Anda di halaman 1dari 12

PAULO FREIRE: TEORI KRITIS PADA PENDIDIKAN

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas individu Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu:
Dr. Muhammad Rusydi, M.Ag

Oleh:
Muhammad Hafiz Ilham Akbar
NIM. 210211030070

PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI S-2 MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI
BANJARMASIN
2021

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari
seluruh ruang lingkup kehidupan manusia. Pendidikan selalu menjadi tumpuan harapan
bagi perkembangan pribadi dan sosial. Sebagian besar orang beranggapan bahwa
pendidikan merupakan kegiatan mulia yang dapat membimbing manusia untuk
mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan.
Akan tetapi, di zaman sekarang ini, kita semakin dihantui oleh semangat kapitalisme
Barat yang telah merasuk dan menjadikan kita subyek. Diri kita bukan lah lagi diri kita,
tetapi hanya perwakilan dari ambisi dan keserakahan para kapitalis.
Semangat kapitalisme memanifestasikan dirinya dalam setiap aspek, termasuk
pendidikan. Dimana peserta didik masih dilatih dan dilatih untuk taat. Dalam konteks
itu, pendidikan bukan lagi proses pendewasaan manusia, melainkan instrumen sistem
yang menindas. Jika kondisi pendidikan seperti itu, maka pendidikan menafikan
sepenuhnya keberadaan peserta didik sebagai pribadi yang berpotensi berpikir dan
memiliki hati nurani, sehingga peserta didik tidak memiliki rasa kemajuan.
Dalam dekade 70 an Paulo Freire salah satu penemu teori pendidikan kritis membuat
kritik yang sangat mendasar. Salah satu kritik paling keras menurut Friere, pada saat
itu pendidikan di Brazil (dan mungkin sampai sekarang di banyak negara, termasuk
Indonesia) adalah pendidikan yang sedang menjalani proses "dehumanisasi".
Dikatakan karena pendidikan sedang mengalami proses ke bawah dengan tergerusnya
nilai-nilai kemanusiaan yang dikandungnya. Intinya selama ini pendidikan hanya
menjadi arena penindasan dan jenis penipuan baru yang dikelilingi oleh sekolah-
sekolah, pendidikan telah menjadi alat penindasan dari kekuasaan untuk untuk
memungkinkan orang mundur dan tidak tahu bahwa dia menderita dan tertindas1. Oleh

1 Zamroji, “Relevansi Pendidikan Kritis Paulo Freire Dengan Pendidikan Islam.”

2
karena itu disini penulis akan memaparkan teori kritis pada pendidikan yang
dikemukakan oleh Paulo Freire.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Bagaimana biografi singkat Paulo Freire?
2. Bagaimana teori kritis pada pendidikan yang dikemukakan oleh Paulo Freire?
3. Bagaimana karakteristik teori kritis pada pendidikan yang dikemukakan oleh
Paulo Freire?
4. Apa tujuan teori kritis pada pendidikan yang dikemukakan oleh Paulo Freire?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui biografi singkat Paulo Freire.
2. Untuk memahami teori kritis pada pendidikan yang dikemukakan oleh Paulo
Freire.
3. Untuk memahami karakteristik teori kritis pada pendidikan yang
dikemukakan oleh Paulo Freire.
4. Untuk mengetahui tujuan teori kritis pada pendidikan yang dikemukakan oleh
Paulo Freire.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Singkat Paulo Freire
Freire lahir pada 19 September 1921 di sebuah keluarga kelas menengah di
Recife, sebuah kota kecil dekat pelabuhan di timur laut Brazil. Recife merupakan
salah satu sentra daerah miskin dan tertinggal. Ibu Freire adalah Edeltrus Neves
Freire, dan ayahnya adalah seorang polisi bernama Joaquim Thomis Tocles Freire.
Freire dibesarkan oleh orang tuanya dengan sikap demokratis, terbuka dan dialogis.
Sikap ini tercermin dalam perilaku orang tuanya, yang selalu menekankan pada
menghargai dialog dan menghargai pendapat orang lain. Ketika krisis ekonomi
melanda Brazil pada tahun 1929, Freire terpengaruh dan jatuh ke dalam
kemiskinan. Masa kecil Freire adalah masa yang mengkhawatirkan. Pada usia 8
tahun, Freire mengalami rasa sakit kelaparan dari dekat. Situasi ini kemudian
menjadi prototipe perjuangan Freire, dan akhirnya bahkan mendorongnya untuk
mengambil keputusan untuk mempertaruhkan nyawanya. Sejak itu, Freire kecil
telah memilih hidupnya untuk memperjuangkan kebebasan dan kebebasan dari
kelaparan. Ayah Freire meninggal pada tahun 1931, ketika dia dan keluarganya
baru saja pindah ke Jabatao. Untuk menjalani kehidupan yang sukses, Freire dan
keluarganya terus bekerja keras untuk mengatur kehidupan mereka. Tiga tahun
kemudian, ketika kondisi ekonomi membaik, Fair melanjutkan studinya. Freire
juga dapat melanjutkan pelatihannya di universitas. Freire mulai belajar hukum di
Universitas Recife pada tahun 1943, tetapi juga belajar filsafat dan psikologi
linguistik. Meskipun ia belajar menjadi pengacara, ia tidak pernah benar-benar
berlatih di bidang ini. Sebaliknya, ia bekerja sebagai guru sekolah menengah dan
mengajar bahasa Portugis. Pada tahun 1944, ia menikah dengan Elza Maia Costa
de Oliveira, yang juga seorang guru dan kemudian menjadi kepala sekolah.
Keduanya bekerja bersama selama sisa hidup mereka, dan istrinya juga
membesarkan kelima anak mereka. Setelah belajar hukum, ia bekerja sebagai
pegawai negeri dan bahkan menjadi direktur SESI (Pelayanan Sosial) Departemen

4
Pendidikan dan Kebudayaan Negara Bagian Pernambuco. Pengalaman masyarakat
selama bertahun-tahun memungkinkannya untuk langsung berhubungan dengan
orang miskin di perkotaan. Dari kontak dengan kaum miskin inilah mereka menjadi
pionir dialog dalam pengembangan metode dialog pendidikan2.
B. Teori Kritis Pada Pendidikan oleh Paulo Freire
Teori kritis pada pendidikan adalah teori yang berupaya menciptakan ruang
untuk berpikir secara bebas dan kritis yang bertujuan untuk menganalisis seluruh
potensi peserta didik guna mencapai perubahan sosial. Oleh karena itu, pendidikan
kritis merupakan paradigma pendidikan yang mengandung model kritis, kreatif dan
positif bagi seluruh peserta didik dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain,
pendidikan kritis adalah proses pendidikan yang bertujuan untuk “memanusiakan”
orang-orang yang mengalami dehumanisasi akibat struktur dan sistem yang tidak
adil. Paulo Freire, salah satu penggagas teori kritis pada pendidikan, sering
menyebut paradigma pendidikan kritis sebagai sarana pendidikan humanistik atau
pendidikan emansipatoris. Freire memberi makna pembebasan dan menekankan
bangkitnya kesadaran kritis masyarakat3
Teori kritis bertujuan untuk mengkritisi paradigma pendidikan yang ada yaitu
yang bersifat konservatif dan liberal. Teori kritis telah membentuk paradigma
pendidikan baru yang diyakini dapat memberdayakan generasi masa depan dan
memungkinkan kita menghadapi abad milenium baru. Tentang untuk masuk.
Paradigma pendidikan baru adalah paradigma pendidikan kritis diilhami oleh
ini.paradigma pendidikan kritis adalah kontra-wacana dan teori kritis dari
paradigma pendidikan konservatif dan paradigma pendidikan liberal4.
Teori pendidikan kritis diharapkan dapat menginspirasi peserta didik untuk
berpikir bebas dan kreatif, karena teori pendidikan ini menghargai potensi setiap
orang. Artinya potensi pribadi peserta didik tidak akan terputus dengan berbagai

2 Freire, “Pendidikan Kaum Tertindas, terj.”


3 Collins dkk., Paulo Freire.
4 Topatimasang dkk., Pendidikan popular.

5
bentuk penyatuan dan sanksi, tetapi akan dibiarkan tumbuh secara manusiawi.
Dalam pendidikan kritis, peserta didik perlu ditempatkan sebagai pusat kegiatan
pendidikan dan pembelajaran. Pendidik adalah fasilitator, pembimbing, dan mitra
peserta didik dalam kegiatan pembelajaran5.
Freire mengungkapkan bahwa peserta didik membawa pengetahuan awal sejak
lahir. Pengetahuan peserta didik tersebut merupakan dasar bagi pembentukan dan
pemahaman pengetahuan selanjutnya. Menurut Freire, pendidik adalah mediator
dan mitra dalam proses pendidikan, dengan tujuan memperoleh pengetahuan diri
sebagai pribadi. Pendidik tidak lagi monoton "mengajar" dan "mendikte" apa yang
telah dipelajari peserta didik, melainkan menantang peserta didik untuk
mengembangkan sesuatu yang bermakna bagi pengembangan pribadi mereka dari
mata pelajaran.
C. Karakteristik Teori Kritis pada Pendidikan
a. Pendidik dalam Teori Kritis pada Pendidikan
Freire menjelaskan bahwa pendidik terkadang kurang memperhatikan atau
menghargai keterampilan belajar peserta didik. Pendidik harus memberikan
perhatian yang cukup, karena latar belakang dan kemampuan beradaptasi
seorang peserta didik dan peserta didik lainnya tidak akan sama. Oleh karena
itu, pendidik didorong untuk dapat memahami keterampilan belajar setiap
peserta didik dan selalu mendorong mereka untuk terus belajar.
John Dewey adalah seorang filsuf Amerika yang mengembangkan teori
progresivisme pendidikan. Menurut Dewey, ketika pendidik mendorong rasa
ingin tahu alami anak-anak alih-alih mata pelajaran yang kaku, mereka belajar
lebih cepat dan lebih cepat6.
Progresivisme menolak gaya pendidikan otokratis masa lalu dan masa kini.
Pendidikan otoriter akan menghambat peserta didik untuk mencapai tujuan

5 Topatimasang dkk.
6 Dawam, “Emoh” sekolah.

6
yang baik karena tidak mengenal kemampuan peserta didik dalam proses
pendidikan.
Dalam teori kritis pada pendidikan digunakan “andragogi dialogis” atau
intercom percakapan sebagai metode pengajaran.Melalui metode ini, seluruh
pengalaman peserta didik dapat dijadikan sebagai sumber belajar. Pendidik
hanya bertindak sebagai "mediator" dan tidak dianggap sebagai "ahli" materi
pelajaran, tetapi diperlukan untuk pengoperasian proses pengajaran yang
efektif7.
Untuk itu, para moderator dapat mempelajari lebih dalam tentang
kandungan pengetahuan dari materi yang disampaikan. Premis dari proses
pembelajaran kritis adalah bahwa hubungan antara dan peserta didik adalah
subjek-subjek, bukan subjek-objek. Namun, konsep ini tidak berarti bahwa
pendidik hanya menjadi moderator pasif, karena ia harus berpartisipasi
bersama-sama dengan peserta didik dalam kritik dan produksi pengetahuan8.
Dalam pembelajaran kritis, pendidik harus memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
(1) Pendidik bukan satu-satunya sumber belajar;
(2) Pendidik membiarkan peserta didik berefleksi;
(3) Pendidik memancing peserta didik dengan pertanyaan;
(4) Pendidik berharap peserta didik mengkomunikasikan pemahaman
mereka9.
Alhasil, pendidik dapat membuat peserta didik mudah belajar dan memotivasi
mereka dengan keinginan mereka sendiri.
b. Peserta didik dalam Teori Kritis pada Pendidikan
Dalam teori pendidikan kritis, Freire menjelaskan bahwa peserta didik
ditempatkan sebagai orang yang aktif dan memiliki modal kapasitas awal.

7 Shor dkk., Menjadi pendidik merdeka.


8 Collins dkk., Paulo Freire.
9 Mukhlis dan Hafid, “Pendidikan dan Keadilan Sosial.”

7
Pendidikan kritis tidak hanya memposisikan peserta didik sebagai wadah yang
hanya bisa diisi, tetapi juga memecahkan masalah lingkungan. Dalam hal ini,
hubungan antara pendidik dan peserta didik merupakan hubungan kemitraan
daripada hubungan yang dominan10.
Ketika status peserta didik dalam sistem pendidikan berubah dari obyek ke
mata pelajaran, pendidikan peserta didik dan perhatian pada tujuan yang ingin
dicapai dalam proses pendidikan akan mengalami perubahan mendasar. Proses
pendidikan peserta didik bukan hanya pengajaran sepihak, tetapi juga
merupakan proses dialog dan transformasi antara pendidik dan peserta didik.
Oleh karena itu, tujuan proses pendidikan bukan hanya untuk mencapai standar
yang telah ditetapkan, tetapi juga untuk menciptakan kedewasaan diri, dan
terutama humanisasi manusia .
Tentu saja, ada beberapa syarat untuk pandangan ini, baik pendidik
maupun peserta didik harus berada pada pijakan yang sama dan tidak boleh
tunduk pada diri mereka sendiri. Masing-masing pihak harus menyimpang dari
pemahaman bahwa setiap orang memiliki pengalaman dan pengetahuan. Maka
yang perlu dilakukan adalah semacam dialog, memberikan pemahaman
bersama, bukan akumulasi memori dan pengetahuan, tetapi keterasingan dari
realitas sosial atau masalah yang mereka hadapi.
D. Tujuan Teori Kritis pada Pendidikan
Dalam teori kritis pada pendidikan, Freire mengatakan akal dan kesadaran
manusia bukanlah wadah kosong pasif yang selalu siap diisi dengan pengetahuan,
nilai, dan norma yang dianggap mapan. Sebaliknya, akal dan kesadaran manusia
muncul sebagai keinginan dan potensi dalam keadaan ideal, dan harus
diekspresikan dalam bentuk kritis, aktif, kreatif dan progresif untuk mendorong
lahirnya proses transformasi sosial11.

10 Shor dkk., Menjadi pendidik merdeka.


11 Topatimasang dkk., Pendidikan popular.

8
Atas dasar ini, teori kritis adalah suatu teori yang memungkinkan peserta didik
mempersepsi, memahami, dan mengungkapkan realitas secara kritis. Berbeda
dengan pendidikan umum atau Freire menyebutnya bundled education. Ia mencoba
menanamkan rasa kesalahan pada peserta didik agar mereka hanya mengikuti tren
kehidupan. Pendidikan kritis atau emansipatoris tidak dapat direduksi menjadi
upaya pendidik untuk memaksakan kebebasan pada peserta didik.
Teori ini bertujuan untuk menciptakan kesadaran peserta didik yang terjebak
dalam bentuk kesadaran magis atau kesadaran naif. Selama ini kesadaran tersebut
telah menguasai serta membuat mereka merasa fatalistik terhadap kenyataan yang
dihadapinya. Teori kritis ini bertujuan untuk membimbing peserta didik agar dapat
menumbuhkan kesadaran kritis, sehingga mereka tidak lagi tenggelam dalam
proses sejarah. Sebaliknya, membuat mereka menjadi positif dan kritis dalam
menentukan perubahan nasibnya sendiri. Karena teori kritis pada pendidikan
bertujuan untuk menciptakan ruang dan kesempatan bagi peserta didik untuk
berpartisipasi dalam proses pembelajaran ke arah yang lebih baik.
Secara rinci, tujuan teori kritis pada pendidikan dapat digambarkan sebagai
berikut:
1. Peserta didik sepenuhnya berperan sebagai pemeran utama dalam proses belajar
mengajar.
2. Peserta didik dapat menghadapi dan memecahkan masalah secara lebih mandiri,
tanpa harus mengalah pada segala bentuk penindasan hubungan kekuasaan, baik
berupa pengetahuan maupun bentuk kebenaran yang mendominasi mereka.
3. Peserta didik dapat secara mandiri menentukan nasibnya sendiri sesuai dengan
potensi yang dimilikinya, tanpa harus mengalah pada realitas pasar di lapangan
dengan mengubah atau menciptakan potensi lain dalam diri mereka.
4. Peserta didik dapat lebih menghargai perbedaan, daripada mudah menuduh
pendapat orang lain dengan membuktikan pendapatnya sendiri.
5. Peserta didik berani berbicara tentang masalah lingkungan dan mengintervensi
lingkungan.

9
6. Pendidik tidak lagi monoton "mengajar" dan "mendikte" kepada peserta didik
yang sudah memiliki pengetahuan, tetapi menampilkan diri sebagai teman dialog
peserta didik12.

12 Topatimasang dkk.

10
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan di bab sebelumnya berkenaan dengan pembahasan
mengenai teori kritis pada pendidikan yang dikemukakan oleh Paulo Freire dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Teori kritis pada pendidikan adalah suatu teori yang bertujuan untuk
"memanusiakan" manusia kembali. Peserta didik harus dibimbing pada proses berpikir
yang bebas dan kreatif. Karena teori ini menghargai potensi setiap orang, Freire
percaya bahwa pendidikan dapat digunakan sebagai cara untuk memberdayakan
manusia. Metode penerapan teori ini didasarkan pada pandangan bahwa peserta didik
dan pendidik memiliki subjek yang sama dalam proses belajar mengajar, dan objeknya
adalah materi atau ilmu pengetahuan, yaitu belajar bersama. Inti dari teori kritis ini
adalah untuk menunjukkan dan mengembangkan potensi pembebasan peserta didik
yang menekankan humanisasi dan emansipasi sebagai orientasi pendidikan, dan
peserta didik dan pendidik adalah subjek yang setara dalam proses pengajaran.

11
DAFTAR PUSTAKA

Collins, Denis E, Henry Heyneardhi, P, dan Anastasia. Paulo Freire: kehidupan, karya
dan pemikirannya. Yogyakarta: Komunitas APIRU Yogyakarta bekerjasama
dengan Pustaka Pelajar, 1999.
Dawam, Ainurrofiq. “Emoh” sekolah: menolak “komersialisasi pendidikan” dan
“kanibalisme intelektual,” menuju pendidikan multikultural. Cet. 1. Jogjakarta,
Indonesia: Inspeal Press, 2003.
Freire, Paulo. “Pendidikan Kaum Tertindas, terj.” Tim Redaksi Asosiasi Pemandu
Latihan, 1991.
Mukhlis, Mukhlis dan Hafid. “Pendidikan dan Keadilan Sosial.” Jurnal Kariman 8, no.
1 (28 Juni 2020): 141–50. https://doi.org/10.52185/kariman.v8i1.130.
Shor, Ira, Paulo Freire, A. Nashir Budiman, Amirudin, dan Lembaga Kajian Islam dan
Sosial (LKIS) (Yogyakarta). Menjadi pendidik merdeka: petikan pengalaman.
Yogyakarta: LKiS, 2001.
Topatimasang, Roem, Mansour Fakih, Toto Rahardjo, dan Russ Dilts. Pendidikan
popular: membangun kesadaran kritis. Yogyakarta: Insist Press, 2010.
Zamroji, Muhammad. “Relevansi Pendidikan Kritis Paulo Freire Dengan Pendidikan
Islam.” At-Tahdzib: Jurnal Studi Islam dan Muamalah 4, no. 1 (2016).

12

Anda mungkin juga menyukai