kerjakan di siang hari ."
(S. Al-An’am :60)
Dengan menghendaki pada Lafadz ُّ ‫حت ُ ُّْم‬
ْ ‫ َج َر‬dengan makna jauhnya adalah :
mengerjakan dosa. dan makna dekatnya adalah : melukai , tetapi makna ini tidak
dikehendaki, karena adanya Qorinah Firman Allah pada akhir ayat yang berbunyi : ُّ‫ث ُ َّم‬
‫يُ َن ِبّئُك ْمُّبماُّكنتمُّتعلمون‬.

Dan seperti ucapan Penyair :


ُ ‫ع ِب ْي ُّد‬ ْ ُ‫س ِيّدًاُّ َحازَ ُّل‬
َ ُّ‫طفًاُُُُّّّّلَهُُّالبَ َرايَا‬ َ ُّ‫يَُّا‬
َ َ‫ُّولَ ِك ْنُُُّّّ َجف‬
ُّ ُ ‫اكُّ ِف ْينَاُّ َي ِز ْي ُّد‬ َ ‫سي ُْن‬ َ ‫تُّال ُح‬ َ ‫أ َ ْن‬
Wahai Tuan yang memperoleh Kasih sayang, yang semua Makhluq tunduk padanya.
Engkau adalah Sayid Husain (bin Ali bin Abi Tholib), tetapi kesengsaraanmu pada
kami bertambah"
Arti qorib lafadz ُّ ُ ‫يَ ِز ْيد‬ adalah : Nama orang,(yazid bin Muawiyah bin Abu
sufyan) karena dengan menyebut Nama Husain itu menetapkan bahwa
Yazid sebagai Nama, tetapi Makna ini tidak dikehendaki.
Arti Ba'id yang dikehendaki Penyair dari lafadz ُّ ُ‫ يَ ِز ْيد‬adalah : Fi'il Mudhori' dari
lafadz " َُّ‫ "زَ ا ُّد‬yang bermakna : “bertambah”

2. At-Thibaq; ialah Mengumpulkan antara dua arti yang berlawanan.


At-Thibaq ada 2 yaitu : At-Thibaq Ijab dan At-Thibaq salby.
At-Thibaq Ijab adalah : Dua lafadz yang berlawanan yang tidak berbeda dalam hal
ijab dan salab.
Contoh pada Firman Allah:
ُّ‫ُّرقُ ْود‬
ُ ‫اُّو ُه ْم‬
َ ‫ظ‬ ً ‫سبُ ُه ْمُّأ َ ْيقَا‬
َ ‫َوتَ ْح‬
Dan engkau menyangka bahwa mereka itu terjaga, padahal mereka itu tidur.(Surat
Al-Kahfi : 18)
َ ‫( ي ْق‬terjaga) itu mengetahui
Lafadz ُّ ُّ‫( ُرقُ ْود‬tidur) dikatakan Tibaqul Ijab, karena ُّ ‫ظة‬
dengan panca indra, sedangkan tidur sebaliknya. dan diantara keduanya saling
berlawanan.
At-Thibaq Salab adalah : Dua lafadz yang berlawanan yang berbeda dalam hal ijab
dan salab, seperti mengumpulkan dua kalimah fi’il dari satu masdhar, lafadz yang
satu dibuat musbat (tanpa nafi), sedangkan yang kedua dibuat manfi (dengan nafi).
Contoh pada Foirman Allah :
‫اُّمنَ ُّال َح َيا ِةُّالد ْن َيا‬
ِ ‫ظا ِه ًر‬ ِ َّ‫َولَ ِك َّنُّأ َ ْكث َ َرُّالن‬
َ ُّ َ‫ُّ َي ْعلَ ُم ْون‬، َ‫اسُّالَُّ َي ْعلَ ُم ْون‬
Tetapi kebanyakan manusia itu tidak mengetahui (sesuatu yang disediakan bagi
mereka diakhirot), mereka mengetahui perkara yang jelas dari kehidupan
dunia.(Surat Ar-Rum : 6-7)

َُّ ‫( يَ ْعلَ ُم ْو‬mengetahui) dan Lafadz ُّ‫ن‬


Mengumpulkan Lafadz ُّ‫ن‬ َُّ ‫(الُّيَ ْعلَ ُم ْو‬tidak mengetahui)
dikatakan Tibaqul Salbi, karena lafadz ُّ ُّ‫(ال ُّ َي ْع َل ُم ْو َن‬tidak mengetahui) itu manfi,
َُّ ‫( يَ ْعلَ ُم ْو‬mengetahui) itu mutsbat.
sedangkan Lafadz ُّ‫ن‬

3. Muqobalah; yaitu : Mendatangkan dengan dua makna atau lebih lalu mendatangkan
dengan kata yang berlawanan ma'na tersebut secara urut.
Contoh pada Firman Allah :
ْ ‫فَ ْل َي‬
َ ً‫ض َح ُك ْواُّقَ ِل ْيال‬
‫ُّول َي ْب ُك ْواُّ َك ِثي ًْرا‬
Maka sebaiknya mereka sebaiknya tertawa dengan sedikit dan menangis dengan
banyak (Surat Al-Baqoroh : 83).
Pada ayat tersebut, Lafadz ُّ ‫( الضحك‬tertawa) berlawanan dengan kata ُّ ‫البكاء‬
(menangis) dan Lafadz ُّ‫( القليل‬sedikit) berlawanan dengan kata ُّ‫( الكثير‬banyak).

4. Menjaga Perbandingan yaitu Mengumpulakan suatu perkara, dan lafadz yang


sesuai dengannya bukan kata yang berlawanan.
Contoh :
ُ ُ‫صافِ ُحهُُّالنَّ ِس ْي ُمُّفَيَ ْسق‬
ُّ‫ط‬ َ ُ‫طبُّي‬ ْ ‫ؤُُُّّّر‬
َ ُ ُ‫الطلُّفِ ْيُّ ِس ْل ِكُّالغ‬
ُ‫ص ْو ِنُّ َكلُؤْ ل‬ ّ ‫َو‬
ُُّ ّ‫ُّوالغَ َما ُمُّيُنَ ِق‬
ُّ ‫ط‬ َ ‫ب‬ ُ ً ‫الر ْي ُحُّت َ ُّْكت‬
ّ ِ ‫ص ِح ْيفَةُُّّ ُّ َو‬ َ ُ ‫الطي ُْرُّ َي ْق َرأ‬
َ ُّ‫ُّوالغَ ِدي ُْر‬ َّ ‫َو‬
hujan gerimis pada cabang pepohonan itu bagai Mutiara yang basah yang ditiup oleh
semilirnya angin lalu jatuh ke tanah.
Burung sedang membaca (berkicau), dan Genangan air itu bagai kertas, dan angin
sedang menulis , dan Mendung membuat titik.

Pada Bait pertama terkumpul lafadz ُّّ‫ُّالطل‬،‫ُّالغصون‬،‫النسيم‬, kesemuanya merupakan lafadz


yang saling berhubungan.

Begitu juga Pada Bait kedua terkumpul lafadz ‫ُّالغمام‬،‫ُّالريح‬،‫ُّالغدير‬،‫الطير‬, kesemuanya juga
merupakan lafadz yang saling berhubungan.
dan juga lafadz ‫ُّالنقط‬،‫ُّالكتابة‬،‫ُّالصحيفة‬،‫القراءة‬, kesemuanya juga merupakan lafadz yang
saling berhubungan.

5. Istikhdam, yaitu : Menyebut lafadz dengan suatu ma'na dan mengembalikan


dhomirnya dengan ma'na yang lain, atau mengembalikan dua Dhomir dengan yang
dikehendaki dhomir kedua selain yang diharapkan pada Dhomir yang pertama.
Contoh Pertama:
ُ ‫ش ْه َرُّفَ ْل َي‬
ُُّ‫ص ْمه‬ َّ ‫ُّم ْن ُك ُمُّال‬ َ ُّ‫فَ َم ْن‬
ِ َ‫ش ِهد‬
Barang siapa diantara kalian menemui bukan (hilal Romadhon) maka haruslah
berpuasa (pada bulan itu).

Lafadz ُّ ‫الشهر‬memiliki dua arti yaitu arti hakiki (Bulan) dan arti Majaz (hilal). Pada
ayat tersebut Lafadz ُّ‫ الشهر‬diartikan dengan makna majazi (hilal), lalu dhomir pada
ُ َ‫فَ ْلي‬itu di kembalikan pada Lafadz ُّ ‫ الشهر‬yang diartikan dengan makna hakiki
ُّ ُ‫ص ْمه‬
(bulan).

Contoh kedua :
ُّ‫ضلُ ْو ِع ْي‬ َ ‫ُّو ِإ ْنُّ ُه ُم ْوُُُّّّشَب ْوهُُّبَيْنَ ُّ َج َوا ِن ِح ْي‬
ُ ‫ُّو‬ َ ‫سا ِكنِ ْي ِه‬
َّ ‫اُّوال‬
َ ‫ض‬ َ َ‫سقَىُّالغ‬
َ َ‫ف‬
Maka Allah menyirami Pohon Godho dan orang-orang yang menempatinya (Tempat
yang ditumbuhi pohon Godho), walaupun mereka menyalakannya (Api) diantara tulang
dadaku (hati) dan tulang punggungku.

Lafadz ُّ‫ الغضا‬memiliki 2 arti yaitu arti hakiki (Sejenis Pohon) dan arti Majaz Mursal
(tempat) dan arti majaz isti'aroh (Api).
Pada syair tersebut Lafadz ُّ‫ الغضا‬diartikan dengan makna hakiki (pohon), lalu dhomir
pada ُّ‫ الساكنيه‬itu di kembalikan pada Lafadz ُّ‫ الغضا‬yang diartikan dengan makna majaz
mursal (tempat) dan dhomir pada ُّ ‫ شبّوه‬itu di kembalikan pada Lafadz ُّ ‫ الغضا‬yang
diartikan dengan makna majaz Istia'roh (Api) .

6. Al-Jam'u; yaitu : Mengumpulkan dua lafadz atau lebih pada satu hukum. Seperti
Ucapan Penyair :
ْ‫سدَُّة‬ َّ َ ‫سدَةُّ ِل ْل َم ْر ِءُّأ‬
َ ‫يُّ َم ْف‬ َ ‫الجد ْهُُُّّّ َم ْف‬
ِ ‫ُّو‬ َ ‫ُّوالفَ َرا‬
َ ‫غ‬ َ ‫اب‬ َّ ‫إِ َّنُّال‬
َ َ‫شب‬
Sesungguhnya sifat muda, pengangguran, merasa cukup itu penyebab berbagai
kerusakan pada seseorang.
Penyair mengumpulkan sifat-sifat tersebut dalam satu hukum.

7. Tafriq; yaitu : Memisahkan antara dua perkara yang sama dari satu jenis. Contoh
pada ucapan Penyair (wathwath):
ُّ‫َاء‬
ٍ ‫سخ‬ ِ ‫ُّر ِبي ٍْعُُّّ َكن ََوا ِل‬
َ ُّ‫ُّاألمي ِْرُّ َي ْو َم‬ َ ‫ت‬ َ ‫ُّو ْق‬
َ ‫َماُّنوالُُّالغَ َم ِام‬
Tiada pemberian hujan pada musim semi itu seperti pemberian Pemerintah pada
waktu makmur.

Penyair membedakan antara dua bentuk pemberian, padahal pemberian itu


merupakan satu jenis yang sama.

8. Taqsim; (mengklasifikasikan)
Pada Taqsim itu adakalanya Menyempurnakan klasifikasi suatu perkara
Seperti ucapan Zuhair bin Abi Salma yang ia ucapkan pada Perdamaian yang terjadi
antara Qois dan Dzibyan :
َ ُّ‫ع ْنُّ ِع ْل ِمُّ َماُّفِ ْي‬
ُّ‫غدٍُّ َع ِم ْي‬ َ ُّ‫ُُُُُّّّّولَ ِكنَّ ِن ْي‬
َ ‫األم ِسُّقَ ْبلَه‬
ْ ‫ُّو‬َ ‫َوأ َ ْعُّلَ ُمُّ ِع ْل َمُّاليَ ْو ِم‬
“Dan Saya mengetahui pengetahuan hari ini dan kemarin, sebelum hari ini, dan
Tetapi saya tidak tahu akan pengetahuan dihari besok"

Pada syair ini terkandung bahwa ilmu itu terbagi menjadi Ilmu hari ini, ilmu hari
kemarin dan ilmu hari yang akan datang.
Inilah yang dikatakan Taqsim yang menyempurnakan pembagiannya.
dan adakalanya menyebutkan dua perkara atau lebih dan kembali pada masing-
masing perkara itu dengan menjelaskan.
Seperti ucapan Al-Multamis Jarir bin Abdul Masih :
ُ‫الوت َ ُّد‬
َ ‫ُّو‬ َ ِ‫ي‬ّ ‫عي ُْرُّال َح‬ َ ُّ‫ضي ٍْمُّي َُراد ُُّ ِب ِهُُُّّّإِالَُّّاألَذَالَّ ِن‬
َ ُّ‫علَى‬
َ ُّ‫َوالَُّيُ ِق ْي ُم‬
ُّ ُُّ ‫حد‬ َ َ ‫ُُُّّّوذَاُّيُشَجُّفَالَُّ َي ْر ِث ْيُّلَهُُّأ‬
َ ‫ْفُّ َم ْرب ُْوطُّ ِب ُر َّمتِ ِه‬ ِ ‫علَىُّال َخس‬ َ ُّ‫َهذَا‬
Tidak akan bermukim pada kedholiman yang diarah padanya kecuali Dua Makhluk
yang Hina yaitu Keledai perumahan dan pasak.
Ini (keledai perumahan) diikat dengan talinya serta hina, dan yang ini (pasak)
ditancapkan, lalu tiada satu orangpun yang menyayanginya.

Penyair menuturkan kata “keledai dan pasak” lalu kembali dengan menyatakan
sesuatu yang berhubungan pada kata yang pertama yaitu : “diikat serta hina” lalu
pada kata yang kedua yaitu “ditancapkan”.

dan adakalanya menyebutkan keadaan sesuatu dengan menyandarkan kata yang


sesuai pada masing-masing perkara tersebut.
Seperti Abu Toyyib Al-Mutanabbi :
ُ‫ط ْو ِلُّ َماُّإلتَث َ ُمواُّ ُم ْر ُّد‬ ِ ‫َاُّو َمشَا ِيخُُُِّّّ َكأَنَّ ُه ُم‬
ُ ُّ‫ُّم ْن‬ ْ
ُ ُ‫سأطل‬
َ ‫بُّ َح ِقّ ْيُّ ِبالقَن‬
ُّ ‫عدُّ ْوا‬ ُ ُّ‫ع ْواُُُّّّ َك ِثيْرُّإِذَاُّشَد ْواُّقَ ِليْلُّإذَا‬ ِ ‫ثِقَالُّإذَاُّلَقَ ْو‬
ُ ُ ‫اُّخفَافُّإِذَاُّد‬
Saya akan mencari hakku dengan tombak dan para lelaki dewasa., karena lamanya
memakai cadar (ketika perang) Seolah-olah Mereka itu para Pemuda, yang terlihat
Berat (dihadapan Musuh) ketika berperang, yang cepat tanggap ketika diajak, yang
banyak ketika menyerang, yang sedikit ketika dihitung.

9. Mungukuhkan pujian dengan sesuatu yang menyerupai penghinaan.


Hal ini terbagi menjadi 2 macam :

a. Mengecualikan Sifat Pujian dari sifat penghinaan yang meniadakan dengan


cara mengira-ngirakan masuknya pujian itu pada penghinaan.

Seperti Ucapan Ziyad bin Muawiyah Adz-Dzabiyani:


ُّ‫ب‬ ِ ‫سيُوفَ ُه ْمُُُّّّ ِب ِه َّنُّفُلُ ْول‬
ِ ِ‫ُّم ْنُّقِ َراعُِّال َكتَائ‬ َّ ‫غي َْر‬
ُ ُّ‫ُّأن‬ َ ُّ‫ْبُّفِ ْي ِه ْم‬ َ َُّ‫َوال‬
َ ‫عي‬
Tiada cela pada Mereka kecuali retaknya pedang dari menyerang pasukan Musuh.

b. Menetapkan Sifat pujian terhadap suatu perkara, dan didatangkan sifat


pujian lain setelahnya dengan kata pengecualian yang menyandinginya.
Seperti Ucapan Penyair :
َ ُّ‫صافُهُُّ َغي َْرُّأَنَّهُُُُُّّّّ َج َوادُّفَ َماُّيُ ْب ِق ْي‬
‫علَىُّال َما ِلُّ َباقِيًا‬ َ ‫تُّأَو‬
ْ َ‫فَتًىُّ َك ُمل‬
Dia itu Pemuda yang sempurna sifatnya melainkan ia seorang Dermawan, lalu ia tiada
menyisakan sisa dari hartanya.

10. Bagusnya alasan; yaitu : Menggunakan suatu alasan yang bukan sebenarnya, yang
terdapat perkara yang langka untuk sifat.
Seperti Ucapan Al-Khotib Al-Qozuwaini :
ُّ‫ق‬ َ َ‫علَ ْي َهاُّ ِع ْقدَُّ ُم ْنت‬
ِ ‫ط‬ َ ُّ‫ْت‬ َ ‫ُّخ ْذ َمتَهُُُُّّّلَ َم‬
َ ‫اُّرأي‬ ِ ‫اء‬ِ َ‫لَ ْوُّلَ ْمُّتَ ُك ْنُّنِيَّةُُّال َج ْوز‬
“Seandainya tidak ada keinginan bintang Jauza' itu melayaninya, maka engkau tidak
akan melihat padanya ikatan yang melingkar”.

11. Kesesuaian ladadz serta ma'na; yaitu Lafadz-lafadz yang sesuai dengan maknanya,
maka dipilihlah lafadz yang Agung dan Ibarot yang sangat keras logatnya untuk
kebanggaan dan keberanian, atau kalimat yang lembut dan halus untuk bahasa
kawula muda, dll.
Seperti Ucapan Penyair yang menunjukkan Kebanggaan dan keberanian:
‫تُّدَ ًما‬ ْ ‫ط َر‬ َ َ‫ش ْم ِسُّأ َ ْوُّق‬
َّ ‫ابُّال‬
َ ‫َاُّح َج‬ِ ‫ض ِ ّريَةًُُُّّّ َهتَ ْكن‬
َ ‫ضبَةًُّ ُم‬
ْ ‫غ‬ َ ُّ‫َض ْبنَا‬
ِ ‫إذاُّ َماُّغ‬
ُّ ‫ســلَّ َما‬ َ ‫علَ ْين‬
َ ‫َاُّو‬ َ ُّ‫صـلَّى‬ ِ ‫ًاُّم ْنُّقَبِ ْي َلةٍُُُّّّذ ُ َر‬
َ ُّ‫ىُّم ْنبَ ٍر‬ ِ ‫س ِيّد‬ َ َ ‫إذَاُّ َماُّأ‬
َ ُّ‫ع ْرنَا‬
Ketika kami marah seperti marahnya Mudhor, maka kami merusak penghalang
matahari (perkara haq) sampai meneteskan warna darah.
Ketika kami mencela pimpinan suatu qobilah diatas mimbar, maka Ia mendo'akan
kami dan menyebut (nama kami pada qoumnya).

Seperti Ucapan Penyair yang menunjukkan ucapan kamu pemuda :


ُّ‫طيْفُّأَلَ ْم‬
َ ُّ‫ع ِنّ ْيُّال َك َرى‬ َ ‫ُّولَ ِك ْنُّلَ ْمُّأَنَ ْم‬
َ ُّ‫ُُُّّّونَفَى‬ ُ َ‫لَ ْمُّي‬
َ ‫ط ْلُّلَ ْي ِل ْي‬
Malamku tiada panjang, tetapi aku belum tidur, telah hilang rasa ngantukku,
bayangan kekasih telah datang.

12. Uslubul Hakim; yaitu : menyampaikan kepada mukhotob dengan selain kata yang
dinantinya atau menyampaikan kepada orang yang bertanya dengan selain jawaban
yang diinginkan karena mengingatkan bahwa jawaban itu lebih layak pada pertanyaan
yang diharapkan.

a. Mempersepsikan pemahaman ucapan menjadi berbeda dengan sesuatu yang


diharapkan oleh pengucapnya.
Seperti Ucapan Qoba'tsaro kepada Hajjaj yang telah mengancamnya dengan ucapan
:ُّ‫علَىُّاأل َ ْده َِم‬
َ ُّ‫ألح ِملَنَّ َك‬
ْ
Sungguh aku akan membawamu pada terali besi
lalu Qoba'tsaro mengatakan (dengan mengartikan kata Adham dengan arti Kuda
hitam) :
ُّ‫ب‬ َ ‫علَىُّاأل ْده َِم‬
ِ ‫ُّواأل ْش َه‬ َ ُُّ‫ُُّاألمي ِْرُّ َي ْح ِمل‬
ِ ‫ِمثل‬
itu Seperti Pemimpin yang naik kuda hitam dan kuda putih.
َ ‫أ َ َردْتُ ُّال‬
Lalu Hajjaj menjawab : َُّ‫ح ِد ْيد‬
Saya menghendaki (dengan kata adham) sebagai terali besi.
Lalu Qoba'tsaro berkata (dengan mengartikan kata Hadid dengan arti Pandai):
‫ُّأنُّ َي ُك ْونَ ُّ َب ِل ْيدًا‬ ِ ‫ألنُّ َي ُك ْونَ ُّ َح ِد ْيدًاُّ َخيْر‬
ْ ‫ُّم ْن‬ ْ
Kuda yang pandai itu lebih baik dari pada kuda yang bodoh.

Hajjaj menghendaki dengan kata "adham" sebagai terali besi, dan kata "Hadid"
sebagai Tempat yang khusus. sedangkan Qoba'tsaro menggambarkan pemahaman
keduanya sebagai "Kuda hitam yang tidak bodoh"
Tujuan hal ini adalah menyalahkan Hajjaj, bahwa yang lebih layak itu janji
membawanya dengan kuda hitam yang tidak bodoh, bukan ancaman untuk
membawanya ke terali besi.

b. Memposisikan suatu pertanyaan dengan pertanyaan lain yang sesuai dengan


kondisi masalah.

Seperti Firman Allah :


.ِ‫ُّوال َح ّج‬
َ ‫اس‬ َ ‫ع ِنُّاأل ِهلَّ ِةُّقُ ْلُّ ِه‬
ِ َّ‫يُّ َم َواقِيْتُ ُّ ِللن‬ َ ُّ‫يسْألُ ْون ََك‬
Mereka bertanya padamu, maka katakanlah : "itu adalah Waktu bagi manusia dan
haji .
Sebagian Shohabat (Mu'adz bin Jabal dan Robi'ah bin Ghonam) kepada Nabi :
"Bagaimana keadaan hilal yang tampak sebentar lalu bertambah hingga menjadi
purnama, lalu berkurang hingga kembali seperti semula ?".
Maka jawabannya didatangkan dengan hikmah yang ditimbulkan dari perbedaan
ukuran hilal, pada Firman Allah tersebut, karena hal itu lebih penting bagi orang
yang bertanya.
Maka pertanyaan mereka tentang sebab terjadinya perbedaan ukuran hilal itu
diposisikan seperti pertanyaan tentang hikmah dari perbedaan itu.
Muhassinat Al-Lafdhiyyah.

1. Jinas; yaitu keserupaan dua lafadz dalam ucapan bukan pada makna.
Jinas itu ada yang Tamm (sempurna) dan Ghoiru Tamm (tidak sempurna).
Jinas Tamm; yaitu : Lafadz yang hurufnya sama dalam keadaannya (ha’iat), jenis,
hitungan dan urutannya.
Contoh :
َ ‫تُّ ِل َعي ِْنُّالدَّ ْه ِرُّ ِإ ْن‬
.‫سانًا‬ َ ‫لَ ْمُّن َْلقَ ُّ َغي َْر َكُّإ ْن‬
َ ‫سانًاُّيُالذُُّ ِب ِهُُُُُّّّّّفَالُّ َب ِر ْح‬
Kami belum pernah bertemu manusia yang bisa dibuat perlindungan selain engkau,
maka engkau senantiasa pada masa ini sebagai biji mata.

Contoh lain :
.‫ُّأرض ِه ْم‬
ِ ‫تُّ ِف ْي‬
َ ‫ض ِه ْمُّ َماُّد ُْم‬
ِ ‫أر‬
ْ ‫ُُُُّّّّو‬ َ ‫فَدَ ِار ِه ْمُّ َماُّد ُْم‬
َ ‫تُّفِ ْيُّدَ ِار ِه ْم‬
Maka kelilingilah mereka, selama engkau tetap dirumahnya. dan senangkanlah
mereka selama engkau tetap berada di tanahnya.

Jinas Ghoiru Tamm; yaitu Lafadz yang hurufnya berbeda pada salah satu dari
keadaan, jenis, hitungan dan urutan.
Contoh :
.‫ب‬ ِ ‫اضُّقَ َو‬
ُِّ ‫اص‬ ٍ ‫صولُُّبأ ْس َيافٍ ُّقَ َو‬
ُ َ ‫اص ٍمُُُُّّّّت‬
ِ ‫اصُّ َع َو‬ َ ٍُّ‫ُّم ْنُّأ ْيد‬
ِ ‫ع َو‬ ِ َ‫َي ُمد ْون‬
Mereka sedang menjulurkan (lengan mereka) dari tangan orang yang memukul
dengan tongkat, yang selalu menjaga (dari kerusakan) yang menyerang dengan
pedang yang mematikan, yang memotong.

2. Saja'; yaitu : adanya kesamaan pada huruf terakhir antara dua kalimat Natsar
yang terpisah.
Contoh :
َ ‫انُّبآدا ِب ِهُّالَُّ ِب ِز ِيّ ِه‬
.‫ُّو ِث َيا ِب ِه‬ ُ ‫س‬َ ‫اإل ْن‬
Manusia mulya itu dengan perilakunya, bukan perhiasannya dan pakiannya.

Contoh :
.‫ْظ ِه‬
ِ ‫ُّوع‬
َ ‫اج ِر‬ َ ‫ُّو َي ْق َرعُُّاأل ْس َما‬
ِ ‫عُّ ِبزَ َو‬ َ ‫عُّ ِب َج َوا ِه ِرُّ َل ْف ِظ ِه‬ ْ ‫َي‬
َ ‫ط َب ُعُّاأل ْس َجا‬
Orang menghiasi Beberapa sajak dengan keindahan lafadznya, dan mempengaruhi
pendengaran dengan Larangan-larangan nasehatnya.

3. Iqtibas; yaitu : Suatu kalam yang mengandung sesuatu dari Al-Qur;an dan Hadits
bukan merupakn Lafadz salah satunya.
Seperti ucapan Penyair :
َ َ ‫ُّوأ ْن ِك ْرُّ ِب ُك ِّلُّ َماُّيُ ْست‬
ُّ ‫طا‬
ُ‫ع‬ َ ‫ِـم‬ ‫ظ ْلـ‬
ُ ‫ضُّ ِبال‬َ ‫اُّوالَُّت َ ْر‬ َ ُّ‫الَُّتَ ُك ْن‬
َ ‫ظا ِل ًم‬
ُُّ ‫طا‬
‫ع‬ َ ُ‫ش ِفيْعٍُّي‬
َ َُّ‫ُّوال‬ َ ‫ِم ْنُّ َح ِـمي ٍْم‬ ٍُّ ُ‫ظــل‬
‫وم‬ َ ‫ابُّ َماُّ ِل‬
ُ ‫س‬ ِ ‫يَ ْو َمُّيَأ ْ ِت ْي‬
َ ‫ُّالح‬

Janganlah kamu menjadi orang dholim, dan janganlah rela dengan kedholiman, dan
ingkarilah sesuai dengan kemampuan.
Pada hari datangnya Hisab bagi orang yang sangat Dholim itu tiada seorang sahabat,
dan orang yang menolongnya yang diikuti.

Syair tersebut diambil dari Ayat Al-qur’an Surat Al-Mu’min : 18 :


ُّ‫ع‬
ُ ‫طا‬َ ُ‫ش ِفيْعٍُّي‬
َ َُّ‫ُّوال‬ َ ‫َماُّ ِلل‬
َ ‫ظا ِل ِميْنَ ُّ ِم ْنُّ َح ِمي ٍْم‬
Seperti ucapan Penyair :
َ ‫ُّالو‬
ُّ‫ط ِن‬ َ ‫ْب‬ ُ ‫عىُّغ َِري‬ َ ‫طانِ ِه ْمُُُّّّقَلَّ َماُّي ُْر‬
َ ‫ُّأو‬ ْ ‫اسُّفِ ْي‬َ َّ‫الَُّتُعَادُِّالن‬
ُّ .‫ن‬ ٍ ‫س‬
َ ‫قُّ َح‬ٍ ‫اسُّ ِب ُخ ْل‬
َ َّ‫قُّالن‬ ً ‫ع ْي‬
ِ ‫شاُّ َب ْي َن ُه ْمُُُُّّّّخَا ِل‬ َ ْ‫َوإذَاُّ َماُّ ِشئ‬
َ ُّ‫ت‬
Janganlah kamu musuhi manusia di Negaranya, Sedikit sekali para pendatang itu
dilindungi.
Jika engkau ingin berinteraksi dengan mereka, maka berperilakulah kepada manusia
dengan Akhlaq yang baik.
Syair tersebut diambil dari Sabda Nabi kepada Abu dzarr Al-Ghifary :
.‫س ٍن‬
َ ‫قُّ َح‬ ِ ‫سيئةُّالحسنةَُّتم ُحهاُّوخَا ِل‬
َ َّ‫قُّالن‬
ٍ ‫اسُّ ِب ُخل‬ َّ ‫إتقُّهللاُّحيثماُّكنتَ ُّوأتبعُِّال‬
Dan tidak berpengaruh dengan adanya perubahan yang sedikit pada lafadaz yang
diambil karena wazan Syi'ir atatau yang lain.

Seperti ucapan Penyair :


‫اجعُونَا‬ ْ ُ‫اُّخ ْفت‬
ِ ‫ُّأنُّ َي ُكونَاُُُّّّإنَّاُّإلىُّهللاُِّ َر‬ ِ ‫قَدُّْ َكانَ ُّ َم‬
Sungguh telah terjadi kematian yang aku khawatirkan, Sesungguhnya kami itu
kembali kepada Allah.
Syair tersebut diambil dari Firman Allah Surat Al-Baqoroh : 156 :
. َ‫اجعُ ْون‬ َ ‫ُّوإنَّاُّإلَ ْي ِه‬
ِ ‫ُّر‬ ُّ ُّ‫ص ْيبَةُّقَالُ ْواُّإنَّا‬
َ ِ‫هلل‬ ِ ‫صابِتْ ُه ْمُّ ُم‬
َ ‫صا ِب ِريْنَ ُّال ِذيْنَ ُّ ِإذَاُّأ‬ ّ َ‫َوب‬
َّ ‫ش ِِرُّال‬

PENUTUP

4. Indahnya permulaan kalam; yaitu : Seorang Mutakallim menjadikan awal


pembicaraannya dengan indah lafadznya, baik bentuk kalimat atau susunannya, dan
benar maknanya.
Apabila permulaan kalam itu mengandung isyarat pada tujuannya, maka dikatakan
sebagai Baroatul Istihlal.
Seperti Ucapan abu toyyib ketika memberi ucapan atas hilangnya penyakit :
ُّ‫سقَ ُم‬ َُّ ِ‫ع ْن َكُّ ِإلَىُّأ َ ْعدَائ‬
َّ ‫كُّال‬ َ ‫ُّوال َك َر ُم‬
َ ُّ‫ُُُّّّوزَ ا َل‬ َ ‫ْت‬ ُ ُّ‫يُّإ ْذ‬
َ ‫عوفِي‬ َ ِ‫ع ْوف‬
ُ ُُّ ‫ال َم ْجد‬
Keluhuran dan kemuliaan telah terlimpahkan, karena engkau telah sembuh, dan
penyakit telah hilang darimu pad musuh-musuhmu.
Seperti Ucapan penyair lain yaitu Asyja’ as-salma ketika memberi ucapan atas
pembangunan gedung :
ُّ‫علَ ْي ِهُّ َج َمالَ َهاُّاألَيَّا ُم‬ ْ ‫سالَ ُمُُُُّّّّ َخلَ َع‬
َ ُّ‫ت‬ َ ‫علَ ْي ِهُّتَ ِحُّيَّة‬
َ ‫ُّو‬ ْ َ‫ق‬
َ ُّ‫صر‬
Sebuah gedung yang terdapat kehormatan dan salam,Waktu telah meletakkan
keindahannya padanya.

5. Indahnya penutup kalam; yaitu : Seorang Mutakallim menjadikan akhir


pembicaraannya dengan indah lafadznya, baik bentuk kalimat atau susunannya, dan
benar maknanya.
Apabila akhir kalam itu mengandung isyarat pada selesainya pembicaraan , maka
dikatakan sebagai Baroatul Maqto’.
Seperti Ucapan Abul Ala’ atau abu toyyib :
ِ ‫عاءُّ ِل ْلبَ ِريَّ ِةُّش‬
ُّ‫َام ُل‬ َ ‫فُّأ َ ْه ِل ِه‬
َ ُ ‫ُُُّّّو َهذَاُّد‬ َ ‫ْتُّبَقَا َءُّالدَّ ْه ِرُّيَاُّ َك ْه‬
َ ‫بَ ِقي‬
Engkau tetap sepanjang masa, wahai Gua tempat berlindung penghuninya, Ini adalah
do’a yang menyeluruh untuk manusia.

Anda mungkin juga menyukai