Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN

PENGARUH PEMBERIAN ULAT KANDANG (Lesser


mealworm) DAN LARON (Isoptera) TERHADAP REGENERASI
EKOR CICAK (Cosymbotus platyurus)

Oleh :

Nama : Dea Hidayatul Syafitri

NIM : 190210103102

Program Studi : Pendidikan Biologi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAAN MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2020
I. JUDUL
Pengaruh Pemberian Ulat Kandang (Lesser mealworm) dan Laron
(Isoptera) terhadap Regenerasi Ekor Cicak (Cosymbotus platyurus).
II. TUJUAN
Untuk mengetahui pengaruh jenis makanan terhadap regenerasi ekor
cicak (Cosymbotus platyurus).
III. DASAR TEORI

Cecak memiliki kemampuan untuk meregenerasi bagian tubuhnya


yaitu pada ekor yang terputus (autotomi) kemudian setelah terputus maka
cicak mempu membentuk ekor yang baru. Cicak melakukan autotomi
untuk mengelabuhi predatornya. Daya yang dimiliki oleh cicak merupakan
upaya cecak untuk memperbaiki jaringan pada ekornya yang telah rusak
sehingga dapat memulihkan struktur dan fungsi jaringan pada ekornya
seperti sedia kala. Pada dasarnya, proses regenerasi jaringan meliputi
proses proliferasis sel, migrasi, diferensiasi, dan morfogenesis. Proses
regenasi jaringan ini memerlukan energi dalam jumlah besar yang dapat
didapatkan dari proses metabolisme aerob (Novianti et al, 2019 : 40-41).

Cicak tergolong ke dalam suku Gekkonidae dan terdiri atas


puluhan jenis. Merupakan hewan reptile yang biasa memakan serangga
terutama nyamuk, berukuran sekitar 10 cm, berwarna abu-abu atau coklat
kehitaman. Beberapa jenis cicak yang umumnya bisa dijumpai di
Indonesia adalah: Cicak tembok (Cosymbotus platyurus) atau dalam
bahasa inggris disebut flat-tailed house-gecko, Cicak kayu (Hemidaclylus
frenatus) atau dalam bahasa inggris disebut common house-gecko atau ada
pula yang menyebut Darwin housegecko. Cicak ini berukuran sekitar 120
mm dan Cicak gula (Gehyra mutilata) atau dalam bahasa Inggris disebut
dengan berbagai nama seperti Pacific gecko, sugar lizard, tender-skinned
housegecko, four-clawed gecko, atau stump-toed gecko (Putra et al.,
2017 : 89).
Hemidactylus frenatus merupakan salah satu jenis cicak rumah
yang banyak dijumpai di pemukiman warga. Berwarna keabu-abuan
hingga kecoklatan dengan pola garishitam memanjang dari kepala sampai
ekor. Jenis ini memiliki pelebaran kulit ventrolateral pada ventral, tepi
posterior tungkai belakang, tepi anterior tungkai depan dan ekor
(Eprilurahman et al.,2018 : 51).
Cyrtodactylus memiliki ciri-ciri lima jari pada masing-masing
tungkai depan dan belakang, berukuran hampir sama besar. Jari-jari
memipih tegak, melengkung pada ujungnya, dan bercakar. Cakar atau
kuku itu diapit oleh dua sisik besar; sisi bawah jari-jari dengan pelat-pelat
sisik besar yang disebut lamella. Sisi atas tubuh dengan kulit berbintil-
bintil rapat atau disebut juga dengan granular, di antaranya terdapat bintil-
bintil membesar atau disebut dengan tuberkel. Pupilnya vertikal. Hewan
jantan dengan atau tanpa pori-pori preanal atau di muka anus atau femoral
disebut juga di pangkal paha.Spesies-spesies cicak umumnya merupakan
pemakan serangga (insektivora), dan beberapa spesies arthropoda yang
cukup kecil untuk dimangsa. Sebagian besar cicak bersifat arboreal dan
aktif mencari mangsa pada malam hari. Beberapa spesies cicak memiliki
kebiasaan memakan kulit yang mereka lepaskan (Wiradarma et al., 2019 :
174).
Autotomi merupakan suatu peristiwa putusnya ekor, baik sebagian
maupun keseluruhan ekor pada saat cicak atau kadal dikejar atau
ditangkap. Secara umum autotomi dapat dikatakan sebagai adaptasi
struktural untuk meminimalkan kerusakan jaringan dan mempermudah
proses penyembuhan luka. Ekor autotomi merupakan mekanisme
perlindungan diri yang dapat dilakukan oleh cicak maupun kadal. Apabila
ekor dipegang maka akan terjadi tekanan kontraksi otot yang tidak merata
di seluruh segmen dan akan terjadi tekanan yang berlebihan pada bagian
ekor (Rakhmiyati et al., 2018 : 57).
Regenerasi merupakan proses memperbaiki kembali bagian tubuh
yang rusak atau lepas kembali seperti semula. Kemampuan tumbuh dan
terdiferensiasi tidak terbatas pada embrionya saja, tetapi juga sampai
dewasa sampai seumur hidup organisme tersebut. Vertebrata memiliki
daya regenerasi yang tinggi pada urodela dan banyak dipakai sebagai
eksperimen. Pada reptilia terbatas pada ekor saja dan bertujuan untuk
melarikan diri dari predator, pelepasan tubuhnya disebut dengan peristiwa
autotomi. Pada mamalia, regenerasi hanya sebatas jaringan dan tidak
sampai pada organ (Sumarmin, 2016 : 272).
Ekor yang teregenerasi akan dibuat ulang berbeda dari yang asli.
Ekornya akan berbeda terutama di struktur vertebrae caudales dan sumsum
tulang belakang, ekor yang beregenerasi didukung dengan tabung tulang
rawan memanjang sedangkan akord tulang belakang digantikan oleh sel
ependymal, sel glia dan serabut saraf. Ekor yang teregenerasi akan berbeda
dari ekor awal yang dimilikinya. Regenerasi ekor akan terjadi apabila
terdapat ependymal lapisan pada sumsum tulang belakanng yanng tersisa
(Rakkhmiyati et al., 2016 : 49).

IV. METODE PRAKTIKUM


IV.1 Alat dan Badan
IV.1.1 Alat :
1. Kotak nasi bekas
2. Pinset
3. Plastik
4. Karet
5. Semprotan air
IV.1.2 Bahan :
1. Air
2. Cicak tembok (Cosymbotus platyurus)
3. Ulat kandang (Lesser mealworm)
4. Laron (Isoptera)
V. HASIL PRAKTIKUM
Cicak dengan pemberian pakan ulat kandang dan laron, diamati selama 12
hari dengan pengamatan 4 hari sekali dengan dilakukan dua kali
pengulangan, didapatkan hasil perpanjangan ekor sebagai berikut :

Cicak Jenis pakan Hari ke 0 Hari ke 4 Hari ke 8 Hari ke


12
A Ulat kandang 0 cm 0 cm 0 cm 0,1 cm
B Laron 0 cm 0 cm 0,1 cm 0,1cm

Pengulangan pengamatan cicak :

Cicak Jenis pakan Hari ke 0 Hari ke 4 Hari ke 8 Hari ke


12
A Ulat kandang 0 cm 0 cm 0 cm 0,1 cm
B Laron 0 cm 0 cm 0 cm 0,1cm

VI. PEMBAHASAN
Cicak memiliki kemampuan istimewa untuk melalkukan autotomi
yaitu proses memutuskan ekornya apabila merasa tidak aman. Cicak
tembok (Cosymbotus platyurus) merupakan cicak yang sering dijumpai di
dalam rumah. Autotomi pada cicak dilakukannya untuk melindungi diri
dari predator sekaligus mengelabuhinya. Cicak memiliki kemampuan
untuk meregenerasi ekornya setelah melakukan proses autotominya.
Regenerasi merupakan proses terbentuknya kembali bagian yang
rusak. Pada cicak misalnya pada ekor yang telah putus. Proses regenerasi
memerlukan energi dari hasil metabolisme aerob pada tubuh cicak. Proses
regenerasi menghasilkan ukuran ekor yang relatif lebih kecil daripada
ukuran sebelumnya. Proses regenerasi dapat dilakukan karena adanya
lapisan ependymal pada sumsum tulang belakang yang tersisa, sehingga
ekor dapat terbentuk kembali namun dengan ukuran yang berbeda.

Daya regenerasi antar organisme berbeda-beda. Ada yang memiliki


daya regenerasi tinggi, adapula yang rendah. Daya regenerasi yang paling
tinggi terdapat pada echinodermata dan platyhelminthes dimana setiap
potongan tubuhknya akan membentuk individu yang baru. Vertebrata
memiliki daya regenerasi yang lebih rendah dibandingkan dengan hewan
invertebrata. Pada reptil misalnya pada cicak memiliki daya regenerasi
yang rendah, hanya sebatas ujung bagian tubuhnya yaitu ekor.

Alat yang digunakan pada percobaan ini merupakan alat-alat


sederhana seperti kotak makan bekas untuk tempat cicak, plastik klip
untuk membungkus cicak ketika ditangkap dan akan dipindahkan serta
untuk difoto sebagai dokumentasi. Alat semprot burung juga digunakan
untuk berburu cicak, sarung tangan untuk memegang cicak. Cicak yang
diambil adalah cicak tembok yang berada di tembok-tembok rumah.
Pengambilan cicak dilakukan dimalam hari karena cicak lebih aktif
dimalam hari.
Makanan yang diberikan yaitu ulat kandang (Lesser mealworm)
atau ulat yang biasanya diberikan kepada burung dan jenis pakan yang lain
yang diberikan adalah Laron (Isoptera). Kedua jenis hewan tersebut
diberikan secara berbarengan secara waktu kepada cicak yang berbeda.
Kedua hewan tersebut diberikan kepada cicak karena cicak merupakan
hewan insektivora atau hewan pemakan serangga sehingga sangat cocok
untuk diberikan kepada cicak dan untuk mengetahui pengaruh jenis
makanan apa saja yang mempengaruhi regenerasi ekor pada cicak.
Pemberian pakan dilakukan sehari sekali sebanyak 1 ekor ulat
kandang pada cicak A dan laron pada cicak B. Begitupun pada
pengulangannya. Pada percobaan kali ini, dilakukan pengamatan terhadap
regenerasi ekor cicak tembok yang diamati selama 12 hari dengan
pencatatan pengamatan selama 4 hari sekali. Berdasarkan tabel pada bab
sebelumnya, dilakukan 2x pengulangan dengan menggunakan 2 cicak pada
setiap pengulangannya.
Pada tabel pertama, dihasilkan data pada cicak A dengan jenis
pakan ulat kandang (Lesser mealworm) yaitu pada hari pertama, cicak
diputuskan ekornya. Pada hari ke 4 yaitu pengamatan pertama setelah
diputuskannya ekor cicak, cicak belum mengalami pertambahan panjang
regenerasi dari ekornya. Pada hari ke 8 dengan jenis pakan ulat kandang
(Lesser melaworm) tidak mengalami pertamban panjang paa ekornya.
Pada hari ke 12, ekor cicak mengalami pertambahan panjang pada ekornya
sebanyak 0,1 cm. Sedangkan pada cicak B dengan pemberian pakan Laron
(Isoptera) didapatkan pertambahan panjang pada hari ke 8 sepanjang 0,1
cm dan di hari ke 12 tidak mengalami pertambahan panjang ekor.
Pada tabel pengulangan atau tabel kedua didapatkan data pada
cicak C dengan pemberian pakan ulat kandang tidak memberikan hasil
yang berbeda dengan percobaan pertama yaitu sampai pada hari ke 12 baru
mengalami perubahan atau prambahan panjang pada ekornyasebanyan 0,1
cm. Pada cicak D dengan pemberian pakan laron (Isoptera) mengalami
perubahan data jika dibandingkan dengan percobaan pertama, yaitu baru
mengalami pertambahan panjang pada hari ke 12 sebanyak 0,1 cm. Dari
hasil tersebut, makanan yang diberikan untuk proses regenerasi ekor pada
cicak tidak terlalu mempengaruhinya.
Ekor baru tidak mengandung notochord dan vertebrae yang baru
hanya terdiri dari ruas-ruas tulang rawan. Ruas-ruas ini hanya meliputi
batang syaraf (medula spinalis), jumlah ruas itu pun tidak lengkap seperti
semula. Proses perbaikan pertama pada regenerasi ekor cicak adalah
penyembuhan luka dengan cara penumbuhan kulit di atas luka tersebut.
Faktor yang mempengaruhi regerasi adalah temperatur, proses
biologi, dan faktor bahan makanan. Semakin naik suhunya maka proses
regenerasi akan lebih cepat. Regenerasi dapat optimal pada suhu 29,7
derajat Celcius. Namun, makanan tidak begitu mempengaruhi proses
regenerasi pada ekor cicak. Hal ini kemungkinan besar juga dipengaruhi
oleh suhu yang menjadi tempat tinggal cicakkurang ideal mengingat cicak
tersebut hidup terkurung di dalam kotak nasi bekas sehingga tidak dapat
bergerak dengan bebas sehingga cicak yang diamati menjadi stress dan
mempengaruhi kerja proses biologisnya sehingga menyebabkan regenerasi
cicak menjadi lambat. Terdapat beberapa kendala di luar faktor tersebut
yang dialami selama percobaan dilakukan. Kendala pertama yaitu
kesalahan praktikan yang sembarangan dalam menangkap cicak sehingga
cicak yang didapatkan terlalu stress sehingga cicak mati dan hanya bisa
melakukan pengamatan di 12 hari terakhir selama 1 bulan proses
penangkapan cicak yang salah sehingga selalu mengalami kegagalan.
Untuk tempat memelihara cicak juga dirasa kurang memadai karena
kotakk makan bekas yang digunakan kecil dan untuk tutup kotak
makanannya menggunakan kain kaos yang lumayan tebal sehingga cicak
kekurangan oksigen ketika berada di dalam kotak.
VII. PENUTUP
VII.1 Kesimpulan
Cicak memiliki kemampuan untuk memutilasi dirinya (autotomi) yaitu
pada ekor ketika dirinya merasa terancam untuk upaya melarikan diri dari
predator yang kemudian akan melakukan proses regenerasi pada ekor yang
telah putus dengan energi yang dihasilkan melalui metabolisme aerob.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi regenerasi. Makanan yang
diberikan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi regenerasi tetapi
pada eksperimen kali ini (pada cicak) tidak terlalu signifikan. Pemberian
Laron (Isoptera) lebih baik daripada lalat kandang (Lesser mealworm)
dalam proses regenerasi cicak. Kendala lain yang menjadi penghambat
adalah kondisi biologis cicak karena selama pengamatan terkurung di
dalam kotak plastik bekas dengan ruang yang sempit.
VII.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya diharapkan lebih baik lagi dengan
menggunakan efisiensi waktu dan meminimalisirkan kesalahan yang
dilakukan oleh praktikan sehingga didapatkan hasil praktikum yang
lebih memuaskan
DAFTAR PUSTAKA

Eprilurahman, R dan H. A. Asti. 2018. Kekayaan Fauna Gianyar Bali.


Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Novianti, T., V. Juniantito., A.A. Jusuf., E. A. Arida., S.Widia., A. Jusman., dan


M. Sadikin. 2019. Prediksi DNA Primer Gen PGC-1 Cecak (Hemidactylus
platrurus) dengan Metoda Phylogenetic. Multiple Alignmet, dan qPCR.
Indonesian Journal of Biotechnology and Biodiversity. 3 (1) : 39 – 47.

Putra, A. R., A. Sudhartono., dan S. Ramlah. 2017. Eksplorasi Jenis Reptil di


Suaka Margasatwa Tanjung Santigi Kabupaten Parigi Moutong. Warta Rimba. 5
(2) : 87 – 92.

Rakhmiyati dan M. J. Luthfi. 2018. Alizarin Red S-Alcian Blue Staining for
Regenerate Tail of Common House Gecko (Hemmidactylus frenatus).
Biology, Medicine, & Natural Product Chemistry. 7 (2) : 57 – 59.

Rakhmiayti dan M. J. Luthfi. 2016. Histologycal Study of Common House Gecko


(Hemisactulus frenatus) Regenerated Tail. Biology, Medicine, & Natural
Product Chemistry. 5 (2) : 49 – 53.

Sumarmin, Ramadhan. 2016. Perkembangan Hewan. Jakarta : Kencana.

Wiradarma, H., K. Baskoro., M. Hadi., A. Hamidy., dan A. Riyanto. 2019. Variasi


Karakter Morfologi Cyrtodactylus marmoratus Gray, 1831 (Reptilia :
Squamata: Gekkonidae) dari Pulau Jawa. Bioma. 21(2) : 173 – 184.
LAMPIRAN
LAMPIRAN BUKU DAN JURNAL

Anda mungkin juga menyukai