Disusun Oleh :
Marica Hervianti
(2006730047)
KEPANITERAAN KLINIK
STASE ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2011
1
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I PEMBAHASAN
1. Diabetes Melitus
a. Definisi.........................................................................1
b. Klasifikasi.....................................................................2
c. Diagnosis .....................................................................3
d. Penatalaksanaan ...........................................................7
e. Farmakoterapi pada DM ..............................................15
f. Terapi insulin pada pasien DM.....................................20
2. Hipertensi
a. Definisi ........................................................................24
b. Epidemiologi................................................................24
c. Patomekanisme berdasarkan Etiologi...........................25
d. Patomekanisme berdasarkan faktor risiko ...................28
e. Gejala............................................................................30
f. Pemeriksaan untuk diagnostik .....................................30
g. Pemeriksaan untuk mencari faktor risiko ....................31
h. Pemeriksaan penunjang ...............................................32
i. Terapi ...........................................................................33
j. Komplikasi ...................................................................38
k. Prognosis ......................................................................39
DAFTAR PUSTAKA
2
KATA PENGANTAR
Penulis
3
DIABETES MELITUS
A. Definisi
4
banyak dan lebih lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya
aktivitas jasmani dan hiperinsulinemia. Semua faktor ini berinteraksi dengan
beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan DM tipe 2.
B. Klasifikasi
Tabel klasifikasi etiologis DM
Diabetes
melitus
gestasional
5
Seangkan I New Zealand, DM pada dewasa 14% menggunakan insulin dan
diantara mereka 83% telah memulai pemakaiannya sebagai pengobatan
permanen kurang dari 12 bulan setelah diagnosis diabetes ditegakkan. Mereka
yang menggunakan insulin selama 12 bulan ini secara bermakna mempunyai
kadar auto-antibodi terhadap GAD (Glutami Acid Decarboxilase). GAD
merupakan autoantigen terhadap sel beta pancreas dan terdapat pada 80% DM
tipe 1 baru dan juga terdapat pada 80% subyek 10 tahun sebelum terjadinya
diabetes tipe 1. Pada penelitian Inggris, orang dengan DM tipe 2 ternyata
memiliki anti GAD yang positif, dan diantara mereka setelah 6 tahun 0%
kemudian memakai insulin, sedang yang anti GAD negatif hanya 6% yang
kemudian memakai insulin.
Karakteristik yang dapat digunakan untuk memebedakan DM tipe 1 dan
DM tipe 2:
DM tipe 1 DM tipe 2
Mudah terjadi ketoasidosis Tidak mudah terjadi ketoasidosis
Pengobaan harus dengan insulin Tidak harus dengan insulin
Onset akut Onset lambat
Biasanya kurus Gemuk atau tidak gemuk
Biasanya pada umur muda Biasanya >45 tahun
Berhubungan dengan HLA-DR3 Tidak berhubungan dengan HLA
&DR4 Tidak ada Islet Cell Antibody
Didapatkan Islet Cell Antibody (ICA)
(ICA) Riwayat keluarga (+) pada 30%
Riwayat keluarga diabetes (+) pada +100% kembar identik terkena
10%
30-50% kembar identik terkena
C. Diagnosis
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan
tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam
menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil
dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa darah dengan cara enzimatik dengan
bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan
6
glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya
(yang melakukan program pemantau kendali mutu secara teratur). Walaupun
demikian, sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh
(whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka
kriteria diagnosis yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk
pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji
diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM,
sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka
yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko DM.
Pemeriksaan penyaring dilakukan pada kelompok dengan salah satu resiko
DM sebagai berikut:
Usia > 45 tahun
Usia lebih muda, terutama dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >23 kg/m2,
Kebiasaan tidak aktif
Turunan pertama dari orang tua dengan DM
Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram, atau riwayat
DM gestasional
Hipertensi (> 140/90)
Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl
Menderita polycystic ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain
yang terkait dengan resistensi insulin
Adanya riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah
puasa terganggu (GDPT) sebelumnya
Memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler
7
dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah
5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berubah menjadi DM, 1/3
lainnya tetap TGT, dan 1/3 lainnya kembali normal. Adanya TGT sering
berkaitan dengan resistensi insulin. Pada kelompok TGT ini resiko terjadinya
aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan kelompok normal. TGT sering
bertkaitan dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia.
8
TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeiksaan TTGO
didapatkan glukosa plasma puasa 2 jam setelah beban antara 140-199
mg/dl.
GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glikosa
plasma puasa didapatkan antara 100-125 mg/dl.
9
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti kebiasaan sehari-hari
dengan karbohidrat yang cukup dan tetap melakukan kegiatan jasmani
seperti biasa
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,
minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa
4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/KgBB (anak-
anak) dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu5 menit
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2
jam setelah minum larutan glukosa selesai
6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
7. Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok
D. Penatalaksanaan
Tujuan :
1. Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala DM dan
mempertahankan rasa nyaman dan sehat.
2. Jangka panjang : mencegah penyulit, baik makroangiopati,
mikroangiopati maupun neuropati, dengan tujuan akhir menurunkan
morbiditas dan mortilitas DM.
3. Cara : menormalkan kadar glukosa, lipid, insulin.
Mengingat mekanisme dasar kelainan DM tipe-2 adalah terdapatnya
faktor genetik, tekanan darah, resistensi insulin dan insufisiensi sel beta
pankreas, maka cara-cara untuk memperbaiki kelainan dasar yang
dapat dikoreksi harus tercermin pada langkah pengelolaan.
4.Kegiatan : mengelola pasien secara holistik, mengajarkan perawatan
mandiri dan melakukan promosi perubahan perilaku.
Langkah-langkah penatalaksanaan peenyandang diabetes:
1. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama, meliputi:
Riwayat penyakit
10
gejala yang timbul, hasil pemeriksaan laboratoris terdahulu
termasuk A1c, hasil pemeriksaan khusus yang telah ada terkait
DM
pola makan, status nutrisi, riwayat perubahan berat badan
riwayat tumbuh kembang pada pasien anak atau dewasa muda
pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap
pengobatan yang sedang dijalani
riwayat komplikasi akut (KAD, hiperosmolar hiperglikemi,
hipoglikemi)
riwayat infeksi sebelumnya, terutama riwata infeksi kulit, gigi,
dan traktus urogenitalis
gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik
faktor resiko seperti merokok, hipertensi, PJK, obesitas dan
riwayat penyakit keluarga
Pemeriksaan fisik
pengukutan TB dan BB
pengukuran tekanan darah
pemeriksaan funduskopi
pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
pemerksaan jantung
evaluasi nadi secara palpasi maupun engan stetoskop
pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah termasuk jari
pemeriksaan kulit dan pemeriksaan neurologis
tanda-tanda penyakit lain yang apat menimbulkan DM tipe lain
11
profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL,
trigliserida)
kreatinin serum
albuminuri
keton, sedimen dan protein dalam urin
eletrokardiogram
foto sinar-x dada
Tindakan rujukan
ke bagian mata bila diperlukan pemeriksaan mata lebih lanjut
konsultasi keluarga berencana untuk wanita usia produktif
konsultasi terapi gizi medis sesuai indikasi
konsultasi dengan edukator diabetes
konsultasi dengan spesialis kaki, spesialis perilaku atau spesialis
lain sesuai indikasi
12
3. Latihan jasmani
4. Obat-obatan
Pada dasarnya, pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan
disertai dengan latihan jasmani yang cukup selama beberapa waktu (2-4
minggu). Bila setelah itu kadar glukosa darah masih belum dapat memenuhi
kadar sasaran metabolik yang diinginkan, baru dilakukan intervensi
farmakologik dengan obat-obat anti diabetes oral atau suntikan insulin sesuai
dengan indikasi
Edukasi
Diabetes Tipe 2 biasa terjadi pada usia dewasa, suatu periode dimana telah
terbentuk kokoh pola gaya hidup dan perilaku. Pengelolaan mandiri diabetes
secara optimal membutuhkan partisipasi aktif pasien dalam merubah perilaku
yang tidak sehat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam perubahan
perilaku tersebut, yang berlangsung seumur hidup. Keberhasilan dalam
mencapai perubahan perilaku, membutuhkan edukasi, pengembangan
keterampilan (skill), dan motivasi yang berkenaan dengan:
Makan makanan sehat
Kegiatan jasmani secara teratur
Menggunakan obat-obat diabetes secara aman, teatur dan pada waktu-waktu
yang spesifik
Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan berbagai
informasi yang ada
Melakukan perawatan kaki secara berkala
Mengelola diabetes dengan tepat
Dapat menggunakan fasilitas perawatan kesehatan
Edukasi (penyuluhan) secara individual dan pendekatan berdasarkan
penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil.
Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi dan memerlukan
penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan evaluasi.
13
Perencanaan makan
Diabetes tipe 2 merupakan suatu penyakit dengan penyebab heterogen,
sehingga tidak ada satu cara makan khusus yang dapat mengatasi kelainan ini
secara umum. Perencanaan makan harus disesuaikan menurut masing-masing
individu. Pada saat ini yang dimaksud dengan karbohidrat adalah gula, tepung
dan serat, sedang istilah gula sederhana/simpel, karbohidrat kompleks dan
karbohidrat kerja cepat tidak digunakan lagi.
Penelitian pada orang sehat maupun mereka dengan risiko diabetes
mendukung akan perlunya dimasukannya makanan yang mengandung
karbohidrat terutama yang berasal dari padi-padian, buah-buahan, dan susu
rendah lemak dalam menu makanan orang dengan diabetes. Banyak faktor
yang berpengaruh pada respons glikemik makanan, termasuk didalamnya
adalah macam gula: (glukosa, fruktosa, sukrosa, laktosa), bentuk tepung
(amilose, amilopektin dan tepung resisten), cara memasak, proses penyiapan
makanan, dan bentuk makanan serta komponen makanan lainnya (lemak,
protein).
Pada diabetes tipe 1 dan tipe 2, pemberian makanan yang berasal dari
berbagai bentuk tepung atau sukrosa, baik langsung maupun 6 minggu
kemudian ternyata tidak mengalami perbedaan repons glikemik, bila jumlah
karbohidratnya sama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah total kalori
dari makanan lebih penting daripada sumber atau macam makanannya.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan
gizi baik sebagai berikut:
Karbohidrat: 60-70%
Protein: 10-15%
Lemak: 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut,
dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan
idaman.
Untuk penentuan status gizi, dipakai Body Mass Index (BMI) = Indeks Massa
14
Tubuh (IMT).
IMT = BB(kg)/TB(m2)
15
pertumbuhan (anak dan dewasa muda) serta ibu hamil diperlukan perhitungan
tersendiri.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas
dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore
(25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Pembagian
porsi tersebut sejauh mungkin disesuaikan dengan kebiasaan pasien untuk
kepatuhan pengaturan makanan yang baik. Untuk pasien DM yang mengidap
pula penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit
penyertanya. Perlu diingatkan bahwa pengaturan makan pasien DM tidak
berbeda dengan orang normal, kecuali jumlah kalori dan waktu makan yang
terjadwal.
Untuk kelompok sosial ekonomi rendah, makanan dengan komposisi
karbohidrat sampai 70-75% juga memberikan hasil yang baik.Jumlah
kandungan kolesterol <300 mg/hari. Diusahakan lemak dari sumber asam
lemak tidak jenuh dan menghindari asam lemak jenuh. Jumlah kandungan
serat + 25 g/hari. Diutamakan serat larut (soluble fibre).
Pasien DM dengan tekanan darah yang normal masih diperbolehkan
mengkonsumsi garam seperti orang sehat, kecuali bila mengalami hipertensi,
harus mengurangi konsumsi garam. Pemanis buatan dapat dipakai
secukupnya. Gula sebagai bumbu masakan tetap diizin-kan. Pada keadaan
kadar glukosa darah terkendali, masih diperbolehkan untuk mengkonsumsi
sukrosa (gula pasir) sampai 5% kalori. Untuk mendapatkan kepatuhan ter-
hadap pengaturan makan yang baik, adanya pengetahuan mengenai bahan
penukar akan sangat membantu pasien.
Latihan jasmani
Latihan jasmani mempunyai peran yang sangat penting dalam
penatalaksanaan diabetes tipe 2. Latihan jasmani dapat memperbaiki
sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa dan selain itu
dapat pula menurunkan berat badan. Di samping kegiatan jasmani sehari-hari,
dianjurkan juga melakukan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu)
16
selama kurang lebih 30 menit. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah jalan
atau bersepeda santai, bermain golf atau berkebun. Bila hendak mencapai
tingkat yang lebih baik dapat dilakukan kegiatan seperti, dansa, jogging,
berenang, bersepeda menanjak atau mencangkul tanah di kebun, atau dengan
cara melakukan kegiatan sebelumnya dengan waktu yang lebih panjang.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur, kondisi sosial ekonomi,
budaya dan status kesegaran jasmaninya.
Obat-obatan
Jika pasien telah menerapkan pengaturan makan dan latihan jasmani
yang teratur namun sasaran kadar glukosa darah belum tercapai
dipertimbangkan penggunaan obat-obat anti diabetes oral sesuai indikasi dan
dosis menurut petunjuk dokter. Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi
kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik. Diabetes mellitus terkendali
baik tidak berarti hanya kadar glukosa darahnya saja yang baik, tetapi harus
secara menyeluruh kadar glukosa darah, status gizi, tekanan darah, kadar lipid/
lemak dan A1c.
17
Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun, sasaran kadar glukosa darah
lebih tinggi dari biasa (puasa < 150 mg/dl, dan sesudah makan < 200 mg/dl),
demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain, mengacu pada batasan
kriteria pengendalian sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus
pasien usia lanjut dan juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek
samping dan interaksi obat.
18
secara cepat dikeluarkan melalui ginjal. Karena cepatnya proses tersebut,
maka metformin diberikan 2-3x/hari kecuali dalam bentuk extended
release. Pengobatan dengan dosis maksimal dapat menurunkan A1c 1-2%.
Efek samping yang terjadi adalah asidosis laktat, dan sebaiknya tidak
digunkaan apada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (creatinin >1,3
mg/dl pada perempuan dan >1,5 mg/dl pada laki-laki) atau pada gangguan
fungsi hati dan gagal jantung, serta harus diberikan dengan hati-hati pada
lansia.
Mekanisme kerja. Metformin menurunkan kadar glukosa darah melalui
pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor
insulin dan menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan
pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah dan
juga diduga menghambat absorbsi glukosa di usus seusai makan. Setelah
diberikan peroral, metformin akan mencapai kadar tertinggi dalam darah
setelah 2 jam dan diekskresi lewat urin dalam keadaan utuh.
Metformin akan menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak
menyebabkan hipoglikemi, sehingga tidak dinyatakan sebagai obat
hipoglikemik, tapi sebagai obat anti hiperglikemik. Pada keadaan tunggal
metformin dapat menurunkan kadar glukosa darah sampai 20% dan
konsentrasi insulin plasma pada keadaan basal juga turun. Metformin tidak
menyebabkan kenaikan berat badan seperti pada penggunaan sulfonilurea.
Pemakaian kombinasi dengan sulfonilurea sudah dapat dianjurkan
sejak awal pengelolaan diabetes dan hanya 50% pasien DM tipe 2 yang
kemudian dapat dikendalikan dengan pengobatan tunggal metformin atau
sulfonilurea sampai dosis maksimal.
Kombinasi insulin dengan metformin dapat dipertimbangkan pada
pasien gemuk dengan kadar glikemia yang sukar dikendalikan. Kombinasi
insulin dengan sulfonilurea lebih baik daripada kombinasi insulin dengan
metformin.
19
Efek samping gastrointestinal sering ditemukan pada pemakaian awal
metformin dan bisa dikurangi dengan memberikan obat dimulai dengan
dosis rendah dan diberikan bersamaan dengan makanan.
Disamping berpengaruh pada glukosa darah, metformin juga
berpengaruh pada komponen lain resistensi insulin yaitu lipid, tekanan
darah dan plasminogen activator inhibitor (PAI-I).
Penggunaan dalam klinik. Metformin dapat digunakan sebagai
monoterapi dan sebagai kombinasi dengan SU, repaglinid, nateglinid,
penghambat alfa glikosidase dan glitazone. Efektivitas insulin menurunkan
kadar glukosa pada orang gemuk sebanding dengan SU. Karena
kemampuannya mengurangi resistensi insulin, mencegah penambahan
berat badan dan memperbaiki profil lipid, maka metformin sebagai
monoterapi pada awal pengelolaan DM pada orang gemuk dengan
dislipidemi dan resistensi insulin berat merupakan pilihan pertama.
Glitazone
Golongan Thiazolidinediones atau glitazone adalah golongan obat
yang juga memiliki efek farmakologis untuk meningkatkan sensitivitas
insulin. Obat ini dapat diberikan secara oral, kimiawi maupun fungsional
tidak berhubungan dengan obat oral lainnya. Monoterapi dengan glitazon
dapat memperbaiki konsentrasi glukosa darah puasa hingga 59-80 mg/dl
dan A1c 1,4-2,6% dibanding dengan plasebo.
Mekanisme kerja. Glitazon merupakan agonist peroxisome
proliferator-activated receptor gamma (PPAR) yang sangat selektif dan
poten. Reseptor PPAR gamma terdapat di dalam jaringan target kerja
insulin seperti jaringan adiposa, otot skelet dan hati, sedang reseptor pada
organ tersebut merupakan regulator homeostasis lipid, diferensiasi adiposit
dan kerja insulin.
Glitazone dapat merangsang ekspresi beberapa protein yang dapat
memperbaiki sensitivitas insulin dan memprebaiki glikemia (GLUT-1,
20
GLUT-4, dll) selain itu dapat mempengaruhi ekspresi dan pelepasan
mediator resistensi insulin, seperti TNF alfa, leptin, dll.
Glitazone diabsorbsi dengan cepat dan konsentrasi tertinggi terjadi
setelah 1-2 jam dan makanan tidak tidak mempengaruhi farmakokinetik
obat ini.
Penggunaan dalam klinik.. Rosiglitazone dan pioglitazon dapat
digunakan sebagai monoterapi maupun kombinasi dengan metformin dan
sekretagok insulin.
21
panjang sebaiknya tidak dipakai pada usia lanjut. Selain pada orang tua,
hipoglikemi juga sering terjadi pada pasien gagal ginjal, gangguan fungsi
hati berat dan pasien dengan asupan makanan yang kurang dan jika
digunakan bersama obat sulfa.
Glibenklamid menurunkan glukosa darah puasa lebih besar (36%)
daripada glukosa setelah makan (21%).
Penggunaan dalam klinik. Pada pemakaian sulfonilurea umumnya
selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk menghindari kemungkinan
hipoglikemi.
Dosis permulaan tergantung pada beratnya hiperglikemi. Bila
konsentrasi glukosa puasa <200 mg/dl sebaiknya dimulai dengan dosis
kecil dan dititrasi bertahap setelah 1-2 minggu sehingga tercapai kadar
GDP 90-130 mg/dl. Bila GDP >200 mg/dl bisa diberikan dosis awal yang
lebih besar. Obat sebaiknya diberikan ½ jam sebelum makan karena
diserap dengan baik. Pada obat yang diberikan satu kali setiap hari
sebaiknya diberikan saat makan pagi atau saat makan porsi
besar.Kombinasi sulfonilurea dengan insulin lebih baik daripada insulin
sendiri dan dosis insulin yang dibutuhkan pun lebih rendah.
Glinid
Kerjanya melalui reseptor sulfonilurea, memiliki kemiripan struktur
dengan sulfonilurea namun berbeda efeknya. Repaglinid dan nateglinid
keduanya diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan cepat
dikeluarkan melalui metabolisme dalam hati hingga diberikan 2-3 x/hari.
Repaglinid bisa menurunkan kadar glukosa darah puasa mesk masa
paruhnya singkat karena menempel pada reseptor sulfonilurea. Nateglinid
mempunyai masa tinggal yang lebih singkat dan tidak menurunkan kadar
glukosa darah puasa. Keduanya merupakan sekretagok yang khusus
menurunkan kadar glukosa postprandial dengan efek hipoglikemik yang
minimal. Kekuatan untuk menurunkan kadar A1c tidak begitu kuat.
22
3. Penghambat alfa glukosida
Obat ini menghambat enzim alfa glukosidase di dalam saluran cerna
sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurukan
hiperglikemi postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus, tidak
menyebabkan hipoglikemi dan tidak berpengaruh pada kadar insulin.
Acarbose merupakan penghambat kuat enzim alfa glukosidase yang
terdapat pada dinding enterosit yang terletak pada bagian proksimal usus
halus. Sebagai monoterapi tidak dapat merangsang sekresi insuli dan tidak
menyebabkan hipoglikemi. Efek samping pada GI tract seperti
meteorismus, flatulence dan diare.
Penggunaan dalam klinik bisa digunakan sebagai monoterapi atau
kombinasidengan insulin, metformin, glitazone, atau sulfonilurea. Untuk
efek maksimal, obat harus diberikan segera saat makan utama. Monoterapi
dengan acarbose menurunkan rata-rata glukosa postprandial 40-60 mg/dl
dan GDP10-20 mg/dl, A1c sebesar 0,5-1%. Dengan terapi kombinasi
dengan sulfonilurea, metformin atau insulin, acarbose bisa menurunkan
lebih banyak A1c sebesar 0,3-0,5% dan rata-rata glukosa post prandial
20-30 mg/dl dari keadaan sebelumnya.
23
c. Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas
sedangkan insulin eksogen adalah insulin yang disuntikka dan
merupakan suatu produk farmasi.
Tipe-tipe insulin
4 tipe insulin yang diproduksi dikategorikan berdasarkan awal kerja,
puncak kerja dan lama kerjanya:
Sediaan insulin Awal kerja Puncak Lama
(jam) kerja (jam) kerja
Insulin analog, kerja sangat
cepat
(ultra-rapid-acting) 0,2-0,5 0,5-2
Insulin glulisin (Apidra) 0,2-0,5 0,5-2
Insulin aspart (Novo rapid) 0,2-0,5 0,5-2
24
Insulin lispro (Humalog)
Insulin kerja menengah
(intermediate-acting)
NPH Insulatard 1,5-4 4-10
Humulin N
Insulin kerja pendek
(short-acting)
Reguler (Human) Humulin 0,5-1 2-3
R/actrapid
Insulin kerja panjang
(long-acting)
Insulin glargine (lantus) 1-3 Tanpa
Insulin detemir (levemir) 1-3 puncak
Insulin campuran
Kerja cepat dan menengah
70% NPH/30% reguler (Mixtard, 0,5-1 3-12
Humulin 70/30)
70% NPH/30% analog rapid 0,5-1 3-12
(Novomix)
25
Penyulit akut:
1. Ketoasidosis diabetik
2. Hiperosmolar non ketotik
3. Hipoglikemia
Penyulit menahun:
1. Makroangiopati:
pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner)
pembuluh darah tepi
pembuluh darah otak (stroke)
2. Mikroangiopati:
retinopati diabetik
nefropati diabetik
Neuropati
3. Rentan infeksi, misalnya tuberkulosis paru, ginggivitis, dan infeksi
saluran kemih
4. Kaki diabetik (gabungan sampai dengan 4)
5. Disfungsi Ereksi
HIPERTENSI
A. Definisi
Hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di
dalam arteri. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai
hipertensi esensial. Menurut The Seventh of The Joint national Committee on
Prevention, detection, Wvaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC
26
7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal,
prehipertensi, hipertensi derajat 1, dan derajat 2.
Klasifikasi Tekanan darah menurut JNC 7
Klasifikasi
TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Tekanan Darah
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 90
Hipertensi derajat 1 140 – 159 Atau 90 – 99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik >140
mmHg merupakan factor resiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit
kardiovaskular daripada tekanan darah diastolic.
Risiko penyakit kardiovaskular dimulai pada tekanan darah 115/75 mmHg,
meningkat dua kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg
Risiko penyakit kardiovaskular bersifat kontinyu, konsisten, dan independen
dari factor resiko lainnya
B. Epidemiologi
Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya
populasi usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar
juga akan bertambah, dimana baik hipertensi sistolok maupun kombinasi
hipertensi sistolik dan diastolic sering timbul pada lebih dari separuh orang yang
berusia > 65 tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus
meningkat, dalam decade terakhir tidak menunjukkan kemajuan lagi (pola kurva
mendatar), dan pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari seluruh
pasien hipertensi.
Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES)
menunjukkan bahwa dari tahun ke 1999 – 2000, insiden hipertensi pada orang
dewasa adalah sekitar 29 – 31%, yang berarti terdapat 58 – 65 juta orang
hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun
1988 – 1991.
27
C. Patomekanisme berdasarkan Etiologi (Penyebab)
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum
diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh
hipertensi).
a. Hipertensi Hiperdinamik
Penyebab 1 :
↑ Frekuensi denyut jantung / volume ekstrasel
↓
↑ Aliran balik vena
↓
↑ Volume sekuncup (mekanisme Frank-Starling)
↓
HIPERTENSI
Penyebab 2 :
↑ Aktivitas simpatis (dari SSP) / ↑ respon terhadap katekolamin
↓
↑ Curah jantung
↓
HIPERTENSI
b. Hipertensi Resistensi
Penyebab :
↑ Aktivitas simpatis
↑ Respon terhadap katekolamin
↑ Konsentrasi angiotensin II Vasokonstriksi perifer
Mekanisme autoregulasi (arteriol)
Hipertrofi otot vasokonstriktor ↓
↑ Viskositas darah (↑ hematokrit) → HIPERTENSI
HIPERTENSI → kerusakan vaskuler → ↑ TPR → HIPERTENSI
MENETAP
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat
dari adanya penyakit lain.
Dibagi 3 :
Hipertensi Renal
Stenosis arteri renalis/ penyempitan arteriol & kapiler ginjal
↓
Iskemia ginjal
↓
28
Pelepasan renin dari ginjal
↓
Renin Tumor yang
produksi renin
Angiotensinogen → Angiotensin I
↓ ACE
Angiotensin II (oktapeptida)
↑ Tekanan darah
Massa ginjal fungsional ↓
Hipertensi
↓
Hipertensi kronik
Hipertensi Hormonal
- Sindrom Adrenogenital
Pembentukan kortisol di korteks adrenal dihambat
↓
Pelepasan hormone adrenokortikotropik (ACTH) tidak dihambat
↓
Prekursor mineralokortikoid aktif kotisol & aldosteron
↓
Retensi Na
↓
↑ Hormon ekstrasel
29
↓
↑ Curah jantung
↓
HIPERTENSI
- Sindrom Cushing
Pelepasan ACTH tidak adekuat
↓
↑ Konsentrasi glukokortikoid plasma
HIPERTENSI
- Feokromasitoma
Tumor adrenomedula
↓
Katekolamin
↓
↑ Kadar epinefrin tidak terkendali
↓
↑ Curah Jantung
↓
HIPERTENSI
30
- Pil Kontrasepsi
Retensi Na
↓
↑ Curah jantung
↓
HIPERTENSI
Hipertensi Neurogenik
Ensefalitis, edema serebri, pedarahan, tumor otak
↓
Perangsangan sentral kerja jantung berlebih
↓
↑ Tekanan darah
↓
HIPERTENSI
31
Sensitif terhadap garam (Insiden ↑ jika ada riwayat keluarga)
↓
Respon terhadap katekolamin ↑
↓
↑ Curah Jantung
↓
HIPERTENSI
E. Gejala
32
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit
kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang
bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan
tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut:
Sakit kepala
Kelelahan
Mual
Muntah
Sesak nafas
Gelisah
Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal.
33
Harus diukur juga tekanan darah sewaktu berdiri pada manula, pasien DM,
atau keadaan yang sering timbul hipotensi ortostatik
34
Perdarahan serebral
TIA
b. Penyakit jantung
Infark miokard
Angina pectoris
Revaskularisasi koroner
Gagal jantung kongestif
c. Retinopati hipertensi lanjut
Perdarahan atau eksudat
Edema papil
d. Penyakit ginjal
Nefropati diabetic
GGK (kreatinin > 2 mg %)
e. Penyakit lain
Diseksi aneurisma
Penyakit arteri (simtomatik)
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan rutin harus dilakukan seperti :
Tes darah rutin
Hemoglobin dan hematokrit
Urinalisis terutama untuk deteksi adanya darah, protein, gula
Kimia darah untuk kalium (serum), kreatinin (serum), gula darah puasa,
total kolesterol
Elektrokardiogram
Ekokardiogram
Radiologi: foto toraks
Sesuai penyakit penyerta
Kolesterol total serum, kolesterol HDL serum, LDL serum, kolesterol
trigliserida serum (puasa)
35
Asam urat serum
Plasma rennin activity (PRA), aldosteron, katekolamin urin
Ekokardiografi bila diduga KOS (kerusakan organ sasaran), seperti adanya
LVH
Ultrasonografi pembuluh darah besar (karotis dan femoral)
Ultrasonografi ginjal bila diduga adanya kelainan ginjal
Pemeriksaaan neurologis untuk mengetahui kerusakan pada otak
Funduskopi untuk mengetahui kerusakan pada mata
I. Terapi
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah :
Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi
(diabetes, gagal ginjal proteinuria) < 130/80 mmHg
Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular
Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria
36
Jenis – jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan JNC 7:
Diuretika, terutama jenis Thiazie (Thiaz) atau Aldosterone Antagonist (Aldo
Ant)
Beta Blocker (BB)
Calcium Channel Blocker atau Calcium Anatagonist (CCB)
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1receptor antagonist / blocker
(ARB)
37
Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk
penyakit lain
Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam
menurunkan resiko kardiovaskular
Berdasarkan uji klinis, hampir seluruh pedoman penanganan hipertensi
menyatakan bahwa keuntungan pengobatan antihipertensi adalah penurunan
tekanan darah itu sendiri, terlepas dari jenis atau kelas obat antihipertensi yang
digunakan. Tetapi terdapat pula buki – bukti yang menyatakan bahwa kelas obat
antihipertensi tertentu memiliki kelebihan untuk kelompok pasien tertentu.
Untuk keperluan pengobatan, ada pengelompokan pasien berdasar yang
memerlukan pertimbangan khusus (Special Consederations), yaitu Kelompok
Indikasi yang Memaksa (Compelling Indications), dan Keadaan Khusus lainnya
(Special Situations).
Indikasi yang memaksa meliputi :
Gagal jantung
Pasca infark miokardium
Resiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi
Diabetes
Penyakit ginjal kronis
Pencegahan stroke berulang
38
Hipertensi pada perempuan
Hipertensi pada anak dan dewasa muda
Hipertensi urgensi dan emergensi
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan
target tekanan darah tinggi dicapai secara progresif dalam beberapa minggu.
Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang
atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan
memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi
tergantung tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai
dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah
belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat
tersebut, atau berpindah ke antihipertensi lain dengan dosis rendah.
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah :
CCB dan BB
CCB dan ACEI atau ARB
CCB dan diuretika
AB dan BB
Kadang diperlukan tida atau empat kombinasi obat
39
jantung kongestif
Angina pectoris,
Calcium Antagonist A-V block (derajat 2 atau
aterosklerosis karotis,
(verapamil, diltiazem) 3), gagal jantung kongestif
takikardia supraventrikuler
Nefropati DM tipe 2,
mikroalbuminaria diabetic, Kehamilan, hiperkalemia,
Angiotensin II receptor
proteinuria, hipertrofi stenosis arteri renalis
antagonist (ATI-blocker)
ventrikel kiri, batuk karena bilateral
ACEI
Klasifikasi TDS (mmHg) TDD (mmHg) Perbaikan Pola Terapi Obat Awal Terapi Obat
Tekanan darah Hidup tanpa Indikasi awal dengan
Memaksa Indikasi
40
Memaksa
J. Komplikasi
Aterosklerosis
Penyakit jantung koroner
Penyakit arteri perifer atau penyakit oklusi arteri perifer
Aneurisma
Gagal Jantung
Stroke
Edema paru
Gagal ginjal
Kebutaan (pecahnya pembuluh darah pada mata)
Sindrom metabolic
K. Prognosis
41
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang tepat.
Terapi dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi
biasanya dapat menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan
kerusakan pada jantung atau organ lain. Kunci untuk menghindari komplikasi
serius dari hipertensi adalah untuk mendeteksi dan mengobati sebelum kerusakan
terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
42
Becker, Gretchen. Type 2 Diabetes: An Essential Guide for the Newly Diagnosed.
2001. Newyork: Publisher Group West
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2007. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Ganiswarna, S. G. (2003). Famakologi dan Terapi. Jakarta: Bagian Farmakologi
FK-UI.
Gareth Beevers. Para patofisiologi hipertensi. British Medical Journal.
FindArticles.com.
http://en.wikipedia.org/wiki/Anti-diabetic_drug
Hughes AD, Schachter M. Hypertension and blood vessels. Hughes AD,
Schachter M. Hipertensi dan pembuluh darah. Br Med Bull 1994;50:356-
70. Br Med Bull 1994; 50:356-70.
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. 2007. Jakarta: FKUI
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.
PERKENI 2006
Terapi Insulin Pada Pasien Diabetes Melitus. PERKENI 2007
Silvia A. Price, Lorraince M. Wilson. Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2003.
Sudoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. ed. IV. Jakarta: FKUI.
2006.
43