Anda di halaman 1dari 16

--------------------------------------------------------------------

📝 Transkrip Audio Durus Bina


📝 Pengisi Materi :: Ustadz Abu Razin
📝 Dars 3: Isim Munshorif dan Ghoiru Munshorif

--------------------------------------------------------------------

Pada kesempatan kali ini in syaa' Allah ‫تعالى‬kita akan


membahas isim ditinjau dari penerimaan tanwin.

Dalam bahasa arab ada isim yang boleh bertanwin, ada


isim yang tidak boleh bertanwin selama-lamanya.

Isim yang bertanwin disebut isim munshorif, adapun


isim yang tidak bertanwin disebut dengan isim ghoiru
munshorif.

Pada dasarnya seluruh kata dalam bahasa arab dalam


bentuk asalnya kita menyebutnya dalam keadaan
tanwin, misalkan bahasa arabnya pintu kita katakan , ٌ‫بَاب‬
pulpen ,‫قَلَ ٌم‬masjid ,ٌ‫ َمس ِْجد‬sekolah ,ٌ‫ َمد َْر َسة‬papan tulis ,ٌ‫ َسب ُّْو َرة‬semua
kata ini dalam bentuk asalnya memang selalu dalam
bentuk dhommahtain, "un" semuanya (baabun , ٌ‫بَاب‬
kitaabun ، ٌ‫ ِكتَاب‬qolamun ,‫قَلَ ٌم‬madrosatun ) ٌ‫ َمد َْر َسة‬dan memang ini
hukum asalnya.

Jadi hukum asalnya seluruh kata dalam bahasa arab


berharokat dhommah dan bertanwin sampai ada sebab
lain yang menyebabkan tanwinnya hilang. Dua sebab
yang menyebabkan tanwin itu hilang :
1. Kemasukan alif lam atau ‫ال‬
2. Apabila kata tersebut menjadi idhofah

Kita bahas satu persatu

1. Bila suatu kata kemasukan ‫ال‬maka tidak boleh lagi


bertanwin. Misalkan ٌ‫ َباب‬pintu maka ketika kita
tambahkan ‫ال‬di depannya menjadi , ُ‫أَ ْلبَاب‬maka kita tidak
boleh mengatakan , ٌ‫أَ ْل َباب‬qolamun ‫قَلَ ٌم‬alqolamu , ُُ‫أَ ْلقَلَ ُم‬tidak
boleh kita katakan alqolamun .‫أَ ْلقَلَ ٌم‬Kemudian , ٌ‫ َمد َْر َسة‬ketika
kita tambahkan ‫ال‬di depannya ,ُ‫أَ ْل َمد َْر َسة‬bukan ,ٌ‫أَ ْل َمد َْر َسة‬karena
ketika ada ‫ال‬tidak boleh lagi dibaca tanwin.

Adapun kalau kita berbicara masalah kapan kita


menggunakan dalam bentuk tanpa ( ‫ال‬baabun ) ٌ‫بَاب‬dan
kapan dengan ( ‫ال‬albaabu ,) ُ‫أَ ْلبَاب‬maka ini berkaitan dengan
pembahasan isim ma'rifah dan isim nakiroh.
Sebagaimana kita bahas dalam pembahasan
sebelumnya tentang isim ma'rifah dan isim nakiroh.

Bila suatu kata telah dilekati oleh ‫ال‬maka kata tersebut


dihukumi sebagai ma'rifah, sedangkan bila berdiri
tanpa al maka dihukumi sebagai nakiroh (kata umum).
Ini perbedaan antara tanpa ‫ال‬dengan menggunakan .‫ال‬
Baik, ini sebab yang menjadikan suatu isim tidak boleh
bertanwin.

2. Apabila isim tersebut menjadi mudhof atau


disandarkan kepada kata lain, misalkan kata ( ٌ‫ ِكتَاب‬ini
masih umum), kemudian kalau kita ingin jelaskan
kepemilikannya, misalkan bukunya punya si zaid, kita
katakan .ٍ‫ ِكتَابُ زَ ْيد‬Maka tidak boleh kita katakan ‫ ِكتَابٌ زَ ْي ٍد‬karena
apabila kata sudah menjadi mudhof atau disandarkan
ke kata lain maka kata yang disandarkan (mudhof ini)
tidak boleh diberi harokat tanwin, tidak boleh kita
katakan , ‫ ِكتَابٌ زَ ْي ٍد‬yang benar adalah .ٍ‫ ِكتَابُ زَ ْيد‬Ini contoh idhofah.

Jadi ketika kata ٌ‫ ِكتَاب‬diidhofahkan kepada kata zaid untuk


menjelaskan kepemilikan maka kita tidak boleh
memberinya harokat tanwin, cukup dhommah saja, ُ‫ِكتَاب‬
.ٍ‫زَ ْيد‬Ini merupakan kaidah bahwa hukum asalnya isim

adalah bertanwin sampai ada sebab yang


menyebabkannya boleh menjadi tidak bertanwin atau
bahkan tidak boleh bertanwin ;
1. Kalau dia dilekati dengan ‫ال‬
2. Kalau dia menjadi mudhof, artinya kata ini
disandarkan pada kata yang lainnya.

Akan tetapi ada kata yang memang dari asalnya tidak


boleh diberi harokat tanwin artinya sampai kapanpun
kata-kata tersebut tidak mungkin dan tidak boleh kita
beri harokat tanwin, contohnya misalkan kata " ,"‫ِإب َْرا ِه ْي ُم‬
kalau kita perhatikan di dalam Alqur'an, nama nabi
Ibrahim ‫عليه السالم‬disebutkan berulangkali dalam berbagai
ayat Alqur'an tetap tidak ada satupun dimana kita
menemukan nama nabi Ibrahim dalam harokat tanwin,
semuanya tanpa tanwin, contohnya misalkan di dalam
surat Albaqoroh ayat 126 di sana disebutkan

...‫ﻭَإِﺫْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اﺟْعَﻞْ هَٰﺬَا بَلَدًا ﺁمِﻨًا‬

Di situ nama nabi Ibrahim tidak berharokat


dhommahtain, tetapi dhommah saja.

Contoh lain dalam surat Annisa 163 di sana disebutkan


beberapa nama nabi, di antara nama nabi ada yang
berharokat tanwin, ada juga yang tidak berharokat
tanwin. Kita baca ayatnya :

َ‫إِﻧَّا أَﻭْﺣَيْﻨَا إِلَيْﻚَ كَمَا أَﻭْﺣَيْﻨَا إِلَىٰ ﻧُوﺡٍ ﻭَالﻨَّبِيِّيﻦَ مِﻦْ بَعْدِﻩِ ۚ ﻭَأَﻭْﺣَيْﻨَا إِلَىٰ إِبْرَاهِيم‬

ۚ َ‫ﻭَإِسْمَاعِيﻞَ ﻭَإِسْﺤَاﻕَ ﻭَيَعْقُوبَ ﻭَالْﺄَسْبَاﻁِ ﻭَعِيسَىٰ ﻭَأَيُّوبَ ﻭَيُوﻧُﺲَ ﻭَهَارُﻭﻥَ ﻭَسُلَيْمَاﻥ‬

‫ﻭَﺁتَيْﻨَا ﺩَاﻭُﻭﺩَ زَبُورًا‬

Di situ nama nabi Nuh berharokat kasroh karena


didahului oleh ilaa (huruf jar), yang ke-2 dibaca tanwin.
Di dalam ayat ini disebutkan lebih dari 5 nama nabi
(yakni nabi Nuh, Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'kub, 'Isa,
Ayyub, Yunus, Harun, Sulaiman 'alaihimussalaam), dari
banyak nama nabi ini hanya 1 yang berharokat tanwin,
selebihnya tidak berharokat tanwin.

Ini merupakan salah satu contoh isim ghoiru munshorif.


Nama-nama nabi ini selain nabi Nuh semuanya tidak
akan pernah kita temukan dalam bentuk tanwin. Ini
contoh isim ghoiru munshorif di dalam Alqur'an.

Lalu apa saja sebenarnya kata yang termasuk isim


ghoiru munshorif. Adapun untuk isim munshorif tidak
perlu kita pelajari karena memang hukum asalnya
semua kata itu boleh dibaca tanwin, akan tetapi untuk
isim ghoiru munshorif ada beberapa kelompok kata, di
diktat telah saya jelaskan paling tidak ada 10 kelompok
kata yang sampai kapanpun tidak boleh dibaca tanwin,
yang diistilahkan dengan isim ghoiru munshorif.

Kemudian, sebelum kita membahas 10 kelompok kata


ini, sebetulnya 10 kelompok kata ini bukan batasan,
ada beberapa kelompok kata lagi yang belum ana
teruskan di diktat ini, hanya saja di diktat ini
merupakan pengelompokan yang paling mudah, karena
tidak terlalu rumit pembahasannya.

Sebelum kita membahas 10 kelompok ini, ana perlu


menekankan bahwa selain isim ghoiru munshorif tidak
boleh berharokat tanwin, kaidah yang ke-2 selain isim
ghoiru munshorif ketika kemasukan huruf jar tidak
dibaca kasroh, melainkan FATHAH. Contohnya di ayat
tadi di surat Annisa 163, ketika nama Nabi Nuh disebut
itu dikasrohkan dan ditanwinkan, akan tetapi ketika
nabi Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'kub, 'Isa, Ayyub, Yunus,
Harun dan Sulaiman alaihimussalam, semuanya tidak
ditanwinkan dan semuanya berharokat fathah. Karena
isim ghoiru munshorif selain dia tidak boleh bertanwin,
dia juga tidak boleh kasroh. Ketika dia menempati
posisi jar (artinya ketika dia didahului huruf jar) maka
harokatnya adalah fathah dan ini adalah kaidah.

Sekarang mari kita bahas kelompok kata yang termasuk


isim ghoiru munshorif :
1. Seluruh nama wanita
Seluruh nama yang digunakan untuk wanita baik yang
diakhiri dengan ta marbuthoh ataupun yang tidak
diakhiri oleh ta marbuthoh, semuanya isim ghoiru
munshorif (tidak boleh kita baca tanwin). Maka nama
wanita yang berakhiran ta marbuthoh ُ‫فَاﻁِ َمة‬Fathimah, ُ‫َعائِ َشة‬
'Aisyah, ُ‫ َخ ِد ْي َجة‬Khodijah, tidak boleh kita katakan

faathimatun, 'aaisyatun, khodiijatun karena tidak boleh


tanwin. Begitu juga nama wanita yang tidak diakhiri ta
marbuthoh, contohnya Zaynab ُ‫زَ ْيﻨَب‬dan Maryam ,‫ َم ْريَ ُم‬maka
kita tidak boleh mengatakan zaynabun dan maryamun
tetapi zaynabu dan maryamu, umumnya seperti ini.

Akan tetapi ada pengecualian bila ada nama wanita


yang tersusun dari 3 huruf dan ditengahnya berharokat
sukun (huruf ke-2 nya berharokat sukun) maka boleh
dibaca bertanwin seperti Hindun ,ٌ‫ ِه ْﻨد‬akan tetapi nama
seperti ini jarang sekali, umumnya seluruh nama wanita
tidak boleh berharokat tanwin (isim ghoiru munshorif).

2. Seluruh nama laki-laki yang diakhiri dengan ta


marbuthoh
Seluruh nama laki-laki yang diakhiri dengan huruf ta
marbuthoh tidak boleh bertanwin, misalkan 'Usamah
,ُ‫سا َمة‬ ُ Mu'awiyah ُ‫ ُمعَا ِﻭيَة‬dan Maysaroh ُ ‫س َرة‬
َ ‫ع‬ َ ‫ َم ْي‬Tholhah ,ُ‫ﻁ ْل َﺤة‬
َ ini

semua tidak boleh kita katakan mua'aawiyatun,


'usaamatun, maysarotun, tholhatun, karena dia
menyerupai nama wanita, ada ta marbuthohnya
sehingga hukumnya seperti hukum nama muannats,
yakni tidak boleh ditanwinkan. Maka kita katakan
mua'aawiyatu, 'usaamatu, tholhatu, maysarotu.

3. Seluruh nama yang berasal dari non-Arab


Nama-nama yang berasal dari non-Arab (dengan
catatan tersusun lebih dari 3 huruf), semua nama yang
bukan nama-nama orang Arab yang tersusun lebih dari
3 huruf maka dia isim ghoiru munshorif. Misalkan
Ibrahim ,‫إِب َْرا ِه ْي ُم‬kalau kita hitung ada banyak hurufnya (ada
hamzah, ba, ro, alif, ha, ya dan mim, ada sekitar 7
huruf), Ibrahim karena ini merupakan nama 'ajm (nama
non-Arab) tidak boleh diberi harokat tanwin. Kemudian
Yunus ,‫ي ُْوﻧُ ْو ُس‬ini bukan merupakan nama orang arab
artinya diambil dari bahasa yang bukan bahasa arab,
karena Yunus ada 4 huruf (ya, waw, nun dan sin) maka
kita tidak boleh membacanya yuunusun, bolehnya
yuunusu, tidak boleh ditanwinkan.
Adapun nama-nama non-Arab (nama-nama yang bukan
dari bangsa arab) akan tetapi huruf penyusunnya hanya
3 maka dia boleh tanwin, contohnya nama nabi Nuh ‫ﻧُ ْو ٌﺡ‬
dan Luth ,‫لُ ْو ٌﻁ‬itu boleh ditanwinkan karena dia hanya 3
huruf, Nuh ,ٌ‫ﻧُ ْوﺡ‬Luth ,‫لُ ْو ٌﻁ‬Hud .)ٌ‫ه ُْوﺩ‬Karena ke-3 nama nabi ini
diambil dari bahasa non-Arab (bahasa 'ajm) akan tetapi
karena huruf penyusunnya hanya 3 saja maka
meskipun dia tidak berasal dari bahasa arab tetapi
dibaca tanwin atau tetap masuk ke kelompok
munshorif. Jadi boleh ditanwinkan, nuuhun, luuthun
dan huudun.

4. Seluruh nama yang berakhiran alif dan nun


Seperti 'Utsman , ُ‫عُثْ َماﻥ‬Sulaiman , ُ‫ ُسلَ ْي َماﻥ‬Marwan ُ‫ َم ْر َﻭاﻥ‬dan Adnan
, ُ‫أ َ ْﺩﻧَاﻥ‬ini juga tidak boleh berharokat tanwin, maka kita

baca sulaimaaanu, 'utsmaanu, marwaanu, adnaanu,


tidak boleh sulaimaanun, utsmaanun, marwaanun,
adnaanun, karena terlarang bagi nama yang akhirnya
alif dan nun berharokat tanwin.

5. Seluruh nama yang mengikuti wazan fi'il


Jadi ada nama-nama dalam bangsa arab yang
bentuknya seperti fi'il, contohnya Ahmad ,ُ‫أَﺣْ َمد‬kalau kita
perhatikan ini seperti fi'il mudhori dhomir ,‫أَﻧَا‬ahmadu, ini
fi'il mudhori dari kata hamida yahmadu ,ُ‫ َﺣمِ دَ يَﺤْ َمد‬dhomir ‫أَﻧَا‬
nya berarti ahmadu. Karena nama Ahmad ini mengikuti
wazan fi'il dia tidak boleh dibaca tanwin, tidak boleh
kita katakan ahmadun tetapi kita katakan ahmadu.
Kemudian ,ُ‫يَ ِز ْيد‬ini menyerupai fi'il mudhori dhomir ‫ه َُو‬dari
kata zaada ( َ‫زَ اﺩ‬zaada yaziidu ُ‫زَ اﺩَ يَ ِز ْيد‬yang artinya
bertambah), maka tidak boleh kita membacanya
yaziidun tetapi yaziidu, tidak boleh bertanwin.

6. Seluruh nama yang mengikuti wazan fu'alu


seperti 'Umar dan Zuhal, ‫ ُع َم ُر‬dan zuhalu ,ُ‫ُز َﺣﻞ‬ tidak boleh
kita katakan 'umarun dan zuhalun.

7. Seluruh kata yang mengikuti wazan ‫فَ ْع َال ُﻥ‬


Seluruh kata dalam bahasa arab yang mengikuti wazan
fa'laanu seperti ( ُ‫ َع ْطشَاﻥ‬haus), ( ُ‫ َغ ْض َباﻥ‬marah) atau ( ُ‫ َﺟ ْو َعاﻥ‬lapar).
Kata ini juga tidak boleh diberi harokat tanwin karena
mengikuti wazan fa'laanu.
8. Seluruh kata yang mengikuti wazan ‫أَ ْفعَ ُﻞ‬
Contohnya nama-nama warna dan isim tafdhil. Nama-
nama warna seperti ( ‫أَﺣْ َم ُر‬merah), ( ‫أَﺣْ َض ُر‬hijau), ( ُ‫أَس َْوﺩ‬putih), ُ‫أَ ْز َرﻕ‬
(biru), ( ‫صف َُر‬
ْ َ ‫أ‬kuning), ( ‫ض‬
ُ َ‫أ َ ْبي‬putih).

Kemudian isim tafdhil. Isim tafdhil adalah salah satu


bentuk isim yang maknanya adalah "paling" wazannya
adalah af'alu, contohnya adalah kalau ‫ َكبِي ٌْر‬itu besar maka
paling besar adalah ,‫أَ ْكبَ ُر‬kalau ‫ َص ِغي ٌْر‬itu kecil maka paling
kecil adalah ,‫أَ ْصغ َُر‬kemudian kalau ٌ‫ َﺣ َسﻦ‬adalah baik maka
paling baik adalah . ُ‫أَﺣْ َسﻦ‬

Nah, isim tafdhil ini seluruhnya tidak boleh berharokat


tanwin, maka kita katakan ,‫أَ ْكبَ ُر‬contohnya dalam lafazh
takbir ,‫أَهلل أَ ْكبَ ُر‬tidak Allahu akbarun tetapi Allaahu akbaru
karena memang dia mengikuti wazan af'alu. Semua
wazan yang mengikuto wazan af'alu tidak boleh
berharokat tanwin.

9. Semua kata yang mengikuti pola shighot muntahal


jumu'.
Shighot muntahal jumu'adalah salah satu bentuk jamak
dengan pola-pola yang khas, di antara pola-pola
shighot muntahal jumu' adalah mafaa'ilu ,ُ‫ َمفَا ِعﻞ‬fawaa'ilu
‫فَ َوا ِع ُﻞ‬dan afaa'ilu ,ُ‫أ َ ْف ِعﻞ‬contohnya misalkan lagu itu kan ,ٌ‫ﻧَا ِشد‬

nasyid bentuk jamak shighot muntahal jumu' nya


adalah ,ُ‫أَﻧَا ِش ْيد‬kemudian ( ُ‫قَا ِعدَة‬kaidah) jamaknya adalah ,ُ‫قَ َوا ِعد‬
kemudian ٌ‫ ِر َسالَة‬jamaknya ,ُ‫ َر َسائِﻞ‬mengikuti wazan fawaa'ilu,
kemudian jamak dari sekolah madrosatu ,ُ‫ َمد َْر َسة‬madaarisu
,‫س‬ ُ ‫ َمدَ ِار‬ini mengikuti wazan mafaa'ilu. Nah semua kata yang

mengikuti wazan shighot muntahal jumu juga tidak


boleh bertanwin.

Dan yang ke-10, namun ini bukan pembatasan

10. Semua kata yang diakhiri alif ta'nist maqsuroh dan


alif ta'nits mamdudah

Semua kata bahasa arab yang diakhiri dengan alif


ta'nits maqshuroh dan alif ta'nits mamdudah maka
tidak boleh bertanwin, contohnya misalkan kata yang
berakhiran alif ta'nits maqshuroh (adalah alif ‫ا‬yang
ditulis seperti huruf ,‫ي‬akan tetapi tidak diberi titik,
contohnya misalkan ,‫ ِﺫ ْك َرى‬setelah huruf ‫ر‬itu ada seperti
huruf ‫ي‬tetapi tidak punya titik, pada dasarnya ini adalah
alif maqshuroh (maqshuroh sendiri artinya yang
diringkas), jadi yang dipendekkan, ‫ ِﺫ ْك َرى‬ada seperti huruf
‫ي‬tapi tidak bertitik, nah ini disebut alif ta'nits

maqshuroh, contoh lain misalkan nama wanita ,‫ َس ْل َمى‬lapar


itu ,‫ َﺟ ْو َعى‬haus itu .‫أَ ْﻁشَى‬Ini contoh kata yang diakhiri oleh alif
ta'nits maqshuroh.

Adapun contoh kata yang diakhiri oleh alif ta'nits


mamdudah (yakni alif yang dipanjangkan, alifnya tidak
seperti yang tadi dipendekkan seperti huruf ya), kalau
alif ta'nits mamdudah alifnya panjang contohnya ini
untuk digunakan nama-nama warna. Jadi kalau ahmar,
ahdhor, azroq, aswad itu dihukumi sebagai mudzakkar
maka bentuk muannats dari nama-nama warna adalah
dengan diakhiri alif ta'nits mamdudah.

hijau َ ْ‫أَﺣ‬
‫ض ُر‬ jadi ,‫َﺣض َْرا ُء‬
merah ‫أَﺣْ َم ُر‬menjadi ,‫َﺣ ْم َرا ُء‬
putih menjadi ,‫َب ْي َضا ُء‬
ُ ‫أ َ ْب َي‬
‫ض‬

hitam ُ‫أَس َْوﺩ‬ menjadi ,‫َس ْوﺩَا ُء‬


biru menjadi ,‫زَ ْرقَا ُء‬
ُ‫أ َ ْز َرﻕ‬

kuning menjadi ,‫َص ْف َرا ُء‬


ْ َ‫أ‬
‫صف َُر‬

maka nama-nama warna ini termasuk isim ghoiru


munshorif. Jadi nama warna baik yang mudzakkar
maupun yang muannats keduanya dihukumi sebagai
isim ghoiru munshorif, yang mudzakkar yang polanya
af'alu, kemudian yang muannats yang polanya fa'laau
. , ُُ‫ضا ُء‬
َ ‫ بَ ْي‬,‫ َﺣض َْرا ُء‬,‫َﺣ ْم َرا ُء‬

Ini merupakan 10 kelompok kata yang tidak boleh


berharokat tanwin.

Lalu apa pentingnya kita mengetahui apakah kata


tersebut munshorif atau ghoiru munshorif?

Salah satu manfaatnya adalah ketika nanti kita


membuat kalimat dengan bahasa arab, ketika dia
didahului oleh huruf jar atau ketika kata tersebut
menempati kedudukan jar maka kata tersebut tidak
boleh diberi harokat kasroh melainkan fathah, ini salah
suatu manfaat kita menghafal kaidah isim munshorif
dan isim ghoiru munshorif.
Baik, ana rasa untuk pelajarannya ana cukupkan sampai
di sini.

Sebelum ana tutup, ana simpulkan sekali lagi


bahwasanya di dalam bahasa arab ada kata yang dapat
bertanwin dan ada kata yang dari asalnya tidak boleh
bertanwin dan sampai kapanpun tidak boleh
bertanwin. Kalau isim yang bertanwin disebut
munshorif dan contohnya sangat banyak, adapun isim
yang tidak boleh bertanwin disebut dengan isim ghoiru
munshorif dan jumlahnya tidak sebanyak isim
munshorif, seperti yang sudah saya jelaskan ada 10
kelompok kata yang merupakan isim ghoiru munshorif.

Saya rasa cukup untuk pelajaran yang ke-3 ini.

Semoga apa yang saya sampaikan bermanfaat.

--------------------------------------------------------------------------
-------------------------

Anda mungkin juga menyukai