Anda di halaman 1dari 21

ashakimppa.blogspot.

com

menghadirkan
*
*
*
e-book
KAIDAH KE 1

ُّ‫ًَِْٓب أُثْذِنَزَب آنِفًب يِثْمُ صَبٌَ أَصُْه‬َٛ‫ْ كَهًَِز‬ٙ‫ذخٍ يُزَّصَِهخٍ ِف‬


َ ْ‫َبءُ ثَؼْذَ فَز‬ْٛ‫إرَا رَذَشَّكَذِ انَْٕأُ َٔان‬
َ‫َغ‬َٛ‫صٌَََٕ َٔثَبعَ أَصُْهُّ ث‬.
Apabilah ada Wawu atau Yya‟ berharkah, jatuh sesudah harkah
Fathah dalam satu kalimah, maka Wawu atau Ya‟ tsb harus
diganti dengan Alif seperti contoh ٌَ‫ صَب‬asalnya ٌَََٕ‫ ص‬, dan َ‫ثَبع‬
asalnya َ‫َغ‬َٛ‫ ث‬.

Praktek I’lal :
ٌَ‫ صَب‬asalnya ٌَََٕ‫ ص‬ikut pada wazan َ‫فَؼَم‬. Wawu diganti Alif karena
ia berharkah dan sebelumnya ada Huruf berharkah Fathah, maka
menjadi ٌَ‫صَب‬.
َ‫ ثَبع‬asalnya َ‫َغ‬َٛ‫ث‬ikut pada wazan َ‫فَؼَم‬. Ya‟ diganti Alif karena ia
berharkah dan sebelumnya ada Huruf berharkah Fathah, maka
menjadi َ‫ثَبع‬.
‫غَضَا‬asalnya ََٔ‫ غَض‬ikut pada wazan َ‫فَؼَم‬. Wawu diganti Alif karena
ia berharkah dan sebelumnya ada Huruf berharkah Fathah, maka
menjadi ‫غضا‬.
ْٗ‫ سَ َي‬asalnya َٙ‫ سَ َي‬ikut pada wazan َ‫فَؼَم‬. Ya‟ diganti Alif karena ia
berharkah dan sebelumnya ada Huruf berharkah Fathah, maka
menjadi َٙ‫سَ َي‬. (*Alif pada lafazh ْٗ‫ سَ َي‬dinamakan Alif Layyinah).
Perhatian:
Kaidah ini berlaku pada Wau atau Ya‟ dengan Harkah asli.
Apabila harkah keduanya bukan asli atau baru, maka tidak boleh
dirubah. Contoh َ‫ دَػَُٕاانْمَْٕو‬.
Apabila setelah wawu atau ya‟ itu ada huruf mati/sukun, maka
diklarifikasikan sbb:
Jika Wawu atau Ya‟ tsb bukan pada posisi Lam Fi‟il, maka tidak
boleh di-I‟lal, karena dihukumi seperti Huruf Shahih. Contoh:
ٌٌ‫َب‬َٛ‫ث‬, ٌ‫ خََٕسْ َك‬,ٌ‫ْم‬َِٕٚ‫ط‬.
Jika Wawu dan Ya‟ tsb berada pada posisi Lam Fi‟il, maka tetap
berlaku Kaidah I‟lal ini. Contoh ٌََْٕ‫َخْش‬ٚ asalnya ٌََُْٕٛ‫َخْش‬ٚ . Namun
disyaratkan huruf yg mati/sukun setelah Wawu dan Ya‟ tsb
bukan huruf Alif dan huruf Ya‟ tasydid, maka yang demikian
juga tidak boleh di-I‟lal. Contoh: ‫ غَضََٔا‬,ٌَِّٕ٘‫ ػَه‬,‫َب‬َٛ‫سَي‬.

KAIDAH KE 2

ْ‫ْذًب َُمِهَذ‬ِٛ‫ًُْب يُزَذَشِّ َكخً يٍِْ أَجْ َٕفٍ َٔكَبٌَ يَب لَجْهًََُٓب عَبكًُِب صَذ‬َٛ‫َبءُ ػ‬ْٛ‫إِرَا َٔلَؼَذِ انَْٕأُ َٔان‬
ُ‫ِغ‬ْٛ‫َج‬ٚ ُّ‫ْغُ أَصُْه‬ِٛ‫َج‬ٚ ,ُ‫َمُْٕو‬ٚ ُّ‫َمُْٕوُ أَصُْه‬ٚ ُْٕ‫ َذ‬,‫ دَشْكَزًَُُٓب إنَٗ يَب لَجْهََٓب‬.
Apabila wau atau ya‟ berharokat berada pada „ain fi‟il Bina‟
Ajwaf dan huruf sebelumnya terdiri dari huruf Shahih yang
mati/sukun, maka harakat wawu atau ya‟ tsb harus dipindah
pada huruf sebelumnya. Contoh: ُ‫َمُْٕو‬ٚ asalnya ُ‫َمُْٕو‬ٚ dan ُ‫ْغ‬ِٛ‫َج‬ٚ asalnya
ُ‫ِغ‬ْٛ‫َج‬ٚ.

Praktek I’lal:
ُ‫َمُْٕو‬ٚ
ُ‫َمُْٕو‬ٚ asalnya ُ‫َمُْٕو‬ٚ ikut pada wazan ُ‫َفْؼُم‬ٚ . harkah wawu dipindah
pada huruf sebelumnya, karena wawu-nya berharkah dan
sebelumnya ada huruf shahih yg mati/sukun, untuk menolak
beratnya mengucapkannya, maka menjadiُ‫َمُْٕو‬ٚ
ُ‫ْغ‬ِٛ‫َج‬ٚ
ُ‫ْغ‬ِٛ‫َج‬ٚ asalnya ُ‫ِغ‬ْٛ‫َج‬ٚ ikut pada wazan ُ‫َفْؼِم‬ٚ harkah Ya‟ dipindah pada
huruf sebelumnya, karena Ya‟-nya berharkah dan sebelumnya
ada huruf shahih yg mati/sukun, untuk menolak beratnya
mengucapkannya, maka menjadi ُ‫ْغ‬ِٛ‫َج‬ٚ
Perhatian:
Perpindahan Syakal/Harakat/Tasykil/Tanda baca Wau atau Ya‟
tersebut dalam Kaidah ini, tidak berlaku apabila setelah Wawu
atau Ya‟ terdapat Huruf yang di-tasydid-kan. Contoh: ُّ‫َغَْٕد‬ٚ

KAIDAH KE 3

ِ‫ْ اعْىِ انْفَبػِم‬ٙ‫ًُْب ِف‬َٛ‫َبءُ ثَؼْذَ آِنفٍ صَائِ َذحٍ أُثْذِنَزَب ًَْْ َضحً ثِشَشْطِ أٌَْ رَكََُْٕب ػ‬ْٛ‫إِرَا َٔلَؼَذِ انَْٕأُ َٔان‬
ٌ‫ِش‬ٚ‫ عَبئِشٌ أَصُْهُّ عَب‬,ٌٌِٔ‫ َذُْٕ صَبئٌٍِ أَصُْهُّ صَب‬,ٍ‫ْ يَصْذَس‬ٙ‫َٔطَ َشفًب ِف‬, ٌ٘‫نِمَبءٌ أَصُْهُّ نِمَب‬.
Apabila ada wawu atau ya‟ jatuh sesudah alif zaidah, maka
harus diganti hamzah, dengan syarat wau atau ya‟ tersebut
berada pada „Ain Fi‟il kalimah bentuk Isim Fail, atau berada
pada akhir kalimah bentuk masdar. Contoh: ٌٍِ‫ صَبئ‬asalnya ٌٌِٔ‫صَب‬
dan ٌ‫ عَبئِش‬asalnya ٌ‫ِش‬ٚ‫ عَب‬dan ٌ‫ نِمَبء‬asalnya ٌ٘‫نِمَب‬

Praktek I’lal:
ٌٍِ‫صَبئ‬
ٌٍِ‫ صَبئ‬asalnya ٌٌِٔ‫ صَب‬ikut pada wazan ٌ‫ فَبػِم‬. wawu diganti Hamzah,
karena jatuh sesudah Alif Zaidah dan berada pada „Ain Fi‟il
Isim Fa‟il, maka menjadi ٌٍِ‫صَبئ‬
ٌ‫عَبئِش‬
ٌ‫ عَبئِش‬asalnya ٌ‫ِش‬ٚ‫ عَب‬ikut pada wazan ٌ‫ فَبػِم‬. Ya‟ diganti Hamzah,
karena jatuh sesudah Alif Zaidah dan berada pada „Ain Fi‟il
Isim Fa‟il, maka menjadi ٌ‫عَبئِش‬
ٌ‫ػَطَبء‬
ٌ‫ ػَطَبء‬asalnya ٌٔ‫ ػَطَب‬ikut pada wazan ٌ‫ فَؼَبل‬wawu diganti Hamzah,
karena jatuh sesudah Alif Zaidah dan berada pada akhir kalimah
Isim Masdar, maka menjadi ٌ‫ ػَطَبء‬.
ٌ‫نِمَبء‬
ٌ‫ نِمَبء‬asalnya ٌ٘‫نِمَب‬ikut pada wazan ٌ‫ فِؼَبل‬Ya‟ diganti Hamzah, karena
jatuh sesudah Alif Zaidah dan berada pada akhir kalimah Isim
Masdar, maka menjadi ٌ‫ نِمَبء‬.

KAIDAH KE 4

ً‫َبء‬ٚ ُٔ‫ْ كَهِ ًَخٍ َٔادِ َذحٍ َٔعَجَمَذْ اِدْذَاًَُْب ثِبنغُّكٌُِْٕ اُثْذِنَذِ انَْٕا‬ٙ‫َبءُ ِف‬ْٛ‫إِرَا اجْزًََؼَذِ انَْٕأُ َٔان‬
ٌُْٕ٘‫ٌّ أَصُْهُّ يَشْي‬ٙ‫ِْٕدٌ َٔيَشْ ِي‬َٛ‫ِّذٌ أَصُْه ُّ ي‬َٛ‫َخِ َذُْٕ ي‬َِّٛ‫ انثَّب‬ِٙ‫َبءُ اْألُْٔنَٗ ف‬ْٛ‫ َٔاُدْغًَِذِ ان‬.
Apabila wau dan ya‟ berkumpul dalam satu kalimah dan salah
satunya didahului dengan sukun, maka wau diganti ya‟.
Kemudian ya‟ yang pertama di-idgham-kan pada ya‟ yang
kedua. Contoh lafadz ٌ‫ِّذ‬َٛ‫ ي‬asalnya adalah ٌ‫ِْٕد‬َٛ‫ ي‬dan ٌّٙ‫ يَشْ ِي‬asalanya
adalah ٌُْٕ٘‫يَشْي‬

Praktek I’lal:
ٌ‫ِّذ‬َٛ‫ي‬
ٌ‫ِّذ‬َٛ‫ ي‬asalnya ٌ‫ِْٕد‬َٛ‫ ي‬mengikuti wazan ٌ‫ْؼِم‬َٛ‫ ف‬. wau diganti ya‟ karena
berkumpul dalam satu kalimah dan salah satunya didahului
dengan sukun, maka menjadi ٌ‫ِذ‬َْٛٛ‫ي‬. Kemudian ya‟ yang pertama
di-idghamkan pada ya‟ yang kedua karena satu jenis, maka
menjadi ٌ‫ِّذ‬َٛ‫ي‬
ٌّٙ‫يَشْ ِي‬
ٌّٙ‫ يَشْ ِي‬asalnya ٌُْٕ٘‫ يَشْي‬mengikuti wazan ٌ‫ يَفْؼُْٕل‬. wau diganti ya‟
karena berkumpul dalam satu kalimah dan salah satunya
didahului dengan sukun, maka menjadi ٌْٙٛ ُ‫يَشْي‬. Kemudian ya‟
yang pertama di-idghamkan pada ya‟ yang kedua karena satu
jenis, maka menjadi ٌّٙ‫يَشْ ِي‬

KAIDAH KE 5

ُّ‫ْ أَصُْه‬ٙ‫َشْ ِي‬َٚٔ ُُٔ‫َغْض‬ٚ ُّ‫َغْضُْٔا أَصُْه‬ٚ ُٕ ْ‫َبءُ َٔكَب َزَب يَضًُْْٕ َيخً اُعْكَُِزَب َذ‬ْٛ‫إِرَا رَطَ ّشَفَذِ انَْٕأُ َٔان‬
ُٙ‫َشْ ِي‬ٚ
Apabila Wau atau Ya‟ menempati ujung akhir kalimah, dan ber-
harakah dhammah, maka disukunkan. Contoh: ‫َغْضُْٔا‬ٚ asalnya ُُٔ‫َغْض‬ٚ
dan ْٙ‫َشْ ِي‬ٚ asalnya ُٙ‫َشْ ِي‬ٚ

Praktek I’lal:
ُْٔ‫َغْض‬ٚ
ُْٔ‫َغْض‬ٚ asalnya ُُٔ‫َغْض‬ٚ mengikuti wazan ُ‫َفْؼُم‬ٚ . Wau di ujung akhir
kalimah ber-harakah dhammah, maka disukunkan menjadi ْٔ‫َغْ ُض‬ٚ.
ْٙ‫َشْ ِي‬ٚ
ْٙ‫َشْ ِي‬ٚ asalnya ُٙ‫َشْ ِي‬ٚ mengikuti wazan ُ‫َفْؼُم‬ٚ . Ya‟ di ujung akhir
kalimah ber-harkah dhammah, maka disukunkan menjadi ْٙ‫َشْ ِي‬ٚ.
Perhatian:
ٍ‫غَبص‬
ٍ‫ غَبص‬asalnya ٌِٔ‫ غَبص‬mengikuti wazan ٌ‫ فَبػِم‬. Wau diganti Ya‟, karena
jatuh sesudah harakah kasrah, maka menjadi ٌِ٘‫غَبص‬, kemudan Ya‟
disukunkan karena beratnya harkah dhammah atas Ya‟ maka
menjadi ٍْ٘‫غَبص‬, kemudian Ya‟ dibuang untuk menolak
bertemunya dua mati yaitu Ya‟ dan Tanwin, maka menjadi ٍ‫غَبص‬
ٍ‫عَبس‬
ٍ‫ عَبس‬asalnya ٌِ٘‫ عَبس‬mengikuti wazan ٌ‫ فَبػِم‬. Ya‟ disukunkan karena
beratnya harakah dhammah atas Ya‟ maka menjadi ٍْ٘‫عَبس‬,
kemudian Ya‟ dibuang untuk menolak bertemunya dua mati
yaitu Ya‟ dan Tanwin, maka menjadi ٍ‫عَبس‬
ٍ‫أََاق‬
ٍ‫أََاق‬asalnya ُٙ‫ ََٔٔا ِل‬mengikuti wazan ُ‫ فََٕاػِم‬wau pada fa‟ fi‟il
diganti Hamzah, karena kedua wau berkumpul dalam satu
kalimah, maka menjadi ْٙ‫أََا ِل‬. Kemudian Ya‟ dibuang untuk
meringankannya, maka menjadi ِ‫أََاق‬. Dan didatangkanlah tanwin
sebagai pengganti dari Ya‟ yang dibuang, maka menjadi ٍ‫أََاق‬.

KAIDEAH KE 6
ً‫َبء‬ٚ ُٔ‫َكٍُْ يَب لَجْهََٓب يَضًُْْٕيًب أُثْذِنَذِ انَْٕا‬ٚ ْ‫ انطَّ ْشفِ َٔنَى‬ِٙ‫اِرَا َٔلَؼَذِ انَْٕأُ سَاثِ َؼخً فَصَبػِذًا ف‬
ُِٕ‫ُؼَبط‬ٚ ُّ‫ْ أَصُْه‬ٙ‫ط‬ِ ‫ُؼَب‬ٚ َٔ ُِّٕ‫ُضَك‬ٚ ُّ‫ْ أَصُْه‬ِٙ‫ُضَ ّك‬ٚ ُْٕ‫َذ‬
Apabila wau menempati ujung akhir kalimah empat huruf atau
lebih, dan sebelum wau tidak ada huruf yang didhammahkan,
maka wau tsb diganti ya‟. Contoh: ِْٙ‫ُضَ ّك‬ٚ asalnya ُِّٕ‫ُضَك‬ٚ dan ْٙ‫ط‬ ِ ‫ُؼَب‬ٚ
asalnya ُِٕ‫ُؼَبط‬ٚ.
Praktek I’lal:
ِْٙ‫ُضَ ّك‬ٚ
ِْٙ‫ُضَ ّك‬ٚ asalnya ُِّٕ‫ُضَك‬ٚ mengikuti wazan ُ‫ُفَؼِّم‬ٚ wau diganti ya‟, karena
berada pada akhir kalimah empat huruf dan sebelumnya bukan
huruf yang didhammahkan, maka menjadi ِْٙ‫ُضَ ّك‬ٚ
ْٙ‫ط‬ ِ ‫ُؼَب‬ٚ
ْٙ‫ط‬ِ ‫ُؼَب‬ٚasalnya ُِٕ‫ُؼَبط‬ٚ mengikuti wazan ُ‫ُفَبػِم‬ٚ wau diganti ya‟,
karena berada pada akhir kalimah empat huruf dan sebelumnya
bukan huruf yang didhammahkan, maka menjadi ْٙ‫ط‬ ِ ‫ُؼَب‬ٚ
Perhatian:
ًٗ‫يَؼْط‬
ًٗ‫ يَؼْط‬asalnya ‫ يُؼْطًَٕا‬ikut wazan ً‫ يًفْ َؼال‬. wau diganti ya‟, karena
berada pada akhir kalimah empat huruf dan sebelumnya bukan
huruf yang didhammahkan, maka menjadi ‫ًب‬َٛ‫يُؼْط‬kemudian ya‟
diganti alif karena berharkah jatuh sesudah harkah fathah, maka
menjadiْ‫ يُؼْطًٖب‬kemudian alif dibuang untuk menolak bertemunya
dua mati yaitu Alif dan Tanwin, maka menjadi ًٗ‫يَؼْط‬

KAIDAH KE 7

ُ‫َؼِذ‬ٚ ُْٕ‫ػخِ رُذْ َزفْ َذ‬


َ َ‫ذخِ َٔانْكَغْ َشحِ انًُْذَمَّ َمخِ َٔلَجْهََٓب دَ ْشفُ انًُْضَبس‬
َ ْ‫ٍَْ انْفَز‬َٛ‫اِرَا َٔلَؼَذِ انَْٕأُ ث‬
ُ‫َْٕئِذ‬ٚ ُّ‫َئِذُ أَصُْه‬ٚ ٔ ُ‫َْٕػِذ‬ٚ ُّ‫أَصُْه‬
Apabila wau ada diantara harkah fathah dan kasrah nyata, dan
sebelumnya ada huruf mudhara‟ah, maka wau tersebut dibuang.
Contoh: ُ‫َؼِذ‬ٚ asalnya ُ‫َْٕػِذ‬ٚ dan ُ‫َئِذ‬ٚ asalnya ُ‫َْٕئِذ‬ٚ
Praktek I’lal:
ُ‫َؼِذ‬ٚ
ُ‫َؼِذ‬ٚ asalnya ُ‫َْٕػِذ‬ٚ mengikuti wazan ُ‫َفَؼِم‬ٚ . wau dibuang karena ada
diantara fathah dan kasrah nyata dan sebelumnya ada huruf
mudhara‟ah, maka menjadi ُ‫َؼِذ‬ٚ
ُ‫َضَغ‬ٚ
ُ‫َضَغ‬ٚ asalnya ُ‫َْٕضِغ‬ٚmengikuti wazan ُ‫َفَؼِم‬ٚ . wau dibuang karena
ada diantara fathah dan kasrah nyata dan sebelumnya ada huruf
mudhara‟ah, maka menjadi ُ‫َضِغ‬ٚ. Kemudian Dhad-nya
difathahkan untuk meringankan huruf ithbaq juga huruf Halaq
yaitu „Ain, maka menjadi ُ‫َضَغ‬ٚ
Perhatian:
Huruf Mudhara‟ah : ‫أ – ٌ – ٘ – د‬
Huruf Halaq : ‫أ – ح – ر – ع – ؽ – ْـ‬
Huruf Ithbaq : ‫ص – ض – ط – ظ‬

KAIDAH KE 8

ٍ‫ُضَكُِّٕ َٔ غَبص‬ٚ ُّ‫ْ أَصُْه‬ِٙ‫ُضَ ّك‬ٚ ُْٕ‫َبءً َذ‬ٚ ْ‫ْ اعْىٍ أْٔ فِؼْمٍ أُثْذِنَذ‬ٙ‫إرَا َٔلَؼَذِ انَْٕأُ ثَؼْذَ كَغْشَح ِف‬
ٌِٔ‫أَصُْهُّ غَبص‬
Bilmana ada Wau jatuh setelah harkah Kasrah dalam Kalimah
Isim atau Kalimah Fi‟il, maka Wau tersebut harus diganti Ya‟.
Contoh: ِْٙ‫ُضَ ّك‬ٚasalnya ُِّٕ‫ُضَك‬ٚ dan ٍ‫ غَبص‬asalnya ٌِٔ‫غَبص‬

Praktek I’lal:
ِْٙ‫ُضَ ّك‬ٚ
ِْٙ‫ُضَ ّك‬ٚ asalnya ُِّٕ‫ُضَك‬ٚ ikut wazan ُ‫ُفَؼِّم‬ٚ , wau diganti Ya‟ karena jatuh
sesudah harkah kasrah, maka menjadi ِْٙ‫ُضَ ّك‬ٚ
ِ‫غَبص‬
ِ‫ غَبص‬asalnya ٌِٔ‫( غَبص‬praktek I‟lalnya telah disebut pada Kaidah I‟lal
ke 5)

KAIDAH KE 9

‫َبءُ انغَّبكَُِزَبٌِ ثذَ ْشفٍ عَبكٍٍِ آخَشَ دُ ِزفَزَب ثَؼْذَ اٌَْ َُمِهَذْ دَشْكَزًَُُٓب اِنَٗ يَب‬ْٛ‫َذِ انَْٕأُ َٔان‬ِٛ‫إرَا نَم‬
ْ‫ِش‬ْٛ‫ لَجْهًََُٓب َذُْٕ صٍُْ أَصُْهُّ أُصٌُْْٕ َٔ عِشْ أَصُْهُّ اِع‬.
Bilamana ada Wau atau Ya‟ sukun, bertemu dengan husuf sukun
lainnya, maka Wau tau Ya‟ tersebut dibuang, ini setelah
memindahkan harakah keduanya (Wau atau Ya‟) kepada huruf
sebelumnya (lihat kaidah I‟lal ke 2). Contoh: ٍُْ‫ ص‬asalnya ٌُْْٕ‫أُص‬
dan ْ‫ عِش‬asalnya ْ‫ِش‬ْٛ‫اِع‬
Praktek I’lal:
ٍُْ‫ص‬
ٍُْ‫ ص‬asalnya ٌُْْٕ‫ أُص‬mengikuti wazan ْ‫ُافْؼُم‬, harkah Wau dipindah ke
huruf sebelumnya, karena Wau berharkah dan sebelumnya ada
huruf shahih mati/sukun (lihat Kaidah I‟lal ke 2) untuk menolak
beratnya mengucapkan, maka menjadi ٌُْْٕ‫اُص‬, maka Wau dibuang
untuk menolak bertemunya dua mati/sukun, maka menjadi ٍُْ‫اُص‬,
kemudian Hamzah Washal-nya dibuang karena tidak dibutuhkan
lagi, maka menjadi ٍُْ‫ص‬
ْ‫عِش‬
ْ‫عِش‬asalnya ْ‫ِش‬ْٛ‫ اِع‬mengikuti wazan ْ‫ِافْؼِم‬, harkah Ya‟ dipindah ke
huruf sebelumnya, karena Ya‟ berharkah dan sebelumnya ada
huruf shahih mati/sukun (lihat Kaidah I‟lal ke 2) untuk menolak
beratnya mengucapkan, maka menjadi ْ‫ْش‬ِٛ‫اِع‬, maka Ya‟ dibuang
untuk menolak bertemunya dua mati/sukun, maka menjadi ْ‫اِعِش‬,
kemudian Hamzah Washal-nya dibuang karena tidak dibutuhkan
lagi, maka menjadi ْ‫عِش‬

KAIDAH KE 10
ِٙ‫ُذْغِى اْألََّٔلُ ف‬ٚ ِ‫ انًَْخْشَج‬ِٙ‫ْ كَهِ ًَخٍ دَ ْشفَبٌِ يٍِْ جُِْظٍ َٔادِذٍ أَْٔ يُزَمَبسِثَبٌِ ف‬ٙ‫ِاِرَا اجْزًََغَ ِف‬
ْ‫ْ نِثَمْمِ انًُْكَشَّسِ َذُْٕ يَذَّ أصُْهُّ يَذَدَ َٔ يُذِّ أَصُْهُّ اُيْذُد‬َِٙ ‫ٍْ يِثْمَ انثَّب‬َٛ‫ْ ثَؼْذَ جَؼْمِ انًُْزَمَبسِث‬َِٙ ‫انثَّب‬
َ‫َٔ ارَّصَمَ أَصُْهُّ أِْرَصَم‬
Bilamana ada dua huruf sejenis atau hampir sama makhrajnya
berkumpul dalam satu kalimah, maka huruf yang pertama harus
di-idghamkan pada huruf yang kedua,–ini setelah menjadikan
huruf yang hampir sama makhrajnya serupa dengan huruf yg
kedua (lihat kaidah i‟lal ke 18 insyaallah)–, karena beratnya
pengulangan/memilah-milahnya. contoh َّ‫ يَذ‬asalnya َ‫ يَذَد‬dan ِّ‫يُذ‬
asalnya ْ‫اُيْذُد‬, dan َ‫ ارَّصَم‬asalnya َ‫أِْرَصَم‬.
Praktek I’lal:
َّ‫يَذ‬
َّ‫ يَذ‬asalnya َ‫ يَذَد‬ikut pada wazan َ‫فَؼَم‬, huruf dal yang pertama
disukunkan untuk melaksanakan syarat Idgham, maka menjadi
َ‫يَذْد‬, kemudian huruf Dal yang pertama di-idgamkan pada huruf
Dal yang kedua, maka menjadi َّ‫يَذ‬
ُّ‫يُذ‬/َّ‫يُذ‬/ِّ‫يُذ‬
ُّ‫يُذ‬/َّ‫يُذ‬/ِّ‫ يُذ‬asalnya ْ‫ اُيْذُد‬mengikuti wazan ْ‫ُافْؼُم‬, harkah Dal yang
pertama dipindah pada huruf sebelumnya untuk melaksanakan
syarat Idgham, maka menjadi ْ‫اُيُذْد‬, bertemu dua huruf mati/sukun
yaitu kedua Dal, maka Dal yang kedua diberi harkah untuk
menolak bertemunya dua mati/sukun, baik diberi harkah kasrah
karena kaidah; “apabilah ada huruf mati mau diberi harkah,
berilah harkah kasrah”. atau diberi harkah fathah karena ia
paling ringannya harkah. atau diberi harkah dhammah, karena
mengikuti harkah „Ain fi‟il pada fi‟il mudhari‟nya, maka
menjadi ُ‫اُيُذْد‬/َ‫اُيُذْد‬/ِ‫اُيُذْد‬, kemudian Dal yang pertama di-idgham-kan
pada Dal yg kedua maka menjadi ُّ‫اُيُذ‬/َّ‫اُيُذ‬/ِّ‫اُيُذ‬, kemudian Hamzah
Washal-nya dibuang karena sudah tidak dibutuhkan lagi, maka
menjadi ُّ‫يُذ‬/َّ‫يُذ‬/ِّ‫يُذ‬.
َ َ‫ارَّص‬
‫م‬
Praktek I‟lal untuk lafazh َ‫ ارَّصَم‬ada pada Kaidah I‟lal ke 18,
InsyaAllah.

KAIDAH KE 11

َٗ‫خِ ثِذَ ْشفٍ ََبعَتَ اِن‬َٛ َِ‫َزًَُُٓب عَبكِ َُخٌ َٔجَتَ اِثْذَالُ انثّب‬َِٛ‫ْ كَهِ ًَخٍ َٔادِ َذحٍ ثَب‬ٙ‫انًَْْٓضَرَبٌِ اِرَا انْزَمَزَب ِف‬
ْ‫ْذِوْ اَصُْهُّ إِئْذِو‬ِٚ‫ دَشْ َكخِ اْألَُْٔنْٗ َذُْٕ آيٍََ اَصُْهُّ أَأْيٍََ َٔ أُْٔيُمْ اَصُْهُّ أُؤْيُمْ َٔ ا‬.
Bilamana terdapat dua huruf Hamzah berkumpul sejajar dalam
satu kalimah, yang nomor dua sukun, maka huruf hamzah ini
harus diganti dengan huruf yang sesuai dengan harakah Hamzah
yang pertama. contoh ٍ‫ آي‬asalnya ٍ‫ أأي‬dan ‫ أٔيم‬asalnya ‫أؤيم‬.

Praktek I’lal:
ٍََ‫آي‬
ٍَ‫ َآي‬asalnya ٍََ‫ أَأْي‬mengikuti wazan َ‫ ;َأفْؼَم‬berkumpul dua Hamzah
dalam satu kalimah dan yang kedua sukun, maka hamzah yang
kedua tsb diganti alif, karena ia sukun dan sebelumnya ber-
harkah fathah. maka menjadi ٍََ‫آي‬
ْ‫أُْٔيُم‬
‫ ْأُْٔيُم‬asalnya ‫ أُؤْيُم‬mengikuti wazan ْ‫ ;ُأفْؼُم‬berkumpul dua Hamzah
dalam satu kalimah dan yang kedua sukun, maka hamzah yang
kedua tsb diganti wau, karena ia sukun dan sebelumnya ber-
harkah dhammah. maka menjadi ‫أُْٔيُم‬
ْ‫ْذِو‬ِٚ‫ا‬
‫ْذِو‬ِٚ‫ْا‬asalnya ‫ إئْذِو‬mengikuti wazan ْ‫ ِافْؼِم‬berkumpul dua Hamzah
dalam satu kalimah dan yang kedua sukun, maka hamzah yang
kedua tsb diganti Ya‟, karena ia sukun dan sebelumnya ber-
harkah kasrah. maka menjadi ‫ْذِو‬ِٚ‫ا‬.
ْ‫خُز‬
‫ خُ ْز‬asalnya ‫ أُأْخُز‬mengikuti wazan ْ‫ ;ُأفْؼُم‬berkumpul dua Hamzah
dalam satu kalimah dan yang kedua sukun, maka hamzah yang
kedua tsb diganti wau, karena ia sukun dan sebelumnya ber-
harkah dhammah. maka menjadi ‫ أُْٔخُز‬kemudian wau-nya
dibuang untuk meringankan ucapan, maka menjadai ‫أُخُز‬
selanjutnya hamzah-nya dibuang karena sudah tidak dibutuhkan
lagi, maka menjadi ْ‫خُز‬
Perhatian :
Wau pada lafazh ‫ أُْٔخُز‬dibuang untuk meringankan ucapan,
sedangkan pada lafazh ‫أُْٔيُم‬cukup tanpa membuang wau, karena
menjaga dari keserupaan dengan fi‟il amar-nya lafazh ُ‫ًَُْٕل‬ٚ – َ‫يَبل‬
ْ‫ – يُم‬.

KAIDAH KE 12

ْ‫ٍّ ِثأٌَْ َُمِهَذ‬ٙ‫ْشَ أَصِْه‬َٛ‫ٍِْ الَ رُجْذَالٌَِ آنِفًب إِالَّ إِرَا كَبٌَ عُكًََُُُْٕٓب غ‬َٛ‫َبءَ انغَّبكَُِز‬ْٛ‫إٌَِّ انَْٕأَ َٔان‬
ٍََْٛ‫ دَشْكَزًُُُٓب اِنَٗ يَب لَجْهًََُٓب َذُْٕ أَجَبةَ أَصُْهُّ أَجَْٕةَ َٔ أَثَبٌَ أَصُْهُّ أَث‬.
Wau atau ya‟ yang sukun, keduanya tidak boleh diganti Alif,
kecuali jika sukunnya tidak asli –dengan sebab pergantian harkat
keduanya pada huruf sebelumnya– (lihat kaidah ilal ke 2).
Contoh: َ‫ أَجَبة‬asalnya َ‫ أَجَْٕة‬dan ٌَ‫ أَثَب‬asalnya ٍََْٛ‫أَث‬.

Praktek I’lal:
َ‫أَجَبة‬
َ‫ أَجَبة‬asalnya َ‫ أَجَْٕة‬mengikuti wazan َ‫ َأفْؼَم‬harkah wau dipindah
pada huruf sebelumnya karena ia berharkah dan sebelumnya ada
huruf shahih sukun, karena beratnya mengucapkan, maka
menjadi َ‫( أَجَْٕة‬lihat kaidah I‟lal ke 2). Kemudian wau diganti
alif, karena asalnya wau berharkah dan sekarang ia jatuh
sesudah harkah fathah (lihat kaidah I‟lal ke 1). Maka menjadi
َ‫أَجَبة‬.
َ ‫أَثَب‬
ٌ
ٌَ‫ أَثَب‬asalnya ٍََْٛ‫ أَث‬mengikuti wazan َ‫ َأفْؼَم‬harkah Ya‟ dipindah pada
huruf sebelumnya karena ia berharkah dan sebelumnya ada
huruf shahih sukun, karena beratnya mengucapkan, maka
menjadi ٍَََْٛ‫( أَث‬lihat kaidah I‟lal ke 2). Kemudian Ya‟ diganti Alif,
karena asalnya Ya‟ berharkah dan sekarang ia jatuh sesudah
harkah fathah (lihat kaidah I‟lal ke 1). Maka menjadi ٌَ‫أَثَب‬.

KAIDAH KE 13

ُ‫َبءً فَمُهِجَذِ انضَّ ًَّخ‬ٚ ْ‫ اْألَصْمِ أُثْذِنَذ‬ِٙ‫ْ اعْىٍ يُزًََكٍٍِّ ف‬ٙ‫إِرَا َٔلَؼَذِ انَْٕأُ طَ ْشفًب ثَؼْذَ ضَىٍّ ِف‬
‫ًب أَصُْهُّ رَؼَذًُّٔا‬ِّٚ‫ًب أَصُْهُّ رَؼَبطًُٕا َٔ رَؼَذ‬ِٛ‫َبءً َذُْٕ رَؼَبط‬ٚ ِٔ‫ْمِ انَْٕا‬ِٚ‫ كَغْ َشحً ثَؼْذَ رَجْذ‬.
Bilamana ada wau berada di akhir kalimah jatuh sesudah harkah
dhammah didalam asal kalimah Isim yang Mutamakkin (bisa
menerima tanwin), maka wau tsb diganti ya‟, kemudian setelah
itu harkah dhammah diganti kasrah. Contoh: ‫ًب‬ِٛ‫ رَؼَبط‬asalnya ‫رَؼَبطًُٕا‬
dan ‫ًب‬ِّٚ‫ رَؼَذ‬asalnya ‫رَؼَذًُّٔا‬.

Praktek I’lal:
‫ًب‬ِٛ‫رَؼَبط‬
‫ًب‬ِٛ‫ رَؼَبط‬asalnya ‫ رَؼَبطًُٕا‬mengikuti wazan ً‫ػال‬ ُ ‫ رَفَب‬wau diganti ya‟
karena berada di akhir kalimah Isim Mutamakkin dan
sebelumnya ada harkah dhammah, maka menjadi ‫ًًب‬ُٛ‫رَؼَبط‬
kemudian huruf Tha‟nya dikasrahkan untuk memantaskan Ya‟.
Maka menjadi ‫ًب‬ِٛ‫رَؼَبط‬.
‫ًب‬ِّٚ‫رَؼَذ‬
‫ًب‬ِّٚ‫ رَؼَذ‬asalnya ‫ رَؼَذًُّٔا‬mengikuti wazan ً‫ػال‬ ُ ‫ رَفَب‬wau diganti ya‟ karena
berada di akhir kalimah Isim Mutamakkin dan sebelumnya ada
harkah dhammah, maka menjadi ‫ًًب‬ُّٚ‫ رَؼَذ‬kemudian huruf Dal‟nya
dikasrahkan untuk memantaskan Ya‟. Maka menjadi ‫ًب‬ِّٚ‫رَؼَذ‬.
KAIDAH KE 14

َٔ ُ‫ْغِش‬ُٛٚ ُّ‫ُْٕعِشُ أَصُْه‬ٚ ُْٕ‫َبءُ عَبكِ َُخً َٔكَبٌَ يَب لَجْهََٓب يَضًُْْٕيًب أُثْذِنَذْ َٔأًا َذ‬ْٛ‫إِرَا كَب َذِ ان‬
ٌ‫ْغِش‬ُٛ‫يُْٕعِشٌ أَصُْهُّ ي‬
Bilamana terdapat Ya‟ sukun dan sebelumnya ada huruf yang
didhammahkan maka ya‟ tersebut harus diganti wau. contoh:
ُ‫ُْٕعِش‬ٚ asalnya ُ‫ْغِش‬ُٛٚdan ٌ‫ يُْٕعِش‬asalnya ٌ‫ْغِش‬ُٛ‫ي‬

Praktek I’lal:
ُ‫ُْٕعِش‬ٚ
ُ‫ُْٕعِش‬ٚ asalnya ُ‫ْغِش‬ُٛٚ mengikuti wazan ُ‫ُفْؼِم‬ٚ ya‟ yang nomor dua
diganti wau karena ia sukun dan sebelumnya ada huruf yang
didhammahkan, maka menjadi ُ‫ُْٕعِش‬ٚ.
ٌ‫يُْٕعِش‬
ٌ‫ يُْٕعِش‬asalnya ٌ‫ْغِش‬ُٛ‫ي‬mengikuti wazan ٌ‫يُفْؼِم‬ya‟ diganti wau karena
ia sukun dan sebelumnya ada huruf yang didhammahkan, maka
menjadi ٌ‫يُْٕعِش‬.

KAIDAH KE 15

ِّْٚ ََٕ‫ْج‬ِٛ‫ٍِْ َٔجَتَ دَ ْزفُ َٔأٍ انًَْفْؼُْٕلِ يِ ُُّْ ػُِْذَ ع‬َٛ‫إٌَِّ اعْىَ انًَْفْؼُْٕلِ إرَا كَبٌَ يٍِْ يُؼْزَمِّ انْؼ‬
ٌ‫ُْٕس‬ْٛ‫ْشٌ أَصُْهُّ يَغ‬ِٛ‫َذُْٕ يَصٌٌُْٕ أَصُْهُّ يَصٌٌُْْٕٔ َٔ يَغ‬
Sesungguhnya Isim Maf‟ul bilamana ia terbuat dari Fi‟il Mu‟tal
„Ain (Bina‟ Ajwaf) maka wajib membuang wau maf‟ulnya
menurut Imam Syibawaihi (menurut Imam lain yg dibuang
adalah Ain Fi‟ilnya). contoh: ٌٌُْٕ‫يَص‬asalnya ٌٌُْْٕٔ‫يَص‬dan ٌ‫ْش‬ِٛ‫يَغ‬
asalnya ٌ‫ُْٕس‬ْٛ‫يَغ‬

Praktek I’lal:
ٌٌُْٕ‫يَص‬
ٌ ْٕ‫ص‬
ٌ ُ َ‫ي‬asalnya ٌٌُْْٕٔ‫يَص‬mengikuti wazan ٌ‫ يَفْؼُْٕل‬harkah wau
dipindah pada huruf sebelumnya karena ia berharkah dan
sebelum ada huruf shahih mati untuk menolak berat maka
menjadi ٌٌُْْٕٔ‫( يَص‬lihat i‟lal ke 2), kemudian bertemu dua huruf
mati (dua wau) untuk menolak beratnya mengucapkan maka
wau maf‟ulnya dibuang (menurut Imam Sibawaehi) maka
menjadi ٌٌُْٕ‫يَص‬.
ٌ‫ْش‬ِٛ‫يَغ‬
ٌ‫ْش‬ِٛ‫يَغ‬asalnya ٌ‫ُْٕس‬ْٛ‫يَغ‬mengikuti wazan ٌ‫ يَفْؼُْٕل‬harkah Ya‟ dipindah
pada huruf sebelumnya karena ia berharkah dan sebelum ada
huruf shahih mati untuk menolak berat maka menjadi ٌ‫ْْٕس‬ُٛ‫يَغ‬
(lihat i‟lal ke 2), kemudian bertemu dua huruf mati (ya‟ dan
wau) untuk menolak beratnya mengucapkan maka wau
maf‟ulnya dibuang (menurut Imam Sibawaehi)maka menjadi
ٌ‫ْش‬ِٛ‫يَغ‬.

KAIDAH KE 16

‫إِرَا كَبٌَ انْفَبءُ ِافْزَؼَمَ صَبدًا أَْٔ ضَبدًا أَْٔ طَبءً أَْٔ ظَبءً لُهِجَذْ رَب ُؤُِ طَبءً نِزَؼَغُّشِ انَُّطْكِ ثَِٓب‬
َ‫ثَؼْذَ َْ ِز ِ انْذُشُ ْٔفِ َٔإًََِّب رُمْهَتُ انزَّبءُ ثِبنطَّبءِ نِمُشْثًَِِٓب يَخْشَجًب َذُْٕ اِصْطَهَخَ أَصُْهُّ اِصْزَهَخ‬
َ‫َٔ اِضْطَشَةَ أَصُْهُّ اِضْزَشَة‬.
Bilamana Fa‟ Fi‟il kalimah wazan َ‫ ِافْزَؼَم‬berupa huruf Shad, atau
Dhad, atau Tha‟, atau Zha‟ (huruf Ithbaq), maka huruf Ta‟ yg
jatuh sesudah huruf Ithbaq tersebut harus diganti Tha‟, demi
mudahnya mengucapkannya. Digantinya Ta‟ dengan Tha‟
karena dekatnya makhraj keduanya. contoh: َ‫اِصْطَهَخ‬asalnya َ‫اِصْزَهَخ‬
dan َ‫اِضْطَشَة‬asalnya َ‫اِضْزَشَة‬
Praktek I’lal:
َ‫اِصْطَهَخ‬
َ‫اِصْطَهَخ‬asalnya َ‫ اِصْزَهَخ‬mengikuti wazan َ‫ ِافْزَؼَم‬Ta‟ diganti Tha‟
karena demi mudahnya mengucapkannya setelah jatuh
dibelakang huruf Ithbaq dan karena dekatnya makhraj keduanya,
maka menjadi َ‫اِصْطَهَخ‬.
َ‫اِضْطَشَة‬
َ‫ اِضْطَشَة‬asalnya َ‫ اِضْزَشَة‬mengikuti wazan َ‫ ِافْزَؼَم‬Ta‟ diganti Tha‟
karena demi mudahnya mengucapkannya setelah jatuh
dibelakang huruf Ithbaq dan karena dekatnya makhraj keduanya,
maka menjadi َ‫اِضْطَشَة‬.
َ‫اِطَّشَد‬
َ‫ اِطَّشَد‬asalnya َ‫ اِطْزَشَد‬mengikuti wazan َ‫ ِافْزَؼَم‬Ta‟ diganti Tha‟ karena
demi mudahnya mengucapkannya setelah jatuh dibelakang huruf
Ithbaq dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi
َ‫اِطْطَشَد‬kemudian Tha‟ pertama di-idghamkan karena dua huruf
sejenis, maka menjadi َ‫اِطَّشَد‬.
َ‫اِظََّٓش‬
َ‫اِظََّٓش‬asalnya َ‫اِظزََٓش‬mengikuti wazan َ‫ ِافْزَؼَم‬Ta‟ diganti Tha‟ karena
demi mudahnya mengucapkannya setelah jatuh dibelakang huruf
Ithbaq dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi
َ‫ اِظطََٓش‬kemudian Tha‟ diganti Zha‟ karena sama-sama huruf
isti‟la‟, maka menjadi َ‫ اِظْظََٓش‬kemudian Zha‟ pertama di-
idghamkan karena dua huruf sejenis, maka menjadi َ‫اِظََّٓش‬.

KAIDAH KE 17

ِ‫ًب لُهِجَذْ رَب ُؤُِ دَاالً نِؼُغْشِانُّطْكِ ثَِٓب ثَؼْذَ َْ ِز ِ انْذُشُ ْٔف‬ٚ‫إِرَا كَبٌَ فَبءُ ِافْزَؼَمَ دَاالً أْٔ رَاالً أْٔ صَا‬
َٔ َ‫َٔإًََّب رُمْهَتُ انزَّبءُ ثِبنذَّالِ نِمُشْثًَِِٓب يَخْشَجًب َذُْٕ اِدَّسَأَ أَصُْهُّ اِدْرَشَأَ َٔ اِرَّكَشَ أَصُْه ُّ اِرْرَكَش‬
َ‫ اِصْدَجَشَ أَصُْهُّ اِصْرَجَش‬.
Bilamana Fa‟ Fi‟il wazan berupa huruf Dal, atau Dzal, atau Zay,
maka huruf Ta‟ (Ta‟ zaidah wazan َ‫ ) ِافْزَؼَم‬yang jatuh sesudah
huruf-huruf tersebut harus diganti Dal, demi mudahnya
mengucapkannya. Digantinya Ta‟ dengan Dal‟ karena dekatnya
makhraj keduanya. contoh: َ‫ اِدَّسَأ‬asalnya َ‫ اِدْرَشَأ‬dan َ‫اِرَّكَش‬asalnya َ‫اِرْرَكَش‬
dan َ‫ اِصْدَجَش‬asalnya َ‫اِصْرَجَش‬.
Praktek I’lal:
َ‫اِدَّسَأ‬
َ‫ اِدَّسَأ‬asalnya َ‫ اِدْرَشَأ‬mengikuti wazan َ‫ ِافْزَؼَم‬Ta‟ diganti Dal karena
demi mudahnya pengucapan huruf Ta‟ yang jatuh susudah huruf
Dal dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi َ‫اِدْدَسَأ‬.
kemudian dal yang pertama di-idghamkan pada dal yang kedua
karena satu jenis, maka menjadi َ‫اِدَّسَأ‬.
َ‫اِرَّكَش‬
َ‫ اِرَّكَش‬asalnya َ‫اِرْرَكَش‬mengikuti wazan َ‫ ِافْزَؼَم‬Ta‟ diganti Dal karena
demi mudahnya pengucapan huruf Ta‟ yang jatuh susudah huruf
Dal dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi
َ‫اِرْدَكَش‬.kemudian Huruf Dal diganti Dzal kerena dekatnya makhraj
keduanya, maka menjadi َ‫ اِرْرَكَش‬kemudian dzal yang pertama di-
idghamkan pada dzal yang kedua karena satu jenis, maka
menjadi َ‫اِرَّكَش‬. (juga boleh dibaca Dal dengan di-i‟lal sbb:
kemudian Huruf Dzal diganti Dal kerena dekatnya makhraj
keduanya, maka menjadi َ‫ اِدْدَكَش‬kemudian dal yang pertama di-
idghamkan pada dal yang kedua karena satu jenis, maka menjadi
َ‫اِدَّكَش‬.)
َ‫اِصْدَجَش‬
َ‫ اِصْدَجَش‬asalnya َ‫ اِصْرَجَش‬mengikuti wazan َ‫ ِافْزَؼَم‬Ta‟ diganti Dal karena
demi mudahnya pengucapan huruf Ta‟ yang jatuh susudah huruf
Zay dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi
َ‫اِصْدَجَش‬.

KAIDAH KE 18

ٍِِ‫ٍِْ انغَّبك‬َّٛ‫َبءً أْٔ ثَبءً لُهِجَذْ فَب ُؤُِ رَبءً نِؼُغْشِانُّطْكِ ثِذَ ْشفِ انه‬ٚ ْٔ‫إِرَا كَبٌَ فَبءُ ِافْزَؼَمَ َٔأًا أ‬
ُ‫ٍِْ يَجُْْٕٓ َس ٌح َٔانزَّبء‬َّٛ‫صفِ ِألٌََّ دَ ْشفَ انه‬ ْ َْٕ‫ًََُُْٓب يٍِْ يُمَبسَ َثخِ انًَْخْشَجِ َٔيَُُبفَبحِ ان‬َٛ‫نًَِب ث‬
)ٌ‫ (يُِٓ ًَخ‬.َ‫عخٌ َذُْٕ اِرَّصَمَ أَصُْهُّ أِْرَصَمَ َٔ اِرَّغَشَ أَصُْهُّ أِْرَغَشَ َٔ اِرَّغَشَ أَصُْهُّ اِثْزَغَش‬ َ ًَُْْٕٓ‫ي‬
ُّ‫َخِ َذُْٕ اِثَّغَشَ أَصُْه‬ِّٛ‫ انًًَُْْْٕٓع‬ِٙ‫َجُْٕصُ لُهْتُ رَبءِ ِافْزَؼَمَ ثَبءً ِالرِّذَبدًَِِْب ف‬ٚ ً‫َٔإٌْ كَب َذْ ثَبء‬
َ‫اِثْزَغَش‬.
Bilamana Fa‟ Fi‟il wazan َ‫ِافْزَؼَم‬berupa huruf wau, atau Ya‟, atau
Tsa‟, maka huruf Fa‟ Fi‟ilnya tersebut harus diganti Ta‟ karena
sukarnya mengucapkah huruf “Layn” (ٍَْٛ‫ )ن‬sukun dengan huruf
yang diantara keduanya termasuk berdekatan Makhrajnya dan
bertentangan sifatnya, karena huruf “layin” (٘ – ٔ) bersifat Jahr
sedangkan huruf Ta‟ bersifat Hams. Contoh: َ‫ اِرَّصَم‬asalnya َ‫أِْرَصَم‬
dan َ‫ اِرَّغَش‬asalnya َ‫ أِْرَغَش‬dan َ‫ اِرَّغَش‬asalnya َ‫اِثْزَغَش‬. (penting) dan apabila
Fa‟ Fi‟il-nya tsb berupa huruf Tsa‟, boleh mengganti Ta‟nya
wazan َ‫ ِافْزَؼَم‬dengan Tsa‟, karena keduanya sama-sama bersifat
Hams. contoh: َ‫ اِثَّغَش‬asalnya َ‫اِثْزَغَش‬.

Praktek I’lal:
َ‫اِرَّصَم‬
َ‫ اِرَّصَم‬asalnya َ‫ أِْرَصَم‬mengikuti wazan َ‫ ِافْزَؼَم‬Wau diganti Ta‟ untuk
mudahnya mengucaplan huruf Layn sukun dengan huruf yang
berdekatan Makhrajnya dan bertentangan sifatnya, karena huruf
Layn bersifat Jahr dan huruf Ta‟ bersifat Hams, maka menjadi
َ‫اِرْزَصَم‬kemudian Ta‟ pertama di-idghamkan pada Ta‟ kedua
karena dua huruf yang sejenis maka menjadi َ‫اِرَّصَم‬.
َ‫اِرَّغَش‬
َ‫ اِرَّغَش‬asalnya َ‫ أِْرَغَش‬mengikuti wazan َ‫ ِافْزَؼَم‬Wau diganti Ta‟ untuk
mudahnya mengucaplan huruf Layn sukun dengan huruf yang
berdekatan Makhrajnya dan bertentangan sifatnya, karena huruf
Layn bersifat Jahr dan huruf Ta‟ bersifat Hams, maka menjadi
َ‫ اِرْزَغَش‬kemudian Ta‟ pertama di-idghamkan pada Ta‟ kedua
karena dua huruf yang sejenis maka menjadi َ‫اِرَّغَش‬.
َ‫اِرَّغَش‬
َ‫ اِرَّغَش‬asalnya َ‫ اِثْزَغَش‬mengikuti wazan َ‫ ِافْزَؼَم‬huruf Tsa‟ diganti Ta‟
karena sama-sama bersifat Hams, maka menjadi َ‫اِرْزَغَش‬kemudian
Ta‟ pertama di-idghamkan pada Ta‟ kedua karena dua huruf
yang sejenis maka menjadi َ‫اِرَّغَش‬
Dan boleh juga dibaca Tsa‟ َ‫ اِثَّغَش‬dengan Praktek I‟lal sbb:
َ‫ اِثَّغَش‬asalnya َ‫ اِثْزَغَش‬mengikuti wazan َ‫ ِافْزَؼَم‬huruf Ta‟ diganti Tsa‟
karena sama-sama bersifat Hams, maka menjadi َ‫اِثْثَغَش‬kemudian
Tsa‟ pertama di-idghamkan pada Tsa‟ kedua karena dua huruf
yang sejenis maka menjadi َ‫اِرَّغَش‬

Penting untuk diketahui:


َ‫اِرَّخَز‬
َ‫ اِرَّخَز‬asalnya َ‫ اِئْزَخَز‬mengikuti wazan َ‫ ِافْزَؼَم‬huruf Hamzah yang
kedua diganti Ya‟ karena ia sukun dan sebelumnya ada huruf
berharkah kasrah, maka menjadi َ‫ْزَخَز‬ِٚ‫ ا‬kemudian huruf Ya‟
diganti Ta‟ (tanpa mengikuti kias*) maka menjadi َ‫اِرَّخَز‬.
* Pergantian Ya‟ dengan Ta‟ tidak mengikuti Qias yakni
termasuk dari perihal Syadz.

KAIDAH KE 19

َْٔ‫ًُْب أَْٔ صَبدًا أ‬ِٛ‫ًُْب أَْٔ ش‬ِٛ‫ًب أْٔ ع‬ٚ‫إرَا كَبٌَ فَبءُ رَفَؼَّمَ َٔرَفَبػَمَ رَبءً أَْٔ ثَبءً أْٔ دَاالً أْٔ رَاالَ أَْٔ صَا‬
ِٙ‫ انًَْخْشَجِ ثُىَّ أُدْغًَِذِ اْالُْٔنَٗ ف‬ِِٙ‫ُمَبسُِثُّ ف‬ٚ ‫َجُْٕصُ لَهْتُ رَبئًَِِٓب ثًَِب‬ٚ ً‫ضَبدًا أَْٔ طَبءً أَْٔ ظَبء‬
ٍَِ‫ًُْك‬ِٛ‫غخِ يَغَ اجْ ِزالَةِ ًَْْ َضحِ انَْٕصْمِ ن‬ َ َ ‫ْ نِهًُْجَب‬َِٙ ‫ٍِْ يِثْمَ انثَّب‬َٛ‫َخِ ثَؼْذَ جَؼْمِ أََّٔلِ انًُْزَمَبسِث‬َِّٛ‫انثَّب‬
َ‫اْالِثْزِذَاءُ ثِبنغَّبكٍِِ َذُْٕ اِرَّشَطِ أّصُْهُّ رَزَشَّطَ َٔاِثَّبلَمَ أّصُْهُّ رَثَبلَمَ َٔاِدَّثَّشَ أّصُْهُّ رَذَثَّشَ ٔاِرَّكَّش‬
َ‫أّصُْهُّ رَزَكَّشَ َٔاِصَّجَّشَ أّصُْهُّ رَضَجَّشَ َٔاِعًََّّغَ أّصُْهُّ رَغًََّغَ َٔاِشَّمَّكَ أصهّ رَشَمَّكَ َٔ اِصَّذَّق‬
َ‫ أّصُْهُّ رَصَذَّقَ َٔاِضَّشَّعَ أّصُْهُّ رَضَشَّعَ َٔاِظََّّٓشَ أّصُْهُّ رَظََّٓشَ َٔاِطَّبَْشَ أّصُْه ُّ رَطَبَْش‬.
Bilamana Fa‟ Fi‟il wazan َ‫ رَفَؼَّم‬dan َ‫ رَفَبػَم‬berupa huruf ،‫ ر‬،‫ د‬،‫ س‬،‫د‬
،‫ ظ‬,‫ ط‬,‫ ض‬،‫ ص‬,‫ ػ‬,‫ ط‬،‫ص‬maka boleh Ta‟ dari kedua wazan
tersebut diganti dengan huruf yang mendekati dalam
Makhrajnya, kemudian huruf yang pertama di-idghamkan pada
huruf yang kedua, demikian ini setelah huruf yang pertama dari
kedua huruf yang berdekatan makhrajnya tersebut, dijadikan
serupa dengan huruf yang kedua. berikut memasang Hamzah
Washal agar memungkinkan permulaan dengan huruf mati.
contoh: ِ‫ اِرَّشَط‬asalnya َ‫ رَزَشَّط‬dan َ‫ اِثَّبلَم‬asalnya َ‫ رَثَبلَم‬dan َ‫ اِدَّثَّش‬asalnya
َ‫ رَذَثَّش‬dan َ‫رَّكَّش‬asalnya َ‫ رَزَكَّش‬dan َ‫ اِصَّجَّش‬asalnya َ‫ رَضَجَّش‬dan َ‫ اِعًََّّغ‬asalnya
َ‫ رَغًََّغ‬dan َ‫اِشَّمَّك‬asalnya َ‫ رَشَمَّك‬dan َ‫ اِصَّذَّق‬asalnya َ‫ رَصَذَّق‬dan َ‫اِضَّشَّع‬
asalnya َ‫رَضَشَّع‬dan َ‫ اِظََّّٓش‬asalnya َ‫ رَظََّٓش‬dan َ‫ اِطَّبَْش‬asalnya َ‫ رَطَبَْش‬.

Praktek I’lal :
َ‫اِرَّشَط‬
َ‫ اِرَّشَط‬asalnya َ‫ رَزَشَّط‬mengikuti wazan َ‫ رَفَؼَّم‬huruf Ta‟ yang pertama
disukunkan sebagai sebab syarat idgham maka menjadi َ‫رْزَ ّشَط‬
maka Ta‟ yang pertama di-idghamkan pada Ta‟ yang kedua
karena dua huruf sejenis, berikut mendatangkan Hamzah di
permulaannya agar memungkinkan permulaan dengan huruf
mati. Maka menjadi َ‫اِرَّشَط‬
َ‫اِثَّبلَم‬
َ‫ اِثَّبلَم‬asalnya َ‫ رَثَبلَم‬mengikuti wazan َ‫ رَفَبػَم‬huruf Ta‟ diganti Tsa‟
karena berdekatan Makhrojnyamaka menjadi َ‫ ثَثَبلَم‬kemudian
huruf Tsa‟ yang pertama disukunkan sebagai sebab syarat
idgham maka menjadi َ‫ ثَثَبلَم‬maka Tsa‟ yang pertama di-
idghamkan pada Tsa‟ yang kedua karena dua huruf sejenis,
berikut mendatangkan Hamzah di permulaannya agar
memungkinkan permulaan dengan huruf mati. Maka menjadi
َ‫اِثَّبلَم‬
Perhatian :
I‟lal dalam Kaidah ke 19 ini cuma bersifat Jaiz atau boleh,
bukan suatu ketentuan pasti. Sebagai pengalaman bagi kita,
karena ini jarang ditemukan. dan yang banyak digunakan adalah
berupa bentuk asalnya.

ALHAMDULILLAH
TAMAT.

Anda mungkin juga menyukai