Oleh :
Dea Lestari
029PA19009
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan..........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep HIV/AIDS.......................................................................................3
2.2 HIV dalam kehamilan..................................................................................8
2.3 Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA)...............................10
2.4 Penatalaksanaan HIV/AIDS pada kehamilan.............................................12
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KASUS PMS
3.1 Pengkajian .................................................................................................14
3.2 Diagnosa ....................................................................................................15
3.3 Intervensi ...................................................................................................16
3.4 Evaluasi .....................................................................................................17
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan.................................................................................................18
4. 2 Saran..........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
meningkatnya perempuan yang terinfeksi HIV, hal tersebut ditunjukkan
berdasarkan data dari Dirjen PP & PL Kemenkes 2014 adalah jumlah kasus
AIDS dengan faktor risiko transmisi perinatal (dari ibu dengan HIV kepada
bayinya) sebanyak 1,438 kasus. Angka ini menunjukkan peningkatan dua kali
lipat dari 3 tahun sebelumnya yaitu 742 kasus.
2
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
3
suntik, perilaku seks bebas, pelacuran dan penularan melalui benda-
benda terkontaminasi lainnya yang banyak terjadi di perkotaan
mengakibatkan jumlah HIV/AIDS di masyarakat perkotaan lebih
tinggi daripada di pedesaan, seperti yang terjadi di beberapa kota-kota
besar di Indonesia.
4
3. Secara vertikal dari ibu kepada bayi yang dikandungnya.
Penularan ini dapat terjadi selama kehamilan, proses melahirkan
pervaginam dan selama periode post partum melalui proses
menyusui.
5
4. AIDS
Fase ini mencapai akhir dari kondisi seseorang yang terkena
HIV/AIDS yaitu penurunan berat badan < 10% dari berat badan
semula, disertai salah satu dari diare kronik tanpa penyebab yang
jelas > 1 bulan kejadian, kelemahan kronik, dan demam yang
berkepanjangan tanpa diketahui penyebabnya serta komplikasi
lainnya yang semakin membuat menurunnya kondisi seseorang.
2.1.5 Pengobatan
Obat-obat Antiretroviral (ARV) bukan untuk mengobati
HIV/AIDS, tetapi cukup untuk memperpanjang hidup pasien
HIV/AIDS. Sebelum penggunaan obat-obatan ARV sebaiknya
dilakukan pemeriksaan CD4 di dalam tubuh terlebih dahulu.
Permulaan pengobatan ARV secara medis biasanya direkomendasikan
ketika jumlah sel CD4 kurang dari atau sama dengan 200. Untuk lebih
efektif, sebaiknya obat-obat RV dikonsumsi secara kombinasi.
Kombinasi dari ARV tersebut antara lain (Timby, Scherer, & Smith,
1999 dalam Hayati, 2009) : Reverse Transkriptase Inhibitors (RTI)
berguna untuk menghambat replikasi virus dan Protease Inhibitor (PI)
berguna untuk menurunkan pelepasan partikel virus ke dalam
sirkulasi darah.
6
adanya sputum. Pada sistem eliminasi terjadi kehilangan cairan akibat
keringat berlebihan, diare yang terus menerus. Asupan nutrisi kurang
sebagai akibat penurunan nafsu makan yang dapat memperburuk
kondisi pasien. Selain itu juga akan terjadi penurunan daya tahan dan
kekuatan tubuh (Doenges, 2000).
Masalah psikologis pada pasien HIV/AIDS adalah terjadinya
syok, takut, stress, cemas, menyalahkan diri sendiri, menyangkal,
kehilangan harapan, depresi, takut menghadapi masa depan, kematian
dan berduka. Stres yang berlarut-larut dalam intensitas yang tinggi
dapat memperberat penyakit fisik dan mental pasien, yang akhirnya
dapat menurunkan produktifitas kerja dan hubungan interpersonal
(Feris, 2001 dalam Hayati, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh
Wiwiek (2006) dalam Hayati (2009) tentang mekanisme koping
Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dalam menghadapi stress
terhadap penyakitnya, diketahui bahwa ODHA akan mengalami stress
sepanjang hidupnya, mereka akan mengalami kebimbangan dalam
hidupnya, dan berfikiran bahwa seolah-olah hanya menunggu waktu
sampai ajal menjemput. Respon psikologis yang dirasakan oleh ibu
dengan HIV pada saat hamil terutama kecemasan tentang kondisi
kesehatannya, bayi yang akan dilahirkan, hubungan dengan pasangan,
dukungan keluarga, kondisi anggota keluarga yang lain, pembiayaan,
pelayanan yang akan didapatkan. Pertanyaan yang muncul terhadap
kondisi bayinya adalah apakah bayinya akan sehat?, apakah bayinya
akan terinfeksi HIV? (Kennedy, 2003).
Aspek sosial pasien HIV/AIDS meliputi masalah-masalah yang
terjadi pada kehidupan sosial yaitu adanya stigmatisasi, diskriminasi,
isolasi dan tidak dapat mengakses layanan kesehatan. Situasi yang
lain dari ODHA adalah lebih suka mengisolasi sendiri dari kerabat
dan teman-teman karena takut mereka menulari orang lain, takut
orang lain mengetahui perilaku yang menyebabkan mereka terinfeksi
7
atau takut orang lain melihat perubahan status kesehatan mereka
akibat penyakit sekunder dari HIV nya.
8
yang lebih besar, terlebih jika jumlah sel CD4 kurang dari 200.
Terdapat hubungan antara CD4 dan kadar HIV, semakin tinggi kadar
HIV, semakin rendah CD4 di tubuh ODHA (Mulyana, 2008).
Ibu yang memiliki berat badan rendah selama kehamilan serta
kekurangan vitamin dan mineral, maka risiko terkena berbagai
penyakit infeksi termasuk HIV/AIDS meningkat sehingga risiko
penularan HIV dari ibu ke bayi juga meningkat. Begitu pula dengan
risiko penularan HIV melalui pemberian ASI akan bertambah jika
terdapat adanya masalah pada payudara ibu seperti mastitis, abses dan
luka di puting payudara ibu (Mulyana, 2008).
9
Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan
HIV dari ibu ke bayi juga semakin meningkat karena akan semakin
lama terjadinya kontak antara bayi dengan darah atau lendir ibu.
Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan akan
meningkatkan risiko penularan hingga dua kali lipat dibandingkan
dengan ketuban pecah kurang dari 4 jam. Faktor lain yang dapat
meningkatkan risiko penularan selama proses persalinan adalah
penggunaan vakum, forcep dan tindakan episiotomi (Mulyana, 2008).
10
demikian ARV merupakan pilihan utama dalam upaya pengendalian
penyakit guna menurunkan kadar virus.
11
imunoglobulin (zat kekebalan tubuh) dari ibunya melalui plasenta,
tetapi kadar zat tersebut akan cepat turun segera setelah bayi lahir.
Pada saat kadar zat kekebalan bawaan menurun, sedangkan zat
kekebalan yang dibentuk oleh badan bayi belum mencukupi, maka
akan terjadi kesenjangan zat kekebalan bayi. Kesenjangan tersebut
akan hilang apabila bayi diberi ASI, karena ASI mengandung zat
kekebalan yang akan melindungi bayi dari berbagai penyakit ( Rusli,
2000).
2.4 Penatalaksanaan HIV/AIDS pada kehamilan
2.4.1 Penatalaksanaan pada masa prenatal Valerian, C.M; Kemara,
P.K & Megadhana, I.W, 2013)
Sebelum konsepsi sebaiknya wanita yang terinfeksi melakukan
konseling terlebih dahulu dengan dokter spesialis. Program ini sangat
membantu pasien dalam menentukan terapi yang optimal dan
penanganan obstetrik, seperti diagnosis prenatal untuk kelainan
kongenital (malformasi atau kelainan kromosomal) dan menentukan
cara persalinan yang boleh dilakukan. Status awal yang harus dinilai
pada ibu hamil denga HIV/AIDS adalah riwayat penyakit HIV,
imunologis (jumlah CD4 < 400/ml) dan virologis (Viral Load).
Beberapa ketidaknyamanan prenatal seperti keletihan,
anoreksia, dan penurunan berat badan bisa menjadi tanda dan gejala
infeksi HIV selama kehamilan. Untuk mempertahankan sistem imun
selama kehamilan, gizi yang baik, tidur dan istirahat, latihan fisik, dan
pencegahan stres sangat penting dilakukan selain dari pemberian
terapi ARV (Reeder, Martin &
Griffin, 2011). Selain itu konseling tentang bagaimana
melanjutkan kehamilan dan meminimalkan kemungkinan risiko yang
terjadi juga harus dilakukan mulai dari periode pre natal selama
kehamilan dengan HIV/AIDS (Setiani, 2013).
12
2.4.2 Penatalaksanaan pada persalinan (Valerian, C.M; Kemara, P.K
& Megadhana, I.W, 2013)
Fokus utama perawatan pada periode intranatal ini ialah
mencegah persebaran nosokomial HIV dan melindungi tenaga
kesehatan. Risiko transmisi HIV dianggap rendah selama proses
kelahiran pervaginam terlepas dari kenyataan bayi terpapar pada
darah, cairan amniotik, dan sekresi vagina lainnya (Bobak, 2004).
13
Secara teori, ASI dapat membawa HIV dan dapat meningkatkan
transmisi prenatal. Oleh karena itu WHO tidak merekomendasikan
pemberian ASI pada ibu dengan HIV positif , meskipun mereka
mendapatkan terapi ARV. Saran suportif mengenai susu formula pada
bayi sangat diperlukan untuk mencegah gizi buruk pada bayi.
Pengetahuan ibu dengan HIV/AIDS postnatal terkait pencegahan
penularan HIV dari ibu ke bayi perlu ditingkatkan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL DENGAN HIV POSITIF
14
kontak dengan bayi dan persiapan untuk tidak memberikan ASI. Informasi yang
diberikan sebelum prosedur operasi SC adalah sebagai berikut : prosedur
persiapan operasi, mengapa tindakan operasi perlu dilakukan pada klien, apa yang
dirasakan setelah operasi dilakukan, peran orang lain, interaksi dengan bayi baru
lahir, fase pemulihan dan fase post operasi (Ladewig, London & Olds, 2001).
3.1 Pengkajian
Pada saat mengkaji perawat harus mempersiapkan diri terhadap respon
emosi pasien seperti menghindar, menangis, marah dan mengalihkan
pembicaraan. Perawat harus menjaga sikap agar terhindar dari menghakimi
atau memojokkan pasien. Perawat juga harus memahami pola komunikasi
verbal dan non verbal pasien, karena terkadang pasien tidak mampu
menyampaikan perasaan dan pengalamannya.
Pada ibu post SC dengan HIV/AIDS akan terjadi penurunan hormon
estrogen, progesteron dan pembedahan yang dapat mengakibatkan respon
emosional ibu post SC lebih berat daripada ibu post partum pervaginam. Hal
tersebut disebabkan akibat adanya nyeri dan komplikasi pembedahan. Pada
ibu post SC dapat terjadi reaksi emosional yang negatif seperti marah,
depresi, takut mati, berduka, rasa tidak nyaman bernafas, rasa mengabaikan
bayi serta cemburu pada orang lain yang melahirkan secara pervaginam
(Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2005)
15
e. Nyeri yang berhubungan dengan infeksi oportunistik, efek samping
pengobatan.
f. Gangguan harga diri yang berhubungan dengan stigma penyakit.
g. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
h. Ketidakefektifan koping keluarga yang berhubungan dengan risiko HIV
terhadap anggota keluarga, pengaruh dari penularan secara seksual.
16
6. Memperbaiki status nutrisi.
7. Mengurangi isolasi sosial.
8. Memperbaiki koping.
9. Memantau dan melakukan pencegahan komplikasi
(Griffin, Martin & Reeder,2011).
17
3.4 Evaluasi Keperawatan
Hasil yang diharapkan dari intervensi yang dilakukan pada ibu HIV
positif post SC antara lain :
1. Klien dapat menjelaskan proses penyakit serta apa yang diharapkan dari
pengobatan.
2. Klien dapat mengungkapkan ketakutan dan kecemasannya.
3. Klien dapat menggunakan sumber dukungan yang ada.
4. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara efektif.
5. Klien dapat mengidentifikasi upaya yang dapat dilakukan untuk
pencegahan penularan serta mampu mengimplementasikan.
6. Klien mengungkapkan penerimaan dirinya.
7. Klien dapat mengikuti anjuran diit dan mempertahankan status nutrisi dan
berat badan.
8. Infeksi dapat dideteksi secara dini dan ditangani secara efektif.
9. Ketidaknyamanan dapat diminimalisasi dan diatasi dengan cepat.
10. Melaporkan peningkatan pemahaman tentang penyakit serta berpartisipasi
sebanyak mungkin dalam kegiatan perawatan mandiri
(Griffin, Martin & Reeder, 2011).
18
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
HIV/AIDS dapat menyerang siapa saja dari semua golongan umur,
tidak terkecuali ibu yang sedang hamil. Ibu hamil dengan HIV/AIDS
mempunyai risiko untuk menularkan penyakitnya kepada bayi yang
dikandungnya. Penularan tersebut dapat dicegah sehingga tingkat penularan
dari ibu ke bayi menjadi minimal jika klien taat akan peraturan yang dibuat.
Masalah keperawatan yang ditegakkan berdasarkan data yang didapat
dari pengkajian klien kelolaan antara lain : cemas; nyeri akut; perubahan pola
tidur dan kesiapan meningkatkan pengetahuan tentang cara melakukan
perawatan postnatal pasca operasi caesar dan perawatan bayi.
Intervensi yang dilakukan khususnya pada kasus klien kelolaan adalah
pemberian pendidikan kesehatan klien tentang penularan HIV dari ibu ke
bayi dan pencegahannya, selain itu pendidikan kesehatan tentang tanda-tanda
persalinan dan prosedur operasi juga dilakukan. Pendidikan kesehatan yang
diberikan pada klien dan keluarga ditujukan untuk meyakinkan, memberi
support dan dukungan kepada ibu bahwa pencegahan penularan HIV dari ibu
ke bayi dapat dilakukan untuk memperkecil tingkat penularan, selain itu juga
dapat meningkatkan harapan keluarga agar bayinya tidak tertular.
4.2 Saran
Diharapkan dapat meningkatkan program pendidikan kesehatan tentang
pentingnya penularan dan pencegahan HIV/AIDS dari ibu ke bayinya.
Program pendidikan kesehatan ini mengenai perlu melibatkan suami dan
keluarga yang merupakan sebagai sistem pendukung ibu hamil dengan
HIV/AIDS.
19
DAFTAR PUSTAKA
Black, J.M & Hawks, J.H. (2008). Medical surgical nursing : clinical
management for positive outcomes. Saunders.
Bobak, I.M., Lowdermilk, D.L., & Jensen, M.D. (2005). Buku ajar keperawatan
maternitas. Alih bahasa : Wijayarini, M.A. Jakarta : EGC.
Bare, B. G., & Smeltzer, S. C. (2001). Buku ajar keperawatan medikah bedah.
Volume 3. Alih bahasa: Agung waluyo, dkk. Jakarta: EGC
Budiasuri, M.A & Mirojab, A. (2011). Kebijakan pencegahan penularan
HIV/AIDS dari ibu ke anak (Studi kasus di kota Surabaya). Ejournal. Litbang.
Carpenito, L.J. (2000). Diagnosa keperawatan. Edisi 8. Jakrta: EGC.
Doenges, M. E. (2000). Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk
perencanaan & pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., Synder, S.J. (2004). Fundamental of nursing
concept, process and practise. New Jersey : Pearson Prentie Hall.
Wilkinson, J.M. (2006). Buku saku diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC
dan kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.
20