Oleh:
Gracia Isabel Baptista Soares
171005
i
TUGAS AKHIR
Oleh:
171005
ii
2021
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Denpasar, 05 Agustus
2021
(tanda tangan bermaterai 6000)
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
Gracia Isabel Baptista Soares
171005
Telah berhasil dipertahankan didepan Dewan Penguji dan diterima sebagai salah
satu persyaratan unutk memperoleh Gelas Sarjana Farmasi (S.Farm.)
pada Program Studi Sarjana Farmasi, Sekolah Tinggi Farmasi Mahaganesha
DEWAN PENGUJI
Tanda tangan
Mengetahui
Ketua Program Studi Sarjana Farmasi
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Penulisan
tugas akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk
mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Sarjana Farmasi (S1),
Sekolah Tinggi Farmasi Mahaganesha. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada
penyusunan tugas akhir ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan
tugas akhir ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak apt. Kadek Duwi Cahyadi, S.Farm, M.Si. selaku Ketua Sekolah Tinggi
Farmasi Mahaganesha.
2. Bapak apt. Made Dwi Pradipta Wahyudi S., S.Farm., M.Sc. selaku Ketua
Program Studi Sarjana Farmasi (S1).
3. Ibu apt. Putu Dian Marani Kurnianta. S.Farm., M.Sc.P. selaku pembimbing
Tugas Akhir, yang senantiasa membimbing dalam penelitian dan penyusunan
proposan tugas akhir ini dari awal hingga akhir.
4. Bapak apt. Anak Agung Ngurah Putra Riana Prasetya, S.Farm., M.Farm.Klin.
selaku penguji I, yang berkenan memberikan saran dan masukan untuk
proposal tugas akhir.
5. Ibu apt. Agustina Nila Yuliawati, S.Farm., M.Pharm.Sci. selaku penguji II,
yang berkenan memberikan saran dan masukan untuk proposal tugas akhir.
6. Dosen dan staf Sekolah Tinggi Farmasi Mahaganesha yang telah memberikan
dukungan dan ilmu selama ini.
7. Keluarga besar penulis dan orang terdekat penulis PaMa, Luca Gralduxery,
Junicia, Nelson’s family, Zeca dan keluarga yang lain yang tidak disebut satu
persatu.
8. Teman terdekat penulis, Prima dan Tina yang terus membantu, memotivasi
dan memberikan support yang penuh hingga terselesaikannya penelitian ini.
v
9. Pimpinan dan staf Rumah Sakit Nasional Guido Valadares yang telah
memberikan izin melakukan penelitian serta membantu dalam pengambilan
data untuk melengkapi penyusunan Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna.
Maka dari itu, penulis memohon maaf atas segala kekurangan yang ada dan
membuka pintu selebar-lebarnya apabila terdapat kritik dan saran demi
perbaikan kedepannya. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat tidak
hanya untuk penulis pribadi, tetapi juga untuk nusa dan bangsa, khususnya
dalam bidang kefarmasian.
vi
PERNYATAAN KESEDIAAN PENYERAHAAN PADA REPOSITORY
(Gracia I. B. Soares)
vii
ABSTRAK
viii
ABSTRACT
Key words: Diabetes mellitus, evaluation, rational drug use, oral antidiabetics
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
……………………………………………………………...i
HALAMAN SALINAN JUDUL...........................................................................ii
x
1.4.1. Bagi peneliti......................................................................…..4
xi
2.1.2 Landasan teori...................................................................…26
xii
3.5.5 Cara penyimpanan data
…………………………………….32
3.6 PROSEDUR PENELITIAN............................................................33
xiii
xiv
DAFTAR TABEL
xv
Tabel 4.4 Hasil evaluasi rasionalitas berdasarkan tepat obat………………
39
Tabel 4.5 Hasil evaluasi rasionalitas berdasarkan tepat dosis …………….40
Tabel 4.6 Hasil evaluasi rasionalitas berdasarkan tepat pasien ……………
41
Tabel 4.7 Hasil evaluasi rasionaliatas berdasarkan waspada efek samping.42
xvi
DAFTAR GAMBAR
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
xv
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pengelolaan DM yang tepat sebaiknya mengikuti pengobatan yang
rasional, bukan sebaliknya sehingga tidak menyebabkan terjadinya dampak buruk.
Pada dasarnya, pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan disertai
dengan latihan jasmani yang cukup selama beberapa waktu (2-4 minggu). Bila
setelah itu kadar glukosa darah masih belum dapat memenuhi kadar sasaran
metabolik yang diinginkan, perlu dilakukan intervensi farmakologi dengan
antidiabetes secara rasional (Hartanti, 2013). Penggunaan obat yang rasional
adalah penggunaan obat yang mana pasien menerima obat sesuai indikasi dengan
dosis yang tepat, untuk jangka waktu pemberian yang tepat, serta harga terjangkau
bagi pasien. Sebaliknya penggunaan yang tidak rasional memiliki dampak buruk
meliputi: dampak pada mutu pengobatan dan pelayanan, dampak terhadap biaya
pengobatan, dampak terhadap kemungkinan efek samping dan efek samping lain
yang tidak diharapkan, serta dampak terhadap mutu ketersediaan obat
(Kementrian kesehatan, 2011).
Penggunaan obat yang tidak rasional selama manajemen DM tipe 2 telah
dilaporkan oleh beberapa penelitian sebelumnya. Penelitian Keban dan Ramdhani
(2016) melaporkan bahwa persentase rasionalitas pengobatan dengan antidiabetes
oral pada pasien DM tipe 2 sebesar 61,47%. Sementara itu, sebesar 38,53%
menunjukkan penggunaan yang tidak rasional. Penelitian Amelia Godtheria
(2019) melaporkan adanya penggunaan obat yang tidak rasional pada pasien DM
tipe 2 berkaitan dengan ketepatan obat sebesar 21,12%. Hondiyanto et al. (2014)
melaporkan adanya penggunaan obat yang tidak rasional pada pasien DM tipe 2
berkaitan dengan minimnya ketepatan indikasi dan dosis, yaitu masing-masing
sebesar 13,04% dan 2,68%. Suminar et al. (2011) melakukan penelitian
penggunaan obat antidiabetes pada pasien DM geriatri dengan hasil bahwa
penggunaan obat yang tidak rasional mencapai 75%. Namun demikian, Timor-
Leste memiliki pedoman terkait dengan pengendalian DM tipe 2 yang masih
bersifat minim atau tidak lengkap ditambah keterbatasan sediaan antidiabetes,
yaitu insulin maupun antidiabetes oral. Padahal, sediaan antidiabetes oral banyak
digunakan di Timor-Leste. Selain itu, belum terdapat penelitian terkait evaluasi
2
rasionalitas pengobatan menggunakan antidiabetes pada DM tipe 2 di Timor-
Leste
khususnya di RS Nasional Guido Valadares.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan terkait banyaknya
penderita DM tipe 2 yang terus meningkat, dan belum pernah adanya penelitian
terkait dengan evaluasi rasionalitas penggunaan antidiabetes DM tipe 2 di Timor-
Leste, maka penting dilakukan penelitian pada topik ini. Selain itu, sebagai upaya
mengatasi peningkatan kejadian DM tipe 2 dan mempertimbangkan dampak
buruk dari pengobatan obat yang tidak rasional selama pengobatannya, diperlukan
evaluasi berdasarkan sudut pandang pengobatan rasional. Oleh karena itu,
penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi rasionalitas penggunaan antidiabetes
oral pada pasien DM tipe 2 di RS Nasional Guido Valadares.
3
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
bagi peneliti berkaitan dengan rasionalitas penggunaan obat antidiabetes dan
faktor yang mempengaruhinya.
4
5
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Peneliti Metode penelitian Lokasi dan periode penelitian
Keban dan Ramdhani, 2016 Rawat jalan di RS Bina Husada Cibinong Maret-Mei 2015
Harjo (2016) Rawat jalan di Puskesmas Kampung Bali Kota Pontianak periode Januari-Desember
2015
Rahayuningsih et al. (2017) Rawat inap di RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya periode Juli-Desember 2013
Kardela et al. (2019) Rawat inap di RS Umum Pusat dr. M. Djamil Padang periode November 2018-Januari
2019
Sebayang et al. (2021) Rawat inap di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam periode 2020
6
Penelitian kali ini merupakan penelitian yang pertama kali dilakukan di RS
Nasional Guido Valadares Dili Timor-Leste terkait evaluasi rasionalitas
pengobatan antidiabetes pada periode 2020. Mempelajari penelitian-penelitian
sebelumnya, penyesuaian metodologi perlu dilakukan, yaitu dengan melibatkan
pasien DM tipe 2 rawat inap dan hanya meneliti obat antidiabetes oral
berdasarkan indikator rasionalitas pengobatan yang mencakup tepat indikasi, tepat
obat, tepat pasien, tepat dosis, dan kejadian efek samping.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DM gestasional Jenis diabetes yang terjadi selama kehamilan dan biasanya terjadi
saat trismester pertama (Cho et al., 2017).
DM tipe lain Terjadi karena etiologi lain misalnya sindrom diabetes monogenik
pada diabetes neonatal, penyakit pada eksokrin pankreas (cystic
fibrosis dan pankreatitis) atau setelah transplantasi organ (ADA,
2020)
7
2.1.2 Epidemiologi
International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2013 mengumumkan
bahwa 382 juta orang di seluruh dunia mengidap DM tipe 2. DM tipe 2 terjadi
sekitar 90% dari semua populasi DM di seluruh dunia dan terjadi 4,6 juta
kematian tiap tahunnya (IDF, 2019). World Health Organization (WHO)
memperkirakan angka kejadian DM sekitar 150 juta di seluruh dunia, dan akan
meningkat dua kali lipat pada tahun 2025 (WHO, 2015). Angka kejadian DM di
Timor-leste sebesar 32 kasus per 1000 populasi dengan rentang usia 20-79 tahun
dan memperkirakan meningkat menjadi 41,7 kasus per 1000 populasi pada tahun
2030 (IDF, 2019).
8
2.1.4 Diagnosis diabetes melitus
Diagnosis DM berdasarkan kriteria glukosa plasma, baik nilai glukosa
plasma puasa atau tes toleransi glukosa oral sebesar 75 gram kemudian kembali
diukur kadar gula darah setelah 2 jam, atau dengan kriteria HbA1c (ADA, 2020).
Diagnosis DM lebih rinci tersaji pada tabel 2.3.
9
2.1.5.2 Defisiensi insulin
Defisiensi insulin pada penderita DM tipe 2 bersifat relatif dan tidak
absolut. Pada awal perkembangan DM tipe 2 sel ß menunjukkan gangguan pada
sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi
resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik pada perkembangan
selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel ß pankreas. Kerusakan sel-sel ß
pankreas yang terjadi secara progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi
insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderita
DM tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan
defisiensi insulin (Skyler et al., 2017).
10
2.1.6.2 Komplikasi kronis
a. Komplikasi makrovaskular
1) Gagal Jantung
Gagal jantung terjadi karena jantung tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan oksigen pada tubuh. Pada pasien diabetes, gagal jantung dapat
berkembang tidak hanya karena penyakit arteri koroner tetapi juga karena
beberapa kelainan patofisiologis dan metabolik yang disebabkan oleh perubahan
metabolisme glukosa. Terdapat efek negatif akibat gangguan metabolisme jantung
terkait peralihan glukosa ke oksidasi asam lemak bebas (free fatty acid), yang
signifikan terhadap kontraktilitas dan fungsi jantung sehingga menyebabkan
disfungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri bahkan tanpa adanya penyakit arteri
koroner. Manifestasi klinis dari penyakit gagal jantung adalah sesak napas,
kelelahan, dispnea dan retensi cairan (Rosano et al., 2017).
2) Hipertensi
Hipertensi sering menyertai DM, baik tipe 1 maupun tipe 2. Hubungan
antara diabetes dan hipertensi sangat kompleks namun saling berkaitan. DM yang
tidak ditangani dengan pengobatan yang baik dapat menyebabkan kerusakan
pembuluh darah dan peningkatan penumpukan lemak pada dinding pembuluh
darah. Manifestasi klinis seperti tanda-tanda penuaan kardiovaskular dan
kerusakan organ target (Fowler, 2008).
3) Penyakit serebrovaskular (strok)
Strok merupakan gangguan fungsi otak yang ditandai dengan defisit
neurologi (gangguan saraf) yang berlangsung minimal 24 jam dan dapat
mengakibatkan kematian (Setiati et al., 2014). Manifestasi klinis adalah mati rasa
atau kelemahan pada wajah, lengan, atau kaki (terutama pada satu sisi tubuh),
kebingungan atau perubahan status mental, kesulitan berbicara atau memahami
pembicaraan, gangguan visual, kehilangan keseimbangan, pusing, sulit berjalan
(Johnson, 2010).
11
b. Komplikasi mikrovaskular
1) Retinopati diabetik
Pasien DM memiliki risiko 25 kali lebih mudah untuk mengalami
retinopati diabandingkan non diabetes. Penyebabnya belum diketahui pasti,
namun diduga faktor risiko utama adalah hiperglikemia yang berlangsung lama.
Oleh karena itu, untuk mencegah timbulnya retinopati diabetik dilakukan kontrol
glukosa darah sejak dini. Manifestasi klinis retinopati diabetik seperti
mikroanuerisma, yaitu tanda berupa bintik merah dengan diameter antara 15-60
µm dan sering terlihat pada bagian posterior, pendarahan, dan terbentuknya
pembuluh darah baru (neurovaskular) (Fowler, 2008).
2) Nefropati diabetik
Nefropati diabetik ditandai dengan adanya mikroalbuminuria (30 mg/hari
atau 20 pg/menit) tanpa adanya gangguan ginjal, disertai dengan peningkatkan
tekanan darah, sehingga mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus dan
akhirnya menyebabkan gagal ginjal tahap akhir (Nasution, 2013).
3) Neuropati diabetik
Neuropati diabetik terjadi karena gangguan aktivitas normal saraf di
seluruh tubuh yang dapat mengubah fungsi otonom, motorik, dan sensorik (Cho
et al., 2017). Proses terjadinya neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia
berkepanjangan yang berakibat pada terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol,
sintesis advance glycosylation end products (AGEs), pembentukan radikal bebas,
dan aktivasi protein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung
pada kurangnya vasodilatasi, sehingga aliran darah ke saraf menurun yang
menyebabkan terjadinya hipoksia saraf. Selain faktor metabolik, neuropati
diabetik juga disebabkan karena kelainan vaskular, autoimun, dan faktor hormon
pertumbuhan. Manifestasi klinis neuropati diabetik sangat beragam mulai dari
tanpa keluhan hingga nyeri hebat, bergantung pada lokasi dan jenis saraf yang
terkena lesi (Setiati et al., 2014)
4) Ulkus
12
Proses terjadinya ulkus diawali adanya hiperglikemia pada penderita DM
yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot kemudian menyebabkan
terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan
mempermudah terjadinya ulkus (Setiati et al., 2014).
13
Jika dikatakan DM, maka gula darah puasa adalah ≥7 mmol/L (126 mg/dl) atau
gula darah acak adalah ≥11.1 mmol/L (200 mg/dl). Pengobatan first line pada DM
tipe 2 untuk gula darah puasa >7 mmol/L adalah terapi dengan metformin.
Metformin diberikan jika tidak dikendalikan oleh perubahan gaya hidup dan tidak
ada kondisi insufisiensi ginjal, penyakit hati, atau hipoksia. Sulfonilurea diberikan
untuk pasien yang terdapat kontraindikasi dengan metformin atau metformin tidak
meningkatkan kontrol glikemik. Follow up kemudian dilakukan setiap 3 bulan.
Akan tetapi, pedoman ini sifatnya masih belum lengkap, khususnya belum fokus
menjelaskan secara detail pengobatan pada DM tipe 2, sehingga perlu dirujuk
pada guideline yang sudah banyak digunakan secara luas yaitu American
Diabetes Association (ADA) tahun 2020.
14
UNTUK
Terapi Utama adalah Metformin dan Gaya Hidup Komprehensif (Termasuk Manajemen Berat Badan dan Akti vitas Fisik MENGHINDARI
INERSIA TERAPEUTIK
MENILAI KEMBALI
DAN MEMODIFIKASI
INDIKATOR DARI RISIKO TINGGI ATAU KONDISI ASCVD, CKD, ATAU HF PERAWATAN SECARA
16
muntah, diare dan konstipasi. Contoh obat: glibenklamid, glikazid, glikuidon,
glimepirid, dan glipizid. Indikasi dan dosis masing-masing obat golongan
sulfonilurea disajikan pada tabel 2.4 (Anonim, 2019).
b. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, yaitu
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini
terdiri dari 2 macam obat yaitu repaglinid (derivat asam benzoat) dan nateglinid
(derivat fenilalanin). Nateglinid dikontraindikasikan terhadap ketoasidosis,
kehamilan, dan menyusui. Efek samping dari nateglinid adalah hipoglikemia,
reaksi hipersensitif termasuk pruritus, kemerahan, dan urtikaria (BPOM RI, 2015).
Repaglinid dikontraindikasikan dengan ketoasidosis, gangguan fungsi hati berat,
kehamilan, dan menyusui. Efek samping dari repaglinid adalah nyeri perut, diare,
konstipasi, mual, muntah, hipoglikemia, reaksi hipersensitifitas termasuk pruritus,
kemerahan, vasculitis, urtikaria, dan gangguan penglihatan. Indikasi dan dosis
masing-masing obat dapat dilihat pada tabel 2.5 (BPOM RI, 2015).
17
Tabel 2.5 Nama obat, indikasi, dan dosis glinid
Nama obat Indikasi Dosis
Nateglinid DM tipe 2 dikombinasikan Dosis awal: 60 mg 3x sehari
dengan metformin jika diberikan 30 menit sebelum makan.
metformin tunggal tidak Dosis maksimal 180 mg 3x sehari,
cukup anak dan remaja < 18 tahun tidak
dianjurkan.
c. Biguanid
Biguanid mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis) dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.
Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DM tipe 2.
Kontraindikasi terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, ketoasidosis,
baru mengalami infark miokard, gangguan hati berat, serta pasien serevaskular,
sepsis, dan PPOK. Efek samping metformin meliputi: anoreksia, mual, muntah,
diare (umumnya sementara), nyeri perut, rasa logam, asidosis laktat (jarang, bila
terjadi terapi dihentikan), penurunan penyerapan vitamin B12, eritema, pruritus,
urtikaria, dan hepatitis. Indikasi dan dosis metformin disajikan pada tabel 2.6
(Anonim, 2019).
18
d. Tiazolidindion
Tiazolidindion merupakan agonis dari peroxisome proliferator activated
receptor gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di
sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini bekerja dengan cara menurunkan resistensi
insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatakan ambilan glukosa di jaringan perifer. Contoh golongan obat ini
adalah pioglitazon. Pioglitazon dikontraindikasikan dengan gangguan hati, riwayat
gagal jantung, kehamilan dan menyusui. Efek samping berupa gangguan saluran
cerna, peningkatan berat badan, edema, anemia, sakit kepala, gangguan
penglihatan, pusing, artralgia, hipoestesia, hematuria, lemah, insomnia, vertigo,
dan hepatotoksik. Dosis dan indikasi obat pioglitazon dapat dilihat pada tabel 2.7
(Anonim, 2019).
19
Nama obat Indikasi Dosis
Acarbose DM yang tidak dapat Dosis harian: 100-300 mg/hari (dalam 3
diatur hanya dengan dosis terbagi)
diet Dosis maksimal: 300 mg/hari
20
kerusakan ginjal, dan peningkatan berat badan. Indikasi dan dosis dapagliflozin
dapat dilihat pada tabel 2.10 (BPOM RI, 2015).
21
2.1.8.3 Indikator rasionalitas pengobatan
Secara ringkas menurut WHO, indikator rasionalitas pengobatan
yang diperlukan agar suatu pengobatan dikatakan rasional dapat dilihat
pada tabel 2.11 (Ofori-Asenso dan Agyeman, 2016):
2 Tepat obat Obat yang dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai
dengan penyakit yang diderita (Kemenkes RI, 2011)
4 Tepat dosis Pasien menerima obat sesuai dosis yang diberikan. Untuk
menghindari over dosis pada pasien, harus dilakukan
perhitungan dosis yang ditentukan melalui jenis dan lama
penyakit yang diderita oleh pasien. Memberikan
kemudahan bagi pasien tentang obat yang terjangkau
(Ramdini et al., 2020)
22
c) Tepat bentuk sediaan
d) Tepat waktu
e) Tepat penderita
Berdasarkan moto tersebut, maka muncul indikator rasionalitas
pengobatan yang berupa 4T 1W yaitu tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis, tepat
pasien, dan waspada efek samping.
23
bukannya keliru, namun jika tidak dilandasi dengan alasan ilmiah maka akan
menyebabkan penggunaan obat yang tidak rasional (Kemenkes, 2011).
24
2.2. KERANGKA KONSEPTUAL
2.2.1 Bagan kerangka konsep
Diabetes Melitus
25
Dampak buruk
Gambar 2.2 Kerangka konsep evaluasi pengobatan antidiabetes oral pada
pasien DM tipe 2
Keterangan:
: Bagian yang diteliti
: Bagian yang tidak diteliti
: Variabel terikat
: Variabel bebas
26
2.1.2 Landasan teori
Berdasarkan data yang ada diantara beberapa jenis DM, kejadian yang
yang paling tinggi pada DM tipe 2 yaitu, sebesar 90% (Tjay dan Rahardja, 2015).
Teori-teori yang ada menjabarkan bahwa jika kejadian DM tidak segera ditangani
dengan tepat, maka risiko timbulnya penyakit komplikasi dapat terjadi. Oleh
karena itu, salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit komplikasi dan
tingkat kejadian DM tipe 2 adalah pengobatan diabetes yang dilakukan secara
rasional dengan indikator tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, dan
kejadian efek samping (Hartanti, 2013). Rasionalitas pengobatan adalah apabila
pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhan klinis, dalam dosis yang
memenuhi kebutuhan individu, untuk jangka waktu yang memadai, dan dengan
biaya terjangkau bagi dirinya dan komunitasnya (Kemenkes, 2011). Penggunaan
obat secara tidak rasional memungkinkan lebih besarnya dampak negatif daripada
manfaat yang dapat diterima oleh pasien. Dampak negatif tersebut dapat berupa
dampak klinik dan dampak ekonomi. Dampak klinik ini adalah terkait dengan
efek merugikan yang terjadi, sedangkan dampak ekonomi adalah beban biaya
pengobatan. Berdasarkan konsep tersebut, pengobatan pada DM tipe 2 yang ideal
adalah pengobatan yang rasional. Akan tetapi, banyak hasil penelitian yang
menunjukkan ketidakrasionalan pengobatan di banyak negara berkembang
(Kemenkes, 2011). Salah satu negara, yaitu Timor-Leste masih belum memiliki
penelitian terkait evaluasi rasionalitas pengobatan dengan antidiabetes.
Berdasarkan paparan materi diatas, maka perlu diteliti terkait gambaran
penggunaan antidiabetes oral dan tingkat rasionalitas penggunaan antidiabetes
pada pasien DM tipe 2 berdasarkan indikator yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat
pasien, tepat dosis, dan kejadian efek samping di Timor-Leste.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
27
3.2.2 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di ruang rekam medis RS Nasional Guido Valadares
Timor-Leste. Hingga saat ini belum pernah dilakukan penelitian yang berkaitan
dengan evaluasi rasionalitas penggunaan antidiabetes oral pada pasien DM tipe 2
rawat inap di RS Nasional Guido Valadares. Selain itu, angka kejadian DM tipe 2
di RS tersebut juga cukup tinggi, yaitu sebesar 291 kasus dengan usia 20-79 tahun
pada dua tahun terakhir.
b. Kriteria eksklusi
1) Pasien dengan catatan rekam medis tidak lengkap (nama pasien, diagnosis
pasien, nomor rekam medis, usia, jenis kelamin, obat antidiabetes oral
yang digunakan, dosis antidiabetes, dan frekuensi penggunaan
antidiabetes)
2) Pasien wanita hamil atau menyusui
3) Pasien meninggal selama periode observasi
28
3.3.1 Sampel penelitian
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil dengan cara-cara
tertentu untuk diukur atau diamati karakteristiknya (Silaen, 2018). Sampel pada
penelitian ini merupakan sampel jenuh (Sugiyono, 2017). Karena sampel yang
digunakan adalah seluruh anggota sesuai kriteria inklusi (N= 83). Menurut
Arikunto (2013), jika responden kurang dari 100, maka sampel diambil semua,
sehingga penelitian merupakan penelitian populasi.
29
b. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini rasionalitas pengobatan yang meliputi
tingkat ketepatan indikasi, obat, pasien, dosis, dan waspada efek samping.
c. Variabel Kontrol
Variabel kontrol dalam penelitian ini meliputi: DM tipe 2, rawat inap,
periode 2020, antidiabetes oral, parameter glukosa darah, penyakit
penyerta, data riwayat terbaru.
Evaluasi Evaluasi yang dilakukan dengan mengacu pada guideline. Guideline yang
rasionalitas digunakan pada penelitian ini adalah ADA (2020). Indikator rasionalitas
pengobatan pengobatan terdiri dari tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, dan
waspada efek samping. Titik evaluasi adalah data rawat inap terakhir selama
periode observasi.
Tepat indikasi Tepat indikasi apabila penggunaan obat antidiabetes oral pada pasien
berdasarkan diagnosis dari dokter yaitu pasien yang didiagnosa DM tipe 2
dengan kadar gula darah puasa > 126 mg/dl, dengan atau tanpa adanya
penyakit penyerta lain (hipertensi).
Tepat obat Tepat obat apabila pemilihan beberapa jenis dan kelas terapi antidiabetes oral
yang mempunyai indikasi penyakit DM tipe 2 dengan atau tanpa penyakit
penyerta berdasarkan algoritma terapi pada guideline ADA (2020).
Tepat pasien Apabila pemberian obat dengan mempertimbangkan kondisi pasien dan tidak
adanya kontraindikasi dengan antidiabetes oral yang digunakan.
Tepat dosis Apabila dosis masing-masing antidiabetes oral yang diberikan pada pasien
tidak melebihi range dosis terapi atau sebaliknya berdasarkan pada guideline
ADA (2020).
Waspada efek Evaluasi riwayat kondisi pasien yang muncul diluar efek yang diharapkan
samping setelah penggunaan antidiabetes oral. Efek samping yang diamati dibatasi
pada hipoglikemia dan data dikonfirmasi berdasarkan nilai glukosa darah
30
pasien. Jika terdapat kejadian efek samping pada penelitian ini maka
dikatakan tidak adanya waspada efek samping.
3.5 DATA dan SUMBER PENELITIAN
3.5.1 Jenis data
Jenis data dalam penelitian ini yaitu:
a) Data kualitatif adalah jenis data yang berbentuk kata (Sugiyono, 2016).
Data kualitatif dalam penelitian ini adalah data jenis kelamin pasien, data
obat, dan data kategori karakteristik pasien lainnya.
b) Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang
diangkakan melalui scoring (Sugiyono, 2016). Jenis data kuantitatif dalam
penelitian ini adalah usia dalam tahun, dosis, parameter glukosa darah, dan
data persentase dari rasionalitas obat DM.
31
3.6 PROSEDUR PENELITIAN
Secara lebih rinci, prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Persiapan
Studi pustaka Mengurus surat izin dan proses etik
penelitian di Institut Kesehatan Nasional
Analisis data
Presentasi hasil
Gambar 3.1 Prosedur penelitian
32
3.7 ANALISIS DATA
Analisa data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan
data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan pada
orang lain (Moleong, 2011).
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif, yaitu
proses deskriptif dimulai dengan cara evaluasi terlebih dahulu sesuai variabel dan
definisi operasional yang ditetapkan dengan menggunakan guideline ADA (2020)
sebagai acuan pengobatan untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antidiabetes
oral. Hasil dari tiap evaluasi dihitung dengan rumus perhitungan yang diterapkan
pada masing-masing indikator rasionalitas yang diteliti. Kemudian penyajian hasil
data dalam penelitian ini berupa tabel atau grafik. Rumus perhitungan ditentukan
sebagai berikut:
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
34
Tabel 4.1 Lanjutan…
Kategori Jumlah pasien Persentase (%)
DM tipe 2 59 71,08
35
Berdasarkan penyakit penyerta yaitu kondisi hipertensi terdapat adanya
hubungan antara hipertensi dengan DM tipe 2 (Mutmainah, 2013). Hipertensi
dikaitkan erat dengan DM tipe 2 yaitu terkait dengan kadar gula darah dengan
tekanan darah. Kadar insulin yang rendah merupakan predisposisi dari
hiperinsulinemia. Peningkatan kadar insulin menyebabkan peningkatan retensi
natrium oleh tubulus ginjal yang dapat menyebabkan hipertensi (Baitanu, 2019).
Glikazid 80 80 x 1 12 14,45
80 40 x 2
36
+ glikazid sebesar 22,89%. Berdasarkan guideline ADA (2020), metformin
merupakan first line terapi pada DM tipe 2. Metformin termasuk golongan
biguanid dengan mekanisme kerja menambah up-take glukosa jaringan perifer
dengan meningkatkan sensitivitas terhadap insulin, kemudian menekan produksi
glukosa di hati, menurunkan oksidasi fatty acid serta meningkatkan pemakaian
glukosa dalam usus melalui proses non oksidatif (Katzung, 2010). Metformin
dapat digunakan sebagai monoterapi ataupun kombinasi dengan salah satu
antidiabetes oral lainnya. Metformin memiliki kemampuan untuk menurunkan
kadar HbA1c dalam rentang 1,0-2,0%, risiko hipoglikemia yang rendah, serta
biaya yang lebih murah (Ningrum et al., 2016). Penggunaan glikazid di RS
Nasional Guido Valadares lebih sedikit dibandingkan dengan metformin
dikarenakan berdasarkan pedoman yang digunakan di Timor-Leste yaitu PEN
(2017) glikazid digunakan pada saat intoleransi terhadap metformin serta
digunakan pada saat nilai GDP >325 mg/dl.
Terapi kombinasi antidiabetes oral digunakan adalah kombinasi antara
metformin dengan glikazid sebesar 22,89%. Penggunaan kombinasi antara
metformin dengan glikazid pada kasus ini di RS Nasional Guido Valadares,
apabila dalam waktu 6 bulan setelah mengunakan metformin tidak terjadi
perbaikan kadar gula darah. Namun, sesuai dengan guideline ADA (2020) terapi
kombinasi dua macam obat dimulai apabila dalam waktu 3 bulan setelah
menggunakan antidiabetes oral tunggal tidak terjadi perbaikan kadar gula darah.
Kombinasi dua obat ini berdasarkan mekanisme kerja dapat menurunkan glukosa
darah lebih cepat daripada penggunaan antidiabetes yang tunggal masing-masing
obat. Hal ini didukung oleh penelitian United Kingdom Prospective Diabetes
Study tahun 2017 yang melaporkan bahwa mekanisme kerja kombinasi obat
tersebut lebih cepat menurunkan glukosa darah, kemudian kombinasi metformin
dengan sulfonilurea sudah dapat dianjurkan sejak awal pengelolaan diabetes
(Harjo, 2016).
37
4.2 HASIL EVALUASI RASIONALITAS ANTIDIABETES ORAL
Penggunaan obat secara rasional merupakan penilaian yang sesuai dengan
beberapa indikator rasionalitas, yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat
dosis, dan waspada efek samping. Jika terdapat salah satu yang tidak tepat
diantaranya, maka penggunaan obat dikatakan tidak rasional (Kisrini et al.,.
2018), Pemberian terapi antidiabetes oral secara rasional pada pasien DM tipe 2
menjadi hal yang penting karena untuk menghindari dampak buruk, sehingga
meningkatkan efektivitas terapi dan menurunkan angka kejadian pada pasien DM
tipe 2 (Taskeen et al., 2012).
Tepat 83 100
Tidak Tepat 0 0
Total 83 100
38
guideline yang digunakan yaitu ADA (2020) berdasarkan indikator tepat indikasi
dinyatakan rasional yaitu sebesar 100%.
Tepat indikasi membantu suatu pengobatan mencapai target terapi. Jika
tidak sesuai maka obat yang digunakan juga tidak menimbulkan efek yang
diharapkan (Untari et al., 2018). Tepat indikasi juga dapat meminimalkan
kesalahan pengobatan dalam siklus pelayanan, dalam hal ini untuk mencegah
kejadian medication error (Sari et al., 2017). Tidak tepat indikasi disamping
merugikan pasien secara finansial, juga dapat merugikan pasien dengan
kemungkinan efek yang tidak dikehendaki, yang dimaksud dengan efek yang
tidak kehendaki ini dapat berupa kontraindikasi maupun efek samping obat
(Depkes, 2011)
Total 83 100
39
(2020), acuan parameter glukosa darah adalah HbA1c. Oleh karena itu, strategi
untuk mengatasi hal ini adalah merujuk pada kalkulator konversi nilai HbA1c
menjadi GDP ataupun sebaliknya yang juga disarankan oleh ADA (2020) apabila
terdapat keterbatasan di lapangan. Hasil nilai konversi GDP menjadi HbA1c dapat
dilihat pada lampiran 4.
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari 83 pasien DM tipe 2 yang
menjalani rawat inap di RS Nasional Guido Valadares, didapatkan hasil tepat obat
sebesar 72,28%, sedangkan tidak tepat obat sebesar 27,71%. Berdasarkan evaluasi
ini alasan tidak tepat obat, yaitu:
a) Terdapat tiga belas kasus dengan nilai HbA1c lebih 9% masih
menggunakan terapi tunggal, sedangkan berdasarkan guideline
ADA 2020 menyatakan bahwa jika nilai HbA1c lebih 9% maka
penggunaan antidiabetes oral menggunakan dua atau tiga
kombinasi obat.
b) Terdapat 7 kasus dengan nilai HbA1c lebih dari 7,5% masih
menggunakan terapi tunggal, sedangkan berdasarkan guideline
ADA 2020, menyatakan bahwa jika nilai HbA1c lebih dari 7,5%
maka terapi antidiabetes oral menggunakan dua kombinasi obat
dengan mekanisme kerja yang berbeda.
c) Adapun 3 kasus dengan nilai HbA1c kurang dari 7,5%
menggunakan dua kombinasi obat, sedangkan berdasarkan
guideline ADA 2020, menyatakan bahwa nilai HbA1c kurang dari
7,5% menggunakan terapi antidiabetes yang tunggal.
40
biguanid adalah metformin. Selain ketersediaan obat, pedoman yang digunakan di
Timor-Leste yaitu PEN (2017) masih bersifat minim, khususnya belum fokus
menjelaskan secara detail pengobatan pada DM tipe 2.
Tabel 4.5 Data hasil evaluasi rasionalitas berdasarkan indikator tepat dosis
Keterangan Kasus Persentase (%)
Tepat 83 100
Tidak Tepat 0 0
Total 83 100
41
Tabel 4.6 Hasil evaluasi rasionalitas berdasarkan indikator tepat pasien
Keterangan Kasus Persentase (%)
Tepat 83 100
Tidak Tepat 0 0
Total 83 100
42
serum ketika ada kerusakan pada jaringan di salah satu organ tersebut. Karena
enzim bisa dilepaskan dari berbagai organ, hasil tes SGOT belum menjadi
indikator spesifik adanya kerusakan pada organ hati. Misalnya, saat seseorang
terkena serangan jantung, tes SGOT juga bisa menunjukkan nilai di atas
normal. ALT paling banyak terkonsentrasi pada organ hati.Oleh Karena itu lebih
menitikberatkan pada pemeriksaan SGPT dalam penatalaksanaan hepatitis kronis
(Hilman et., al. 2014).
Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa hasil evaluasi rasionalitas
penggunaan antidiabetes oral berdasarkan indikator tepat pasien dinyatakan secara
rasional yaitu sebesar 100%.
Total 83 100
43
Evaluasi waspada efek samping pada penelitian ini dilakukan dengan
melihat kondisi pasien yang muncul diluar efek yang diharapkan setelah
penggunaan antidiabetes oral, yaitu hipoglikemia berdasarkan data nilai glukosa
darah pasien. Antidiabetes oral yang menyebabkan hipoglikemia dalam penelitian
ini semuanya dari glikazid. Selain hipoglikemia, sulfonilurea memiliki efek
samping seperti peningkatan berat badan, mual, muntah, diare, konstipasi,
gangguan fungsi hati, reaksi hipersensitivitas, serta gangguan darah (Anonim,
2019).
Menurut Rusdi (2020), hipoglikemia merupakan efek samping yang paling
umum dari penggunaan sulfonilurea dikarenakan terkait dengan mekanisme kerja
dari obat-obat ini adalah mencegah kenaikan glukosa darah daripada menurunkan
konsentrasi glukosa. Hal ini juga berkaitan dengan adverse drug reaction tipe A
dikarenakan dapat diperkirakan serta kejadian tersebut terjadi berhubungan
dengan aksi farmakologis (Mariyono dan Suryana, 2018). Potensi efek samping
pada metformin adalah anoreksia, mual, muntah, diare (umumnya sementara),
nyeri perut, asidosis laktak (jarang terjadi), penurunan penyerapan B12, eritema,
pruritus, urtikaria serta hepatitis (Anonim, 2019).
Secara keseluruhan pencapaian rasionalitas di RS Nasional Guido
Valadares saat ini sudah cukup baik. Hasil persentase masing-masing indikator
rasionalitas dapat dilihat pada grafik 4.1. Walaupun terkait dengan tepat indikasi,
tepat pasien, serta tepat dosis sudah baik akan tetapi tetap perlu ditingkatkan
perbaikan keterbatasan obat. Selain itu perlu juga memperhatikan efek samping
lain penggunaan antidiabetes oral serta kondisi khusus terhadap pasien. Hasil
tepat obat dan waspada efek samping pada penelitian ini saling berkaitan
dikarenakan pemilihan obat harus sesuai dengan jenis terapi berdasarkan kondisi
pasien. Apabila tidak tepat obat maka mempengaruhi target terapi yang
diinginkan sehingga dapat terjadi efek samping.
44
Hasil persentase rasionalitas
120%
100% 100% 100%
100% 94%
80% 72%
Persentase
60%
40%
20%
0%
Indikator rasionalitas
45
pemberian serta interaksi obat, jumlah sampel penelitian minim, evaluasi
dilakukan hanya terhadap penyakit DM tipe 2 dengan penyakit penyerta, yaitu
hipertensi.
46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di RS Nasional Guido
Valadares, Dili Timor-Leste periode 2020 dapat disimpulkan bahwa profil
penggunaan antidiabetes oral yang digunakan di RS tersebut (N= 83) didapatkan
metformin sebesar 62,65%, glikazid sebesar 14,45%, serta kombinasi dari kedua
obat tersebut sebesar 22,89%. Evaluasi rasionalitas penggunaan antidiabetes oral
pada pasien DM tipe 2 di RS Nasional Guido Valadares, Dili Timor-Leste periode
2020 berdasarkan masing-masing indikator tepat indikasi, tepat pasien, dan tepat
dosis sebesar 100%. Sementara itu berdasarkan indikator tepat obat sebesar
72,28% dan waspada efek samping sebesar 93,97%.
5.2 SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diberikan beberapa saran yaitu:
a) Untuk pembuat kebijakan harus memperhatikan ketersediaan obat di
Timor-Leste serta memperbaruhi pedoman di Timor-Leste.
b) Untuk Rumah Sakit meningatkan perbaruan sistem pada rekam medis.
c) Untuk tenaga kesehatan khususnya dokter di RS Nasional Guido
Valadares perlu melakukan pemeriksaan parameter HbA1C terhadap
pasien DM tipe 2.
d) Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut terkait evaluasi rasionalitas
penggunaan antidiabetes oral terkait dengan cara dan lama pemberian,
interaksi obat serta tepat informasi. Dilakukan lebih lanjut evaluasi
terhadap penyakit penyerta lainnya selain hipertensi.
47
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2019. Basic Pharmacology & Drug Notes Edisi 2019. Makasar, Maret
2019.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2015. Pusat Informasi Obat
Nasional.http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-6-sistem-endokrin/61-
diabetes/612-antidiabetik-oral. Diakses pada 30 Juni 2021.
Baitanu, K., Yulita., 2019. Evaluasi Terapi Obat Antidiabetik pada Pasien Geriatri
dengan Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Sikumana. Skripsi.
Univesitas Citra Bangsa Kupang.
Cho. H. N., Kirigia J., Mbanya C.L., Ogurstova K., Guariguata L., Rathmann W.,
2017. International Diabetes Federation. Diabetes Atlas Eight Edition.
Decroli, E., 2019. Diabetes Melitus Tipe 2. Padang: Pusat Penerbitan Bagian Ilmu
Penyakit Dakam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. dan DiPiro C. V., 2015.
Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edit. McGraw-Hill, United State of
America.
EN., Sari. dan DA., Perwitasari. 2013. Rasionalitas Pengobatan Diabetes Melitus
Tipe 2 di RSUP Dr. Sardjito dan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Farmasains Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kefarmasian. 2, 66-70.
Fatimah, R., N., 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Jakarta: J MAJORITY. 4, 94-95.
48
Fowler, MJ., 2008. Microvascular and Macrovascular Complications of Diabetes.
In Clinical Diabetes. 26, 77-80.
Harjo, EF., Yudi., 2016. Evaluasi Rasionalitas Pengobatan Diabetes Mellitus Tipe
2 pada Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Kampung Bali Kota Pontianak
Periode Januari-Desember 2015. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas
Tanjungpura Pontianak.
International Diabetes Federation (IDF). 2013. IDF Diabetes Atlas. 6th edition.
International Diabetes Federation, Brussels, Belgium.
International Diabetes Federation (IDF). 2019. IDF Diabetes Atlas. 9th edition.
International Diabetes Federation, Brussels, Belgium.
Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J., 2012. Basic and Clinical
Pharmacology. 12th ed. The McGraw-Hill Companies. Inc,USA.
Keban, S. A., dan Ramdhani., 2016. Hubungan Rasionalitas Pengobatan dan Self-
Care dengan Pengendalian Glukosa Darah pada Pasien Rawat Jalan di
Rumah Sakit Bina Husada Cibinong. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia.
14, 66–72.
Kementrian Kesehatan. 2014. Situasi dan Analisis Diabetes. Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
49
Resep (Prescription). Https://Skillslab.Fk.Uns.Ac.Id/. 7, 1–46.
Krejcie and Morgan., 1970. Determining Sample Size for Research Activities. The
NEA Research Bulletin. 38, 99.
Masruroh, E., 2018. Hubungan Umur dan Status Gizi dengan Kadar Gula Darah
Penderita Diabetes Melitus Tipe II. Jurnal Ilmu Kesehatan. 6, 153-159.
Midawati., Diani ., Wahid., 2019. Hubungan Usia, Jenis Kelamin dan Lama
Menderita Diabetes dengan Kejadian Neuropati Perifer Diabetik. Caring
Nursing Journal. 3, 31-35.
Moleong, L, J., 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Mutmainah, Lin., 2013. Hubungan Kadar Gula Darah dengan Hipertensi Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah
Karanganyar. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Nasution, Z., 2013. Nefropati Diabetik pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang
Terkontrol dan Tidak Terkontrol.
Ningrum, V, D, Ananda., Ikawati, S., Sadewa, A, H., Ikhsan, M, R., 2016. Faktor
Pasien yang Mempengaruhi Respon Glikemik Penggunaan Monoterapi
Metformin pada Diabetes Melitus Tipe 2. 6, 261-265.
50
Ramdini, D., Aulia., Wahidah, L., Koernia., dan Atika, D., 2020. Evaluasi
Rasionalitas Penggunaan Obat Diabetes Melitus Tipe II pada Pasien
Rawat Jalan di Puskesmas Pasir Sakti Tahun 2019. Jurnal Farmasi
Lampung. 9, 69-75.
Rosano, GM., Vitale, C., Seferovic, P., 2017. Heart Failure in Patients with
Diabetic Mellitus. Card Fail Rev. 3, 52-55.
Rusdi, M, S., 2020. Hipoglikemia pada Pasien Diabetes Melitus. Journal Syifa
Sciences and Clinical Research. 2, 83-89.
Sebayang, L. Brety., Marbun, R., A., Teresia., dan Kartika D., 2021. Efektivitas
Kerasionalan Pemberian Antidiabetik Pengobatan Oral Pasien Diabetes
Melitus pada Usia 30-50 Tahun Tipe 2 di Rawat Inap Penyakit dalam
RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2020. Jurnal Farmasi. 3, 74-78.
Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, AW., Simadibrata, M., Setiyohadi, B., dan Syam,
AF., 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi VI. Jakarta.
Silaen, Sofar., 2018. Metodologi Penelitian Sosial Untuk Penulisan Skripsi dan
Tesis. In Media, Bandung.
Soelistijo, S., Novida, H., dan Rudijanto, A., 2019. Pedoman Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia 2019’,
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 1–117.
51
di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Sruweng
Tahun 2010. Pharmacy. 8, 100-107.
Tjay, T.H., Rahardja, K. 2015. Obat-Obat Penting. Edisi ke-7. Cetakan Pertama.
Elex Media Komputindo.
52
DAFTAR LAMPIRAN
53
Lampiran 2. Surat keterangan lolos kaji etik (ethical clearance) dari Institut
Kesehatan Nasional Timor-Leste
54
Lampiran 3. Checklist pengumpulan data
Nomor Inisial Data Diagno Keluha GDP Antidiabetes Dosis dan Lama Obat penyakit Kondisi
RM nama demografis sis n (Awa oral frekuensi rawat penyerta khusus
(Jenis l dan antidiabete inap pasien
kelamin, akhir) s oral
umur)
55
Lampiran 4. Hasil konversi nilai GDP menjadi HbA1c berdasarkan kalkulator konversi dari ADA 2020
Nomor RM GDP awal HbA1c (%)
76xxxx 158 7,1
38xxxx 245 10,2
82xxxx 170 7,6
92xxxx 162 7,3
78xxxx 280 11,4
72xxxx 140 6,5
78xxxx 136 6,4
59xxxx 180 7,9
52xxxx 193 8,4
62xxxx 137 6,4
82xxxx 153 7
20xxxx 200 8,6
20xxxx 162 7,3
79xxxx 129 6,1
44xxxx 340 13,5
92xxxx 137 6,4
54xxxx 143 6,6
21xxxx 155 7
97xxxx 164 7,3
30xxxx 230 9,6
08xxxx 425 16,4
20xxxx 148 6,8
04xxxx 156 7,1
23xxxx 237 9,9
44xxxx 165 7,4
56
95xxxx 149 6,8
48xxxx 185 8,1
24xxxx 200 8,6
11xxxx 173 7,7
92xxxx 164 7,3
53xxxx 230 9,6
23xxxx 312 12,5
39xxxx 198 8,5
97xxxx 130 6,2
40xxxx 148 6,8
79xxxx 220 9,3
15xxxx 162 7,3
46xxxx 180 7,9
04xxxx 140 6,5
20xxxx 129 6,1
42xxxx 172 7,6
71xxxx 184 8
47xxxx 204 8,7
24xxxx 142 6,6
90xxxx 235 9,8
13xxxx 133 6,3
36xxxx 200 8,6
96xxxx 146 6,7
72xxxx 180 7,9
89xxxx 134 6,3
43xxxx 145 6,7
21xxxx 153 7
57
92xxxx 172 7,6
19xxxx 130 6,2
55xxxx 164 7,3
45xxxx 157 7,1
71xxxx 132 6,2
07xxxx 170 7,6
51xxxx 142 6,6
22xxxx 185 8,1
62xxxx 132 6,2
02xxxx 148 6,8
97xxxx 152 6,9
12xxxx 190 8,2
98xxxx 168 7,5
55xxxx 128 6,1
462xxxx 163 7,3
78xxxx 204 8,7
67xxxx 139 6,5
46xxxx 128 6,1
89xxxx 243 10,1
67xxxx 210 8,9
70xxxx 136 6,4
95xxxx 152 6,9
18xxxx 148 6,8
08xxxx 290 11,7
74xxxx 167 7,4
32xxxx 152 6,9
97xxxx 281 11,4
58
39xxxx 178 7,8
23xxxx 136 6,4
67xxxx 140 6,5
91xxxx 129 6,1
59
Lampiran 5. Data evaluasi tepat indikasi
60
25 44xxxx DM tipe 2 165
26 95xxxx DM tipe 2 + hipertensi 149
27 48xxxx DM tipe 2 + hipertensi 185
28 24xxxx DM tipe 2 200
29 11xxxx DM tipe 2 173
30 92xxxx DM tipe 2 164
31 53xxxx DM tipe 2 230
32 23xxxx DM tipe 2 + hipertensi 312
33 39xxxx DM tipe 2 198
34 97xxxx DM tipe 2 130
35 40xxxx DM tipe 2 148
36 79xxxx DM tipe 2 + hipertensi 220
37 15xxxx DM tipe 2 + hipertensi 162
38 46xxxx DM tipe 2 180
39 04xxxx DM tipe 2 140
40 20xxxx DM tipe 2 129
41 42xxxx DM tipe 2 172
42 71xxxx DM tipe 2 184
43 47xxxx DM tipe 2 + hipertensi 204
44 24xxxx DM tipe 2 + hipertensi 142
45 90xxxx DM tipe 2 235
46 13xxxx DM tipe2 133
47 36xxxx DM tipe 2 200
48 96xxxx DM tipe 2 146
49 72xxxx DM tipe 2 180
50 89xxxx DM tipe 2 134
51 43xxxx DM tipe 2 + hipertensi 145
61
52 21xxxx DM tipe 2 153
53 92xxxx DM tipe 2 172
54 19xxxx DM tipe 2 130
55 55xxxx DM tipe 2 164
56 45xxxx DM tipe 2 + hipertensi 157
57 71xxxx DM tipe 2 132
58 07xxxx DM tipe 2 170
59 51xxxx DM tipe 2 142
60 22xxxx DM tipe 2 + hipertensi 185
61 62xxxx DM tipe 2 132
62 02xxxx DM tipe 2 + hipertensi 148
63 97xxxx DM tipe 2 152
64 12xxxx DM tipe 2 190
65 98xxxx DM tipe 2 168
66 55xxxx DM tipe 2 128
67 462xxxx DM tipe 2 163
68 78xxxx DM tipe 2 204
69 67xxxx DM tipe 2 139
70 46xxxx DM tipe 2 128
71 89xxxx DM tipe 2 + hipertensi 243
72 67xxxx DM tipe 2 210
73 70xxxx DM tipe 2 136
74 95xxxx DM tipe 2 152
75 18xxxx DM tipe 2 148
76 08xxxx DM tipe 2 290
77 74xxxx DM tipe 2 +hipertensi 167
78 32xxxx DM tipe 2 152
62
79 97xxxx DM tipe 2 281
80 39xxxx DM tipe 2 + hipertensi 178
81 23xxxx DM tipe 2 136
82 67xxxx DM tipe 2 140
83 91xxxx DM tipe 2 129
63
Lampiran 6. Data evaluasi tepat obat
N RM HbA1c (%) Antidiabetes oral Obat penyakit Tepat Tidak tepat Alasan tidak tepat
o penyerta
1 76xxx 7,1 Metformin -
x
2 38xxx 10,2 Metformin - Seharusnya kombinasi dua/tiga obat
x
3 82xxx 7,6 Metformin - Seharusnya kombinasi dua obat yang mekanisme kerja berbeda
x
4 92xxx 7,3 Glikazid Amlodipine
x Candesartan
5 78xxx 11,4 Metformin Amlodipine Seharusnya dua atau tiga kombinasi obat
x
6 72xxx 6,5 Metformin -
x
7 78xxx 6,4 Glikazid Amlodipine
x Candesartan
8 59xxx 7,9 Metformin - Seharusnya kombinasi dua obat yang mekanisme kerja berbeda
x
9 52xxx 8,4 Metformin Captopril Seharusnya kombinasi dua obat yang mekanisme kerja berbeda
x
10 62xxx 6,4 Glikazid Amlodipine
x Candesartan
11 82xxx 7 Metformin -
x
12 20xxx 8,6 Metformin -
x Glikazid
13 20xxx 7,3 Metformin -
64
x
14 79xxx 6,1 Metformin Captopril
x
15 44xxx 13,5 Glikazid - Seharusnya dua kombinasi atau tiga kombinasi obat
x
16 92xxx 6,4 Metformin Amlodipine
x Candesartan
17 54xxx 6,6 Metformin Amlodipine
x
18 21xxx 7 Metformin -
x
19 97xxx 7,3 Metformin Amlodipine
x
20 30xxx 9,6 Metformin - Seharusnya dua kombinasi atau tiga kombinasi obat
x
21 08xxx 16,4 Glikazid - Seharusnya dua kombinasi atau tiga kombinasi obat
x
22 20xxx 6,8 Metformin -
x
23 04xxx 7,1 Metformin Captopril
x
24 23xxx 9,9 Metformin - Seharusnya dua kombinasi atau tiga kombinasi obat
x
25 44xxx 7,4 Metformin -
x
26 95xxx 6,8 Metformin Amlodipine
x Candesartan
27 48xxx 8,1 Metformin Amlodipine Seharusnya komibinasi dua obat dengan mekanisme berbeda
65
x
28 24xxx 8,6 Metformin -
x Glikazid
29 11xxx 7,7 Metformin -
x Glikazid
30 92xxx 7,3 Metformin -
x
31 53xxx 9,6 Metformin - Seharusnya dua kombinasi atau tiga kombinasi obat
x
32 23xxx 12,5 Metformin Amlodipine Seharusnya dua kombinasi atau tiga kombinasi obat
x
33 39xxx 8,5 Metformin -
x Glikazid
34 97xxx 6,2 Glikazid -
x
35 40xxx 6,8 Metformin -
x
36 79xxx 9,3 Glikazid Captopril Seharusnya dua kombinasi atau tiga kombinasi obat
x
37 15xxx 7,3 Metformin Amlodipine
x
38 46xxx 7,9 Metformin -
x Glikazid
39 04xxx 6,5 Metformin -
x
40 20xxx 6,1 Metformin -
x
41 42xxx 7,6 Metformin -
66
x Glikazid
42 71xxx 8 Metformin -
x Glikazid
43 47xxx 8,7 Metformin Captopril Seharusnya kombinasi dua obat yang mekanisme kerja berbeda
x
44 24xxx 6,6 Glikazid Amlodipine
x
45 90xxx 9,8 Metformin - Seharusnya dua kombinasi atau tiga kombinasi obat
x
46 13xxx 6,3 Metformin -
x
47 36xxx 8,6 Metformin -
x Glikazid
48 96xxx 6,7 Metformin -
x
49 72xxx 7,9 Metformin -
x Glikazid
50 89xxx 6,3 Metformin -
x
51 43xxx 6,7 Metformin Amlodipine
x
52 21xxx 7 Metformin -
x
53 92xxx 7,6 Metformin -
x Glikazid
54 19xxx 6,2 Metformin -
x
55 55xxx 7,3 Metformin -
67
x
56 45xxx 7,1 Metformin Amlodipine
x
57 71xxx 6,2 Glikazid -
x
58 07xxx 7,6 Metformin -
x Glikazid
59 51xxx 6,6 Metformin -
x
60 22xxx 8,1 Metformin Amlodipine
x Glikazid
61 62xxx 6,2 Metformin -
x
62 02xxx 6,8 Metformin Amlodipine Seharusnya monoterapi
x Glikazid
63 97xxx 6,9 Metformin -
x
64 12xxx 8,2 Metformin -
x Glikazid
65 98xxx 7,5 Metformin -
x Glikazid
66 55xxx 6,1 Metformin -
x
67 46xxx 7,3 Glikazid -
x
68 78xxx 8,7 Metformin -
x Glikazid
69 67xxx 6,5 Metformin - Seharusnya monoterapi
68
x Glikazid
70 46xxx 6,1 Glikazid -
x
71 89xxx 10,1 Metformin Captopril Seharusnya dua kombinasi atau tiga kombinasi obat
x
72 67xxx 8,9 Metformin -
x Glikazid
73 70xxx 6,4 Metformin - Seharusnya monoterapi
x Glikazid
74 95xxx 6,9 Metformin -
x
75 18xxx 6,8 Metformin -
x
76 08xxx 11,7 Metformin - Seharusnya dua kombinasi atau tiga kombinasi obat
x
77 74xxx 7,4 Metformin captopril
x
78 32xxx 6,9 Metformin -
x
79 97xxx 11,4 Metformin - Seharusnya dua kombinasi atau tiga kombinasi obat
x
80 39xxx 7,8 Glikazid Amlodipine Seharusnya kombinasi dua obat mekanisme kerja berbeda
x
81 23xxx 6,4 Metformin -
x
82 67xxx 6,5 Metformin -
x
83 91xxx 6,1 Metformin -
69
x
70
3 82xxxx Metformin 500 mg (1x1)
4 92xxxx Glikazid 80 mg (2x1) dalam dosis terbagi
5 78xxxx Metformin 1000 mg (1x1)
6 72xxxx Metformin 500 mg (1x1)
7 78xxxx Glikazid 80 mg (2x1) dalam dosis terbagi
8 59xxxx Metformin 500 mg (1x1)
9 52xxxx Metformin 500 mg (1x1)
10 62xxxx Glikazid 80 mg (2x1) dalam dosis terbagi
11 82xxxx Metformin 500 mg (1x1)
12 20xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis
Glikazid terbagi
80 mg (1x1)
13 20xxxx Metformin 1000 mg (1x1)
14 79xxxx Metformin 80 mg (1x1)
15 44xxxx Glikazid 80 mg (2x1) dalam dosis terbagi
16 92xxxx Metformin 1000 mg (1x1)
17 54xxxx Metformin 500 mg (1x1)
18 21xxxx Metformin 500 mg (1x1)
19 97xxxx Metformin 1000 mg (1x1)
20 30xxxx Metformin 500 mg (1x1)
21 08xxxx Glikazid 80 mg (2x1) dalam dosis terbagi
22 20xxxx Metformin 500 mg (1x1)
23 04xxxx Metformin 500 mg (1x1)
24 23xxxx Metformin 1000 mg (1x1)
25 44xxxx Metformin 500 mg (1x1)
26 95xxxx Metformin 1000 mg (1x1)
27 48xxxx Metformin 1000 mg (1x1)
71
28 24xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
29 11xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
30 92xxxx Metformin 500 mg (1x1)
31 53xxxx Metformin 1000 mg (1x1)
32 23xxxx Metformin 500 mg (1x1)
33 39xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
34 97xxxx Glikazid 80 mg (2x1) dalam dosis terbagi
35 40xxxx Metformin 500 mg (1x1)
36 79xxxx Glikazid 80 mg (2x1) dalam dosis terbagi
37 15xxxx Metformin 1000 mg (1x1)
38 46xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
39 04xxxx Metformin 500 mg (1x1)
40 20xxxx Metformin 500 mg (1x1)
41 42xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
42 71xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
43 47xxxx Metformin 500 mg (1x1)
72
44 24xxxx Glikazid 80 mg (2x1) dalam dosis terbagi
45 90xxxx Metformin 500 mg (1x1)
46 13xxxx Metformin 500 mg (1x1)
47 36xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
48 96xxxx Metformin 1000 mg (1x1)
49 72xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
50 89xxxx Metformin 1000 mg (1x1)
51 43xxxx Metformin 500 mg (1x1)
52 21xxxx Metformin 500 mg (1x1)
53 92xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
54 19xxxx Metformin 500 mg (1x1)
55 55xxxx Metformin 500 mg (1x1)
56 45xxxx Metformin 1000 mg (1x1)
57 71xxxx Glikazid 80 mg (2x1) dalam dosis terbagi
58 07xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis
terbagi
Glicazid 80 mg (1x1)
59 51xxxx Metformin 500 mg (1x1)
60 22xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
61 62xxxx Metformin 500 mg (1x1)
73
62 02xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
63 97xxxx Metformin 500 mg (1x1)
64 12xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
65 98xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
66 55xxxx Metformin 1000 mg (1x1)
67 462xxxx Glikazid 1000 mg 2x1 dalam dosis terbagi
68 78xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
69 67xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
70 46xxxx Glikazid 80 mg (2x1) dalam dosis terbagi
71 89xxxx Metformin 500 mg (1x1)
72 67xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
73 70xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
74 95xxxx Metformin 1000 mg (1x1)
75 18xxxx Metformin 1000 mg (1x1)
74
76 08xxxx Metformin 1000 mg (1x1)
77 74xxxx Metformin 500 mg (1x1)
78 32xxxx Metformin 1000 mg (1x1)
79 97xxxx Metformin 500 mg (1x1)
80 39xxxx Glikazid 80 mg (2x1) dalam dosis terbagi
81 23xxxx Metformin 500 mg (1x1)
82 67xxxx Metformin 500 mg (1x1)
83 91xxxx Metformin 1000 mg (1x1)
75
Lampiran 9. Data evaluasi waspada efek samping
Nomor RM GDP (akhir) Tepat Tidak tepat Alasan tidak tepat
76xxxx 124
38xxxx 109
82xxxx 96
92xxxx 66 Hipoglikemia
78xxxx 104
72xxxx 121
76
78xxxx 125
59xxxx 111
52xxxx 104
62xxxx 120
82xxxx 118
20xxxx 120
20xxxx 123
79xxxx 110
44xxxx 69 Hipoglikemia
92xxxx 90
54xxxx 100
21xxxx 118
97xxxx 122
30xxxx 115
08xxxx 141
20xxxx 117
04xxxx 120
23xxxx 98
44xxxx 110
95xxxx 124
48xxxx 108
24xxxx 102
11xxxx 90
92xxxx 108
53xxxx 113
23xxxx 122
39xxxx 106
77
97xxxx 40 Hipoglikemia
40xxxx 112
79xxxx 80
15xxxx 123
46xxxx 102
04xxxx 116
20xxxx 100
42xxxx 108
71xxxx 110
47xxxx 104
24xxxx 121
90xxxx 117
13xxxx 70
36xxxx 123
96xxxx 104
72xxxx 120
89xxxx 108
43xxxx 124
21xxxx 108
92xxxx 117
19xxxx 113
55xxxx 106
45xxxx 96
71xxxx 122
07xxxx 109
51xxxx 110
22xxxx 117
78
62xxxx 106
02xxxx 123
97xxxx 100
12xxxx 125
98xxxx 116
55xxxx 120
462xxxx 66 Hipoglikemia
78xxxx 105
67xxxx 115
46xxxx 67 Hipoglikemia
89xxxx 114
67xxxx 120
70xxxx 124
95xxxx 100
18xxxx 113
08xxxx 116
74xxxx 104
32xxxx 123
97xxxx 100
39xxxx 104
23xxxx 117
67xxxx 106
91xxxx 123
79