Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

TANDA BAHAYA PADA MASA NEONATUS, BAYI, DAN BALITA


Dosen Pengampu
Vita Raraningrum, S.ST., MPH.
Tria Eni Rafika Devi, S.ST., M.Kes.

Disusun oleh
Emilya Ananda Putri (15.401.20.001)
Firstamanda May Amsha (15.401.20.002)

MATA KULIAH
ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS, BAYI, BALITA, ANAK
PRASEKOLAH
YAYASAN RUSTIDA
AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
PRODI D III KEBIDANAN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah swt, karena atas rahmat-Nya,
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Tanda Bahaya
pada Masa Neonatus, Bayi, dan Balita” ini. Penulisan makalah ini merupakan
salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus,
Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah tahun ajaran 2021/2022.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada dosen pengajar mata kuliah
Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah, Ibu Vita
Raraningrum, S.ST., MPH. dan Ibu Tria Eni Rafika Devi, S.ST., M.Kes. serta
teman-teman yang secara langsung maupun yang tidak langsung telah mendukung
selesainya makalah ini.
Makalah ini disusun dengan menggunakan metode pustaka dengan
sumber berupa buku dan e-book. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah
ini masih pemula, baik dari segi susunan maupun isinya. Oleh karena itu, kami
mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
penulisan makalah yang kami susun ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.

Krikilan, 5 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................

...............................................................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................

...............................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................

...............................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang........................................................................................

......................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................

......................................................................................................................1

1.3 Tujuan.....................................................................................................

......................................................................................................................1

1.4 Manfaat...................................................................................................

......................................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN.......................................................................................

...............................................................................................................................3

2.1 Tanda Bahaya pada Bayi........................................................................

................................................................................................................3

2.2 Tanda Bahaya pada Balita......................................................................

................................................................................................................4

BAB 3 PENUTUP.................................................................................................

...............................................................................................................................28

iii
3.1 Simpulan.................................................................................................

......................................................................................................................28

3.2 Saran.......................................................................................................

......................................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................

...............................................................................................................................iv

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bayi merupakan manusia yang baru lahir sampai umur 12 bulan, namun
tidak ada batasan yang pasti. Menurut psikologi, bayi adalah periode
perkembangan yang merentang dari kelahiran hingga 18 atau 24 bulan. Masa
bayi adalah masa yang sangat bergantung pada orang dewasa. (Marmi dan
Rahardjo, 2015).
Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), Balita adalah istilah
umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat
usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan
kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan
berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih
terbatas.
Orangtua wajib untuk mengenal tanda-tanda bahaya pada bayi maupun
balita. Adapun tanda-tanda bahaya sendiri adalah suatu keadaan atau masalah
yang nantinya dapat mengakibatkan kematian pada bayi atau balita. Oleh
sebab itu, baik orangtua maupun bidan diharapkan memahami tanda bahaya
yang akan dibahas kali ini.

1.2 Rumusan Masalah


Permasalahan yang akan dibahas pada makalah tentang Tanda Bahaya
pada Masa Neonatus, Bayi, dan Balita kali ini yaitu:
1. Apa sajakah tanda bahaya pada bayi?
2. apa sajakah tanda bahaya pada balita?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui tanda bahaya pada bayi
2. Mengetahui tanda bahaya pada balita

1
2

1.4 Manfaat
Manfaat yang akan diperoleh dari isi makalah ini adalah:
1. Pembaca bisa memahami tanda bahaya pada bayi
2. Pembaca bisa memahami tanda bahaya pada balita
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Tanda Bahaya pada Bayi


Berikut ini adalah tanda-tanda bahaya pada bayi:

1. Bayi Tidak Mau Menyusu


ASI adalah makanan pokok bagi bayi. Apabila bayi tidak mau
menyusu maka asupan nutrisinya akan berkurang dan hal tersebut akan
memberikan efek pada kondisi tubuhnya. Biasanya bayi tidak mau
menyusu ketika sudah daam kondisi lemah dan mungkin dalam kondisi
dehidrasi.
Beberapa penyebab bayi tidak mau menyusu di antaranya:
a. Perubahan Rasa ASI
Jika ibu baru-baru ini mengonsumsi banyak makanan pedas atau
yang memiliki rasa kuat, maka rasa ASI ibu pun akan berubah dan
mungkin tidak enak menurut bayi.
Selain makanan, perubahan hormon ibu juga dapat mengubah rasa
ASI. Mastitis (infeksi payudara) pun dapat membuat rasa ASI ibu
menjadi lebih asin.
Riset yang terbit pada Journal of Clinical Medicine menemukan,
penyumbatan saluran susu di dalam payudara (stasis ASI)
menyebabkan mastitis atau infeksi bakteri pada payudara.
Sementara, penelitian lain yang rilis pada jurnal Clinical and
Diagnostic Laboratory Immunology menemukan, ASI yang keluar
pada ibu dengan mastitis memiliki kadar natrium yang lebih tinggi.
Natrium membuat ASI menjadi lebih asin. Perubahan rasa inilah yang
membuat bayi tidak mau minum ASI.
b. Hidung Bayi Tersumbat
Jika bayi menderita flu atau hal lain yang membuat hidungnya
tersumbat, kondisi tersebut dapat membuat bayi tidak mau menyusu

3
karena sulit bernapas. Bayi dapat merasa tidak nyaman dan rewel
akibat kondisi ini.

3
4

c. Nyeri karena Infeksi Telinga atau Tumbuh Gigi


Penyebab bayi rewel dan tidak mau menyusu ini berasal dari
masalah pada tubuh bayi. Gerakan mengisap yang dilakukan bayi
ketika menyusu dapat memperparah rasa sakit akibat tumbuh gigi atau
infeksi telinga. Oleh sebab itu, bayi pun menjadi enggan untuk
menyusu karena merasa kesakitan.
d. Sariawan
Sariawan merupakan salah satu hal umum yang dapat terjadi pada
bayi. Adanya bercak putih di lidah atau mulut yang terlihat kasar dan
terkadang berdarah dapat membuat bayi kesakitan sehingga tidak mau
menyusu.
e. Pascaimunisasi
Bekas suntikan atau rasa sakit pascaimunisasi terkadang bisa
menyebabkan bayi tidak nyaman menyusu pada posisi tertentu. Rasa
tidak nyaman ini memengaruhi bayi tidak mau menyusu.
f. Stres atau Gangguan Tertentu
Bayi stres atau adanya gangguan tertentu dapat menyebabkan bayi
malas menyusu. Bayi biasanya merasa stres saat melakukan
perjalanan panjang atau mengalami perbedaan lingkungan.
Tertundanya pemberian ASI atau perpisahan yang lama dengan ibu
dapat menyebabkan bayi rewel dan malas menyusu. Bayi pun menjadi
"mogok menyusu" kira-kira selama 2-5 hari.
Reaksi yang keras dari ibu ketika bayi menggigit puting payudara
juga bisa membuat bayi malas menyusu dan ketakutan.
Selain itu, gangguan berupa suara yang bising juga dapat membuat
bayi mogok menyusu karena perhatiannya teralihkan.
g. ASI Mengalir dengan Deras dan Kuat
ASI yang mengalir begitu banyak bisa membuat bayi kesulitan
untuk menyusu dengan nyaman. Hal ini bisa menyebabkan bayi sulit
menelan dengan baik sehingga tidak mau menyusu lagi, apalagi jika
bayi pernah tersedak.
h. Bayi Mengalami Tortikolis
5

Jika bayi hanya menyusu pada satu sisi, dan tidak mau menyusu di
sisi lain, maka bayi mungkin mengalami tortikolis. Kondisi ini
merupakan gangguan otot leher bayi di salah satu sisinya yang
menyebabkan kepala miring. Ini membuat bayi merasa tidak nyaman
atau sakit ketika menyusu pada posisi yang memengaruhi lehernya.
i. Puting Datar
Bayi malas menyusu pada puting yang datar. Sebab, mereka
merasa kesulitan ketika mengisap dan mendapatkan ASI jika puting
tidak menonjol.
j. Volume ASI Berkurang
Bayi tidak mau menyusu juga terjadi jika ASI yang diproduksi
tidak banyak. Sebab, bayi akan merasa marah dan frustrasi saat bayi
tidak mendapatkan air susu ketika sedang mengisap puting payudara
ibu. Frustrasi dan marah ini ditandai dengan bayi tiba tiba tidak mau
menyusu.
k. Aroma Tubuh Ibu Berubah
Jika ibu mengganti produk dengan aroma wangi, seperti sabun,
parfum, losion, dan deodoran, bayi akan merasa tidak nyaman. Sebab,
bayi menyadari jika ada perubahan wangi dari ibunya. Akhirnya, bayi
malas menyusu.
Beberapa cara mengatasi bayi tidak mau menyusu adalah sebagai
berikut:
a. Merangsang Bayi untuk Menyusu
Perah ASI ke mulut bayi atau oleskan pada permukaan bibirnya
untuk mendorong bayi menyusu. Jika bayi menelannya, cobalah untuk
menyusui bayi. Namun, bila bayi terlihat tidak menyukainya, hentikan
dan coba lagi nanti.
b. Mengubah Posisi Menyusui
Mencoba berbagai posisi menyusui yang dapat membuat bayi
nyaman dan mau menyusu. Jika hidung bayi tersumbat, pegangi bayi
dengan posisi tegak selama menyusu. Ini dapat membuatnya lebih
mudah untuk menyusu.
6

c. Atasi Gangguan
Mencoba menyusui bayi di ruangan yang tenang tanpa gangguan.
Ini dapat membuat bayi lebih fokus untuk menyusu karena tidak
terganggu dan perhatiannya tidak teralihkan.
d. Kontak Kulit ke Kulit
Ibu dapat mengikuti cara menyusui bayi dengan kontak kulit ke
kulit atau tidak mengenakan baju. Hal ini dapat meningkatkan minat
bayi untuk menyusu karena merasa nyaman.
e. Atasi Rasa Sakit Bayi
Jika bayi sakit karena tumbuh gigi, infeksi telinga, sariawan,
pascaimunisasi, ataupun masalah lain yang membuatnya enggan untuk
menyusu, maka periksakan bayi Anda pada dokter untuk
menghilangkan rasa sakitnya.
f. Tidak Bereaksi secara Berlebihan ketika Bayi Menggigit Puting
Jika bayi menggigit puting susu ibu, maka ibu jangan membuat
reaksi yang keras, apalagi hingga membentak bayi. Cukup selipkan
jari ibu ke mulut bayi dengan cepat untuk menghentikan isapannya.
g. Hindari Makanan yang Membuat Rasa ASI Berubah
Sebaiknya, ibu jangan mengonsumsi makanan pedas atau memiliki
rasa kuat yang dapat memengaruhi rasa ASI.
h. Kenakan Wewangian yang Sama
Ha ini bertujuan agar bayi tidak kaget dan terganggu dengan bau
yang baru sehingga menolak menyusui.
i. Pompa ASI
Hal ini membuat puting terstimulasi dan menonjol keluar
2. Bayi Kejang
Kejang demam merupakan salah satu gangguan neurologik yang
paling sering dijumpai pada masa anak-anak, terutama pada usia 6 bulan
sampai 5 tahun (Wong, 2009). Kejang demam adalah serangan kejang
yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38°C).
Kejang terjadi apabila demam disebabkan oleh infeksi yang mengenai
jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis media akut dan bronkitis.
7

Selain demam yang tinggi, kejang juga bisa terjadi akibat penyakit radang
selaput otak, tumor, trauma atau benjolan dikepala serta gangguan
elektrolit dalam tubuh (Riyadi & Sukarmin, 2013)
Kejang demam merupakan kondisi kegawatdaruratan yang
memerlukan penanganan pertama, diikuti kondisi kegawatdaruratan lain
yang terjadi pada anak adalah sesak nafas, kenaikan suhu yang terus
menerus, dan cedera fisik. Kebanyakan ibu tidak menyadari akan bahaya
yang ditimbulkan dari kejang demam. Setiap kejang yang lama (lebih dari
5 menit) berdampak membahayakan karena dapat menyebabkan kerusakan
sel-sel otak akibat kekurangan oksigen, semakin lama dan semakin sering
kejang maka sel-sel otak yang rusak akan semakin banyak (Chomaria,
2015). Kejang demam juga bisa meningkatkan resiko terjadinya epilepsi
sebesar 57% jika terjadi berulang dan berkepanjangan. Keterlambatan dan
kesalahan dalam penanganan pertama kejang demam juga dapat
meningkatkan gejala sisa pada anak dan bisa menyebabkan kematian (Fida
& Maya, 2012).
Hingga saat ini belum ditemukan secara pasti penyebab kejang pada
bayi. Namun, beberapa kondisi berikut mungkin bisa menjadi salah satu
penyebabnya:
a. Demam
Hal yang paling umum menyebabkan bayi kejang adalah karena
suhu tubuhnya terlalu tinggi. Kejang pada bayi yang disebabkan oleh
demam biasa disebut kejang demam. Kondisi ini biasa terjadi pada
anak usia di bawah 4 tahun.
b. Epilepsi
Epilepsi juga bisa menjadi penyebab kejang pada bayi. Sekiranya
30% anak penderita epilepsi akan mengalami kejang hingga mereka
dewasa. Namun, pada sebagian lainnya bisa membaik seiring
berjalannya waktu.
c. Meningitis
Pada kasus yang lebih serius, kejang bisa menjadi pertanda adanya
peradangan selaput otak atau meningitis. Selain kejang, gejala
8

meningitis pada anak juga diiringi dengan demam, rewel, sakit kepala
hingga ruam kulit.
Sementara pada bayi, meningitis ditandai dengan sejumlah gejala
lain seperti muntah bayi kuning, sering mengantuk atau sulit
dibangunkan, tidak mau menyusu, lesu dan tidak menanggapi saat
diajak berinteraksi.
Adapun gejala kejang pada bayi tanpa demam misalnya:
a. Perubahan pola napas
b. Gerakan/kedutan pada kelopak mata atau bibir, atau mata tampak
berkedip-kedip
c. Kaki bergerak seperti mengayuh sepeda
d. Lengan, tungkai, atau tubuh tersentak atau menjadi kaku
e. Bayi mungkin menjadi kurang responsif dan sulit untuk menarik
perhatian bayi
Sedangkan, bayi yang lebih besar dapat menunjukkan gejala kejang
tanpa demam berupa:
a. Spasme infantil: badan, lengan, dan tungkai bayi menjadi kaku, atau
kedua lengannya telentang keluar
b. Kepala bayi mengangguk-angguk
c. Kedua tungkai tersentak ke arah perut dengan posisi lutut tertekuk
d. Seluruh badan kaku dan mata berkedip-kedip
e. Bayi mungkin berhenti beraktivitas dan memiliki tatapan kosong atau
melihat ke salah satu sisi saja. Kondisi ini dapat disertai dengan
sentakan anggota tubuh dan kejang seluruh tubuh.
Kejang pada anak memang tampak seperti gerakan bayi pada
umumnya. Namun, ada beberapa petunjuk yang bisa digunakan untuk
mengenali kejang pada bayi yang dialami:
a. Episode gerakan yang berulang dan identik setiap kali terjadi
b. Episode serangan kejang tidak dipicu oleh perubahan postur tubuh
atau perubahan aktivitas (misalnya sentakan tubuh bukan disebabkan
oleh kaget akibat suara yang keras).
9

c. Gerakan bayi tidak bisa dihentikan dengan sentuhan. Atau jika tungkai
menjadi lurus dan kaku, tungkai bayi tidak dapat dibengkokkan lagi
semudah biasasanya
Penanganan pertama kejang demam adalah sebagai berikut:
a. Ketika bayi mengalami kejang demam atau step pada bayi, orangtua
dianjurkan tetap tenang dan tidak panik.
b. Letakkan bayi di tempat yang datar. Tempat ini sebaiknya luas dan
bebas sehingga bayi tidak akan terbentur atau tertimpa benda tertentu
saat kejang.
c. Posisikan bayi tidur menyamping untuk mencegahnya tersedak saat
kejang.
d. Longgarkan pakaiannya, terutama pada bagian leher.
e. Jangan memaksa untuk menahan gerakan tubuh anak. Cukup jaga agar
posisi tubuhnya tetap aman.
f. Jangan memasukkan benda apa pun ke mulutnya, termasuk minuman
atau obat-obatan.
g. Ucapkanlah kata-kata yang menenangkan agar bayi merasa lebih
nyaman.
h. Catat berapa lama bayi Anda mengalami kejang.
i. Amati kondisinya saat kejang, terutama bila dia kesulitan bernapas
atau wajahnya menjadi pucat dan kebiruan. Ini menandakan bahwa ia
kekurangan oksigen dan membutuhkan penanganan medis secepatnya.
j. Jika memungkinkan, rekam kejadian saat anak sedang kejang
sehingga dokter bisa mengetahui dengan pasti seperti apa kejang yang
dialami bayi.
3. Bayi Mengantuk atau Tidak Sadar (Lemah)
Narkolepsi pada bayi atau balita adalah gangguan tidur yang
menyebabkan bayi atau balita mengantuk terus di siang hari dan keinginan
tak tertahankan untuk tidur.
Jika umumnya bayi atau balita tidur hanya di malam hari dan 1-2 kali
di siang atau sore hari, anak yang mengalami narkolepsi bisa tertidur
10

kapan saja dalam kurun waktu 24 jam. Bahkan, ia bisa tidur pada saat
yang sangat tidak biasa seperti ketika mengobrol atau bermain sepeda.
Menurut situs web Children’s Hospital Colorado, usia puncak gejala
narkolepsi adalah 15-25 tahun, tapi kondisi ini juga ditemukan pada balita
usia dua tahun.
Tanda-tanda narkolepsi berikut bisa muncul sekaligus atau
berkembang perlahan dalam beberapa tahun. Terkadang, satu-satunya
gejala yang terlihat adalah balita mengantuk terus.
a. Mengantuk berlebihan di siang hari
1) Biasanya merupakan gejala pertama narkolepsi
2) Episode tidur yang tidak diinginkan terjadi beberapa kali sehari.
Pada orang dewasa terkadang “serangan tidur” terjadi pada saat
yang berbahaya (misalnya saat menyetir mobil).
3) Episode tidur bisa terjadi saat anak sedang terlibat aktif dalam
suatu kegiatan. Bukan hanya di situasi yang membuat orang
normal mengantuk (misalnya setelah makan), tapi juga di saat
orang seharusnya terjaga (misalnya saat menulis).
4) Setelah tidur siang, anak bangun dengan segar
5) Di luar episode tidur, anak merasa mengantuk secara tidak wajar
6) Mudah lelah atau capai sepanjang waktu
b. Katapleksi (cataplexy, hilangnya kontrol otot secara mendadak saat
otot tubuh mengendur)
1) Katapleksi bisa ringan seperti merasa lemah sekilas di lutut atau
yang berat bisa menyebabkan tubuh ambruk. Namun, anak sadar
sepenuhnya dan tahu apa yang terjadi.
2) Berkurangnya atau hilangnya kekencangan otot secara mendadak,
tapi bisa kembali seperti semula
3) Paling sering disebabkan oleh stres atau emosi yang kuat seperti
tertawa, marah, dan terkejut
4) Biasanya terjadi sebentar, 30 detik sampai 30 menit
5) Katapleksi mungkin baru dialami di usia remaja atau dewasa
11

c. Kelumpuhan tidur (sleep paralysis, ketindihan)


1) Anak merasa tidak dapat bergerak atau berbicara saat mulai
tertidur atau terbangun walau benar-benar sadar akan keadaan di
sekelilingnya.
2) Meski sangat menakutkan bagi anak-anak, ketindihan tidak
berbahaya
3) Berbeda dengan katapleksi, menyentuh anak biasanya membuat
kelumpuhan tidur hilang
d. Halusinasi hipnagogik (terjadi saat tertidur)
1) Pengalaman seperti mimpi yang terjadi saat anak bangun,
sehingga sulit membedakan antara mimpi dengan kenyataan.
2) Seringkali seperti mimpi buruk yang melibatkan tampilan,
perasaan di kulit, atau suara hewan aneh atau orang jahat
3) Menyeramkan bagi anak-anak karena mereka sadar tapi tidak bisa
mengendalikan aksinya
4) Bisa disalahartikan sebagai delusi akibat penyakit mental
e. Terganggunya tidur malam
1) Sulit tetap terjaga di siang hari, tapi juga sulit tidur di malam hari
2) Seringnya terbangun di malam hari membuat anak semakin
mengantuk di siang hari
f. Gejala lain
1) Lesu
2) Motivasi rendah
3) Tidak mampu berkonsentrasi
4) Hilang ingatan
5) Anak tidak bisa menjaga pertemanan atau mengikuti tugas
sekolah
6) Penglihatan ganda
7) Sakit kepala
8) Pusing
9) Mendengkur
10) Berat badan berlebih
12

Meningitis adalah penyakit yang disebabkan oleh peradangan pada


selaput pelindung di sekitar otak dan saraf tulang belakang. Meningitis
dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau jamur.
Meningitis virus merupakan jenis meningitis yang paling sering
terjadi, namun meningitis yang paling berbahaya adalah meningitis
bakteri.
Penyakit meningitis lebih berisiko menyerang:
a. Bayi, terutama yang berusia di bawah dua bulan. Di usia ini, sistem
kekebalan tubuh mereka belum berkembang dengan baik. Akibatnya,
bakteri dapat masuk ke aliran darah dengan mudah.
b. Anak-anak yang menderita infeksi telinga dan sinusitis berulang.
c. Anak-anak yang mengalami cedera kepala berat dan patah tulang
tengkorak.
d. Anak-anak yang baru saja menjalani operasi otak.
e. Bayi dan anak-anak yang terlahir dengan HIV, riwayat infeksi dalam
kandungan, dan cacat bawaan lahir.
Gejala meningitis pada bayi bervariasi, sehingga masing-masing bayi
yang terkena penyakit ini mungkin akan mengalami gejala yang berbeda.
Meski begitu, ada tanda-tanda meningitis pada bayi yang umum terjadi
menurut usianya, yaitu:
a. Bayi kurang dari dua bulan
Pada usia ini, tanda meningitis pada bayi bisa sulit dideteksi. Oleh
karena itu, segera bawa ke dokter anak atau rumah sakit terdekat jika
bayi mengalami demam, kurang mau atau tidak mau menyusu, sesak
napas, lesu, dan tampak rewel.
b. Bayi usia dua bulan hingga dua tahun
Meningitis paling sering menyerang anak-anak di usia ini. Gejalanya
antara lain:
1) Demam.
2) Kejang.
3) Muntah.
4) Nafsu makan berkurang.
13

5) Rewel.
6) Tampak sangat mengantuk, sampai sulit dibangunkan.
7) Muncul ruam di kulit.
c. Anak di atas dua tahun
Selain berbagai gejala di atas, meningitis pada anak berusia lebih dari
dua tahun juga akan menunjukkan gejala berupa:
1) Sakit kepala.
2) Sakit punggung.
3) Leher nyeri dan kaku.
4) Mudah silau atau sensitif terhadap cahaya terang.
5) Kebingungan.
6) Tingkat kesadaran menurun atau koma.
7) Mual dan muntah.
8) Ruam atau bercak berwarna ungu kemerah
Pada bayi atau anak yang mengalami meningitis, mungkin akan
muncul juga tanda dan gejala berupa sakit kuning, suhu tubuh rendah
(hipotermia), menangis dengan nada yang sangat kencang, serta bagian
lunak di kepala (fontanel) menonjol.
4. Frekuensi Nafas <20 kali/menit atau Apnea
Sleep apnea adalah kondisi yang membuat penderitanya berhenti
bernapas selama kurang lebih 15-20 detik saat tidur. Selain berhenti
bernapas ketika tidur, sleep apnea juga bisa ditandai dengan gejala kulit
membiru, penurunan detak jantung, dan rendahnya kadar oksigen dalam
tubuh.
Sleep apnea pada bayi prematur dipicu oleh belum matangnya sistem
saraf pusat di otak yang mengatur pernapasan. Selain itu, kondisi lain yang
juga bisa meningkatkan risiko bayi prematur mengalami sleep apnea
adalah:
a. Pendarahan pada otak.
b. Gangguan paru-paru dan pencernaan, seperti refluks asam lambung.
c. Terlalu rendahnya kadar kalsium dan glukosa di dalam darah.
d. Posisi tubuh yang kurang tepat saat disusui atau saat tidur.
14

e. Perubahan suhu tubuh.


Sleep apnea biasanya terdiagnosis oleh dokter anak ketika bayi
prematur masih dirawat di ruang NICU (neonatal intensive care unit).
Untuk mengatasinya, dokter bisa memberikan obat yang mengandung
sedikit kafein serta memasangkan alat bantu pernapasan dan alat untuk
memantau laju pernapasan bayi.
Ketika bayi boleh dibawa pulang ke rumah, dokter mungkin akan
membekali orang tua dengan alat untuk mendeteksi napas bayi ketika
tidur atau apnea monitor. Alat ini terdiri dari dua komponen, yaitu ikat
pinggang bersensor yang harus diletakkan di sekitar dada bayi, serta layar
monitor untuk mengetahui pergerakan dada dan napasnya.
Dokter juga akan mengajarkan cara menggunakan apnea monitor dan
cara memberikan bantuan pernapasan pada bayi ketika dia mengalami
sleep apnea.
5. Frekuensi Nafas >60 kali/menit
Bayi baru lahir secara alami bernapas lebih cepat ketimbang orang
dewasa. Menurut The National Institutes of Health (NIH), bayi baru lahir
bernapas hingga 44 kali per menit, sementara kecepatan bernapas orang
dewasa sekitar delapan hingga 16 kali per menit.
Karena alasan inilah, orangtua seringkali menduga bahwa bayi
bernapas tersengal-sengal dan dalam. Padahal sesungguhnya kecepatan
napas bayi tergolong normal. Jika bayi bernapas dengan kecepatan 60 kali
napas per menit, dokter mungkin akan mendiagnosis bayi mengalami
tachypnea atau napas cepat.
Pada bayi yang masih sangat muda dengan usia kurang dari dua hari,
pernapasan pendek mungkin merupakan gejala awal dari tacyhpnea.
Tachypnea merupakan kondisi ringan yang disebabkan adanya cairan di
paru-paru bayi.
Bayi prematur mungkin juga mengalami pernapasan pendek karena
apnea prematuritas. Masalah ini menyebabkan adanya interval lima hingga
10 detik di mana bayi berhenti bernapas atau mengalami pernapasan yang
sangat pendek.
15

Kondisi lain yang menyebabkan pernapasan pendek pada bayi adalah


asma, pneumonia, dan bronkiolitis.
Kondisi pernapasan pendek pada bayi seringkali tidak menimbulkan
bahaya, terutama pada bayi yang masih sangat muda. Namun, sangat
penting bagi orangtua memerhatikan gejala-gejala yang menunjukkan
'bendera merah' karena bisa menjadi masalah pernapasan yang lebih serius.
Kondisi pernapasan bayi yang pendek dianggap serius jika terjadi
setelah usia bayi menginjak minggu kedua atau berlangsung lebih dari 20
detik. Segera bawa bayi ke rumah sakit jika ia mengalami napas pendek
dan cepat disertai dengan demam, perubahan warna kulit, mengi, lesu, dan
batuk menggonggong.
Penanganan dalam masalah pernapasan bayi ini bervariasi, tergantung
penyebab dan tingkat keparahannya. Jika bayi didiagnosis mengalami
infeksi pernapasan, dokter akan memberikan antivirus, antibiotik atau
bronchiodilator.
Bila bayi mengalami apnea singkat, disarankan agar orangtua
memantau dan menempatkan posisi tidur bayi dengan hati-hati. Bayi yang
mengalami apnea prematur mungkin memerlukan bantuan tambahan
oksigen, pengisapan, dan kafein dalam dosis kecil.
6. Merintih
Bayi belum dapat mengungkapkan apa yang dirasakan. Ketika bayi
merintih terus menerus meskipun sudah diberi ASI atau sudah dihapuk-
hapuk, maka konsultasikan pada dokter. Bisa jadi ada ketidaknyamanan
lain yang bayi rasakan
7. Tarikan Dada Bawah ke Dalam yang Kuat
Pneumonia adalah infeksi jaringan paru-paru (alveoli) yang bersifat
akut. Penyebabnya adalah bakteri, virus, jamur, pajanan bahan kimia atau
kerusakan fisik dari paru-paru, maupun pengaruh tidak langsung dari
penyakit lain. Bakteri yang biasa menyebabkan pneumonia adalah
Streptococcus dan Mycoplasma pneumonia, sedangkan virus yang
menyebabkan pneumonia adalah adenoviruses, rhinovirus, influenza virus,
respiratory syncytial virus (RSV) dan para influenza virus.
16

Berikut adalah tanda-tanda pneumonia secara umum:


a. Batuk, pilek dan demam
Sebelum terjadi pneumonia, biasanya pasien atau bayi dan balita
mengalami selesma dengan gejala batuk, batuk rejan (pertusis), pilek,
dan demam. Hal inilah yang membuat orangtua bayi dan balita sering
salah mengira pneumonia sebagai selesma yang berbahaya. Pasalnya,
dokter pun mengakui bahwa memang sulit membedakan selesma
dengan pneumonia awal tanpa pemeriksaan lebih lanjut.
b. Tarikan dinding dada bagian bawah
Sesak napas sebagai tanda pneumonia memiliki perbedaan dengan
gejala penyakit lainnya. Kondisi sesak pneumonia terjadi karena
adanya tarikan dinding dada bagian bawah (retraksi) atau disebut
chest indrawing setiap kali anak menarik napas. Ketika bayi dengan
pneumonia bernapas, terlihat seperti cekungan di dada bayi yang
menyerupai kondisi gizi buruk, di mana bentuk rusuk terlihat dengan
jelas.
c. Napas cepat
Tanda-tanda balita mengalami pneumonia adalah bila terdapat
peningkatan laju napas, hingga terjadi sesak napas yang semakin
berat. Napas cepat (takipnu) merupakan tanda pneumonia yang
penting. Batasan laju napas cepat pada bayi berusia kurang dari dua
bulan adalah lebih atau sama dengan 60 kali per menit. Pada bayi 2-12
bulan adalah 50 kali per menit, dan pada usia 1-5 tahun adalah 40 kali
per menit.
d. Kelainan pada saat bernapas
Pneumonia merupakan gangguan pada saluran pernapasan. Oleh
sebab itu banyak gejala yang juga mengikuti bayi atau balita ketika
mereka bernapas. Beberapa diantaranya yaitu suara tarikan napas bisa
berupa stridor atau wheezing, mengerang atau grunting dan kepala
bergerak-gerak atau head nodding.
e. Tanda bahaya
17

Pada bayi atau balita yang mengalami perburukan gejala atau sudah
memasuki fase tanda bahaya, maka pada pasien akan ada gejala yang
ditandai dengan gelisah, tidak mau makan atau minum, sianosis
(kebiruan pada bibir), kejang, hingga penurunan kesadaran.
f. Melihat tanda-tanda pneumonia berdasarkan usia
1) Usia kurang dari dua bulan
a) Napas cepat (lebih dari 60 kali per menit)
b) Napas lambat kurang dari 30 kali per menit
c) Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat (chest
indrawing)
d) Kurang mau minum
e) Demam
f) Kejang
g) Kesadaran menurun
h) Stridor (suara napas bernada tinggi)
i) Wheezing (suara tarikan napas tambahan yang seolah
berdenging)
j) Tangan dan kaki terasa dingin
k) Tanda gizi buruk.
2) Usia dua bulan sampai 5 tahun:
a) Tidak bisa minum
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Stridor pada waktu tenang
e) Tampak biru pada lidah (sianosis sentral)
f) Ujung tangan dan kaki pucat dan dingin
g) Head Nodding (Kepala gerak-gerak mengangguk pada saat
bernapas, menandakan kekurang oksigen)
h) Grunting (perubahan warna wajah, dari merah hingga
keuangan)
i) Gizi buruk
j) Batasan napas usia (2-12 bulan) yaitu 50 kali per menit
18

k) Batasan napas usia (1-5 tahun) yaitu 40 kali per menit.


Apabila orangtua melihat tanda-tanda ini pada bayi atau balitanya,
sebaiknya tidak menyepelekan dan segera melakukan tindakan. Bayi atau
balita dengan pneumonia harus segera dibawa ke rumah sakit, karena
mengonsumsi obat bebas atau sembarangan bisa lebih sering
membahayakan.
8. Sianosis
Bibir bayi hitam atau tampak berwarna biru keunguan umumnya
disebabkan oleh kekurangan oksigen. Dalam istilah medis, kondisi bibir
bayi yang tampak kehitaman ini disebut sianosis. Kondisi ini perlu
diwaspadai karena sering kali menandakan adanya gangguan kesehatan
serius pada bayi.
Bibir bayi hitam atau kebiruan bisa disebabkan oleh paparan udara
dingin. Udara dingin dapat membuat pembuluh darah menyempit sehingga
menghambat pasokan udara ke bibir dan akhirnya membuat warna bibir
bayi hitam atau kebiruan. Bayi yang kedinginan biasanya akan tampak
menggigil, lemas, dan keringat dingin.
Biasanya, kondisi tersebut dapat diatasi dengan menghangatkan atau
memijat bibir bayi dan warna bibir bayi akan berangsur normal. Namun,
jika warna bibir bayi tidak juga membaik setelah dihangatkan atau bukan
dipicu oleh paparan udara dingin, kondisi ini bisa jadi disebabkan oleh
masalah kesehatan lainnya.
Ketika mengalami sianosis, bayi bisa mengalami bibir hitam dan
beberapa gejala lain, seperti sesak napas, lemas, dan kurang mau menyusu
atau tidak bisa menyusu sama sekali.
Kondisi sianosis yang menyebabkan warna kulit, bibir, dan kuku
menjadi kebiruan atau kehitaman terdiri dari dua kategori, yaitu:
a. Sianosis sentral
Sianosis sentral diakibatkan oleh rendahnya kadar oksigen di
dalam darah. Kondisi ini bisa terjadi akibat kurangnya asupan oksigen
atau adanya kondisi medis tertentu yang membuat tubuh tidak bisa
mendistribusikan oksigen dengan baik.
19

Ada beberapa kondisi atau penyakit yang bisa menyebabkan bayi


mengalami sianosis sentral, antara lain:
1) Penyakit jantung bawaan, misalnya tetralogi Fallot
2) Gangguan pada paru-paru, misalnya atresia paru, pneumonia,
emboli paru, dan pembengkakan atau edema paru.
3) Asfiksia
4) Gangguan hemoglobin, misalnya methemoglobinemia.
b. Sianosis perifer
Jika pada sianosis sentral kekurangan oksigen disebabkan oleh
rendahnya kadar oksigen yang terbawa dalam darah, pada sianosis
perifer kekurangan oksigen disebabkan oleh buruknya sirkulasi darah.
Pada kondisi ini, ujung tangan dan kaki akan tampak membiru.
Sianosis jenis ini biasanya bisa disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1) Dehidrasi berat
2) Udara dingin
3) Deep vein thrombosis (DVT)
4) Syok, misalnya akibat hipovolemia, perdarahan, atau sepsis

2.2 Tanda Bahaya pada Balita


1. Bila batuk tidak sembuh dalam 2 hari dan demam
2. Diare dengan demam ada darah dalam tinja, diare makin parah, muntah
terus-menerus, anak terlihat haus, anak tidak mau makan minum, dan diare
berulang-ulang
3. Demam disertai kejang, demam tidak turun dalam 2 hari, demam disertai
bintik merah pada kulit, perdarahan dihidung atau buang air besar
berwarna hitam
4. Luka bernanah atau berbau
BAB 3
PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan makalah yang telah dibuat, dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:

1. Orangtua wajib untuk mengenal tanda-tanda bahaya pada bayi maupun


balita. Adapun tanda-tanda bahaya sendiri adalah suatu keadaan atau
masalah yang nantinya dapat mengakibatkan kematian pada bayi atau
balita
2. Tanda bahaya pada bayi meliputi bayi tidak mau menyusu, kejang,
mengantuk atau tidak sadar, frekuensi napas <20 kali/menit dan >60
kali/menit, apnea, tarikan dada bawah ke dalam yang kuat, dan sianosis.

3.2 Saran
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar penulis bisa
menyusun makalah lebih baik kedepannya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Maternity, Dianty, dkk. 2018. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita, dan
Anak Prasekolah. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Resti, Hutri Engla, dkk. 2020. Gambaran Penanganan Pertama Kejang Demam
yang Dilakukan Ibu pada Balita. Jurnal Ners Indonesia, 10(2), 238-239.

Anwar, Athena dan Ika Dharmayanti. 2014. Pneumonia pada Anak Balita di
Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 8(8), 360.

Pramusdiantika, Eiyanni. 2020. Pengenalan Tanda Bahaya Neonatus Bayi dan


Balita.

Toro. 2019. Tanda dan Bahaya Umum pada Bayi Baru Lahir.
https://rsuppersahabatan.co.id/artikel/read/tanda--bahaya-umum-pada-bayi-
baru-lahir-. Diakses pada 5 Oktober 2021, pukul 19.00.

Rahmawati, Dina. 2019. Penyebab Bayi Tidak Mau Menyusu dan Cara
Mengatasinya. https://www.sehatq.com/artikel/penyebab-bayi-tidak-mau-
menyusu-dan-cara-mengatasinya. Diakses pada 5 Oktober 2021, pukul
19.20.

Haryono, Adelina. 2019. Mengenal Kejang pada Bayi.


https://www.sehatq.com/artikel/mengenal-kejang-pada-bayi. Diakses pada 5
Oktober 2021, pukul 19.30.

Rahmadianti, Fitria. 2020. Balita Mengantuk Terus? Ini Ciri Narkolepsi pada
Anak. https://www.orami.co.id/magazine/balita-mengantuk-terus-ini-ciri-
narkolepsi-pada-anak/. Diakses pada 5 Oktober 2021, pukul 19.40.

Marianti. 2019. Sleep Apnea pada Bayi Prematur.


https://www.alodokter.com/bunda-dan-ayah-yuk-kenali-lebih-jauh-tentang-
sleep-apnea-pada-bayi-prematur. Diakses pada 5 Oktober 2021, pukul
19.50.

iv
Carmelita, Winda. 2021. Penyebab Napas Bayi Pendek dan Cepat.
https://www.popmama.com/baby/0-6-months/winda-carmelita/penyebab-
dan-cara-mengatasi-napas-bayi-pendek-dan-cepat/5. Diakses pada 5
Oktober 2021, pukul 20.00.

Pranita, Ellyvoon. 2019. Mengenal Pneumonia, Penyebab Kematian Utama Bayi


danBalita. https://sains.kompas.com/read/2019/12/07/121100623/mengenal-
tanda-pneumonia-penyebab-kematian-utama-bayi-dan-balita?
page=all#:~:text=Kondisi%20sesak%20pneumonia%20terjadi
%20karena,bentuk%20rusuk%20terlihat%20dengan%20jelas. Diakses pada
5 Oktober 2021, pukul 20.10.

Adrian, Kevin. 2020. Bibir Bayi Hitam, Waspadai Penyebabnya.


https://www.alodokter.com/bibir-bayi-hitam-waspadai-
penyebabnya#:~:text=Bibir%20bayi%20hitam%20atau
%20tampak,gangguan%20kesehatan%20serius%20pada%20bayi. Diakses
pada 5 Oktober 2021, pukul 20.20.

Adrian, Kevin 2019. Waspada Tanda Meningitis pada Bayi.


https://www.alodokter.com/waspada-ini-3-tanda-bahaya-bayimu-telah-
mengidap-meningitis. Diakses pada 5 Oktober 2021, pukul 20.30.

Anda mungkin juga menyukai