Anda di halaman 1dari 102

TUGAS AKHIR

EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIDIABETES


ORAL PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT
INAP DI RUMAH SAKIT NASIONAL GUIDO VALADARES,
DILI TIMOR-LESTE

Oleh:
Gracia Isabel Baptista Soares
171005

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


SEKOLAH TINGGI FARMASI MAHAGANESHA
2021

i
TUGAS AKHIR

EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIDIABETES


ORAL PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT
INAP DI RUMAH SAKIT NASIONAL GUIDO VALADARES,
DILI TIMOR-LESTE

Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Oleh:

Gracia Isabel Baptista Soares

171005

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


SEKOLAH TINGGI FARMASI MAHAGANESHA

ii
2021

iii
PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Gracia Isabel Baptista Soares


NIM : 171005
Judul Tugas Akhir : Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antidiabetes
Oral pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat
Inap di Rumah Sakit Nasional Guido Valadares,
Dili Timor-Leste

Dengan ini menyatakan bahwa:


Tugas akhir yang saya tulis merupakan hasil karya saya sendiri, kecuali
kutipan yang sudah saya sebutkan sumbernya, belum pernah diajukan pada
institusi manapun, dan bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas
keabsahan dan kebenaran isinya sesuai sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan
dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika
ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Denpasar, 05 Agustus
2021
(tanda tangan bermaterai 6000)

Gracia Isabel Baptista Soares


171005

iv
HALAMAN PENGESAHAN

EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIDIABETES ORAL


PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT INAP DI RUMAH
SAKIT NASIONAL GUIDO VALADARES, DILI TIMOR-LESTE

Oleh:
Gracia Isabel Baptista Soares
171005
Telah berhasil dipertahankan didepan Dewan Penguji dan diterima sebagai salah
satu persyaratan unutk memperoleh Gelas Sarjana Farmasi (S.Farm.)
pada Program Studi Sarjana Farmasi, Sekolah Tinggi Farmasi Mahaganesha

Denpasar, 12 Agustus 2021

DEWAN PENGUJI
Tanda tangan

Pembimbing : apt. Putu Dian Marani Kurnianta, S.Farm., M.Sc.P. (


)
NIDN : 0820039201
Penguji I : apt. Anak Agung Ngurah Putra Riana Prasetya,
S.Farm., M.Farm.Klin.
( )
NIDN : 0809058801
Penguji II : apt. Agustina Nila Yuliawati, S.Farm., M.Pharm.Sci.
( )
NIDN : 0829078901

Mengetahui
Ketua Program Studi Sarjana Farmasi

apt. Made Dwi Pradipta Wahyudi S., S.Farm., M.Sc.


NIDN. 0828058703
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Penulisan
tugas akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk
mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Sarjana Farmasi (S1),
Sekolah Tinggi Farmasi Mahaganesha. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada
penyusunan tugas akhir ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan
tugas akhir ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak apt. Kadek Duwi Cahyadi, S.Farm, M.Si. selaku Ketua Sekolah Tinggi
Farmasi Mahaganesha.
2. Bapak apt. Made Dwi Pradipta Wahyudi S., S.Farm., M.Sc. selaku Ketua
Program Studi Sarjana Farmasi (S1).
3. Ibu apt. Putu Dian Marani Kurnianta. S.Farm., M.Sc.P. selaku pembimbing
Tugas Akhir, yang senantiasa membimbing dalam penelitian dan penyusunan
proposan tugas akhir ini dari awal hingga akhir.
4. Bapak apt. Anak Agung Ngurah Putra Riana Prasetya, S.Farm., M.Farm.Klin.
selaku penguji I, yang berkenan memberikan saran dan masukan untuk
proposal tugas akhir.
5. Ibu apt. Agustina Nila Yuliawati, S.Farm., M.Pharm.Sci. selaku penguji II,
yang berkenan memberikan saran dan masukan untuk proposal tugas akhir.
6. Dosen dan staf Sekolah Tinggi Farmasi Mahaganesha yang telah memberikan
dukungan dan ilmu selama ini.
7. Keluarga besar penulis dan orang terdekat penulis PaMa, Luca Gralduxery,
Junicia, Nelson’s family, Zeca dan keluarga yang lain yang tidak disebut satu
persatu.
8. Teman terdekat penulis, Prima dan Tina yang terus membantu, memotivasi
dan memberikan support yang penuh hingga terselesaikannya penelitian ini.

v
9. Pimpinan dan staf Rumah Sakit Nasional Guido Valadares yang telah
memberikan izin melakukan penelitian serta membantu dalam pengambilan
data untuk melengkapi penyusunan Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna.
Maka dari itu, penulis memohon maaf atas segala kekurangan yang ada dan
membuka pintu selebar-lebarnya apabila terdapat kritik dan saran demi
perbaikan kedepannya. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat tidak
hanya untuk penulis pribadi, tetapi juga untuk nusa dan bangsa, khususnya
dalam bidang kefarmasian.

Denpasar, 05 Agustus 2021

Gracia Isabel Baptista Soares

vi
PERNYATAAN KESEDIAAN PENYERAHAAN PADA REPOSITORY

Yang bertanda tangan di b


awah ini,
Nama : Gracia Isabel Baptista Soares
NIM : 171005
Program studi : S1 Farmasi
Judul Tugas Akhir : Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antidiabetes Oral pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap, di Rumah Sakit
Nasional Guido Valadares, Dili Timor-Leste
Dengan ini penulis menyatakan bahwa penulis menyetujui untuk:
1. Memberikan hak bebas royalti kepada Perpustakaan Sekolah Tinggi Farmasi
Mahaganesha atas penulisan karya tugas akhir penulis, demi pengembangan
ilmu pengetahuan.
2. Memberikan hak menyimpan, mengalih mediakan/mengalihformatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikan, serta
menampilkannya dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis kepada
Perpustakaan Sekolah Tinggi Farmasi Mahaganesha, tanpa perlu meminta
ijin dari penulis selama tetap mencamtumkan nama penulis sebagai
penulis/pencipta.
3. Bersedia dan menjamin untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan
pihak Perpustakaan Sekolah Tinggi Farmasi Mahaganesha, dari semua
bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran hak cipta dalam karya
ilmiah ini.
Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sesungguhnya dan semoga
dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Denpasar, 05 Agustus 2021
Yang menyatakan

(Gracia I. B. Soares)

vii
ABSTRAK

EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIDIABETES ORAL


PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT INAP DI RUMAH
SAKIT NASIONAL GUIDO VALADARES, DILI TIMOR-LESTE

Di antara beberapa tipe penyakit diabetes melitus (DM), angka kejadian


tertinggi terlihat pada DM tipe 2. Pengelolaan DM tipe 2 yang tepat sebaiknya
mengikuti intervensi farmakologi antidiabetes secara rasional untuk menghindari
dampak buruk terhadap mutu dan biaya pengobatan, kemungkinan efek yang tidak
diharapkan, serta mutu ketersediaan obat. Oleh karena itu, proses pengobatan DM
tipe 2 di Timor Leste, salah satunya di RS Nasional Valadares, juga perlu
dievaluasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antidiabetes
oral pada pasien DM tipe 2 rawat inap di RS Nasional Guido Valadares periode
2020.
Penelitian deskriptif dilakukan dengan desain cross-sectional retrospektif.
Rasionalitas penggunaan antidiabetes oral (ADO) berdasarkan indikator tepat
pasien, tepat dosis, tepat indikasi, tepat obat, dan waspada efek samping yang
mengacu pada American Diabetes Association (ADA) tahun 2020. Penelitian
mengikutsertakan pasien yang memenuhi kriteria: terdiagnosis DM tipe 2,
menjalani rawat inap periode tahun 2020, dan memperoleh ADO. Hasil dari
proses evaluasi dipersentasekan pada masing-masing indikator rasionalitas yang
diteliti dan disajikan dalam bentuk tabel atau grafik.
Hasil evaluasi menunjukan bahwa jenis-jenis antidiabetes oral yang
digunakan oleh sebanyak 83 pasien DM tipe 2 yang menjalani rawat inap di RS
Nasional Guido Valadares, yaitu metformin (62.65%), glikazid (14.15%), dan
kombinasi metformin dengan glikazid (22.89%). Rasionalitas pengunaan
antidiabetes oral di RS Nasional Guido Valadares berdasarkan ADA (2020) secara
berturut-turut, yaitu tepat indikasi 100%, tepat pasien 100%, tepat obat 72.28%,
tepat dosis 100%, dan waspada efek samping 93.97%. Walaupun pencapaian
rasionalitas saat ini sudah cukup baik, namun perbaikan terhadap keterbatasan
penggunaan obat di RS Nasional Guido Valadares perlu ditingkatkan.

Kata kunci: Diabetes melitus, evaluasi, rasionalitas, antidiabetes oral

viii
ABSTRACT

RATIONAL DRUG USE EVALUATION OF ORAL ANTIDIABETIC


AGENTS IN HOSPITALIZED PATIENTS WITH TYPE-2 DIABETES AT
NATIONAL HOSPITAL GUIDO VALADARES, DILI TIMOR-LESTE

Among several types of diabetes mellitus (DM), type-2 DM seemed to have


the highest prevalence. Appropriate management in type-2 DM should follow
pharmacologic intervention with rational use of antidiabetic agents to prevent
any negative influences, such as medication care quality and cost, and adverse
events. Thus, medication process should also be evaluated in Timor Leste,
especially at National Hospital Guido Valadares. This study aimed to evaluate
the use of oral antidiabetic agents in hospitalized patients with type-2 diabetes at
National Hospital Guido Valadares, Dili Timor-Leste.
This study was conducted retrospectively under cross-sectional design to
describe the rational drug use evaluation based on indicators: right patient, right
dose, right indication, right drug, and cautious to adverse events according to
guideline from American Diabetes Association (2020). The included patients
were: diagnosed as type-2 DM, hospitalized during year 2020, and received oral
antidiabetic agents. Evaluation data were calculated (%) for each indicators of
rational drug use and presented as table or diagram.
A total number of 83 hospitalized patients with type-2 DM at National
Hospital Guido Valadares showed the use of oral antidiabetic agents including
metformin (62.65%), gliclazide (12.15%), and combination of both metformin and
gliclazide (22.89%), respectively. The evaluation results of oral antidiabetics use
based on ADA (2020) comprised of right indication 100%, right patient 100%,
right drug 72.28%, right dose 100%, and cautious to adverse events 93.7%. In
spite of proper results in rational medication, improvement for limitation of oral
antidiabetics use at National Hospital Guido Valadares is required.

Key words: Diabetes mellitus, evaluation, rational drug use, oral antidiabetics

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
……………………………………………………………...i
HALAMAN SALINAN JUDUL...........................................................................ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ……………..…………...


………………….iii
HALAMAN PENGESASHAN ……………………………..…………………..iv
KATA PENGANTAR ……………………………………………..…………….v
HALAMAN PERNYATAAN BERKENAN DIMASUKKAN
KE RESPIRATORY ………………………………...…………………………vii
ABSTRAK ………………...…………………………………………………...viii
ABSTRACT ………………………………………...………………………….…
ix
DAFTAR ISI ………………………………………………...…………………...x
DAFTAR TABEL …………………………………..
………………………….xiii
DAFTAR GAMBAR …………..………………………………………………xiv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………...
………………………….xv
BAB I PENDAHULUAN ………………………..………………………………1
1.1 LATAR BELAKANG ......................................................................3

1.2 RUMUSAN MASALAH .................................................................3

1.3 TUJUAN PENELITIAN ……………………………………………


3
1.3.1. Tujuan umum..........................................................................3

1.3.2. Tujuan khusus.........................................................................3

1.4 MANFAAT PENELITIAN ……………...………………………….4

x
1.4.1. Bagi peneliti......................................................................…..4

1.4.2. Bagi institusi pendidikan.........................................................4

1.4.3. Bagi masyarakat......................................................................4

1.4.4. Bagi ilmu pengetahuan secara luas.........................................4

1.4.5. Bagi rumah sakit ………………………..……………………


4
1.5 KEASLIAN PENELITIAN …………….……………..….
………...4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………
7
2.1. KAJIAN TEORI ...............................................................................7

2.1.1 Definisi dan klasifikasi diabetes melitus ………….


………....7

2.1.2 Epidemiologi diabetes melitus ………………………….……


7
2.1.3 Gejala klinis dan faktor risiko diabetes melitus
……………..8
2.1.4 Diagnosis diabetes melitus ……………………….……..
…...9
2.1.5 Patofisiologi diabetes melitus tipe 2 …………………………
9
2.1.6 Komplikasi diabetes melitus
……………………………….10
2.1.7 Tatalaksana pengobatan diabetes melitus tipe 2
…………….13
2.1.8 Rasionalitas pengobatan ……………………………………
21
2.2. KERANGKA KONSEPTUAL.......................................................25

2.2.1 Bagan kerangka konsep...............................……………….25

xi
2.1.2 Landasan teori...................................................................…26

2.3 KETERANGAN EMPIRIS.............................................................26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


……………………………………..27
3.1 JENIS dan RANCANGAN PENELITIAN.....................................27

3.2 WAKTU dan LOKASI PENELITIAN...........................................27

3.2.1 Waktu penelitian...................................................................27

3.2.2 Lokasi Penelitian...................................................................28

3.3 POPULASI dan SAMPEL PENELITIAN......................................28

3.3.1 Populasi penelitian................................................................28

3.3.1 Sampel penelitian..................................................................28

3.3.2 Teknik pengambilan sampel.................................................29

3.4 VARIABEL dan DEFINISI OPERASIONAL ……………..….


….30
3.4.1 Variabel penelitian
………………………………………….30
3.4.2 Definisi operasional
………………………………………..30
3.5 DATA dan SUMBER PENELITIAN ………...
…………………...32

3.5.1 Jenis data


…………………………………………………..32
3.5.2 Sumber data
………………………………………………..32
3.5.3 Teknik pengambilan data
…………………………………..32
3.5.4 Instrumen pengambilan data
……………………………….32

xii
3.5.5 Cara penyimpanan data
…………………………………….32
3.6 PROSEDUR PENELITIAN............................................................33

3.7 ANALISIS DATA............................................................................34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………….34


4.1 KARAKTERISTIK PASIEN DM TIPE 2 di RS NASIONAL
GUIDO VALADARES …………………..
…………………………………34
4.1.1 Profil penggunaan antidiabetes di RS Guido
Valadares……..36
4.2 EVALUASI TERAPI ANTIDIABETES ORAL………………..
….37
4.2.1 Hasil evaluasi rasionalitas berdasarkan tepat indikasi………
38
4.2.2 Hasil evaluasi rasionalitas berdasarkan tepat
obat…………..39
4.2.3 Hasil evaluasi rasionalitas berdasarkan tepat dosis…………40
4.2.4 Hasil evaluasi rasionalitas berdasarkan tepat pasien………..41
4.2.5 Hasil evaluasi rasionalitas berdasarkan waspada efek
samping .……………………………………………………42
BAB V SARAN dan KESIMPULAN
………………………………………….45
5.1 KESIMPULAN ………………..……………………………………
45
5.2 SARAN
……………………………………………………………..45
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................46

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………


51

xiii
xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian penelitian ……………………………………………..5


Tabel 2.1 Klasifikasi DM …………………………………………………7
Tabel 2.2 Faktor risiko DM tipe 2 ………………………………………...8
Tabel 2.3 Kriteria diagnosis DM ………………………………………….9
Tabel 2.4 Nama obat, indikasi, dan dosis sulfonilurea …………………...17
Tabel 2.5 Nama obat, indikasi, dan dosis glinid
…………………………..18
Tabel 2.6 Nama obat, indikasi, dan dosis metformin
……………………..18
Tabel 2.7 Nama obat, indikasi dan dosis pioglitazon
……………………..19
Tabel 2.8 Nama obat, indikasi, dan dosis acarbose ……...
……………….19
Tabel 2.9 Nama obat, indikasi, dan dosis sitagliptin ……………...……...20
Tabel 2.10 Nama obat, indikasi, dan dosis dapaglifozin…………………...21
Tabel 2.11 Indikator rasionalitaspengobatan ...………….
………………....22
Tabel 2.12 Dampak ketidakrasionalan pengobatan ………………………..24
Tabel 3.1 Jadwal penelitian ….……………………………………………
27
Tabel 3.2 Definisi operasional ………………………….…………………
20
Tabel 4.1 Karakteristik pasien DM tipe 2 …………………………………
34
Tabel 4.2 Profil penggunaan antidiabetes oral di RS Guido Valadares……
36
Tabel 4.3 Hasil evaluasi rasionalitas berdasarkan tepat
indikasi…………..38

xv
Tabel 4.4 Hasil evaluasi rasionalitas berdasarkan tepat obat………………
39
Tabel 4.5 Hasil evaluasi rasionalitas berdasarkan tepat dosis …………….40
Tabel 4.6 Hasil evaluasi rasionalitas berdasarkan tepat pasien ……………
41
Tabel 4.7 Hasil evaluasi rasionaliatas berdasarkan waspada efek samping.42

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Algoritma terapi DM tipe 2 .........................................................15


Gambar 2.2 Kerangka konsep evaluasi pengobatan antidiabetes oral pada
pasien DM tipe 2 ………………………………………….…….25
Gambar 3.1 Prosedur penelitian ………………………………………………
33
Gambar 4.1 Hasil persentase rasionalitas……………………………………..44

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat izin


penelitian……………………………………………….53
Lampiran 2 Surat keterangan lolos kaji etik dari Institut Kesehatan Nasional
Timor-Leste ……………………………………………………………………...54
Lampiran 3 Checklist pengumpulan data ……………………………………..55
Lampiran 4 Hasil konversi nilai GDP menjadi HbA1c berdasarkan kalkulator
konversi dari ADA 2020 …………………………………………………………
56
Lampiran 5 Data evaluasi tepat indikasi
……………………………………….60
Lampiran 6 Data evaluasi tepat obat ………………………………………...…
64
Lampiran 7 Data evaluasi tepat dosis
…………………………………………..69
Lampiran 8 Data evaluasi tepat pasien …………………………………………
74
Lampiran 9 Data evaluasi waspada efek samping …..…………………………
75

xv
xv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik kronik
yang terdiri dari beberapa macam tipe dengan karakteristik hiperglikemia akibat
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (Kemenkes RI, 2014).
Beberapa macam tipe tersebut yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, diabetes gestasional,
dan diabetes tipe lain. DM tipe 1 terkait dengan kerusakan insulin, sehingga tidak
dapat memproduksi insulin. DM tipe 2 terkait dengan resistensi insulin, sehingga
menyebabkan insulin tidak dapat bekerja dengan baik. Diabetes gestasional
merupakan diabetes yang terjadi selama masa kehamilan yang dipicu oleh
perubahan metabolisme glukosa ketika hamil. DM tipe lain adalah diabetes
sebagai akibat dari penyakit lain yang menggangu produksi insulin atau
mempengaruhi kerja insulin. Di antara beberapa macam tipe DM tersebut, angka
kejadian tertinggi terlihat pada DM tipe 2, yaitu sebesar 90% (Tjay dan Rahardja,
2015).
Angka kejadian DM cukup tinggi, baik di lingkungan internasional
maupun di negara kecil. International Diabetes Federation (IDF) 2019,
memperkirakan angka prevalensi DM sebesar 9,3% dari total penduduk pada usia
20-79 tahun. Prevalensi DM diperkirakan meningkat seiring penambahan umur
penduduk menjadi 19,9% pada umur 65-79 tahun. Angka ini diprediksi terus
meningkat hingga mencapai 700 juta di tahun 2045. Penyakit DM yang terjadi di
negara Timor-Leste sangat tinggi, yaitu menduduki peringkat ke-5 di tingkat
nasional sebagai penyakit kronik tertinggi dari penyakit lainnya (IDF, 2019). Pada
buku register salah satu rumah sakit (RS), yaitu RS Guido Valadares (2021) telah
diumumkan bahwa angka kejadian DM tipe 2 di RS tersebut sebesar 291 kasus
dengan usia 20-79 tahun pada dua tahun terakhir.

1
Pengelolaan DM yang tepat sebaiknya mengikuti pengobatan yang
rasional, bukan sebaliknya sehingga tidak menyebabkan terjadinya dampak buruk.
Pada dasarnya, pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan disertai
dengan latihan jasmani yang cukup selama beberapa waktu (2-4 minggu). Bila
setelah itu kadar glukosa darah masih belum dapat memenuhi kadar sasaran
metabolik yang diinginkan, perlu dilakukan intervensi farmakologi dengan
antidiabetes secara rasional (Hartanti, 2013). Penggunaan obat yang rasional
adalah penggunaan obat yang mana pasien menerima obat sesuai indikasi dengan
dosis yang tepat, untuk jangka waktu pemberian yang tepat, serta harga terjangkau
bagi pasien. Sebaliknya penggunaan yang tidak rasional memiliki dampak buruk
meliputi: dampak pada mutu pengobatan dan pelayanan, dampak terhadap biaya
pengobatan, dampak terhadap kemungkinan efek samping dan efek samping lain
yang tidak diharapkan, serta dampak terhadap mutu ketersediaan obat
(Kementrian kesehatan, 2011).
Penggunaan obat yang tidak rasional selama manajemen DM tipe 2 telah
dilaporkan oleh beberapa penelitian sebelumnya. Penelitian Keban dan Ramdhani
(2016) melaporkan bahwa persentase rasionalitas pengobatan dengan antidiabetes
oral pada pasien DM tipe 2 sebesar 61,47%. Sementara itu, sebesar 38,53%
menunjukkan penggunaan yang tidak rasional. Penelitian Amelia Godtheria
(2019) melaporkan adanya penggunaan obat yang tidak rasional pada pasien DM
tipe 2 berkaitan dengan ketepatan obat sebesar 21,12%. Hondiyanto et al. (2014)
melaporkan adanya penggunaan obat yang tidak rasional pada pasien DM tipe 2
berkaitan dengan minimnya ketepatan indikasi dan dosis, yaitu masing-masing
sebesar 13,04% dan 2,68%. Suminar et al. (2011) melakukan penelitian
penggunaan obat antidiabetes pada pasien DM geriatri dengan hasil bahwa
penggunaan obat yang tidak rasional mencapai 75%. Namun demikian, Timor-
Leste memiliki pedoman terkait dengan pengendalian DM tipe 2 yang masih
bersifat minim atau tidak lengkap ditambah keterbatasan sediaan antidiabetes,
yaitu insulin maupun antidiabetes oral. Padahal, sediaan antidiabetes oral banyak
digunakan di Timor-Leste. Selain itu, belum terdapat penelitian terkait evaluasi

2
rasionalitas pengobatan menggunakan antidiabetes pada DM tipe 2 di Timor-
Leste
khususnya di RS Nasional Guido Valadares.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan terkait banyaknya
penderita DM tipe 2 yang terus meningkat, dan belum pernah adanya penelitian
terkait dengan evaluasi rasionalitas penggunaan antidiabetes DM tipe 2 di Timor-
Leste, maka penting dilakukan penelitian pada topik ini. Selain itu, sebagai upaya
mengatasi peningkatan kejadian DM tipe 2 dan mempertimbangkan dampak
buruk dari pengobatan obat yang tidak rasional selama pengobatannya, diperlukan
evaluasi berdasarkan sudut pandang pengobatan rasional. Oleh karena itu,
penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi rasionalitas penggunaan antidiabetes
oral pada pasien DM tipe 2 di RS Nasional Guido Valadares.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah
penelitian ini yaitu: Bagaimana hasil evaluasi penggunaan obat antidiabetes oral
pada pasien DM tipe 2 rawat inap di RS Nasional Guido Valadares periode 2020?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


1.3.1. Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi penggunaan
antidiabetes oral pada pasien DM tipe 2 rawat inap di RS Nasional Guido
Valadares periode 2020.

1.3.2. Tujuan khusus


a. Mengetahui pola penggunaan antidiabetes oral pada pasien DM tipe 2
rawat inap di RS Nasional Guido Valadares periode 2020.
b. Menghitung persentase rasionalitas penggunaan antidiabetes oral pada
pasien DM tipe 2 berdasarkan indikator ketepatan pasien, ketepatan
indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis, dan efek samping di RS
Nasional Guido Valadares periode 2020.

3
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
bagi peneliti berkaitan dengan rasionalitas penggunaan obat antidiabetes dan
faktor yang mempengaruhinya.

1.4.2. Bagi institusi pendidikan


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah sebagai
bahan pustaka terkait penggunaan obat antidiabetes oral pada pasien DM tipe 2.

1.4.3. Bagi masyarakat


Dapat menjadi sumber materi edukasi bagi masyarakat untuk
meminimalkan masalah terkait obat dalam pengendalian DM tipe 2.

1.4.4. Bagi ilmu pengetahuan secara luas


Sebagai dasar penelitian lebih lanjut tentang faktor yang mempengaruhi
rasionalitas obat antidiabetes oral pada DM tipe 2.

1.4.5. Bagi Rumah sakit


Dapat memberikan informasi hasil penelitian ini sebagai masukan praktik
pengobatan oleh unit yang bertugas di RS Nasional Guido Valadares, sehingga
menjadi evaluasi untuk meningkatkan efektivitas proses pengobatan pada pasien
yang menderita penyakit DM tipe 2.

1.5. KEASLIAN PENELITIAN


Dalam sepuluh tahun terakhir telah terdapat antara lain sembilan penelitian
observasional sebelumnya yang mengevaluasi tentang rasionalitas pengunaan obat
pada DM tipe 2. Di antara sembilan penelitian tersebut, salah satu penelitian
bersifat analitik, sedangkan delapan penelitian lainnya bersifat deskriptif. Lebih
ringkas dapat dilihat pada tabel 1.1

4
5
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Peneliti Metode penelitian Lokasi dan periode penelitian

Cross Analitik Deskriptif Prospektif Retrospektif


sectional
Sari dan Perwitasari (2013)   Rawat inap di dr. Sardjito dan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode Juli-
Desember 2012

Keban dan Ramdhani, 2016     Rawat jalan di RS Bina Husada Cibinong Maret-Mei 2015

Anwarudin dan Syarifuddin   Rawat inap di RS X Kuningan periode Juli-September 2015

Harjo (2016)    Rawat jalan di Puskesmas Kampung Bali Kota Pontianak periode Januari-Desember
2015

Rahayuningsih et al. (2017)    Rawat inap di RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya periode Juli-Desember 2013

Kardela et al. (2019)    Rawat inap di RS Umum Pusat dr. M. Djamil Padang periode November 2018-Januari
2019

Baitanu (2019)   Puskesmas Sikumana periode 2018


Ramdini et al. (2020)   Rawat jalan di Puskesmas Pasir Sakti periode 2019

Sebayang et al. (2021)   Rawat inap di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam periode 2020

6
Penelitian kali ini merupakan penelitian yang pertama kali dilakukan di RS
Nasional Guido Valadares Dili Timor-Leste terkait evaluasi rasionalitas
pengobatan antidiabetes pada periode 2020. Mempelajari penelitian-penelitian
sebelumnya, penyesuaian metodologi perlu dilakukan, yaitu dengan melibatkan
pasien DM tipe 2 rawat inap dan hanya meneliti obat antidiabetes oral
berdasarkan indikator rasionalitas pengobatan yang mencakup tepat indikasi, tepat
obat, tepat pasien, tepat dosis, dan kejadian efek samping.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KAJIAN TEORI


2.1.1 Definisi dan klasifikasi diabetes melitus
2.1.1.1 Definisi diabetes melitus
Diabetes melitus (DM) adalah kelompok gangguan metabolisme yang
ditandai dengan hiperglikemia dan kelainan metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein (Dipiro, 2015).

2.1.1.2 Klasifikasi diabetes melitus


Menurut Einstein et al. dalam American Diabetes Association (ADA)
tahun 2020, DM diklasifikasikan menjadi 4 jenis. Klasifikasi DM dapat dilihat
pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Klasifikasi DM


Klasifikasi Definisi
DM Tipe 1 (insulin Terjadi karena kerusakan sel β pankreas yang disebabkan oleh
dependent diabetes reaksi autoimun sehingga menyebabkan defisiensi insulin absolut
melitus/ IDDM) (ADA, 2020)

DM tipe 2 (insulin non- DM tipe 2 disebabkan oleh 2 faktor:


dependent diabetes a. resistensi insulin dimana terjadi penurunan kepekaan
melitus/ NIDDM) terhadap reseptor di jaringan: otot, hati, dan lemak
sehingga untuk memenuhi kebutuhan tubuh maka perlu
dibutuhkan insulin yang cukup.
b. Defisiensi insulin pada produksi hormon insulin di sel β
sehingga tidak mencukupi kebutuhan dan mengakibatkan
hiperglikemia (Tjay dan Rahardja, 2015)

DM gestasional Jenis diabetes yang terjadi selama kehamilan dan biasanya terjadi
saat trismester pertama (Cho et al., 2017).

DM tipe lain Terjadi karena etiologi lain misalnya sindrom diabetes monogenik
pada diabetes neonatal, penyakit pada eksokrin pankreas (cystic
fibrosis dan pankreatitis) atau setelah transplantasi organ (ADA,
2020)

7
2.1.2 Epidemiologi
International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2013 mengumumkan
bahwa 382 juta orang di seluruh dunia mengidap DM tipe 2. DM tipe 2 terjadi
sekitar 90% dari semua populasi DM di seluruh dunia dan terjadi 4,6 juta
kematian tiap tahunnya (IDF, 2019). World Health Organization (WHO)
memperkirakan angka kejadian DM sekitar 150 juta di seluruh dunia, dan akan
meningkat dua kali lipat pada tahun 2025 (WHO, 2015). Angka kejadian DM di
Timor-leste sebesar 32 kasus per 1000 populasi dengan rentang usia 20-79 tahun
dan memperkirakan meningkat menjadi 41,7 kasus per 1000 populasi pada tahun
2030 (IDF, 2019).

2.1.3 Gejala klinis dan faktor risiko DM


2.1.3.1 Gejala klinis
DM tipe 2 ditandai dengan poliuria (banyak berkemih), polidipsia (banyak
minum), dan polifagia (banyak makan), kehilangan energi, menurunnya berat
badan, dan rasa letih. Umumnya pada masa awal tidak mengalami gejala apapun
bahkan tidak menyadari gejalanya selama beberapa tahun (Tjay & Rahardja,
2015).

2.1.3.2 Faktor risiko


Menurut Einsteiin et al. dalam American Diabetes Association (ADA)
tahun 2017, faktor risiko DM tipe 2 dibedakan menjadi dua. Faktor risiko DM tipe
2 tersaji pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Faktor risiko DM tipe 2


Faktor yang dapat diubah Faktor yang tidak dapat diubah
Obesitas Riwayat keluarga
Aktivitas fisik Usia
Pola makan Jenis kelamin
Merokok

8
2.1.4 Diagnosis diabetes melitus
Diagnosis DM berdasarkan kriteria glukosa plasma, baik nilai glukosa
plasma puasa atau tes toleransi glukosa oral sebesar 75 gram kemudian kembali
diukur kadar gula darah setelah 2 jam, atau dengan kriteria HbA1c (ADA, 2020).
Diagnosis DM lebih rinci tersaji pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Kriteria diagnosis DM (ADA, 2020)


Diagnosis Data
Normal: 70-99 mg/dl
Glukosa plasma puasa Pre-diabetes: 100-125 mg/dl
Diabetes: ≥126 mg/dl (7.0 mmol/L

Normal: 70-139 mg/dl


Glukosa plasma post-prandial Pre-diabetes: 140-199 mg/dl
Diabetes: ≥200 mg/dl

Normal: < 5,7 %


HbA1c Pre-diabetes: 5,7-6,4 %
Diabetes: ≥ 6,5 %
Keterangan:
HbA1c: hemoglobin A1c

2.1.5 Patofisiologi diabetes melitus tipe 2


Terdapat beberapa keadaan yang berperan dalam patofisiologi DM tipe 2
yaitu:
2.1.5.1 Resistensi insulin
Resistensi insulin terjadi akibat obesitas dan berkurangnya aktivitas fisik
serta penuaan. Pada penderita DM tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa
hepatik yang berlebihan, namun sel-sel ß Langerhans tidak terjadi pengrusakan
secara autoimun seperti DM tipe 2 (Fatimah, 2015).

9
2.1.5.2 Defisiensi insulin
Defisiensi insulin pada penderita DM tipe 2 bersifat relatif dan tidak
absolut. Pada awal perkembangan DM tipe 2 sel ß menunjukkan gangguan pada
sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi
resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik pada perkembangan
selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel ß pankreas. Kerusakan sel-sel ß
pankreas yang terjadi secara progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi
insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderita
DM tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan
defisiensi insulin (Skyler et al., 2017).

2.1.6 Komplikasi diabetes melitus


2.1.6.1 Komplikasi akut
a. Ketoasidosis diabetik
Ketoasidosis diabetik (DKA) merupakan keadaan yang disebabkan oleh
tidak adanya jumlah insulin yang memadai, sehingga mengakibatkan gangguan
pada metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Gejala klinis DKA adalah
poliuria dan polidipsia, penglihatan kabur, lemah, sakit kepala, nafas aseton (bau
buah), pernapasan cepat dan dalam (Fowler, 2008).
b. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Gejala klinis hiperglikemia hiperosmolar non ketotik (HHNK) adalah
dehidrasi berat dan hiperglikemia berat. Faktor yang menimbulkan adanya HHNK
adalah diuresis glikosuria (Zamri, 2019)
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan kondisi dimana kadar glukosa darah berada di
bawah normal. Timbulnya hipoglikemia karena peningkatan kadar insulin yang
kurang tepat, baik sesudah penyuntikan insulin subkutan atau karena obat yang
meningkatkan sekresi insulin seperti sulfonilurea (Setiati et al., 2014).
Hipoglikemia jika tidak ditangani maka dapat menimbulkan beberapa manifestasi
klinis seperti kebingungan, kelemahan, koma, dan kejang (Katzung, 2012).

10
2.1.6.2 Komplikasi kronis
a. Komplikasi makrovaskular
1) Gagal Jantung
Gagal jantung terjadi karena jantung tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan oksigen pada tubuh. Pada pasien diabetes, gagal jantung dapat
berkembang tidak hanya karena penyakit arteri koroner tetapi juga karena
beberapa kelainan patofisiologis dan metabolik yang disebabkan oleh perubahan
metabolisme glukosa. Terdapat efek negatif akibat gangguan metabolisme jantung
terkait peralihan glukosa ke oksidasi asam lemak bebas (free fatty acid), yang
signifikan terhadap kontraktilitas dan fungsi jantung sehingga menyebabkan
disfungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri bahkan tanpa adanya penyakit arteri
koroner. Manifestasi klinis dari penyakit gagal jantung adalah sesak napas,
kelelahan, dispnea dan retensi cairan (Rosano et al., 2017).
2) Hipertensi
Hipertensi sering menyertai DM, baik tipe 1 maupun tipe 2. Hubungan
antara diabetes dan hipertensi sangat kompleks namun saling berkaitan. DM yang
tidak ditangani dengan pengobatan yang baik dapat menyebabkan kerusakan
pembuluh darah dan peningkatan penumpukan lemak pada dinding pembuluh
darah. Manifestasi klinis seperti tanda-tanda penuaan kardiovaskular dan
kerusakan organ target (Fowler, 2008).
3) Penyakit serebrovaskular (strok)
Strok merupakan gangguan fungsi otak yang ditandai dengan defisit
neurologi (gangguan saraf) yang berlangsung minimal 24 jam dan dapat
mengakibatkan kematian (Setiati et al., 2014). Manifestasi klinis adalah mati rasa
atau kelemahan pada wajah, lengan, atau kaki (terutama pada satu sisi tubuh),
kebingungan atau perubahan status mental, kesulitan berbicara atau memahami
pembicaraan, gangguan visual, kehilangan keseimbangan, pusing, sulit berjalan
(Johnson, 2010).

11
b. Komplikasi mikrovaskular
1) Retinopati diabetik
Pasien DM memiliki risiko 25 kali lebih mudah untuk mengalami
retinopati diabandingkan non diabetes. Penyebabnya belum diketahui pasti,
namun diduga faktor risiko utama adalah hiperglikemia yang berlangsung lama.
Oleh karena itu, untuk mencegah timbulnya retinopati diabetik dilakukan kontrol
glukosa darah sejak dini. Manifestasi klinis retinopati diabetik seperti
mikroanuerisma, yaitu tanda berupa bintik merah dengan diameter antara 15-60
µm dan sering terlihat pada bagian posterior, pendarahan, dan terbentuknya
pembuluh darah baru (neurovaskular) (Fowler, 2008).
2) Nefropati diabetik
Nefropati diabetik ditandai dengan adanya mikroalbuminuria (30 mg/hari
atau 20 pg/menit) tanpa adanya gangguan ginjal, disertai dengan peningkatkan
tekanan darah, sehingga mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus dan
akhirnya menyebabkan gagal ginjal tahap akhir (Nasution, 2013).
3) Neuropati diabetik
Neuropati diabetik terjadi karena gangguan aktivitas normal saraf di
seluruh tubuh yang dapat mengubah fungsi otonom, motorik, dan sensorik (Cho
et al., 2017). Proses terjadinya neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia
berkepanjangan yang berakibat pada terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol,
sintesis advance glycosylation end products (AGEs), pembentukan radikal bebas,
dan aktivasi protein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung
pada kurangnya vasodilatasi, sehingga aliran darah ke saraf menurun yang
menyebabkan terjadinya hipoksia saraf. Selain faktor metabolik, neuropati
diabetik juga disebabkan karena kelainan vaskular, autoimun, dan faktor hormon
pertumbuhan. Manifestasi klinis neuropati diabetik sangat beragam mulai dari
tanpa keluhan hingga nyeri hebat, bergantung pada lokasi dan jenis saraf yang
terkena lesi (Setiati et al., 2014)
4) Ulkus

12
Proses terjadinya ulkus diawali adanya hiperglikemia pada penderita DM
yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot kemudian menyebabkan
terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan
mempermudah terjadinya ulkus (Setiati et al., 2014).

2.1.7 Tatalaksana pengobatan diabetes melitus tipe 2


2.1.7.1 Tujuan terapi
Dalam mengobati pasien DM tipe 2, tujuan yang harus dicapai adalah
meningkatkan kualitas hidup pasien. Tujuan penatalaksanaan meliputi (Decroli,
2019):
a. Tujuan penatalaksaan jangka pendek, yaitu menghilangkan keluhan dan
tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target
pengendalian glukosa darah.
b. Tujuan penatalaksaan jangka panjang, yaitu untuk mencegah dan
menghambat progresivitas komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular
serta neuropati diabetik.
c. Tujuan penatalaksaan akhir, yaitu menurunkan mordibitas dan mortalitas
DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu penatalaksaan jangka DM secara
lebih dini dan lebih cepat, sehingga kadar glukosa darah, HbA1c, tekanan darah,
berat badan, dan profil lipid dapat dikendalikan. Hal ini dapat tercapai melalui
pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan
perubahan pola hidup, disamping terapi farmakologis (Decroli, 2019).

2.1.7.2 Pedoman pengobatan DM tipe 2 di Timor-Leste


Menurut pedoman Package of Essential Noncommunicable Diseases
(PEN) 2017, pengobatan DM yang diterapkan di Timor-Leste adalah sebagai
berikut:

13
Jika dikatakan DM, maka gula darah puasa adalah ≥7 mmol/L (126 mg/dl) atau
gula darah acak adalah ≥11.1 mmol/L (200 mg/dl). Pengobatan first line pada DM
tipe 2 untuk gula darah puasa >7 mmol/L adalah terapi dengan metformin.
Metformin diberikan jika tidak dikendalikan oleh perubahan gaya hidup dan tidak
ada kondisi insufisiensi ginjal, penyakit hati, atau hipoksia. Sulfonilurea diberikan
untuk pasien yang terdapat kontraindikasi dengan metformin atau metformin tidak
meningkatkan kontrol glikemik. Follow up kemudian dilakukan setiap 3 bulan.
Akan tetapi, pedoman ini sifatnya masih belum lengkap, khususnya belum fokus
menjelaskan secara detail pengobatan pada DM tipe 2, sehingga perlu dirujuk
pada guideline yang sudah banyak digunakan secara luas yaitu American
Diabetes Association (ADA) tahun 2020.

2.1.7.3 Algoritma terapi


Pada panduan menurut ADA (2020), algoritma terapi dijelaskan dalam
bentuk diagram. Berdasarkan diagram tersebut, terapi lini pertama adalah
metformin. Metformin harus dimulai bersama dengan modifikasi gaya hidup pada
saat pasien didiagnosa DM tipe 2 (kecuali jika dikontraindikasikan).
Pertimbangan diberikan untuk memulai terapi ganda pada pasien yang baru
terdiagnosis DM tipe 2 yang memiliki HbA1c 1.5% (12,5 mmol/mol) di atas
target glikemik. Jika HbA1c masih belum tercapai setelah 3 bulan, terapi
kombinasi metformin ditambah dua agen lain untuk kombinasi tiga obat. Pilihan
obat harus didasarkan pada penghindaran efek samping seperti hipoglikemia,
penambahan berat badan, biaya, dan preferensi individu. Algoritma terapi DM
tipe 2 dapat dilihat pada Gambar 2.1.

14
UNTUK
Terapi Utama adalah Metformin dan Gaya Hidup Komprehensif (Termasuk Manajemen Berat Badan dan Akti vitas Fisik MENGHINDARI
INERSIA TERAPEUTIK
MENILAI KEMBALI
DAN MEMODIFIKASI
INDIKATOR DARI RISIKO TINGGI ATAU KONDISI ASCVD, CKD, ATAU HF PERAWATAN SECARA

NO TERATUR (3-6 BULAN)

MEMPERTIMBANGKAN SECARA INDEPENDEN DARI A1C DASAR ATAU TARGET A1C


INDIVIDUAL Jika A1C di atas target individual dilanjutkan seperti di bawah ini

KEBUTUHAN UNTUK MEMINIMALKAN KEBUTUHAN BIAYA MERUPAKAN


ASCDV PREDOMINATES ASCDV PREDOMINATES UNTUK MASALAH UTAMA9-10
MENURUNKAN
 Kondisi ASCVD DPP-4i GLP-1 SGLT2i2 TZD
 khususnya HFrEF (LVEF < BERAT BADAN
 indikator risiko ASCVD tinggi 45%) GLP-1 RA
(usia > 55 tahun dengan stenosis
 CKD : khususnya eGFR 30-
RA dengan efikasi SU6 TZD10
arteri koroner, karotis atau yang baik
ekstremitas yang lebih rendah > 60 mL/min/1,73 m2 atau
untuk
50%, atau LVH) UACR > 30 mg/g, khususnya
penurunan
SGLT2i2
UACR > 300 mg/g Jika A1 di atas Jika A1 di atas Jika A1 di atas Jika A1 di atas berat badan8
target target target target
Jika A1C di atas target
Jika A1 di atas target
SEBAIKNYA
SEBAIKNYA
GLP-1 RA dengan manfaat CVD SGLT2i2 dengan bukti pengurangan
yang telah terbukti progres HF dan/atau CKD dalam CVOTs GLP-1 RA
ATAU SGLT2i2
jika eGFR memadai SGLT2i2 SGLT2i2 GLP-1 RA SGLT2i2 dengan efikasi TZD10 SU6
SGLT2i2 dengan manfaat CVD jika ATAU
SGLT2i2 dengan manfaat CVD jika eGFR atau atau atau yang baik
eGFR cukup atau untuk
cukup TZD DPP-4i DPP-4i
penurunan
OR atau
TZD berat badan8
TZD GLP-1 RA
Jika A1C di atas target
Jika A1 di atas target Jika A1 di atas target
Jika A1 di atas target

 Terapi Insulin basal


Jika A1 di atas target Jika diperlukan terapi quadruple, atau insulin dengan harga
Apabila intesifikasi lebih lanjut SGLT2i dan/atau GLP-1 RA tidak terendah
Hindari TZD dalam pengaturan HF. ditoleransi atau dikontraindikasikan,
diperlukan atau pasien sekarang tidak gunakan rejimen dengan risiko kenaikan Atau
dapat mentolerir GLP-1RA dan atau / Memilih agen dengan keselamatan CV melanjutkan penambahan agen lain sebagaimana diuraikan di atas berat badan terendah
SGLT2i2, pilih agen yang
1. Pasien SGLT2i, dipertimbangkan sebaiknya
 Mempertimbangkan
menunjukkan keselamatan CV DPP-4i (jika tidak hanya GLP-1 RA) DPP-4i atau SGLT2i
1. untuk pasien pada GLP-1 RA, penambahan GLP-1 RA dengan berdasarkan netralitas berat badan
dengan harga terendah10
pertimbangkan untuk manfaat CVD yang telah terbukti Jika A1 di atas target

menambahkan SGLT2i dengan 2. DPP-4i (bukan saxagliptin) pada


manfaat CVD yang terbukti. pengaturan hf (Jika tidak pada GLP-
2. DPP-4i apabila tidak GLP-1 1 RA) Pertimbangkan penambahan SU ATAU basal insulin : Jika dpp-4i tidak ditoleransi
RA 3. Basal Insulin 1. pilih SU generasi selanjutnya dengan risiko hipoglikemia yang lebih rendah atau dikontraindikasikan atau
3. Basal insulin pasien yang sudah berada di
4. TZD 4. SU 2. pertimbangkan insulin basal dengan risiko hipoglikemia yang lebih rendah
GLP-1 RA ) berdasarkan
5. SU netralitas berat badan
6. Manfaat CVD yang terbukti artinya bahwa memiliki indikasi label dalam mengurangi peristiwa CVD.
1. Memilih SU generasi selanjutnya untuk menurunkan risiko hipoglikemia, Glimepiride
7. Ketahuilah bahwa pelabelan SGLT2i bervariasi menurut wilayah dan agen individu sehubungan
telah menunjukkan keamanan CV yang serupa dengan DPP-4iKetahuilah bahwa
pelabelan SGLT2i bervariasi menurut wilayah dan agen individu sehubungan dengan dengan tingkat eGFR yang ditunjukkan untuk inisiasi dan penggunaan berkelanjutan.
tingkat eGFR yang ditunjukkan untuk inisiasi dan penggunaan berkelanjutan. 8. Empaglifozin, canagliflozin dan dapagliflozin telah menunjukkan pengurangan HF dan dapat
2. Degludec/glargine U300 < glargine U100/ detemir < NPH insulin mengurangi perkembangan CKD dalam CVOTs. Kanagliflozin memiliki data hasil ginjal utama.
3.
4.
Semaglutid > liraglutid > dulagulutid > exenatid > lixisenatid
Jika tidak ada komorbiditas spesific (yaitu tidak ada CVD yang mapan, risiko
Dapagliflozin memiliki jantung utama. 15
LVH : Hipertrofi ventricular kiri; HFrEF : Gagal Jantung Berkurangnya
9. Degludec atau U100 glargine telah menunjukkan keamanan CVD.
hipoglikemia yang rendah dan prioritas yang lebih rendah untuk menghindari
Fraksi Ejeksi
kenaikan berat badan atau tidak ada komorbiditas terkait berat badan).
10. Dosis rendah mungkin lebih baik ditoleransi meskipun kurang baik.
UACR : Rasio Albumin pada Kreatinin; LVEF : Fraksi Ejeksi Ventrikel
5. Mempertimbangkan biaya obat-obatan khusus negara dan wilayah. Di beberapa
Gambar 2.1 Algoritma Terapi DM
negara TZD relatif lebih mahal dan DPP-4i relatif lebih murah. Kiri
2.1.7.4 Terapi non farmakologi
Dari awal pengelolaan pasien DM tipe 2 terapi non farmakologi dan
pertimbangan terapi farmakologi harus direncanakan. Hal yang paling penting
pada terapi non farmakologi adalah monitor sendiri kadar glukosa darah dan
pendidikan berkelanjutan tentang penatalaksaan DM pada pasien. Latihan jasmani
secara teratur (3-4 kali seminggu selama 30 menit/kali), merupakan salah satu
pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Latihan jasmani selain untuk menjaga
kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan adalah berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan
dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat,
intensitas latihan jasmani dapat ditingkatkan. Sementara bagi mereka yang sudah
mengalami komplikasi DM, intensitas latihan jasmani dapat dikurangi (Decroli,
2019).
Terapi nutrisi medis dilaksanakan dalam beberapa tahap. Pengenalan
sumber dan jenis karbohidrat, pencegahan, dan penatalaksaan hipoglikemia harus
dilakukan terhadap pasien. Terapi nutrisi medis ini bersifat individu. Secara
umum, terapi nutrisi medis meliputi upaya-upaya untuk mendorong pola hidup
sehat, membantu kontrol gula darah, dan membantu pengaturan berat badan
(Decroli, 2019).

2.1.7.5 Terapi farmakologi


Menurut Soelistijo et al. (2019), obat antidiabetes oral dibagi
menjadi 7 golongan berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu:
a. Sulfonilurea
Mekanisme kerja golongan obat ini, yaitu efek utama meningkatkan
sekresi insulin oleh sel ß pankreas. Kontraindikasi ini pada pasien yang memiliki
gangguan fungsi hati, gagal ginjal, pada porfiria, dan jika terjadi ketoasidosis.
Sulfonilurea juga sebaiknya tidak digunakan selama kehamilan dan ibu menyusui.
Efek samping umumnya ringan dan jarang terjadi, diantaranya seperti mual,

16
muntah, diare dan konstipasi. Contoh obat: glibenklamid, glikazid, glikuidon,
glimepirid, dan glipizid. Indikasi dan dosis masing-masing obat golongan
sulfonilurea disajikan pada tabel 2.4 (Anonim, 2019).

Tabel 2.4 Nama obat, indikasi, dan dosis sulfonilurea


Nama obat Indikasi Dosis
Glibenklami DM tipe 2 Dosis harian: 2,5-20 mg/hari (diberikan dalam 1-2
d dosis terbagi).
Dosis maksimal 20 mg/hari. Diberikan sebelum makan

DM tipe 2 Dosis harian: 40-320 mg/hari (diberikan dalam 1-2


Glikazid dosis terbagi)
Dosis maksimal: 320 mg/hari

DM tipe 2 Dosis awal 15 mg sehari; sebelum makan pagi,


Glikuidon disesuaikan hingga 45-60 mg sehari dalam 2 atau 3 kali
dosis tunggal 60 mg, dosis maksimun 180 mg sehari

DM tipe 2 Dosis harian: 1-8 mg/hari (diberikan 1x sehari)


Glimepirid Dosis maksimal: 8 mg/hari. Diberikan sebelum makan
DM tipe 2 Dosis harian: 5-20 mg/hari (diberikan 1x sehari)
Glipizid sebelum makan
Dosis maksimal: 20 mg/hari

b. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, yaitu
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini
terdiri dari 2 macam obat yaitu repaglinid (derivat asam benzoat) dan nateglinid
(derivat fenilalanin). Nateglinid dikontraindikasikan terhadap ketoasidosis,
kehamilan, dan menyusui. Efek samping dari nateglinid adalah hipoglikemia,
reaksi hipersensitif termasuk pruritus, kemerahan, dan urtikaria (BPOM RI, 2015).
Repaglinid dikontraindikasikan dengan ketoasidosis, gangguan fungsi hati berat,
kehamilan, dan menyusui. Efek samping dari repaglinid adalah nyeri perut, diare,
konstipasi, mual, muntah, hipoglikemia, reaksi hipersensitifitas termasuk pruritus,
kemerahan, vasculitis, urtikaria, dan gangguan penglihatan. Indikasi dan dosis
masing-masing obat dapat dilihat pada tabel 2.5 (BPOM RI, 2015).

17
Tabel 2.5 Nama obat, indikasi, dan dosis glinid
Nama obat Indikasi Dosis
Nateglinid DM tipe 2 dikombinasikan Dosis awal: 60 mg 3x sehari
dengan metformin jika diberikan 30 menit sebelum makan.
metformin tunggal tidak Dosis maksimal 180 mg 3x sehari,
cukup anak dan remaja < 18 tahun tidak
dianjurkan.

Repaglinid DM tipe 2 (Tunggal atau Dosis awal: 500 mg diberikan 30


dikombinasikan dengan menit sebelum makan.
metformin jika metformin Dosis maksimak: 16 mg sehari.
tunggal tidak tepat Anak, remaja < 18 tahun dan lanjut
usia > 75 tahun tidak dianjurkan

c. Biguanid
Biguanid mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis) dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.
Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DM tipe 2.
Kontraindikasi terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, ketoasidosis,
baru mengalami infark miokard, gangguan hati berat, serta pasien serevaskular,
sepsis, dan PPOK. Efek samping metformin meliputi: anoreksia, mual, muntah,
diare (umumnya sementara), nyeri perut, rasa logam, asidosis laktat (jarang, bila
terjadi terapi dihentikan), penurunan penyerapan vitamin B12, eritema, pruritus,
urtikaria, dan hepatitis. Indikasi dan dosis metformin disajikan pada tabel 2.6
(Anonim, 2019).

Tabel 2.6 Nama obat, indikasi dan dosis metformin


Nama obat Indikasi Dosis
Metformin DM tipe 2 Dosis harian: 500-3000 mg/hari (diberikan dalam
2-3 dosis terbagi)
Dosis maksimal: 3000 mg/hari. Obat diberikan
bersama/ sesudah makan.

18
d. Tiazolidindion
Tiazolidindion merupakan agonis dari peroxisome proliferator activated
receptor gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di
sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini bekerja dengan cara menurunkan resistensi
insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatakan ambilan glukosa di jaringan perifer. Contoh golongan obat ini
adalah pioglitazon. Pioglitazon dikontraindikasikan dengan gangguan hati, riwayat
gagal jantung, kehamilan dan menyusui. Efek samping berupa gangguan saluran
cerna, peningkatan berat badan, edema, anemia, sakit kepala, gangguan
penglihatan, pusing, artralgia, hipoestesia, hematuria, lemah, insomnia, vertigo,
dan hepatotoksik. Dosis dan indikasi obat pioglitazon dapat dilihat pada tabel 2.7
(Anonim, 2019).

Tabel 2.7 Nama obat, indikasi, dan dosis pioglitazon


Nama obat Indikasi Dosis
Pioglitazon DM tipe 2 Dosis harian: 15-45 mg/hari (diberikan 1 x sehari)
Dosis maksimal: 45 mg.hari

e. Penghambat alfa glukosidase


Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Contoh obat ini adalah acarbose. Acarbose dikontraindikasikan pada wanita hamil,
menyusui, anak dan remaja <18 tahun, obstruksi usus halus, gangguan fungsi hati
yang berat, gangguan fungsi ginjal, hernia, dan riwayat bedah perut. Efek samping
obat ini adalah abdominal bloating (penumpukan gas dalam usus), flatulens, diare,
nyeri abdomen, mual, dan gangguan hati. Indikasi dan dosis dapat dilihat pada tabel
2.8 (Anonim, 2019)

Tabel 2.8 Nama obat, indikasi, dan dosis acarbose

19
Nama obat Indikasi Dosis
Acarbose DM yang tidak dapat Dosis harian: 100-300 mg/hari (dalam 3
diatur hanya dengan dosis terbagi)
diet Dosis maksimal: 300 mg/hari

f. Penghambat enzim dipeptidyl peptidase-4


Penghambat enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) menghambat kerja enzim
DPP-4, sehingga glucose like peptide-1 (GLP1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi
dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi dan menekan
glukagon bergantung pada kadar glukosa darah. Contoh obat ini adalah sitagliptin.
Obat ini memiliki kontraindikasi terhadap hipersensitivitas, ketoasidosis diabetik,
dan DM tipe 1. Efek samping obat ini berupa infeksi saluran nafas atas, sakit
kepala, nasofaringitis, reaksi hipersensitivitas, peningkatan enzim hepatik,
pankreatitis akut, konstipasi, muntah, perburukan fungsi ginjal. Indikasi dan dosis
obat sitagliptin disajikan pada tabel 2.9 (Anonim, 2019).

Tabel 2.9 Nama obat, indikasi, dan dosis obat sitagliptin


Nama obat Indikasi Dosis
Sitagliptin Sebagai tambahan diet dan olahraga Dosis harian: 25-100
untuk memperbaiki kontrol gula mg/hari (diberikan 1 x
darah pada pasien DM tipe 2 sehari)

g. Penghambat enzim sodium glucose co-transporter 2


Obat golongan penghambat enzim sodium glucose co-transporter 2 (SGLT-
2) merupakan obat antidibetes oral jenis baru yang menghambat penyerapan
kembali glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter
glukosa SGLT-2. Contoh obat ini adalah dapagliflozin. Dapagliflozin
dikontraindikasikan terhadap hipersensitivitas. Efek samping dapagliflozin yang
sangat umum adalah hipoglikemia, yang jarang terjadi adalah infeksi jamur, haus,

20
kerusakan ginjal, dan peningkatan berat badan. Indikasi dan dosis dapagliflozin
dapat dilihat pada tabel 2.10 (BPOM RI, 2015).

Tabel 2.10 Nama obat, indikasi, dan dosis dapaglifozin


Nama obat Indikasi Dosis
Dapaglifozi Terapi kombinasi Terapi kombinasi: 10 mg sekali sehari
n pada DM tipe 2 dengan metformin, tiazolidindion, dan
yang tidak teratasi sulfonilurea. Bila bersama sulfonilurea,
dengan diet dan dosis sulfonilurea diturunkan untuk
olahraga mengurangi risiko hipoglikemia.

2.8.1 Rasionalitas pengobatan


2.1.8.1 Definisi rasionalitas pengobatan
Rasionalitas pengobatan adalah ketika pasien menerima obat yang sesuai
dengan kebutuhan klinis, dalam dosis yang memenuhi kebutuhan individu sendiri,
untuk jangka waktu yang memadai, dan dengan biaya terendah bagi pasien
(WHO, 2011 dan Taskeen et al., 2012). WHO memperkirakan bahwa lebih dari
separuh dari seluruh obat di dunia diresepkan, diberikan, dan dijual dengan cara
tidak tepat dan separuh dari pasien menggunakan obat secara tidak tepat
(Kurniawan et al., 2020).

2.1.8.2 Tujuan rasionalitas pengobatan


Tujuan penggunaan obat rasional adalah untuk menjamin pasien
mendapatkan pengobatan yang sesuai kebutuhannya, untuk periode waktu yang
adekuat dengan harga yang terjangkau (Kemenkes, 2011).

21
2.1.8.3 Indikator rasionalitas pengobatan
Secara ringkas menurut WHO, indikator rasionalitas pengobatan
yang diperlukan agar suatu pengobatan dikatakan rasional dapat dilihat
pada tabel 2.11 (Ofori-Asenso dan Agyeman, 2016):

Tabel 2.11 Indikator rasionalitas Pengobatan


No Indikator Deskripsi
1 Tepat indikasi Ketepatan yang sesuai dengan diagnosa dokter (Suryanita
dan Asri, 2020)

2 Tepat obat Obat yang dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai
dengan penyakit yang diderita (Kemenkes RI, 2011)

3 Tepat pasien Tidak adanya kontraindikasi maupun reaksi obat yang


merugikan kepada pasien (Harjo, 2016)

4 Tepat dosis Pasien menerima obat sesuai dosis yang diberikan. Untuk
menghindari over dosis pada pasien, harus dilakukan
perhitungan dosis yang ditentukan melalui jenis dan lama
penyakit yang diderita oleh pasien. Memberikan
kemudahan bagi pasien tentang obat yang terjangkau
(Ramdini et al., 2020)

5 Tepat informasi Pasien berhak mendapatkan informasi yang sesuai, akurat,


penting dan jelas berdasarkan kondisi dan pengobatan yang
diresepkan (Kemenkes RI, 2011)

6 Tepat Me-monitoring perkiraan pengaruh pengobatan (Suryanita


monitoring dan Arsi, 2020)

Menurut Kisrini et al. (2018), farmakoterapi (terapi dengan obat)


mempunyai 5 motto tepat yaitu:
a) Pemberian obat sesuai indikasi
b) Pemberian dosis yang tepat

22
c) Tepat bentuk sediaan
d) Tepat waktu
e) Tepat penderita
Berdasarkan moto tersebut, maka muncul indikator rasionalitas
pengobatan yang berupa 4T 1W yaitu tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis, tepat
pasien, dan waspada efek samping.

2.1.8.4 Penggunaan obat yang tidak rasional dalam praktik


Penggunaan obat yang tidak rasional dapat dikategorikan sebagai berikut
(Kemenkes, 2011):
a. Peresepan berlebih (overprescribing), yaitu jika obat yang diberikan
sebenarnya tidak diperlukan untuk penyakit yang bersangkutan.
b. Peresepan kurang (underprescribing), yaitu jika obat yang diberikan
kurang dari seharusnya yang diperlukan, baik jumlah maupun lama pemberian
dan dosis. Kemudian yang termasuk juga dalam kategori ini adalah tidak
diresepkannya obat yang diperlukan untuk penyakit yang diderita.
c. Peresepan majemuk (multiple prescribing), yaitu jika memberikan
beberapa obat untuk satu indikasi penyakit yang sama. Kemudian yang termasuk
juga dalam kategori ini adalah pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang
diketahui bahwa dapat disembuhkan dengan satu jenis obat.
d. Peresepan salah (incorrect prescribing), yaitu mencakup pemberian
obat untuk indikasi yang keliru, untuk kondisi yang sebenarnya merupakan
kontraindikasi pemberian obat, memberikan kemungkinan risiko efek samping
yang lebih besar, pemberian informasi yang keliru mengenai obat yang diberikan
keapada pasien, dan sebagainya.
Dalam praktik sehari-hari masih banyak penggunaan obat yang tidak
rasional dan umumnya tidak disari oleh para klinisi. Hal tersebut mengingatkan
bahwa hampir setiap klinisi selalu mengatakan bahwa pengobatan adalah seni,
atau beberapa yang memberikan obat sesuai pengalaman (empiris). Hal tersebut

23
bukannya keliru, namun jika tidak dilandasi dengan alasan ilmiah maka akan
menyebabkan penggunaan obat yang tidak rasional (Kemenkes, 2011).

2.1.8.5 Dampak ketidakrasionalan pengobatan


Secara ringkas dampak buruk ketidakrasionalan pengobatan dapat dilihat
pada tabel 2.12 :

Tabel 2.12 Dampak ketidakrasionalan pengobatan (Decroli, 2019)


Dampak buruk ketidakrasionalan Deskripsi
pengobatan
Dampak pada mutu pengobatan dan Terkait dengan peningkatan
pelayanan morbiditas dan mortalitas

Dampak terhadap biaya pengobatan Menyebabkan pemborosan dan


membebani pasien, termasuk pula
peresepan obat yang mahal, padahal
ada alternatif obat yang lain dengan
manfaat dan keamanan sama dengan
harga lebih terjangkau telah tersedia

Dampak terhadap kemungkinan efek Meningkatkan risiko terjadinya efek


samping dan efek lain yang tidak samping serta efek lain yang tidak
diharapkan diharapkan untuk pasien

Dampak terhadap mutu ketersediaan Dikarenakan pemberian obat yang


obat tidak rasional misalnya memberikan
obat yang tidak perlu diberikan atau
tidak sesuai indikasi, sehingga hal
tersebut memberikan dampak terhadap
mutu ketersediaan obat

24
2.2. KERANGKA KONSEPTUAL
2.2.1 Bagan kerangka konsep

Diabetes Melitus

Diabetes melitus Diabetes melitus Diabetes melitus Diabetes


melitus
tipe 1 tipe 2 gestasional tipe lain

Terapi Non Farmakologi Terapi Farmakologi (Antidiabetes Oral)

a. Terapi nutrisi medis a) Tepat indikasi


b. Latihan jasmani b) Tepat obat
c) Tepat dosis
d) Tepat pasien
e) Waspada efek
samping

Rasional Tidak rasional

25
Dampak buruk
Gambar 2.2 Kerangka konsep evaluasi pengobatan antidiabetes oral pada
pasien DM tipe 2

Keterangan:
: Bagian yang diteliti
: Bagian yang tidak diteliti
: Variabel terikat
: Variabel bebas

26
2.1.2 Landasan teori
Berdasarkan data yang ada diantara beberapa jenis DM, kejadian yang
yang paling tinggi pada DM tipe 2 yaitu, sebesar 90% (Tjay dan Rahardja, 2015).
Teori-teori yang ada menjabarkan bahwa jika kejadian DM tidak segera ditangani
dengan tepat, maka risiko timbulnya penyakit komplikasi dapat terjadi. Oleh
karena itu, salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit komplikasi dan
tingkat kejadian DM tipe 2 adalah pengobatan diabetes yang dilakukan secara
rasional dengan indikator tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, dan
kejadian efek samping (Hartanti, 2013). Rasionalitas pengobatan adalah apabila
pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhan klinis, dalam dosis yang
memenuhi kebutuhan individu, untuk jangka waktu yang memadai, dan dengan
biaya terjangkau bagi dirinya dan komunitasnya (Kemenkes, 2011). Penggunaan
obat secara tidak rasional memungkinkan lebih besarnya dampak negatif daripada
manfaat yang dapat diterima oleh pasien. Dampak negatif tersebut dapat berupa
dampak klinik dan dampak ekonomi. Dampak klinik ini adalah terkait dengan
efek merugikan yang terjadi, sedangkan dampak ekonomi adalah beban biaya
pengobatan. Berdasarkan konsep tersebut, pengobatan pada DM tipe 2 yang ideal
adalah pengobatan yang rasional. Akan tetapi, banyak hasil penelitian yang
menunjukkan ketidakrasionalan pengobatan di banyak negara berkembang
(Kemenkes, 2011). Salah satu negara, yaitu Timor-Leste masih belum memiliki
penelitian terkait evaluasi rasionalitas pengobatan dengan antidiabetes.
Berdasarkan paparan materi diatas, maka perlu diteliti terkait gambaran
penggunaan antidiabetes oral dan tingkat rasionalitas penggunaan antidiabetes
pada pasien DM tipe 2 berdasarkan indikator yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat
pasien, tepat dosis, dan kejadian efek samping di Timor-Leste.

2.3 KETERANGAN EMPIRIS


Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran hasil evaluasi
penggunaan antidiabetes oral berdasarkan rasionalitas penggunaanya pada pasien
rawat inap DM tipe 2 di RS Nasional Guido Valadares periode 2020.

27
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 JENIS dan RANCANGAN PENELITIAN


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-
sectional retrospektif yaitu pendekatan penelitian dengan pengumpulan data
(observasi) sekaligus pada satu waktu di periode lampau (Supardi dan Surahman,
2014). Data retrospektif berasal dari rekam medis pasien DM tipe 2 di RS
Nasional Guido Valadares yang menjalani rawat inap pada periode Januari-
Desember 2020.

3.2 WAKTU dan LOKASI PENELITIAN


3.2.1 Waktu penelitian
Penelitian dilakukan selama sekitar delapan bulan. Jadwal rinci penelitian
ini disajikan pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Jadwal penelitian


Bulan*
Jenis Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8
Pengajuan judul
Pegajuan etika penelitian
Perizinan rumah sakit
Penyusunan proposal
Sidang proposal
Pengumpulan data penelitian
Pengolahan data, penyusunan laporan
hasil, dan pembahasan
Presentasi hasil akhir
Penyusunan dan submit naskah publikasi
Keterangan:
*: kegiatan dimulai dari bulan Desember 2020 sampai bulan Juli 2021
: Kegiatan yang dilakukan

27
3.2.2 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di ruang rekam medis RS Nasional Guido Valadares
Timor-Leste. Hingga saat ini belum pernah dilakukan penelitian yang berkaitan
dengan evaluasi rasionalitas penggunaan antidiabetes oral pada pasien DM tipe 2
rawat inap di RS Nasional Guido Valadares. Selain itu, angka kejadian DM tipe 2
di RS tersebut juga cukup tinggi, yaitu sebesar 291 kasus dengan usia 20-79 tahun
pada dua tahun terakhir.

3.3 POPULASI dan SAMPEL PENELITIAN


3.3.1 Populasi penelitian
Populasi dalam penelitian merupakan jumlah anggota dari suatu himpunan
yang ingin diketahui karakteristiknya berdasarkan inferensi atau generalisasi
(Supardi dan Surahman, 2014). Populasi umum penelitian ini adalah pasien DM
tipe 2 rawat inap di RS Nasional Guido Valadares Timor Leste periode 2020.
Populasi target dalam penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 yang sudah
memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi dan kriteria eksklusi adalah sebagai
berikut:
a. Kriteria inklusi
1) Pasien yang didiagnosis DM tipe 2 dengan atau tanpa penyakit penyerta
2) Pasien yang menjalani rawat inap periode tahun 2020 dengan data riwayat
terbaru
3) Pasien yang mendapat pengobatan dengan antidiabetes oral

b. Kriteria eksklusi
1) Pasien dengan catatan rekam medis tidak lengkap (nama pasien, diagnosis
pasien, nomor rekam medis, usia, jenis kelamin, obat antidiabetes oral
yang digunakan, dosis antidiabetes, dan frekuensi penggunaan
antidiabetes)
2) Pasien wanita hamil atau menyusui
3) Pasien meninggal selama periode observasi

28
3.3.1 Sampel penelitian
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil dengan cara-cara
tertentu untuk diukur atau diamati karakteristiknya (Silaen, 2018). Sampel pada
penelitian ini merupakan sampel jenuh (Sugiyono, 2017). Karena sampel yang
digunakan adalah seluruh anggota sesuai kriteria inklusi (N= 83). Menurut
Arikunto (2013), jika responden kurang dari 100, maka sampel diambil semua,
sehingga penelitian merupakan penelitian populasi.

3.3.2 Teknik pengambilan sampel


Pengambilan data dilakukan dalam penelitian ini, yaitu dengan teknik
purposive sampling. Purposive sampling adalah cara pengambilan sampel
berdasarkan kriteria inklusi yang ditentukan oleh peneliti untuk dapat dianggap
mewakili karakteristik populasinya (Supardi dan Surahman, 2014).

3.4 VARIABEL dan DEFINISI OPERASIONAL


3.4.1 Variabel penelitian
Variabel penelitian adalah konsep yang mempunyai bermacam-macam
nilai atau mempunyai nilai yang bervariasi, yakni suatu sifat, karakteristik atau
fenomena yang dapat menunjukan sesuatu untuk diamati atau diukur yang
nilainya berbeda-beda atau bervariasi (Silaen, 2018). Dalam penelitian ini
digunakan dua variabel, yaitu variabel bebas, variabel terikat, serta variabel
kontrol. Variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang
mempengaruhui atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependen (terikat) (Sugiyono, 2019). Sedangkan variabel terikat (dependent
variable) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena
adanya variabel bebas (Sugiyono, 2019).
a. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penggunaan obat antidiabetes
oral sesuai dengan yang tercantum pada rekam medis atau resep subjek
penelitian.

29
b. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini rasionalitas pengobatan yang meliputi
tingkat ketepatan indikasi, obat, pasien, dosis, dan waspada efek samping.
c. Variabel Kontrol
Variabel kontrol dalam penelitian ini meliputi: DM tipe 2, rawat inap,
periode 2020, antidiabetes oral, parameter glukosa darah, penyakit
penyerta, data riwayat terbaru.

3.4.2 Definisi operasional


Definisi operasional penelitian ini disajikan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Definisi operasional


Variabel Definisi Operasional
Pasien DM tipe Pasien rawat inap yang didiagnosa DM tipe 2 dan tercatat di rekam medis RS
2 Nasional Guido Valadares selama periode observasi penelitian

Evaluasi Evaluasi yang dilakukan dengan mengacu pada guideline. Guideline yang
rasionalitas digunakan pada penelitian ini adalah ADA (2020). Indikator rasionalitas
pengobatan pengobatan terdiri dari tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, dan
waspada efek samping. Titik evaluasi adalah data rawat inap terakhir selama
periode observasi.

Tepat indikasi Tepat indikasi apabila penggunaan obat antidiabetes oral pada pasien
berdasarkan diagnosis dari dokter yaitu pasien yang didiagnosa DM tipe 2
dengan kadar gula darah puasa > 126 mg/dl, dengan atau tanpa adanya
penyakit penyerta lain (hipertensi).

Tepat obat Tepat obat apabila pemilihan beberapa jenis dan kelas terapi antidiabetes oral
yang mempunyai indikasi penyakit DM tipe 2 dengan atau tanpa penyakit
penyerta berdasarkan algoritma terapi pada guideline ADA (2020).

Tepat pasien Apabila pemberian obat dengan mempertimbangkan kondisi pasien dan tidak
adanya kontraindikasi dengan antidiabetes oral yang digunakan.

Tepat dosis Apabila dosis masing-masing antidiabetes oral yang diberikan pada pasien
tidak melebihi range dosis terapi atau sebaliknya berdasarkan pada guideline
ADA (2020).

Waspada efek Evaluasi riwayat kondisi pasien yang muncul diluar efek yang diharapkan
samping setelah penggunaan antidiabetes oral. Efek samping yang diamati dibatasi
pada hipoglikemia dan data dikonfirmasi berdasarkan nilai glukosa darah

30
pasien. Jika terdapat kejadian efek samping pada penelitian ini maka
dikatakan tidak adanya waspada efek samping.
3.5 DATA dan SUMBER PENELITIAN
3.5.1 Jenis data
Jenis data dalam penelitian ini yaitu:
a) Data kualitatif adalah jenis data yang berbentuk kata (Sugiyono, 2016).
Data kualitatif dalam penelitian ini adalah data jenis kelamin pasien, data
obat, dan data kategori karakteristik pasien lainnya.
b) Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang
diangkakan melalui scoring (Sugiyono, 2016). Jenis data kuantitatif dalam
penelitian ini adalah usia dalam tahun, dosis, parameter glukosa darah, dan
data persentase dari rasionalitas obat DM.

3.5.2 Sumber data


Sumber data adalah subjek dimana data diperoleh (Arikunto, 2013).
Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan berupa data sekunder yaitu data
yang diperoleh dari daftar rekam medis pasien.

3.5.3 Teknik pengambilan data


Teknik pengambilan data pada penelitian ini adalah dokumentasi,
dikarenakan dalam pelaksaan penelitian, peneliti mengamati atau menyelidiki
dokumen-dokumen yang berupa rekam medik pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit
Nasional Guido Valadares.

3.5.4 Instrumen pengambilan data


Instrumen pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa
lembar pengumpulan data (checklist) yang berisi variabel yang sebelumnya sudah
ditentukan. Instrumen pengambilan data dapat dilihat pada lampiran 1.

3.5.5 Cara penyimpanan data


Data yang diperoleh ditabulasi dengan menggunakan Microsoft Excel yang
kemudian disimpan secara digital dengan menggunakan laptop.

31
3.6 PROSEDUR PENELITIAN
Secara lebih rinci, prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Persiapan
Studi pustaka Mengurus surat izin dan proses etik
penelitian di Institut Kesehatan Nasional

Data rekam medis Perizinan RS Nasional Guido Valadares

Pengamatan pada Pengambilan data sampel


DM tipe 2 sesuai
kriteria
Pencatatan data sesuai variabel

Analisis data

Penyusunan laporan hasil,


pembahasan dan kesimpulan

Presentasi hasil
Gambar 3.1 Prosedur penelitian

32
3.7 ANALISIS DATA
Analisa data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan
data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan pada
orang lain (Moleong, 2011).
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif, yaitu
proses deskriptif dimulai dengan cara evaluasi terlebih dahulu sesuai variabel dan
definisi operasional yang ditetapkan dengan menggunakan guideline ADA (2020)
sebagai acuan pengobatan untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antidiabetes
oral. Hasil dari tiap evaluasi dihitung dengan rumus perhitungan yang diterapkan
pada masing-masing indikator rasionalitas yang diteliti. Kemudian penyajian hasil
data dalam penelitian ini berupa tabel atau grafik. Rumus perhitungan ditentukan
sebagai berikut:

Jumlah yang tepat berdasarkan indikator rasionalitas


x 100% (3.3)
jumlah total pasien

33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengumpulan data berdasarkan proses pengamatan pada dokumen rekam


medis pasien DM tipe 2 yang menjalani rawat inap di RS Nasional Guido
Valadares, Dili Timor-Leste pada periode 2020. Dari data rekam medis
didapatkan sebanyak 83 pasien yang sesuai dengan kriteria inklusi. Hasil
penelitian ini diperoleh sebagai berikut:

4.1 KARAKTERISTIK PASIEN DM TIPE 2 di RS GUIDO VALADARES

Karakteristik demografi pasien dapat dilihat pada tabel 4.1. Berdasarkan


tabel tersebut dijelaskan data demografi pada pasien meliputi: jenis kelamin,
umur, serta penyakit penyerta. Jenis kelamin perempuan lebih banyak (62,65%)
daripada laki-laki (37,34%). Kelompok usia terbanyak, yaitu pada umur diatas 45
tahun sebesar 80,72%. Kemudian untuk DM tipe 2 dengan atau tanpa penyakit
penyerta terdapat DM tipe 2 dengan hipertensi sebesar 28,91% dan DM tipe 2
sebesar 71,08.

Tabel 4.1. Karakteristik pasien DM tipe 2 di RS Nasional Guido Valadares


Kategori Jumlah pasien Persentase (%)
Jenis kelamin
Laki-laki 31 37,34
Perempuan 52 62,65
Umur
>45th 67 80,72
<45th 16 19,27

34
Tabel 4.1 Lanjutan…
Kategori Jumlah pasien Persentase (%)

DM tipe 2 dengan atau


tanpa Penyakit
penyerta

DM tipe 2 59 71,08

DM tipe 2+ Hipertensi 24 28,91


(HTN)

Perempuan lebih rentan mengalami DM tipe 2 dikarenakan peluang


peningkatan indeks massa tubuh lebih besar daripada laki-laki, sindrom siklus
haid, serta saat menopause distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi
akibat proses hormonal tersebut (Fatimah 2015 dan Midawati 2019). Laki-laki
juga rentan terkena penyakit DM tipe 2, namun lebih rendah dikarenakan, jika
hormon testosteron pada laki-laki berada dalam kadar normal, maka penumpukan
lemak di perut juga rendah. Akan tetapi, jika kadar diatas normal, maka
penumpukan lemak di perut juga tinggi, sehingga menyebabkan terjadinya
obesitas (Decroli, 2019).
Karakteristik pasien berdasarkan umur, menurut Leroith (2012), kejadian
DM tipe 2 terjadi pada umur tua dikarenakan faktor lingkungan dan bukan hanya
dari faktor fisiologis. Menurut Emma & Idris (2014), kejadian DM tipe 2 pada
usia diatas 45 tahun lebih tinggi dikarenakan individu tersebut cenderung
memiliki obesitas, terdapat riwayat keluarga DM tipe 2, pola hidup yang tidak
sehat, serta ras kulit hitam. Individu akan mengalami penyusutan sel ß pankreas
secara progresif sehingga mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis
pada usia diatas 45 tahun. Dalam hal ini, baik secara statistik maupun teori
terdapat kesesuaian bahwa adanya hubungan antara umur dengan kadar gula darah
pada penderita DM tipe 2 (Masruroh, 2018).

35
Berdasarkan penyakit penyerta yaitu kondisi hipertensi terdapat adanya
hubungan antara hipertensi dengan DM tipe 2 (Mutmainah, 2013). Hipertensi
dikaitkan erat dengan DM tipe 2 yaitu terkait dengan kadar gula darah dengan
tekanan darah. Kadar insulin yang rendah merupakan predisposisi dari
hiperinsulinemia. Peningkatan kadar insulin menyebabkan peningkatan retensi
natrium oleh tubulus ginjal yang dapat menyebabkan hipertensi (Baitanu, 2019).

4.1.1 Profil penggunaan antidiabetes oral di RS Nasional Guido Valadares


Golongan antidiabetes oral yang digunakan pasien dalam menjalani
perawatan inap di RS Nasional Guido Valadares meliputi biguanid dan
Ssulfonilurea. Data antidiabetes oral dapat dilihat pada tabel 4.4

Tabel 4.2 Profil penggunaan antidiabetes oral di RS Nasional Guido


Valadares
Antidiabetes oral Dosis (mg) Frekuensi Kasus %
sehari (Sehari)
Tunggal: Metformin 500 500 x 1
1000 1000 x 1 52 62,65
1000 500 x 2

Glikazid 80 80 x 1 12 14,45
80 40 x 2

Kombinasi: Metfomin Dosis bersifat 19 22,89


+Glikazid individual
diberikan 1 atau
Total 2 x sehari 83 100

Berdasarkan tabel 4.4 golongan obat paling banyak digunakan adalah


metformin sebesar 62,65% dan glikazid sebesar 14,45%. Pada RS Nasional Guido
Valadares juga menggunakan kombinasi dari kedua obat tersebut yaitu metformin

36
+ glikazid sebesar 22,89%. Berdasarkan guideline ADA (2020), metformin
merupakan first line terapi pada DM tipe 2. Metformin termasuk golongan
biguanid dengan mekanisme kerja menambah up-take glukosa jaringan perifer
dengan meningkatkan sensitivitas terhadap insulin, kemudian menekan produksi
glukosa di hati, menurunkan oksidasi fatty acid serta meningkatkan pemakaian
glukosa dalam usus melalui proses non oksidatif (Katzung, 2010). Metformin
dapat digunakan sebagai monoterapi ataupun kombinasi dengan salah satu
antidiabetes oral lainnya. Metformin memiliki kemampuan untuk menurunkan
kadar HbA1c dalam rentang 1,0-2,0%, risiko hipoglikemia yang rendah, serta
biaya yang lebih murah (Ningrum et al., 2016). Penggunaan glikazid di RS
Nasional Guido Valadares lebih sedikit dibandingkan dengan metformin
dikarenakan berdasarkan pedoman yang digunakan di Timor-Leste yaitu PEN
(2017) glikazid digunakan pada saat intoleransi terhadap metformin serta
digunakan pada saat nilai GDP >325 mg/dl.
Terapi kombinasi antidiabetes oral digunakan adalah kombinasi antara
metformin dengan glikazid sebesar 22,89%. Penggunaan kombinasi antara
metformin dengan glikazid pada kasus ini di RS Nasional Guido Valadares,
apabila dalam waktu 6 bulan setelah mengunakan metformin tidak terjadi
perbaikan kadar gula darah. Namun, sesuai dengan guideline ADA (2020) terapi
kombinasi dua macam obat dimulai apabila dalam waktu 3 bulan setelah
menggunakan antidiabetes oral tunggal tidak terjadi perbaikan kadar gula darah.
Kombinasi dua obat ini berdasarkan mekanisme kerja dapat menurunkan glukosa
darah lebih cepat daripada penggunaan antidiabetes yang tunggal masing-masing
obat. Hal ini didukung oleh penelitian United Kingdom Prospective Diabetes
Study tahun 2017 yang melaporkan bahwa mekanisme kerja kombinasi obat
tersebut lebih cepat menurunkan glukosa darah, kemudian kombinasi metformin
dengan sulfonilurea sudah dapat dianjurkan sejak awal pengelolaan diabetes
(Harjo, 2016).

37
4.2 HASIL EVALUASI RASIONALITAS ANTIDIABETES ORAL
Penggunaan obat secara rasional merupakan penilaian yang sesuai dengan
beberapa indikator rasionalitas, yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat
dosis, dan waspada efek samping. Jika terdapat salah satu yang tidak tepat
diantaranya, maka penggunaan obat dikatakan tidak rasional (Kisrini et al.,.
2018), Pemberian terapi antidiabetes oral secara rasional pada pasien DM tipe 2
menjadi hal yang penting karena untuk menghindari dampak buruk, sehingga
meningkatkan efektivitas terapi dan menurunkan angka kejadian pada pasien DM
tipe 2 (Taskeen et al., 2012).

4.2.1 Tepat indikasi


Data hasil penelitian evaluasi rasionalitas penggunaan antidiabetes oral
berdasarkan indikator tepat indikasi terdapat pada tabel 4.5.

Tabel 4.3 Hasil evaluasi rasionalitas berdasarkan indikator tepat indikasi


Keterangan Kasus Persentase (%)

Tepat 83 100

Tidak Tepat 0 0

Total 83 100

Penggunaan obat dikatan tepat indikasi apabila digunakan berdasarkan


diagnosis yang telah ditegakan oleh dokter (Suryanita dan Asri, 2020). Penelitian
ini dikatan tepat indikasi apabila pasien memiliki kadar glukosa darah puasa >126
mg/dL dengan atau tanpa penyakit penyerta lain. Berdasarkan tabel 4.5 dapat
dilihat bahwa hasil evaluasi dari 83 pasien DM tipe 2 yang menjalani rawat inap
pada periode 2020 di RS Nasional Guido Valadares, Dili Timor-Leste menurut

38
guideline yang digunakan yaitu ADA (2020) berdasarkan indikator tepat indikasi
dinyatakan rasional yaitu sebesar 100%.
Tepat indikasi membantu suatu pengobatan mencapai target terapi. Jika
tidak sesuai maka obat yang digunakan juga tidak menimbulkan efek yang
diharapkan (Untari et al., 2018). Tepat indikasi juga dapat meminimalkan
kesalahan pengobatan dalam siklus pelayanan, dalam hal ini untuk mencegah
kejadian medication error (Sari et al., 2017). Tidak tepat indikasi disamping
merugikan pasien secara finansial, juga dapat merugikan pasien dengan
kemungkinan efek yang tidak dikehendaki, yang dimaksud dengan efek yang
tidak kehendaki ini dapat berupa kontraindikasi maupun efek samping obat
(Depkes, 2011)

4.3.2. Tepat obat


Data hasil penelitian evaluasi rasionalitas penggunaan antidiabetes oral
berdasarkan indikator tepat obat terdapat pada tabel 4.6.

Tabel 4.4 Hasil evaluasi rasionalitas berdasarkan indikator tepat obat


Keterangan Kasus Persentase (%)
Tepat 60 72,28

Tidak Tepat 23 27,71

Total 83 100

Tepat obat merupakan pemilihan beberapa jenis dan kelas terapi


antidiabetes oral yang mempunyai indikasi penyakit DM tipe 2 (Kemenkes RI,
2011). Penelitian ini dikatakan tepat obat apabila pemilihan jenis dan kelas terapi
antidiabetes oral mempunyai indikasi penyakit DM tipe 2 dengan atau tanpa
penyakit penyerta berdasarkan guideline ADA (2020). Selama pengambilan data
di lapangan, hanya tersedia glukosa darah puasa (GDP) yang dapat membantu
evaluasi ketepatan obat dalam penelitian ini. Padahal, dalam guideline oleh ADA

39
(2020), acuan parameter glukosa darah adalah HbA1c. Oleh karena itu, strategi
untuk mengatasi hal ini adalah merujuk pada kalkulator konversi nilai HbA1c
menjadi GDP ataupun sebaliknya yang juga disarankan oleh ADA (2020) apabila
terdapat keterbatasan di lapangan. Hasil nilai konversi GDP menjadi HbA1c dapat
dilihat pada lampiran 4.
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari 83 pasien DM tipe 2 yang
menjalani rawat inap di RS Nasional Guido Valadares, didapatkan hasil tepat obat
sebesar 72,28%, sedangkan tidak tepat obat sebesar 27,71%. Berdasarkan evaluasi
ini alasan tidak tepat obat, yaitu:
a) Terdapat tiga belas kasus dengan nilai HbA1c lebih 9% masih
menggunakan terapi tunggal, sedangkan berdasarkan guideline
ADA 2020 menyatakan bahwa jika nilai HbA1c lebih 9% maka
penggunaan antidiabetes oral menggunakan dua atau tiga
kombinasi obat.
b) Terdapat 7 kasus dengan nilai HbA1c lebih dari 7,5% masih
menggunakan terapi tunggal, sedangkan berdasarkan guideline
ADA 2020, menyatakan bahwa jika nilai HbA1c lebih dari 7,5%
maka terapi antidiabetes oral menggunakan dua kombinasi obat
dengan mekanisme kerja yang berbeda.
c) Adapun 3 kasus dengan nilai HbA1c kurang dari 7,5%
menggunakan dua kombinasi obat, sedangkan berdasarkan
guideline ADA 2020, menyatakan bahwa nilai HbA1c kurang dari
7,5% menggunakan terapi antidiabetes yang tunggal.

Pemilihan obat tidak tepat dapat mengakibatkan tujuan terapi tidak


tercapai, sehingga penderita dirugikan (Kemenkes RI, 2017). Adapun hal yang
menyebabkan terjadinya tidak tepat obat dikarenakan terkait dengan keterbatasan
penyediaan obat di Timor-Leste khususnya antidiabetes oral hanya tersedia
golongan biaguanid dan sulfonilurea. Menurut Lista Medikamentus Esensial
Timor-Leste tahun 2015 (LMETL, 2015) obat golongan sulfonilurea yang tersedia
di Timor-Leste adalah glibenklamid dan glikazid, sedangkan obat golongan

40
biguanid adalah metformin. Selain ketersediaan obat, pedoman yang digunakan di
Timor-Leste yaitu PEN (2017) masih bersifat minim, khususnya belum fokus
menjelaskan secara detail pengobatan pada DM tipe 2.

4.3.3 Tepat dosis


Data hasil penelitian evaluasi rasionalitas penggunaan antidiabetes oral
berdasarkan indikator tepat dosis terdapat pada tabel 4.7

Tabel 4.5 Data hasil evaluasi rasionalitas berdasarkan indikator tepat dosis
Keterangan Kasus Persentase (%)
Tepat 83 100

Tidak Tepat 0 0

Total 83 100

Tepat dosis adalah masing-masing dosis antidiabetes oral yang diberikan


kepada pasien tidak melebihi dosis range terapi atau sebaliknya (Selly, 2019).
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa hasil evaluasi rasionalitas penggunaan
antidiabetes oral berdasarkan indikator tepat dinyatakan rasional, yaitu sebesar
100%. Dosis obat sangat menentukan keberhasilan terapi dan sekaligus
menentukan pula batas keamanan obat. Dosis yang terlalu kecil atau di bawah
dosis efektif tidak akan memberikan efek, sebaliknya dosis yang relatif terlalu
besar di atas dosis maksimal menyebabkan toksisitas atau efek yang tidak
dikehendaki (Djamaludin, 2017).

4.3.4 Tepat pasien


Data hasil evaluasi rasionalitas penggunaan antidiabetes oral berdasarkan
indikator tepat pasien terdapat pada tabel 4.8

41
Tabel 4.6 Hasil evaluasi rasionalitas berdasarkan indikator tepat pasien
Keterangan Kasus Persentase (%)

Tepat 83 100

Tidak Tepat 0 0

Total 83 100

Tepat pasien adalah pemberian obat dengan mempertimbangkan kondisi


pasien dan tidak adanya kontraindikasi dengan antidiabetes oral yang digunakan
(Harjo, 2016). Kontraindikasi menerangkan mengenai kondisi-kondisi yang tidak
cocok atau berisiko menimbulkan keparahan suatu penyakit, artinya
kontraindikasi penting diperhatikan sebelum memberikan obat kepada pasien
(Decroli, 2019).
Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(GFR <30 ml/menit/1.73 m2), ketoasidosis, baru mengalami infark miokard,
adanya gangguan hati berat, serta pasien dengan kecenderungan
hipoksemia,wanita hamil dan menyusui (Anonim, 2019). Glikazid memiliki
kontraindikasi terhadap pasien yang mengalami gangguan fungsi hati, gagal
ginjal, porfiria, ketoasidosis, serta kehamilan dan menyusui (Decroli, 2019).
Parameter yang digunakan untuk mengukur fungsi ginjal adalah glomerular
filtration rate (GFR) (Verdiansah, 2016). Parameter fungsi hati adalah serum
glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) atau enzim aspartate
aminotransferase (AST) dan serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT) atau
disebut juga alanine aminotransferase (ALT) (Fitriani et., al, 2019). AST
merupakan enzim yang biasanya ditemukan dalam berbagai jaringan tubuh,
seperti hati, jantung, otot, ginjal, dan otak. Enzim AST akan dilepaskan ke dalam

42
serum ketika ada kerusakan pada jaringan di salah satu organ tersebut. Karena
enzim bisa dilepaskan dari berbagai organ, hasil tes SGOT belum menjadi
indikator spesifik adanya kerusakan pada organ hati. Misalnya, saat seseorang
terkena serangan jantung, tes SGOT juga bisa menunjukkan nilai di atas
normal. ALT paling banyak terkonsentrasi pada organ hati.Oleh Karena itu lebih
menitikberatkan pada pemeriksaan SGPT dalam penatalaksanaan hepatitis kronis
(Hilman et., al. 2014).
Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa hasil evaluasi rasionalitas
penggunaan antidiabetes oral berdasarkan indikator tepat pasien dinyatakan secara
rasional yaitu sebesar 100%.

4.3.5 Waspada efek samping


Data hasil penelitian evaluasi rasionalitas penggunaan antidiabetes oral
berdasarkan indikator waspada efek samping dapat dilihat pada tabel 4.9

Tabel 4.7 Hasil evaluasi rasionalitas berdasarkan waspada efek samping


Keterangan Kasus Persentase (%)

Waspada efek samping 78 93,97

Tidak waspada efek 5 6,02


samping

Total 83 100

Efek samping obat merupakan setiap respon obat yang merugikan.


Walaupun tidak semua efek samping obat merugikan, akan tetapi perlu upaya
untuk mencegah hal-hal yang berbahaya akibat penggunaan obat (Kemenkes RI,
2011). Berdasarkan tabel 4.9 dapat dilihat bahwa hasil evaluasi rasionalitas
penggunaan antidiabetes oral berdasarkan indikator waspada efek samping
didapatkan hasil tidak ada waspada efek samping sebesar 6,02% dan waspada
efek samping sebesar 93,97%.

43
Evaluasi waspada efek samping pada penelitian ini dilakukan dengan
melihat kondisi pasien yang muncul diluar efek yang diharapkan setelah
penggunaan antidiabetes oral, yaitu hipoglikemia berdasarkan data nilai glukosa
darah pasien. Antidiabetes oral yang menyebabkan hipoglikemia dalam penelitian
ini semuanya dari glikazid. Selain hipoglikemia, sulfonilurea memiliki efek
samping seperti peningkatan berat badan, mual, muntah, diare, konstipasi,
gangguan fungsi hati, reaksi hipersensitivitas, serta gangguan darah (Anonim,
2019).
Menurut Rusdi (2020), hipoglikemia merupakan efek samping yang paling
umum dari penggunaan sulfonilurea dikarenakan terkait dengan mekanisme kerja
dari obat-obat ini adalah mencegah kenaikan glukosa darah daripada menurunkan
konsentrasi glukosa. Hal ini juga berkaitan dengan adverse drug reaction tipe A
dikarenakan dapat diperkirakan serta kejadian tersebut terjadi berhubungan
dengan aksi farmakologis (Mariyono dan Suryana, 2018). Potensi efek samping
pada metformin adalah anoreksia, mual, muntah, diare (umumnya sementara),
nyeri perut, asidosis laktak (jarang terjadi), penurunan penyerapan B12, eritema,
pruritus, urtikaria serta hepatitis (Anonim, 2019).
Secara keseluruhan pencapaian rasionalitas di RS Nasional Guido
Valadares saat ini sudah cukup baik. Hasil persentase masing-masing indikator
rasionalitas dapat dilihat pada grafik 4.1. Walaupun terkait dengan tepat indikasi,
tepat pasien, serta tepat dosis sudah baik akan tetapi tetap perlu ditingkatkan
perbaikan keterbatasan obat. Selain itu perlu juga memperhatikan efek samping
lain penggunaan antidiabetes oral serta kondisi khusus terhadap pasien. Hasil
tepat obat dan waspada efek samping pada penelitian ini saling berkaitan
dikarenakan pemilihan obat harus sesuai dengan jenis terapi berdasarkan kondisi
pasien. Apabila tidak tepat obat maka mempengaruhi target terapi yang
diinginkan sehingga dapat terjadi efek samping.

44
Hasil persentase rasionalitas
120%
100% 100% 100%
100% 94%

80% 72%
Persentase

60%

40%

20%

0%

Indikator rasionalitas

Gambar 4.1 Hasil persentase rasionalitas berdasarkan masing-masing


indikator

Ketidakrasional suatu pengunaan obat menyebabkan dampak buruk.


Dampak buruk tersebut meliputi dampak terhadap mutu pengobatan dan
pelayanan, yaitu terkait dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas, dampak
terhadap biaya pengobatan menyebabkan pemborosan dan membebani pasien,
dampak terhadap kemungkinan efek samping dan efek lain yang tidak diharapkan,
serta dampak terhadap mutu ketersediaan obat (Kemenkes, 2011).
Penelitian ini memiliki keunggulan tersendiri dimana penelitian ini
pertama kalinya dilakukan di Timor-Leste, kemudian memberikan gambaran
profil penggunaan dan hasil evaluasi rasionalitas penggunaan antidiabetes oral di
RS, sehingga penelitian ini dapat memberikan informasi dan saran kepada tenaga
kesehatan sebagai masukkan dalam praktik serta kepada pembuat pemerintah
khusunya kepada Menteri Kesahatan dalam hal terkait dengan ketersediaan obat
dan memperbaiki pedoman untuk lebih baik lagi. Sama halnya dengan penelitian
lain dimana setiap penelitian memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Oleh karena itu penelitian ini memiliki kekurangan dalam penelitian yaitu:
keterbatasan pemeriksaan parameter glukosa darah, tidak dilakukan evaluasi
rasionalitas terhadap indikator berdasrkan tepat informasi, tepat cara dan lama

45
pemberian serta interaksi obat, jumlah sampel penelitian minim, evaluasi
dilakukan hanya terhadap penyakit DM tipe 2 dengan penyakit penyerta, yaitu
hipertensi.

46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di RS Nasional Guido
Valadares, Dili Timor-Leste periode 2020 dapat disimpulkan bahwa profil
penggunaan antidiabetes oral yang digunakan di RS tersebut (N= 83) didapatkan
metformin sebesar 62,65%, glikazid sebesar 14,45%, serta kombinasi dari kedua
obat tersebut sebesar 22,89%. Evaluasi rasionalitas penggunaan antidiabetes oral
pada pasien DM tipe 2 di RS Nasional Guido Valadares, Dili Timor-Leste periode
2020 berdasarkan masing-masing indikator tepat indikasi, tepat pasien, dan tepat
dosis sebesar 100%. Sementara itu berdasarkan indikator tepat obat sebesar
72,28% dan waspada efek samping sebesar 93,97%.

5.2 SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diberikan beberapa saran yaitu:
a) Untuk pembuat kebijakan harus memperhatikan ketersediaan obat di
Timor-Leste serta memperbaruhi pedoman di Timor-Leste.
b) Untuk Rumah Sakit meningatkan perbaruan sistem pada rekam medis.
c) Untuk tenaga kesehatan khususnya dokter di RS Nasional Guido
Valadares perlu melakukan pemeriksaan parameter HbA1C terhadap
pasien DM tipe 2.
d) Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut terkait evaluasi rasionalitas
penggunaan antidiabetes oral terkait dengan cara dan lama pemberian,
interaksi obat serta tepat informasi. Dilakukan lebih lanjut evaluasi
terhadap penyakit penyerta lainnya selain hipertensi.

47
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2019. Basic Pharmacology & Drug Notes Edisi 2019. Makasar, Maret
2019.

Anwarudin, W., dan Syarifudiin, D., 2016. Gambaran Ketepatan Penggunaan


Obat Antidiabetik Oral pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit X Kuningan Periode Juli-September 2016.

American Diabetes Association. 2017. Standar of Medical Care in Diabetes.


Diabetes Care. 40 (Suplement 1)

American Diabetes Association. 2020. Standar of Medical Care in Diabetes.


Diabetes Care. 43 (Suplement 1).

Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2015. Pusat Informasi Obat
Nasional.http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-6-sistem-endokrin/61-
diabetes/612-antidiabetik-oral. Diakses pada 30 Juni 2021.

Baitanu, K., Yulita., 2019. Evaluasi Terapi Obat Antidiabetik pada Pasien Geriatri
dengan Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Sikumana. Skripsi.
Univesitas Citra Bangsa Kupang.

Cho. H. N., Kirigia J., Mbanya C.L., Ogurstova K., Guariguata L., Rathmann W.,
2017. International Diabetes Federation. Diabetes Atlas Eight Edition.

Decroli, E., 2019. Diabetes Melitus Tipe 2. Padang: Pusat Penerbitan Bagian Ilmu
Penyakit Dakam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. dan DiPiro C. V., 2015.
Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edit. McGraw-Hill, United State of
America.

Djamaludin., 2017. Pengantar Farmakologi. Rajawali Press: Jakarta.

EN., Sari. dan DA., Perwitasari. 2013. Rasionalitas Pengobatan Diabetes Melitus
Tipe 2 di RSUP Dr. Sardjito dan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Farmasains Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kefarmasian. 2, 66-70.

Fatimah, R., N., 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Jakarta: J MAJORITY. 4, 94-95.

48
Fowler, MJ., 2008. Microvascular and Macrovascular Complications of Diabetes.
In Clinical Diabetes. 26, 77-80.

Harjo, EF., Yudi., 2016. Evaluasi Rasionalitas Pengobatan Diabetes Mellitus Tipe
2 pada Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Kampung Bali Kota Pontianak
Periode Januari-Desember 2015. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas
Tanjungpura Pontianak.

Hartanti. 2013. Efek Kontrol Glikemik Terhadap Penyakit Peridontal Penderita


Diabetes Melitus, Yogyakarta.

Hilman, K., Syarif, H, D., Edhiwan, P., Meilianau., 2014. Penatalaksaan


Hepatitis B Kronik. Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha.

Hongdiyanto, A., Yamlean, P. V. Y. dan Supriati, S. 2014. Evaluasi Kerasionalan


Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2 pada Pasien Rawat Inap di Rsup Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado Tahun 2013. Pharmacon. 3, 77–87. doi:
10.35799/pha.3.2014.4775.

International Diabetes Federation (IDF). 2013. IDF Diabetes Atlas. 6th edition.
International Diabetes Federation, Brussels, Belgium.

International Diabetes Federation (IDF). 2019. IDF Diabetes Atlas. 9th edition.
International Diabetes Federation, Brussels, Belgium.

Kardela, W., Abdillah, R. dan Handicka, G. 2019. Rasionalitas Penggunaan Obat


Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi Nefropati di Rumah Sakit Umum
Pusat dr. M.Djamil Padang. Jurnal Farmasi Higea. 11, 195–200.

Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J., 2012. Basic and Clinical
Pharmacology. 12th ed. The McGraw-Hill Companies. Inc,USA.

Keban, S. A., dan Ramdhani., 2016. Hubungan Rasionalitas Pengobatan dan Self-
Care dengan Pengendalian Glukosa Darah pada Pasien Rawat Jalan di
Rumah Sakit Bina Husada Cibinong. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia.
14, 66–72.

Kementrian Kesehatan. 2011. Modul Penggunaan Obat Rasional. Bina


Pelayanan Kefarmasian, Jakarta.

Kementrian Kesehatan. 2014. Situasi dan Analisis Diabetes. Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Kisrini et al. 2018. Buku Pedoman Keterampilan Klinis Ketrampilan Penulisan

49
Resep (Prescription). Https://Skillslab.Fk.Uns.Ac.Id/. 7, 1–46.

Krejcie and Morgan., 1970. Determining Sample Size for Research Activities. The
NEA Research Bulletin. 38, 99.

Kurniawan, A. H., Elisya, Y. dan Irfan, M. 2020. Studi Literatur : Rasionalitas


Penggunaan Antipsikotik Pada Pasien Gangguan Kejiwaan Skizofrenia.
Jurnal Insan Farmasi Indonesia. 3, 199–208. doi: 10.36387/jifi.v3i2.556.
L, Johnson., 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Yoguakarta: Nuha Medika.

Mariyono, H, H., Suryana, K., 2018. Adverse Drug Reaction. 9. 164-180.

Masruroh, E., 2018. Hubungan Umur dan Status Gizi dengan Kadar Gula Darah
Penderita Diabetes Melitus Tipe II. Jurnal Ilmu Kesehatan. 6, 153-159.

Midawati., Diani ., Wahid., 2019. Hubungan Usia, Jenis Kelamin dan Lama
Menderita Diabetes dengan Kejadian Neuropati Perifer Diabetik. Caring
Nursing Journal. 3, 31-35.

Ministerio de Saude., 2015. Lista Medikamentus Esensial Timor-Leste. Edisi


ketiga.

Ministerio de Saude., 2017. Package of Essential Noncommunicable


Diseases.Timor-Leste.

Moleong, L, J., 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.

Mutmainah, Lin., 2013. Hubungan Kadar Gula Darah dengan Hipertensi Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah
Karanganyar. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Nasution, Z., 2013. Nefropati Diabetik pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang
Terkontrol dan Tidak Terkontrol.

Ningrum, V, D, Ananda., Ikawati, S., Sadewa, A, H., Ikhsan, M, R., 2016. Faktor
Pasien yang Mempengaruhi Respon Glikemik Penggunaan Monoterapi
Metformin pada Diabetes Melitus Tipe 2. 6, 261-265.

Ofori-Asenso, R., dan Agyeman, A., 2016. Irrational Use of Medicines-A


Summary of Key Concepts. Pharmacy. 4, 35. doi:
10.3390/pharmacy4040035.

Rahayuningsih, N., Alifiar, I. dan Muryani, E. S. 2017. Evaluasi Kerasionalan


Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas
Husada. 17, 183–197.

50
Ramdini, D., Aulia., Wahidah, L., Koernia., dan Atika, D., 2020. Evaluasi
Rasionalitas Penggunaan Obat Diabetes Melitus Tipe II pada Pasien
Rawat Jalan di Puskesmas Pasir Sakti Tahun 2019. Jurnal Farmasi
Lampung. 9, 69-75.

Rosano, GM., Vitale, C., Seferovic, P., 2017. Heart Failure in Patients with
Diabetic Mellitus. Card Fail Rev. 3, 52-55.

Rusdi, M, S., 2020. Hipoglikemia pada Pasien Diabetes Melitus. Journal Syifa
Sciences and Clinical Research. 2, 83-89.

Sebayang, L. Brety., Marbun, R., A., Teresia., dan Kartika D., 2021. Efektivitas
Kerasionalan Pemberian Antidiabetik Pengobatan Oral Pasien Diabetes
Melitus pada Usia 30-50 Tahun Tipe 2 di Rawat Inap Penyakit dalam
RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2020. Jurnal Farmasi. 3, 74-78.

Skyler, J. S. et al. 2017. Differentiation of diabetes by pathophysiology, natural


history, and prognosis, Diabetes. 66, 241–255. doi: 10.2337/db16-0806.

Sely, A., Godtherida. 2019. Rasionalitas Penggunaan Obat Antidiabetes pada


Pasien DM tipe 2 Rawat Inap di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
Periode 2018. Skripsi. Universitas Citra Bangsa Kupang.

Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, AW., Simadibrata, M., Setiyohadi, B., dan Syam,
AF., 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi VI. Jakarta.

Silaen, Sofar., 2018. Metodologi Penelitian Sosial Untuk Penulisan Skripsi dan
Tesis. In Media, Bandung.

Soelistijo, S. et al. (2015) Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes


melitus tipe 2 di Indonesia 2015. Jakarta.

Soelistijo, S., Novida, H., dan Rudijanto, A., 2019. Pedoman Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia 2019’,
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 1–117.

Sugiyono, 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta,


Bandung.

Sugiyono, 2019. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta,


Bandung.

Suminar, R., Hasanmihardja, M. dan Kusumawati, A. 2011. Rasionalitas


Penggunaan Antidiabetika pada Pasien Geriatri Penderita Diabetes Melitus

51
di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Sruweng
Tahun 2010. Pharmacy. 8, 100-107.

Supardi, Sudibyo., dan1 Surahman., 2014. Metodologi Penelitian Untuk


Mahasiswa Farmasi. Jakarta, Trans Indo Media.

Taskeen, M. et al. 2012. A Study on Rational Drug Prescribing Pattern in


Geriatric Patients in Hyderabad Metropolitan. Journal of Drug Delivery
and Therapeutics. 2, 109–113. doi: 10.22270/jddt.v2i5.270.

Tjay, T.H., Rahardja, K. 2015. Obat-Obat Penting. Edisi ke-7. Cetakan Pertama.
Elex Media Komputindo.

Untari, E., 2018. Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terkendalinya


Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Melitus di Puskesmas Pakis
Surabaya. Jurnal Stikes William Booth. 3, 1-7.

Verdiansah., 2016. Pemeriksaan Fungsi Ginjal. Program Pendidikan Dokter


Spesialis Patologi Klinik Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung,
Indonesia. 43, 148-153.

World Hearth Organization (WHO). 2011. Diabetes Mellitus. diakses 10 Februari


2021. https://www.who.int/health-topics/diabetes#tab=tab_1 .

World Hearth Organization (WHO). 2015. ‘Noncommunicable disease’, diakses


10 Februari 2021. https://www.who.int/health-topics/noncommunicable-
diseases#tab=tab_1 .

Zamri, A., 2019. Diagnosis dan Penatalaksannaan Hyperosmolar Hyperglycemic


State (HHS). Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.

52
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat izin penelitian

53
Lampiran 2. Surat keterangan lolos kaji etik (ethical clearance) dari Institut
Kesehatan Nasional Timor-Leste

54
Lampiran 3. Checklist pengumpulan data
Nomor Inisial Data Diagno Keluha GDP Antidiabetes Dosis dan Lama Obat penyakit Kondisi
RM nama demografis sis n (Awa oral frekuensi rawat penyerta khusus
(Jenis l dan antidiabete inap pasien
kelamin, akhir) s oral
umur)

55
Lampiran 4. Hasil konversi nilai GDP menjadi HbA1c berdasarkan kalkulator konversi dari ADA 2020
Nomor RM GDP awal HbA1c (%)
76xxxx 158 7,1
38xxxx 245 10,2
82xxxx 170 7,6
92xxxx 162 7,3
78xxxx 280 11,4
72xxxx 140 6,5
78xxxx 136 6,4
59xxxx 180 7,9
52xxxx 193 8,4
62xxxx 137 6,4
82xxxx 153 7
20xxxx 200 8,6
20xxxx 162 7,3
79xxxx 129 6,1
44xxxx 340 13,5
92xxxx 137 6,4
54xxxx 143 6,6
21xxxx 155 7
97xxxx 164 7,3
30xxxx 230 9,6
08xxxx 425 16,4
20xxxx 148 6,8
04xxxx 156 7,1
23xxxx 237 9,9
44xxxx 165 7,4

56
95xxxx 149 6,8
48xxxx 185 8,1
24xxxx 200 8,6
11xxxx 173 7,7
92xxxx 164 7,3
53xxxx 230 9,6
23xxxx 312 12,5
39xxxx 198 8,5
97xxxx 130 6,2
40xxxx 148 6,8
79xxxx 220 9,3
15xxxx 162 7,3
46xxxx 180 7,9
04xxxx 140 6,5
20xxxx 129 6,1
42xxxx 172 7,6
71xxxx 184 8
47xxxx 204 8,7
24xxxx 142 6,6
90xxxx 235 9,8
13xxxx 133 6,3
36xxxx 200 8,6
96xxxx 146 6,7
72xxxx 180 7,9
89xxxx 134 6,3
43xxxx 145 6,7
21xxxx 153 7

57
92xxxx 172 7,6
19xxxx 130 6,2
55xxxx 164 7,3
45xxxx 157 7,1
71xxxx 132 6,2
07xxxx 170 7,6
51xxxx 142 6,6
22xxxx 185 8,1
62xxxx 132 6,2
02xxxx 148 6,8
97xxxx 152 6,9
12xxxx 190 8,2
98xxxx 168 7,5
55xxxx 128 6,1
462xxxx 163 7,3
78xxxx 204 8,7
67xxxx 139 6,5
46xxxx 128 6,1
89xxxx 243 10,1
67xxxx 210 8,9
70xxxx 136 6,4
95xxxx 152 6,9
18xxxx 148 6,8
08xxxx 290 11,7
74xxxx 167 7,4
32xxxx 152 6,9
97xxxx 281 11,4

58
39xxxx 178 7,8
23xxxx 136 6,4
67xxxx 140 6,5
91xxxx 129 6,1

59
Lampiran 5. Data evaluasi tepat indikasi

No. Nomor RM Diagnosa GDP awal Tepat Tidak tepat


1 76xxxx DM tipe 2 158 
2 38xxxx DM tipe 2 245 
3 82xxxx DM tipe 2 170 
4 92xxxx DM tipe 2 + hipertensi 162 
5 78xxxx DM Tipe 2 hipertensi 280 
6 72xxxx DM tipe 2 140 
7 78xxxx DM tipe 2 + hipertensi 136 
8 59xxxx DM tipe 2 180 
9 52xxxx DM tipe 2 + hipertensi 193 
10 62xxxx DM tipe 2 + hipertensi 137 
11 82xxxx DM tipe 2 153 
12 20xxxx DM tipe 2 200 
13 20xxxx DM tipe 2 162 
14 79xxxx DM tipe 2 + hipertensi 129 
15 44xxxx DM tipe 2 340 
16 92xxxx DM tipe 2 + hipertensi 137 
17 54xxxx DM tipe 2 + hipertensi 143 
18 21xxxx DM tipe 2 155 
19 97xxxx DM tipe 2 + hipertensi 164 
20 30xxxx DM tipe 2 230 
21 08xxxx DM tipe 2 425 
22 20xxxx DM tipe 2 148 
23 04xxxx DM tipe 2 + hipertensi 156 
24 23xxxx DM tipe 2 237 

60
25 44xxxx DM tipe 2 165 
26 95xxxx DM tipe 2 + hipertensi 149 
27 48xxxx DM tipe 2 + hipertensi 185 
28 24xxxx DM tipe 2 200 
29 11xxxx DM tipe 2 173 
30 92xxxx DM tipe 2 164 
31 53xxxx DM tipe 2 230 
32 23xxxx DM tipe 2 + hipertensi 312 
33 39xxxx DM tipe 2 198 
34 97xxxx DM tipe 2 130 
35 40xxxx DM tipe 2 148 
36 79xxxx DM tipe 2 + hipertensi 220 
37 15xxxx DM tipe 2 + hipertensi 162 
38 46xxxx DM tipe 2 180 
39 04xxxx DM tipe 2 140 
40 20xxxx DM tipe 2 129 
41 42xxxx DM tipe 2 172 
42 71xxxx DM tipe 2 184 
43 47xxxx DM tipe 2 + hipertensi 204 
44 24xxxx DM tipe 2 + hipertensi 142 
45 90xxxx DM tipe 2 235 
46 13xxxx DM tipe2 133 
47 36xxxx DM tipe 2 200 
48 96xxxx DM tipe 2 146 
49 72xxxx DM tipe 2 180 
50 89xxxx DM tipe 2 134 
51 43xxxx DM tipe 2 + hipertensi 145 

61
52 21xxxx DM tipe 2 153 
53 92xxxx DM tipe 2 172 
54 19xxxx DM tipe 2 130 
55 55xxxx DM tipe 2 164 
56 45xxxx DM tipe 2 + hipertensi 157 
57 71xxxx DM tipe 2 132 
58 07xxxx DM tipe 2 170 
59 51xxxx DM tipe 2 142 
60 22xxxx DM tipe 2 + hipertensi 185 
61 62xxxx DM tipe 2 132 
62 02xxxx DM tipe 2 + hipertensi 148 
63 97xxxx DM tipe 2 152 
64 12xxxx DM tipe 2 190 
65 98xxxx DM tipe 2 168 
66 55xxxx DM tipe 2 128 
67 462xxxx DM tipe 2 163 
68 78xxxx DM tipe 2 204 
69 67xxxx DM tipe 2 139 
70 46xxxx DM tipe 2 128 
71 89xxxx DM tipe 2 + hipertensi 243 
72 67xxxx DM tipe 2 210 
73 70xxxx DM tipe 2 136 
74 95xxxx DM tipe 2 152 
75 18xxxx DM tipe 2 148 
76 08xxxx DM tipe 2 290 
77 74xxxx DM tipe 2 +hipertensi 167 
78 32xxxx DM tipe 2 152 

62
79 97xxxx DM tipe 2 281 
80 39xxxx DM tipe 2 + hipertensi 178 
81 23xxxx DM tipe 2 136 
82 67xxxx DM tipe 2 140 
83 91xxxx DM tipe 2 129 

63
Lampiran 6. Data evaluasi tepat obat
N RM HbA1c (%) Antidiabetes oral Obat penyakit Tepat Tidak tepat Alasan tidak tepat
o penyerta
1 76xxx 7,1 Metformin - 
x
2 38xxx 10,2 Metformin -  Seharusnya kombinasi dua/tiga obat
x
3 82xxx 7,6 Metformin -  Seharusnya kombinasi dua obat yang mekanisme kerja berbeda
x
4 92xxx 7,3 Glikazid Amlodipine 
x Candesartan
5 78xxx 11,4 Metformin Amlodipine  Seharusnya dua atau tiga kombinasi obat
x
6 72xxx 6,5 Metformin - 
x
7 78xxx 6,4 Glikazid Amlodipine 
x Candesartan
8 59xxx 7,9 Metformin -  Seharusnya kombinasi dua obat yang mekanisme kerja berbeda
x
9 52xxx 8,4 Metformin Captopril  Seharusnya kombinasi dua obat yang mekanisme kerja berbeda
x
10 62xxx 6,4 Glikazid Amlodipine 
x Candesartan
11 82xxx 7 Metformin - 
x
12 20xxx 8,6 Metformin - 
x Glikazid
13 20xxx 7,3 Metformin - 

64
x
14 79xxx 6,1 Metformin Captopril 
x
15 44xxx 13,5 Glikazid -  Seharusnya dua kombinasi atau tiga kombinasi obat
x
16 92xxx 6,4 Metformin Amlodipine 
x Candesartan
17 54xxx 6,6 Metformin Amlodipine 
x
18 21xxx 7 Metformin - 
x
19 97xxx 7,3 Metformin Amlodipine 
x
20 30xxx 9,6 Metformin -  Seharusnya dua kombinasi atau tiga kombinasi obat
x
21 08xxx 16,4 Glikazid -  Seharusnya dua kombinasi atau tiga kombinasi obat
x
22 20xxx 6,8 Metformin - 
x
23 04xxx 7,1 Metformin Captopril 
x
24 23xxx 9,9 Metformin -  Seharusnya dua kombinasi atau tiga kombinasi obat
x
25 44xxx 7,4 Metformin - 
x
26 95xxx 6,8 Metformin Amlodipine 
x Candesartan
27 48xxx 8,1 Metformin Amlodipine  Seharusnya komibinasi dua obat dengan mekanisme berbeda

65
x
28 24xxx 8,6 Metformin - 
x Glikazid
29 11xxx 7,7 Metformin - 
x Glikazid
30 92xxx 7,3 Metformin - 
x
31 53xxx 9,6 Metformin -  Seharusnya dua kombinasi atau tiga kombinasi obat
x
32 23xxx 12,5 Metformin Amlodipine  Seharusnya dua kombinasi atau tiga kombinasi obat
x
33 39xxx 8,5 Metformin - 
x Glikazid
34 97xxx 6,2 Glikazid - 
x
35 40xxx 6,8 Metformin - 
x
36 79xxx 9,3 Glikazid Captopril  Seharusnya dua kombinasi atau tiga kombinasi obat
x
37 15xxx 7,3 Metformin Amlodipine 
x
38 46xxx 7,9 Metformin - 
x Glikazid
39 04xxx 6,5 Metformin - 
x
40 20xxx 6,1 Metformin - 
x
41 42xxx 7,6 Metformin - 

66
x Glikazid
42 71xxx 8 Metformin - 
x Glikazid
43 47xxx 8,7 Metformin Captopril  Seharusnya kombinasi dua obat yang mekanisme kerja berbeda
x
44 24xxx 6,6 Glikazid Amlodipine 
x
45 90xxx 9,8 Metformin -  Seharusnya dua kombinasi atau tiga kombinasi obat
x
46 13xxx 6,3 Metformin - 
x
47 36xxx 8,6 Metformin - 
x Glikazid
48 96xxx 6,7 Metformin - 
x
49 72xxx 7,9 Metformin - 
x Glikazid
50 89xxx 6,3 Metformin - 
x
51 43xxx 6,7 Metformin Amlodipine 
x
52 21xxx 7 Metformin - 
x
53 92xxx 7,6 Metformin - 
x Glikazid
54 19xxx 6,2 Metformin - 
x
55 55xxx 7,3 Metformin - 

67
x
56 45xxx 7,1 Metformin Amlodipine 
x
57 71xxx 6,2 Glikazid - 
x
58 07xxx 7,6 Metformin - 
x Glikazid
59 51xxx 6,6 Metformin - 
x
60 22xxx 8,1 Metformin Amlodipine 
x Glikazid
61 62xxx 6,2 Metformin - 
x
62 02xxx 6,8 Metformin Amlodipine  Seharusnya monoterapi
x Glikazid
63 97xxx 6,9 Metformin -  
x
64 12xxx 8,2 Metformin - 
x Glikazid
65 98xxx 7,5 Metformin - 
x Glikazid
66 55xxx 6,1 Metformin - 
x
67 46xxx 7,3 Glikazid - 
x
68 78xxx 8,7 Metformin - 
x Glikazid
69 67xxx 6,5 Metformin -  Seharusnya monoterapi

68
x Glikazid
70 46xxx 6,1 Glikazid - 
x
71 89xxx 10,1 Metformin Captopril  Seharusnya dua kombinasi atau tiga kombinasi obat
x
72 67xxx 8,9 Metformin - 
x Glikazid
73 70xxx 6,4 Metformin -  Seharusnya monoterapi
x Glikazid
74 95xxx 6,9 Metformin - 
x
75 18xxx 6,8 Metformin - 
x
76 08xxx 11,7 Metformin -  Seharusnya dua kombinasi atau tiga kombinasi obat
x
77 74xxx 7,4 Metformin captopril 
x
78 32xxx 6,9 Metformin - 
x
79 97xxx 11,4 Metformin -  Seharusnya dua kombinasi atau tiga kombinasi obat
x
80 39xxx 7,8 Glikazid Amlodipine  Seharusnya kombinasi dua obat mekanisme kerja berbeda
x
81 23xxx 6,4 Metformin - 
x
82 67xxx 6,5 Metformin - 
x
83 91xxx 6,1 Metformin - 

69
x

Lampiran 7. Data evaluasi tepat dosis


No Nomor Rekam Antidiabetes oral Dosis terapi dan frekuensi Tepat Tidak tepat Alasan tidak tepat
medis
1 76xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
2 38xxxx Metformin 1000 mg (1x1) 

70
3 82xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
4 92xxxx Glikazid 80 mg (2x1) dalam dosis terbagi 
5 78xxxx Metformin 1000 mg (1x1) 
6 72xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
7 78xxxx Glikazid 80 mg (2x1) dalam dosis terbagi 
8 59xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
9 52xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
10 62xxxx Glikazid 80 mg (2x1) dalam dosis terbagi 
11 82xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
12 20xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis 
Glikazid terbagi
80 mg (1x1)
13 20xxxx Metformin 1000 mg (1x1) 
14 79xxxx Metformin 80 mg (1x1) 
15 44xxxx Glikazid 80 mg (2x1) dalam dosis terbagi 
16 92xxxx Metformin 1000 mg (1x1) 
17 54xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
18 21xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
19 97xxxx Metformin 1000 mg (1x1) 
20 30xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
21 08xxxx Glikazid 80 mg (2x1) dalam dosis terbagi 
22 20xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
23 04xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
24 23xxxx Metformin 1000 mg (1x1) 
25 44xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
26 95xxxx Metformin 1000 mg (1x1) 
27 48xxxx Metformin 1000 mg (1x1) 

71
28 24xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis 
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
29 11xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis 
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
30 92xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
31 53xxxx Metformin 1000 mg (1x1) 
32 23xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
33 39xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis 
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
34 97xxxx Glikazid 80 mg (2x1) dalam dosis terbagi 
35 40xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
36 79xxxx Glikazid 80 mg (2x1) dalam dosis terbagi 
37 15xxxx Metformin 1000 mg (1x1) 
38 46xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis 
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
39 04xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
40 20xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
41 42xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis 
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
42 71xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis 
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
43 47xxxx Metformin 500 mg (1x1) 

72
44 24xxxx Glikazid 80 mg (2x1) dalam dosis terbagi 
45 90xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
46 13xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
47 36xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis 
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
48 96xxxx Metformin 1000 mg (1x1) 
49 72xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis 
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
50 89xxxx Metformin 1000 mg (1x1) 
51 43xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
52 21xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
53 92xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis 
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
54 19xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
55 55xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
56 45xxxx Metformin 1000 mg (1x1) 
57 71xxxx Glikazid 80 mg (2x1) dalam dosis terbagi 
58 07xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis 
terbagi
Glicazid 80 mg (1x1)
59 51xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
60 22xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis 
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
61 62xxxx Metformin 500 mg (1x1) 

73
62 02xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis 
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
63 97xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
64 12xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis 
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
65 98xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis 
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
66 55xxxx Metformin 1000 mg (1x1) 
67 462xxxx Glikazid 1000 mg 2x1 dalam dosis terbagi 
68 78xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis 
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
69 67xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis 
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
70 46xxxx Glikazid 80 mg (2x1) dalam dosis terbagi 
71 89xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
72 67xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis 
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
73 70xxxx Metformin 1000 mg (2x1) dalam dosis 
terbagi
Glikazid 80 mg (1x1)
74 95xxxx Metformin 1000 mg (1x1) 
75 18xxxx Metformin 1000 mg (1x1) 

74
76 08xxxx Metformin 1000 mg (1x1) 
77 74xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
78 32xxxx Metformin 1000 mg (1x1) 
79 97xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
80 39xxxx Glikazid 80 mg (2x1) dalam dosis terbagi 
81 23xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
82 67xxxx Metformin 500 mg (1x1) 
83 91xxxx Metformin 1000 mg (1x1) 

Lampiran 8. Data evaluasi tepat pasien


Antidiabetes oral Kontraindikasi Kondisi Tepat Tidak
khusus
pasien
Metformin Gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, dan wanita meyusui - 
Glikazid Wanita hamil, wanita meyusui, gangguan fungsi hati dan ginjal - 

75
Lampiran 9. Data evaluasi waspada efek samping
Nomor RM GDP (akhir) Tepat Tidak tepat Alasan tidak tepat
76xxxx 124 
38xxxx 109 
82xxxx 96 
92xxxx 66  Hipoglikemia
78xxxx 104 
72xxxx 121 

76
78xxxx 125 
59xxxx 111 
52xxxx 104 
62xxxx 120 
82xxxx 118 
20xxxx 120 
20xxxx 123 
79xxxx 110 
44xxxx 69  Hipoglikemia
92xxxx 90 
54xxxx 100 
21xxxx 118 
97xxxx 122 
30xxxx 115 
08xxxx 141 
20xxxx 117 
04xxxx 120 
23xxxx 98 
44xxxx 110 
95xxxx 124 
48xxxx 108 
24xxxx 102 
11xxxx 90 
92xxxx 108 
53xxxx 113 
23xxxx 122 
39xxxx 106 

77
97xxxx 40  Hipoglikemia
40xxxx 112 
79xxxx 80 
15xxxx 123 
46xxxx 102 
04xxxx 116 
20xxxx 100 
42xxxx 108 
71xxxx 110 
47xxxx 104 
24xxxx 121 
90xxxx 117 
13xxxx 70 
36xxxx 123 
96xxxx 104 
72xxxx 120 
89xxxx 108 
43xxxx 124 
21xxxx 108 
92xxxx 117 
19xxxx 113 
55xxxx 106 
45xxxx 96 
71xxxx 122 
07xxxx 109 
51xxxx 110 
22xxxx 117 

78
62xxxx 106 
02xxxx 123 
97xxxx 100 
12xxxx 125 
98xxxx 116 
55xxxx 120 
462xxxx 66  Hipoglikemia
78xxxx 105 
67xxxx 115 
46xxxx 67  Hipoglikemia
89xxxx 114 
67xxxx 120 
70xxxx 124 
95xxxx 100 
18xxxx 113 
08xxxx 116 
74xxxx 104 
32xxxx 123 
97xxxx 100 
39xxxx 104 
23xxxx 117 
67xxxx 106 
91xxxx 123 

79

Anda mungkin juga menyukai